Anda di halaman 1dari 26

MARAKNYA KASUS TINDAKAN KORUPSI DI INDONESIA SAAT INI

Mata kuliah : Hukum Dan Korupsi


Dosen Pengampu : Moh Zainol Arief., S.H.,M.H.
karya Tulis Ilmiah ini di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat pengganti tugas-tugas
/ Uas yang telah disampaikan.

Disusun oleh:
Adam Ramadhan Rifai
720412172

UNIVERSITAS WIRARAJA MADURA


FAKULTAS HUKUM
HUKUM
2022
ABSTRAK
Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, dampak yang ditimbulkan dari tindak
pidana korupsi dapat merusak nilai-nilai demokrasi, moralitas, merugikan keuangan
negara, pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat serta merupakan
ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur, di Indonesia terdapat
tiga lembaga penegak hukum yang berwenang menangani kasus tindak pidana korupsi
yakni Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Kejaksaan berwenang menangani kasus tindak
pidana korusi yang belum ditagani oleh KPK atau Kepolisian. Dapat disimpulkan
bahwa korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri atau mengutamakan
kepentingan pribadi. Tindakan korupsi dapat merugikan banyak pihak, baik masyarakat
maupun negara. Oleh karena itu, korupsi harus diberantas. Dan tidak luput dari kegiatan
kita sehari-hari korupsi juga tidak hanya dari urusan negara namun di kehidupan kitapun
dapat menimbulkan tindak korupsi ini misalnya, kita diberi suruhan oleh ibu kita untuk
membeli sesuatu yang ada kembaliannya namun kita tidak memberikan kepada ibu kita,
nah ini juga bisa dijadikan tindak korupsi. Dalam ukuran umum, korupsi adalah semua
tindakan tidak jujur dengan memanfaatkan jabatan atau kuasa yang dimiliki untuk
mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain.
Kata Kunci : Korupsi, KPK, Pidana.
Abstract
Corruption is an extraordinary crime, the impact of corruption can damage democratic
values, morality, harm state finances, violates social and economic rights of the
community and is a threat to the ideals of a just and prosperous society. In Indonesia,
there are three law enforcement agencies authorized to handle corruption cases, namely
the Police, the Prosecutor's Office and the KPK. The Prosecutor's Office has the
authority to handle corruption cases that have not been handled by the KPK or the
Police. It can be concluded that corruption is an act of enriching oneself or prioritizing
personal interests. Corruption can harm many parties, both society and the state.
Therefore, corruption must be eradicated. And it doesn't escape from our daily
activities, corruption is also not only from state affairs but in our lives it can lead to acts
of corruption, for example, we are given orders by our mothers to buy something that
has change but we don't give it to our mothers, now this is also can be used as an act of
corruption. In general terms, corruption is all dishonest acts by taking advantage of the
position or power possessed to gain personal or other benefits.
Keywords: Corruption, KPK, Crime.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga karya tulis ilmiah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam mengetahui isi dari karya tulis ilmiah ini yang berjudul “maraknya kasus
tindakan korupsi di Indonesia saat ini” bisa dijadikan wawasan untuk kita semua.
Harapan saya semog dari karya tulis ilmiah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya juga dapat
memperbaiki bentuk maupun isi karya tulis ilmiah ini agar kedepannya dapat lebih baik.
Dan karya tulis ilmiah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya
tulis ilmiah ini.

