NPM : 21302038
KELAS : 2021 B
2021
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................
Latar Belakang.........................................................................................................
Rumusan Masalah....................................................................................................
Tujuan.......................................................................................................................
Manfaat.....................................................................................................................
BAB 4 RINGKASAN...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah Bumi adalah habitat dan tempat tinggal untuk berbagai makhluk hidup
yang ada di dunia, termasuk manusia. Namun, semakin hari bumi semakin panas akibat
pemanasan global. Pemanasan global dapat mengakibatkankan terjadinya bencana alam,
yang berarti terjadi malapetaka di bumi. Penyebab pemanasan global ada beberapa hal,
yaitu adanya kenaikan Suhu Permukaan Laut (SPL), panasnya suhu bumi, panasnya udara,
namun SPL merupakan salah satu hal yang penting karena merupakan indikator bagi
perubahan iklim, sehingga semua faktor penyebab pemanasan global tersebut perlu
dideteksi sejak dini sebagai pencegahan terjadinya bencana yang merugikan manusia.
3
Indonesia adalah suatu negara kepulauan dengan permukaan laut yang sangat luas,
maka apabila SPLmeningkat dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, SPL di Indonesia
mengalami kenaikan setiap tahun, hal tersebut merupakan persoalan yang sangat serius
sekaligus merupakan tantangan bagi Indonesia untuk dapat mengatasinya, yaitu dengan
cara mengambil suatu langkah atau kebijakan untuk mengurangi dampak negative yang
mungkin ditimbulkan.
Beberapa penyebab pemanasan global adalah gaya hidup, pola konsumsi dan
pertumbuhan penduduk yang tidak teratur, ditambah dengan beragam aktivitas manusia
yang adakalanya merusak lingkungan. Intinya penyebab terjadinya pemanasan global
adalah adanya aktifitas manusia, sehingga sangat penting memberikan edukasi kepada
masyarakat dengan tujuan untuk menyadarkan manusia akan pentingnya penyelamatan
lingkungan agar anak cucu pada generasi mendatang tidak sengsara akibat menanggung
ulah manusia yang hidup di jaman sebelum mereka. Kebijakan strategis pemerintah harus
diterapkan dengan ketat agar ada keberlanjutan makhluk di bumi. Untuk itu sangat
diperlukan adanya langkah atau tindakan yang nyata untuk memperbaiki pola hidup
masyarakat sebagai antisipasi terhadap hal-hal buruk yang tidak diinginkan.
Adapun dampak pemanasan global yang terjadi saat ini menurut Utina (2008)
adalah sebagai berikut:
1) Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan. Peristiwa ini mengakibatkan
naiknya permukaan air laut secara global.
2) Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim
menyebabkan musim sulit diprediksi.
3) Kenaikan suhu global menyebabkan terganggunya siklus air, kelembaban udara dan
berdampak pada pertumbuhan tumbuhan sehingga menghambat laju produktivitas
primer. Kondisi ini pun memberikan pengaruh habitat dan kehidupan fauna.
4) Peningkatan muka air laut, air pasang dan musim hujan yang tidak menentu
menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir.
5) Ketinggian gunung-gunung tinggi berkurang akibat mencairnya es pada
4
puncaknya.
1. 2. Rumusan Masalah
1. 3. Tujuan
1. 4. Manfaat
5
BAB 2
Suhu rata-rata bumi meningkat hampir dua kali lipat dari 50 tahun lalu. Kenaikan
suhu memang sedikit banyak terjadi mengikuti siklus alami geografis bumi. Namun,
perubahan ekstrem yang terjadi sangat cepat ini tidak bisa hanya dibenarkan oleh alasan itu
saja. Berikut ada beberapa penyebab terjadinya pemanasan global yaitu:
Efek rumah kaca (green house effect) memegang peranan penting dalam
melindungi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi. Disebut sebagai pelindung,
karena gas karbondioksida, metana dan jenis lain, termasuk uap air, dalam
konsentrasi seimbang berfungsi menahan energi panas matahari yang memancarkan
sinarnya ke bumi, sehingga permukaannya selalu dalam kondisi hangat.
