Anda di halaman 1dari 18

Nama : Dinda Khairunnisa

NIM : 841191007
Resume tentang Anticipatory Guidance dan Toilet Training

A. Anticipatory Guidance
1. Pengertian
Anticipatory Guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang
perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan
dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat
bertumbuh dan berkembang secara normal. Pemberian bimbingan
kepada orang tua untuk mengantisipasi hal-hal yang terjadi pada
setiap tingkat pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Memberitahukan/upaya bimbingan kepada orang tua
tentang tahapan perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa
yang terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia
anak.
2. Tahapan Usia Anticipatory guidance
a. Anticipatory Guidance Pada Masa Bayi (0-12 Bulan)
a) Usia 6 (enam) bulan pertama
1) Memahami adanya proses penyesuaian
antara orang tua dengan bayinya, terutama
pada ibu yang membutuhkan
bimbingan/asuhan pada masa setelah
melahirkan.
2) Membantu orang tua untuk memahami
bayinya sebagai individu yang mempunyai
kebutuhan dan untuk memahami bagaimana
bayi mengekspresikan apa yang diinginkan
melalui tangisan.
3) Menentramkan orang tua bahwa bayinya
tidak akan menjadi manja dengan adanya
perhatian yang penuh selama 4-6 bulan
pertama.
4) Menganjurkan orang tua untuk membuat
jadwal kebutuhan bayi dan orang tuanya.
5) Membantu orang tua untuk memahami
kebutuhan bayi terhadap stimulasi
lingkungan.
6) Menyokong kesenangan orang tua dalam
melihat petumbuhan dan perkembangan
bayinya, yaitu dengan bersahabat dan
mengamati respon social anak misalnya
dengan tertawa/tersenyum.
7) Menyiapkan orang tua untuk memenuhi
kebutuhan rasa aman dan kesehatan bagi
bayi misalnya imunisasi.
8) Menyiapkan orang tua untuk mengenalkan
dan memberikan makanan padat.
b) Usia 6 (enam) bulan kedua
1) Menyiapkan orang tua akan danya ketakutan
bayi terhadap orang yang belum dikenal
(stranger anxiety).
2) Menganjurkan orang tua untuk mengizinkan
anaknya dekat dengan ayah dan ibunya serta
menghindarkan perpisahan yang terlalu lama
dengan anak tersebut.
3) Membimbing orang tua untuk mengetahui
disiplin sehubungan dengan semakin
meningkatnya mobilitas (pergerakan si
bayi).
4) Menganjurkan untuk mengguanakan suara
yang negative dan kontak mata daripada
hukuman badan sebagai suatu disiplin.
Apabila tidak berhasil, gunakan 1 pukulan
pada kaki atau tangannya.
5) Menganjurkan orang tua untuk memberikan
lebih banyak perhatian ketika bayinya
berkelakuan baik dari pada ketika ia
menangis.
6) Mengajrkan mengenai pencegahan
kecelakaan karena ketrampilan motorik dan
rasa ingin tahu bayi meningkat.
7) Menganjurkan orang tua untuk
meninggalkan bayinya beberapa saat dengan
pengganti ibu yang menyusui.
8) Mendiskusikan mengenai kesiapan untuk
penyapihan.
9) Menggali perasaan ornag tua sehubungan
dengan pola tidur bayinya.
b. Anticipatory Guidance Pada Masa Toddler (1-3 Tahun)
a) Usia 12-18 bulan
1) Menyiapkan orang tua untuk antisipasi
adanya perubahan tingkah laku dari toodler
terutama negativism.
2) Mengkaji kebiasaan makan dan secara
bertahap penyapihan dari botol serta
peningkatan asupan makanan padat.
3) Menyediakan makanan selingan antara 2
waktu makan dengan rasa yang disukai.
4) Mengkaji pola tidur malam, kebiasaan
memakai botol yang merupakan penyebab
utama gigi berlubang.
5) Mencegah bahaya yang dapat terjadi di
rumah.
6) Perlu ketentuan-ketentuan/disiplin dengan
lembut untuk meminimalkan negativism,
tempertantrum serta penekanan akan
kebutuhan yang positif dan disiplin yang
sesuai.
7) Perlunya mainan yang dapat meningkatkan
berbagai aspek perkembangan anak.
b) Usia 18-24 bulan
1) Menekankan pentingnya persahabatan dalam
bermain.
2) Menggali kebutuhan untuk menyiapkan
kehadiran adik baru.
3) Menekankan kebutuhan akan pengawasan
terhadap kesehatan gigi dan kebiasaan-
kebiasaan pencetus gigi berlubang.
4) Mendiskusikan metode disiplin yang ada.
5) Mendiskusikan kesiapan psikis dan fisik
anak untuk toilet training.
6) Mendiskusikan berkembangnya rasa takut
anak.
7) Menyiapkan orang tua akan adanya tanda
regresi pada waktu mengalami stress.
8) Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah
dengan orang tua.
9) Memberi kesempatan orang tua untuk
mengekspresikan kelelahan, frustasi dan
kejengkelan dalam merawat anak usia
toodler.