Sumenep, 18 Januari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

MARAKNYA KASUS TINDAKAN KORUPSI DI INDONESIA SAAT INI.....................1


ABSTRAK..............................................................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................................4
DAFTAR ISI..........................................................................................................................5
BAB 1.....................................................................................................................................6
PENDAHULUAN...................................................................................................................6
A. Latar Belakang...........................................................................................................6
B. Rumusan Masalah......................................................................................................9
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................9
D. Manfaat Penelitian....................................................................................................10
E. Keaslian Penelitian...................................................................................................10
BAB 2...................................................................................................................................11
HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................................11
A. Faktor dan teori penyebab terjadinya korupsi........................................................11
B. cara memberantas korupsi yang sudah menggila di Indonesia dan dampak dari
korupsi di Indonesia.........................................................................................................15
C. Perbedaan Tindak Pidana Korupsi dan Penggelapan.............................................21
BAB 3...................................................................................................................................24
PENUTUP............................................................................................................................24
A. Kesimpulan...............................................................................................................24
B. Saran.........................................................................................................................25
C. Daftar Pustaka..........................................................................................................26
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Korupsi berasal dari Bahasa Latin, corruptio. Kata ini sendiri memiliki kata
kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, atau
menyogok. Menurut Andi Hamzah dalam bukunya “Pemberantasan Korupsi,” dari
Bahasa Latin itulah kemudian turun ke banyak bahasa di Eropa, seperti Bahasa Inggris
yaitu corruption, corrupt; Bahasa Prancis yaitu corruption; dan Bahasa Belanda yaitu
corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah, kata itu turun ke Bahasa Indonesia,
yang sekarang menjadi korupsi. Pengertian korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara.

Hampir setiap hari diberitakan oleh berbagai media masa mengenai


praktikpraktik tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. Nyaris setiap lapisan
masyarakat telah terkontaminasi dengan korupsi. Baik dari sisi horizontal maupun dari
sisi vertikal, bisa dikatakan tidak ada yang tidak terlibat, atau setidaknya, terserempet
oleh perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Kenyataan praktik
korupsi yang terjadi di Indonesia bukan hanya melibatkan manusia alamiah, tetapi juga
bisa dengan mudah dijumpai perkara korupsi yang melibatkan badan hukum. Maka
Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri atau
mengutamakan kepentingan pribadi.

Tindakan korupsi dapat merugikan banyak pihak, baik masyarakat maupun


negara. Oleh karena itu, korupsi harus diberantas. Korupsi dipandang sebagai kejahatan
luar biasa yang memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Di
Indonesia, korupsi kerap kali dilakukan oleh para pejabat publik hingga anggota dewan.
Menurut, Jeremy Pope dalam bukunya "Strategi Memberantas Korupsi" mengatakan,
korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk kepentingan publik
atau perilaku tidak mematuhi prinsip mempertahankan jarak.

Dalam sejarah Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak zaman kerajaan. Bahkan
VOC bangkrut pada awal abad ke 20 akibat korupsi yang merajalela di tubuhnya.
Setelah proklamasi kemerdekaan, banyak petinggi Belanda yang kembali ke tanah
airnya. Posisi kosong mereka kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah
yang tumbuh dan berkembang di lingkungan korup. Kultur korupsi ini kemudian terus
berlanjut hingga masa pemerintahan orde lama. Presiden Soeharto pada saat itu terus
mengupayakan berbagai cara untuk memberantas korupsi. Namun, di samping hal itu
Presiden Soeharto juga tumbang dengan isu korupsi.

Sampai saat ini, kasus korupsi di Indonesia seakan menjadi budaya yang sangat
sulit dihentikan, hampir pada setiap organisasi atau perusahaan bahkan institusi
pemerintahan, korupsi terus dilakukan. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah
dalam posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan
Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari
kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang
semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek
masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa
bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada
kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal batas-
batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan
saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi
tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena. Penyelenggaraan negara yang
bersih menjadi penting dan sangat diperlukan untuk menghindari praktek-praktek
korupsi yang tidak saja melibatkan pejabat bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan
kroninya, yang apabila dibiarkan, maka rakyat Indonesia akan berada dalam posisi yang
sangat dirugikan. Menurut Nyoman Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa tindak
pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara
negara, melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni
dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.

Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan


pemberantasannya masih sangat lamban. Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi
berkaitan pula dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat
menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya.
Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan
biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Hal ini
dikarenakan, metode konvensional yang selama ini yang digunakan, terbukti tidak bisa
menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat.

Dengan demikian, dalam penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara


luar biasa (extra-ordinary). Sementara itu, penanganan tindak pidana korupsi di
Indonesia masih dihadapkan pada beberapa kondisi, yakni masih lemahnya upaya
penegakkan hukum tindak pidana korupsi, kualitas SDM aparat penegak hukum yang
masih rendah, lemahnya koordinasi penegakkan hukum tindak pidana korupsi, serta
masih sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus korupsi. Korupsi
merupakan gejala masyarakat yang sangat sulit untuk diberantas. Sejarah membuktikan,
hampir setiap Negara dihadapkan pada masalah korupsi.