Tanpa ada gas dan uap air, bisa jadi bumi beserta makhluk hidup yang
menghuninya akan membeku. Namun, rumah kaca juga akan menjadi bencana bila
terjadi peningkatan konsentrasi gas. Peningkatan konsentrasi ini terjadi karena
6
penggunaan sumberdaya fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara, misalnya),
penggundulan dan pembakaran hutan yang dilakukan secara berlebihan. Efek yang
ditimbulkan adalah perubahan iklim secara global.
Selama 200 tahun terakhir, konsentrasi gas itu di udara naik sepertiga dari
sebelumnya. Ini mengakibatkan, suhu udara juga meningkat hingga 0,5 sampai 1
derjat Celcius. Jika konsetrasi ini tidak segera diatasi, maka abad ke-21, kenaikannya
diperkirakan mencapai 2-6 derajat Celcius.
Dampak yang lebih mencemaskan dari meningkatnya suhu udara adalah
peningkatan permukaan laut, yang pada akhirnya akan menggenangi kawasan yang
berada di dataran rendah. Bisa dibayangkan jika suhu global kemudian meningkat
hingga 2,5 derjat Celcius.
Tetapi, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan efek rumah kaca? Dan,
apakah efek rumah kaca adalah sesuatu yang buruk? Jawaban singkatnya adalah
7
Efek rumah kaca adalah proses masuknya radiasi dari matahari dan terjebaknya
radiasi di dalam atmosfer akibat GRK sehingga menaikkan suhu permukaan bumi.
Justru pada proporsi tertentu, efek rumah kacalah yang memberikan kesempatan
kehidupan berbagai makhluk di planet ini. Artinya efek rumah kaca bukan sesuatu
yang buruk, namun justru memberikan manfaat bagi kehidupan.
Setiap benda dengan suhu permukaan di atas 0° K memancarkan radiasi, dan
setiap radiasi mempunyai sifat gelombang. Suhu permukaan menentukan kisaran
panjang gelombang energi yang dipancarkan. Misalnya saja, radiasi dari matahari
yang sampai ke bumi termasuk radiasi dengan panjang gelombang pendek, antara 0,2
sampai dengan 4,0 mikrometer (µm). Sementara itu, radiasi dari permukaan bumi
dalam bentuk gelombang infra merah - mempunyai gelombang yang lebih panjang,
yaitu antara 4,0 sampai dengan 100,0 µm.
Gas-gas yang membentuk atmosfer seperti uap air dan GRK relatif transparan
terhadap radiasi-radiasi bergelombang pendek, tetapi. tidak, terlalu transparan
terhadap radiasi bergelombang panjang. Oleh karenanya, gas-gas tersebut
membiarkan setengah radiasi matahari masuk ke permukaan bumi, tetapi menjebak
80-90 persen radiasi di dalam atmosfer. Radiasi yang terjebak inilah yang memberi
kehangatan bagi semua makhluk hidup di permukaan bumi.
Pengaruh rumah kaca terbentuk dari interaksi antara atmosfer yang jumlahnya
meningkat dengan radiasi solar. Meskipun sinar matahari terdiri atas bermacam-
macam panjang gelombang, kebanyakan radiasi yang mencapai permukaan bumi
terletak pada kisaran sinar tampak. Hal ini disebabkan ozon yang terdapat secara
normal di atmosfer bagian atas, menyaring sebagian besar sinar ultraviolet. Uap air
atmosfer dan gas metana dad pembusukan - mengabsorbsikan sebagaian besar
inframerah yang dapat dirasakan pada kulit kite sebagai panes. Kira-kira sepertiga dari
sinar yang mencapai permukaan bumi akan direfleksikan kembali ke atmosfer.
Sebagian besar sisanya akan diabsorbsikan oleh benda-benda lainnya. Sinar yang
diabsorbsikan tersebut akan diradiasikan kembali dalam bentuk radiasi inframerah
dengan gelombang panjang atau panas jika bumi menjadi dingin.
