Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................1
BAB I : PENDAHLUAN.............................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Manfaat.................................................................................................................................2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................4
2.1 Sejarah Perkembangan Leasing di Indonesia.........................................................................4
2.2 Pengertian Leasing.................................................................................................................5
2.3 Jenis-Jenis Leasing.................................................................................................................6
2.4 Kegiatan yang dilakukan leasing............................................................................................7
2.5 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Leasing...............................................................................8
BAB III : PEMBAHASAN........................................................................................................................10
3.1 Mekanisme Pelaksanaan Leasing.........................................................................................10
3.2 Permasalahan yang Timbul dari Leasing..............................................................................11
BAB IV : PENUTUP................................................................................................................................16
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................16
4.2 Saran....................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................18

1
BAB I

PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang

Tidak dapat disangkal kebutuhan akan sesuatu dari tahun ke tahun meningkat, demi
terwujudnya kebutuhan tersebut diperlukan biaya atau modal dalam bentuk moneter (uang)
ataupun berupa barang. Hal ini merupakan peluang besar bagi pelaku usaha di bidang leasing
secara kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan proses yang mudah serta
menggiurkan, banyak masyarakat yang “bermain” dalam hal ini. Tak dipungkiri hampir
seluruh lapisan masyarakat pernah berurusan dalam leasing khususnya dalam pengadaan
kendaraan bermotor atau barang-barang lain.
Masalah timbul akibat dari tidak terpenuhinya point-point kesepakatan dalam
perjanjian tersebut. Tidak terlunasinya kredit merupakan masalaha yang paling sering
dijumpai yang bpada akhirnya berujung dengan penarikan oleh pihak leasing melalui debt
collector baik secara halus ataupun kasar, yang dalam artinya tindak ditempat alias “jemput
paksa”. Hal ini menjadi problem karena cara tersebut berbenturan dengan peraturan
perundang-undangan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dipaparkan adalah :
1. Bagaimana sejarah perkembangan leasing di Indonesia ?
2. Pengertian dari leasing ?
3. Apa saja jenis- jenis leasing ?
4. Apa elemen-elemen dari leasing ?
5. Apa saja kegiatan dari leasing ?
6. Bagaimana dengan masalah leasing serta hal-hal yang terkait dengan permasalahan
leasing itu sendiri ?

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengenal sejarah perkembangan leasing di Indonesia


2. Mengetahui apa itu leasing sebagai salah satu lembaga pembiayaan masyarakat.

2
3. Mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan dalam leasing.
4. Mengetahui berbagai masalah leasing serta hal-hal yang terkait dengan permasalahan
leasing.
5. Bagi penulis, memenuhi tugas akhir mata kuliah hukum bisnis dan merupakan
pelatihan intelektual dalam mempertajam daya pikir serta meningkatkan kompetensi
keilmuan dalam disiplin ilmu.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Leasing di Indonesia

Usaha leasing (sewa guna usaha) sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 SM yang
dilakukan oleh orang-orang sumeria. Dokumen-dokumen yang ditemukan dari kebudayaan
sumeria menunjukan bahwa transaksi leasing meliputi leasing peralatan, penggunaan tanah,
dan binatang piaraan.
Dalam perkembangan berikutnya, banyak system hukum mencantumkan leasing
sebagai salah satu metode pembiayaan. Perkembangan usaha di bidang industry pertanian,
manufaktur, dan transportasi membawa banyak jenis peralatan yang memungkinkan untuk
dibiayai dengan cara leasing. Kegiatan usaha leasing baru diperkenalkan pada tahun 1974
dengan surat keputusan bersama Menteri keuangan, Menteri perindustrian, dan Menteri
Perdagangan Nomor Kep.122/MK/IVi2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 301
Kpb/II74 tertanggal 7 januari 1974 tentang perizinan usaha Leasing. Selanjutnya, Menteri
Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan no.6491MKIIV/5/1974 tertanggal 6 Mei 1974
yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di
Indonesia. Untuk mendukung perkembangannya, Menteri keuangan mengeluarkan surat
keputusan Nomor 650/MK/IV/511974 tertanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan
Pajak Penjualan dan besarnya Bea Materai terhadap Usaha Leasing. Dengan dikeluarkannya
kebijaksanaan deregulasi 20 Desember 1988 atau disebut Pakdes 20 1998 kegiatan usaha
Leasing termasuk dalam perusahaan pembiayaan.
Di samping itu, Keppres Nomor 61 tahun1988 dan keputusan menteri keuangan
Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 merupakan bagian dari Pakdes 88
dimana lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat. Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan
pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam Pakdes 20 tahun 1988
dengan keputusan dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal
20 Desember 1988, dimana jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan
sebagai berikut :

