Anda di halaman 1dari 45

Tugas Metodologi Penelitian

Nilai:

Tugas Praktikum Artikel

Nama : Mutiara Azzahra Asrivananda


NIM : P07223119078
Tingkat : 3B

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


JURUSAN GIZI
POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
2021
Tugas Praktikum

1. Mendaftar anggota purpesnas.

2. Mencari 5 artikel kemudian kutipan masing-masing satu paragraf dari setiap


artikel untuk di parafrase (bisa menggunakan spinner.id atau manual juga bisa).
Buat kesimpulan dan saran dari hasil kutipan tersebut dibuat bentuk narasi.
Artikel 1
Perubahan struktur jantung pada anak gizi kurang akan berkontribusi
terhadap massa otot dan fungsi jantung. Pada anak gizi kurang didapatkan
kegagalan penghantaran metabolisme yang dibutuhkan miokardium,
berkurangnya sintesis komponen miofibrilar, peningkatan katabolisme protein
miofibrilar, dan peningkatan sintesis kolagen. Peningkatan sintesis kolagen akan
menyebabkan kekakuan dari miokardium yang akan menyebabkan disfungsi
diastolic miokardium.
Parafrase:
Pada anak gizi kurang, massa otot dan fungsi jantung akan berpengaruh
terkait perubahan struktur jantung. Kegagalan penghantaran metabolisme yang
dibutuhkan miokardium, berkurangnya sintesis komponen miofibrilar,
peningkatan katabolisme protein miofibrilar, dan peningkatan sintesis kolagen
dapat ditemukan pada anak gizi kurang. Disfungi diastolic miokardium dapat
disebabkan oleh kekakuan dari miokardium yang berasal dari peningkatan sintesis
kolagen.
Kesimpulan dan saran:
Pada anak gizi kurang didapatkan perubahan pada komposisi tubuh,
berupa masa otot jantung berkurang sehingga dapat menyebabkan kelainan pada
fungsi kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, disfungsi ventrikel sampai
kardiomiopati.

Artikel 2
Fredlina dkk pada tahun 2018 memaparkan salah satu masalah utama
pemerintah Indonesia untuk anak balita adalah status gizi buruk yang berdampak
tingginya prevalensi anemia pada balita. Gangguan gizi dan kesehatan rentan
terjadi pada anak usia kurang 5 tahun. Hasil Riskesdas tahun 2018, menunjukkan
peringkat provinsi Sumatera Barat berada di atas rata - rata seluruh provinsi di
Indonesia untuk status gizi buruk dan gizi kurang pada balita. Status gizi
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan seorang anak.
Penggunaan metode penilaian status gizi yang paling sering berupa antropometri
gizi berdasarkan nilai ukuran dimensi dan komposisi tubuh (berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak bawah kulit).
Parafrase:
Status gizi buruk yang berdampak tingginya prevalensi anemia pada balita
merupakan salah satu masalah utama pemerintah Indonesia untuk anak balita
(Fredlina dkk., 2018). Pada anak usia kurang 5 tahun rentan terjadi gangguan gizi
dan kesehatan. Peringkat provinsi Sumatera Barat berada di atas rata - rata seluruh
provinsi di Indonesia untuk status gizi buruk dan gizi kurang pada balita
(Riskesdas, 2018). Status gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
perkembangan seorang anak. Antropometri gizi berdasarkan nilai ukuran dimensi
dan komposisi tubuh (berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal
lemak bawah kulit) merupakan metode penilaian status gizi yang paling sering
digunakan.
Kesimpulan dan saran:
Anak dengan kejang demam pertama paling banyak berada dalam
kelompok usia batita dengan persentase 57,9%. Sementara anak dengan kejang
demam pertama memiliki kondisi gizi yang baik (50,5% berdasarkan indeks
IMT/U dan 51,6% berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB). Hasil penelitian juga
tidak mendapatkan hubungan bermakna antara status gizi dengan usia kejang
demam pertama pada anak.

Artikel 3
Pendidikan gizi merupakan kombinasi strategi terencana yang betujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku. Sementara itu,
metode pelatihan yang efektif adalah metode yang tidak hanya ceramah namun
disertai dengan simulasi, praktik dan diikuti studi kasus sehingga akan
mempermudah penyampaian informasi, pemahaman dan keterampilan.
Berdasarkan pemaparan masalah ini, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan
keterampilan kader dalam melaksanakan kegiatan konseling gizi di posyandu.
Parafrase:
Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku dapat
menggunakan kombinasi strategi terencana berupa pendidikan gizi. Metode yang
tidak hanya ceramah namun disertai dengan simulasi, praktik dan diikuti studi
kasus sehingga akan mempermudah penyampaian informasi, pemahaman dan
keterampilan merupakan metode pelatihan yang efektif. Dalam melaksanakan
kegiatan konseling gizi di posyandu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan kader.
Kesimpulan dan saran:
Pemberian pendidikan gizi dapat mempengaruhi peningkatan skor
pengetahuan, sikap dan keterampilan kader. Namun yang paling mempengaruhi
di antara tiga variabel tersebut adalah skor pengetahuan. Saran yang bisa diberikan
adalah pemberian pendidikan gizi dengan metode simulasi dan praktik dilakukan
secara rutin dan berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar pengetahuan dan
keterampilan kader terus meningkat dan terjaga. Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan rujukan bagi peneliti lainnya serta pemerintah yang
bertanggungjawab terhadap kader posyandu dalam meningkatkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan konseling kader melalui pendidikan gizi dengan
menggunakan metode simulasi dan praktik.

Artikel 4
Sebagian besar masyarakat Desa Catur memiliki mata pencaharian
bertani, berladang, dan beberapa dari mereka sebagai buruh tani, petani penggarap
pada tuan tanah, diantaranya menggarap lahan perkebunan kopi dan ladang
hortikultura yang terdiri dari buah jeruk kintamani, cabe, sayuran yang hidup di
daerah dingin seperti Desa Catur ini. Masyarakat petani bekerja selama kurang
lebih 8 sampai 9 jam pada lahan pertanian sebagai buruh yang mendapat upah
harian. Pekerjaan rutin yang dilakukan oleh masyarakat buruh tani ini sangat
menyita waktu mereka untuk memelihara ataupun mengurus anak-anak mereka
terutama para buruh tani wanita yang masih memiliki anak-anak balita dengan
rentang usia 1 sampai 5 tahun (Berita Desa, 2019).
Parafrase:
Menurut Berita Desa pada tahun 2019, sebagai buruh tani, petani
penggarap pada tuan tanah, diantaranya menggarap lahan perkebunan kopi dan
ladang hortikultura yang terdiri dari buah jeruk kintamani, cabe, sayuran yang
hidup di daerah dingin merupakan mata pencaharian bertani dan berladang dari
sebagian besar masyarakat Desa Catur. Upah harian sebagai buruh masyarakat
petani dapatkan dengan bekerja selama kurang lebih 8 sampai 9 jam pada lahan
pertanian. Para buruh tani wanita yang masih memiliki anak-anak balita dengan
rentang usia 1 sampai 5 tahun bersamaan dengan pekerjaan rutin mereka sebagai
buruh tani sangat menyita waktu mereka.
Kesimpulan dan saran:
Pelaksanaan pengabdian masyarakat diadakan selama 4 hari untuk
memberikan solusi tentang pembuatan menu gizi kurang dan gizi lebih, berupa
ceramah, demonstrasi dan tanya jawab. Hasil pengabdian pembuatan menu seperti
pizza teplon, roti dan puding ubi ungu, soup pumkin, egg dishes, soto lobak,
capcay, breaded lele, satay, bread pumpkin, sari kacang hijau, dalam pemaparan
ceramah, kertrampilan dan target capaian solusi yang diharapkan mitra semakin
bertambah dengan hasil pre-test sebesar 62%. Rata-rata hasil post-test yaitu 86%
dari seluruh ibu asuh dan kelompok posyandu mengetahui tentang pemberdayaan
menu untuk mengen-taskan masalah gizi pada anak usia 2-5 tahun. Dari kegiatan
ini pengetahuan dan kemampuan ibu asuh dan kelompok posyandu mengenai
bahan pangan dan kandungan serta kegunaanya bagi pengentaskan masalah gizi
meningkat sebesar 24%.

Artikel 5
Pola makan atau kebiasaan makan yang salah menempatkan balita dalam
posisi rentan masalah gizi. Selama masa balita pula, kebanyakan anak hanya mau
makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu. Oleh karena itu, adanya
masalah makanan tersebut jika tidak diperhatikan oleh orangtua akan
mempengaruhi pemenuhan gizi dan status gizi anak (Arisman, 2004).
Parafrase:
Menurut Arisman pada tahun 2004, balita rentan terkena masalah gizi
disebabkan oleh pola makan atau kebiasaan makan yang salah. Kebanyakan anak
hanya ingin makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu saat masa
balita. Pemenuhan gizi dan status gizi anak akan berpengaruh apabila masalah
makanan tersebut tidak diperhatikan oleh orangtua.
Kesimpulan dan saran:
Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan ibu mengenai pola asuh gizi balita, ditandai dengan
rata-rata nilai pre-test sebesar 4,3 poin meningkat menjadi 8,0 poin pada saat post-
test. Terjadi peningkatan pengetahuan ibu mengenai perawatan dan perlindungan
bagi ibu untuk anaknya, terbukti dengan sebanyak 100% atau seluruh responden
dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Serta, sebagian besar responden dapat
menjawab secara lisan mengenai dampak jika anak diberikan pengasuhan
psikososial secara berlebihan setelah mengikuti penyuluhan. Kegiatan
pengabdian selanjutnya disarankan adanya praktik langsung terhadap teknik
pemberian ASI dan MP-ASI oleh ibu-ibu balita agar suasana penyuluhan lebih
aktif dan responden lebih memahami materi yang telah disampaikan.
3. Buat satu artikel yang di dalamnya sudah di parafrase, dibuat kesimpulan dan
sarannya juga. Dapus minimal 15 sitasi menggunakan mendeley style harvard,
temanya berkaitan gizi.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
1Mutiara Azzahra Asrivananda
1
Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur,
Jl. Kurnia Makmur, Samarinda, 75131
E-mail: mutiaraazzahra375@gmail.com

Abstract

The first five years of a child's life are fundamentally important to their future. This
literature study uses the method of collecting data from a systematic search study
of computerized databases (PubMed, BMC, Cochrain review, Google scholar) in
the form of research journals and review with the keywords stunting, toddlers,
parental factors, and nutrient intake. The process of studying this literature goes
through the initial process of problem formulation, article searching, data
evaluation and analyzing and interpreting. The results showed that the education
of the father and mother, the number of family members, and knowledge of
maternal nutrition, as well as protein and carbohydrate intake were significantly
related to the incidence of stunting in children under five. While the work of the
father and mother, and carbohydrate intake were not related.

Keywords: Nutrients intake, children under five, parental factors, stunting

Abstrak

Masa balita merupakan periode yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
ke depannya. Studi literature ini dengan metode mengumpulkan data dari studi
pencarian sistematis database terkomputerisasi (PubMed, BMC, Cochrain
review, Google scholar) berbentuk jurnal penelitian dan artikel review dengan
kata kunci stunting, balita, faktor orang tua, dan asupan zat gizi. Proses studi
literature ini melalui proses awal formulasi permasalahan, pencarian artikel,
evaluasi data serta menganalisis dan menginterpretasikan. Hasil penelitian
menunjukkan pendidikan ayah dan ibu, jumlah anggota keluarga, dan
pengetahuan gizi ibu, serta asupan protein berhubungan signifikan dengan
kejadian stunting pada balita. Sedangkan pekerjaan ayah dan ibu, serta asupan
karbohidrat tidak berhubungan.

Kata Kunci: Asupan zat gizi, balita, faktor orang tua, stunting
PENDAHULUAN
Kekurangan zat gizi kronis, baik saat pre- maupun post-natal merupakan salah
satu pengertian stunting (tubuh pendek) pada balita. Selain kekurangan asupan zat gizi,
juga adanya masalah kesehatan merupakan faktor penyebab hambatan pertumbuhan
stunting,. Keadaan stunting dipresentasikan dengan nilai z-score panjang badan atau
tinggi badan menurut umur <-2 SD. Masalah stunting memiliki dampak yang besar bagi
masa depan balita. Kelangsungan hidup balita, prestasi sekolah, dan produktivitas
ekonomi dapat berkurang akibat stunting. Anak stunting saat dewasa akan berisiko
menghasilkan sumber daya manusia yang kurang berkualitas. Dalam populasi yang sehat,
kurang lebih 2,5% anak yang memiliki z-score <2 SD. Apabila melebihi 2,5% maka
mengindikasikan adanya masalah pertumbuhan (Rosmalina dkk., 2018).
Untuk mencegah terjadinya stunting intervensi perlu dilakukan. Intervensi dapat
dimulai dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). 1000 HPK dimulai saat ibu
hamil dan 2 tahun pertama kehidupan. Intervensi gizi pada 1000 HPK akan berdampak
besar karena pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi dengan sangat cepat. Anak
tetap harus diberikan perhatian oleh orang tua melalui pemberian makanan bergizi dan
menjaga kondisi lingkungan yang sehat setelah melewati periode 1000 HPK. Penelitian
menunjukkan pemberian makan bergizi dapat menurunkan angka stunting sebesar 8% du
Zimbabwe, sedangkan lingkungan yang tidak sehat berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita telah dijelaskan pada penelitian di Burkino Faso (Asweros, 2020).
Peran orang tua sangat besar dalam pencegahan dan penanggulangan masalah
stunting. Hal ini dikarenakan balita masih sangat bergantung pada orang tua, terutama ibu
(Siti, 2015). Pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi orang tua, serta jumlah anggota
keluarga merupakan faktor orang tua yang berhubungan dengan stunting. Beberapa faktor
orang tua ini mempengaruhi jumlah asupan balita berkaitan dengan pembagian makanan
dalam keluarga (Setiawan, 2018).. Beberapa penelitian menyatakan asupan makanan
berkaitan dengan stunting pada balita (Damayanti, 2017).
Prevalensi stunting pada balita di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Secara
nasional prevalensi stunting tahun 2018 sebesar 30,8% (Kemenkes RI, 2018). World
Health Organization (WHO) menetapkan angka masalah kesehatan masyarakat tidak
melebihi 20%. Dengan demikian Indonesia termasuk dalam negara yang bermasalah
dengan kesehatan masyarakat (Aryastami, 2017). Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi stunting pada balita sebesar 42,7% di
NTT, sedangkan di Kabupaten Kupang 41,43% (Kemenkes RI, 2018). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita.

METODE PENELITIAN
Studi literature ini dengan metode mengumpulkan data dari studi pencarian
sistematis database terkomputerisasi (PubMed, BMC, Cochrain review, Google scholar)
berbentuk jurnal penelitian dan artikel review dengan kata kunci stunting, balita, faktor
orang tua, dan asupan zat gizi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian di Jember menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara status pekerjaan ibu dengan kejadian stunting. Ibu tidak bekerja atau
berprofesi sebagai ibu rumah tangga lebih banyak sehingga tidak mempengaruhi kejadian
stunting. Ibu yang bekerja dianggap tidak lagi dapat memberikan perhatian secara penuh
terhadap balitanya karena kesibukannya akibatnya ibu kurang memperhatikan makanan
yang sesuai dengan kebutuhan balitanya. Faktor ibu yang bekerja belum berpengaruh
terhadap masalah gizi pada anak secara langsung, namun dianggap mempengaruhi
pengasuhan anak dan pemberian makanan (Farmarida, dkk., 2020).
Penelitian lain menunjukkan antara pendidikan ayah dengan kejadian stunting
tidak terdapat hubungan (Ni’mah dan Nadhiroh, 2015). Pendidikan ibu memiliki
hubungan dengan kejadian stunting yang artinya ibu yang mempunyai pendidikan rendah
berisiko 3,378 kali memiliki anak stunting. Berdasarkan penelitian lain oleh Nasikhah
dan Margawati (2015), pendidikan ayah yang tinggi dianggap mampu menghasilkan
pendapatan yang dapat mencukupi kebutuhan keluarga dan ayah mampu melakukan pola
pengasuhan yang baik pada anak. Pendidikan ibu berkaitan dengan penggunaan garam
beryodium, pemberian kapsul vitamin A, imunisasi anak, dan pola pengasuhan pada anak.
Menurut penelitian oleh Soetjiningsih dan Ranuh, (2014) pendidikan baik yang dimiliki
orang tua dapat memberikan peluang lebih dalam hal mencerna informasi tentang
menjaga dan mengasuh kesehatan anak serta mendidik anak yang baik. Ibu dan keluarga
diharuskan mempunyai perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) sehingga balita
mendapatkan bahan dan menu makan yang tepat sesuai kebutuhan dan bervariasi (Rahayu
dan Khairiyati, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Candra (2013), menjelaskan bahwa faktor risiko
stunting salah satunya yaitu jumlah anak >2. Jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi
ketersediaan pangan keluarga. Pada keluarga yang memiliki status ekonomi rendah
dengan anak yang banyak memberikan peluang lebih besar anak mengalami gizi buruk.
Pemenuhan gizi balita terabaikan disebabkan Ibu yang bekerja untuk membantu
keuangan keluarga. Anak memerlukan perhatian dan makanan yang sesuai kebutuhan,
namun kondisi keluarga yang ekonominya kurang dan mempunyai anak banyak akan
merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Karundeng et al., 2015).
Hasil penelitian menunjukkan asupan protein dan lemak berhubungan signifikan
dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2016)
menjelaskan bahwa tubuh memerlukan asam amino dalam asupan protein untuk
membangun matriks tulang dan mempengaruhi pertumbuhan tulang karena protein
berfungsi untuk memodifkasi sekresi dan aksi osteotropic hormone IGF-I, sehingga,
asupan protein dapat memodulasi potensi genetik dari pencapaian peak bone mass.
Asupan protein rendah terbukti merusak akuisisi mineral massa tulang dengan merusak
produksi dan efek IGF-I. IGF-I mempengaruhi pertumbuhan tulang dengan merangsang
proliferasi dan diferensiasi kondrosit di lempeng epifsis pertumbuhan dan langsung
mempengaruhi osteoblast.
Penelitian di Sulawesi Selatan oleh Hendrayati (2018) menunjukkan asupan
lemak berhubungan dengan stunting pada balita. Hal ini dikarenakan dalam lemak
terkandung asam lemak esensial yang memiliki peran dalam mengatur kesehatan. Selain
itu pertumbuhan balita dipengaruhi oleh simpanan energi yang berasal dari konsumsi
lemak dan peran lemak sebagai alat pengangkut dan pelarut vitamin larut lemak dalam
tubuh (Azmi, 2018). Pada penelitian yang dilakukan oleh Simorangkir (2020), asupan
karbohidrat tidak berhubungan signifikan dengan stunting pada balita. Hal ini disebabkan
oleh lebih banyak balita stunting yang mengkonsumsi karbohidrat dalam kategori baik
dibandingkan kategori kurang. Fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi dan
tidak berkaitan dengan pembentukan tulang dan jaringan baru.

SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan pendidikan ayah dan ibu, jumlah anggota
keluarga, dan pengetahuan gizi ibu, serta asupan protein berhubungan signifikan dengan
kejadian stunting pada balita. Sedangkan pekerjaan ayah dan ibu, serta asupan
karbohidrat tidak berhubungan. Tindakan intervensi dapat dilakukan dengan
meningkatkan pengetahuan gizi ibu dan asupan makanan balita. Pemerintah setempat
melalui tenaga kesehatan dapat melakukan penyuluhan dan konseling bagi ibu balita
tentang gizi seimbang. Selain itu, para ibu dapat diajarkan pengolahan pangan lokal yang
murah dan mudah didapat, serta bernilai gizi tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, Satriani, M.Kes
yang telah memberi masukkan dalam pembuatan artikel ini sebagai tugas salah satu mata
kuliah yaitu Metodologi Penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Aryastami NK. Kajian Kebijakan dan Penanggulangan Masalah Gizi Stunting di
Indonesia. Bul Penelitian Kesehatan [Internet]. 2017;45(4):233–40. Available
from: ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/download/7465/5434
Asweros Umbu Zogara, dan Maria Goreti Pantaleon. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting pada Balita. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2020;
9 (2): 85.
Candra, A. 2013. Hubungan underlying factors dengan kejadian stunting pada anak 1-2
th. Journal of Nutrition and Health. 1(1).
Damayanti RA, Muniroh L, Farapti F. Perbedaan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Dan
Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Pada Balita Stunting Dan Non Stunting. Media
Gizi Indonesia. 2017;11(1):61–9.
Hendrayati H, Asbar R. Analisis Faktor Determinan Kejadian Stunting Pada Balita Usia
12 Sampai 60 Bulan. Media Gizi Pangan [Internet]. 2018;25(1):69–76. Available
from: https://www.neliti.com/publications/265331/analisis-faktor-determinan-
kejadian-stunting-pada-balita-usia-12-sampai-60-bulan
Karundeng, L. R., A. Y. Ismanto, dan R. Kundre. 2015. Hubungan jarak kelahiran dan
jumlah anak dengan status gizi balita di Puskesmas Kao Kecamatan Kao
Kabupaten Halmahera Utara. eJournal Keperawatan (e-Kep). 3(1).
Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta; 2018.
Nasikhah, R. dan A. Margawati. 2012. Faktor risiko kejadian stunting pada balita usia
24-36 bulan di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition College. 1(1):
176-184.
Ni’mah, Khoirun dan S. R. Nadhiroh. 2015. Faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita. Media Gizi Indonesia. 10(1): 13– 19.
Rahayu, A. dan L. Khairiyati. 2014. Risiko pendidikan ibu terhadap kejadian stunting
pada anak 6- 23 bulan. Penel Gizi Makan. 37(2): 129-136.
Rosmalina Y, Luciasari E, Aditianti A, Ernawati F. Upaya Pencegahan Dan
Penanggulangan Batita Stunting: Systematic Review. Gizi Indones.
2018;41(1):1–14.
Rufaida, Farmarida Dika, Angga Mardro Raharjo, dan Adelia Handoko. Vol. 6 No. 1
(2020) Journal of Agromedicine and Medical Sciences.
Sari EM, Juffrie M, Nurani N, Sitaresmi MN. Asupan protein, kalsium dan fosfor pada
anak stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan. J Gizi Klin Indones [Internet].
2016;12(4):152. Available from: http://repository.usahid.ac.id/402/
Setiawan E, Machmud R, Masrul M. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. J Kesehat Andalas.
2018;7(2):275–84.
Simorangkir EA, Panggabean SP, Sudaryati E. Relationship between Caries Experience
and Food Intake with Stunting Among 6-8-Years Old of Elementary School at
Pantai Labu In 2018. Britain Int Exact Sci J [Internet]. 2020;2(1):313–9. Available
from: http://biarjournal.com/index.php/bioex/article/view/152
Siti Rahayu KN, Ni’mah. Faktor yang berhubungan dengan kejadian. Media Gizi
Indonesia [Internet]. 2015;10(1):13–9. Available from: https://e-
journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3117/2264
Soetjiningsih dan IG. N. G. Ranuh. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Ulul Azmy, Luki Mundiastuti. Konsumsi Zat Gizi pada Balita Stunting dan Non-Stunting
di Kabupaten Bangkalan. Amerta Nutr. 2018;2(3):292–8.
Perbedaan Fungsi Ventrikel Kiri pada Anak Gizi Kurang dan Gizi Normal
dengan Metode Myocardial Performance Index
Putria Rayani Apandi, Sri Endah Rahayuningsih, Rahmat Budi Kuswiyanto

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung

Latar belakang. Gizi kurang pada anak menyebabkan perubahan pada komposisi tubuh, berupa berkurangya masa otot jantung yang akan
menyebabkan kelainan pada fungsi kardiovaskuler. Myocardial performance index (MPI) adalah pemeriksaan fungsi ventrikel yang tidak
terpengaruh geometri jantung. Pemeriksaan MPI pada anak gizi kurang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan fungsi ventrikel pada gizi kurang dan gizi normal.
Metode. Rancangan penelitian ini adalah potong lintang yang dilakukan pada anak sekolah berumur 6-11 tahun di Kotamadya Bandung
selama September – Desember 2014 di 10 Sekolah Dasar. Subyek penelitian di pilih secara random kemudian dibagi menjadi gizi kurang
dan gizi normal berdasarkan WHO 2007. Fungsi ventrikel diukur dengan ekokardiografi transtorakal dengan metode Myocardial performance
index. Uji t berpasangan dipakai untuk membedakan fungsi ventrikel kiri pada gizi kurang dengan signifikansi P<0,05.
Hasil. Rerata MPI ventrikel kiri pada anak gizi kurang adalah 0,37±0,07 dan pada gizi normal adalah 0,35±0,08. Tidak terdapat perbedaan
yang bermakna fungsi ventrikel kiri dengan metoda Myocardial Performance Index pada kedua kelompok.(CI95%:-0,012–0,058 P:0,191)
Kesimpulan. Fungsi ventrikel kiri pada anak gizi kurang dan gizi normal yang diukur dengan Metode myocardial performance index tidak
berbeda bermakna. Sari Pediatri 2021;23(2):110-14

Kata kunci: anak, gizi kurang, fungsi ventrikel kiri, myocardial performance index

The Difference of Left Ventricular Function in Malnourished and Well-


Nourished Children by Myocardial Performance Index Method
Putria Rayani Apandi, Sri Endah Rahayuningsih, Rahmat Budi Kuswiyanto

Background. Malnutrition resulting in cumulative deficits of energy, protein, or micronutrient that may affect heart structure and function.
Myocardial performance index (MPI) is independent of ventricular geometry. To the best of our knowledge this is the first study which
measure of left ventricular function on malnourished children compared with well-nourished children by MPI methods.
Objective. This study was conducted to detect the difference of myocardial function in malnourished children.
Methods. This was a cross sectional study on children aged 6-11 years which was conducted during September-November 2014 on 10
Elementary schools in Bandung. The subjects were selected randomly according to WHO 2007 into divided into 2 groups and age and sex
matched: group 1: malnourished children and group 2: well-nourished according to WHO 2007 which randomly selected, then we performed
transthoracic echocardiography with Myocardial Performance Index methods to measure left ventricular function. T paired test was used to
assess the difference of both groups.
Result. The mean of the MPI of the left ventricular in malnourished children was 0.37±0.07 and in well-nourished children were 0.35±0.08.
There was no significant difference between left ventricular function in malnourished children and well-nourished children by myocardial
performance index methods (CI95%:-0.012 – 0.058 p: 0.191)
Conclusion. No significant difference in left ventricular function by MPI methods between malnourished and well-nourished children. Sari
Pediatri 2021;23(2):110-14

Keyword: malnourished children, MPI, Left ventricular function

Alamat korespondensi: Putria Rayani Apandi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. Email: putriadirgantara@
gmail.com

110 Sari Pediatri, Vol. 23, No. 2, Agustus 2021


Putria Rayani Apandi dkk: Perbedaan fungsi ventrikel kiri pada anak gizi kurang dan gizi normal dengan metode MPI

G
izi kurang merupakan masalah kesehatan kronis seperti talasemia, keganasan, dan anak dalam
dunia. World Health Organization pengobatan kemoterapi.
(WHO) memperkirakan bahwa gizi kurang Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik Rumah
berkontribusi pada 54% mortalitas anak di Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Setelah orang tua
dunia. Gizi kurang diperkirakan sudah meningkatkan anak menandatangani formulir persetujuan, kemudian
risiko kematian dan risiko ini akan meningkat terutama dilakukan pengisian kuesioner dan pemeriksaan fisik.
pada gizi buruk. Prevalensi gizi kurang di Provinsi Pemeriksaan transtorakal ekokardiografi dilakukan di
Jawa Barat adalah 4,6%. Menurut kelompok umur Instalasi Pelayanan Jantung Rumah Sakit Dr. Hasan
berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun Sadikin Bandung oleh seorang konsultan kardiologi
2013, prevalensi gizi kurang adalah 9,6% untuk balita, anak dengan menggunakan mesin ekokardiografi dari
11,2% untuk usia 5-12 tahun, dan 11,1% untuk usia General Electric vivid 7 dengan probe m4S.
1-15 tahun.1,2,3 Status gizi ditentukan oleh indeks masa tubuh
Pada anak gizi kurang didapatkan perubahan pada terhadap usia (IMT/U) pada WHO 2007. Apabila
komposisi tubuh, berupa masa otot jantung berkurang Z-score IMT/U < -2 SD maka masuk gizi kurang dan
sehingga dapat menyebabkan kelainan pada fungsi Z-score IMT/U < -3 SD maka masuk gizi buruk. Gizi
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, disfungsi normal adalah z-score IMT/U >-2 s/d <1 SD.
ventrikel sampai kardiomiopati.4 Dengan posisi anak terlentang tenang, simultan
Penelitian ini bertujuan untuk mencari apakah ada dengan EKG mencakup pandangan parasternal, apical,
perbedaan pada fungsi ventrikel kiri anak gizi kurang subcostal dan suprasternal costal untuk menilai bahwa
dibandingkan dengan gizi normal yang diperiksa dengan tidak ada kelainan anatomi jantung. Pemeriksaan
metode MPI yang diharapkan lebih akurat. Manfaat dari myocardial performance index (MPI) dilakukan
penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data mengenai dengan menempatkan kursor yang ditempatkan pada
hubungan status gizi dengan penurunan fungsi ventrikel ujung katup mitral pada pandangan 4-chamber untuk
kiri sehingga dapat memberikan informasi berbasis menghitung a yang merupakan interval waktu antara
bukti, juga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap akhir dan awal dari aliran transmitral. Kursor kemudian
gizi kurang. diletakkan di left ventricle outflow tract (LVOT) di bawah
katup aorta pada pandangan 5-chamber untuk menilai b.
Nilai a didapatkan dengan menggabungkan isovolumic
Metode contraction time (IVCT), isovolumic relaxation time
(IVRT), dan ejection time (ET). Sehingga rumus MPI
Rancangan ini merupakan penelitian deskriptif analitik menjadi a-b/b atau seperti tertera di bawah ini yaitu,
dengan desain penelitian potong lintang. Penelitian Myocardial performance index untuk menilai fungsi
dilakukan pada bulan September 2014 – April 2015 sistolik dan diastolik sekaligus yaitu dengan rumus:
yang melibatkan 60 anak dan. Kriteria inklusi adalah
anak berusia 6-11 tahun yang dibagi menjadi 2 IVCT + IVRT ([KMt – KMb]-WE)
MPI = atau
kelompok, yaitu gizi normal dan gizi kurang menurut ET WE
WHO 2007. Pengambilan sampel penelitian didahului
dengan adanya surat izin dari Dinas Pendidikan MPI= Myocardial performance index, IVCT= Isovolumic
Kotamadya Bandung. Sampel penelitian dipilih 15 contraction time, IVRT= Isovolumic relaxation time, ET =
sekolah dasar negeri secara simple random sampling Ejection time, WE = Waktu ejeksi, KMt = Katup mitral
dan dari 789 sekolah dasar di kotamadya Bandung menutup, KMb = Katup mitral membuka
lima di antaranya menolak karena sedang ada kegiatan
disekolahnya. Dari 10 sekolah didapatkan 30 anak gizi Nilai normal MPI kiri adalah 0,35 (SB 0,03). Pada
kurang yang dipilih secara simple random sampling. anak kurang dari 3 tahun 0,40 (SB 0,09); anak umur
Kemudian dilakukan matching berdasarkan usia dan lebih dari 3 tahun 0,33 (SB 0,02). Pada kardiomiopati
jenis kelamin untuk anak dengan gizi normal yang dilatasi 0,78 (SB 0,28).5,6
dipilih 30 anak secara simple random sampling. Kriteria Pengujian untuk menilai kemaknaan dari data
eksklusi adalah anak dengan kelainan jantung, penyakit numerik untuk 2 group digunakan uji T berpasangan

Sari Pediatri, Vol. 23, No. 2, Agustus 2021 111


Putria Rayani Apandi dkk: Perbedaan fungsi ventrikel kiri pada anak gizi kurang dan gizi normal dengan metode MPI

(T-paired) pada data distribusi normal. Kemaknaan anak perempuan dan 32 anak laki-laki dari 10 Sekolah
hasilnya ditentukan berdasarkan p<0,05. Piranti lunak Dasar di Kotamadya Bandung. Kelompok gizi kurang
SPSS Statistic ver. 17.0 (Windows) digunakan dalam dan gizi normal masing-masing 30 anak. Keseluruhan
keseluruhan analisis data. anak pada kelompok gizi kurang (kelompok I) memiliki
z-score IMT/U: <2SD, tidak didapatkan gizi buruk pada
pengambilan sampel.
Hasil Dari Tabel 2 di atas ditemukan tidak ada perbedaan
yang bermakna dari MPI ventrikel kiri diantara
Penelitian ini melibatkan 60 anak yang terdiri dari 28 kelompok gizi kurang dan kelompok gizi normal.

Tabel 1. Profil klinis kelompok gizi kurang dan gizi normal


Karakteristik sampel Kelompok 1 (n=30) Kelompok 2 (n=30)
Usia    
Rerata (SB) 8,8(1,6) 8,8(1,5)
Jenis kelamin (%)
Laki-laki 15 (50) 13 (43,3)
Perempuan 15 (50) 17 (56,7)
Kehamilan (%, Minggu)
<37 2 (7) 4 (13)
37-42 28 (93) 26 (87)
Berat lahir (%, gr)    
<2500 1 (3) 3 (10)
≥ 2500 29 (97) 27 (90)
Berat badan
Median (kg) 20 23,6
Range 18-23 16-26
Tinggi badan    
Median (cm) 124 128
Range 105-134 110-138
Tekanan sistolik
Median( mmHg) 90 90
Range 85-110 85-110
Tekanan diastol    
Median (mmHg) 60 60
Range 55-80 55-80
Denyut jantung    
Rerata (SB) 97(13,95) 94 (11,65)
Catatan : Kelompok 1 : Anak dengan gizi kurang, Kelompok 2 : Anak gizi normal

Tabel 2. Perbedaan fungsi ventrikel kiri pada anak gizi kurang dan gizi normal
No MPI Kelompok 1 (n=30) Kelompok 2 (n=30) CI95% p
1 Ventrikel Kiri      
rerata (SB) 0,37 (0,07) 0,35 (0,08) -0,012 – 0,058 0,191*
*Uji T berpasangan
Catatan : Kelompok 1 : Anak dengan gizi kurang, Kelompok 2 : Anak gizi normal

112 Sari Pediatri, Vol. 23, No. 2, Agustus 2021


Putria Rayani Apandi dkk: Perbedaan fungsi ventrikel kiri pada anak gizi kurang dan gizi normal dengan metode MPI

Pembahasan Meena dkk11 menggunakan jumlah sampel yang lebih


banyak pada anak dengan gizi buruk.-
Perubahan struktur jantung pada anak gizi kurang Myocardial performance index akan meningkat pada
akan berkontribusi terhadap massa otot dan fungsi anak dengan penurunan fungsi jantung. Penilaian
jantung. Pada anak gizi kurang didapatkan kegagalan MPI merupakan salah satu pemeriksaan non invasif
penghantaran metabolisme yang dibutuhkan untuk menilai fungsi sistolik dan diastolik dari jantung.
miokardium, berkurangnya sintesis komponen Perhitungan indeks tidak berdasar dari geometri atau
miofibrilar, peningkatan katabolisme protein miofibrilar, penilaian volume, tetapi penilaiannya berdasarkan rasio
dan peningkatan sintesis kolagen. Peningkatan interval waktu. Pemeriksaan MPI tidak dipengaruhi
sintesis kolagen akan menyebabkan kekakuan dari juga oleh tekanan darah, denyut jantung, dan usia.
miokardium yang akan menyebabkan disfungsi diastolik Penilaian fungsi jantung dengan metode klasik, yaitu
miokardium.7 ejeksi fraksi untuk menilai ventrikel kiri dipengaruhi
Pemeriksaan fungsi ventrikel pada anak gizi kurang oleh geometri jantung sehingga hasilnya kurang akurat
telah dilakukan pada beberapa penelitian sebelumnya. apabila dibandingkan dengan menilai fungsi ventrikel
Penelitian yang dilakukan oleh Ocal dkk9 pada tahun kiri dengan metode MPI.5
2001 dan Olivares8 pada tahun 2005 melaporkan tidak Berdasarkan teori yang di kemukakan oleh Fioretto
ada perbedaan fungsi sistolik ventrikel kiri dengan dkk,4 seharusnya terdapat gangguan fungsi ventrikel
parameter perhitungan fungsi sistolik ventrikel kiri, kiri pada anak gizi kurang, tetapi pada penelitian
yaitu ejeksi fraksi dan fractional shortening pada pasien ini didapatkan hasil tidak adanya perbedaan yang
gizi kurang dibandingkan dengan gizi normal. Namun, bermakna pada fungsi ventrikel kiri pada anak gizi
terdapat perbedaan dari masa otot ventrikel kiri dan kurang dibandingkan dengan gizi normal. Hal tersebut
gambaran elektrokardiografi di antara kelompok gizi kemungkinan karena durasi kronisitas gizi kurang
kurang dan gizi normal. tidak diketahui serta derajat gizi kurang pada subyek
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Jain dkk10 penelitian ini bukan gizi buruk dan metode penelitian
pada populasi anak gizi buruk yang mendapat perawatan potong lintang yang merupakan keterbatasan pada
di rumah sakit disebutkan bahwa untuk mendeteksi penelitian ini.
awal gangguan fungsi jantung dapat dilakukan dengan Penelitian ini merupakan penelitian pertama dengan
pemeriksaan MPI untuk melihat fungsi miokardium subjek anak sehat dengan gizi kurang dibandingkan
sebelum lebih lanjut lagi diperiksa dengan metode dengan anak sehat dengan gizi normal dengan metode
konvensional dengan memeriksa ejeki fraksi. MPI untuk menilai fungsi jantung. Penelitian ini
Ekokardiografi transtorakal dilakukan pada anak menunjukkan bahwa gangguan fungsi ventrikel kiri
sehat berusia 6-11 tahun dengan status gizi gizi kurang tidak didapakan pada anak sehat dengan gizi kurang.
dan gizi normal yang dilakukan matching pada usia
dan jenis kelamin. Hasil Pemeriksaan MPI pada anak
dengan gizi kurang menunjukkan hasil yang lebih tinggi Kesimpulan
dari pada anak gizi normal, tetapi secara statistik tidak
ada perbedaan yang bermakna pada fungsi ventrikel di Sebagai kesimpulan fungsi ventrikel kiri tidak berbeda
antara 2 kelompok. Berdasarkan penelitian ini, fungsi pada anak dengan gizi kurang dengan gizi normal
ventrikel kiri pada anak gizi kurang tidak ditemukan dengan pemeriksaan MPI .
perbedaan dengan anak gizi normal. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Faddan dkk,7
Jain dkk, 10 dan Meena dkk 11 yang menunjukkan
adanya disfungsi ventrikel pada anak dengan gizi buruk,
Daftar pustaka
tetapi sejalan dengan Ocal dkk dan Olivares dkk8 yang 1. Penny ME. Protein-energy malnutrition : pathophysiology,
menyebutkan tidak terdapat perbedaan bermakna clinical consequences and treatment. Dalam: Dugan C,
pada fungsi jantung yang dihitung dengan metode Watkins JB, Walker A, penyunting. Nutrition in Pediatrics.
konvensional. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh Edisi ke-4.BC Decker Inc.Ontario. 2008.h.174-94.
penelitian yang dilakukan Faddan dkk, 7 Jain dkk, 10 dan 2. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Prevalensi gizi
kurang di Indonesia. Jakarta: Riskesdas; 2013.

Sari Pediatri, Vol. 23, No. 2, Agustus 2021 113


Putria Rayani Apandi dkk: Perbedaan fungsi ventrikel kiri pada anak gizi kurang dan gizi normal dengan metode MPI

3. UNICEF-WHO-The World Bank Joint Child Malnutrition dysfunction in malnourished children. Annals of Ped Car
Estimate. Levels and Trends in Child Malnutrition. Diakses 2010;3:113-8.
pada 8 Juli 2021. Didapat dari: https://www.who.int/ 8. Olivares JL, Vasquez M, Rodriguez G, Sampre P, Fleta J.
nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf. Electrocardiogrpahic and echocardiographic findings in
4. Fioretto JR, Querioz SS, Padovani CR, Matsubara LS, malnourished children. J Am Coll Nutr 2005;24:38-43.
Okoshi K. Matsubara BB. Ventricular remodeling and 9. Ocal B, Unal S, Zorlu P, Tezic HT, Oguz D. Echocardiographic
diastolic myocardial dysfunction in rats submitted to protein- evaluation of cardiac functions and left ventricular mass
caloreie malnutrition. Am J Physiol Heart Circ Physiol in children with malnutrition. J Paediatr Child Health
2002;282:1327-33. 2013;37:14-7.
5. Lokumentas JA, Panou FK, Kotseroglou VK, Aggeli KI, Harbis 10. Jain D, Rao SK, Kumar D, Kumar A, Sihag BK. Cardiac
PK. The of myocardial performance:application in cardiology. changes in children hospitalized with severe acute malnutrition:
Hellenic J Cardiol 2005;46:52-8. A prospective study at tertiary care of northern India. Indian
6. Borzoee M, Kheirandish Z. Doppler-Derived myocardial Heart J 2019;71:492-5.
performance index in healthy children in shiraz. Iran J Med 11. Meena R, Suman RL, Meena P, Meena SL. Myocardial
Sci 2004;29:85-9. performance index in severe acute malnutrition children aged
7. Faddan NHA, El Sayuh KE, Shams H, Badrawy H. Myocardial 6 month to 5 years. Int J Contemp Pediatr 2016;3:833-6.

