Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“ PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA


SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA”

DOSEN
Dr. H. Asyri SE. MM.

DISUSUN OLEH
Nabila Prillia Tasya
(183112340350181)

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
AKUNTANSI
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dari mata kuliah Hukum Bisnis dengan judul “ PENGARUH KINERJA
KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK
INDONESIA”
Terimakasih kepada Dr H. Asyari SE. MM.. selaku dosen mata kuliah Seminar
Akuntansi. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.

Jakarta, 24 Januari 2022

Nabila Prillia Tasya


BAB I
PENDAHULUAN

Pasar modal merupakan alternatif investasi yang semakin memasyarakat, namun banyak
hal yang harus diketahui oleh pemodal sebelum memutuskan untuk investasi di pasar modal.
Karena keputusan investasi pada saham perusahaan publik memiliki resiko relatif tinggi,
dibandingkan dengan deposito. Secara umum semakin terbatas informasi, keahlian dan modal
yang dimiliki pemodal, semakin tinggi resiko yang mereka hadapi. Sehingga informasi harga
saham sangat diperlukan untuk menambah informasi bagi pemodal sebelum memutuskan
investasi di pasar modal. Motif mendasar pemodal dalam membeli saham adalah untuk menjual
saham itu kembali pada harga yang lebih tinggi. Harga saham yang bersedia dibayar oleh
pemodal mencerminkan arus kas bersih yang diharapkan setelah memperhitungkan waktu dan
resiko investasi. Harga saham memberikan ukuran yang obyektif tentang nilai investasi pada
sebuah perusahaan. Oleh karenanya, harga saham memberikan indikasi perubahan harapan
pemodal sebagai akibat perubahan kinerja keuangan. Pada akhirnya variasi harga saham pada
waktu tertentu memberikan sebuah indikasi berubahnya kinerja keuangan perusahaan. Dengan
semakin berkembangnya pasar modal di Indonesia, diharapkan pasar modal semakin efisien
sehingga kinerja keuangan dapat digunakan sebagai input untuk mengukur proyeksi harga
saham.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis akan menganalisis salah satu faktor yang
mempengaruhi harga saham, yaitu kondisi perusahaan. Kondisi perusahaan dalam hal ini
diartikan sebagai kinerja perusahaan (performance). Penulis membatasi masalah bahwa yang
dimaksud dengan kinerja perusahaan dalam hal ini adalah kinerja keuangan perusahaan. Untuk
menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan diperlukan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran
yang sering digunakan adalah rasio keuangan yang menunjukkan hubungan antara dua atau
lebih data keuangan. Analisis rasio keuangan akan memberikan pemahaman yang lebih baik
tehadap kinerja keuangan perusahaan daripada analisis hanya terhadap data keuangan saja.
Namun pasar modal di Indonesia juga sering mengalami pasang surut berkaitan dengan kondisi
perekonomian di dalam negeri. Selama periode dimana perekonomian Indonesia mengalami
pertumbuhan yang pesat, pasar modal di Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang pesat,
terbukti dengan meningkatnya nilai kapitalisasi pasar dan meningkatnya indeks harga saham.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham di pasar modal, salah
satunya adalah kondisi perusahaan. Kondisi perusahaan dapat diartikan sebagai kinerja
perusahaan, yaitu kinerja keuangan perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan yang
dipublikasikannya. Untuk melihat kinerja keuangan perusahaan diperlukan ukuran-ukuran
tertentu. Ukuran yang sering digunakan adalah rasio keuangan yang menunjukkan hubungan
antara satu atau lebih data keuangan.

Rasio analisis tradisional berfokus pada profitabilitas, solvency dan likuiditas. Perusahaan
yang mengalami kerugian, tidak dapat membayar kewajiban atau tidak likuid mungkin
memerlukan restrukturisasi. Untuk mengetahui adanya gejala kebangkrutan diperlukan suatu
model untuk memprediksi kondisi bermasalah untuk menghindari kerugian dalam nilai
investasi. Tujuan dari penelitian melihat kondisi bermasalah agar tidak terjadi kebankrutan
dalam operasional perusahaan.

Laporan keuangan adalah salah satu sumber potensial yang lazim digunakan oleh para
investor sebagai dasar pengambilan keputusan penanaman modal, adanya informasi yang
dipublikasikan akan merubah keyakinan para investor hal ini dapat dilihat dari reaksi pasar,
harga saham, dan reaksi tingkat keuntungan, laporan keuangan dikatakan mempunyai
kandungan informasi apabila dengan dipublikasikannya laporan keuangan akan menyebabkan
para investor bereaksi untuk melakukan penjualan atau pembelian saham, selanjutnya reaksi
tersebut akan tercermin dalam perubahan harga saham diseputar tanggal publikasi laporan
keuangan.