4
 

 Perusahaan swasta nasional sebesar Rp 3 miliar


 Perusahaan patungan Indonesia asing sebesar Rp 10 miliar
 Koperasi sebesar Rp 3 miliar
  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November
1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing). Leasing adalah kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediian barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease)
maupun leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha biasa (operating lease) untuk digunakan
oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Yang
dimaksud dengan finance lessee adalah kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati.
Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah kegiatan leasing dimana lessee
pada akhir kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing.

2.2 Pengertian Leasing

Leasing menurut Prof.R.Subekti, S.H. di dalam bukunya `Aneka Perjanjian` Adalah


tidaklain dari pada perjanjian sewa – menyewa yang telah berkembang di kalangan para
pengusaha, dimana ”lessor” menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin – mesin)
termasuk servis, pemeliharaan dan lain – lain kepada ”lessee” untuk suatu jangka waktu
tertentu. Pengertian lessor adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha leasing dengan
menyediakan berbagai macam barang modal, sedangkan lessee adalahnasabah yang
menginginkan barang modal tersebut.
Leasing berasal dari bahasa Inggris “to lease” yang berarti menyewakan.
Namun leasing mempunyai persyaratan tertentu, sehingga tidak bisa disamakan dengan
sewa-menyewa biasa. Leasing atau yang lebih sering disebut dengan sewa guna usaha adalah
setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-
pembayaran secara berkala disertai hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang telah disepakati bersama.
Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK. 01/1991 tertanggal 21 Nopember 1991
tentang kegiatan lessing atau sewa guna usaha. Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam

5
bentuk penyediaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (FinanceLease)
maupun leasing tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh lesse selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Yang dimaksud Finance Lease adalah
kegiatan leasing di mana lesse pada akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli
obyek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sedangkan, yang dimaksud
dengan operating lease adalah kegitan leasing dengan lesse pada akhir kontrak tidak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing.

2.3 Jenis-Jenis Leasing

1. Capital Lease
Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee
yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari
barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier
mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan
pengoperasian barang tersebut.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier
dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa
pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah
uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.Jumlah
rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah
faktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bisa
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang
dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang
atas permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh lessee.
2) Sale and lease back
Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang telah dimilikinya
kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara
lessee dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki
tujuan yang berbeda dibandingkan dengan direct finance lease. Di sini lessee memerlukan
cash yang bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya.
Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease back memungkinkan lessor memberikan

6
dana untuk keperluan apa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkan sesuai
dengan nilai objek barang lease.
2. Operating Lease
Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada
lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya
secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan
oleh lessor.Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan
biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut
masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.

3. Sales type lease (Lease Penjualan)


Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease
barang hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu
pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa pembelanjaan selama jangka
waktu lease.

4. Leverage Lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak
membiayai objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara
20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit
provider.
5. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan
melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada
dua negara yang berbeda. Barang-barang atau peralatan yang ditransaksikan dalam cross
border lease meliputi nilai jutaan dollar Amerika Serikat. Seperti Pesawat terbang bermesin
jet dari Pabrikan Boeing dan Airbus.

2.4 Kegiatan yang dilakukan leasing

Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21


November 1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Financial leasing
dan operating leasing.
1. Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lesse (Financial leasing)
Pada teknik pembiyaan ini, lesse memiliki hak untuk mengembalikan,
memperpanjang atau membeli barang modal yang di berikan oleh lessor. Dalam sewa guna

7
ini, lessee yang membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis dan spesifikasi
barang yang dibutuhkan dan mengadakan negosiasi langsung dengan suplier mengenai harga,
syarat-syarat pemeliharaaan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian
barang tersebut. Lessor hanya akan membayarkan barang modal tersebut kepada supplier dan
diberikan kepada lessee. Setelah itu, lessee akan membayarkan uang sewa kepada lessor
berkala sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama.

