Perbandingan UU Cipta Kerja 2020
Perbandingan UU Cipta Kerja 2020
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh (1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh:
lembaga pelatihan kerja pemerintah a. Lembaga pelatihan kerja pemerintah;
dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta. b. Lembaga pelatihan kerja swasta; atau
(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di c. Lembaga pelatihan kerja perusahaan.
tempat pelatihan atau tempat kerja. (2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di
(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah tempat pelatihan atau tempat kerja.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam (3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah
menyelenggarakan pelatihan kerja dapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
bekerja sama dengan swasta. dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat
bekerja sama dengan swasta.
(4) Lembaga pelatihan kerja pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
lembaga pelatihan kerja perusahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
kabupaten/kota.
KETERANGAN:
Pada pasal ini, terdapat penambahan yaitu ayat (1) huruf c, mengenai pelatihan kerja dapat
31 LASAP
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta dapat (1) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana
berbentuk badan hukum Indonesia atau dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b wajib
perorangan. memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan
(2) Lembaga pelatihan kerja swasta oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib (2) Bagi lembaga pelatihan kerja swasta yang
memperoleh izin atau mendaftar ke instansi terdapat penyertaan modal asing, Perizinan
yang bertanggung jawab di bidang Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ketenagakerjaan di kabupaten/kota. diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Lembaga pelatihan kerja yang (3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
diselenggarakan oleh instansi pemerintah pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi norma,
mendaftarkan kegiatannya kepada instansi standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
yang bertanggung jawab di bidang oleh Pemerintah Pusat.
ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara perizinan
dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
KETERANGAN:
41 LASAP
Pada pasal ini, UU Cipta Kerja mengatur lebih spesifik mengenai perizinan yang dimaksud, yaitu
Perizinan Berusaha, dan lebih rinci mengenai tempat penerbitan Perizinan Berusaha bagi lembaga
pelatihan kerja swasta, dan yang terdapat penyertaan modal asing.
Terkait pasal ini dalam UU Cipta Kerja menjadi lebih singkat (karena ayat (4) dalam UU 13/2003 dihapus)
dan susunannya lebih sistematis.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
3
(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja (1) Pelaksana penempatan tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
(1) terdiri dari: terdiri atas:
a. Instansi pemerintah yang bertanggung a. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab
jawab di bidang ketenagakerjaan; dan di bidang ketenagakerjaan; dan
b. Lembaga swasta berbadan hukum. b. Lembaga penempatan tenaga kerja swasta.
(2) Lembaga penempatan tenaga kerja (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta
swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
huruf b dalam melaksanakan pelayanan dalam melaksanakan pelayanan penempatan
penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tenaga kerja wajib memenuhi Perizinan Berusaha
tertulis dari Menteri atau pejabat yang yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
ditunjuk. (3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memenuhi norma, standar,
prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
KETERANGAN:
Pada pasal 37 ayat (1) huruf b terdapat pengubahan kata menjadi “Lembaga penempatan tenaga kerja
swasta”.
Perihal Perizinan dalam Pasal 37 ayat (2) diatur lebih spesifik mengenai perizinan yang dimaksud dalam
73 LASAP
(1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan (1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis tenaga kerja asing wajib memiliki rencana
dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan
(2) Pemberi kerja orang perseorangan oleh Pemerintah Pusat.
dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing. (2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang
(3) Kewajiban memiliki izin sebagaimana mempekerjakan tenaga kerja asing.
dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
perwakilan negara asing yang (1) tidak berlaku bagi:
mempergunakan tenaga kerja asing sebagai a. Direksi atau komisaris dengan kepemilikan
pegawai diplomatik dan konsuler. saham tertentu atau pemegang saham sesuai
(4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di dengan ketentuan peraturan perundang-
Indonesia hanya dalam hubungan kerja undangan;
untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. b. Pegawai diplomatik dan konsuler pada
(5) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan kantor perwakilan negara asing; atau
waktu tertentu sebagaimana dimaksud c. Tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh
dalam ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Pemberi Kerja pada jenis kegiatan produksi yang
Menteri. terhenti karena keadaan darurat, vokasi,
(6) Tenaga kerja asing sebagaimana perusahaan rintisan (start-up), kunjungan bisnis,
dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
habis dan tidak dapat di perpanjang dapat (4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di
digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya. Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk
24 LASAP
KETERANGAN:
Pada UU 13/2003 sebelumnya, Pasal 42 mengenai syarat dalam mempekerjakan tenaga kerja asing hanya
berupa izin tertulis. Sedangkan, pada UU Cipta Kerja diatur lebih spesifik, yaitu “wajib memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat”.