Faktor yang mempengaruhi harga saham baik berasal dari fundamental perusahaan
maupun makro ekonomi perusahaan. faktor fundamental perusahaan meliputi Return on total
assets (ROA), yaitu rasio yang mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola asetnya.
Return on equity (ROE) yaitu rasio yang mengukur kemampuan dalam mengelola kapital yang
ada untuk mendapatkan net income. Price to book value (PBV) yaitu perbandingan antara harga
saham dan nilai buku saham. Earning price share (EPS) adalah pemberian keuntungan yang
diberikan pada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Price earning
ratio (PER) yaitu perbandingan antara harga pasar atau saham dengan earning per share dari
saham yang bersangkutan. Debt equity ratio (DER) yaitu rasio yang mengukur sejauh mana
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang (Suselo et al., 2015).
Kinerja keuangan yaitu laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan keadaan
perusahaan dimana akan digunakan untuk bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk
melakukan tindakan selanjutnya untuk bahan pertimbangan bagi perusahaam dalam melakukan
tindakan selanjutnya maupun bagi masyarakat untuk menilai kelancaran perusahaan tersebut
sebelum melakukan tindakan. Kinerja keuangan akan mempengaruhi harga saham perusahaan
dengan fluktuasinya yang akan dilihat oleh investor dalam melakukan pembelian saham. Harga
saham dapat diartikan jumlah atau harga dari surat berharga yang dimiliki perusahaan yang
akan dibeli oleh investor berdasarkan penilaian investor terhadap perusahaan (Lova & Dewi,
2016).

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengetahui pengaruh dari segi fundamental yaitu
rasio keuangan terhadap harga saham. Dengan semakin tinggi harga saham maka semakin
tinggi pula nilai perusahaan tersebut dan sebaliknya. Oleh karena itu perusahaan yang
menerbitkan saham sangat memperhatikan harga sahamnya. Harga saham yang terlalu rendah
sering diartikan bahwa kinerja perusahaan kurang baik. Namun bila harga saham terlalu
tinggi dapat mengurangi kemampuan investor untuk membeli sehingga menimbulkan harga
saham sulit untuk meningkat lagi. Untuk itu penulis mengambil judul penelitian
‘’PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA
SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA”
BAB II
TELAAH LITERATUR
2.1 Landasan Teori

Teori agensi yaitu suatu terjadinya perbedaan kepentingan antara agen dengan
pemilik perusahaan untuk mengoptimalkan keinginan masing-masing. Hubungan
keagenan yaitu suatu hubungan dimana pemilik perusahaan mempercayakan
pengelolaan perusahaan pada manajer sesuai dengan kepentingan pemilik dengan
memberi wewenang pengambilan keputusan terbaik. Manajer sebagai pihak yang
memiliki akses langsung terhadap informasi perusahaan, memiliki asimetri informasi
terhadap pihak eksternal perusahaan dimana terdapat informasi yang tidak diungkapkan
oleh pihak manajemen kepada pihak eksternal perusahaan termasuk investor. Informasi
akuntansi yang berkualitas dapat menurunkan terjadinya asimetri informasi karena
pengungkapan yang tinggi dapat meningkatkan nilai perusahaan yang kemudian
mempengaruhi harga saham.

Principal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuannya untuk memperbesar


laba yang tercermin dalam pengungkapan laporan keuangan perusahaan. makin tinggi
laba perushaan harga saham akan meningkat sehingga agen dianggap berhasil dalam
mengelola perusahaan. untuk meminimalisir terjadinya asimetri informasi maka
pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan perusahaan diperlukan agar
berbagai peraturan dan ketentuan.yang ada dapat dipatuhi dengan baik. Usaha ini
menyebabkan timbulnya biaya agensi yang menurut teori harus dikeluarkan sehingga
dapat mengurangi kerugian biaya yang timbul akibat kepatuhan. Biaya keagenan
menjadi tiga yaitu monitoring cost, bonding cost dan residual loss (Jensen, 1976)

2.2 Saham dan Perubahan Saham

Program penetapan harga pada umumnya merupakan yang paling mendasar diantara
program-program pemasaran karena empat alasan. Harga adalah jumlah uang (ditambah
beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi
dari barang beserta pelayanannya. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi.
Return dapat berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return)
(Jogiyanto,2000). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi penting
karena dapat digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja perusahaan serta sebagai dasar
penentu return ekspektasi dan risiko masa yang akan datang.

Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto, 2000). Return dapat
berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi
(realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan
data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja
perusahaan. Return historis ini juga dapat digunakan sebagai dasar penentuan return ekspektasi
(expected return) dan resiko dimasa yang akan datang.

Dalam melakukan pengukuran return realisasi banyak yang menggunakan berbagai macam
cara atau model pengukuran seperti return total (total retruns), relatif return (return relative),
kumulatif return (return cumulative) dan return disesuaikan (adjusted return). Sedangkan rata-
rata dari return dapat dihitung berdasarkan rata-rata aritmatik (arithmetic mean) atau rata-rata
geometric (geometric mean). Rata-rata geometrik sering digunakanuntuk menghitung rata-rata
return dalam satu periode. Sedangkan retrun ekspektasi (expected return) adalah return yang
diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa yang akan datang. Berbeda dengan return
realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Perhitungan
return ekspektasi dengan model pasar dilakukan dengan dua tahap yaitu : (1) dengan
membentuk model ekspektasi data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan
model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model
ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Lease Square).