114 Sari Pediatri, Vol. 23, No. 2, Agustus 2021


Hubungan Status Gizi dengan Usia Kejang Demam Pertama pada Anak
Ririn Intania, Herlina Dimiati, Azwar Ridwan
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh

Latar belakang. Demam pada kejang demam dapat disebabkan oleh proses infeksi yang dimungkinkan terjadi akibat malnutrisi pada balita
dan digambarkan dalam penilaian status gizi.
Tujuan. Mengetahui hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama pada anak.
Metode. Penelitian analitik cross-sectional dengan pendekatan retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis pasien rawat inap kejang
demam anak periode Januari – Desember 2019 di RSUD Prof. Dr. M. A. Hanafiah SM, Batusangkar, Sumatera Barat. Sampel penelitian
terdiri atas 95 anak dengan kejang demam pertama yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Penelitian dilaksanakan pada 07 sampai
dengan 21 November 2020. Pengolahan data menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji korelasi Spearman.
Hasil. Anak dengan kejang demam pertama memiliki gizi baik (50,5% berdasarkan indeks IMT/U dan 51,6% berdasarkan indeks BB/PB
atau BB/TB), dan berada dalam kelompok umur batita (12 bulan ≤ usia kejang demam pertama <36 bulan) dengan rata – rata usia kejang
demam pertama 24,42 bulan. Uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan usia kejang
demam pertama baik berdasarkan indeks IMT/U (p=0,260) maupun berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB (p=0,386).
Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan usia kejang demam pertama pada anak. Sari Pediatri
2021;23(1):28-35

Kata kunci: kejang demam, status gizi, usia kejang demam pertama

Relationship between Nutritional Status and Age of First Febrile Convulsion


in Children
Ririn Intania, Herlina Dimiati, Azwar Ridwan

Background. Fever in febrile convulsion may be caused by the process of infection that is likely lead by malnutrition, which can be seen in
nutritional status assessment.
Objective. To find out the relationship between nutritional status and age of first febrile convulsion in children.
Methods. This study used a cross-sectional design with a retrospective approach based on secondary data of pediatric febrile convulsion
inpatient’s history during January to December 2019 period from Regional General Hospital Prof. Dr. M. A. Hanafiah SM Batusangkar,
West Sumatra. The samples of this study were 95 children with first febrile convulsion who were selected through consecutive sampling
techniques. This study was conducted from November 7th to November 21st, 2020. This study used univariate and bivariate analysis using
Spearman correlation test.
Result. Children with first febrile convulsion had good nutrition (50,5% according to BMI for age and 51,6% according to weight for length
or weight for height index) and were in the toddler age group (12 months ≤ age <36 months old) with an average of 24.42 months old age.
Spearman’s test showed that there was no significant relationship between nutritional status and age of first febrile convulsion, based on both
the BMI for age (p = 0.260) and the weight for length or weight for height index (p=0.386).
Conclusion. In conclusion, there is no significant relationship between nutritional status and the age of first febrile convulsion in children.
Sari Pediatri 2021;23(1):28-35

Keywords: febrile convulsion, nutritional status, age of first febrile seizure

Alamat korespondensi: Herlina Dimiati, Ririn Intania. RSUD Dr. Zainoel Abidin. Jl. Tgk Daud Beureueh, Banda Aceh, Aceh. Email: herlinadimiati@unsyiah.ac.id,
ririnintania10@gmail.com.

28 Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021


Ririn Intania dkk: Hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama

K
ejang demam merupakan tantangan utama berbeda ditunjukkan oleh Hussain dkk14 pada tahun
dalam praktik kedokteran anak karena 2015 dengan 64% distribusi kejang demam merupakan
tingkat insiden yang tinggi pada anak anak dengan malnutrisi.
dalam rentang umur 6 sampai dengan 60 Adanya perbedaan hasil penelitian terkait asosiasi
bulan, kecenderungannya untuk kembali terjadi, dan status gizi dan infeksi bakteri terhadap kejang demam
merupakan momok bagi orang tua sehingga dapat sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk menilai
berdampak pada kualitas hidup keluarga.1–3 Vebriasa keterkaitannya. 14 Seorang anak rentan terhadap
dkk4 pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa kejang kekurangan asupan gizi maupun mengalami kejang
demam pertama pada anak yang memiliki riwayat demam terjadi pada usia krusial tumbuh kembang anak
kejang keluarga cenderung terjadi pada usia lebih dini yang sama, yaitu usia 6-60 bulan.15
dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat. Oleh karena adanya kesamaan usia anak yang rentan
Kejang demam sederhana biasanya bersifat tidak terkena kejang demam dan mengalami permasalahan
berbahaya, tetapi anak dengan kejang demam kompleks gizi yang dinilai melalui indikator status gizi, tidak
berada pada risiko untuk mengalami epilepsi di masa spesifiknya etiologi dari kejang demam, serta kurangnya
depan.2 Etiologi kejang demam masih belum dapat penelitian terkait status gizi dan keterkaitannya terhadap
dipastikan sehingga hanya dapat dinilai dari berbagai anak kejang demam lebih lanjut terhadap usia kejang
faktor risiko, yaitu keterlambatan perkembangan, demam pertama, penulis tertarik untuk meneliti
riwayat kejang demam pada keluarga, dan adanya tentang hubungan status gizi dengan usia pertama
defisiensi zat besi dan zinc.5 kejang demam pada anak. Tulisan ini dibuat untuk
Fredlina dkk6 pada tahun 2018 memaparkan salah mengetahui hubungan status gizi dengan usia kejang
satu masalah utama pemerintah Indonesia untuk anak demam pertama pada anak.
balita adalah status gizi buruk yang berdampak tingginya
prevalensi anemia pada balita. Gangguan gizi dan
kesehatan rentan terjadi pada anak usia kurang 5 tahun.7
Hasil Riskesdas tahun 20188, menunjukkan peringkat Metode
provinsi Sumatera Barat berada di atas rata - rata seluruh
provinsi di Indonesia untuk status gizi buruk dan gizi Jenis penelitian ini adalah analitik observasional cross
kurang pada balita. Status gizi merupakan salah satu sectional dengan pendekatan retrospektif. Digunakan
faktor yang memengaruhi perkembangan seorang data sekunder rekam medis pasien rawat inap kejang
anak. Penggunaan metode penilaian status gizi yang demam anak periode Januari – Desember 2019.
paling sering berupa antropometri gizi berdasarkan nilai Penelitian dilaksanakan pada 07 sampai dengan 21
ukuran dimensi dan komposisi tubuh (berat badan, November 2020. Populasi penelitian adalah pasien
tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak rawat inap kejang demam anak periode Januari -
bawah kulit).9,10 Desember 2019 di RSUD Prof. Dr. M. A. Hanafiah SM
Hairunis dkk11 tahun 2018 menjelaskan terdapat Batusangkar, Sumatera Barat. Sampel penelitian adalah
hubungan yang signifikan antara status gizi dengan populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan
perkembangan anak. Perkembangan yang terhambat sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling.
dan tidak optimal berdasarkan usianya, rentan terjadi Kriteria inklusi adalah anak dengan kejang demam, baik
pada anak dengan status gizi kurang.11 Anak akan sederhana maupun kompleks; berusia 6-60 bulan ketika
rentan terhadap infeksi apabila kebutuhan gizinya terjadi kejang demam pertama; tercatat sebagai pasien
tidak terpenuhi.11 Kejang demam dapat dipresipitasi rawat inap di RSUD Prof. Dr. M. A. Hanafiah SM
oleh infeksi virus terutama pada infeksi saluran Batusangkar; memiliki kelengkapan data rekam medis.
pernapasan atas, bakteri, dan pasca vaksinasi.12 Infeksi Kelengkapan data tersebutmencakup jenis kelamin, usia
saluran pernapasan akut, otitis media, pneumonia, kejang demam pertama, berat badan, panjang/tinggi
gastroenteritis, infeksi saluran kemih merupakan badan. Kriteria eksklusi adalah anak yang memiliki salah
penyebab infeksi tersering yang menyebabkan demam satu atau lebih kondisi epilepsi, kejang tanpa demam,
pada kasus kejang demam.5 Kakalang dkk13 pada tahun riwayat gangguan neurologis/neurodevelopmental
2016 mendapatkan 67,3% distribusi kejang demam sebelum kejang demam pertama, dan infeksi sistem saraf
terjadi pada anak dengan status gizi normal. Hasil pusat. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik

Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021 29


Ririn Intania dkk: Hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama

dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Tabel 1. Karakteristik sampel
Kuala dengan nomor 244/EA/FK-RSUDZA/2020. Karakteristik sampel Frekuensi Persentase
Data antropometri untuk penilaian status gizi anak (n) (%)
diolah dengan menggunakan perangkat lunak WHO Jenis kelamin
Anthro® untuk mendapatkan nilai z-score. Nilai z-score Laki-laki 65 68,4
selanjutnya berperan dalam menentukan kategori status Perempuan 30 31,6
gizi anak. Penggolongan status gizi berpedoman pada Usia kejang demam pertama
tabel indeks antropometri Permenkes No. 2 tahun 2020. Bayi (<12 bulan) 18 18,9
Penilaian status gizi anak ditentukan berdasarkan nilai Batita (12≤usia<36 bulan) 55 57,9
z-score indeks IMT/U dan BB/PB atau BB/TB pada Pra sekolah (36≤usia≤60bulan) 22 23,2
anak usia 0-24 bulan dan usia 24-60 bulan sesuai dengan Klasifikasi kejang demam
jenis kelamin anak. Sederhana 66 69,5
Data penelitian yang diambil kemudian dimasukkan Kompleks 29 30,5
ke dalam program perangkat lunak SPSS® 22 untuk Riwayat kejang demam keluarga
dilakukan uji analisis univariat dan bivariat. Tidak ada 60 63,2
Ada 35 36,8
Kondisi penyakit yang menyertai kejang demam
Hasil Infeksi saluran napas atas 62 65,3
Infeksi saluran napas bawah 12 12,6
Penelitian ini dilaksanakan di unit rekam medis RSUD Gastroenteritis akut 14 14,7
Prof. Dr. M. A. Hanafiah SM Batusangkar, Sumatera Infeksi saluran kemih 2 2,1
Barat pada 07 sampai dengan 21 November 2020. Demam tifoid 3 3,1
Sampel penelitian adalah 95 anak yang memenuhi Morbili 1 1,1
kriteria inklusi. Karakteristik sampel dari penelitian Sindrom Steven Johnson 1 1,1
ini tertera pada Tabel 1. Karakteristik umum sampel
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, kelompok
usia, klasifikasi kejang demam, riwayat kejang demam
keluarga, dan kondisi penyakit yang menyertai kejang
demam. Penilaian status gizi balita ditentukan sesuai dengan
Tabel 1 menunjukkan sebagian besar berjenis Permenkes No. 2 Tahun 2020 berdasarkan indeks
kelamin laki – laki dengan jumlah 65 (68,4 %), dan IMT/U dan indeks BB/PB atau BB/TB tertera pada
sisanya adalah 30 perempuan (31,6 %). Usia kejang Tabel 2 dan 3. Data tinggi badan, berat badan, dan
demam pertama sebagian besar berada pada kelompok usia dalam bulan penuh diolah dengan menggunakan
usia batita (12≤ usia <36 bulan) sebanyak 57,9%, aplikasi WHO Anthro untuk mendapatkan nilai
diikuti kelompok pra sekolah 23,2%, dan kelompok z-score dan status gizi diinterpretasikan sesuai dengan
bayi (<12 bulan) 18,9%. Klasifikasi kejang demam Permenkes No. 2 Tahun 2020 berdasarkan indeks
mendapatkan 66 (69,5%) mengalami kejang demam IMT/U dan indeks BB/PB atau BB/TB menggunakan
sederhana dan 29 (30,5%) mengalami kejang demam formula pada Microsoft Excel.
kompleks. Kategori riwayat kejang demam pada Berdasarkan indeks IMT/U pada Tabel 2, didapatkan
keluarga didapatkan 60 (63,2 %) tidak memiliki riwayat 48 (50,5%) sampel dengan gizi baik, 32 (33,7%) gizi
dan 35 (36,8%) memiliki riwayat kejang demam pada kurang, 7 (7,4%) berisiko gizi lebih, 4 (4,2%) gizi
keluarga. Sebagian besar infeksi yang menyertai anak lebih, 4 (4,2%) gizi buruk, dan tidak ditemukan sampel
dengan kejang demam adalah infeksi saluran napas dengan obesitas.
atas dengan jumlah 62 (65,3%) kasus, 14 (14,7%) Berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB pada Tabel
gastroenteritis akut, 12 (12,6%) infeksi saluran napas 3, didapatkan 49 (51,6 %) sampel dengan gizi baik, 32
bawah, 3 (3,1 %) demam tifoid, 2 (2,1%) infeksi saluran (33,7 %) gizi kurang, 9 (9,5%) berisiko gizi lebih, 3 (3,2
kemih, 1 (1,1%) Sindrom Steven Johnson, dan serta 1 %) gizi buruk, 2 (2,0 %) gizi lebih, dan tidak ditemukan
(1,1 %) kasus morbili. sampel dengan obesitas.

30 Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021


Ririn Intania dkk: Hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama

Tabel 2. Gambaran status gizi berdasarkan IMT/U Tabel 4. Hubungan status gizi berdasarkan indeks IMT/U
Status gizi IMT/U Frekuensi (n) % dengan usia kejang demam pertama pada anak
Gizi buruk 4 4,2 Usia kejang
Gizi kurang 32 33,7 Status gizi demam pertama Total p
Gizi baik 48 50,5 IMT/U Bayi Batita Anak pra
Berisiko gizi lebih 7 7,4 sekolah
Gizi lebih 4 4,2 Gizi buruk 0 3 1 4
Obesitas 0 0,0 Gizi kurang 5 24 3 32
Total 95 100 Gizi baik 11 24 13 48
Berisiko gizi 0,260
2 3 2 7
Tabel 3. Gambaran status gizi berdasarkan indeks BB/PB lebih
atau BB/TB Gizi lebih 0 1 3 4
Status gizi BB/PB atau Frekuensi (n) % Obesitas 0 0 0 0
BB/TB Total 18 55 22 95
Gizi buruk 3 3,2
Gizi kurang 32 33,7
Gizi baik 49 51,6 Tabel 5. Hubungan status gizi berdasarkan indeks BB/PB
Berisiko gizi lebih 9 9,5 atau BB/TB
Gizi lebih 2 2,0 Usia kejang
Obesitas 0 0,0 Status gizi BB/ demam pertama Total p
Total 95 100 PB atau BB/TB Bayi Batita Anak pra
sekolah
Gizi buruk 0 2 1 3
Secara umum, hasil penilaian status gizi berdasarkan Gizi kurang 4 25 3 32
indeks IMT/U memiliki kesamaan dengan indeks Gizi baik 12 24 13 49
BB/PB atau BB/PB, kecuali terdapat perbedaan pada Berisiko gizi 0,386
2 4 3 9
beberapa penggolongan kategori status gizi anak lebih
yang mencakup terdapat 1 anak termasuk kategori Gizi lebih 0 0 2 2
kondisi status gizi buruk berdasarkan indeks IMT/U, Obesitas 0 0 0 0
tetapi tergolong gizi kurang berdasarkan indeks BB/ Total 18 55 22 95
PB atau BB/TB; 1 anak termasuk status gizi kurang
berdasarkan indeks IMT/U, tetapi tergolong status gizi
baik berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB; 1 anak tertera pada Tabel 4 untuk penilaian berdasarkan indeks
termasuk berisiko gizi lebih berdasarkan indeks IMT/U, IMT/U dan Tabel 5 untuk penilaian berdasarkan indeks
tetapi tergolong status gizi baik berdasarkan indeks BB/ BB/PB atau BB/TB.
PB atau BB/TB; serta terdapat 2 anak dengan status Berdasarkan uji korelasi Spearman yang dilakukan
gizi lebih berdasarkan indeks IMT/U, tetapi termasuk terhadap status gizi berdasarkan indeks IMT/U dengan
berisiko gizi lebih berdasarkan indeks BB/PB atau usia kejang demam pertama didapatkan nilai p=0,260
BB/TB. Perbedaan ini dimungkinkan karena tingkat (p>α; α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan
sensitivitas masing-masing indeks yang berbeda. Indeks bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi
IMT/U lebih sensitif untuk penilaian anak dengan gizi berdasarkan indeks IMT/U terhadap usia kejang
lebih dan obesitas, sementara indeks BB/PB atau BB/ demam pertama pada anak sesuai tabel. Berdasarkan
TB sensitif untuk identifikasi anak dengan gizi kurang, uji korelasi Spearman yang dilakukan terhadap status
gizi buruk, dan risiko gizi lebih.16 gizi berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB dengan
Variabel penelitian adalah status gizi (variabel usia kejang demam pertama didapatkan nilai p=0,386
independen) dan usia kejang demam pertama (variabel (p>α; α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
dependen). Uji korelasi yang digunakan adalah uji tidak terdapat hubungan antara status gizi berdasarkan
korelasi Spearman. Hasil uji statistik hubungan status indeks BB/PB atau BB/TB terhadap usia kejang demam
gizi terhadap usia kejang demam pertama pada anak pertama pada anak sesuai tabel.

Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021 31


Ririn Intania dkk: Hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama

Pembahasan pertambahan usia, terjadi penurunan kejadian kejang


demam. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa
Sebagian besar sampel penelitian ini merupakan anak kematangan dan myelinisasi pada otak meningkat secara
laki-laki (68,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh progresif seiring dengan peningkatan usia.18
Kakalang dkk13 pada tahun 2016 di RSUP Prof. Dr. R. Hasil penelitian oleh Birua dkk20 juga mendukung
D. Kandou Manado, yang mendapatkan 66% kasus penelitian ini dengan mendapatkan usia kejang demam
anak kejang demam merupakan laki-laki. pertama pada anak cenderung terjadi pada usia 13-
Selain itu, penelitian oleh Presto dkk 17 pada 24 bulan. Birua dkk20 menyimpulkan bahwa dengan
tahun 2020 menunjukkan rata–rata ukuran foramen pertambahan usia, prevalensi kejang demam mengalami
parietal pada anak laki–laki cenderung lebih sempit penurunan, dan penurunan terutama terjadi setelah
dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini usia 59 bulan. Penelitian tersebut menyimpulkan
dimungkinkan disebabkan adanya dimorfisme seksual bahwa insiden kejang demam menurun secara nyata
pada anak laki–laki pada proses osifikasi parietal yang setelah usia empat tahun dan jarang terjadi pada anak
menyebabkan ukuran foramen parietalnya lebih sempit dengan usia yang lebih tua dari 7 tahun dan kejadian
dibandingkan anak perempuan.17 Keterkaitan ukuran puncak kejang demam berada pada usia sekitar 18
foramen dengan kejadian kejang demam dinilai dari bulan.20 Jadi, usia berperan penting dalam menentukan
ukuran foramen parietal yang sempit memengaruhi seorang anak rentan mengalami kejang demam dan
drainase vena otak.17 Foramen parietal dan kanalis penurunan risiko kekambuhan kejang demam seiring
kondilaris berperan sebagai tempat lewat vena emissaria dengan pertambahan usia. Walaupun mekanisme
parietal dan vena emissaria oksipital.17 Vena emissaria peningkatan kerentanan berdasarkan usia masih belum
memiliki katup yang sedikit sehingga memungkinkan jelas, penelitian dengan model hewan menunjukkan
peranan penting mereka dalam mekanisme pendinginan adanya peningkatan eksitabilitas neuronal selama proses
otak selektif melalui aliran dua arah dari permukaan pematangan otak yang normal.20
evaporasi pada kepala.17 Adanya apertura kranium Kategori klasifikasi kejang demam menunjukkan
yang sempit menyebabkan aliran ke luar vena serebral sebagian besar anak yang mengalami kejang demam
berkurang sehingga mekanisme pendinginan otak pertama mengalami kejang demam sederhana (69,5%),
menjadi tertunda. Kondisi ini memungkinkan demam sementara sisanya mengalami kejang demam kompleks.
untuk bertahan dan dapat menyebabkan terjadinya Penentuan klasifikasi kejang demam sesuai dengan
kejang demam pada anak.17 yang tertera dalam status rekam medis anak. Penentuan
Berdasarkan distribusi menurut kelompok umur, klasifikasi dimungkinkan berdasarkan anamnesis
didapatkan 55 (57,9%) sampel yang mengalami kejang keluarga dan keadaan anak saat dirawat pada hari
demam berada pada kelompok usia batita, 22 (23,2 pertama kejang demam berupa sifat kejang demam
%) berada pada kelompok usia anak pra sekolah, dan (fokal/general), durasi kejang (<15 menit / >15
18 (18,9 %) berada pada kelompok usia bayi sehingga menit), kejang berulang dalam 24 jam atau tidak.
dapat disimpulkan mayoritas usia kejang demam Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian
pertama terjadi pada rentang usia batita (12 bulan ≤ oleh Kakalang dkk13yang mendapatkan kejang demam
usia <36 bulan). Hal ini didukung oleh penelitian yang kompleks lebih banyak (60,7%) dibanding kejang
dilakukan oleh Saheb dkk18 yang menyatakan bahwa demam sederhana (39,3 %).
kejadian infeksi lebih sering terjadi pada kelompok Berdasarkan ada atau tidaknya riwayat keluarga,
umur 13-24 bulan karena aktivitas imunologi yang penelitian ini menunjukkan sebagian besar sampel
belum matang. Peningkatan kejadian infeksi cenderung (63,2%) tidak memiliki riwayat kejang demam pada
meningkatkan kejadian demam. Apabila hal ini tidak keluarga. Hal ini berbeda dengan penelitian oleh
tertangani dengan baik, akibat aktivitas imunologi yang Arifuddin dkk21 tahun 2016 yang melaporkan 60,8%
belum matang, dapat menimbulkan kejang demam. sampel anak dengan kejang demam memiliki riwayat
Demam merupakan respon tubuh yang normal terhadap kejang pada keluarga. Hal tersebut disebabkan karena
infeksi. Pelepasan sitokin dalam jumlah banyak selama adanya peranan mutasi gen yang diturunkan oleh
demam dapat mengubah aktivitas otak normal sehingga keluarga yang memengaruhi eksitabilitas ion pada
dapat memicu terjadinya kejang.19 Seiring dengan membran sel pada anak yang kemudian dapat memicu
terjadinya kejang demam.21 Penelitian Chung dkk22

32 Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021


Ririn Intania dkk: Hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama

juga menjelaskan bahwa riwayat kejang pada keluarga penelitian oleh Kakalang dkk13 pada tahun 2016 yang
memiliki peran yang menentukan kemungkinan mendapatkan 67,3% anak dengan kejang demam
kejang demam berulang pada anak dan kemungkinan memiliki status gizi yang normal / baik. Hasil berbeda
berkembang menjadi kejang tanpa demam / epilepsi didapat Hussain dkk14 bahwa mayoritas anak dengan
di masa depan. Perbedaan pada hasil penelitian ini kejang demam mengalami malnutrisi dengan persebaran
dimungkinkan disebabkan adanya faktor lain yang 47 anak dengan kejang demam sederhana dan 17 anak
lebih dominan yang memicu terjadinya kejang demam kejang demam kompleks.
dibandingkan riwayat keluarga. Kami tidak menemukan adanya hubungan status
Penyebab yang mendasari kejang demam biasanya gizi terhadap usia kejang demam pertama pada anak.
bersifat sekunder terhadap suatu episode demam. Hal Penelitian ini didukung oleh studi yang dilakukan Oseni
ini terkait dengan infeksi virus ataupun infeksi bakteri dkk25 pada tahun 2002 di Nigeria, dinyatakan bahwa
yang berasal dari suatu proses ekstrakranial.23 Kondisi kejang demam lebih umum terjadi pada anak dengan
penyakit yang menyertai kejang demam sebagian besar status gizi yang baik, dan tidak terdapat perbedaan pada
disebabkan oleh infeksi saluran napas atas (65,3%), uji beda yang dilakukan terhadap status gizi pada anak
diikuti gastroenteritis akut (14,7%), infeksi saluran napas yang mengalami kejang demam. Penelitian ini juga
bawah (12,6 %), dan sebagian kecilnya disebabkan oleh belum mampu menjelaskan hubungan sebab akibat
demam tifoid, Sindrom Steven Johnson, dan morbili. antara status gizi terhadap kejang demam.25 Hasil
Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian Kavanagh sejalan ditunjukkan oleh penelitian Hussain dkk,14
dkk23 bahwa infeksi yang paling sering terjadi pada ditemukan tidak terdapat hubungan antara status gizi
anak dengan kejang demam adalah infeksi virus pada dengan kejadian kejang demam.14 Perbedaan hasil
traktur respiratorius bagian atas. Selain itu, infeksi penelitian yang terjadi dapat disebabkan oleh variasi
lainnya yang umum terjadi pada masa kanak, seperti perbedaan ukuran, kecenderungan, etnis, dan kondisi
herpes dan infeksi virus lainnya, termasuk infeksi bakteri sosioekonomi dari sampel kejang demam.14
pada traktus respiratorius bagian atas dan bawah, serta Berdasarkan penelitian oleh Fuadi dkk,26 usia kejang
gastroenteritis.23 Kejang demam terjadi pada anak pada demam pertama dipengaruhi oleh maturasi otak yang
masa perkembangan ketika ambang batas terhadap kejang belum sempurna terutama pada usia kurang dari dua
masih tergolong rendah.24 Lebih lanjut, anak pada usia tahun. Pada penelitian tersebut didapatkan sebagian
balita cenderung rentan mengalami berbagai infeksi yang besar anak mengalami kejang demam pertama pada usia
sering terjadi pada masa kanak berupa infeksi saluran kurang dari dua tahun dan berdasarkan hasil uji statistik
napas bagian atas, otitis media, dan infeksi virus lainnya.24 menyimpulkan bahwa anak dengan usia kurang dari dua
Berdasarkan studi pada hewan, adanya kombinasi faktor- tahun berisiko 3,4 kali lebih besar mengalami bangkitan
faktor sebelumnya berperan dalam memengaruhi faktor kejang demam dibanding anak dengan usia lebih dari
pirogen endogen, seperti interleukin 1 beta, peningkatan dua tahun. Anak dengan kejang demam pertama pada
eksitabilitas neuronal, menghubungkan terjadinya penelitian ini sebagian besar berada pada kelompok usia
demam dengan aktivitas kejang.24 Penelitian pada anak batita (12 bulan ≤ usia <36 bulan).
belum menemukan kejelasan signifikansi peranan klinis Maturasi otak yang belum sempurna pada usia
dan patologis sitokin teraktivasi terhadap patogenesis dari kurang dari dua tahun, pada kondisi ini reseptor otak
kejang demam.24 untuk neurotransmitter eksitatorik dan inhibitorik
Rata-rata lama rawat inap pasien kejang demam belum seimbang. 26 Reseptor neurotransmitter
anak di RSUD Prof. Dr. M. A. Hanafiah pada eksitatorik asam glutamat baik ionotropik maupun
tahun 2019 adalah 3,77 hari. Hal ini dimungkinkan metabotropik cenderung lebih aktif dibanding
bertujuan untuk observasi kemungkinan terjadinya neurotransmitter inhibitorik GABA sehingga terjadi
kejang berulang dalam 24 jam untuk membedakan dominansi eksitasi pada otak yang belum matang.26
terjadinya kejang demam kompleks dengan kejang Juga, pada otak yang belum matang terdapat tingginya
demam sederhana, dan untuk menurunkan demam kadar CRH (corticotropin releasing hormone) yang
serta memulihkan infeksi yang mendasari terjadinya merupakan neuropeptid eksitator yang berpotensi
kejang demam pada anak. sebagai prokonvulsan sehingga dapat mendukung
Mayoritas anak yang mengalami kejang demam terjadinya bangkitan kejang pada anak ketika terjadi
memiliki status gizi yang baik. Hal ini didukung oleh demam.26

Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021 33


Ririn Intania dkk: Hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama

Selain itu, usia kejang demam pertama dapat 4. Vebriasa A, Herini ES, Triasih R. Hubungan antara riwayat
dipengaruhi oleh riwayat kejang demam pada kejang pada keluarga dengan tipe kejang demam dan usia saat
kejang demam pertama. Sari Pediatri 2013;15:137–40.
keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Vebriasa dkk4
5. Aswin A, Muhyi A, Hasanah N. Hubungan kadar hemoglobin
menyimpulkan bahwa kejang demam pertama pada dengan kejang demam pada anak yang disebabkan infeksi
anak terjadi pada usia yang lebih dini pada anak yang saluran pernapasan akut: studi kasus kontrol. Sari Pediatri
memiliki riwayat kejang pada keluarga, dengan nilai 2019;20:270-5.
median 13,0 (11,0-18,0) bulan, dibandingkan anak 6. Fredlina J, Malik R. Hubungan status gizi terhadap anemia
tanpa riwayat kejang pada keluarga, dengan nilai median pada balita di Kelurahan Tomang Kecamatan Grogol
Petamburan Jakarta Barat periode Januari 2015. Tarumanagara
17,0 (11,0-29,0) bulan.
Med J 2018;1:110–5.
Hal ini menunjukkan terdapat kondisi yang bersifat 7. Pratama HA. Hubungan anemia defisiensi besi dengan status
multifaktorial yang dapat memicu terjadinya kejang gizi pada balita di RSUD Kardinah [Internet]. Universitas
demam pertama. Usia kejang demam pertama tidak Muhammadiyah Semarang; 2016. Diakses pada 26 Mei 2021.
dapat dinilai hanya dari status gizi saat anak mengalami Didapat dari: http://lib.unimus.ac.id.
kejang. Adanya status gizi dimungkinkan berperan 8. Kemkes RI. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
menyertai kondisi anak dengan kejang demam, tetapi
RI; 2018.
bukan sebagai faktor risiko utama yang memengaruhi 9. Rohimah E, Kustiyah L, Hernawati N. Pola konsumsi,
secara langsung kejang demam pertama pada anak. status kesehatan dan hubungannya dengan status gizi dan
Gizi anak tetap harus dijaga dengan baik untuk perkembangan balita. Jurnal Gizi Pangan 2015;10:93-100.
pertumbuhan, perkembangan, serta imunitas yang 10. Simbolon D. Pencegahan stunting melalui intervensi gizi spesifik
optimal, agar anak terhindar dari infeksi dan demam, pada ibu menyusui anak usia 0-24 bulan. Azizah N, penyunting.
sehingga dapat terhindar dari kejang demam. Bengkulu: Media Sahabat Cendekia; 2019.h.35-6.
11. Hairunis MN, Salimo H, Dewi YLR. Hubungan status gizi
Keterbatasan penelitian ini adalah terdapat beberapa dan stimulasi tumbuh kembang dengan perkembangan balita.
data dan keterangan klinis yang kurang lengkap pada Sari Pediatri 2018;20:146-51.
dokumen rekam medis sehingga tidak seluruh data 12. El-Radhi AS. Clinical manual of fever in children. Edisi kedua.
pasien dapat digunakan. Orpington: Springer International Publishing; 2018.h.179–
92.
13. Kakalang JP, Masloman N, Manoppo JIC. Profil kejang demam
di bagian ilmu kesehatan anak RSUP Prof . Dr . R . D. Kandou
Kesimpulan Manado. J e-Clinic 2016;4:1–6.
14. Hussain S, Tarar SH, Sabir MUD. Febrile seizures :
Anak dengan kejang demam pertama paling banyak demographic, clinical and etiological profile of children
berada dalam kelompok usia batita dengan persentase admitted with febrile seizures in a tertiary care hospital. J Pak
Med Assoc 2015;65:1008-10.
57,9%. Sementara anak dengan kejang demam pertama 15. Permatasari SPY, Gurnida DA, Chairulfatah A. Kemampuan
memiliki kondisi gizi yang baik (50,5% berdasarkan alat deteksi dini risiko malnutrisi menurut American Society
indeks IMT/U dan 51,6% berdasarkan indeks BB/PB for Parenteral and Enteral Nutrition pada Anak 6-60 Bulan
atau BB/TB). Hasil penelitian juga tidak mendapatkan oleh Orang Tua. Sari Pediatri 2019;21:50-6.
hubungan bermakna antara status gizi dengan usia 16. Kemkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
kejang demam pertama pada anak. Nomor 2 Tahun 2020. Jakarta-:. Kemkes RI 2020.h.1-78.
17. Presto P, D’Souza P, Kopacz A, Hanson KA, Nagy L.
Association between foramen size and febrile seizure status in
the pediatric population: a two-center retrospective analysis.
Daftar pustaka J Neurosci Rural Pract 2020;11:430–5.
18. Saheb SA. A study of febrile convulsions with a bacteremia
1. Deng L, Gidding H, Macartney K, dkk. Postvaccination incidence in a tertiary care teaching hospital in Andhra
febrile seizure severity and outcome. Pediatrics 2019;143: Pradesh. Int J Contemp Pediatr 2020;7:1885.
e20182120. doi:10.1542/peds.2018-2120. 19. Laino D, Mencaroni E, Esposito S. Management of pediatric
2. Leung A, Hon K, Leung T. Febrile seizures: an overview. Drugs febrile seizures. Int J Environ Res Pub Health 2018;15:2232.
in Context Peer Rev J 2018;7:2. 20. Birua S, Sarkar S, Bera A, Khan K. Clinico-demographic profile
3. Patel N, Choudhary S MS. The association between iron of febrile seizure and its association with iron deficiency. J
deficiency anemia and febrile convulsion. J Med Sci Clin Res Nepal Paediatr Soc 2019;39:72-8.
2017;05:27478-81. 21. Arifuddin A. Analisis faktor risiko kejadian kejang demam. J

34 Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021


Ririn Intania dkk: Hubungan status gizi dengan usia kejang demam pertama

Kesehat Tadulako 2016;2:60-72. risk factor for febrile seizure. J Med Sci Clin Res 2019;07:256.
22. Chung S. Febrile seizures. Korean J Pediatrics 2014;57:384-95. 25. Oseni SBA, Esimai C, Oyedeji GA, Adelekan DA. Indices of
23. Kavanagh FA, Heaton PA, Cannon A, Paul SP. Recognition nutritional status in children with febrile convulsion. Nutr
and management of febrile convulsions in children. Brit J Nurs Health 2002;16:143-4.
2018;27:1156-62. 26. Fuadi F, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor risiko bangkitan
24. Kumari L, Agrawal SD. Low zinc and iron status : a possible kejang demam pada anak. Sari Pediatri 2010;12:142-9.

Sari Pediatri, Vol. 23, No. 1, Juni 2021 35


Imansari Amerta Nutr (2021). 1-7 1
DOI: 10.20473/amnt.v5i1.2021. 1-7

RESEARCH STUDY Open Access

Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan


Kader Melakukan Konseling Gizi di Posyandu

The Effect of Nutrition Education in Cadre Knowledge, Attitude, and Skills of


Nutrition Counselling in Integrated Service Post (Posyandu)

Adillah Imansari1, Siti Madanijah1, Lilik Kustiyah1

ABSTRAK

Latar Belakang: Kegiatan kader melakukan konseling di posyandu dalam pelaksanaannya belum berjalan dengan maksimal.
Hal ini karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan kader yang belum memadai.
Tujuan: Mendiskripsikan dan menganalisis pemberian pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan
konseling gizi di posyandu.
Metode: Desain penelitian ini menggunakan non-randomized pretest-posttest control group. Subjek penelitian berjumlah 60
kader dari Kecamatan Tatanga, Kota Palu yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kontrol. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Juni –Agustus 2019. Kelompok intervensi diberikan pendidikan gizi dengan metode simuasi dan
teknik menggunakan media modul dan kelompok kontrol diberikan pendidikan gizi dengan metode ceramah tanpa modul.
Analisis data berupa analisis deskriptif dan bivariat.
Hasil: Hasil penelitian sebelum intervensi (pre-test) menunjukkan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, lama menjadi
kader dan frekuensi mengikuti pelatihan), skor pengetahuan, skor sikap dan skor keterampilan konseling tidak berbeda
signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol. Hasil setelah intervensi (post-test) menunjukkan terdapat perbedaan
signifikan skor pengetahuan, sikap dan keterampilan konseling pada kelompok intervensi yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan kontrol.
Kesimpulan: Pendidikan gizi berpengaruh signifikan pada nilai pengetahuan, sikap dan keterampilan konseling pada
kelompok intervensi yang cenderung lebih baik dariapda kelompok kontrol. Metode simulasi dan praktik merupakan metode
yang efektif pada pengetahuan, sikap dan keterampilan kader dalam melakukan konseling di posyandu.

Kata kunci: Kader, Konseling Gizi, Pendidikan Gizi, Posyandu

ABSTRACT

Background: Cadre activities at Posyandu in its implementation have not been running optimally. This ini because it requires
inadequate knowledge and skills of cadres.
Objectives: to describe and analyze the effect of nutrition education in cadre’s knowledge, attitudes, and skills of nutrition
counseling at posyandu
Methods: The design of this study used non-randomized pretest- posttest control group. The research subjects consisted of 60
cadres Tatanga District, Palu City which was divided into 2 groups, were the intervention and control groups. This research
was conducted in June until August 2019. The intervention group was given nutrition education with simulation and practice
using modules and the control group was given nutrition education without modules. Data analysis used descriptive and
bivariate analysis.
Results: The result of pre-test showed characteristic (age, education, occupation, length of time for cadres and frequency of
training), knowledge, attitude and counseling skills scores did not differ significantly between the intervention and control
group. The result of post-test showed a significant difference between knowledge, attitude and counseling skills in the
intervention group that was higher than the control.
Conclusions: Nutrition education is important in the value of knowledge, attitudes, and counseling skills in the group better
than the control group. Simulation and practice methods are effective methods for cadre knowledge, attitude, skills in
counselling at posyandu.

Keywords: Cadres, Nutrition Counselling, Nutrition Education, Posyandu

*Korespondensi:
imansari.adillah@gmail.com*
Adillah Imansari
1Departemen Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Indonesia

©2021. Imansari Open access under CC BY – SA license.