2. Melakukan sewa guna usaha dengan hak tanpa opsi bagi lesse (Operating leasing).
Dalam teknik operating lease, Lessee tidak memiliki opsi untuk memiliki
barangmodal yang diberikan lessor. Pihak pemilik objek leasing atau lessor membeli barang
modal dan disewagunausahakan kepada lesee. Pembayaran periodik yang dilakukanoleh
lessee tidak mencangkup biaya yang dikeluarkan oleh lessor untuk mendapatkan barang
modal tersebut dan bunganya. Penggunaan barang modal pada teknik ini biasanya dalam
jangka waktu yang pendek dan juga lessee dapat membatalkan perjanjian leasing kapanpun
serta mengembalikan barang modal tersebut kepada lessor.

2.5 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Leasing

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pihak – pihak yang terlibat pada
kegiatan leasing. Pihak–pihak ini memiliki peran tersendiri untuk membantu proses
kegiatan leasing agar tidak terjadi keasalahan atau penyimpangan perjanjian. Berikut adalah
pihak-pihak yang terlibat:
1. Lessor
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan nasabahnya untuk
memperoleh barang-barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk
mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai barang modal dengan
mendapatkan keuntungan.
2. Lessee
Adalah nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk
memperoleh barang modal yang diinginkan.
3. Supplier
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian
antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor.

8
Dalam mekanisme financial lease, suplier langsung menyerahkan barang kepada lease tanpa
melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan.

4. Bank dan kreditur


Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditur lain tidak
terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam
hal penyediaan dana kepada lessor.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Mekanisme Pelaksanaan Leasing

Dalam Pelaksanaan leasing, terdapat alur yang dapat dijelaskan dalam tabel dan
penjelasan dibawah ini.

1)        Lesse menghubungi pemasok untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi,
harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan disewa.
2)         Lesse melakukan negoisasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang
modal. Dalam hal ini, lessee dapat meminta lease quotation yang tidak mengikat dari lessor.
Dalam quotation terdapat syarat-syarat pokok pembiayaan leasing, antara lain: keterangan
barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi,
jaminan uang sewa ( lease rental ), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3)        Lessor mengirimkan letter of offer atau comitment letter kepada lessee yang berisi
syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayaai barang modal yang dibutuhkan,
lessee menandatangani dan mengembalikannya kepaada lessor.
4)        Penandatangan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi lessee, dimana
kontrak tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa
leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab dan objek leasing, perpajakan
jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
5)        Pengiriman order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang kepada
lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
6)        Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan serta
menandatangani surat tanda terim dan perintah bayar selanjutnya diserahkan

10
7)        Penyerahan dokumen oleh pemasok kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti
kepemilikan barang lainnya.
8)        Pembayaran oleh lessor kepada pemasok
9)        Pembayaran sewa ( lease payment ) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama
masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta
bunganya.

3.2 Permasalahan yang Timbul dari Leasing

A. Penagihan atau penyitaan oleh debt collector

Penyitaan Paksa Barang Oleh Debt Collector yang Melanggar Hukum


Tindakan debt collector yang menyita paksa barang, misalnya menyita sepeda motor
yang menunggak kredit atau menyita barang-barang di dalam rumah karena belum dapat
melunasi hutang pada bank, merupakan perbuatan melanggar hukum. Tindakan menyita
secara paksa itu ibaratnya menutup lubang masalah dengan masalah – menyelesaikan
pelanggaran hukum dengan melanggar hukum yang lebih berat.
Seorang debitur yang belum mampu membayar lunas hutangnya (misalnya cicilan
kredit sepeda motor yang sudah jatuh tempo) adalah suatu pelanggaran hukum, yaitu
melanggar perjanjian. Dalam hal demikian kreditur (dealer sepeda motor) mempunyai hak
untuk menyita barang yang telah diserahkan kepada debitur (pembeli sepeda motor) dengan
alasan wanprestasi. Atas alasan tersebut biasanya kreditur mengutus debt collector-nya untuk
menyita barang,  jika tidak berhasil menagih hutang. Suatu hubungan hutang-piutang antara
debitur-kreditur (penjual dan pembeli, atau penerima kredit dan bank) umumnya diawali
dengan perjanjian. Seorang pembeli sepeda motor secara kredit adalah debitur yang
melakukan perjanjian jual-beli dengan dealernya sebagai kreditur.
Jika debitur wanprestasi  tidak melaksanakan kewajibannya melunasi kredit  maka
berdasarkan alasan syarat batal kreditur dapat membatalkan perjanjian. Dengan batalnya
perjanjian maka kreditur dapat menarik kembali barang-barang yang telah diserahkannya
kepada debitur.
Namun pembatalan itu tidak serta merta dapat dilakukan oleh kreditur. Pembatalan
perjanjian itu harus dinyatakan oleh putusan pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan
maka tidak ada pembatalan, dan tanpa pembatalan maka kreditur tidak dapat menyita barang
yang telah diterima oleh debitur melalui debt collector-nya. Jikapun kreditur tetap