2.3 Variabel-variabel Yang Mempengaruhi Harga Saham

a. Debt to Assets Ratio (DAR)


Rasio ini mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio hutang
terghadap aset atau kekayaan merupakan perbandingan antara total hutang dan asset atau
aktiva yang menunjukkan besarnya bagian aktiva yang diperoleh atau didanai oleh hutang
dan yang termasuk dalam perhitungan hutang adalah kewajiban lancar dan semua obligasi
(hutang jangka panjang).Dengan rumus DAR :
Total Hutang
DAR = Total Aktiva

b. Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri
yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutangnya. Debt to Equity Ratio merupakan
perbandingan antara jumlah hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dengan modal
sendiri. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

DER = Total Hutang/Total Ekuitas x 100%

DER menggambarkan perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas (modal)
perusahaan yang digunakan sebagai sumber pendanaan usaha. Semakin besar DER
menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif
terhadap ekuitas. Sehingga semakin besar DER mencerminkan resiko perusahaan yang relatif
tinggi, dan semakin besar pula resiko yang harus ditanggung oleh investor. Sehingga investor
akan menghindari pembelian saham perusahaan tersebut, dan dapat dikatakan debt to equity
ratio akan mempengaruhi harga saham. Makin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi jumlah
dana dari luar yang harus dijamin dengan jumlah modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka
semakin rendah harga saham suatu perusahaan.

c. Total Asset Turn Over (TATO)

Total Assets Turn Over (TATO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
efisiennya seluruh aktiva perusahaan digunakan untuk menunjang kegiatan penjualan (Ang,
1997). Menurut Sartono (1999) Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana efektifitas
perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dalam kaitannya
untuk mendapatkan laba. Semakin tinggi efektiftivitas perusahaan menggunakan aktiva untuk
meperoleh penjualan diharapkan perolehan laba perusahaan semakin besar, hal ini akan
menujukkan kinerja perusahaan semakin baik. Kinerja perusahaan yang semakin baik
memberikan dampak pada harga saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi dan harga
saham yang tinggi memberikan harapan return yang semakin besar. TATO dapat dirumuskan
sebagaiberikut:
Penjualan
TATO =Total Aktiva

d. Return On Asset (ROA)

ROA adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada.
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara keuntungan atau
laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau asset yang
dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan (operatimg asset). Operating Asset
adalah semua aktiva kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak
digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok
perusahaan. Rasio ini untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. ROA adalah rasio untuk mengetahui
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari total aktiva. ROA dirumuskan sebagai
berikut:

ROA = Laba setelah pajak/ Total aktiva x 100%

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas


modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba.
Return On Asset (ROA) adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa
besar tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA yang negative
disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini menunjukkan
kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk
menghasilkan laba. Semakin tinggi rasio ini maka diharapkan harga saham juga semakin
tinggi.

e. Return On Equity (ROE)

ROE merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan suatu laba bagi pemegang
saham biasa. Rasio ini menunjukkan bagian keuntungan perusahaan yang berasal dari (atau
menjadi hak) modal sendiri. Rasio ini menunjukkan bagian keuntungan yang berasal dari
shareholders’ equity (modal sendiri). Rasio ini membandingkan laba bersih setelah pajak
(EAT) dan menunjukkan earning power perusahaan. ROE dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROE = Laba Setelah Pajak / Total Ekuitas x 100%

ROE adalah kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi
pemegang saham. Pengertian Return on Equity yang digunakan sebagai pengukur efisiensi
adalah besarnya laba bersih dari jumlah modal sendiri yang digunakan dalam perusahaan yang
bersangkutan. Ini berarti Return On Equity merupakan tingkat hasil pengembalian investasi
bagi pemegang saham. ROE yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Semakin mampu perusahaan
memberikan keuntungan bagi pemegang saham maka semakin saham tersebut diinginkan
untuk dibeli. Hal ini akan menyebabkan permintaan akan saham tersebut meningkat dan
selanjutnya akan menyebabkan harga saham tersebut naik. Dengan demikian maka ROE akan
mempengaruhi perubahan harga saham. Jika rasio ini nilainya semakin tinggi berarti dapat
dikatakan baik, karena menunjukkan penghasilan yang diterima semakin baik, sehingga harga
saham juga semakin tinggi.

f. Price to Book Value (PBV)

PBV merupakan hubungan antara harga saham dan nilai buku per lembar saham. Rasio
ini bisa juga dipakai sebagai pendekatan alternatif untuk menentukan nilai suatu saham
karena secara teoritis nilai pasar suatu saham haruslah mencerminkan nilai bukunya. Rasio
PBV memberikan indikasi lain tentang bagaimana investor memandang suatu perusahaan dan
bagaimana informasi rasio ini bisa dipakai investor dalam keputusan investasi. Dengan rasio
PBV yang tinggi diharapkan harga saham perusahaan juga tinggi.