Sinar dengan panjang gelombang lebih tinggi tersebut akan diabsorbsikan oleh
karbon dioksida atmosfer dan membebaskan panas sehingga suhu atmosfer akan
meningkat. Karbon dioksida berfungsi sebagai filter satu arah, tetapi menghambat sinar
dengan panjang gelombang lebih untuk melaluinya dari arah yang berlawanan.
Aktivitas filter dari karbon dioksida mengakibatkan suhu atmosfer dan bumi akan
meningkat.
Pengaruh karbon dioksida yang dihasilkan dari pencemaran udara berbentuk gas
9
yang salah satunya adalah dari rumah kaca. Karbon dioksida mempunyai sifat
menyerap sinar (panas) matahari yaitu sinar inframerah - sehingga temperatur udara
menjadi lebih tinggi karenanya. Apabila kadar yang lebih ini merata di seluruh
permukaan bumi, .temperatur udara rata-rata di seluruh permukaan bumi akan sedikit
naik, dan ini dapat mengakibatkan meleburnya es dan salju di kutub dan di puncak-
puncak pegunungan, sehingga permukaan air laut naik.
Matahari merupakan sumber energi utama dari setiap sumber energi yang terdapat di
bumi. Energi matahari sebagian terbesar dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Energi ini mengenai permukaan bumi dan berubah dari cahaya menjadi
panas. Permukaan bumi kemudian menyerap sebagian panas sehingga menghangatkan bumi,
dan sebagian dipantulkannya kembali ke luar angkasa. Menumpuknya jumlah gas rumah kaca
seperti uap air, karbon dioksida, dan metana di atmosfer mengakibatkan sebagian dari panas
ini dalam bentuk radiasi infra merah tetap terperangkap di atmosfer bumi, kemudian gas-gas
ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan oleh
permukaan bumi. Akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Kondisi ini
dapat terjadi berulang sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gambar berikut menunjukkan bagaimana terjadinya pemanasan global (Gealson,2007).
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca pada atap rumah kaca. Makin meningkat
konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, makin besar pula efek panas yang terperangkap di
bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di
bumi, karena tanpa efek rumah kaca planet bumi akan menjadi sangat dingin lebih kurang -
18°C, sehingga sekuruh permukaan bumi akan tertutup lapiesan es. Dengan temperatur rata-
rata sebesar 15°C, bumi sebenarnya telah lebih panas 33°C dengan efek rumah kaca. Akan
tetapi jika gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, maka akan terjadi sebaliknya dan
mengakibatkan pemanasan global.
2) Efek balik
Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses efek balik yang
dihasilkannya, seperti pada penguapan air. Pada awalnya pemanasan akan lebih
meningkatkan banyaknya uap air di atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah
kaca, maka pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga
10
tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Keadaan ini menyebabkan efek rumah
kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 itu sendiri.
Peristiwa efek balik ini dapat meningkatkan kandungan air absolut di udara, namun
kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi
menghangat. Karena usia CO2 yang panjang di atmosfer maka efek balik ini secara perlahan
dapat dibalikkan (Soden and Held, 2005).
Selain penguapan, awan diduga menjadi efek balik. Radiasi infra merah akan
dipantulkan kembali ke bumi oleh awan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan.
Sementara awan tersebut akan memantulkan pula sinar Matahari dan radiasi infra merah ke
angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Secara detail hal ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan
dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500
km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke 4). Walaupun
demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan
balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang
digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat (Soden and Held, 2005).
Efek balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya oleh es.
Lapisan es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat
ketika temperatur global meningkat. Bersamaan dengan mencairnya es tersebut, daratan atau
air dibawahnya akan terbuka. Daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan
cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak
radiasi Matahari. Kejadian ini akan menambah faktor penyebab pemanasan dan menimbulkan
lebih banyak lagi es yang mencair, sehingga menjadi suatu siklus yang berkelanjutan
(Thomas, 2001).
Faktor lain yang memiliki kontribusi terhadap pemanasan global adalah efek balik
positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost). Selain itu,
es yang mencair juga akan melepas CH4 yang juga dapat menimbulkan umpan balik positif.