Pengecualian mengenai syarat mempekerjakan tenaga asing diatur lebih rinci dalam UU Cipta Kerja Pasal
42 ayat (3).
Pada Pasal 42 ayat (4) UU Cipta Kerja, ditambah bahwa “Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan untuk
kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.”
Pada ayat (5) juga diubah, bahwa “Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi
personalia”
Pada ayat (6) diatur bahwa jabatan tertentu yang dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah.
24 LASAP
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
6
PASAL 45
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib: (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a. Menunjuk tenaga kerja warga negara a. Menunjuk tenaga kerja warga negara
Indonesia sebagai tenaga pendamping Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga
tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi
alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga dan alih keahlian dari tenaga kerja asing;
KETERANGAN:
kerja asing; dan b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana
kerja bagi tenaga kerja Indonesia dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang kerja asing; dan
diduduki oleh tenaga kerja asing. c. Memulangkan tenaga kerja asing ke negara
asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
8
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing (1) huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi tenaga
yang menduduki jabatan direksi dan/atau kerja asing yang menduduki jabatan tertentu.
komisaris.
KETERANGAN:
Pada Pasal 45 dalam UU Cipta Kerja ditambah ketentuan ayat (1) huruf c bahwa wajib memulangkan
tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerja berakhir.
Pada ketentuan Pasal 45 ayat (2), mengatur mengenai pengecualian ayat (1) huruf a dan b terhadap
tenaga kerja asing yang menduduki jabatan tertentu. Sedangkan pada UU 13/2003, jabatan yang
dimaksud hanya berupa direksi dan/atau komisaris.
PASAL 46
KETERANGAN:
UU KETENAGAKERJAAN (UU 13/2003) UU CIPTA KERJA (UU 11/2020)
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
(SEBELUM AMANDEMEN) (SETELAH AMANDEMEN)
(1) Pemberi kerja wajib membayar (1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi
kompensasi atas setiap tenaga kerja asing atas setiap tenaga kerja asing yang
yang dipekerjakannya. dipekerjakannya.
(2) Kewajiban membayar kompensasi (2) Kewajiban membayar kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan
negara asing, badan-badan internasional, negara asing, badan internasional, lembaga sosial,
lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di
jabatan-jabatan tertentu di lembaga lembaga pendidikan.
pendidikan. (3) Ketentuan mengenai besaran dan penggunaan
(3) Ketentuan mengenai jabatan-jabatan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan undangan.
Keputusan Menteri.
(4) Ketentuan mengenai besarnya
kompensasi dan penggunaannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
KETERANGAN:
Pasal 47 ayat (3) dalam UU 13/2003 dihapus.
74 LASAP
Pasal 47 ayat (4) dalam UU 13/2003 tentang pengaturan besaran kompensasi oleh Peraturan Pemerintah,
diubah menjadi “diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
10
PASAL 48
KETERANGAN:
Ketentuan Pasal 48 UU 13/2003 dihapus.
Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan tersebut mengenai kewajiban pemulangan tenaga kerja asing ke
negara asalnya diatur dalam Pasal 45 ayat (1) huruf c.
PASAL 49
KETERANGAN:
UU KETENAGAKERJAAN (UU 13/2003) UU CIPTA KERJA (UU 11/2020)
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
(SEBELUM AMANDEMEN) (SETELAH AMANDEMEN)
KETERANGAN:
Ketentuan penggunaan tenaga kerja asing diatur dengan “Keputusan Presiden” diubah menjadi
“Peraturan Pemerintah”.
Kata-kata mengenai “Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja
pendamping” dihapus.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
11
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu
tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
didasarkan atas: atas:
a. jangka waktu; atau a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu. b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
(3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian
kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu
atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
KETERANGAN:
Pada Pasal 56 terdapat penambahan yaitu ayat (3) dan ayat (4), mengatur bahwa Jangka waktu yang
65 LASAP
dimaksud dalam ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja dan perjanjian kerja akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Penambahan ayat (3) dan (4) membuat ketentuan Pasal 56 menjadi lebih rinci dan jelas.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
12
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat
dibuat secara tertulis serta harus secara tertulis serta harus menggunakan bahasa
menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Indonesia dan huruf latin.
latin. (2) Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing,
dibuat tidak tertulis bertentangan dengan apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran
ketentuan sebagai mana dimaksud dalam antara keduanya, yang berlaku perjanjian kerja
ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa
untuk waktu tidak tertentu. Indonesia.