Received:14-02-2020, Accepted: 24-10-2020, Published online:19-03-2021
doi: 10.20473/amnt.v5i1.2021.1-7. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Imansari Amerta Nutr (2021). 1-7 2
DOI: 10.20473/amnt.v5i1.2021. 1-7

PENDAHULUAN Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposif


Masalah gizi kronis pada usia balita (bayi di berdasarkan karakteristik wilayah yang memiliki kader
bawah lima tahun) memiliki dampak jangka panjang yang aktif namun kegiatan konseling gizi di posyandu
terhadap kualitas sumber daya manusia1. Berdasarkan belum berjalan, serta kesediaan wilayah puskesmas
data Kementerian kesehatan (Kemenkes) dalam hasil dijadikan tempat penelitian. Penelitian ini telah
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) di Indonesia mendapatkan persetujuan dari komisi etik penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi status gizi buruk balita yang melibatkan subyek manusia Institut Pertanian Bogor
sebesar 3.9%, gizi kurang sebesar 17.7% dan stunting (IPB) dengan nomor 136/IT3.KEPMSM-IPB/SK/2018.
sebesar 29.9%2. Sementara itu, data Kemenkes dalam Subjek penelitian ini adalah seluruh kader di
hasil pemantauan status gizi (PGS 2017) menunjukkan Kecamatan Tatanga, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Sampel
bahwa prevalensi gizi buruk balita sebesar 12.5%, gizi dalam penelitian ini adalah seluruh kader dalam kategori
kurang sebesar 24.1% dan stunting sebesar 36.8%3. posyandu madya yaitu posyandu yang memiliki kader
Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan beranggotakan 5 orang serta melalui kriteria inklusi dan
salah satunya adalah pembangunan kesehatan dalam eksklusi. Kriteria inklusi meliputi kader yang terdaftar di
periode 2015-2019 yang berfokus pada peningkatan Kecamatan Tatanga, bisa membaca dan menulis, bersedia
pelayanan kesehatan masyarakat yaitu meningkatkan mengisi informed consent dan mengikuti seluruh kegiatan
status gizi masyarakat, khususnya status gizi pada balita4. intervensi. Kriteria eksklusi meliputi kader dalam waktu 6
Salah satu pelayanan kesehatan berbasis masyarakat bulan terakhir tidak aktif dalam kegaitan posyandu.
yang salah satunya berfokus dalam mendeteksi dan Perhitungan sampel menggunakan uji hipotesis beda
meningkatkan status gizi balita adalah Pos pelayanan proporsi dua populasi dengan mengacu pada hasil
terpadu5. Keberhasilan kegiatan posyandu tidak lepas penelitian Rahmawati tahun 2019 yang menghasilkan
dari peran aktif kader sebagai pendorong proses minimal 28 subjek setiap kelompok. Jumlah subjek yang
perubahan di masyarakat dan sebagai penghubung serta dikumpulkan sebanyak 60 subjek yang dibagi dalam 2
fasilitas yang mendukung dalam melaksanakan kegiatan kelompok yaitu kelompok intervensi dan kontrol8.
Posyandu67. Kegiatan tersebut dikenal dengan istilah lima Data karakteristik kader (umur, pendidikan,
meja (pendaftaran, penimbangan, pencatatan, konseling pekerjaan kader, lama menjadi kader dan pernah
dan pelayanan kesehatan). Namun dalam tidaknya mengikuti pelatihan) dikumpulkan dengan cara
pelaksanaannya, kader tidak maksimal melaksanakan pengisian kuesioner. Data pengetahuan kader diperoleh
kegiatan posyandu yaitu konseling gizi7. dengan cara pengisian kuesioner berisi pertanyaan
Penelitian Rahmawati pada kader di Kecamatan tentang status gizi (stunting), ASI (Air Susu Ibu) Eksklusif,
Ciomas kota Bogor menyebutkan bahwa konseling gizi MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu),
jarang dilakukan kader disebabkan oleh kondisi di pemantauan pertumbuhan dan konseling gizi dengan
lapangan seperti keterbatasan waktu dan fasilitas (alat jumlah 17 soal dalam bentuk pilihan ganda. Data sikap
bantu media konseling dan pengukuran panjang badan) diperoleh dengan cara pengisian kuesioner 10 pernyataan
serta kader belum memiliki keberanian dan keterampilan sikap positif tentang ASI, MP-ASI, pemantauan
yang memadai8. Kualitas sumber daya kader yang masih pertumbuhan dan konseling gizi. Data keterampilan
kurang dapat disebabkan oleh pengetahuan dan konseling diperoleh dengan cara pengisian lembar
keterampilan kader yang belum memadai untuk penilaian observasi yang diisi oleh peneliti. Lembar
melakukan konseling gizi di posyandu9. Selain itu, tidak penilaian terdiri dari 12 indikator tentang keterampilan
ada pedoman pelatihan dalam manajemen pelatihan konseling gizi yang merupakan hasil modifikasi dari
kader dan perencanaan pelatihan tidak melibatkan kader penelitian Rahmawati8. Uji validitas dan reliabilitas
sehingga pelaksanaan pelatihan tidak sesuai dengan dilakukan pada 30 orang kader posyandu di wilayah kerja
tujuan pelatihan kader dan evaluasi tidak dilakukan puskesmas Nosarara Palu. Hasil uji untuk kuesioner
setelah pelatihan10. pengetahuan (nilai Cronbach’s Alpha 0.68), sikap (nilai
Pendidikan gizi merupakan kombinasi strategi Cronbach’s Alpha 0.633), keterampilan konseling gizi
terencana yang betujuan untuk meningkatkan (nilai Cronbach’s Alpha 0.628), sehingga diperoleh nilai
pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku11. Sementara Cronbach’s Alpha >0.6 yang menyatakan item pertanyaan
itu, metode pelatihan yang efektif adalah metode yang reliabel.
tidak hanya ceramah namun disertai dengan simulasi, Pengambilan data pre-test (pengetahuan, sikap
praktik dan diikuti studi kasus sehingga akan dan keterampilan) dilakukan sebelum pelatihan kader.
mempermudah penyampaian informasi, pemahaman Kelompok intervensi diberikan pendidikan gizi sebanyak 3
dan keterampilan12,13. Berdasarkan pemaparan masalah kali pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan di Aula
ini, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Puskesmas Nosarara dengan durasi 5 jam. Materi
pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap pelatihan tentang masalah gizi pada balita (stunting), ASI
dan keterampilan kader dalam melaksanakan kegiatan Eksklusif, MP-ASI dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
konseling gizi di posyandu. (PHBS) dengan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi.
Pertemuan kedua dan ketiga dilaksanakan di posyandu
METODE dengan durasi 2-3 jam dengan metode simulasi dan
Penelitian ini menggunakan desain quasi- praktik. Materi pertemuan kedua tentang pemantauan
experiment dengan rancangan non-randomized control pertumbuhan (cara penimbangan dan pengukuran tinggi
group pre–post-test. Penelitian ini dilaksanakan bulan badan dengan benar) dan konseling gizi (menjelaskan
Juni sampai Agustus 2019. Penelitian dilakukan di hasil penimbang KMS (Kartu Menuju Sehat) dan cara
Kecamatan Tatanga, Kota Palu, Sulawesi Tengah. melakukan konseling dengan benar). Sementara itu,

©2021. Imansari Open access under CC BY – SA license.


Received:14-02-2020, Accepted: 24-10-2020, Published online:19-03-2021
doi: 10.20473/amnt.v5i1.2021.1-7. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Imansari Amerta Nutr (2021). 1-7 3
DOI: 10.20473/amnt.v5i1.2021. 1-7

pertemuan ketiga adalah pendalaman materi pertemuan = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 =
sebelumnya. Media yang digunakan adalah power point, setuju dan 5 = sangat setuju. Keterampilan kader
modul dan lembar balik yang dimodifikasi dari buku KIA melakukan konseling gizi, jika melakukan setiap indikator
(Kesehatan Ibu Anak)14. Pada kelompok kontrol diberikan konseling dengan benar masing-masing bernilai 1 dan salah
pendidikan gizi sebanyak 1 kali pertemuan dengan materi bernila 0. Kategori untuk variabel pengetahuan dan sikap
tentang ASI Eksklusif, MP-ASI dan PHBS. Pelatihan dikatakan kurang apabila <60, cukup 60-79 dan baik ≥80.
dilakukan di aula puskesmas dengan durasi 2 jam. Materi Sementara variabel keterampian dikatakan kurang bila nilai
diberikan dengan metode ceramah dan tanya jawab. <50, cukup 50-85 dan baik bila nilai >858. Analisis variabel
Media yang digunakan adalah power point tanpa modul. meliputi analisis deskripsif (rataan ± SD, persentase), uji
Setelah intervensi, dilakukan post-test pengetahuan dan normalitas, dan uji beda. Uji t berpasangan (uji Wilcoxon
sikap setelah pelatihan dilakukan dan keterampilan saat jika hasil uji normalitas tidak terdistribusi normal)
hari H posyandu setelah pelatihan. Kemudian digunakan untuk menganalisis pengaruh pendidikan gizi
pengumpulan data post-test ke-2 (pengetahuan, sikap terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan konseling
dan keterampilan) yang dilakukan sebulan setelah gizi sebelum dan setelah intervensi. Uji t independen (uji
pelatihan. Mann Whitney jika hasil uji normalitas tidak terdistribusi
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan normal) digunakan untuk menganalisis pengaruh
menggunakan Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi 16.0. pendidikan gizi pengetahuan, sikap dan keterampilan
Pengetahuan kader, jika menjawab benar bernilai 1 dan konseling gizi sebelum dan setelah perlakuan pada masing-
salah bernilai 0. Sikap kader berdasarkan skala likert yaitu 1 masing kelompok.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1 Karakteristik Kader(Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Lama menjadi Kader dan Frekuensi mengikuti
Pelatihan) di Kecamatan Tatanga Tahun 2019
Karakteristik kader Intervensi Kontrol
p value
n(%)
Umur (tahun) 0.3771
<35 10(33.3) 6 (20.0)
35 - 45 14(46.7) 18 (60.0)
>45 6 (20.0) 6 (20.0)
Pendidikan 0.721
≤ tamat SMP 4 (13.3) 5 (16.7)
Tamat SMA 26 (86.7) 25 (83.3)
Pekerjaan
Ibu rumah tangga (IRT) 23 (76.7) 24 (80.0) 0.7561
Wiraswasta 7 (23.3) 6 (20.0)
Lama menjadi kader (tahun) 0.8351
<5 12 (40.0) 9 (30.0)
5 – 10 10 (33.3) 14 (46.7)
> 10 8 (26.7) 7 (23.3)
Frekuensi mengikuti pelatihan
(3 tahun terakhir)
Tidak pernah 3 (10.0) 5 (16.7) 0.5211
1 kali 5(16.7) 5 (16.7)
≥ 2 kali 22(73.3) 20 (66.7)
1Uji Mann Whitney, signifikan bila p<0.05 2Uji Wilcoxon, signifikan bila p<0.05

Berdasarkan Tabel 1, karakteristik umum subjek tangga, hanya sekitar 20-23% kader sebagai wiraswasta.
(umur, pendidikan, pekerjaan, lama menjadi kader dan Kader yang memiliki pendidikan terakhir SMA dapat lebih
frekuensi mengikuti pelatihan) tidak berbeda secara mudah menerima dan memahami informasi yang
signifikan, sehingga perubahan hasil intervensi diberikan16. Selain itu, kader yang berkerja sebagai ibu
diindikasikan merupakan pengaruh dari intervensi bukan rumah tangga tanpa pekerjaan tambahan memiliki waktu
karakteristik subjek. Jumlah kader sebagai subjek pada yang lebih banyak untuk fokus dengan tugas dan
dua kelompok sebanyak 60 orang. tanggungjawabnya sebagai kader di posyandu17,18.
Rata-rata umur subjek adalah 40 tahun dengan Rata-rata subjek bertugas sebagai kader sudah
persentasi subjek terbesar berusia antara 35-45 tahun cukup lama yaitu 7 tahun, di mana sebanyak 56.7% dan
yaitu 46.7% pada kelompok intervensi dan 60% pada 60% kader pada kelompok intervensi dan kontrol telah
kelompok kontrol. Umur antara 20-40 tahun merupakan bertugas lebih dari lima tahun. Kemudian, dengan masa
umur produktif yang memiliki kemampuan yang matang kerja yang cukup lama, sekitar 70% kader telah pernah
untuk berpikir dan bekerja15. Pendidikan dan pekerjaan mengikuti pelatihan ≥ 2 kali. Frekuensi pelatihan kader
kedua kelompok hampir sama. Sebagian besar (lebih dari yang telah diikuti, dapat meningkatkan keterampilan
80%) kader mempunyai pendidikan terakhir setingkat kader dalam menjalankan tugasnya di posyandu19.
SMA. Pekerjaan kader pada umumnya sebagai ibu rumah

©2021. Imansari Open access under CC BY – SA license.


Received:14-02-2020, Accepted: 24-10-2020, Published online:19-03-2021
doi: 10.20473/amnt.v5i1.2021.1-7. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Imansari Amerta Nutr (2021). 1-7 4
DOI: 10.20473/amnt.v5i1.2021. 1-7

Tabel 2 Rerata skor pengetahuan kader pada kelompok intervensi dan kontrol
Pengetahuan Intervensi Kontrol p value
n (%)
Pre-test (rataan±SD) 67.64±14.7 63.53±15.16 0.2923
Post-test (rataan±SD) 89.60±9.73 74.70±12.56 0.0023
Post-test 2 (rataan±SD) 90±8.34 83.33±6.38 0.0013
Selisih (Post-test 1 – Pre-test) 21.96 11.17 0.0023
p value 0.0014 0.001 4

Selisih (Post-test 2 – Post test 1) 0.4 8.63 0.0043


p value 0.7634 0.0014
3Uji t independen, signifikan bila p<0.05 4Uji t berpasangan, signifikan bila p<0.05

Hasil pre-test pada Tabel 2 menunjukkan bahwa intervensi dan 11.17 poin pada kelompok kontrol. Selain
nilai pengetahuan antara kelompok intervensi dan itu, selisih antara post-test 1 dan post-test 2 pada
kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05). kelompok intervensi terdapat peningkatan nilai
Namun, setelah intervensi di lakukan (post-test 1) dan pengetahuan (0.4 poin), namun tidak berbeda signifikan.
sebulan setelah intervensi (post-test 2) menunjukkan Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat peningkatan
terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai nilai pengetahuan (8.63 poin) yang berbeda secara
pengetahuan antara kelompok intervensi dan kontrol. signifikan. Hasil nilai pengetahuan pada kelompok
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Rahmawati intervensi yang tidak berbeda signifikan dan cenderung
yang menunjukkan terjadi peningkatan nilai pengetahuan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol diduga
kader setelah diberikan pendidikan gizi pada kelompok karena sebagian besar (90%) kader memiliki pengetahuan
intervensi dan kontrol. Namun dengan teknik simulasi yang baik, sehingga hasil post-test 2 tidak mengalami
dan praktik mampu meningkatkan skor pengetahuan perbedaan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan
kader lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol yang penelitian Anani dan Mahmudiono yang menunjukkan
hanya diberikan pendidikan gizi dengan teknik ceramah8. bahwa pemberian intervensi pendidikan gizi selama 1
Berdasarkan selisih nilai pengetahuan antara bulan ddengan 4 kali pertemuan dapat meningkatkan
sebelum dan setelah intervensi diketahui bahwa nilai pengetahuan lebih baik pada kelompok intervensi
pendidikan gizi secara signifikan dapat meningkatkan nilai daripada kelompok kontrol21.
pengetahuan sebesar 21.96 poin pada kelompok

Tabel 3 Rerata skor sikap kader pada kelompok intervensi dan kontrol
Sikap Intervensi Kontrol p value
n (%)
Pre-test (rataan±SD) 83.53±8.11 81.13±7.49 0.2393
Post-test (rataan±SD) 90.26±6.74 81.4±7.37 0.0013
Post-test 2 (rataan±SD) 90.33±6.47 80.46±7.6 0.0013
Selisih (Post-test 1 – Pre-test) 6.73 0.27 0.0473
p value 0.002 4 0.326 4

Selisih (Post-test 2 – Post test 1) 0.07 -0.94 0.0123


p value 0.5734 0.0044
3Uji t independen, signifikan bila p<0.05 4Uji t berpasangan, signifikan bila p<0.05

Hasil pre-test pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Sedangkan pada kelompok control, sikap positif kader
tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata sikap meningkat namun tidak signifikan (p>0.05). Selain itu,
kader antara kelompok intervensi dan kontrol (p>0.05). nilai sikap positif saat post-test 2 pada kelompok
Hasil setelah intervensi (post-test 1) dan sebulan setelah intervensi relatif meningkat namun tidak signifikan dan
intervensi (post-test 2) menunjukkan terdapat perbedaan pada kelompok kontrol mengalami penurunan yang
yang signifikan sikap antara kedua kelompok (p<0.05). signifikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa peningkatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jumiyati et yang tidak signifikan pada kelompok intervensi
al tahun 2014 bahwa pemberian intervensi pendidikan disebabkan karena saat post-test 1 sebagian besar rataan
gizi pada kader dapat meningkatkan peningkatan sikap skor sikap kader sudah baik yakni 90.33±6.47.
tentang gizi pada kelompok intervensi dibandingkan Sikap merupakan perkembangan dari
kelompok kontrol22. pengetahuan (predisposisi) untuk bertindak atau
Berdasarkan selisih nilai sikap positif kader berperilaku23. Dampak positif dari proses belajar adalah
antara sebelum dan setelah intervensi diketahui bahwa terjadinya perubahan ke ranah afektif yaitu menciptakan
pendidikan gizi dapat meningkatkan sikap positif kader kesadaran dan adanya peningkatan sikap positif terhadap
yang signifikan pada kelompok intervensi (p<0.05). apa yang telah diajarkan22.

©2021. Imansari Open access under CC BY – SA license.


Received:14-02-2020, Accepted: 24-10-2020, Published online:19-03-2021
doi: 10.20473/amnt.v5i1.2021.1-7. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Imansari Amerta Nutr (2021). 1-7 5
DOI: 10.20473/amnt.v5i1.2021. 1-7

Tabel 4 Sebaran data kader berdasarkan indikator benar melakukan konseling di posyandu
Pre Post-1 Post-2
Indikator I K I K I K
n (%)
Kemampuan bertanya
1. Menanyakan kabar ibu dan 30 30 30 30 30 30
balitanya (100.0) (100.0) (100.0) (100.0) (100.0) (100.0)
2. Berat badan bulan lalu 16(53.3) 16(53.3) 19(63.3) 20(66.7) 21(70.0) 20(66.7)
3. Masih diberikan ASI atau tidak 11(36.7) 9(30.0) 13(43.3) 10(33.3) 13(43.3) 9(30.0)
4. Anak pernah sakit sebulan 0(0) 0(0) 21(70.0) 8(26.7) 21(70.0) 8(26.7)
terakhir
5. Nafsu makan/makanan harian 0 0 23 15 23 14
anak (0) (0) (76.7) (50.0) (76.7) (46.7)
Kemampuan menganalisa
6. Hasil penimbangan dengan KMS 11(53.3) 14(46.7) 73.3 14(46.7) 22(73.3) 15(50.0)
7. Penyebab berat badan balita 14 14 19 15 19 16
menurun (46.7) (46.7) (63.3) (50.0) (63.3) (53.3)
Kemampuan bertindak
8. Membantu memecahkan 30 30 30 30 30 30
masalah (100.0) (100.0) (100.0) (100.0) (100.0) (100.0)
9. Memberikan informasi gizi yang 12 13 21 13 19 13
relevan dengan masalah (40.0) (43.3) (70.0) (43.3) (63.3) (43.3)
Kemampuan berkomunikasi
10. Menghindari kata/kalimat yang 10 10 15 10 16 9
menghakimi (33.3) (33.3) (50.0) (33.3) (53.3) (30.0)
11. Memuji ibu balita telah membawa 30 30 30 30 30 30
anaknya ke posyandu (100.0) (100.0) (100.0) (100.0) (100.0) (100.0)
12. Memberikan motivasi kepada ibu 18 18 23 15 23 15
agar berat badan anak meningkat (60) (60) (76.7) (50.0) (76.7) (50,0)
I=kelompok Intervensi, K=Kelompok control

Keterampilan yang dinilai pada Tabel 4 adalah Hasil pre-test ini dapat diindikasikan karena
kemampuan konseling gizi yang dilakukan kader pada sebagian besar kader belum pernah melakukan konseling
meja 4 di saat posyandu. Kemampuan konseling gizi di posyandu. Selama ini kader hanya sekedar
diukur berdasarkan 4 indikator yaitu kemampuan menyampaikan informasi ketika ibu balita bertanya
bertanya, menganalisa, bertindak dan berkomunikasi. kepada kader terkait kondisi balitanya, selebihnya
Hasil pre-test menunjukkan sebagian besar kader belum konseling dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas
terampil dalam melakukan konseling gizi. Penilaian yang hadir setiap hari H posyandu. Hasil post-test
indikator yang belum benar dilakukan (kurang dari 50%) menunjukkan pendidikan gizi dapat meningkatkan
adalah tidak menanyakan masih diberikan ASI atau tidak, keterampilan konseling gizi secara signifikan pada
apakah anak pernah sakit sebulan terakhir dan kelompok intervensi yang relatif lebih tinggi dibandingkan
bagaimana makanan harian anak, menganalisa penyebab kelompok kontrol. Semenatara hasil post-test 2 tidak
berat badan menurun, memberikan informasi gizi yang terdaapat perbedaan dengan hasil post-test 1.
relevan dengan masalah serta menghindari kalimat yang
menghakimi.

Tabel 5 Rerata skor keterampilan konseling kader pada kelompok intervensi dan kontrol
Keterampilan Intervensi Kontrol p value
(Konseling gizi) n (%)
Pre-test (rataan±SD) 51.94±13.78 51.11±14.13 0.8181
Post-test (rataan±SD) 73.88±18.66 58.33±13.13 0.0011
Post-test 2 (rataan±SD) 74.17±18.48 58.05±13.39 0.0011
Selisih (Post-test 1 – Pre-test) 21.94 7.22 0.0011
p value 0.001 2 0.006 2

Selisih (Post-test 2 – Post test 1) 0.29 -0.28 0.5561


p value 0.812 0.3262
1Uji Mann Whitney, signifikan bila p<0.05 2Uji Wilcoxon, signifikan bila p<0.05

Tabel 5 menunjukan bahwa tidak ada signifikan antar kedua kelompok (p<0.05). Hasil penelitian
perbedaan yang signifikan nilai keterampilan kelompok ini sejalan dengan penelitian Jumiyati et al di Bengkulu
intervensi dan kontrol (p>0.05). Kemudian hasil post-test yang menunjukkan terjadi peningkatan praktik konseling
1 dan post-test 2 menunjukkan terdapat perbedaan yang kader setelah diberikan pelatihan kader dengan modul22.

©2021. Imansari Open access under CC BY – SA license.