Tak hanya ‘menjangkiti’ pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangannya


kini korupsi juga mewabah pada perorangan. Korupsi benar-benar telah menjadi
permasalahan akut dan sistemik yang sangat membahayakan dan merugikan Negara
maupun masyarakat. Modus dan pelaku kejahatan korupsi selalu berganti secara cepat.
Sementara itu, laju perubahan undang-undang sendiri selalu terlambat beberapa langkah
di belakang kejahatannya. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak orang,
kelompok, maupun oknum tertentu untuk melakukan berbagai perbuatan yang dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi telah menjadi amanat bangsa Indonesia yang telah dituangkan dalam ketetapan
MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Agar kita terhindar dari
tindakan korupsi, baiknya kita mengetahui jenis-jenis tindak pidana korupsi. Seperti
yang tercantum pada UU Nomor 31 Tahun 1999, terdapat 30 bentuk/jenis korupsi yang

tersebar dalam 13 pasal. Korupsi adalah semua perbuatan atau tindakan yang
diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor dan teori penyebab terjadinya korupsi?
2. Bagaimana cara memberantas korupsi yang sudah menggila di Indonesia dan
apa dampak dari korupsi di Indonesia?
3. Apa perbedaan tindak pidana korupsi dan penggelapan
C. Tujuan Penelitian

tujuan penelitian ini agar para pembaca,peminat dan sekaligus saya pribadi agar
bisa belajar dan memahami kasus dari maraknya tindakan korupsi yang ada di indonesia
saat ini dan juga tujuan Penelitian ini merupakan target yang akan dicapai dalam
penelitian baik sebagai solusi untuk meraih para pembaca mengerti maksud dari
penelitian ini dan baik sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi maupun sebagai
penemuan atas sesuatu yang diharapkan dan pada akhirnya memberikan rekomendasi
pada pihak-pihak yang bersangkutan.
D. Manfaat Penelitian

Dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan secara
khusus bermanfaat bagi ilmu hukum pidana khususnya dalam tindak pidana korupsi,
serta hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan diharapkan dapat
bermanfaat bagi pendidikan di bidang ilmu hukum dan untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya dalam mengetahui perkembangan
terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi.

E. Keaslian Penelitian

Saya sebagai penulis menyatakan bahwa penelitian dengan judul Analisis


Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini dikhususkan
untuk saya pribadi maupun pembaca mengetahui Analisis Terhadap maraknya kasus
tindakan korupsi di indonesia saat ini dan penelitian diambil dari beberapa presepsi dari
berbagai sumber seperti pengambilan yang ada di internet maupun beberapa buku
berbentuk elektronik, diambil dari berbagai peraturan perundang-undangan serta
literatur yang terkait dengan hukum dan korupsi. Adapun beberapa penelitian yang
pernah oleh beberapa mahasiswa universitas lain yang Pernah melakukan penelitian
mengenai kasus tindakan korupsi di indonesia saat ini cara penyajian dan penelitian
yang berbeda-beda, yaitu dengan judul :

1. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2017/18 oleh wicipto setiadi pada
program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta, dengan judul tesis KORUPSI DI
INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya Pemberantasan,
Serta Regulasi Dalam penelitian ini pokok permasalahnnya adalah Konsep
dan bahaya Korupsi, Hambatan Pemberantasan Korupsi, Langkah
Pemberantasan Korupsi.
2. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 oleh ranti fitriani sma negeri
kayu agung sumatra selatan, dengan judul tesis mewujudkan yang unggul
anti korupsi dalam penelitian ini pokok permasalahannya adalah cara
memberantas korupsi yang sudah menggila di Indonesia dan apa dampak
dari korupsi di Indonesia, pendapat masyarakat bahwa koruptor banyak dari
kalangan partai politik dan pejabat negara dan apa dasar hukum dan
hukuman bagi orang yang melakukan korupsi, sikap dan peran kita sebagai
generasi yang unggul untuk mengatasi korupsi.