Laut memiliki kemampuan ekologis untuk menyerap karbon di atmosfer. Fitoplankton
mampu menyerap karbon guna kelangsungan proses fotosintesis. Tetapi kemampuan ini akan
berkurang jika laut menghangat yang diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona
mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton (Buesseler, et
al, 2007).
11
Gambar Efek Balik
3) Variasi matahari
Pemanasan global dapat pula diakibatkan oleh variasi matahari. Suatu hipotesis
menyatakan bahwa variasi dari Matahari yang diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat
memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini (Marsh and Henrik, 2000). Perbedaan antara
mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas
Matahari akan memanaskan stratosfer, sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan
stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,
yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini.
Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan
tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan
dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-
industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950 (Hegerl, et al. 2007,
Ammann, et al, 2007).
12
Hasil penelitian menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan
dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa
Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata
global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000 (Scafetta
and West, 2006). Selanjutnya menurut Stott (2003) bahwa model iklim yang dijadikan
pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca
dibandingkan dengan pengaruh Matahari, mereka juga mengemukakan bahwa efek
pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga tidak diperhitungkan. Walaupun
demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim
terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-
dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 menurut
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagian besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Suhu permukaan
global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100. Dengan menggunakan
model iklim, perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario
berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model
sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode
hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan
besarnya kapasitas panas dari lautan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan
yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-
perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga
saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan
yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau
untuk beradaptasi terhadap konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-
negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada
pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Protokol ini mengharuskan negara-negara industri untuk menurunkan emisinya
sebesar 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990 dengan target waktu hingga 2012 dan
baru memperoleh kekuatan hukumnya secara internasional pada tanggal 16 Februari 2005.
Hingga 23 Oktober 2007 sudah 179 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto tersebut.
13
Kemudian pada tanggal 3-14 Desember 2007 di Bali diselenggarakanlah Konvensi Tingkat
Tinggi yang digelar oleh UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate
Change) dan dihadiri hampir 10 ribu orang dari 185 negara. Melalui pertemuan tersebut
diharapkan dapat mengevaluasi hasil kinerja dari Protokol Kyoto yang dibuat sebagai bukti
komitmen negara-negara sedunia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca demi
menanggulangi permasalahan yang terjadi saat ini.
IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia,
seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah
secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak
mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri
peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer
bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.
Penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini
menunjukkan bahwa ternyata makin panasnya planet bumi dan berubahnya sistem iklim di
bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
Khusus untuk mengawasi sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global,
14
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut
dengan Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on
Climate Change (IPCC). Setiap beberapa tahun sekali, ribuan ahli dan peneliti-peneliti
terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan
penemuan-penemuan terbaru yang berhubungan dengan pemanasan global, dan membuat
kesimpulan dari laporan dan penemuan- penemuan baru yang berhasil dikumpulkan,
kemudian membuat persetujuan untuk solusi dari masalah tersebut . Salah satu hal pertama
yang mereka temukan adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab
langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari
terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh
peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern,
pembangkit tenaga listrik, serta pembabatan hutan.
Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon dioksida, 37 persen gas metana
(mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam jangka 20 tahun, dan 23 kali
dalam jangka 100 tahun), serta 65 persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 296
kali lebih lebih kuat dari CO2). Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang
dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.
Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air.
Saat ini peternakan menggunakan 30 persen dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih
banyak lahan serta air yang digunakan untuk menanam makanan ternak.
Menurut laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan
Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan – Isu dan Pilihan Lingkungan
(Livestock’s Long Shadow-Environmental Issues and Options), peternakan adalah
15
“penggerak utama dari penebangan hutan. Kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon
telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak.
Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira-kira 20 persen dari
padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan
erosi. Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak.
Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan
ternak setiap tahunnya. Sekitar 85 persen dari sumber air bersih di Amerika Serikat
digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.
Konsumsi air untuk menghasilkan satu kilo makanan dalam pertanian pakan ternak di
Amerika Serikat
Babi 3.260
Ayam 12.665
Kedelai 2.000
Beras 1.912
Kentang 500
Gandum 200
Slada 180
Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, tidak sulit untuk menghitung
bahwa industri ternak sama sekali tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi
yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging di atas meja makan orang. Untuk
16
memproduksi satu kilogram daging, telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4
kilo. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, kita hanya memerlukan dua kalori
bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum;
akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi!
Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk
membuat sebuah hamburger daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger
dari kacang kedelai!
Bagian dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut
garis besarnya menurut FAO:
1) Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2
setiap tahunnya
2) Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per
tahunnya (misal diesel atau LPG)
3) Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2
per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang
diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan
hutan untuk lahan peternakan.
4) Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal
jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya.
Perlu Anda ketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di
dunia digunakan sebagai makanan ternak.7
17
5) Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang
100 juta ton CO2 per tahunnya
Dari uraian di atas, Anda bisa melihat besaran sumbangan emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan dari tiap komponen sektor peternakan. Di Australia, emisi gas rumah kaca dari
sektor peternakan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam kurun waktu 20
tahun, sektor peternakan Australia menyumbang 3 juta ton metana setiap tahun (setara
dengan 216 juta ton CO2), sedangkan sektor pembangkit listrik tenaga batu bara
menyumbang 180 juta ton CO2 per tahunnya.
Mereka menemukan bahwa jika diet standar Amerika beralih ke diet tumbuh-
tumbuhan, maka akan dapat mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ektra per
orang per tahun. Kontrasnya, beralih dari sebuah sedan standar seperti Toyota Camry ke
sebuah Toyota Prius hibrida menghemat kurang lebih satu ton emisi CO2
6) Penggundulan Hutan
18
Perusakan hutan akan menyebabkan pemanasan global, karena hutan memiliki fungsi
menyerap gas karbondioksida, dan hutan merupakan penghasil oksigen. Semakin banyak
terjadinya penebangan liar atau penggundulan hutan maka jumlah karbondioksida akan
makin banyak,berkumpul di atmosfer sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan global.
Kondisi ini mempunyai arti bahwa oksigen di bumi akan semakin berkurang, padahal semua
makhluk di bumi memerlukan oksigen, sehingga dapat membahayakan kelangsungan hidup
makhluk hidup di bumi. Penggundulan hutan atau deforestasi juga menyebabkan kecepatan
perubahan iklim dan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Deforestasi banyak
disebabkan karena adanya alih fungsi hutan, misalnya adanya berbagai komoditas pertanian
seperti jagung dan kedelai yang memerlukan lahan yang tidak sedikit. Terjadinya deforestasi
akan menambah buruk pemanasan global karena hutan sebagai penghasil oksigen dan paru-
paru dunia ditebangi dan diganti dengan komoditas pertanian sehingga menyebabkan
penipisan lapisan ozon di atmosfer. Sebaiknya, apabila ingin menebang hutan dilakukan
tebang pilih. Dalam tebang pilih akan dipilih pohon-pohon yang usianya sudah tua.
Disamping melakukan tebang pilih juga dilakukan reboisasi.
7) Penipisan Lapisan Ozon
Indikasi kerusakan lapisan ozon pertama kali ditemukan sekira tiga setengah dekade
yang lalu oleh tim peneliti Inggris, British Antarctic Survey (BAS), di Benua Antartika.
Beberapa tahun kemudian hasil pantauan menyimpulkan kerusakan ozon di lapisan stratosfer
menjadi begitu parah. Lapisan ozon melindungi kehidupan di Bumi dari radiasi ultraviolet
Matahari. Namun, semakin membesamya lubang ozon di kawasan kutub. Bumi akhir-akhir
ini sungguh mengkhawatirkan. Bila hal tersebut tidak dlantisipasi, bisa menimbulkan bencana
lingkungan yang luar biasa.
Masyarakat dunia perlu diingatkan secara terus-menerus akan pentingnya mengurangi
atau menghindari pemakaian zat-zat yang dapat memusnahkan lapisan ozon. Masyarakat
dapat berpartisipasi aktif memulihkan kerusakan lapisan ozon dengan tidak memakai
peralatan yang menggunakan zat-zat penghancur lapisan ozon, misalnya freon. Juga perlu
adanya undang-undang khusus mengenai pelarangan berbagai produk seperti lemari es dan
penyejuk ruangan (AC) yang masih menggunakan chlorofluorocarbons (CFCs). Selain itu
juga, akibat lain dari penipisan lapisan ozon secara global bahkan jauh mengerikan dari
bencana-bencana yang terjadi akhir-akhir ini. Bencana lubang ozon tidak menghancurkan
infrastruktur, tetapi dapat memusnahkan seluruh kehidupan di bumi.