PBV = Harga Saham/ Nilai Per Lembar Saham x 100%

Rasio PBV memberikan indikasi lain tentang bagaimana investor memandang suatu
perusahaan dan bagaimana informasi rasio ini bisa dipakai investor dalam keputusan investasi.
Dengan rasio PBV yang tinggi diharapkan harga saham perusahaan juga tinggi.
g. Price Earning Ratio (PER)

Price Earning Ratio/PER adalah rasio harga yang dihitung dengan membagi harga saham
saat ini dengan Earning Per Share (EPS). Pendekatan ini didasarkan hasil yang diharapkan
pada perkiraan Earning Per Share (EPS) di masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui
berapa lama investasi saham akan diambil (Sunariyah, 2000:156). Besarnya PER dihitung
dengan rumus :

PER = Harga Pasar Saham/ EPS

PER merupakan indikator yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah harga
saham tertentu dinilai tinggi atau rendah. PER yang tinggi dapat menunjukkan bahwa:

a. Investor mengharapkan pertumbuhan deviden yang tinggi. Dengan pertumbuhan


deviden yang tinggi maka menarik minat para investor untuk membeli saham sehingga
permintaan saham akan meningkat. Peningkatan permintaan saham akan menyebabkan
harga saham meningkat.

b. Saham beresiko rendah sehingga investor tertarik dengan kembalian yang rendah.
Investor yang “risk aversion” lebih menyukai saham dengan resiko rendah, mereka di
dalam menginvestasikan dananya akan memilih saham yang beresiko rendah. Dengan
demikian permintaan saham yang beresiko rendah akan meningkat yang akan
mengakibatkan harga saham tersebut naik.

c.Perusahaan diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan rata-rata sementara di lain


pihak mampu membagikan laba dalam proporsi yang besar.

Pertumbuhan dan pembagian laba yang tinggi akan menumbuhkan minat para investor
untuk membeli saham tersebut sehingga akan menaikkan permintaan saham dan pada akhirnya
akan menaikkan harga saham. Dari ketiga hal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa PER yang
tinggi akan menyebabkan harga saham yang tinggi, begitu pula sebaliknya PER yang rendah
akan menyebabkan harga saham yang rendah
h. Earning Per Share (EPS)

EPS merupakan rasio yang menunjukan berapa besar keuntungan yang diperoleh
investor atau pemegang saham per saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja
menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk
pemegang saham. EPS dapat juga diartikan sebagai pencapaian Laba per lembar saham,
analisis laba dari sudut pandang pemilik dipusatkan pada laba per lembar saham dalam sutu
perusahaan. Rasio ini secara sederhana melibatkan pembagian laba bersih untuk saham biasa
dengan jumlah rata-rata saham biasa yang beredar. Laba per lembar saham adalah suatu ukuran
dimana baik manajemen maupun pemegang saham menaruh perhatian yang besar. Itu
digunakan secara luas dalam penafsiran nilai saham biasa dan sering merupakan basis untuk
menetapkan tujuan serta sasaran spesifik perusahaan sebagai bagian perencanaan strategis.

EPS merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan per


lembar saham begi pemiliknya. Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan per lembar saham bagi pemiliknya, maka hal ini akan
mempengaruhi harga saham perusahaan, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, Earning
Per Share (EPS) akan mempengaruhi harga saham.

Earning Per Share (EPS) menggambarkan laba bersih perusahaan yang diterima oleh
setiap saham. Tapi yang jadi masalah adalah bagaimana menghitung EPS jika perusahaan
memiliki instrumen konversi yang sewaktu-waktu dapat ditukar menjadi saham. Apabila
emiten hanya mengeluarkan saham biasa (common stock) untuk permodalan sahamnya, maka
perhitungan EPS akan menjadi sangat sederhana,yaitu:

EPS = Laba Bersih/ Jumlah Saham Beredar

Masalah timbul jika emiten mengeluarkan berbagai instrumen konversi, yang dapat
berupa convertible preferred share (saham preferen konversi), convertible bond (obligasi
konversi), stock option dan warrant. Instrumen- instrumen ini walaupun tidak semua
merupakan instrumen kepemilikan (equity instrument) tapi sewaktu-waktu dapat ditukar
menjadi saham biasa, sehingga dapat mempengaruhi besarnya laba bersih per saham.
2.4 Analisa Rasio dan Kinerja Keuangan

Kinerja perusahaan harus diukur untuk melihat apakah kinerja perusahaan mengalami
pertumbuhan atau tidak. Ukuran ini diperlukan juga untuk informasi mengenai kinerja
perusahaan, yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen di masa
yang akan datang. Ukuran yang paling lazimdigunakan adalah rasio keuangan.