Received:14-02-2020, Accepted: 24-10-2020, Published online:19-03-2021
doi: 10.20473/amnt.v5i1.2021.1-7. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Imansari Amerta Nutr (2021). 1-7 6
DOI: 10.20473/amnt.v5i1.2021. 1-7

Hasil penelitian lainnya Rahmawati et al di Bogor yang Bulan. Transfusion Medicine and Hemotherapy
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan, (2012). doi:10.1159/000317898.
sikap dan keterampilan konseling gizi kader yang 6. Rhapsodia, NA Andari , Sri Sumarmi, S. Hubungan
diberikan pendidikan gizi tentang pemberian makan bayi Keaktifan Kader dan Partisipasi Ibu pada
dan anak (PMBA)8. Kegiatan Posyandu dengan Cakupan ASI Eksklusif
Berdasarkan selisih nilai keterampilan konseling di Wilayah Kerja Puskesmas Waru Sidoarjo
gizi antara sebelum dan setelah intervensi diketahui Relationship between Cadres A ctivity & Mother
bahwa pendidikan gizi dapat meningkatkan nilai ’ s Participation to Posyandu Activity with
keterampilan konseling gizi secara signifikan pada Exclusive Breastfeeding Co. Amerta Nutr 3, 94–
kelompok intervensi sebesar 21.94 poin relatif lebih tinggi 99 (2019).
daripada kelompok kontrol yakni 7.22 poin Sementara itu, 7. Ibnu Hasyim, Umi Romayati Keswara, Ricko
sebulan setelah intervensi (post-test 2), nilai keterampilan Gunawan, R. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
konseling pada kelompok intervensi mengalami Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja
peningkatan namun tidak berbeda signifikan. Sedangkan, Upt Puskesmas Tanjung Bintang Kabupaten
kelompok kontrol mengalami penurunan namun tidak Lampung Selatan. 9, 51–58 (2015).
berbeda signifikan. 8. Rahmawati, S. M., Madanijah, S., Anwar, F. &
Kombinasi teknik pendidikan gizi dengan Kolopaking, R. The effectiveness education of
simulasi dan praktek dan media pendukung seperti modul counseling of infant and young child feeding as
terbukti efektif meningkatkan pengetahuan dan intensive to improve counseling performance of
keterampilan kader24. Pendididikan gizi diberikan Posyandu cadres in Bogor, Indonesia. Int. J.
bertujuan untuk memperbaiki penguasaan keterampilan Community Med. Public Heal. 6, 2280–2288
dan teknik pelaksanaan kerja kader agar terinci dan rutin, (2019).
sehingga kesenjangan kecakapan kader dalam 9. Rostinah, Widajanti, L. & Kartika Wulan, L. R.
melaksanakan tugasnya seperti melakukan konseling Evaluasi Manajemen Pelatihan Kader Pos
dapat teratasi18. Pelayanan Terpadu ( Posyandu ) di Puskesmas
Paruga Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat
KESIMPULAN Evaluation on Integrated Health Post Cadres
Pemberian pendidikan gizi dapat mempengaruhi Training Management in Paruga Primary
peningkatan skor pengetahuan, sikap dan keterampilan Healthcare Centers at Bima City Nusa Tenggar. J.
kader. Namun yang paling mempengaruhi di antara tiga Manaj. Kesehat. Indones. 03, 212–221 (2015).
variabel tersebut adalah skor pengetahuan. Saran yang 10. Isra, W. O. A., Suryawati, C. & Kartini, A. Evaluasi
bisa diberikan adalah pemberian pendidikan gizi dengan Pelaksanaan Revitalisasi Posyandu dalam
metode simulasi dan praktik dilakukan secara rutin dan Penurunan Prevalensi Balita Gizi Buruk di Kota
berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar pengetahuan dan Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara Evaluation
keterampilan kader terus meningkat dan terjaga. Hasil on the Implementation of Integrated Health
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi Service Post in Decreasing Underfive Protein
peneliti lainnya serta pemerintah yang bertanggungjawab Energy Malnutrition Cases. J. Manaj. Kesehat.
terhadap kader posyandu dalam meningkatkan Indones. 02, 232–241 (2014).
pengetahuan, sikap dan keterampilan konseling kader 11. Contento, I. R. Nutrition education: Linking
melalui pendidikan gizi dengan menggunakan metode theory and practice. (Jones & Bartlett Publishers,
simulasi dan praktik. 2011).
12. Sharma Manoj and Romas John A. Theoretical
ACKNOWLEDGEMENT Foundations of Health Education and Health
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dinas Promotion.
Kesehatan Kota Palu, Puskesmas Nosarara dan Sangurara 13. Gyawali, B. et al. Diabetes management training
dan kader-kader Posyandu di Kecamatan Tatanga Kota for female community health volunteers in
Palu, serta semua pihak yang telah membantu penelitian Western Nepal : an implementation experience.
ini. 1–10 (2018).
14. Kemenkes RI. Buku Kesehatan Ibu dan Anak.
REFERENSI (Kementerian Kesehatan dan JICA, 2016).
15. Wahyutomo, A. H. Tumbuh Kembang Balita di
1. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Puskesmas Kalitidu-Bojonegor. (Universitas
Tertinggal dan Transmigrasi. Buku saku desa Sebelas Maret, 2010).
dalam penanganan stunting. Buku Saku Desa 16. Legi, N. N., Rumagit, F., Montol, A. B. & Lule, R.
Dalam Penanganan Stunting (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan
2. Kemenkes RI. RISKESDAS 2018. (Badan Penelitian Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas
dan Pengembangan Kesehatan, 2018). Ranotana Weru. Gizido 7, 429–436 (2015).
3. Kemenkes RI. Hasil Pemantauan Status Gizi ( PSG 17. Simanjuntak, M. Karakteristik Sosial Demografi
) TAHUN 2017. (Direktorat Gizi Masyarakat, dan Faktor Pendorong Peningkatan Kinerja
2018). Kader Posyandu. J. Penyul. 10, 49–58 (2017).
4. Kemenkes RI. Situasi Balita Pendek. Infodatin 18. Alfina, R. & Isfandiari, M. A. Faktor yang
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016). Berhubungan Dengan Peran Aktif Kader Dalam
5. Promkes Kemenkes RI. Ayo ke Posyandu Setiap Penjaringan Kasus Probable Difteri. J. Berk.

©2021. Imansari Open access under CC BY – SA license.


Received:14-02-2020, Accepted: 24-10-2020, Published online:19-03-2021
doi: 10.20473/amnt.v5i1.2021.1-7. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Imansari Amerta Nutr (2021). 1-7 7
DOI: 10.20473/amnt.v5i1.2021. 1-7

Epidemiol. 3, 353–365 (2015). among Female Students. Amerta Nutr 2, 136–


19. Hardiyanti, R., Jus’at, I. & Angkasa, D. Hubungan 146 (2018).
lama kerja menjadi kader, pengetahuan, 22. Jumiyati, Nugrahaeni, SA, Margawati, A.
pendidikan, pelatihan dengan presisi dan akurasi Pengaruh Modul Terhadap Peningkatan
hasil penimbangan berat badan balita oleh kader Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Kader Dalam
Posyandu. AcTion Aceh Nutr. J. 3, 74 (2018). Upaya Pemberian Asi Eksklusif. Gizi Indon 37, 19–
20. Rahmawati, S. M. Efektivitas Model Edukasi 28 (2014).
Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak 23. Merita. Keberlanjutan dampak penyuluhan gizi
Intensif (KPMBA-I) dalam Meningkatkan Kinerja terhadap perilaku gizi ibu dan kualitas pelayanan
Konseling Kader Posyandu. (Institut Pertanian posyandu merita. (Institut Pertanian Bogor,
Bogor, 2019). 2013).
21. Anani DF & Mahmudiono Trias. Pengaruh 24. Hastuti, S. & Sembiring, I. Effect of
Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan , Sikap Empowerment of Cadres by Using Module for
Dan Perilaku Konsumsi Pangan Isoflavon Pada Changes in Nutritional Behavior in Pregnant
Mahasiswi Pre-Menstrual Syndrome Effect of Women in Dlingo , Bantul , Indonesia. in The 5th
Nutrition Education on Knowledge , Attitude and AASIC 2017 60–65 (Khon Kaen University, 2017).
Behavior in Consuming Isoflavones Rich Food

©2021. Imansari Open access under CC BY – SA license.


Received:14-02-2020, Accepted: 24-10-2020, Published online:19-03-2021
doi: 10.20473/amnt.v5i1.2021.1-7. Joinly Published by IAGIKMI & Universitas Airlangga
Bhakti Persada Jurnal Aplikasi IPTEKS DOI: http://dx.doi.org/10.31940/bp.v7i1.2397
Volume 7 Issue 1 Year 2021 Pages 53-58 URL: http://ojs.pnb.ac.id/index.php/BP

Pemberdayaan Menu Sebagai Upaya Pengentasan Gizi Kurang dan


Gizi Lebih Balita Di Desa Catur, Kintamani, Bangli, Bali
Ni Ketut Wiradnyani 1*, Ni Wayan Nursini 2, I Gede Mustika 3, Ida Bagus Agung Yogeswara 4,
I Gusti Ayu Wita Kusumawati 5, Ni Putu Eny Sulistyadewi 6, Purwaningtyas Kusumaningsih 7, Dylla
Hanggaeni Dyah Puspaningrum 8
1,2,3,4,5,6,7,8
Kesehatan Sains dan Teknology/ Prodi S1 Ilmu Gizi, Universitas Dhyana Pura, Indonesia

*Corresponding Author: wiradnyani@undhirabali.ac.id

Abstrak: Tujuan pengabdian masyarakat oleh Program Studi Gizi Universitas Dhyana Pura adalah memberikan pengetahuan,
keterampilan kepada Posyandu, ibu asuh yang mempunyai balita gizi kurang dan lebih. Solusi yang telah diberikan mengenai cara
membuat menu gizi kurang dan gizi lebih dengan metode ceramah, demonstrasi dan tanya jawab. Hasil postes menyatakan bahwa
86% masyarakat posyandu dan ibu asuh gizi kurang dan lebih pada balita usia 2 -5 tahun mengetahui cara pemberdayaan dan membu-
at menu pizza teplon, roti dan puding ubi ungu, soup pumkin, egg dishes, soto lobak, capcay, breaded lele, satay, bread pumpkin, sari
kacang hijau, dalam pemaparan ceramah maupun keterampilan dan target capaian solusi yang diharapkan mitra semakin ber-
tambah dari hasil pre-test sebesar 62%. Dari kegiatan ini pengetahuan dan kemampuan ibu asuh dan kelompok posyandu mengenai
bahan pangan dan kandungan serta kegunaanya bagi pengentaskan masalah gizi kurang dan lebih meningkat sebesar 24%.

Kata Kunci: gizi lebih, gizi kurang, menu, posyandu, Desa Catur

Abstract: The purpose of community service by the Dhyana Pura University Nutrition Study Program is to provide knowledge, skills to
Posyandu, foster mothers who have under-nutrition and over-nutrition. The solutions that have been given are about how to make a
menu of undernutrition and overnutrition by means of lectures, demonstrations and question and answer methods. The results of the
posttest stated that 86% of the posyandu community and foster care mothers have less and more nutrition in toddlers aged 2-5 years who
know how to empower and make teplon pizza, bread and purple sweet potato pudding, soup pumkin, egg dishes, soto radish, capcay,
breaded lele, satay, bread pumpkin, green bean juice, in the presentation of lectures and skills and the target achievement of the solutions
that are expected by partners is increasing from the pre-test results of 62%. From this activity the knowledge and abilities of foster moth-
ers and the pos-syandu group regarding food and ingredients and their use in alleviating malnutrition problems increased by 24%.

Keywords: over nutrition, undernutrition, menu, posyandu, Catur Village

Informasi Artikel: Pengajuan 25 Februari 2021 | Revisi 30 Maret 2021 | Diterima 20 April 2021
How to Cite: Wiradnyani, N. K., Nursini, N. W., Mustika, I G., Yogeswara, I B. A., Kusumawati, I G. A. W., Suliystiadewi, N. P. E., …
Puspaningrum, D. H. D. (2021). Pemberdayaan Menu Sebagai Upaya Pengentasan Gizi dan Gizi Lebih Balita di Desa Catur, Kintamani,
Bangli, Bali. Bhakti Persada, 7(1), 53–58.

Pendahuluan
Kasus stunting (pendek dan sangat pendek) di Bangli cukup tinggi yakni ada 13 desa dengan kasus
stunting terbanyak. Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Bangli menyatakan berdasar-
kan hasil operasi timbang pada bulan Februari tahun 2020 menyasar 13.603 balita, ditemukan kasus stunting
sebanyak 1533 kasus atau 11,27 %. Mengacu data hasil operasi timbang maka secara keseluruhan kasus stunting
di Bangli masih di bawah angka 20 persen. Ada beberapa desa masuk zone kuning atau memiliki angka kasus
stunting di atas 30 persen, seperti Desa Mengani dan Desa Ulian, Kecamatan Kintamani. Dari 42 balita yang
ditimbang di Desa Mengani, sebanyak 16 balita mengalami gagal tumbuh (38.10 %). Di Desa Ulian dari 57 balita
ditemukan 21 balita gagal tumbuh (36.84%). Dua desa ini masuk zone kuning atau kategori sedang karena
angka kasus di atas 30 persen. Sementara 11 desa masuk zona ringan yakni angka kasus di angka 20 persen
sampai 30 persen. Desa yang masuk zone ringan untuk Kecamatan Kintamani yakni Desa Bayung Gede, Desa
Bonyoh, Desa Abuan, Desa Belancan, Desa Catur, Desa Bantang, Desa Batur Tengah, Desa Batur Utara, dan Desa
Bayung Cerik. Sedangkan di Kecamatan Susut meliputi Desa Tiga dan Desa Penglumbaran. Bupati Bangli Made
Gianyar telah menetapkan 13 desa ini sebagai fokus pencegahan stunting di tahun 2021 (Nusa Bali, 2020). Seba-
ran kasus stunting per desa dan kecamatan di Kabupaten Bangli dapat ditampilkan dalam gambar peta Distribusi
Kasus Stunting Per Desa di Kabupaten Bangli Tahun 2019 dan Distribusi Kasus Stunting Per Kecamatan di Kabu-

53
Bhakti Persada Jurnal Aplikasi IPTEKS, 2021, 7(1), 53-58

paten Bangli Tahun 2019 di mana kejadian stunting banyak terjadi di Kecamatan Susut dan yang terendah di
Kecamatan Bangli (Putra, 2021).
Seiring dengan bertambah majunya Desa Catur, Kintamani Bangli, belakangan ini sudah merupakan Desa
Wisata Herbal, kendatipun demikian masih ada peninggalan yang menjadi masalah bagi masa depan masyarakat
Desa Catur yaitu kondisi gizi buruk dan beberapa masalah kesehatan yang masih dirasakan oleh masyarakat Desa
Catur. Kondisi gizi yang buruk telah terjadi pada anak usia balita demikian juga masalah kurang gizi dan obesitas.
Balita merupakan anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun hingga lima tahun atau usia anak di bawah
lima tahun (Muaris, 2006). Berdasarkan berita Nusa Bali.com (2020) ditemukan dari data Balai Kesehatan Daerah
dinyatakan bahwa ada 15 orang balita. Data jumlah balita Desa Catur, Banjar Mungsengan sendiri terdiri dari 37
balita di mana tercatat kondisi balita yang mengalami gizi kurang sebanyak 3 orang (5,4%), banjar Lampu ada 31
dan 2 (6,5%) orang anak di antaranya yang mengalami gizi lebih dan gizi buruk. Kejadian gizi buruk salah
seorang balita disebabkan oleh faktor bawaan sejak dalam kandungan dan kondisi yang dilahirkan premature yang
disertai dengan kebutaan, selebihnya balita dengan rata-rata usia 3-4 tahun mengalami gizi kurang dengan
keadaan stunting. Keadaan balita kurang gizi karena pola makan masyarakat dalam hal ini pengetahuan tentang
makanan bergizi, pola makan, pemberian asupan yang benar untuk balita yang belum maksimal. Riskesdas tahun
2013 dalam profil kesehatan Provinsi Bali (2014), diketahui bahwa prevalensi balita yang mengalami gizi kurang
sebesar 10,2%, sedangkan yang mengalami gizi lebih mencapai 5,5% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015).
Upaya prodi gizi Universitas Dhyana Pura menghadapi masalah ini adalah memberikan pengetahuan,
penyuluhan pendampingan skill dalam hal pembuatan asupan dengan memperdayakan menu menuju gizi seim-
bang untuk dapat mengatasi terjadinya masalah gizi maka ada beberapa masalah yang menjadi skala prioritas
untuk diberikan solusi: 1) kurangnya pengetahuan para ibu asuh balita mengenai bahan-bahan makanan yang
mempunyai potensi untuk meningkatkan maupun menurunkan berat badan, 2) keterbatasan ketersediaan alat dan
kurangnya pemahaman mengenai pengolahan makanan menjadi menu yang dapat memperbaiki status gizi anak
balita, 3) kurangnya pengetahuan mengenai jenis-jenis menu sebagai asupan gizi yang harus diberikan kepada
anak-anak balita gizi kurang dan lebih, 4) kurangnya kemampuan mengolah makanan menjadi menu yang
menarik berbasiskan pangan lokal yang sudah ada dan melimpah, 5) kurangnya keterampilan mengolah makanan
dengan menu yang sederhana dalam waktu yang sangat singkat untuk pemenuhan gizi seimbang anak asuh
balita.

Metode
A. Objek Pengabdian Kepada Masyarakat
Objek Pengabdian Kepada Masyarakat ini adalah masyarakat dari kader posyandu dan masyarakat yang
terkena dampak langsung yaitu masyarakat balita dengan gejala gizi kurang dan masyarakat balita yang
mengalami gizi lebih Desa Catur Bangli. Pengabdian masyarakat ini dilakukan hingga bulan Desember selama tiga
bulan pada tahun 2020.

B. Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan dilakukan secara daring kepada beberapa, Balai Kesehatan Daerah (BKD), Puskesmas
Provinsi, tokoh masyarakat seperti perbekel Desa Catur Bangli sebagai informan utama, karena dalam situasi
Covid-19, untuk mengumpulkan data dan terkait akan persiapan yang dilaksanakan pada program pengabdian
Prodi Gizi, Fakultas Kesehatan Sains dan Teknologi Universitas Dhyana Pura.

C. Sosialisasi
Sosialisasi terlebih dahulu kepada tokoh Desa Catur dengan secara langsung kepada kader posyandu melalui
ceramah dan pendampingan dengan protokol kesehatan ketempat terjadinya kasus yang sudah ditentukan,
dengan memberikan penyuluhan, motivasi kepada orangtua asuh melalui posyandu dalam pengenalan bahan-
bahan makanan yang memiliki sumber nutrisi yang penting untuk balita, pembuatan menu olahan sederhana
seperti: pizza teplon, roti dan puding ubi ungu, soup pumkin, egg dishes, soto lobak, capcay, breaded lele, satay,
bread pumpkin, sari kacang hijau yang bergizi tinggi, memberikan motivasi dan pengetahuan pentingnya peduli
terhadap kondisi anak jika balita tidak memiliki selera makan.

D. Pelatihan
Metode pelatihan yang digunakan adalah memberikan keterampilan pemberdayaan menu kepada ibu sebagai
upaya pengentasan gizi kurang dan gizi lebih balita, kader posyandu maupun BKD, peserta dari orang tua yang
anaknya mengalami kasus dan kader posyandu dibatasi hanya 10 peserta yang diberikan pelatihan pembuatan

54
Bhakti Persada Jurnal Aplikasi IPTEKS, 2021, 7(1), 53-58

menu-menu seperti: pizza teplon, roti dan puding ubi ungu, soup pumkin, egg dishes, soto lobak, capcay, breaded
lele, satay, bread pumpkin, sari kacang hijau yang dapat meningkatkan maupun menurunkan berat badan yang
memperdayakan sumber daya alam melimpah hasil pertanian potensi Desa setempat diselenggarakan di Balai De-
sa Banjar Catur, Desa Catur, Kintamani, Bangli.

