Anda di halaman 1dari 14

Pemodelan Sistem Dinamik dan Identifikasi Sistem

“Solenoid Actuator-Valve System”

Disusun Oleh
David Ardhan Pradana 195060300111065
Muhammad Khadafi 195060301111008
Muhammad Rafif Rasendriya Sandhie 195060301111014
Dio Izqhaq Risky Sasongko 195060301111016
Dewi Sukma S.Y 195060301111025
Irtania Mariska Arafanie 195060301111028
Dharma Abiyyu Allam 195060301111030

Teknik Elektro
Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Malang 2021
I. Formulasi Masalah
Aktuator solenoida adalah perangkat elektromekanis yang mengubah energi
listrik (sumber tegangan) menjadi energi mekanik (gerakan translasi) dengan
memanfaatkan prinsip dasar arus-magnetisme yang sama yang mengatur
pengoperasian motor DC. Solenoid dapat memberikan gaya translasi baik untuk
mendorong atau menarik beban mekanis seperti katup dalam sistem hidrolik atau
pneumatik. Aktuator solenoida terdiri dari kumparan kawat dengan inti besi
(armature atau plunger) yang bergerak masuk dan keluar dari pusat kumparan.
Sistem elektromekanis dari aktuator solenoida :
- Solenoid coil
- Armature (plunger)
- Spool valve
- Return Spring

Gambar 1.1 Sistem Katup Aktuator Solenoid

Gambar 1.2 Armature dan Coil untuk Aktuator Solenoida


Cara Kerja Sistem Katup Aktuator Solenoida
Sistem diberi inputtannya yaitu sumber tegangan ein (t) menyebabkan arus
mengalir melalui kumparan kawat (coil) yang mengelilingi plunger (Gambar 1.2)
dan menghasilkan medan magnet, sehingga adanya gaya tarik menarik pada
armature ke kanan. Oleh karena itu, gaya elektromagnetik menarik armature ke arah
pusat coil dan menutup air gap. Armature secara kaku terhubung dengan spool
valve melalui push rod.
Gerak massa armature-valve adalah murni translasi dan dalam arah
horizontal, dan gaya elektromagnetik dan perpindahan massa positif ke kanan yang
mendorong valve (katup) untuk mengukur aliran hidrolik.
Gaya elektromagnetik mendorong armature-valve ke kanan dari posisi awal,
maka return spring terkompresi dan mendorong spool valve ke kiri. Oleh karena
itu, return spring digunakan untuk mengembalikan massa armature-valve kembali
ke posisi semula ketika gaya elektromagnetik dihilangkan atau arus sama dengan
0.

Gambar 1.3 Aktuator Solenoida sebagai Sistem Mekanis


Gambar 1.3 menunjukkan penggambaran skema komponen mekanik aktuator
solenoida menggunakan inersia, kekakuan, dan gesekan.
Rangkaian kumparan terdiri dari sumber tegangan ein (t), induktansi
kumparan jangkar L(x), dan tahanan jangkar (R). Karena armature dan spool valve
terhubung secara kaku, maka kedua massa digabungkan menjadi satu massa m.
Posisi massa armature-valve dilambangkan dengan x, yang diukur dari posisi
kesetimbangan statis (pegas tak teregang dengan massa diam). Perpindahan positif
x berada di sebelah kanan, seperti yang ditunjukkan pada gambar. Gaya
elektromagnetik Fem adalah gaya eksternal yang diterapkan langsung ke massa m.
Diasumsikan bahwa gesekan yang disebabkan oleh gerakan katup di dalam
cairan hidrolik dimodelkan oleh koefisien gesekan viskos linier b, atau elemen
peredam ideal. Akhirnya, return spring dimodelkan oleh pegas ideal (linier) dengan
koefisien kekakuan k. Return spring tidak dibelokkan ketika massa armature-valve
di posisi awal dan x = 0.
Gambar 1.4 Diagram Blok Fungsional dari Sistem Terintegrasi
Gambar 4.1 menyajikan diagram blok fungsional dari suatu sistem terintegrasi
terdiri dari tiga subsistem :
1. Subsistem 1 memiliki satu input u dan dua variabel keluaran, y1 (yang
merupakan input ke subsistem 3) dan y2 (yang merupakan input ke subsistem
2),
2. Subsistem 2 memiliki satu variabel output y3, yang merupakan input ke
subsistem 3, dan
3. Subsistem 3 memiliki dua variabel output, y4 dan y5 (yang merupakan input ke
subsistem 2).