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam
bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila
kemudian terdapat perbedaan penafsiran
antara keduanya, maka yang berlaku
perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa
Indonesia.
KETERANGAN:
Pasal 57 ayat (2) UU 13/2003, mengenai “PKWT yang dibuat tidak tertulis akan dinyatakan sebagai PKWTT”
dihapus.
75 LASAP
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak
dapat mensyaratkan adanya masa percobaan dapat mensyaratkan adanya masa percobaan
kerja. kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan (2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja
kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa
dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal
kerja yang disyaratkan batal demi hukum. demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
KETERANGAN:
Terdapat penambahan pada Pasal 58 ayat (2) bahwa percobaan kerja yang disyaratkan pada PKWT akan
batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
85 LASAP
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
14
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya
hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,
tertentu, yaitu : yaitu sebagai berikut:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang
sementara sifatnya; sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaian
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak nya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang bersifat musiman;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
penjajakan. e. Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatan
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu nya bersifat tidak tetap.
tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak
bersifat tetap. dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tetap.
dapat diperpanjang atau diperbaharui. (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
95 LASAP
didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) demi hukum
diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas
tahun. waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu
tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
15
Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan dengan Keputusan Menteri.
Keputusan Menteri.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
16
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila: (1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja meninggal dunia; a. Pekerja/buruh meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
kerja; c. Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau d. Adanya putusan pengadilan dan/atau putus-
putusan atau penetapan lembaga an lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
hukum tetap; atau e. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
bersama yang dapat menyebabkan (2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena
berakhirnya hubungan kerja. meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena atas perusahaan yang disebabkan penjualan,
meninggalnya pengusaha atau beralihnya pewarisan, atau hibah.
hak atas perusahaan yang disebabkan (3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka
penjualan, pewarisan, atau hibah. hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam
maka hak-hak pekerja/buruh menjadi perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi
tanggung jawab pengusaha baru, kecuali hak-hak pekerja/buruh.
16 LASAP
(4) Dalam hal pengusaha, orang (4) Dalam hal pengusaha orang perseorangan
perseorangan, meninggal dunia, ahli waris meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat
pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja mengakhiri perjanjian kerja setelah
setelah merundingkan dengan merundingkan dengan pekerja/buruh.
pekerja/buruh. (5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-
dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak haknya sesuai dengan peraturan perundang-
mendapatkan hak haknya sesuai dengan undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja bersama.
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
PASAL 61A
KETERANGAN:
Terdapat penambahan pada Pasal 61 ayat (1) huruf c, yaitu “selesainya suatu pekerjaan tertentu.”
Terdapat pasal tambahan yaitu Pasal 61A, yang mengatur mengenai kewajiban kompensasi kepada
pekerja/buruh apabila perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat
(1) huruf b dan huruf c.
Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan kompensasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PASAL 64
(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia (1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya
jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya
oleh pemberi kerja untuk melaksanakan didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat
kegiatan pokok atau kegiatan yang secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu
berhubungan langsung dengan proses atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
produksi, kecuali untuk kegiatan jasa (2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan
penunjang atau kegiatan yang tidak kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta
berhubungan langsung dengan proses perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-
produksi. kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk perundang-undangan dan menjadi tanggung
kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang jawab perusahaan alih daya.
tidak berhubungan langsung dengan proses (3) Dalam hal perusahaan alih daya
produksi harus memenuhi syarat sebagai mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan
berikut : perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana
a. Adanya hubungan kerja antara dimaksud pada ayat (1), perjanjian kerja tersebut
pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa harus mensyaratkan pengalihan perlindungan
pekerja/buruh; hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi
b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang
hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada objek pekerjaannya tetap ada.
huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu (4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud
tertentu yang memenuhi persyaratan pada ayat (2) berbentuk badan hukum dan wajib
66 LASAP
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan (1) Setiap Pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja. ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud (2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
dalam ayat (1) meliputi: (1) meliputi:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat
puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana (3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau
sektor usaha atau pekerjaan tertentu. pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada (4) Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di
sektor usaha atau pekerjaan tertentu perusahaan diatur dalam perjanjian kerja,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
dengan Keputusan Menteri. bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja
pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
77 LASAP
KETERANGAN:
Terdapat penambahan pada Pasal 77 ayat (4) bahwa pelaksanaan jam kerja diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja akan diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan yang
sebelumnya diatur dengan Keputusan Menteri.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
24
KETERANGAN:
Terdapat perubahan ketentuan mengenai waktu kerja lembur pada Pasal 78 ayat (1) huruf b, yaitu penambahan
waktu lembur dari maksimal 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu menjadi 4 jam dalam 1 hari dan 18
jam dalam 1 minggu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja lembur dan upah lembur diatur dengan Keputusan Menteri
menjadi Peraturan Pemerintah.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
25
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat (1) Pengusaha wajib memberi:
dan cuti kepada pekerja/buruh. a. waktu istirahat; dan
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana b. cuti.
dimaksud dalam ayat (1), meliputi: (2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada
a. istirahat antara jam kerja, sekurang ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada
kurangnya setengah jam setelah bekerja pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
selama 4 (empat) jam terus menerus dan a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit
waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat)
kerja; jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk tidak termasuk jam kerja; dan
6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6
atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
dalam 1 (satu) minggu;
c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12
(dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh
yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua
belas) bulan secara terus menerus; dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya
2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1
(satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
97 LASAP
(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan (3) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh,
c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas)
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. hari kerja setelah pekerja/buruh yang
(4) Hak istirahat panjang sebagaimana bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan
dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya secara terus menerus.
berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja (4) Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana
pada perusahaan tertentu. dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian
(5) Perusahaan tertentu sebagaimana kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan bersama.
Keputusan Menteri. (5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat
panjang yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
97 LASAP
KETERANGAN:
Pasal 79 ayat (2) huruf d mengenai “jangka waktu pelaksanaan cuti tahunan” dan ayat (4) mengenai “hak
cuti yang hanya berlaku bagi pekerja pada perusahaan” dihapus.
Pada UU Cipta Kerja, mengatur bahwa pelaksanaan cuti tahunan akan diatur sesuai kebijakan perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
27
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh (1) Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
yang layak bagi kemanusiaan. (2) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang pengupahan sebagai salah satu upaya
memenuhi penghidupan yang layak bagi mewujudkan hak pekerja/buruh atas
kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan (3) Kebijakan pengupahan sebagaimana
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. dimaksud pada ayat (2) meliputi:
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi a. upah minimum;
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam b. struktur dan skala upah;
ayat (2) meliputi: c. upah kerja lembur;
a. upah minimum; d. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak
b. upah kerja lembur; melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
c. upah tidak masuk kerja karena e. bentuk dan cara pembayaran upah;
berhalangan; f. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan
d. upah tidak masuk kerja karena melaku- upah; dan
kan kegiatan lain di luar pekerjaannya; g. upah sebagai dasar perhitungan atau
e. upah karena menjalankan hak waktu pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
88 LASAP
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
PASAL 88A
PASAL 88B
88 LASAP
PASAL 88C
PASAL 88D
PASAL 88E
KETERANGAN:
Terdapat perubahan ketentuan mengenai kebijakan pengupahan pada Pasal 88 ayat (3), yaitu dihapusnya
ketentuan upah untuk pembayaran pesangon dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Terdapat penambahan pasal yaitu Pasal 88A, Pasal 88B, Pasal 88C, Pasal 88D dan Pasal 88E.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengupahan akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
88 LASAP
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
33
KETERANGAN:
Ketentuan Pasal 89 UU 13/2003 mengenai Upah minimum provinsi dihapus, karena ketentuannya sudah
diatur pada Pasal 88C UU Cipta Kerja.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
34
PASAL 90A
pekerja/buruh di perusahaan.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
35
PASAL 90B
KETERANGAN:
Ketentuan Pasal 90 dihapus.