c) Usia 24-36 bulan


1) Mendiskusikan pentingnya meniru dan
kebutuhan anak untuk dilibatkan dalam
kegiatan.
2) Mendiskusikan pendekatan yang dilakuakan
dalm toilet training.
3) Menekankan keunikan dari proses berfikir
toodler terutama untuk bahasa yang
diungkapkan.
4) Menekankan disiplin harus tetap terstruktur
dengan benar dan nyata, hindari
kebingungan dan salah pengertian.
5) Mendiskusikan adanya taman kanak-kanak
atau play group
c. Anticipatory Guidance Pada Masa Preschool (3-5 Tahun)
Pada masa ini petunjuk bimbingan tetap diperlukan
walaupun kesulitannya jauh lebih sedikit dibandingkan
tahun sebelumnya. Sebelumnya, pencegahan kecelakaan
dipusatkan pada pengamatan lingkungan terdekat, dan
kurang menekankan pada alas an-alasannya. Sekarang
proteksi pagar, penutup stop kontak disertai dengan
penjelasan secara verbal dengan alas an yang tepat dan
dapat dimengerti.
Masuk sekolah adalah bentuk perpisahan dari rumah
baik bagi orang tua maupun anak. Oleh karena itu, orang
tua memerlukan bantuan dalam melakukan penyesuaian
terhadap perubahan ini, terutama bagi Ibu yang tinggal di
rumah/tidak bekerja. Ketika anak mulai masuk taman
kanak-kanak, maka ibu mulai memerlukan kegiatan-
kegiatan di luar keluarga, seperti keterlibatannya dalam
masyarakat atau mengembangkan karier. Bimbingan
terhadap orang tua pada masa ini dapat dilakukan pada
anak umur 3, 4, 5 tahun.
a) Usia 3 tahun
1) Menganjurkan orang tua untuk
meningkatkan minat anak dalam hubungan
yang luas.
2) Menekankan pentingnya batas-batas/
peraturan-peraturan.
3) Mengantisipasi perubahan perilaku agresif.
4) Menganjurkan orang tua menawarkan
anaknya alternative-alternatif pilihan pada
saat anak bimbang.
5) Perlunya perhatian ekstra
b) Usia 4 tahun
1) Menyiapkan orang tua terhadap perilaku
anak yang agresif, termasuk aktifitas
motorik dan bahasa yang mengejutkan.
2) Menyiapkan orang tua menghadapi
perlawanan anak terhadap kekuasaan orang
tua.
3) Kaji perasaan orang tua sehubungan dengan
tingkah laku anak.
4) Menganjurkan beberapa macam istirahat
dari pengasuh utama, seperti menempatkan
anak pad ataman kanak-kanak selama
setengah hari.
5) Menyiapkan orang tua untuk menghadapi
meningkatnya rasa ingin tahu seksual pada
anak.
6) Menekankan pentingnya batas-batas yang
realistic dari tingkah laku.
7) Mendiskusikan disiplin.
8) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan
imajinasi di usia 4 tahun, dimana anak
mengikuti kata hatinya dalam “ketinggian
bicaranya” (bedakan dengan kebohongan)
dan kemahiran anak dalam permainan yang
membutuhkan imajinasi.
9) Menyarankan pelajaran berenang.
10) Menjelaskan perasaan-perasaan Oedipus dan
reaksi-reaksinya. Anak laki-laki biasanya
lebih dekat dengan ibunya dan anak
perempuan dengan ayahnya. Oleh karena
itu, anak perlu dibiasakan tidur terpisah
dengan orang tuanya.
11) Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi
mimpi buruk anak dan menganjurkan
mereka agar tidak lupa untuk
membangunkan anak dari mimpi yang
menakutkan.
c) Usia 5 tahun
1) Memberikan pengertian bahwa usia 5 tahun
merupakan periode yang relative lebih
tenang dibandingkan masa sebelumnya.
2) Menyiapkan dan membantu anak memasuki
lingkungan sekolah.
3) Mengingatkan imunisasi yang lengkap
sebelum masuk sekolah.
4) Meyakinkan bahwa usia tersebut adalah
periode tenang pada anak.