Gambar 1.5 Diagram Blok Fungsional untuk Aktuator Solenoida


Gambar 1.5 menunjukkan diagram blok fungsional dari sistem terintegrasi , dengan
blok subsistem listrik dan subsistem mekanik.
L(x)İ + RI = 𝑒in (t) – LxIẋ
𝑚ẍ + 𝑏ẋ + Fdry sgn (ẋ) + kx = Fem - FPL + FC
Pada bagian II. model sistem akan menjelaskan lebih lanjut mengenai model
matematis diatas.
II. Model Sistem

Gambar 2.1 Diagram Benda Bebas untuk Aktuator Solenoida


Penurunan model matematika untuk sistem aktuator solenoida adalah dengan
menerapkan dua proses.
Pertama, di gambar 2.1 dengan gaya eksternal Fem (gaya elektromagnetik
yang diterapkan), gaya pegas, dan gaya peredam. Kekuatan yang diterapkan Fem
positif ke kanan, arah gaya pegas yang tepat dapat ditentukan dengan
mengasumsikan perpindahan massa positif m.

Gambar 2.2 Aktuator Solenoida sebagai Sistem Mekanis


Gambar 2.2 menunjukkan bahwa jika x > 0, pegas dikompresi, dan akan
"mendorong" pada massa m ke kiri dengan gaya yang sama dengan kx. Gambar 2.1
menunjukkan arah yang tepat dari gaya pegas, dengan persamaan yang tepat. Arah
gaya peredam ditentukan dengan cara yang sama : kecepatan positif untuk massa
m, yang menghasilkan gaya gesekan resistif yang melawan gerakan. Oleh karena
itu kekuatan peredam bx juga ke kiri.
Model matematis dari komponen mekanik aktuator solenoida adalah dengan
menerapkan hukum kedua Newton dan jumlahkan semua gaya eksternal pada
massa M dengan konvensi tanda sebagai positif ke kanan.
+ → ∑ 𝐹 = Fem – kx - bẋ = mẍ
𝑚ẍ + 𝑏ẋ + 𝑘𝑥 = 𝐹𝑒𝑚
Persamaan di atas adalah model matematis dari komponen mekanik aktuator
solenoida dengan ODE orde kedua linier. Secara umum, ada satu ODE orde kedua
untuk setiap elemen inersia dari sistem mekanik, dengan menggunakan
perpindahan elemen inersia dalam model matematika dengan penerapan F = mẋ ke
setiap massa, yang menghasilkan ODE orde kedua. Sistem massa-pegas-peredam
sederhana pada gambar 2.2 adalah sistem satu derajat kebebasan, karena hanya satu
variabel koordinat independen x yang diperlukan untuk menentukan posisi elemen
inersia tunggal.
Untuk melengkapi model, diperlukan persamaan untuk gaya elektromagnetik
Fem, yang dihasilkan oleh energi yang tersimpan dalam kumparan solenoida. Dari
prinsip kerja dan energi, bahwa gaya elektromagnetik dan perpindahan tambahan
dx sama dengan perubahan energi yang meningkat dξ
Fem dx = d𝜉

Fem =

Energi yang tersimpan dalam sebuah induktor disebabkan oleh induktansi dan arus
ξ = 𝐿𝐼

Oleh karena itu, mengambil turunan energi sehubungan dengan


perpindahan x dan substitusikan hasilnya ke Persamaan Fem, menghasilkan
persamaan untuk gaya elektromagnetik
1 𝑑𝐿
𝐹 = 𝐼
2 𝑑𝑥