BAB 2

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Faktor dan teori penyebab terjadinya korupsi

Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa yang memerlukan upaya luar biasa
pula untuk memberantasnya. Di Indonesia, korupsi kerap kali dilakukan oleh para
pejabat publik hingga anggota dewan. Lantas apa sebenarnya pengertian korupsi?
Jeremy Pope dalam bukunya "Strategi Memberantas Korupsi" mengatakan, korupsi
adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk kepentingan publik atau
perilaku tidak mematuhi prinsip mempertahankan jarak.

Dalam sejarah Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak zaman kerajaan. Bahkan VOC
bangkrut pada awal abad ke 20 akibat korupsi yang merajalela di tubuhnya. Setelah
proklamasi kemerdekaan, banyak petinggi Belanda yang kembali ke tanah airnya. Posisi
kosong mereka kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah yang tumbuh
dan berkembang di lingkungan korup. Kultur korupsi ini kemudian terus berlanjut
hingga masa pemerintahan orde lama. Presiden Soeharto pada saat itu terus
mengupayakan berbagai cara untuk memberantas korupsi. Namun, di samping hal itu
Presiden Soeharto juga tumbang dengan isu korupsi. Sampai saat ini, kasus korupsi di
Indonesia seakan menjadi budaya yang sangat sulit dihentikan, hampir pada setiap
organisasi atau perusahaan bahkan institusi pemerintahan, korupsi terus dilakukan.
maka menyebabkan korupsi bisa terjadi terus menerus karena dari kita sendiri yang
melakukan tindak itu.

korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Praktik- praktik tindak pidana
korupsi yang terjadi di Indonesia hampir setiap hari diberitakan oleh media massa.
Kenyataan praktik penyebab korupsi yang terjadi di Indonesia bukan hanya melibatkan
personal, tetapi juga instansi politik dan hukum. Berikut faktor – faktor penyebab terjadi
korupsi :

1. Faktor Internal (dari dalam diri individu)

Faktor internal korupsi terdiri dari 2 aspek, yaitu aspek individu dan aspek sosial.

- Kualitas moral individu juga berperan penting dalam penyebab terjadinya korupsi.
Adanya sifat serakah dalam diri manusia, gaya hidup yang konsumtif dan himpitan
ekonomi dapat membuat seseorang melakukan korupsi.

- Dalam aspek sosial, keluarga dapat menjadi pendorong seseorang untuk


berperilaku korup.

2. Faktor eksternal (dari luar diri individu)

Faktor eksternal korupsi terdiri dari aspek sikap masyarakat terhadap korupsi, aspek
ekonomi, aspek politik dan aspek organisasi.

a. Sikap masyarakat terhadap praktik korupsi.


Misalnya, dalam sebuah organisasi, kesalahan individu sering ditutupi demi
menjaga nama baik organisasi. Demikianlah tindak korupsi dalam sebuah
organisasi sering kali ditutup-tutupi.
b. Aspek ekonomi
Kondisi ekonomi sering membuka peluang bagi seseorang untuk korupsi.
Pendapatan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan atau saat sedang terdesak
masalah ekonomi membuka ruang bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas,
dan salah satunya adalah dengan melakukan korupsi.
c. Aspek politik
Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang
sering terjadi. Sebagai contoh, seseorang membeli suatu atau menyuap para
pemilih/anggota partai agar dapat memenangkan sebuah jabatan.
d. Aspek organisasi
Aspek-aspek penyebab korupsi dalam sudut pandang organisasi antara lain;
- Kurang adanya teladan dari pemimpin
- Tidak adanya kultur organisasi yang benar
- Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
- Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
- Lemahnya pengawasan.