09 LASAP
Tetapi terdapat penambahan pasal yang disisipkan yaitu Pasal 90A dan Pasal 90B, yang mengatur
mengenai upah minimum.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
36
KETERANGAN:
Ketentuan Pasal 91 dihapus, karena ketentuan Pasal 91 UU 13/2003 tentang “pengaturan pengupahan tidak
19 LASAP
boleh lebih rendah dari ketentuan peraturan perundang-undangan” telah diatur pada Pasal 88A ayat (4)
dan (5) UU Cipta Kerja.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
37
(1) Pengusaha menyusun struktur dan skala (1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala
upah dengan memperhatikan golongan, upah di perusahaan dengan memperhatikan
jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
kompetensi. (2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai
(2) Pengusaha melakukan peninjauan upah pedoman pengusaha dalam menetapkan upah.
secara berkala dengan memperhatikan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan
kemampuan perusahaan dan produktivitas. skala upah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai struktur dan skala
upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Keputusan Menteri.
PASAL 92A
KETERANGAN:
Terdapat perubahan pada Pasal 92 ayat (1) bahwa “Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan
memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi” menjadi “dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
Terdapat penambahan pasal yang disisipkan yaitu, Pasal 92A yang mengatur mengenai peninjauan upah
oleh pengusaha dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, sedangkan
sebelumnya ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 92 ayat (2).
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
38
PASAL 94
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah Dalam hal komponen upah terdiri atas upah
pokok dan tunjangan tetap maka besarnya pokok dan tunjangan tetap, besarnya upah pokok
upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari
lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
tunjangan tetap.
KETERANGAN:
Terdapat perubahan bunyi pasal dari “sedikit-dikitnya 75%” menjadi “paling sedikit 75%”.
PASAL 95
KETERANGAN:
UU KETENAGAKERJAAN (UU 13/2003) UU CIPTA KERJA (UU 11/2020)
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
(SEBELUM AMANDEMEN) (SETELAH AMANDEMEN)
(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh (1) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau
pekerja/buruh karena kesengajaan atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan
kelalaiannya dapat dikenakan denda. perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang
:
(2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan utang yang didahulukan pembayarannya.
pembayaran upah, dikenakan denda sesuai (2) Upah pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dengan persentase tertentu dari upah pada ayat (1) didahulukan pembayarannya
pekerja/buruh. sebelum pembayaran kepada semua kreditur.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
39
(3) Pemerintah mengatur pengenaan denda (3) Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana
kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dimaksud pada ayat (1) didahulukan
dalam pembayaran upah. pembayarannya atas semua kreditur kecuali para
(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.
atau dilikuidasi berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku, maka
upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh
merupakan utang yang didahulukan
pembayarannya.
KETERANGAN:
Ketentuan Pasal 95 ayat (1) mengenai “pengenaan denda terhadap pelanggaran pekerja/buruh”, Pasal
95 ayat (2) mengenai “pengenaan denda pada pengusaha yang sengaja atau lalai mengakibatkan
keterlambatan pembayaran upah” dan Pasal 95 ayat (3) mengenai “pengaturan pengenaan denda
kepada pengusaha dan/atau pekerja oleh pemerintah” dalam UU 13/2003 dinyatakan dihapus.
Pasal 95 UU Cipta Kerja lebih jelas menegaskan bahwa pembayaran upah dan hak pekerja harus
didahulukan dari semua kreditur dalam hal perusahaan pailit atau likuidasi.
59 LASAP
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
40
PASAL 96
PASAL 97
(1) Untuk memberikan saran, pertimbangan, (1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan
dan merumuskan kebijakan pengupahan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah
yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan
untuk pengembangan sistem pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan
nasional dibentuk Dewan Pengupahan dibentuk dewan pengupahan.
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. (2) Dewan pengupahan terdiri atas unsur
(2) Keanggotaan Dewan Pengupahan Pemerintah, organisasi pengusaha, serikat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri pekerja/serikat buruh, pakar dan akademisi.
dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
serikat pekerja/serikat buruh, perguruan pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara
tinggi, dan pakar. pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan,
(3) Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat serta tugas dan tata kerja dewan pengupahan
Nasional diangkat dan diberhentikan oleh diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan
Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota
diangkat dan diberhentikan oleh KETERANGAN:
Gubernur/Bupati/Walikota. Terdapat perubahan ketentuan, bahwa
(4) Ketentuan mengenai tata cara Pasal 98 ayat (1) “dibentuknya Dewan
pembentukan, komposisi keanggotaan, tata Pengupahan Nasional, Provinsi, dan
cara pengangkatan dan pemberhentian Kabupaten/Kota” menjadi “Dewan
keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Pengupahan”.