Gambar 2.3 Sistem Katup Aktuator Solenoid


Gambar 2.3 menunjukkan solenoida tipe dorong dimana pemberian energi
pada kumparan menarik armature ke arah pusat kumparan dan mendorong valve ke
kanan. Fungsi dari posisi jangkar x adalah L(x) induktansi coil, saat armature
bergerak menuju pusat kumparan maka persamaan matematis yaitu
𝑐 𝐿
𝐿(𝑥 ) = =
𝑑−𝑥 1 − (𝑥/𝑑)
Keterangan :
x = perpindahan jangkar (diukur positif ke kanan dari posisi awal)
c dan d = tergantung pada geometri dan sifat material kumparan solenoida.
L(x) minimum saat x=0 (armature di posisi awal) dan L(x) meningkat ketika x>0
(armature bergerak ke kanan untuk menutup celah udara).
Induktansi ketika x=0 adalah

L0 =

Keterangan :
N = jumlah lilitan kumparan
A = luas celah udara
I = Panjang kumparan
µ = permebialitas magnetik udara dan inti besi
Untuk mengembangkan model matematika dari aktuator solenoida adalah
dengan menerapkan hukum Kirchoff pada rangkaian jangkar dan hukum newton
pada elemen inersia tunggal.
Menerapkan hukum tegangan kirchoff :
−𝑒 − 𝑒 − 𝑒 (𝑡 ) = 0
Menyamakan tegangan induktor solenoida dengan turunan waktu dari hubungan
fluks magnet

Induktansi dan arus dapat berubah terhadap waktu, turunan waktu dari hubungan
fluks adalah

Dengan menggunakan aturan rantai untuk memperluas dL/dt, persamaan diatas


menjadi
atau, menggunakan notasi ringkas

Persamaan diatas disubstitusikan ke dalam persamaan kirchhoff untuk tegangan


induktor eL bersama dengan penurunan tegangan resistor eR = RI untuk
menghasilkan model matematika dari rangkaian solenoida

Bentuk akhir model matematika aktuator solenoida terdiri dari persamaan


sistem kelistrikan dan persamaan gaya elektromagnetik :
L(x)İ + RI = 𝑒in (t) – LxIẋ
𝑚ẍ + 𝑏ẋ + Fdry sgn (ẋ) + kx = Fem - FPL + FC
Dengan keterangannya I adalah arus kumparan, R adalah hambatan, ein(t)
adalah tegangan input, dan L adalah induktansi kumparan. Sistem mekanik terdiri
dari m massa armature-katup, x adalah posisi m, b adalah koefisien gesekan kental,
k adalah konstanta pegas balik, Fem adalah gaya elektromagnetik dari kumparan
solenoida, FPL adalah gaya prabeban pada pegas, dan FC adalah gaya kontak dinding
ketika massa diam.
III. Simulasi Sistem
Simulasi sistem pada sub bab 11.3 bertujuan untuk menentukan parameter
sistem solenoida yang meminimalkan waktu pengendapan untuk massa armature-
valve untuk mencapai perpindahan 2 mm.

Gambar 3.1 Diagram Simulink untuk Aktuator Solenoida


Gambar 3.1 menunjukkan model simulink dari aktuator solenoida
terintegrasi. Posisi armature dari subsistem mekanik diumpankan kembali sebagai
input ke subsistem listrik karena induktansi L(x) meningkat dengan x.

Gambar 3.2 Diagram Simulink untuk Aktuator Solenoida: Subsistem Kelistrikan


Gambar 3.2 menunjukkan detail bagian dalam dari subsistem kelistrikan.
Dimana harus dapat mengidentifikasi ggl balik dan perhitungan gaya
elektromagnetik sesuai dengan persamaan yang telah di bahas pada bagian II.
Model sistem.
Gambar 3.3 Diagram Simulink untuk Aktuator Solenoida: Subsistem Mekanis
Gambar 3.3 menunjukkan detail bagian dalam dari subsistem mekanis,
dimana harus dapat mengidentifikasi enam komponen gaya dari model matematika
yang dijumlahkan untuk menghasilkan gaya total yang bekerja pada massa
armature.
Gaya kontak dinding FC menyeimbangkan perbedaan antara beban awal
pegas dan gaya elektromagnetik jika armature dalam posisi awal :
𝐹 −𝐹 ,𝐹 < 𝐹
𝐹 =
0 ,𝐹 ≥ 𝐹
Gaya kontak ditentukan dalam model simulink menurut persamaan dengan
mengurangi gaya elektromagnetik dari gaya pegas prabeban dan mengirimkan
hasilnya ke saturation blok dari diskontinuitas library.
Saturation blok akan mengatur outputnya sama dengan input jika input berada
diantara batas atas dan bawah yang diterapkan oleh pengguna. Jika tidak, output
diatur ke batas atas jika input melebihi batas atas atau ke batas bawah jika input
kurang dari batas bawah. Dengan kata lain, gaya kontak dinding adalah perbedaan
gaya positif FPL – Fem diperlukan untuk menyeimbangkan pegas yang dimuat
sebelumnya (jika Fem<FPL dan massa masih berada posisi awal), tetapi gaya kontak
tidak boleh negatif.
Parameter solenoid dengan jumlah putaran