Teori-Teori penyebab korupsi yang sering terjadi antara lain:


1. Teori korupsi Jack Bologne GONE Theory

Faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity),


kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Keserakahan berpotensi dimiliki setiap
orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Organisasi, instansi, atau
masyarakat luas dalam keadaan tertentu membuka Faktor Kesempatan melakukan
kecurangan. Faktor kebutuhan erat dengan individu-individu untuk menunjang
hidupnya yang wajar. Dan, faktor pengungkapan berkaitan dengan tindakan atau
konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecurangan.
GONE = GREED + OPPORTUNITY + NEED + EXPOSE
2. Teori Korupsi Robert Klitgaard CDMA Theory
Korupsi terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak
dibarengi dengan akuntabilitas.
Corruption = Directionary + Monopoly + Accountability (CDMA)

3. Teori Korupsi Donald R. Cressey Fraud Triangle Theory

Tiga faktor yang berpengaruh terhadap fraud (kecurangan) adalah kesempatan,


motivasi, dan rasionalisasi. Ketiga faktor tersebut memiliki derajat yang sama besar
untuk saling mempengaruhi

4. Teori Cost-Benefit Model

Menurut teori ini, korupsi terjadi jika manfaat korupsi yang didapat dirasakan
lebih besar dari biaya/risikonya (Nilai Manfaat Bersih Korupsi)

5. Teori Willingness and Opportunity to Corrupt

Korupsi terjadi jika terdapat kesempatan/peluang (kelemahan sistem


pengawasan kurang. Dan sebagainya) dan niat/keinginan (didorong karena kebutuhan &
keserakahan).

Berdasarkan Motivasi Pelaku

Berdasarkan motivasi pelaku, korupsi dapat dibedakan menjadi lima. Yakni, korupsi
karena kebutuhan, korupsi karena ada peluang, korupsi karena ingin memperkaya diri
sendiri, korupsi karena ingin menjatuhkan pemerintah, dan korupsi karena ingin
menguasai suatu negara .(Abdullah Hehamahua, makalah semiloka “Wajah
Pemberantasan Korupsi di Indonesia Hari Ini.”).korupsi memiliki sumber hukum dalam
UUD 1945 Dasar Hukum :

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi UU ini mengatur tentang :Beberapa ketentuan dan penjelasan
pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi diubah sebagai berikut: Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal
diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi
Pasal angka 1 Undang-undang ini; Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur
yang terdapat dalam masing-masing pasal Kitab Undang- undang Hukum Pidana yang
diacu; Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 12 A,
Pasal 12 B, dan Pasal 12 C; Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal
baru menjadi Pasal 26 A; Pasal 37 dipecah menjadi 2 (dua) pasal yakni menjadi Pasal
37 dan Pasal 37 A; Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 ditambahkan 3 (tiga) pasal baru
yakni Pasal 38 A, Pasal 38 B, dan Pasal 38 C; Di antara Bab VI dan Bab VII ditambah
bab baru yakni Bab VI A mengenai Ketentuan Peralihan yang berisi 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 43 A yang diletakkan di antara Pasal 43 dan Pasal 44; Dalam BAB VII
sebelum Pasal 44 ditambah 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 43 B.

B. cara memberantas korupsi yang sudah menggila di Indonesia dan dampak


dari korupsi di Indonesia.

Pencegahan Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa
berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan
sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan
sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah
berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan
jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif.

Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat


memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya,
pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif
secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan
peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub
indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of
doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang
diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.

Penegakkan HukumMasih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal


animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti
adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten
terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh
pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam
tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak
lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung
menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang,
celakanya, acap berseberangan dengan hukum.

Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi


penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam.
Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak
puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo,
manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia,
maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-
kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat
keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan
Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam
proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian
pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi
angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum
berjalan semakin baik.

Harmonisasi Peraturan Undang-Undang Meratifikasi UNCAC, adalah bukti


konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan
korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat
diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada
yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi
terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang
masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi
ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan
klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-
undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap
dan sesuai dengan common practice yang terdapat pada negara-negara lain.

Kerja sama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor Berkenaan


dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu
diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung
sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum
mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih
terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu
kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction).

Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang


dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat
dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari
persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan
pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional
terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance
(MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan
keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini
diyakini berjalan dengan baik. Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi

Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif


dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya
menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis,
baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di
lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu
di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut
berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi
diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya,
serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini
diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-
kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks
ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud
dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikal Mekanisme Pelaporan
Pelaksana Pemberantasan Korupsi Strategi yang mengedepankan penguatan
mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan
memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC.
Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak,
termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam
penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK.

Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku


kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh
pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan
indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi
tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi
dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat
semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan
tepat sasaran.

Selain itu Korupsi dapat juga diberantas dengan upaya sebagai berikut.

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan (preventif).
2. Upaya penindakan (kuratif).
3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Dan untuk mewujudkan indonesia bebas dari korupsi , tidak hanya dilakukan
dengan upaya tetapi harus di ikut serta kan oleh institusi di indonesia. Pemberantasan
korupsi di indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi :
1. Tim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)
2. Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Kepolisian
4. Kejaksaan
5. BPKP
6. Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa

Lalu adapun dampak dari korupsi di Indonesia yang saat ini sering terjadi
seperti;

1.) Dampak Terhadap Ekonomi

Dampak nyata dari korupsi dari segi ekonomi akan menghambat pembangunan
ekonomi yang disebab kan oleh ke tidak efisien yang tinggi, dalam hal niaga korupsi
dapat membesar ongkos produksi dan distribusi karena adanya pembayaran yang tidak
resmi, biaya menagemen yang dianggarkan untuk negosiasi dengan pejabat korup, serta
suap yang di sebabkan resiko pembatalan perjanjian ataupun karena penyelidikan.
Dampak korupsi terhadap ekonomi pasti membuat negara rugi. Rakyat nya pun menjadi
miskin dan sengsara. Dan korupsi juga dapat menyebab kan krisis ekonomi.

2.) Dampak Terhadap Politi

publik akan menilai buruk kekuasaan politik yang di dapatkan dengan jalan
korupsi, selain itu penyelenggara pemerintahan dan pemimpinan tidak berorientasi
kepada kesejahteraan masyarakat. Efek buruk nya masyarak tidak serta merta akan
patuh dan taat kepada kepemimpinan nya, bila ini terjadi pemimpin akan mempertahan
kan kekuasaan nya, menggunakan cara-cara kekerasan serta membuka praktik korupsi
di masyarakat. Dan buruk nya akan terjadi ketidak stabilan sosial politik yang memaksa
turun nya penguasa yang korup tersebut. Dan dampak korupsi bagi politik akan
mengundang respon negatif dari negara lain atas pandangan politik kita.

3.) Dampak terhadap Biokrasi Pemerintah

Apabila lingkungan biokrasi sudah terpengaruhi oleh budaya korupsi maka


prinsip dasar biokrasi yang efisien, rasional dan kualifikasi tidak akan pernah terwujud.
Kualitas layanan publik pasti akan mengecewakan.

4.) Dampak terhadap Individu dan Masyarakat

Apabila korupsi telah menjadi budaya, aka masyarakat tersebut sudah sakit dan
kacau. Tidak berfungsi nya sistem sosial yang mencegah tindakan korupsi. Setiap
pribadi dalam masyarakat akan akan mengutamakan kepentingan nya sendiri dari pada
kepentingan bersama. Tidak ada kerja sama yang dilandasi ketulusan, sehingga
berujung kepada degradasi moral Dan karena korupsi juga dapat menyebab kan
pecahnya persatuan Indonesia.Masyarakat akan lebih mendahulukan dan memntingkan
diri nya sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Ini semua akan menyebab kan ke
egoisan yang tinggi.

5.) Dampak terhadap Kesejahteraan Umum

Korupsi yang menyangkut kesejahteraan umum, dapat disederhanakan


kebijaksanaan pemerintah yang mengutamakan pemilik modal bukannya kepentingan
rakyat. Mengutamakan segelintiran orang yang mau memberi sogokan.