89 LASAP
PASAL 151A
KETERANGAN:
Pada Pasal 151 UU Cipta Kerja bersifat lebih sistematis sesuai prosedur yang ada, bahwa “apabila terjadi
151 LASAP
pemutusan hubungan kerja akan diberitahukan terlebih dahulu maksud dan alasannya kepada pekerja. Jika
menolak maka akan diselesaikan melalui perundingan, namun apabila gagal mencapai kesepakatan maka
akan diselesaikan melalui mekanisme PPHI.”
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
44
(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan alasan: hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan
a. pekerja/buruh berhalangan masuk alasan:
kerja karena sakit menurut keterangan dokter a. berhalangan masuk kerja karena sakit me-
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) nurut keterangan dokter selama waktu tidak
bulan secara terus-menerus; melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus
b. pekerja/buruh berhalangan menjalan- menerus;
kan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban b. berhalangan menjalankan pekerjaannya
terhadap negara sesuai dengan ketentuan karena memenuhi kewajiban terhadap negara
peraturan perundang-undangan yang berlaku; sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah undangan;
yang diperintahkan agamanya; c. menjalankan ibadah yang diperintahkan
d. pekerja/buruh menikah; agamanya;
e. pekerja/buruh perempuan hamil, me- d. menikah;
lahirkan, gugur kandungan, atau menyusui e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
bayinya; menyusui bayinya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian f. mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan
darah dan/atau ikatan perkawinan dengan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam
pekerja/buruh lainnya di dalam satu satu perusahaan;
perusahaan, kecuali telah diatur dalam g. mendirikan, menjadi anggota dan/atau
perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
perjanjian kerja bersama; pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat
351 LASAP
atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam h. mengadukan pengusaha kepada pihak
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
perjanjian kerja bersama; yang melakukan tindak pidana kejahatan;
h. pekerja/buruh yang mengadukan pe- i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku,
ngusaha kepada yang berwajib mengenai warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik,
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak atau status perkawinan; dan
pidana kejahatan; j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat
i. karena perbedaan paham, agama, ali- kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja
ran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat (2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
karena hubungan kerja yang menurut surat batal demi hukum dan pengusaha wajib
keterangan dokter yang jangka waktu mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
penyembuhannya belum dapat dipastikan. bersangkutan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
bersangkutan.
351 LASAP
KETERANGAN:
Terdapat perubahan bunyi ketentuan pada Pasal 153 ayat (1) huruf f, bahwa “Dilarang melakukan PHK
kepada pekerja yang mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya
dalam satu perusahaan.” Sedangkan yang sebelumnya, masih diperbolehkan adanya pengecualian
terhadap ketentuan tersebut apabila telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
47
PASAL 154A
PASAL 154A
PASAL 154A
PASAL 154A
KETERANGAN:
451 LASAP
KETERANGAN:
Ketentuan Pasal 155 dihapus.
551 LASAP
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
53
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,
kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pengusaha wajib membayar uang pesangon
pesangon dan/atau uang penghargaan masa dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang
kerja dan uang penggantian hak yang penggantian hak yang seharusnya diterima.
seharusnya diterima. (2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada
(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai
dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berikut:
sebagai berikut: a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
(satu) bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi
upah; kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi
tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan
upah; upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan
bulan upah; upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi
651 LASAP
tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
bulan upah; g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) upah;
bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
54
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau le- h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi
bih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan
(delapan) bulan upah; upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau le- i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
bih, 9 (sembilan) bulan upah. (sembilan) bulan upah.
(3) Perhitungan uang penghargaan masa (3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan
ditetapkan sebagai berikut: ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi
tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
bulan upah; b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga)
tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
bulan upah; c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau le- tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat)
bih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 bulan upah;
(empat) bulan upah; d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima)
lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, bulan upah;
5 (lima) bulan upah; e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih
651 LASAP
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) (enam) bulan upah;
tahun, 6 (enam) bulan upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau le-
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun bih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7
atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh (tujuh) bulan upah;
satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
55
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau
atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat)
empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun
tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah. atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
(4) Uang penggantian hak yang seharusnya (4) Uang penggantian hak yang seharusnya
diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) meliputi: meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan a. cuti tahunan yang belum diambil dan be-
belum gugur; lum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/
pekerja/buruh dan keluarganya ketempat buruh dan keluarganya ke tempat pekerja/buruh
dimana pekerja/buruh diterima bekerja; diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengo- c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam per-
batan dan perawatan ditetapkan 15% (lima janjian kerja, peraturan perusahaan, atau
belas perseratus) dari uang pesangon perjanjian kerja bersama.