Gibson (2001) mengemukakan pendapatnya tentang penggunaan rasio keuangan untuk


menganalisis kinerja perusahaan sebagai berikut bahwa analisis keuangan yang menggunakan
data historis perusahaan untuk memperbandingkan disebut analisis kecenderungan (trend
analysis). Mengamati kecenderungan dari rasio tertentu dapat diketahui apakah rasio tersebut
turun, naik, atau relative konstan. Dari sini pula dapat diketahui adanya suatu masalah, apakah
manajemen sudah bekerja dengan baik. Dikatakan juga bahwa analisis atau laporan keuangan
perusahaan akan lebih berarti bila hasil-hasilnya dibandingkan dengan angka rata- rata industri
atau dengan hasil dari para pesaing. Angka rata-rata industry merupakan rata-rata rasio
keuangan dari beberapa perusahaan sejenis yang dibandingkan guna menentukan posisi
perusahaan dalam industri.

Data laporan keuangan sering digunakan dalam model perbandingan, seperti penerapan
cross-section (lintas seksi/bagian), perbandingan antara satu perusahaan dengan perusahaan
lain dalam periode waktu yang sama; penerapan deret berkala, perbandingan dalam satu
perusahaan dalam beberapa periode/waktu yang berbeda. Dengan kata lain terdapat dua jenis
evaluasi keuangan, yaitu analisis trend dan analisis angka rata-rata industri. Kedua jenis
evaluasi di atas akan lebih akurat jika digunakan secara bersamaan. Berdasarkan pendapat di
atas, rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur keberhasilan kegiatan
perusahaan di bidang keuangan, akan tetapi, akan lebih akurat bila pemanfaatan rasio
keuangan yang relevan dan mempunyai keterkaitan antara rasio yang satu dengan yang
lainnya.

Macam-macam rasio keuangan dalam hubungannya dengan keputusan yang akan


diambil oleh perusahaan yaitu keputusan investasi financial dan operating. Prastowo (2005)
membagi analisis rasio menjadi lima area analisis sebagai berikut:
1. Likuiditas, yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Untuk mengukur kemampuan ini biasanya digunakan
angka rasio modal kerja, current ratio, acid-test/quick ratio, perputaran piutang (account
receivable turnover) dan perputaran persediaan (inventory turnover).

2. Solvabilitas (struktur modal), yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam


memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau mengukur tingkat proteksi kreditor
jangka panjang. Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah Debt to
Equity Ratio dan Time Interest Earned.

3. Return on investment, yang mengukur tingkat kembalian investasi yang telah


dilakukan oleh perusahaan. Sesuai dengan investasi mana yang digunakan, rasio ini
dibagi menjadi dua yaitu Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE).

4. Pemanfaatan aktiva, yang mengukur efisiensi dan efektivitas pemanfaatan setiap


aktiva yang dimiliki perusahaan. Untuk mengukur efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
aktiva dalam rangka memperoleh penghasilan tersebut, dapat digunakan rasio-rasio
perputaran aktiva.

5. Kinerja operasi yang mengukur efisiensi operasi perusahaan. Untuk mengukur


kinerja operasi perusahaan, digunakan beberapa angka rasio dengan denominator
(penyebut) penjualan. Misalnya rasio laba kotor terhadap penjualan, rasio laba bersih
terhadap penjualan dan rasio laba usaha terhadap penjualan.

Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas


dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat
digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas,
hutang, dan profitabilitas (Gitman 2003). Dengan analisis tersebut, para analisis mencoba
memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-
faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang dan
menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham.
Secara teoritis informasi fundamental yang berkaitan dengan kinerja keuangan
perusahaan berpengaruh terhadap hargam saham. Untuk mengetahui bagaimana kinerja suatu
perusahaan dapat digunakan rasio-rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok yaitu
rasio likuiditas, aktivitas, solvabilitas dan profitabilitas. Analisis rasio pada perkembangannya
mempunyai kendala dan keterbatasan dimana setiap rasio dianalisis secara terpisah. Menurut
Francis (Anastasia, 2003: 125) mengatakan bahwa untuk memperkirakan harga saham dapat
menggunakan analisis fundamental yang menganalisis kondisi keuangan dan ekonomi
perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Secara teoritis informasi fundamental
berpengaruh terhadap harga saham. Pengaruh informasi fundamental terhadap harga saham
bisa berbeda untuk kelompok perusahaan tertentu.

Pada dasarnya kinerja keuangan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas
keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Menurut Helfert, kinerja
keuangan adalah hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh
manajemen. Sedangkan yang dimaksud dengan harga saham adalah harga dari interaksi
kekuatan penawaran dan permintaan terhadap saham dari para penjual dan para pembeli di
bursa efek. Salah satu alternatif untuk mengetahui apakah informasi keuangan yang dihasilkan
dapat bermanfaat untuk memprediksi harga saham di pasar modal, termasuk kondisi keuangan
perusahaan di masa depan adalah melakukan Analisa rasio keuangan. Menurut Penman
seperangkat laporan keuangan utama dalam bentuk neraca, laporan laba-rugi, laporan
perubahan modal dan laporan aliran kas belum dapat memberikan manfaat maksimal bagi
pemakai sebelum pemakai menganalisis laporan keuangan tersebut lebih lanjut dalam bentuk
aliran laporan keuangan (Tuasikal,2001).