Gambar 3.4 Gaya Elektromagnetik Kondisi Steady-State


Gambar 3.4 menunjukkan bahwa gaya elektromagnetik dalam keadaan
steady-state adalah antara 4,3 (untuk N=40) dan 9,7 N (untuk N=60)

Gambar 3.5 Konstanta Pegas k


Gambar 3.5 menunjukkan bahwa k negatif (infeasible) untuk N<28. Dimana
gaya yang diterapkan dan kekakuan pegas meningkat secara dramatis dengan N.
jumlah minimum putaran adalah N=28, sebagai Fem <2N untuk kumparan dengan
kurang dari 28 putaran. Jadi gaya elektromagnetik tidak dapat mengatasi gaya pegas
prabeban FPL dan melepas armature.
IV. Analisis Respon Sistem

Gambar 4.1 Posisi Armature-Valve untuk N = 40, 50 dan 60 Putaran


Gambar 4.1 menunjukkan posisi katup x(t) untuk input langkah 12 V untuk
ketiga nilai n. Ketiga desain solenoida menunjukkan langkah 2 mm pada kondisi
tunak karena pegas balik sangat cocok untuk menyeimbangkan gaya
elektromagnetik. Aktuator solenoida dengan N = 60 memiliki waktu respon
terkecil, sedangkan aktuator dengan N = 40 membutuhkan waktu paling lama untuk
mencapai kondisi mapan.
Pada N=40, ts=0,05 Mp=5%, Tp=2,1 Tr=0,03 Td=0,015
Pada N=50, ts=0,04 Mp=15% Tp=2,3 Tr=0,0175 Td=0,00875
Pada N=60, ts=0,03 Mp=5%, Tp=2,1 Tr=0,015 Td=0,0075

Gambar 4.2 Posisi Armature-Valve untuk N = 70, 80 dan 90 Putaran


Gambar 4.2 menunjukkan respon katup dengan elektromagnet yang lebih
kuat dengan n = 70, 80, dan 90 putaran.. Sementara ketiga desain solenoida
menunjukkan gerakan awal yang baik menuju posisi keadaan tunak, ketiganya
menunjukkan "penurunan" dalam x(t) sebelum mencapai x = 2mm.
Pada N=70, ts=0,04
Pada N=80, ts=0,08
Pada N=90 ts=0,09

Gambar 4.3 Posisi Armature-Valve untuk N = 100, 110 dan 120 Putaran
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa respons solenoida menjadi lebih lambat
untuk elektromagnet yang lebih kuat dengan N = 100, 110, dan 120. Kinerja yang
buruk dari desain solenoida dengan elektromagnet yang lebih kuat dapat dijelaskan
dengan peningkatan yang sesuai dalam induktansi kumparan L0.
N=100 ts=0,095
N=110 ts= 0,0975
N=120 ts=0,1
Gambar 4.4 Arus Solenoida I (t) untuk N = 60, 80, 100 Putaran
Solenoida dengan N=60 menunjukkan respons arus tercepat ke input
tegangan, sehingga desain solenoida ini mencapai gaya elektromagnetik kondisi
tunaknya lebih cepat daripada desain lainnya. Gaya elektromagnetik yang besar
penting selama fase out-stroke awal, karena penting untuk mempercepat massa.
Namun, besarnya gaya elektromagnetik dalam kondisi tunak tidak penting karena
pada akhirnya diimbangi oleh pegas balik ketika x = 2 mm.
N=60 ts=0,02s
N=80 ts=0,05s
N=100 ts=0,08s

Anda mungkin juga menyukai