C. Perbedaan Tindak Pidana Korupsi dan Penggelapan.


Pengertian tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang
kemudian mengalami perubahan lagi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
25/PUU-XIV/2016 adalah: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Melalui pengertian tindak pidana korupsi dari Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor ini,
terlihat bahwa terdapat 3 (tiga) unsur yaitu melawan hukum, untuk memperkaya diri
sendiri, dan kerugian negara. Ketiga unsur ini harus saling berhubungan dan dapat
dibuktikan keberadaannya. Adapun jenis tindak pidana korupsi terbagi dalam 7 (tujuh)
kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 12C UU Tipikor,
yaitu: Tindak Pidana Korupsi yang merugikan keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3);
Tindak Pidana Korupsi berupa praktek suap menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a dan
huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1)
huruf a dan huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c dan huruf d; Tindak Pidana
Korupsi berupa penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, huruf b
dan huruf c); Tindak Pidana Korupsi berupa pemerasan (Pasal 12 huruf e, huruf f dan
huruf g); Tindak Pidana Korupsi berupa perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c dan huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h; Tindak Pidana Korupsi
berupa benturan kepentingan dalam pengadaan (Pasal 12 huruf i); Tindak Pidana
Korupsi berupa gratifikasi (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C).

Pelaku dari tindak pidana korupsi ini berasal dari pegawai negeri atau
penyelenggara negara, penegak hukum, atau siapa saja dalam jabatannya yang
merugikan keuangan negara. Setelah pelaku ditangkap, pelaku dari tindak pidana
korupsi ini akan ditangani oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan
pengadilan khusus dalam Peradilan Umum. Sementara itu, pengertian penggelapan
berdasarkan dari Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut
KUHP) adalah: “Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum,
sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, yang berada
padanya bukan karena kejahatan, karena salah telah melakukan penggelapan, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan hukuman denda
setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.

Penggelapan ini merupakan kejahatan yang hampir sama dengan pencurian,


tetapi pada saat terjadi penggelapan, barang sudah berada pada pelaku tanpa melalui
kejahatan atau melawan hukum. Selain itu, kejahatan ini dapat dilakukan oleh siapapun
sepanjang barang tidak dikuasai pelaku secara melawan hukum. Dalam proses beracara,
pelaku penggelapan akan ditangani di lingkungan Peradilan Umum, baik di Pengadilan
Negeri sebagai pengadilan pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat
banding. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggelapan yang diatur dalam
ketentuan pasal 372 KUHP dapat dilakukan oleh setiap orang, sementara penggelapan
yang diatur dalam UU Tipikor merupakan penggelapan yang hanya dapat dilakukan
oleh pegawai negeri dalam jabatannya.