Tinggi rendahnya harga saham yang terbentuk di bursa efek (pasar sekuder) lebih
banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual yang melakukan transaksi.
Pertimbangan ini mencakup kondisi kinerja perusahaan, prospek industri, situasi politik,
kebijakan pemerintah dan kondisi bursa itu sendiri. Dari faktor-faktor tersebut, pembeli dan
penjual akan membangun persepsi masing-masing. Dalam Muharam secara teoritis informasi
fundamental berpengaruh terhadap harga saham. Pengaruh informasi fundamental terhadap
harga saham bisa berbeda untuk kelompok perusahaan tertentu. Informasi fundamental adalah
informasi kinerja dan kondisi internal perusahaan seperti pertumbuhan penjualan, marjin laba,
ROE, ROA dan lainnya. Hal ini dikemukakan juga oleh Francis dalam Anastasia bahwa untuk
memperkirakan harga saham dapat menggunakan analisa fundamental yang menganalisa
kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisanya
dapat meliputi trend penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, dan beberapa
faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut. Analisa fundamental
berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektivitas dan efisiensi perusahaan
mencapai sasarannya. Dengan analisis tersebut, para analis mencoba memperkirakan harga
saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental
yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan menerapkan hubungan-
hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham.

Analisa rasio pada dasarnya tidak hanya berguna bagi kepentingan intern perusahaan
melainkan juga bagi pihak luar, dalam hal ini adalah calon investor/kreditor yang akan
menanamkan dana mereka dalam perusahaan melalui pasar modal. Bagi manajer finansial
dengan menghitung rasio-rasio tertentu akan memperoleh suatu informasi tentang kekuatan
dan kelemahan yang dihadapi perusahaan di bidang finansial, sehingga dapat membuat
keputusan-keputusan yang penting bagi kepentingan perusahaan untuk masa yang akan datang.
Bagi investor merupakan bahan pertimbangan apakah menguntungkan untuk membeli saham
perusahaan bersangkutan atau tidak.

Rasio memberikan gambaran tentang suatu hubungan atau perimbangan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan dengan menggunakan alat analisa apabila rasio
ini akan dapat memberikan gambaran tentang baik dan buruknya keadaan atau posisi keuangan
suatu perusahaan.

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual menghubungan antara kedudukan variable yang satu


dengan lainnya secara teoritis dan empirira sehingga menjadi suatu kesatuan
konsep yang utuh yang memberikan makna dalam penelitian. Kerangka konsep
dari penelitian ini dapat dilihat pada gamabr berikut ini :
Kinerja keuangan merupakan suatu indikator yang sering digunakan untuk memilih
suatu investasi. Salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah dengan
melihat laporan keuangannya. Mereka yang mempunyai kepentingan terhadap perkembangan
suatu perusahaan sangatlah perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan tersebut, dan
kondisi keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang
bersangkutan, yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi dan Laporan- laporan keuangan
lainnya. Analisis terhadap Neraca akan diperoleh gambaran tentang posisi keuangannya.
Sedangkan analisa terhadap Laporan Laba Rugi memberikan gambaran tentang perkembangan
usaha perusahaan yang bersangkutan (Munawir 2001).

Debt to Assets Ratio (DAR) tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hal ini
bertentangan dengan penelitian Aida dan Indriantoro (Subalno, 2009) yang menyatakan bahwa
DAR berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Natarsyah (dalam Subalno, 2009) menunjukkan bahwa
DER mempunyai hubungan yang positif dengan harga saham. Hal ini bertentangan dengan
penelitian Liestyowati (2009) yang menyatakan bahwa DER mempunyai hubungan yang
negatif dengan harga saham, sedangkan hasil penelitian Hernendiastoro (dalam Subalno, 2009)
menyatakan bahwa DER tidak signifikan berpengaruh terhadap harga saham. Debt to Equity
Ratio (DER) menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan untuk keseluruhan hutangnya. Makin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi jumlah
dana dari luar yang harus dijamin dengan jumlah modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka
semakin rendah harga saham suatu perusahaan. Semakin besar hutang, semakin besar risiko
yang ditanggung perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan yang tetap mengambil hutang sangat
tergantung pada biaya relatif. Biaya hutang lebih kecil daripada dana ekuitas. Dengan
menambahkan hutang ke dalam neracanya, perusahaan secara umum dapat meningkatkan
profitabilitasnya, yang kemudian menaikkan harga sahamnya, sehingga meningkatkan
kesejahteraan para pemegang saham dan membangun potensi pertumbuhan yang lebih besar.
Sebaliknya Biaya hutang lebih besar daripada dana ekuitas.