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi
yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
651 LASAP
(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
perhitungan uang penghargaan masa kerja, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja,
dan uang penggantian hak sebagaimana dan uang penggantian hak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. diatur dalam Peraturan Pemerintah.
KETERANGAN:
Pasal 156 ayat (4) huruf c mengenai “uang penggantian hak berupa penggantian perumahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja” dihapus.
651 LASAP
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
57
(1) Komponen upah yang digunakan sebagai (1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar
dasar perhitungan uang pesangon, uang perhitungan uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja, dan uang penghargaan masa kerja, terdiri atas:
pengganti hak yang seharusnya diterima a. upah pokok;
yang tertunda, terdiri atas: b. tunjangan tetap yang diberikan kepada
a. upah pokok; pekerja/buruh dan keluarganya.
b. segala macam bentuk tunjangan yang (2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh
bersifat tetap yang diberikan kepada dibayarkan atas dasar perhitungan harian, upah
pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk sebulan sama dengan 30 (tiga puluh) dikalikan
harga pembelian dari catu yang diberikan upah sehari.
kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, (3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas
yang apabila catu harus dibayar dasar perhitungan satuan hasil, upah sebulan
pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai sama dengan penghasilan rata-rata dalam 12 (dua
upah dianggap selisih antara harga belas) bulan terakhir.
pembelian dengan harga yang harus dibayar (4) Dalam hal upah sebulan sebagaimana
oleh pekerja/buruh. dimaksud pada ayat (3) lebih rendah dari upah
(2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh minimum, upah yang menjadi dasar perhitungan
dibayarkan atas dasar perhitungan harian, pesangon adalah upah minimum yang berlaku di
maka penghasilan sebulan adalah sama wilayah domisili perusahaan.
dengan 30 kali penghasilan sehari.
(3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan
751 LASAP
PASAL 157A
Telah disisipkan Pasal 157A mengenai pelaksanaan (3) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana
kewajiban dan tetap mendapatkan hak meskipun dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan
dalam proses pemutusan hubungan kerja. selesainya proses penyelesaian perselisihan
Dalam Pasal 157 UU Cipta Kerja baru juga diatur hubungan industrial sesuai tingkatannya.
bahwa dalam hal pesangon yang lebih rendah dari
upah minimum, maka upah yang menjadi dasar
perhitungan pesangon adalah upah minimum yang
berlaku di domisili perusahaan.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
59
orang saksi.
(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan
kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh
uang penggantian hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
61
KETERANGAN:
Ketentuan Pasal 158 dihapus.
PASAL 159
KETERANGAN:
UU KETENAGAKERJAAN (UU 13/2003) UU CIPTA KERJA (UU 11/2020)
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
(SEBELUM AMANDEMEN) (SETELAH AMANDEMEN)
(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang
yang berwajib karena diduga melakukan berwajib karena diduga melakukan tindak pidana,
tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha tidak wajib membayar upah, tetapi
pengusaha, maka pengusaha tidak wajib wajib memberikan bantuan kepada keluarga
membayar upah tetapi wajib memberikan pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya
bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang dengan ketentuan sebagai berikut:
menjadi tanggungannya dengan ketentuan a. untuk 1 (satu) orang tanggungan, 25% (dua
sebagai berikut: puluh lima persen) dari upah;
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% b. untuk 2 (dua) orang tanggungan, 35% (tiga
(dua puluh lima perseratus) dari upah; puluh lima persen) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan, 45%
(tiga puluh lima perseratus) dari upah; (empat puluh lima persen) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau
(empat puluh lima perseratus) dari upah; lebih, 50% (lima puluh persen) dari upah.
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan (2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan
upah. terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ditahan oleh pihak yang berwajib.
ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) (3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan
bulan takwin terhitung sejak hari pertama hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang
pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan
061 LASAP
(4) Dalam hal pengadilan memutuskan (4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara
perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan pidana sebelum masa 6 (enam) bulan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir
berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah,
bersalah, maka pengusaha wajib pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh
mempekerjakan pekerja/buruh kembali. kembali.