Selain itu tindak pidana korupsi terbagi dalam 7 bentuk dimana penggelapan
dalam jabatan hanya salah satu bentuk dari tindak pidana korupsi. Dasar Hukum : Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berada pada Buku Kedua tentang
Kejahatan Bab XXIV tentang Penggelapan (Lembaran Negara Nomor 127 Tahun 1958,
Tambahan Lembaga Negara Nomor 1660). Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Nomor 140 Tahun
1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874). Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Nomor 134 Tahun 2001,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4150). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
25/PUU-XIV/2016
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Faktor & teori penyebab terjadinya korupsi Jeremy Pope pada bukunya "Strategi
Memberantas Korupsi" mengatakan, korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan &
agama buat kepentingan publik atau konduite nir mematuhi prinsip mempertahankan
jarak. Presiden Soeharto dalam ketika itu terus mengupayakan aneka macam cara buat
memberantas korupsi. Sampai ketika ini, perkara korupsi pada Indonesia seakan
sebagai budaya yg sangat sulit dihentikan, hampir dalam setiap organisasi atau
perusahaan bahkan institusi pemerintahan, korupsi terus dilakukan. maka
mengakibatkan korupsi mampu terjadi terus menerus lantaran berdasarkan kita sendiri
yg melakukan tindak itu. korupsi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan setiap orang yg secara
melawan aturan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yg bisa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Praktik- praktik tindak pidana korupsi yg terjadi pada Indonesia hampir setiap hari
diberitakan sang media massa. Kenyataan praktik penyebab korupsi yg terjadi pada
Indonesia bukan hanya melibatkan personal, namun jua instansi politik & aturan.
Faktor Internal (berdasarkan pada diri individu) Faktor internal korupsi terdiri
berdasarkan dua aspek, yaitu aspek individu & aspek sosial. Adanya sifat serakah pada
diri manusia, gaya hayati yg konsumtif & himpitan ekonomi bisa menciptakan seorang
melakukan korupsi. - Dalam aspek sosial, famili bisa sebagai pendorong seorang buat
berperilaku korup. Faktor eksternal (berdasarkan luar diri individu) Faktor eksternal
korupsi terdiri berdasarkan aspek perilaku rakyat terhadap korupsi, aspek ekonomi,
aspek politik & aspek organisasi. Demikianlah tindak korupsi pada sebuah organisasi
tak jarang kali ditutup-tutupi. Kondisi ekonomi tak jarang membuka peluang bagi
seorang buat korupsi. Pendapatan yg nir bisa memenuhi kebutuhan atau ketika sedang
terdesak kasus ekonomi membuka ruang bagi seorang buat melakukan jalan pintas, &
keliru satunya merupakan menggunakan melakukan korupsi. Aspek-aspek penyebab
korupsi pada sudut pandang organisasi antara lain; Teori-Teori penyebab korupsi yg tak
jarang terjadi antara lain: Faktor-faktor penyebab korupsi merupakan keserakahan
(greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), & pengungkapan (expose).
Organisasi, instansi, atau rakyat luas pada keadaan eksklusif membuka Faktor
Kesempatan melakukan kecurangan. Dan, faktor pengungkapan berkaitan
menggunakan tindakan atau konsekuensi yg dihadapi sang pelaku kecurangan bila
pelaku diketemukan melakukan kecurangan. Korupsi terjadi lantaran adanya faktor
kekuasaan & monopoli yg nir dibarengi menggunakan akuntabilitas. Tiga faktor yg
berpengaruh terhadap fraud (kecurangan) merupakan kesempatan, motivasi, &
rasionalisasi. Menurut teori ini, korupsi terjadi bila manfaat korupsi yg didapat
dirasakan lebih akbar berdasarkan biaya/risikonya (Nilai Manfaat Bersih Korupsi)
Korupsi terjadi bila masih ada kesempatan/peluang (kelemahan sistem supervisi kurang.
Berdasarkan motivasi pelaku, korupsi bisa dibedakan sebagai lima.

B. Saran

Sebaiknya Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan


sanksi yang dapat menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan
transparan dan Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada
Undangundang korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung
jawaban pidana terlebih dahulu kemudian pertanggung jawaban secara perdata.
C. Daftar Pustaka

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5855061/apa-yang-dimaksud-korupsi-
ketahui-penyebab-dan-upaya-untuk-memberantasnya
file:///C:/Users/--------/Downloads/19138-1-36626-1-10-20160301.pdf
https://itjen.pu.go.id/single_kolom/74
https://acch.kpk.go.id/images/spak/files/games/07-Buku-kunci-jawaban-Arisan.pdf
http://eprints.ums.ac.id/31461/2/Bab_1.pdf
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/4015/05.1%20bab%201.pdf?
sequence=5&isAllowed=y
https://repository.upnvj.ac.id/1914/3/BAB%20I.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/175/2/1HK09701.pdf
http://scholar.unand.ac.id/36929/2/bab%201%20pdf.pdf
https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/234
file:///C:/Users/--------/Downloads/234-822-1-PB.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/4529/2/1HK09937.pdf
file:///C:/Users/--------/Downloads/makalah%20fik%20tinggal%20kirim%20ke
%20OSF.pdf
https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/1425
http://mh.uma.ac.id/2021/08/teori-teori-penyebab-korupsi/#:~:text=Faktor
%2Dfaktor%20penyebab%20korupsi%20adalah,berkaitan%20dengan%20individu
%20pelaku%20korupsi
http://rantyirlani15.blogspot.com/2014/10/karya-tulis-ikmiah-tentang-korupsi.html
https://jdih.komisiyudisial.go.id/frontend/detail/4/9#:~:text=Dasar%20Hukum
%20%3A&text=Undang%2DUndang%20Nomor%208%20Tahun,tentang
%20Pemberantasan%20Tindak%20Pidana%20Korupsi
https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/apakah-perbedaan-tindak-pidana-korupsi-dan-
penggelapan
http://e-journal.uajy.ac.id/4150/6/5MIH00941.pdf

Anda mungkin juga menyukai