Anda di halaman 1dari 6

STABILISASI POLITIK

DAN REHABILITASI EKONOMI

Tigaraksa – Kabupaten Tangerang

MAN 1 Tangerang

Disusun oleh kelompok 2 ( XII IPA 4 ):

● Amelia Putri H
● Dinda Siti M
● Fallah Huda H
● Meril Alhikma
● Nisrina Nabila H
● Resi Setiani A
● Ubaydillah Rizky A
● Zidane Haikal S

Tahun Ajaran 2021/2022

Terbentuknya pemerintahan Orde Baru yang diawali dengan keputusan


Sidang Istimewa MPRS tanggal 12 Maret 1967 yang menetapkan Jenderal Soeharto
sebagai pejabat presiden. Kedudukannya itu semakin kuat setelah pada 27 Maret
1968, MPRS mengukuhkannya sebagai presiden penuh. Pengukuhan tersebut dapat
dijadikan indikator dimulainya kekuasaan Orde Baru.

Setelah memperoleh kekuasaan sepenuhnya, pemerintah Orde Baru mulai


menjalankan kebijakan-kebijakan politik dan Ekonomi yang telah ditetapkan oleh
Sidang MPRS tahun-tahun sebelumnya, seperti Stabilitas Politik Keamanan (Tap
MPRS No.IX/1966), Stabilitas ekonomi (Tap MPRS No.XXIII/1966), dan Pemilihan
Umum (Tap MPRS No.XI/1966)Pemerintahan Orde Baru memandang bahwa selama
Orde Lama telah terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan UUD 1945 dan
Pancasila.

Diantara penyimpangan tersebut adalah pelaksanaan Demokrasi Terpimpin


dan pelaksanaan politik luar negeri yang cenderung memihak blok komunis (Blok
Timur). Sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh MPRS, maka
pemerintahan Orde Baru segera berupaya menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara konsekuen dengan melakukan rehabilitasi dan stabilisasi politik dan keamanan
(polkam). Tujuan dari rehabilitasi dan stabilisasi tersebut adalah agar dilakukan
pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Dalam melaksanakan rehabilitasi dan stabilisasi polkam, pemerintah Orde


Baru di bawah pimpinan Soeharto menggunakan suatu pendekatan yang dikenal
sebagai pendekatan keamanan (security approach), termasuk di dalamnya de-
Soekarnoisasi dan depolitisasi kekuatan-kekuatan organisasi sosial politik (orsospol)
yang dinilai akan merongrong kewibawaan pemerintah. Seiring dengan itu, dibentuk
lembaga-lembaga stabilisasi seperti; Kopkamtib (pada 1 November 1965), Dewan
Stabilisasi Ekonomi Nasional (11 Agustus 1966), dan Dewan Pertahanan Keamanan
Nasional (1 Agustus 1970).

Mengenai kebijakan politik luar negeri yang dipandang menyimpang,


pemerintah Orde Baru berupaya mengembalikan Indonesia dari politik Nefos-
Oldefos dan “Poros Jakarta -Pnom Penh - Hanoi-Peking - Pyongyang” ke politik luar
negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Tujuan dari politik luar negeri pun diarahkan
untuk dapat dilakukannya pembangunan kesejahteraan rakyat.

Hal itu tampak dari pernyataan Jenderal Soeharto sebagai pemegang mandat
Supersemar tanggal 4 April 1966, beliau menyatakan bahwa Indonesia akan
menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, yang mengabdi kepada kepentingan
bangsa dan ditujukan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Dalam upaya mencapai
tujuan tersebut, maka politik luar negeri Indonesia akan ditujukan pada perluasan
kerjasama ekonomi dan keuangan antara Indonesia dengan dunia luar, baik Timur
maupun Barat, selama kerjasama itu menguntungkan bagi kepentingan
Indonesia.Sebagai wujud nyata dari niat itu, Indonesia memulihkan kembali
hubungan baik dengan Malaysia termasuk Singapura yang sempat terganggu akibat
kebijakan konfrontasi Indonesia 1963-1966. Di samping itu, sejak 28 September
1966, Indonesia kembali aktif di forum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pada era
Orde Lama, Indonesia pada 1 Januari 1965, keluar dari lembaga tersebut. Langkah
berikutnya, Indonesia bersama Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina
membentuk organisasi kerjasama regional ASEAN (Association of South East Asian
Nation) di Bangkok 8 Agustus 1967. Tujuan pembentukan ASEAN ini adalah untuk
meningkatkan kerjasama regional khususnya di bidang ekonomi dan budaya.