d. Anticipatory Guidance Pada Masa Usia Sekolah (6-12


Tahun)
a) Usia 6 tahun
1) Bantu orang tua memahami kebutuhan
mendorong anak berinteraksi dengan teman.
2) Ajarkan pencegahan kecelakaan dan
keamanan terutama naik sepeda.
3) Siapkan orang tua akan peningkatan interst
anak ke luar rumah.
4) Dorong orang tua untuk respek terhadap
kebutuhan anak akan privacy dan
menyiapkan kamar tidur yang berbeda.
b) Usia 7-10 tahun
1) Menakankan untuk mendorong kebutuhan
akan kemandirian.
2) Tertarik beraktifitas diluar rumah.
3) Siapkan orang tua untuk perubahan pada
wanita pubertas.
c) Usia 11-12 tahun
1) Bantu orang tua untuk menyiapkan anak
tentang perubahan tubuh pubertas.
2) Anak wanita pertumbuhan cepat.
3) Sex education yang adekuat dan informasi
yang adekuat.
B. Toilet Training
1. Pengertian
Toilet Training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil (BAK) dan
buang air besar (BAB).Toilet Training merupakan latihan
kebersihan, dimana diperlukan kemampuan fisik untuk mengontrol
sphincter ani dan uretra dan tercapai kadang – kadang setelah anak
bisa berjalan.Toilet training ini dapat berlangsung pada fase
kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun dalam
melakukan latihan BAB dan BAK pada anak membutuhkan
persiapan baik secara fisik, psikologis, maupun secara intelektual.
Melalui perisiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol
BAB atau BAK.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan
definisi Toilet Training adalah sebuah usaha pembiasan
mengontrol BAK dan BAB secara benar dan teratur.
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk
melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air
kecil atau buang air besar. Toilet training secara umum dapat
dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase
kemandirian pada anak. Fase ini biasanya pada anak usia 18-24
bulan. Dalam melakukan toilet training ini, anak membutuhkan
persiapan fisik, psikologis maupun intelektualnya. Dari persiapan
tersebut anak dapat mengontrol buang air besar dan buang air kecil
secara mandiri (Hidayat, 2005 dalam Lestari, 2013).
2. Tahapan toilet training
Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan
beberapa tahapan seperti membiasakan menggunakan toilet pada
anak untuk buang air, dengan membiasakan anak untuk masuk ke
dalam WC anak akan cepat adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk
duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan
kepada anak kegunaan dari toilet.Lakukan secara rutin pada anak
ketika anak terlihat ingin buang air.
Anak di biarkan duduk di toilet pada waktu-wajtu tertentu
setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai
makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang
airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet
training itu mrupakan hal yang normal.Anak apabila berhasil
melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian
dan jangan menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan
dengan baik.
a. Tahap Pengendalian Kandung Kemih.
a) Kurun waktu anak tidak memakai popok semakin
lama. Ini artinya kandung kemihnya semakin
berkembang dan kapasitas menyimpan lebih besar.
b) Anak sadar kalau air seninya akan keluar dan
memberitahukan kita apabila celananya basah.
c) Anak bisa melapor tepat pada waktunya, sehingga
orang tua bisa mengantarkannya ke toilet.
d) Anak bisa pergi ke kamar kecil sendiri.
e) Tidak mengompol di siang dan malam hari.
Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu
melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet
training itu sendiri :
a. Melihat Kesiapan Anak
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training
adalah kapan waktu yang tepat bagi orang tua untuk
melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan umur anak
yang tepat dan baku untuk toilet training, karena setiap
anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses
biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang
tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan benar.Para
ahli menganjurkan untuk melihat tanda kesiapan anak itu
sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu
sebelum menjalani toilet training. Bukan orang tua yang
menentukan kapan anak harus memulai proses toilet
training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda
kesiapan toilet training, hal ini untuk mencegah terjadinya
beberapa hal yang tidak diinginkan seperti pemaksaan dari
orang tua atau anak trauma melihat toilet.
b. Persiapan dan Perencanaan
Prinsip ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan
perencanaan. Hal yang perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut gunakan istilah yang mudah dimenegrti oleh anak
yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB)/buang
air kecil (BAK). Orang tua memperlihatkan penggunaan
toilet pada anak sebab pada usia anak ini cepat meniru
tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera
mungkin mengganti celana anak bila basah karena
enkporesis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga
anak akan merasa risih bila memakai celana yang basah dan
kotor. Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan
bahasa tubuhnya apabila ia ingin buang air kecil (BAK)
atau buang air besar (BAB) dan bila anak mampu
mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa
berikan pujian pada anak.
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang
lain :
a) Mendiskusikan tentan toilet training dengan anak
Orang tua bisa menunjukkan dan
menekankan bahwa pada anak kecil memakai popok
dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang
tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang
benar dan tepat ketika buang air.
b) Menunjukkan penggunaan toilet
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis
kelamin anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu
dengan anak perempuan).Orang tua juga bisa
meminta kakaknya untuk menjunjukkan pada
adiknya bagaimana menggunakan toilet dengan
benar (disesuaikan juga dengaan jenis kelamin).
c) Membeli pispot sesuai dengan kanyamanan anak
Pispot ini digunakan untuk mealatih anak
sebelum ia bisa dan terbiasa untuk duduk di toilet.
Anak bisa langsung menggunakan toilet orang
dewasa, kemungkinan anak akan takut karena lebar
dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak merasa
nyaman.
Pispot disesuai dengan kebutuhan anak,
diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di
pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet
sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot
usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia bisa
menyesuaikan dudukan pispotnya atau memilih
warna, gambar atau bentuk yang ia sukai.
d) Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak
Suatu proses yang panjang dan tidak mudah
seperti toilet training ini, seringkali dibutuhkan
suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa
menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan
anak dengan sistem reward yang tepat. Anak juga
bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan
kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah
terjadi tuntuntan untuknya sehingga hal ini akan
menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang
tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian di
depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil
melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa
menggunakan sistem stiker/bintang yang
ditempelkan di bagian “keberhasilan” anak.