Hasil dan Pembahasan


A. Hasil
Sebagian besar masyarakat Desa Catur memiliki mata pencaharian bertani, berladang, dan beberapa dari
mereka sebagai buruh tani, petani penggarap pada tuan tanah, diantaranya menggarap lahan perkebunan kopi
dan ladang hortikultura yang terdiri dari buah jeruk kintamani, cabe, sayuran yang hidup di daerah dingin seperti
Desa Catur ini. Masyarakat petani bekerja selama kurang lebih 8 sampai 9 jam pada lahan pertanian sebagai
buruh yang mendapat upah harian. Pekerjaan rutin yang dilakukan oleh masyarakat buruh tani ini sangat menyita
waktu mereka untuk memelihara ataupun mengurus anak-anak mereka terutama para buruh tani wanita yang
masih memiliki anak-anak balita dengan rentang usia 1 sampai 5 tahun (Berita Desa, 2019).
Anak-anak mereka diasuh dengan cara menitipkan pada saudara, tetangga dengan mendapatkan pemeli-
haraan dengan asupan gizi seadanya. Buruh tani yang bekerja mulai jam 8 pagi, merasa kehabisan waktu untuk
memikirkan ataupun menyediakan makanan yang bergizi terutama bagi balita mereka. Anak balita seharusnya
mendapatkan perhatian khusus dalam hal kepentingan pertumbuhan dan perkembangan tubuh mereka untuk
mendapatkan kualitas pertumbuhan secara fisik, kemampuan berfikir dan kelangsungan pertumbuhan dan
perkembangan tubuh mereka, status gizi (Dini, N.I., Siti F.P., dan Suyatno, 2017). anak-anak balita mereka
sangat ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi (Andriani, M. & Wirjatmadi, B, 2012). Alasan yang sangat men-
dasar ketika mendapatkan data dari Puskesmas Provinsi Bali bahwa masih ada masalah gizi kurang dan gizi lebih
pada balita di Desa Catur. Melalui pembicaraan dengan beberapa orang tua anak balita secara langsung dapat
diketahui bahwa persoalan yang terjadi diantaranya anak balita yang gizi kurang dan gizi lebih, karena hampir
sebagian besar para ibu asuh anak memiliki jawaban malas untuk mengolah makanan, dan mereka hanya mem-
berikan makanan jajanan seperti sejenis ciki (Eny, S, dkk, 2020), dan jajanan kemas lainnya yang dilakukan
hampir setiap hari, tanpa memperhatikan asupan yang bergizi, sehingga beberapa diantaranya anak balita
mengalami kebutaan disamping karena lahir secara prematur (Anggiruling, D.O., Ikeu E., dan Ali K, 2019).
Keadaan buruh tani yang mendasar adalah tingkat pendidikan ibu asuh yang rata-rata berada di tingkat SD, dan
sekolah menengah atas, disamping status pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga di mana hasil buruh tani setiap
hari rata-rata dari 60.000 sampai 100.000 jika bekerja, dengan beban konsumsi tiga sampai lima orang setiap
hari (Berita Desa, 2019).
Jika dilihat dari hasil utama pertanian Desa Catur itu sangat melimpah dengan sayur mayur dan buah-buahan
yang segar, seperti sawi putih, brokoli, lobak Jepang, strowberi, nangka, papaya, pisang, kentang, wortel, labu
kuning, ubi jalar. Semua itu mampu dibeli oleh petani karena harganya sangat murah, mudah diperoleh, ken-
datipun demikian para ibu asuh masih belum memahami arti asupan gizi dari hasil ladang yang melimpah terse-
but, dan bagaimana cara mengolah dengan benar, dan tidak menyita waktu bekerja, mengingat aktivitas fisik
mereka sangat melelahkan untuk membuat makanan yang bergizi sebagai masalah yang sangat mengganggu
aktivitas sebagai buruh tani.
Desa Catur telah mendapat bantuan dari pemerintah seperti ikan patin, lele yang sudah memberikan panen
melimpah serta harga yang murah dan dapat digunakan untuk memperbaiki asupan gizi anak balita, namun
mereka belum mampu membuat menu yang memiliki sentuhan teknologi pengganti snack yang mereka beri
kepada anak balita untuk memenuhi asupan gizi sehari-hari. Belum memahami dari sumber makanan nabati ter-
sebut dapat memberikan sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang anak balita.
Berdasarkan pengamataan dan survey masyarakat Desa Catur, maka ditemukan beberapa permasalahan
yang menjadi prioritas untuk dicarikan solusi melalui pengabdian masyarakat yaitu: 1) kurangnya pengetahuan
para ibu asuh balita mengenai bahan-bahan makanan yang mempunyai potensi untuk meningkatkan maupun
menurunkan berat badan, hal ini telah diberikan penyuluhan berupa materi yang menjelaskan tentang 10 bahan
pokok seperti telur, kentang, ubi, labu kuning, daging, avocado, unggas, pisang, kentang, susu yang memiliki
potensi sumber bahan makanan mudah untuk diperoleh dan diolah di Desa Catur, tim menjelaskan manfaat ke-10
bahan yang dapat meningkatkan berat badan balita tersebut, diikuti dengan memberikan bahan-bahan tersebut
untuk didemostrasikan dan diolah; 2) keterbatasan ketersediaan alat dan kurangnya pemahaman mengenai
pengolahan makanan menjadi menu yang dapat memperbaiki status gizi anak balita, telah diberikan solusi dengan
menjelaskan cara memasak dengan metode cooking yang disesuaikan dengan keadaan penduduk setempat yaitu
memasak roti ubi ungu dan pizza berbagai topping menggunakan bahan dasar yang ada di tempat pengabdian
dengan metode tangzong di mana dough bisa dipergunakan 5 menit setelah fermentasi, dan alat memasak tidah
harus menggunakan oven, tetapi dengan menggunakan teplon atau penggorengan, solusi ini disertai dengan

55
Bhakti Persada Jurnal Aplikasi IPTEKS, 2021, 7(1), 53-58

memberikan alat seperti position scale, meminjamkan beberapa alat demonstrasi, dan memberikan semua bahan-
bahan yang diperlukan saat pengolahan menu tersebut; 3) kurangnya pengetahuan mengenai jenis-jenis menu
sebagai asupan gizi yang harus diberikan kepada anak-anak balita gizi kurang dan lebih, diselesaikan dengan cara
menjelaskan kepada para ibu asuh dan didampingi oleh posyandu yang membantu mempermudah untuk meneri-
ma penjelasan tim bahwa menu seperti egg dishes tidak lama dibuat hanya 3 menit dan diberikan isian seperti
labu kuning, creamer susu, mix vegetable yang sudah dihancurkan sebagai menu pagi hari untuk mengatasi
hilangnya kalori 6 jam terhadap balita. Kegiatan ini dibantu oleh Posyandu Desa Catur sebagai peserta yang dilatih
agar program berkesinambungan. Kegiatan ini disertai dengan memberikan dan menfasilitasi dengan alat-alat
memasak serta bahan-bahan yang diperlukan. Serta memberikan menu makan pagi yang lengkap ketika mereka
tiba di posko, sembari menikmati sarapan pagi dijelaskan maksud dan tujuan diadakan kegiatan makan pagi ter-
sebut serta kegunaan bahan-bahan untuk demonstrasi saat itu; 4) kurangnya kemampuan mengolah makanan
menjadi menu yang menarik berbasiskan bahan lokal yang sudah ada dan melimpah, hal ini telah dilakukan
dengan memberikan penjelasan tentang hasil peternakan yang melimpah di Desa Catur seperti lele, ikan patin
merupakan sumber protein untuk tumbuh kembang otak balita, yang dapat meningkatkan kecerdasan anak, maka
asupan ini dijelaskan metode pembuatanya dan dicobakan kepada anak balita yang mengalami masalah gizi agar
mereka tidak jajan sembarangan. Diharapkan dengan edukasi ini tim posyandu Desa Catur dapat mengaplikasikan
secara langsung kepada ibu asuh balita, bersamaan dengan kegiatan ini dibagikan breaded lele dan patin
sebanyak 200 stick kepada para balita; 5) kurangnya ketrampilan mengolah makanan dengan menu yang
sederhana dalam waktu yang sangat singkat untuk pemenuhan gizi seimbang anak asuh balita, hal ini telah
diberikan solusi oleh tim dosen prodi gizi Undhira dengan cara mengolah dengan metode sauted, boiling, tim se-
bagai pengganti cara memasak yang dipikirkan membuang waktu panjang dengan alat yang mahal. Seperti cap-
cay tidak harus dimasak lebih dari 20 menit, sauted egg tidak lebih dari 5 menit, boiling chicken tidak lebih dari 30
menit dengan menggunakan dua alat sudah cukup untuk meninggalkan anak-anak balita yang sudah dipenuhi
kebutuhan makanan bergizi mereka. Pada akhir kegiatan selalu memberikan pertanyaan dan sebagai hak yang
harus diberikan ketika ibu asuh balita dapat menjawab tim prodi memberikan hadiah berupa buku, pulpen, bahan
makanan untuk dijadikan menu yang sudah dipraktikkan dan tidak ketinggalan membagikan masker berlogo
undhira kepada setiap peserta, serta membagikan makanan asupan bergizi kepada para balita yang bermasalah
dengan gizi yang di dalamnya berisi madu, susu, cereal dan beberapa camilan yang dibuat oleh tim. Metode yang
diberikan adalah berupa ceramah, demonstrasi dan tanya jawab.
Hasil pengabdian pembuatan menu seperti pizza teplon, roti dan puding ubi ungu, soup pumkin, egg
dishes, soto lobak, capcay, breaded lele, satay, bread pumpkin, sari kacang hijau, dalam pemaparan ceramah,
keterampilan dan target capaian solusi yang diharapkan mitra semakin bertambah dengan hasil pre-test sebesar
62%. Rata-rata hasil post-test yaitu 86% dari seluruh ibu asuh dan kelompok posyandu mengetahui tentang pem-
berdayaan menu untuk mengentaskan masalah gizi pada anak usia 2-5 tahun.

B. Pembahasan
Solusi yang diberikan terhadap kurangnya pengetahuan para ibu asuh balita mengenai bahan-bahan
makanan yang mempunyai potensi untuk dijadikan makanan dengan menu seimbang untuk meningkatkan status
gizi balita Desa Catur telah dilakukan dengan cara memberikan edukasi mengenai pengetahuan bahan makanan
sekaligus memberikan bahan-bahan makanan yang diolah menjadi menu sebagai kebutuhan gizi seimbang.
Sepuluh bahan pokok yang dapat meningkatkan berat badan seperti; telur, kentang, ketela pohon, labu kuning,
susu, daging ayam dan lain sebagainya yang dijelaskan secara rinci satu persatu kegunaan dan kandungan gizi
yang ada di dalamnya serta yang memiliki potensi meningkatkan atau menurunkan berat badan balita, serta
dibagikan kepada ibu asuh yang memiliki balita gizi kurang dan lebih sebagai asupan tambahan seperti madu
fermentasi yang berfungsi untuk meningkatkan sistem imun dan penambah selera makan, cereal dan beberapa
makanan ringan yang sebagai contoh asupan yang baik untuk balita. Hasil yang diperoleh adalah 90% ibu asuh
balita lebih memahami manfaat pengetahuan bahan-bahan yang berperan dalam memenuhi gizi seimbang anak
balita mereka dibandingkan sebelumnya, selain itu mereka memahami informasi yang telah disampaikan tentang
pangan lokal untuk menjaga kesehatan saluran cerna, karena kaya akan komponen oligosakarida yang dapat
berperan sebagai prebiotik.
Keterbatasan kesediaan alat memasak dan kurangnya pemahaman mengenai pengolahan makanan menjadi
menu yang dapat memperbaiki status gizi anak balita maupun menurunkan berat badan, diberikan dengan solusi
kegiatan pengabdian kepada masyarakat tentang cara mengolah makanan berbagai menu dengan benar yaitu
membuat pizza dough, roti ubi unggu dan roti labu dengan cara menggunakan teflon atau alat tutup panci dan
penggorengan yang bertujuan untuk mempermudah pengadaan alat dengan hasil maksimal tanpa harus
menggunakan oven. Pengetahuan dan ketrampilan pemberdayaan yang disesuaikan kondisi ini 98,9 % sangat
bermanfaat bagi para ibu asuh balita Desa Catur. Metode sponge dough dan proving rest hanya 1 (satu jam) saja,

56
Bhakti Persada Jurnal Aplikasi IPTEKS, 2021, 7(1), 53-58

roti dapat segera diberikan sebagai bekal sebelum anak dititipkan dan tidak harus menghasilkan roti dalam waktu
lebih dari 3 jam sangat berguna bagi masyarakat ibu asuh balita 100% dari kehadiran mereka baru memahami
metode yang diberikan saat pengabdian dari sebelumnya. Solusi edukasi skill dan pengetahuan ini disertai dengan
memberikan bahan-bahan pembuatan roti dan pemberian portion scale sebagai hadiah saat menjawab post test.
Kurangnya pengetahuan mengenai jenis asupan gizi yang harus diberikan kepada anak-anak balita telah
diupaya dengan pemberian edukasi tentang pembuatan jenis- jenis menu yang sederhana, mudah dicari ba-
hannya serta mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh balita yang bermasalah oleh tim dosen Gizi adalah mem-
berikan ketrampilan singkat pembuatan menu dan memberikan menu recipe seperti: pumkim egg dishes, vegeta-
ble egg dishes, chicken capcay with steam rice, steam rice egg dishes , pembuatan sari kacang hijau praktis, cara
membuat whipping cream yang simple dan cepat sebagai bahan tambahan dari susu bubuk dan gula pasir yang
diikuti dengan memberikan semua bahan-bahan yang dipergunakan saat itu dan membagikan beberapa hadiah
sebagai sarana memotivasi peserta yang hadir saat itu. Hasil yang diberikan sebagai respon para ibu asuh adalah
89% mengatakan hal yang baru dan 100% memberikan informasi bahwa keterampilan yang diberikan sangat
bermanfaat. Hasil praktik diberikan secara langsung saat jam 8 pagi sebagai breakfast kepada para balita dan
sebagian dinikmati bersama saat makan siang.
Kurangnya kemampuan mengolah makanan menjadi menu yang menarik berbasiskan bahan lokal yang
sudah ada dan melimpah saat pengabdian masyarakat telah diupayakan dengan memanfaatkan hasil pertanian
daerah Catur yang melimpah seperti labu kuning yang dibuat menjadi roti labu, isian coklat dan kacang hijau,
memanfaatkan ubi ungu menjadi puding ubi ungu, memperdayakan labu siam sebagai isian roti ubi ungu untuk
balita gizi lebih, memperdayakan lobak menjadi menu sotola (soto lobak ayam), memperdayakan berlimpahnya
hasil lele dan ikan patin menjadi breaded fish satay dihidangkan dengan tomato sauce. Pengabdian ini diikuti
dengan pemberian makanan dari menu yang dipraktekan di Desa Catur sebagai breakfast maupun lunch balita
saat itu dan semua bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan menu tersebut yang dikerjakan oleh beberapa
ibu asuh secara langsung saat itu. Hasil pengabdian menunjukkan bahwa 78% dapat menyerap dengan mudah
dan 80% dapat mengingat bahan-bahan yang dipergunakan serta cara membuatnya dengan baik.
Kurangnya keterampilan mengolah makanan dengan menu yang sederhana dalam waktu yang sangat singkat
untuk pemenuhan gizi seimbang anak asuh balita sudah diupayakan dengan cara mengolah bahan makanan
dengan berbagai bahan yang ada di halaman sekitarnya seperti labu siam, nasi kukus, tomat, daun bawang,
pockcoy, sawi putih, semuanya itu diiris tipis-tipis kemudian dimasukkan kedalam kocokan telur dan dionggokkan
ke dalam teflon yang sudah panas dan berisi minyak dibuat sebagai omelette, sehingga anak-anak balita dapat
menikmati makan pagi dengan cepat sebelum ibu asuhnya membuat makanan lainnya. Pembuatan puding ubi
ungu sebagai upaya pengolahan sumber pangan lokal yang belum pernah dilakukan oleh ibu asuh balita Desa
Catur, dalam situasi ini dua orang ibu asuh dan dari perangkat desa Posyandu dan BKD langsung ikut serta
mempraktekkan salah satu makanan selingan yang dirasa sangat mudah untuk membuatnya, dan hasilnya dirasa-
kan mereka sangat enak dirasa dengan tekstur yang kenyal, bila ditambahkan susu akan menjadi makanan seli-
ngan yang mempunyai nilai gizi lebih tinggi daripada sebelum diolah. Peserta antusias mengikuti pelatihan yang
diberikan dan mendapatkan manfaat tersendiri dan pengetahuan tambahan. Pengabdian ini diikuti dengan pem-
berian bahan-bahan dan penyediaan beberapa alat pendukung pembuatan menu-menu tersebut. Ketrampilan ini
hampir 97% dapat diserap dengan mudah dan bermanfaat bagi ibu asuh balita yang mengalami gizi kurang dan
lebih.
Pemberdayaan menu sebagai Upaya Pengentasan Gizi kurang dan obesitas balita Desa Catur, Kintamani
Bangli, Bali. Kegiatan ini diawali dengan melakukan koordinasi dengan pihak Desa Catur di antaranya memastikan
data mengenai gizi kurang dan gizi lebih dengan menjumpai perbekel Desa Catur. Menyampaikan beberapa hal
yang terkait dengan pengabdian masyarakat yang akan dilakukan di Desa Catur.
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 11- 12 Desember 2020. Kegiatan ini diawali dengan pelatihan singkat
dengan mengikuti protokol kesehatan disertai dengan pemberian masker kepada seluruh peserta, dilanjutkan
dengan memperdayakan beberapa menu sebagai asupan gizi untuk mengentaskan gizi kurang maupaun gizi lebih,
dan setiap mengakhiri pertemuan selalu membagikan hadiah-hadiah dengan tujuan untuk mengetahui feedback
para peserta. Berdasarkan hasil pre-post dengan memberikan tes, diketahui bahwa terjadi peningkatan penge-
tahuan mengenai gizi seimbang pada balita setelah dilakukan penyuluhan yang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini. Hasil pre-post test penyampaian materi tentang gizi seimbang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pre-post test kegiatan pemberdayaan menu untuk


pengentasan gizi kurang dan lebih, Desa Catur, Bangli, Bali
Kategori Pre-Test Post Test
>80 16,67% 91,67%
≤ 80 83,33% 8,33%

57
Bhakti Persada Jurnal Aplikasi IPTEKS, 2021, 7(1), 53-58

Pengetahuan keberagaman menu dari bahan makanan yang dapat meningkatkan berat badan balita oleh
orangtua asuh dilihat dari hasil pre-post test mengalami peningkatan yaitu dengan katagori lebih dari 80 saat pre
test hanya 5,7 % setelah penyampaian materi mengalami peningkatan 91,4%. Pengetahuan pembuatan menu
yang dapat menaikkan berat badan balita maupaun dalam rangka pengentasan obesitas pre test diketahui bahwa
22,8% yang sudah mengenal menu yang akan dipraktekan namun 99,9 % belum memahami cara pembuatan
dengan metode yang sederhana untuk menghasilkan menu yang bermutu dan bergizi tinggi, hasil post-tes menya-
takan bahwa setelah pemaparan materi dan demonstrasi pengolahan menu dengan menggunakan sumber hasil
bumi yang melimpah di Catur dinyatakan bahwa 88,8% pengetahuan masyarakat Desa Catur meningkat.
Pengenalan akan menu olahan nugget lele dan ikan patin dapat diketahui hasil post test adalah 90% menunjuk-
kan peningkatan pengetahuan. Untuk pengolahan hasil puding dari ubi ungu 100% menyukai dan mudah untuk
dimengerti. Secara umum kegiatan dari prodi gizi mendapatkan respon yang sangat baik dan mengharapkan
kelanjutan program tersebut kearah pengembangan dan inovasi untuk meningkatkan gizi balita. Dari kegiatan ini
pengetahuan dan kemampuan ibu asuh dan kelompok posyandu mengenai bahan pangan dan kandungan serta
kegunaanya bagi pengentaskan masalah gizi meningkat sebesar 24%.

Simpulan
Pelaksanaan pengabdian masyarakat diadakan selama 4 hari untuk memberikan solusi tentang pembuatan
menu gizi kurang dan gizi lebih, berupa ceramah, demonstrasi dan tanya jawab. Hasil pengabdian pembuatan
menu seperti pizza teplon, roti dan puding ubi ungu, soup pumkin, egg dishes, soto lobak, capcay, breaded lele,
satay, bread pumpkin, sari kacang hijau, dalam pemaparan ceramah, kertrampilan dan target capaian solusi
yang diharapkan mitra semakin bertambah dengan hasil pre-test sebesar 62%. Rata-rata hasil post-test yaitu
86% dari seluruh ibu asuh dan kelompok posyandu mengetahui tentang pemberdayaan menu untuk mengen-
taskan masalah gizi pada anak usia 2-5 tahun. Dari kegiatan ini pengetahuan dan kemampuan ibu asuh dan
kelompok posyandu mengenai bahan pangan dan kandungan serta kegunaanya bagi pengentaskan masalah gizi
meningkat sebesar 24%.

Ucapan Terima Kasih


Pengabdian Masyarakat ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan hibah PT Universitas Dhyana Pura
melalui LPPM dengan skema pengabdian program studi. Terimakasih kepada perbekel dan masyarakat Desa
Catur yang terlibat dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dapat berjalan dengan baik.