1. Stabilitas Politik dan Keamanan sebagai Dasar Pembangunan

Langkah pertama pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan


nasional adalah dengan membentuk Kabinet Pembangunan I pada tanggal 6 Juni
1968. Program Kabinet Pembangunan I disebut Pancakrida . Pada masa
pemerintahan Orde Baru dilakukan penyederhanaan partai. Adapun realisasi
penyederhanaan partai dilaksanakan melalui sidang umum MPR tahun 1973.
Pemerintahan Orde Baru berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam
kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali (1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997). Semua pemilu yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru dimenangkan
oleh partai Golkar.Penyelenggaraan pemilu selama Orde Baru tersebut menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta dengan baik. Apalagi pemilu
tersebut berlangsung dengan slogan ''luber'' (langsung, umum, bebas, dan rahasia).
Pada masa pemerintahan Orde Baru terjadi peristiwa Malari (Malapetaka
Lima Belas Januari). Peristiwa tersebut diawali oleh kegiatan para mahasiswa yang
tergabung dalam grup-grup diskusi yang mengkritis berbagai kebijakan pemerintah.
Menjelang kedatangan PM Jepang Kakue Tanaka pada tanggal 15 Januari 1974, di
Jakarta terjadi demonstrasi besar-besaran mahasiswa yang disusun dengan aksi
anarkis.
Untuk meredam gerakan mahasiswa tersebut dikeluarkan SK/028/1974
tentang Petunjuk-Petunjuk Kebijaksanaan dalam Rangka Pembinaan Kehidupan
Kampus Perguruan Tinggi Demonstrasi dilarang, kegiatan kemahasiswaan
difokuskan pada bidang penalaran seperti dengan diskusi atau seminar.
Pada masa Orde Baru, selain mengembalikan setiap dinamika
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan dalam kerangka ketaatan terhadap
Pancasila sebagai road map ideologi, pemerintah Orde Baru menghimpun energi
semua komponen bangsa ke dalam agenda bersama yang diformulasikan dalam
bentuk trilogi pembangunan.
2. Stabilisasi Penyeragaman

Depolitisasi parpol dan ormas juga dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru
melalui cara penyeragaman ideologis melalui ideologi Pancasila. Dengan alasan
Pancasila telah menjadi konsensus nasional, keseragaman dalam pemahaman
Pancasila perlu disosialisasikan. Gagasan ini disampaikan oleh Presiden Soeharto
pada acara Hari Ulang Tahun ke-25 Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, 19
Desember 1974. Kemudian dalam pidatonya menjelang pembukaan Kongres
Nasional Pramuka pada 12 Agustus 1976, di Jakarta, Presiden Soeharto menyerukan
kepada seluruh rakyat agar berikrar pada diri sendiri untuk mewujudkan Pancasila
dan mengajukan Eka Prasetia bagi ikrar tersebut dalam Stabilisasi Untuk Politik Dan
Rehabilitasi Dari Ekonomi 

3. Penerapan Dwi Fungsi ABRI

Dwifungsi ABRI, diartikan bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi
sebagai pusat kekuatan militer Indonesia dan juga fungsinya di bidang politik. Dalam
pelaksanaannya pada era Soeharto, fungsi utama ABRI sebagai kekuatan militer
Indonesia memang tidak dapat dikesampingkan, namun pada era ini, peran ABRI
dalam bidang politik terlihat lebih signifikan seiring dengan diangkatnya Presiden
Soeharto oleh MPRS pada tahun 1968 , Stabilisasi Untuk Politik Dan Rehabilitasi
Dari Ekonomi.

4. Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru

Pada masa Orde Baru program rehabilitasi ekonomi berlandaskan pada Tap.
MPRS No. XXIII/1966 yang isinya antara lain mengharuskan diutamakannya
masalah perbaikan ekonomi rakyat di atas segala soal-soal nasional yang lain,
tremasuk soal-soal politik. Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri
pemerintah harus sedemikian rupa sehingga benar-benar membantu perekonomian
rakyat.
Prioritas pertama yang dilakukan pemerintah untuk rehabilitasi ekonomi
adalah memerangi atau mengendalikan hiperinflasi antara lain dengan menyusun
APBN berimbang. Sejalan dengan kebijakan tersebut, pemerintah Orde Baru
berupaya menyelesaikan masalah utang luar negeri sekaligus mencari utang baru
yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun pembangunan ekonomi berikutnya.
Upaya yang dilakukan pemerintah Orde Baru selain mengupayakan
masuknya dana bantuan luar negeri juga dengan menggalang dana dari menabung.
Upaya lainnya adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Penanaman Modal
Dalam Negeri (UUPNDN) No.6 Tahun 1968. Kebijakan yang dilakukan pemerintah
pada awal Orde Baru mulai menunjukkan hasilnya. Hiperinflasi mulai dapat
dikendalikan dari 600% menjadi 120% (1967), dan 80% (1968).

5. Kebijakan Pembangunan Orde Baru

Pengertian pembangunan nasional pada masa Orde Baru adalah suatu


rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Pembangunan nasional dilakukan untuk
melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.

Adapun landasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah


landasan idiil (Pancasila), landasan konstitusional (UUD 1945), dan landasan
operasional (GBHN). Untuk mewujudkan tujuan nasional, MPR menetapkan Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN merupakan pola umum pembangunan
nasional dengan rangkaian program-programnya yang kemudian dijabarkan dalam
rencana pembangunan lima tahun (Repelita).

Konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akibat


pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diimbangi dengan
pemerataan pembangunan. Oleh karena hal itulah, sejak pembangunan lima tahun
tahap III (1 April 1979-31 Maret 1984) pemerintah Orde Baru menetapkan delapan
jalur pemerataan.

Anda mungkin juga menyukai