c. Toilet Training
Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu
dilakukan, yaitu :
a) Membuat jadwal untuk anak
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan
mudah ketika orang tua tahu dengan tepat kapan
anaknya bisa buang air besar (BAB) atau buang air
kecil (BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama
4 kali dalam sehari untuk melatih anak yaitu pagi,
siang, sore, dan malam bila orang tua tidak
mengetahui jadwal yang pasti BAK atau BAB pada
anak.
b) Melatih anak untuk duduk di pispotnya
Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian
bahwa anak akan segera menguasai dan terbiasa
untuk duduk di pispot dan buang air disitu.
Awalnya anak akan dibiasakan dulu duduk di
pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu
digunakan sebagai tempat membuang kotoran.
Orang tua bisa memulai memberikan rewardnya
ketika anak bisa duduk dipispotnya selama 2 - 3
menit. Misalnya ketika anak bisa menggunakan
pispotnya untuk BAK maka reward yang diberikan
orang tua harus lebih bermakna dari pada yang
sebelumnya.
c) Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan
kemajuan yang diperlihatkan oleh anak
Misalnya hari ini pukul 09.00 pagi anak
buang air kecil (BAK) di popoknya, maka esok
harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke
pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua
melihat bahwa beberapa jam setelah buang air kecil
(BAK) yang terakhir anak tetap kering, bawalah dia
ke pispot untuk buang air kecil (BAK). Hal yang
terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak
yang pro aktif membawa anak ke pispotnya jangan
terlalu berharap anak akan langsung mengatakan
pada orang tua ketika dia ingin buang air besar
(BAB) atau buang air kecil (BAK).
d) Buatlah bagan anak supaya dia bisa melihat sejauh
mana kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker
lucu dan warna-warni, orang tua bisa meminta
anaknya untuk menempelkan stiker tersebut di
bagan itu. Anak akan tahu sudah banyak kemajuan
yang dia buat dan orang tua bisa mengatakan
padanya orang tua bangga dengan usaha yang
dilakukan anak (Dr Sears, 2006).
Berdasarkan uraian tentang tahapan melatih toilet training
dapat disimpulkan bahwa orang tua selayaknya melihat kesiapan
anak untuk toilet training terlebih dahulu kemudian mendiskusikan
tentang toilet training dengan anak agar anak tidak merasa terpaksa
melakukannya. Membiasakan anak menggunakan toilet untuk
buang air, ini agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua
dapat memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik perhatian
anak terhadap toilet.Meminta pada anak untuk memberitahukan
bahasa tubuhnya apabila anak ingin buang air, bila anak berhasil
melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak.
3. Keuntungan Dilakukan Toilet Training
Toilet Training juga dapat menjadi awal terbentuknya
kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk
melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air
besar
Toilet Training bermanfaat pada anak sebab anak dapat
mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya (anatomi)
tubuhnya. Dalam proses toilet training terjadi pergantian implus
atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air kecil
dan buang air besar.
4. Faktor – Faktor Toilet Training
a. Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training
a) Minat
Suatu minat telah diterangkan sebagai