Total Assets Turn Over (TATO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa efisiennya seluruh aktiva perusahaan digunakan untuk menunjang kegiatan penjualan
(Ang, 1997). Menurut Sartono (1999) Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana
efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dalam
kaitannya untuk mendapatkan laba. Semakin tinggi efektiftivitas perusahaan menggunakan
aktiva untuk meperoleh penjualan diharapkan perolehan laba perusahaan semakin besar, hal
ini akan menujukkan kinerja perusahaan semakin baik. Kinerja perusahaan yang semakin baik
memberikan dampak pada harga saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi dan harga
saham yang tinggi memberikan harapan return yang semakin besar.

Return On Asset (ROA) adalah rasio profitabilitas yang terpenting diantara rasio
profitabilitas yang ada. Beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa ROA yang semakin
meningkat belum tentu meningkatkan harga dari saham perusahaan tersebut. Hasil penelitian
Hardiningsih (dalam Subalno,hal.27), dan Utami dan Rahayu (dalam Subalno, hal.28)
menunjukkan bahwa ROA mempunyai hubungan yang positif terhadap harga saham. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian dari Francis (dalam Subalno,hal.28) yang menyatakan bahwa
ROA yang semakin meningkat belum tentu meningkatkan return dari saham perusahaan
tersebut (Subalno,2009,hal.28). Return On Equity (ROE) digunakan untuk mengukur tingkat
kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan ekuitas (shareholder’s equity) yang dimiliki oleh perusahaan (Brigham, 2001).
Menurut Herlambang (2003) semakin tinggi nilai ROE menunjukkan semakin efisien
perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba bagi perusahaan. Perusahaan
yang semakin efisien dalam menggunakan modal sendiri dalam menghasilkan laba akan
memberikan harapan naiknya harga sahamnya.
Rasio Price to Book Value (PBV) memberikan indikasi lain tentang bagaimana investor
memandang suatu perusahaan dan bagaimana informasi rasio ini bisa dipakai investor dalam
keputusan investasi. Dengan rasio PBV yang tinggi diharapkan perubahan harga saham
perusahaan juga tinggi.

Pentingnya Price Earning Ratio (PER) terhadap harga saham sesuai dengan pendapat
Basuki (2006) yang menyatakan pendekatan price earning ratio atau disebut juga pendekatan
earning multiplier merupakan salah satu pendektan dalam analisis keuangan yang
menggunakan laba perusahaan (nilai earning) untuk mengestimasikan nilai intrinsik. PER
termasuk salah satu pendekataan dalam metode valuasi (penilaian) saham.

Earning Per Share (EPS) dapat digunakan untuk menentukan keuntungan per lembar
saham. Pendekatan ini didasarkan hasil yang diharapkan pada perkiraan laba per lembar
saham di masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui berapa lama investasi saham akan
kembali.

Earning Per Share (EPS) sebagai ukuran profitabilitas perusahaan yang menjadi dasar
penetapan tujuan perusahaan dan juga sebagai dasar pertimbangan calon investor dalam
mengambil keputusan, memiliki banyak faktor yang mempengaruhi. Jadi asumsinya adalah
tingginya akan EPS sebagai indikasi tingginya harga saham dan sebaliknya rendahnya EPS
sebagai indikasi turunnya harga saham perusahaan.

Kusno (Resmi 2002) mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi
pengharapan investor adalah kinerja keuangan dari tahun ketahun. Kinerja keuangan
perusahaan dapat menjadi petunjuk arah naik turunnya hargasaham perusahaan tersebut.
Membeli saham adalah membeli sebagian atau fraksidari kekayaan dan keuntungan perusahaan
serta hak-hak lainnya yang melekat padanya. Oleh karena itu harga saham lebih banyak
ditentukan oleh performance (kinerja) perusahaan itu sendiri, dibandingkan faktor lainnya.
Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa nilai keuangan perusahaan yang membaik
akan diikuti oleh nilai sahamnya yang baik. Demikian juga bila nilai keuangan
perusahaa menurun akan diikuti oleh nilai saham yang turun pula. Meskipun demikian
perusahaan yang memiliki kinerja yang baik sekalipun, harga sahamnya bisa saja turun oleh
keadaan pasar yang buruk yang disebabkan oleh sentiment pasar yang negatif, juga kondisi
internal yaitu kinerja fundamental perusahaan itu sendiri yang kurang menguntungkan untuk
berinvestasi di bursa efek. Tetapi jika kepercayaan investor telah pulih kembali atau sentimen
pasar positif karena membaiknya hal-hal seperti kondisi ekonomi yang membaik yang
menyebabkan pasar berada pada keadaan bullish, maka harga saham perusahaan yang
kinerjanya baik ini akan kembali baik. Faktor internal yang dapat dinilai oleh investor
tercermin melalui tingkat laba yang dihasilkan. Secara teoritis informasi fundamental
berpengaruh terhadap harga saham. Pengaruh informasi fundamental terhadap harga saham
bisa berbeda untuk kelompok perusahaan tertentu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan
menganalisis hubungan kinerja keuangan dengan perubahan saham. Penelitian deskriptif ini
meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis sehingga menjadi suatu kesimpulan
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah laporan keangan tahunan perusahaan yang
terdaftar dalam LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI)
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah seluruh perusahaan LQ 45 yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia).
Perusahaan yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah semua perusahaan go public
yang telah terdaftar dalam kelompok saham aktif LQ 45 berdasarkan klasifikasi Bursa Efek
Indonesia. Sampel yang dipilih adalah perusahaan yang terdaftar secara berturut-turut dalam
LQ 45 selama periode penelitian. Untuk menentukan sampel digunakan Teknik purposive
sampling (Sugiyono,2008), :”Yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”, dengan
alasan jumlah sampel yang tidak tetap selama periode penelitian dengan kriteria sebagai
berikut :