11
memaksakan diri melakukan penyitaan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran
hukum.
Karena tindakan menyita paksa barang oleh kreditur dan debt collector-nya adalah
pelanggaran hukum maka tindakan itu dapat berindikasi tindak pidana pencurian (pasal 362
KUHP) – mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan
hukum. Atas pelanggaran hukum tersebut, pembeli sepeda motor berhak melaporkannya
kepada polisi.
Selain pencurian kreditur dan debt collector-nya juga dapat diancam tindak pidana
perbuatan tidak menyenangkan kalau sudah emosional dan sudah dapat membayangkan
tindak pidana yang yang lebih kejam lagi jika sang debt collector telah berlagak menjadi
jagoan yang gampang main pukul.

B. Peraturan Perpajakan Mengenai Leasing (SGU) yang Saling Bersebrangan

Di Indonesia, perpajakan atas leasing diatur dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991


bertentangan dengan UU PPh pasal 11 yang berlaku saat ini (UU PPh No 36 tahun 2008):
”masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal
Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk
Golongan bangunan; Hal ini melandasi SE-10/PJ.42/1994 membuat pengelompokan harta
untuk depresiasi tidak sesaui UU PPh pasal 11 dimana ;
·  Golongan I mempunyai manfaat 4 tahun
·  Golongan II mempunyai masa manfaat > 4 sd 8 tahun
·  Golongan III mempunyai manfaat > 8 tahun
Keputusan Menteri Keuangan yang menjadi dasar  dari Surat Edaran tersebut adalah
”Keputusan Menteri Keuangan tahun 1991, jadi dasar hukumnya adalah UU PPh sebelum
diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1994 dimana pasal 11 menyatkan pengelompokkan aset
sebagai berikut:
·    1)   Bukan bangunan
 Kelompok 1  mempunyai manfaat 4 tahun
 Kelompok 2  mempunyai manfaat 8 tahun
 Kelompok 3  mempunyai manfaat 16 tahun
 Kelompok 4 mempunyai manfaat 20 tahun ·        

2) Bangunan
 Permanen  mempunyai manfaat 20 tahun

12
 Tidak Permanen mempunyai manfaat 10 tahun

C. Akibat lesse menggunakan hak opsinya

Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal atau memperpanjang jangka
waktu perjanjian sewa-guna-usaha. Penggunaan hak opsi pada akhir jangka waktu dalam
perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) disebut juga sebagai Finance Leasing.
Sebelumnya, harus dipastikan bahwa Kegiatan Leasing tersebut masuk ke dalam
kriteria yang digolongkan sebagai Finance Leasing apabila memenuhi semua kriteria sebagai
berikut ;
1)    jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah
dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan
keuntungan lessor;
2)    masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang
modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun
untuk Golongan bangunan;
3)    perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Pelaksanaan atas hak opsi ;


1)    Dalam hal Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal, maka pembelian
dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.
Dasar penyusutan untuk opsi membeli adalah nilai sisa barang modal;
2)    Dalam hal Lessee menggunakan hakuntuk memperpanjang jangka waktu perjanjian
sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan, akan digunakan
sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha.

Akibat hukum penggunaan hak opsi dalam akhir jangka waktu masa leasing ;

1)    Beralihnya kepemilikan dari barang modal yang disewa-guna-usaha-kan dari Lessor ke
Lessee
2)    Perlakuan perpajakan, yaitu:
a)    selama masa sewa-guna-usaha, Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang
modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;

13
b)    setelah Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, Lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang
modal yang bersangkutan;
c)    pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut selama memenuhi kriteria sebagai
Finance Leasing;
d)    dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam kriteria
Finance Leasing, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-
guna-usaha;
e)    Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha
yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.