(5) Dalam hal pengadilan memutuskan (5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara
perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir
berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah,
bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pengusaha dapat melakukan pemutusan
pemutusan hubungan kerja kepada hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang
pekerja/buruh yang bersangkutan. bersangkutan.
(6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5)
dilakukan tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
(7) Pengusaha wajib membayar kepada
pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud KETERANGAN:
dalam ayat (3) dan ayat (5), uang Ketentuan Pasal 160 ayat (6) dan (7) dihapus.
061 LASAP
PASAL 166
KETERANGAN:
UU KETENAGAKERJAAN (UU 13/2003) UU CIPTA KERJA (UU 11/2020)
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
(SEBELUM AMANDEMEN) (SETELAH AMANDEMEN)
PASAL 171
KETERANGAN:
UU KETENAGAKERJAAN (UU 13/2003) UU CIPTA KERJA (UU 11/2020)
Ketentuan Pasal 44 dihapus.
(SEBELUM AMANDEMEN) (SETELAH AMANDEMEN)
PASAL 184
(1) Barang siapa melanggar ketentuan (1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2),
(1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal
Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156
dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenakan sanksi
sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
dan/atau denda paling sedikit Rp paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00
paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat (empat ratus juta rupiah).
ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
KETERANGAN:
Terdapat perubahan terhadap pelanggaran ketentuan yang dikenakan sanksi, yaitu: Dihapusnya Pasal
42 ayat (1), Pasal 90 ayat (1) dan Pasal 160 ayat (7), dan penambahan Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat
581 LASAP
(2).
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
77
(1) Barang siapa melanggar ketentuan (1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
(2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan atau ayat (3), atau Pasal 93 ayat (2), dikenakan
Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan
penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00
rupiah) dan paling banyak Rp (empat ratus juta rupiah).
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
KETERANGAN:
Terdapat perubahan terhadap pelanggaran ketentuan yang dikenakan sanksi, yaitu: Dari sebelumnya
tentang pelanggaran ketentuan Pasal 35 ayat (2) “dan” ayat (3) menjadi Pasal 35 ayat (2) “atau” ayat (3).
681 LASAP
Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) dihapus.
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
78
(1) Barang siapa melanggar ketentuan (1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1),
(2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78
ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3),
ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 Pasal 85 ayat (3), atau Pasal 144 dikenakan sanksi
ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan
pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda
dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp (seratus juta rupiah).
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
KETERANGAN:
Terdapat perubahan terhadap pelanggaran ketentuan yang dikenakan sanksi, yaitu: Dihapusnya Pasal
781 LASAP
37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1) dan penambahan Pasal 79 ayat (3).
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
79
(1) Barang siapa melanggar ketentuan (1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2),
(2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1),
ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, atau Pasal 148
Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit
pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling
(lima juta rupiah) dan paling banyak Rp banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
KETERANGAN:
Terdapat perubahan terhadap pelanggaran ketentuan yang dikenakan sanksi, yaitu: Dihapusnya Pasal 14
ayat (2).
881 LASAP
11 .oN UU( ajreK atpiC UU VI baB nagnidnabreP
UU( naajrekaganeteK UU padahret )0202 nuhaT
)3002 nuhaT 31 .oN
80
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
mengenakan sanksi administratif atas sesuai kewenangannya mengenakan sanksi
pelanggaran ketentuan-ketentuan administratif atas pelanggaran ketentuan-
sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5,
Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25, Pasal 37
ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 47
Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat ayat (1), Pasal 61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal
(1) dan ayat (2) undang-undang ini serta 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), atau Pasal 160 ayat
peraturan pelaksanaannya. (1) atau ayat (2) undang-undang ini serta
(2) Sanksi administratif sebagaimana peraturan pelaksanaannya.
dimaksud dalam ayat (1) berupa: (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
a. teguran; administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
b. peringatan tertulis; diatur dalam Peraturan Pemerintah.
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
KETERANGAN:
e. pembatalan persetujuan;
Terdapat penambahan ketentuan yang
f. pembatalan pendaftaran;
akan dikenakan sanksi, yaitu
g. penghentian sementara sebagian
ditambahnya Pasal 14 ayat (1), Pasal 37
atau seluruh alat produksi;
ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 61A, Pasal
h. pencabutan ijin.
66 ayat (4), Pasal 92.
091 LASAP
PASAL 191A
KETERANGAN:
Terdapat penambahan pasal yang disisipkan yaitu
Pasal 191A.