1. Saham merupakan saham-saham yang masuk dalam kriteria saham aktif


berdasarkan edaran PT Bursa Efek Jakarta No SE 03/Bursa Efek Jakarta II- 1/1/1994,
yaitu saham perusahaan tercatat yang masuk dalam penghitungan Indeks LQ 45 aktif
periode Agustus 2006 – Januari 2010.

2. Perusahaan selalu masuk dalam daftar LQ 45 selama periode penelitian yaitu


Agustus 2006 – Januari 2010.

3. Memiliki kelengkapan informasi sesuai dengan variabel yang diterapkan data tahun
2006-2010. Dari populasi sebanyak 45 perusahaan yang keluar-masuk dalam daftar
perusahaan LQ 45, kemudian diperoleh sampel 17 perusahaan sebagai sampel
penelitian selama periode penelitian 2006 – 2010. Sampel tersebut diperoleh dari
Jakarta Stock Exchange Statistic Report tahun 2006 dan 2010 serta Indonesia Capital
Market Directory 2006 dan 2010 yang diterbitkan BEI.
Pemilihan sampel ini berdasarkan pertimbangan bahwa unsur-unsur dalam laporan
keuangan relative dapat diperbandingkan, jumlah sampel menjadi 17 perusahaan LQ 45 yang
terus eksis tercatat masuk dalam kriteria indeks LQ 45 selama periode 2006 - 2010.

3.4. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa dokumentasi laporan keuangan
perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam LQ45 di BEI dari tahun 2016-2020. Selain itu
pengumpulan data juga berasal dari buku-buku, jurnal serta sumber data tertulis lainnya yang
berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.

3.5. Operasionalisasi Variabel


3.5.1 Variabel Independen (X), yang terdiri dari :
1. Debt to Assets Ratio/DAR (X1)
Rasio ini mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio hutang
terhadap aset atau kekayaan merupakan perbandingan antara total hutang dan asset atau
aktiva yang menunjukkan besarnya bagian aktiva yang diperoleh atau didanai oleh hutang
dan yang termasuk dalam perhitungan hutang adalah kewajiban lancar dan semua obligasi
(hutang jangka panjang).Dengan rumus DAR:

DAR = Total Hutang/ Total aktiva

2. Debt to Equity Ratio/DER (X2)


Menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan
untuk keseluruhan hutangnya. Dengan rumus DER:
DER = Total Hutang/ Total Ekuitas x 100%

3. Total Asset Turn Over/TATO (X3)


Total Assets Turn Over (TATO) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
efisiennya penggunaan seluruh aktiva perusahaan untuk menunjang kegiatan penjualan.
Dengan rumus TATO :
TATO = Penjualan/ Total Aktiva

4. Return On Asset/ROA (X4)


Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan
dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. Semakin tinggi rasio ini maka diharapkan
return saham juga semakin tinggi. Dengan rumus ROA :
ROA = Laba Setelah Pajak/ Total Aktiva x 100%

5. Return On Equity/ROE (X5)


Merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan suatu laba bagi pemegang saham
biasa.
ROE = Laba Setelah Pajak / Total Ekuitas x 100%
6. Price to Book Value/PBV (X6)
Merupakan hubungan antara harga saham dan nilai buku per lembar saham. Rumus PBV :
PBV = Harga Saham/ Nilai Per Lembar Saham x 100%

7. Price Earning Ratio/PER( X7)


Pendekatan ini didasarkan hasil yang diharapkan pada perkiraan Earning Per Share (EPS) di
masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui berapa lama investasi saham akan diambil.
Rumus EPS :
PER = Harga Pasar Saham/EPS

8. Earning Per Share/EPS (X8)


Earning Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu
tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan.
EPS = Net Profit/ Jumlah Saham

3.5.2 Variabel Dependen (Y), yaitu :


Variabel dependent dari penelitian ini adalah Harga saham (Y) Adalah nilai pengembalian
investasi saham selisih antara harga saham pembukaan dan harga saham penutupan. Nilai
saham sebagai nilai closing price bulan Desember setiap akhir tahun dalam laporan keuangan
perusahaan perusahaan yang tergabung dalam LQ 45 Tahun 2006 - 2010.
𝑯𝑺𝒕−𝑯𝑺𝒕−𝟏
∆HS = x 100%
𝑯𝑺𝒕−𝟏

Keterangan:
∆HS : perubahan harga saham
HSt : harga saham saat tahun t
HSt-1 : harga saham saat tahun t-1

Anda mungkin juga menyukai