Referensi
Andriani, M. & Wirjatmadi, B. (2012). Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Anggiruling, D.O., Ikeu E., dan Ali K. (2019). Analisis faktor pemilihan jajanan, kontribusi gizi dan status gizi
siswa Sekolah Dasar. Jurnal MKMI, 15(1), 81-90.
Berita Desa. (2019). Desa Catur Rintis Pengembangan Pasar Agro Hortikultura, Media Komunikasi dan Traspa-
ransi Pemerintah Desa Catur untuk Seluruh Masyarakat, https://catur.sid.my.id/artikel/2019/7/8/desa-
catur-rintis-pengembangan-pasar-agro-hultikultura
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Bali 2014. Bali: Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Dini, N.I., Siti F.P., dan Suyatno. (2017). Hubungan Konsumsi Makanan Jajanan Terhadap Status Gizi (Kadar
Lemak Tubuh dan IMT/U) Pada Siswa Sekolah Dasar (Studi di Sekolah Dasar Negeri 01 Sumurboto Kota
Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1), 301-306.
Eny Sulistyadewi, dkk. (2020). Worshop Ekslusif dan MPASI bagi Ibu di Desa Catur, Kintamani, Bangli, SIN-
APTEK, Universitas Dhyana Pura Bali. Proceeding. 151-154 h.
Muaris, H. (2006). Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nusa Bali.com. (2020). Kasus Stunting Di Bangli Tinggi. https://www.nusabali.com/berita/85460/kasus-stunting-
di-bangli-tinggi.
Putra, P., & Suariyani, N. (2021). Pemetaan distribusi kejadian dan faktor risiko stunting di Kabupaten Bangli
tahun 2019 dengan menggunakan sistem informasi geografis. Archive of Community Health, 8(1), 72-90.

58
E-DIMAS: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 12(1), 173-177
ISSN 2087-3565 (Print) dan ISSN 2528-5041 (Online)
Available Online at http://journal.upgris.ac.id/index.php/e-dimas

Upaya Peningkatkan Pengetahuan Tentang Pola Asuh Gizi Balita


di Desa Pulau Melako

Merita1, Filius Chandra2, Giananda Nurbintang3


1,2,3
Program Studi Ilmu Gizi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim
1
merita_meri@yahoo.com

Received: 19 April 2020; Revised: 5 September 2020; Accepted: 27 Februari 2021

Abstract
The wrong eating pattern puts children under five aged in a vulnerable position to
nutritional problems. Therefore, the service activity aims to increase knowledge
about parenting nutrition for toddlers. This activity was carried out on February
2020, in Pulau Melako Village, Bathin VIII District, Sarolangun. The
implementation method is counseling with poster and leaflet media. The targets in
this activity are posyandu cadres and 10 toddler mothers. The output of this
community service activity is to increase the knowledge of mothers of children
under five and posyandu cadres about toddler nutrition care. The results showed
that the average pre-test score was 4.3 points, and the post-test score was 8.0
points. It can be concluded that there was an increase in maternal knowledge
about parenting nutrition after giving counseling.
Keywords: knowledge; nutrition parenting; toddlers

Abstrak
Pola makan yang salah menempatkan anak balita dalam posisi rentan terhadap
masalah gizi. Oleh karena itu, kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang pola asug gizi balita. Kegiatan ini dilakukan
pada Februari 2020, di Desa Pulau Melako, Kabupaten Bathin VIII, Sarolangun.
Metode kegiatan yaitu pemberian penyuluhan dengan media poster dan leaflet.
Sasaran dalam kegiatan ini adalah ibu kader posyandu dan 10 ibu balita. Luaran
dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah peningkatan pengetahuan ibu-ibu
balita dan kader posyandu tentang pola asuh gizi balita. Hasil kegiatan
menunjukkan bahwa rata-rata skor pre-test adalah 4,3 poin, dan skor post-test
adalah 8,0 poin. Dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan pengetahuan ibu
tentang gizi orangtua setelah diberikan penyuluhan.
Kata Kunci: pengetahuan; pola asuh gizi; balita

A. PENDAHULUAN yang baik merupakan salah satu faktor


Keberhasilan pembangunan kesehatan penentu keberhasilan pembangunan
dalam waktu suatu wilayah ditandai dengan kesehatan dan tidak terpisahkan dari
meningkatnya derajat kesehatan masyarakat pembangunan nasional secara keseluruhan.
secara umum. Aspek gizi merupakan salah Permasalahan gizi utama yang masih
satu indikator kesehatan masyarakat yang belum tercapai berdasarkan data di
belum dapat dituntaskan di dunia (Kemenkes, Puskesmas Limbur Tembesi yaitu tingginya
2016). Adapun salah satu sasaran yang akan persentase balita yang ditimbang berat
dicapai oleh pembangunan kesehatan ini badannya tidak naik satu kali, tingginya
adalah meningkatnya status kesehatan dan persentase balita yang ditimbang berat
gizi ibu dan anak. Status gizi masyarakat badannya tidak naik dua kali, rendahnya

173
E-DIMAS
EDUCATIONS - PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
VOLUME 12 NOMOR 01 MARET 2021

persentase balita yang ditimbang berat yang akan dilaksanakan dalam program
badannya serta rendahnya ibu hamil KEK kemitraan ini dirincikan sebagai berikut:
yang mendapatkan makanan tambahan. Tabel 1. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Pola makan atau kebiasaan makan Kegiatan Peserta Materi Metode
Persiapan Tim Langkah Diskusi
yang salah menempatkan balita dalam posisi Pengabdian kerja, Tim
rentan masalah gizi. Selama masa balita pula, pembagian
kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis tugas,
jadwal,
makanan selama berminggu-minggu. Oleh Penyusunan
karena itu, adanya masalah makanan tersebut materi dan
jika tidak diperhatikan oleh orangtua akan pemantapan
Silaturahmi dan Bidan desa, Penyampaian Focus
mempengaruhi pemenuhan gizi dan status pengembangan kader ide, tujuan Group
gizi anak (Arisman, 2004). kegiatan di posyandu, kegiatan, Discussion
Berdasarkan kajian permasalahan Desa Pulau dan ibu-ibu membentuk (FGD)
Melako balita
mitra diketahui bahwa kesadaran masyarakat
Penyuluhan Kader Pola asuh Tutor,
di wilayah Limbur Tembesi, Bathin VIII pola asuh posyandu, makan balita Roleplay,
dalam kegiatan posyandu khususnya makan kepada dan ibu-ibu diskusi
membawa balitanya untuk ditimbang masih kader posyandu balita
dan ibu-ibu
kurang. Sedangkan ibu balita hanya balita
membawa anaknya untuk imunisasi dan Penyuluhan Kader Hygiene dan Tutor,
menimbang anaknya hingga usia tiga tahun hygine dan posyandu, sanitasi Roleplay,
sanitasi kepada dan ibu-ibu diskusi
saja, kemudian mereka tidak datang lagi kader posyandu balita
membawa anaknya ke posyandu. Keadaan dan ibu-ibu
inilah yang menunjukan pertumbuhan anak balita
Penyuluhan Kader ASI Ekslusif Tutor,
balita tidak terpantau. ASI Ekslusif posyandu, Roleplay,
Sebagai upaya untuk meningkatkan kepada kader dan ibu-ibu diskusi
pengetahuan ibu, maka perlu dilakukan posyandu dan balita
ibu-ibu balita
kegiatan penyuluhan kesehatan untuk Penyuluhan Kader MP-ASI Tutor,
meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang MP-ASI posyandu, Roleplay,
kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat, kepada kader dan ibu-ibu diskusi
posyandu dan balita
sehingga akan memudahkan terjadinya ibu-ibu balita
prilaku sehat pada mereka (Notoatmodjo,
2003). Oleh karena itu tujuan kegiatan ini C. HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah untuk meningkatkan pengetahuan ibu Desa Pulau Melako terletak di
tentang pola asuh gizi balita di Desa Pulau Kecamatan Bathin VIII, Kabupaten
Melako dengan metode penyuluhan. Sarolangun, Provinsi Jambi dengan jumlah
penduduk sekitar 1.256 orang. Sebagian besar
B. PELAKSANAAN DAN METODE penduduknya berpenghasilan dibidang
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada pertanian dimana wilayahnya banyak
bulan Februari 2020 di Desa Pulau Melako ditanami tanaman keras yaitu pohon karet,
Kecamatan Bathin VIII, Kabupaten sawit dan beberpa tanaman musim seperti
Sarolangun. Sasaran dalam kegiatan ini pohon durian, rambutan dan mangga.
adalah kader posyandu dan ibu-ibu balita di Sebagian besar Penduduk di Desa Pulau
Desa Pulau Melako Kecamatan Bathin VIII. Melako, Kecamatan Bathin VIII beragama
Total sasaran adalah 10 orang. Adapun Islam dan yang lain beragam Kristen, Katolik
kontribusi sasaran dalam pengabdian dan lain-lain.
masyarakat ini adalah (1) Menjadi peserta Pada pelaksanaannya semua peserta
kegiatan pengabdian; (2) Mengikuti pre dan (10 orang) menghadiri kegiatan sampai
post test dan; (3) Menjadi fasilitator bagi ibu- selesai sehingga capaian sasaran dalam
ibu lainnya. Metode dan rincian kegiatan

174
Upaya Peningkatkan Pengetahuan Tentang Pola Asuh Gizi Balita
di Desa Pulau Melako
Merita, Filius Chandra, Giananda Nurbintang

kegiatan ini 100%. Kegiatan ini didampingi Khomsan (2004) klasifikasi pengetahuan
oleh Bidan Desa dan ahli gizi Puskesmas dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu Baik:
Limbur. Kegiatan penyuluhan dilakukan skor > 80, Cukup: skor 60-80, dan Kurang: <
dengan cara edukasi dan demonstrasi. Materi 60 (skala ordinal). Rata-rata nilai pretest yaitu
edukasi yang disampaikan terdiri dari: (1) sebesar 4,3 dan termasuk kategori kurang
Pengertian pola asuh gizi; (2) Aspek pola sedangkan rata-rata nilai post test sebesar 8,0
asuh gizi; (3) Hygine dan sanitasi; (4) ASI- dan telah termasuk kategori cukup baik.
Ekslusif; dan (5) Pemberian Makanan Berdasarkan data pre-test yang telah
Pendamping ASI (MP - ASI). Materi direkapitulasi, didapatkan hasil bahwa 100%
disampaikan dengan menggunakan power responden masih tergolong kategori
point, video, leaflet, dan poster yang mudah pengetahuan kurang. Hasil pre-test
dipahami oleh sasaran. Selain itu, kegiatan ini menunjukkan bahwa terdapat 4 pertanyaan
juga memberikan demonstrasi tentang yang paling banyak dijawab salah yaitu
pengenalan sumber zat gizi dari berbagai pertanyaan nomor 2, 3, 4, dan 8. Pertanyaan
kelompok pangan bahan MP-ASI dengan nomor 2 hanya dijawab benar oleh 3
media food model. Penyuluhan mengenai responden, pertanyaan nomor 3 tidak ada
pola asuh gizi balita salah satunya bertujuan satupun responden menjawab dengan benar,
untuk meningkatkan pengetahuan dan pertanyaan nomor 4 hanya 3 responden yang
keterampilan Ibu dalam memberi perawatan menjawab dengan benar dan yang terakhir
dan perlindungan pada anaknya, praktik pertanyaan nomor 8 hanya dijawab benar
penyusui dan pemberian MP-ASI dengan oleh 1 responden saja.
benar serta pengasuhan psikososial. Pertanyaan nomor 2 berisi materi
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan pola asuh mengenai bentuk perawatan dan perlindungan
gizi balita berlangsung selama kurang lebih ibu untuk anaknya. Ditemukan hasil bahwa
60 menit di rumah Bidan Desa, Desa Pulau sebagian besar ibu menjawab bentuk
Melako, Kecamatan Bathin VIII. perawatan kepada anaknya dengan
memberikan makanan tambahan diusia anak
mencapai 2 bulan. Ketidaktahuan ibu
mengenai pemberian MP-ASI yang tepat
menjadi faktor utama ibu menjawab salah
pertanyaan tersebut.
Pertanyaan nomor 3 yang tidak
satupun responden dapat menjawab dengan
benar yaitu berisikan materi tentang cara
melepaskan isapan bayi dari puting saat
Gambar 1. Kegiatan Demonstrasi memberikan ASI. Sehingga diketahui bahwa
sebagian besar ibu balita masih belum
mengetahui bagaimana praktik menyusui
dengan baik dan benar.
Pertanyaan nomor 4 berisikan materi
tentang teknik menyusui yang tidak tepat,
serta pertanyaan nomor 8 yaitu tentang
tekstur atau bentuk makanan yang tepat
diberikan pada anak usia 6 - 9 bulan.
Gambar 2. Kegiatan Penyuluhan Rendahnya tingkat pengetahuan ibu
Dari hasil rekapitulasi nilai yang telah mengenai pola asuh gizi anak menjadi faktor
didapatkan, terjadi peningkatan rata-rata rendahnya hasil dari pre-test tersebut. Dalam
berdasarkan nilai pre dan post test responden. penelitian Murty, Shirley, & Nova (2015)
Rata-rata maksimal (target) yaitu 10. Menurut menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang

175
E-DIMAS
EDUCATIONS - PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
VOLUME 12 NOMOR 01 MARET 2021

gizi berpengaruh terhadap status gizi anak. (2017) yang menunjukkan bahwa setelah
Sedangkan Penelitian Vicka, Sefti dan Yudi diadakan kegiatan penyuluhan ibu-ibu
(2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan mengetahui tentang gizi dan tumbuh
antara pola asuh gizi ibu dengan status gizi kembang anak. Hal tersebut terbukti dengan
anak ibu-ibu dapat menjawab beberapa pertanyaan
Pola pengasuhan anak berupa sikap yang diajukan setelah diadakan kegiatan
perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal pelatihan. Demikian pula Rahmawati (2006)
kedekatannya dengan anak, memberikan dan Anjelisa (2010) dalam penelitiannya
makan, merawat, kebersihan, memberikan menyatakan bahwa penyuluhan dapat
kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya meningkatkan pengetahuan, sikap dan
berhubungan dengan keadaan ibu terutama tindakan ibu tentang gizi dan berpengaruh
dalam kesehatan, status gizi, pendidikan pada perubahan status gizi balita setelah
umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang dilakukan penyuluhan. Sementara Fiona
pengasuhan anak yang baik, peran dalam (2006) dalam penelitiannya melaporkan
keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan bahwa pendidikan gizi dapat meningkatkan
sehari-hari, adat kebiasaan keluarga, pemahaman dalam memilih makanan yang
masyarakat dan sebagainya dari ibu atau sehat dan bergizi.
pengasuh anak (Soekirman, 2000). Lemahnya Peningkatan pengetahuan ini bisa
kemampuan ibu dan keluarga untuk terjadi karena kegiatan penyuluhan ini
memberikan pola asuh akan berakibat pada awalnya berjalan dengan cukup baik dan
kejadian gizi kurang bahkan gizi buruk pada kondusif, walaupun dipertengahan hingga
anak balita. akhir menjadi kurang kondusif. Faktor
Setelah dilakukan penyuluhan dan selanjutnya yang mendukung peningkatan
dilakukan post-test, terdapat peningkatan pengetahuan ibu tersebut yaitu adanya media
pengetahuan Ibu balita mengenai pola asuh poster yang ditampilkan dan beberapa
gizi ibu kepada balita, baik dilihat dari rata- penghargan atau hadiah serta camilan yang
rata maupun dilihat dari jawaban soal nomor diberikan membuat ibu-ibu yang tersisa
2, 3, 4 dan 8 yang telah dijawab dengan benar sebanyak 10 orang tersebut termotivasi untuk
oleh responden. mengikuti kegiatan penyuluhan dengan baik
Saat post-test, pertanyaan nomor 2 sampai akhir.
dan 3 dijawab benar oleh seluruh responden, Menurut hasil penelitian sebelumnya
artinya sebanyak 100% responden dapat oleh Merita (2019), mennunjukkan bahwa
menjawab dengan benar pertanyaan tersebut. sesudah dilakukannya edukasi/penyuluhan
Sedangkan untuk pertanyaan nomor 4 tidak terlihat perubahan pengetahuan yang lebih
terjadi peningkatan yang signifikan, terdapat tinggi, hal ini bisa terjadi dikarenakan para ibu
hanya 50% responden yang mampu atau responden mendapatkan penyuluhan
menjawab dengan benar. Meskipun demikian, dengan bantuan media leaflet. Perbedaan nilai
tetap terjadi peningkatan pengetahuan ibu rata- rata yang didapatkan cukup jauh berbeda,
dari sebelumnya. yakni 66 poin pada saat sebelum dilakukannya
Pada pertanyaan nomor 8, saat post- penyuluhan dan 90 poin pada saat setelah
test terjadi peningkatan yang cukup signifikan dilakukannya edukasi.
dari 6,3% menjadi 70% responden yang Kendala yang dihadapi dalam
mampu menjawab pertanyaan dengan benar. kegiatan ini berupa kondisi yang kurang
Hal ini membuktikan bahwa adanya peran kondusif pada saat pelaksana. Hal ini terjadi
penting penyuluhan terhadap tingkat dikarenakan kegiatan penyuluhan bertepatan
pengetahuan ibu mengenai pola asuh gizi dengan kegiatan imunisasi dan penimbangan,
pada balita. sehingga di dalam ruangan penyuluhan juga
Hasil ini sejalan dengan kegiatan terdapat bayi dan balita. Balita yang rewel
pengabdian oleh Wahyuningsih & Widayati

176
Upaya Peningkatkan Pengetahuan Tentang Pola Asuh Gizi Balita
di Desa Pulau Melako
Merita, Filius Chandra, Giananda Nurbintang

dan menangis menjadi faktor tidak Kemenkes. (2016). Pola Asuh Dalam
kondusifnya kegiatan tersebut. Perbaikan Gizi. Jakarta: Kemenkes
Meskipun demikian, ibu-ibu balita RI
antusias dalam mendengarkan dan Merita, M. (2019). Tumbuh Kembang
memperhatikan materi yang disampaikan. Ibu Anak Usia 0-5 Tahun. Jurnal
balita juga aktif menjawab bila narasumber Abdimas Kesehatan (JAK), 1(2), 83-
memberi pertanyaan. Bila dilihat dari nilai 89.
pre dan post test, terjadi peningkatan Murty, Shirley, & Nova. (2015).
pengetahuan ibu setelah diberikan Hubungan Antara Pengetahuan Ibu
penyuluhan. Hal tersebut membuktikan Tentang Gizi Dengan Status Gizi
bahwa penyuluhan dapat meningkatkan Anak Umur 1-3 Tahun. Jurnal e-
pengetahuan dan keterampilan ibu mengenai Biomedik (eBm), 3(2).
pola asuh gizi balita. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan
Prilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Asdi
D. PENUTUP Mahasaty.
Simpulan Rahmawati. (2006). Status Gizi dan
Berdasarkan hasil kegiatan Perkembangan anak usia dini di
pengabdian dapat disimpulkan bahwa terjadi Taman Pendidikan Karakter Sutera.
peningkatan pengetahuan ibu mengenai pola Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian
asuh gizi balita, ditandai dengan rata-rata Bogor.
nilai pre-test sebesar 4,3 poin meningkat Soekirman. (2000). Ilmu Gizi dan
menjadi 8,0 poin pada saat post-test. Terjadi Aplikasinya. Jakarta: Departemen
peningkatan pengetahuan ibu mengenai Pendidikan Nasional
perawatan dan perlindungan bagi ibu untuk Vicka, Sefti, dan Yudi. (2014). Hubungan
anaknya, terbukti dengan sebanyak 100% Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi
atau seluruh responden dapat menjawab Balita. Manado: Universitas Sam
pertanyaan dengan benar. Serta, sebagian Ratulangi.
besar responden dapat menjawab secara lisan Wahyuningsih, I. R. & Widayati, R. S.
mengenai dampak jika anak diberikan (2017). Pemantauan Tumbuh
pengasuhan psikososial secara berlebihan Kembang Anak Melalui Gizi dan
setelah mengikuti penyuluhan. Pola Asuh Anak. GEMASSIKA:
Saran Jurnal Pengabdian Kepada
Kegiatan pengabdian selanjutnya Masyarakat, 1(2), 40-46.
disarankan adanya praktik langsung terhadap
teknik pemberian ASI dan MP-ASI oleh ibu-
ibu balita agar suasana penyuluhan lebih aktif
dan responden lebih memahami materi yang
telah disampaikan.
Ucapan Terima Kasih
Terimakasih disampaikan kepada
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim
yang telah memberikan dukungan materiil
sehingga kegiatan ini dapat terlaksana dengan
baik.

E. DAFTAR PUSTAKA
Arisman. (2004). Gizi Dalam Daur Ulang
Kehidupan. Jakarta: CBC.

177

Anda mungkin juga menyukai