D. Perbedaan Leasing (SGU) dengan Penjualan Kredit dan Angsuran

Perbedaan Leasing dengan penjualan kredit dan angsuran biasa adalah dalam
penjualan kredit dan angsuran hanya terdapat 2 pihak yaitu penjual (supplier) dan pembeli
(yang mengangsur/mencicil pembayaran kepada supplier). Maka konsuekensi pajaknya
hanyalah antara 2 pihak tersebut. Atas barang modal yang dijual terutang objek PPN,
Sedangkan laba penjualan (harga jual – harga pokok pembelian) masuk ke PPh badan
supplier.

Sedangkan pada leasing (SGU) terdapat 3 pihak ;


1)   lessor (biasanya bank atau lembaga keuangan lain yang memberi dana pada lessee untuk
memperoleh aset/barang modal yang  di-leasing-kan)
2)    lessee (yang menggunakan aset/barang modal yang  di-leasing-kan)
3)    supplier (yang menjual/menyediakan aset/barang modal)

Sehingga di sini terdapat 2 objek pajak yaitu ;


1)      Jasa pembiayaan, biasanya berupa imbalan bunga, dari lessor ke lessee (objek pajak
yang dibebaskan PPN dan PPh 23)
2)      Barang modal yang dijual dari supplier ke lessse (objek pajak PPN sedangkan laba
penjualan masuk ke PPh badan supplier)

Terdapat dampak perpajakan yang lain yaitu siapakah yang berhak mendepresiasi aset
karena pada umumnya kepemilikan aset (dokumen legalnya) masih dimilki oleh lessor.

14
Karena perbedaan konsuekensi pajak inilah, maka merangsang penyelundupan pajak (tax
evasion). Misalnya leasing disamarkan menjadi penjualan kredit agar lessor terhindar dari
konsuekensi pemajakan. Atau penjualan kredit agar penjual bisa membukukan pendapatan
hanya sebesar imbalan bunga saja.

15
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dengan semakin berkembangya dunia bisnis, maka semakin banyak perusahaan yang
terjun ke dunia bisnis. Dengan semakin banyaknyaperusahaan yang terjun ke dunia bisnis,
maka semakin banyak kebutuhandana dan modal yang harus dipenuhi oleh berbagai
perusahaan. Haltersebut mendorong industry bisnis yang bergerak dalam bidangpembiayaan
yang disebut lembaga pembiayaan.
Leasing termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga pembiayaan karena yang
dikatakan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usahayang di dalam melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaandana atau barang modal dengan tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat. Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan
pembiayaanperusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal untuk digunakan
oleh suatu perusahaan, untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala
disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang -barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilaisisa
yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, leasing termasuk salahsatu jenis lembaga
pembiayaan karena leasing membiayai perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal.
Peerjanjian sewa guna usaha yang lahir pada prosedur mekanisme leasing terdiri dari
ketentuan-ketentuan yang salah satunya adalah ketentuan mengenai tanggung jawab para
pihak terhadap obyek leasing. pemabagian dan pengaturan mengenai tanggung jawab para
pihak terhadap obyek leasing tersebut pada umumnya dipengaruhi dan ditentukan oleh jenis
pembiayaan yang terdapat dalam perjanjian leasing itu sendiri, namun secara khusus
pembagian dan pengaturan tersebut pada dasranya harus didasarkan pada kesepakatan para
pihak dalam perjanjian. sedangkan untuk pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan
undang-undang,. Selain itu permasalahan yang timbul dari pelaksanaan leasing perlu
dibenahi agar tidak merugikan konsumen karena leasing sendiri merupakan lembaga
pembiayaan konsumen yang memiliki tujuan untuk memberikan bantuan financial dan modal
kepada konsumen.

4.2 Saran
Leasing merupakan salah satu lembaga pembiayaan konsumen/masyarakat yang dapat
membantu masyarakat dalam membangun modalnya untuk membuka usaha ataupun

16
keperluan masyarakat dengan adanya pembiayaan terhadap kebutuhan mereka. Untuk itu,
adanya permasalahan yang timbul dari pelaksanaan leasing perlu diperhatikan dan tidak
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

17
DAFTAR PUSTAKA

Simatupang, Richard Burton, S.H. 2007. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta : PT. Rineka Cipta

http://bagus-ahmad.blogspot.co.id/2013/12/makalah-leasing.html

http://achmadzaidun.blogspot.co.id/2013/11/makalah-manajemen-sewa-guna-usaha.html

http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/43/39

18
19

Anda mungkin juga menyukai