sesuatu dengan apa anak mengidentifikasi
kebenaran pribadinya. Minat tumbuh dari tiga jenis
pengalaman belajar. Pertama, ketika anak-anak
menemukan sesuatu yang menarik perhatian
mereka.Kedua, mereka belajar melalui identifikasi
dengan orang yang dicintai atau di kagumi.Ketiga,
mungkin berkembang melalui bimbingan dan
pengarahan seseorang yang mahir menilai
kemampuan anak. Perkembangan kemampuan
intelektual memungkinkan anak menangkap
perubahan-peubahan pada tubuhnya sendiri dan
perbedaan antara tubunya dengan tubuh temannya
sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan
adanya bimbingan atau pengarahan dari orang tua
sangatlah mungkin seorang anak dapat melakukan
toilet training sesuai apa yang diharapkan.
b) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan
cara mengulang kembali pengalaman yang telah
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa lalu.
c) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan
perkembangan perilaku individu baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk
di dalamnya adalah belajar.
b. Faktor Yang Mendukung Toilet Training
a) Kesiapan Fisik
1) Usia telah mencapai 18-24 bulan.
2) Dapat jongkok kurang dari 2 jam.
3) Mempunyai kemampuan motorik kasar
seperti duduk dan berjalan.
4) Mempunyai kemampuan motorik halus
seperti membuka celana dan pakaian.
b) Kesiapan Mental
1) Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi.
2) Komunikasi secara verbal dan nonverbal
jika merasa ingin berkemih.
3) Keterampilan kognitif untuk mengikuti
perintah dan meniru perilaku orang lain.
c) Kesiapan Psikologis
1) Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-
10 menit tanpa berdiri dulu.
2) Mempunyai rasa ingin tahu dan penasarsan
terhadap kebiasaan orang dewasa dalam
BAK dan BAB.
3) Merasa tidak betah dengan kondisi basah
dan adanya benda padat dicelana dan ingin
segera diganti.
d) Kesiapan Anak
1) Mengenal tingkat kesiapan anak untuk
berkemih dan devekasi.
2) Ada keinginan untuk meluangkan waktu
untuk latihan berkemih dan devekasi pada
anaknya.
3) Tidak mengalami koflik tertentu atau stress
keluarga yang berarti (Perceraian).
5. Cara – Cara Melakukan Toilet Training
a. Teknik Lisan
Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan sesudah
buang air kecil dan buang air besar. Cara ini bener
dilakukan oleh orang tua dan mempunyai nilai yang cukup
besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil
dan buang air besar. Dimana kesiapan psikologis anak akan
semakin matnag sehingga anak mampu melakukan buang
air kecil dan buang air besar.
b. Teknik Modeling
Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang
air kecil dan buang air besar dengan cara memberikan
contoh dan anak menirukannya. Cara ini juga dapat
dilakukan dengan membiasakan anak uang bair kecil dan
buang air besar dengan cara mengajaknya ke toilet dan
memberikan pispot dalam keadaan yang aman. Namun
dalam memberikan contoh orang tua harus melakukannya
secara benar dan mengobservasi waktu memberikan contoh
toilet training dan memberikan pujian saat anak berhasil
dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet
training.

C. Daftar Pustaka
Wong L, Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Anak Ed 6 Vol I. Jakarta:
EGC
Hidayat. 2010. Perkembangan Anak jilid 1. Jakarta:Erlanggga
Apriyani. (2012). Petunjuk Antisipasi (Anticipatory Guidance) dan Toilet
Training Pada Anak.

Anda mungkin juga menyukai