19
Bila penipisan lapisan ozon tetap berlanjut dengan laju seperti saat ini, suatu bentuk
bencana global yang menghancurkan kehidupan di Bumi hanyalah tinggal menunggu waktu.
Jika bahan-bahan yang merusak ozon dilarang penggunaannya, berdasarkan perhitungan
lubang pada lapisan ozon di atas kutub utara, tarnpaknya belum akan menutup kembali
sampai pertengahan abad ke-21 iniromida dan bahan bakar hidrogen temyata berpotensi
merusak lapisan ozon.
Lapisan ozon sangat penting karena ia menyerap radiasi ultra violet (UV) dari
matahari untuk melindungi radiasi yang tinggi sampai ke permukaan bumi. Radiasi dalam
bentuk UV spektrum mempunyai jarak gelombang yang lebih pendek daripada cahaya.
Radiasi UV dengan jarak gelombang adalah di antara 280 hingga 315 nanometer yang
dikenali UV –B dan ia merusak hampir semua kehidupan. Dengan menyerap radiasi UV-B
sebelum ia sampai ke permukaan bumi, lapisan ozon melindungi bumi dari efek radiasi yang
merusak kehidupan. Radiasi ultra ungu ini dapat membuat efek pada kesehatan manusia,
memusnahkan kehidupan laut, ekosistem, mengurangi hasil pertanian dan hutan. Efek utama
pada manusia adalah peningkatan penyakit kanker kulit karena selain itu dapat merusak mata
termasuk kataraks dan juga mungkin akan melemahkan sistem imunisasi badan.
Masalah lingkungan dan kesehatan manusia yang terkait dengan penipisan lapisan
ozon sesungguhnya berbeda derigan resiko yang dihadapi manusia dari akibat Pemanasan
Global. Walaupun begitu, kedua fenomena tersebut saling berhubungan. Beberapa polutan
(zat pencemar) memberikan kontribusi yang sama terhadap penipisan lapisan ozon dan
pemanasan global. Penipisan lapisan ozon mengakibatkan masuknya lebih banyak radiasi
sinar ultraviolet (UV) yang berbahaya masuk ke permukaan bumi. Namun, meningkatnya
radiasi sinar UV bukanlah penyebab terjadinya pemanasan global, melainkan kanker kulit,
penyakit katarak, menurunnya kekebalan tubuh manusia, dan menurunnya hasil panen.
Penipisan lapisan ozon terutama disebabkan oleh chlorofluorcarbon (CFC). Saat ini
negara-negara industri sudah tidak memproduksi dan menggunakan CFC lagi. Dan, dalam
waktu dekat, CFC akan benar –benar dihapus di seluruh dunia. Seperti halnya
karbondioksida, CFC juga merupakan Gas Rumah Kaca dan berpotensi terhadap Pemanasan
Global jauh lebih tinggi dibanding karbondioksida sehingga dampak akumulasi
CFC di atmosfer mempercepat laju Pemanasan Global. CFC akan tetap berada di atmosfer
dalam waktu sangat lama, berabad -abad. Artinya, kontribusi CFC terhadap penipisan lapisan
ozon dan Perubahan Iklim akan berlangsung dalam waktu sangat lama. (Andy T, dick
www.wwf.or.id/climate(i))
20
Yang bisa dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menghentikan Pemanasan
Global adalah membuat studi teknologi dan ekonomi secara literatur untuk menunjukkan
kebijakan berorientasi pasar yang dirancang sungguh -sungguh agar dapat mengurangi emisi
Gas Rumah Kaca sekaligus kebijakan pembiayaan untuk menghadapi dampak Perubahan
Iklim.
8) Sampah Plastik
Menurut penelitian, ketika plastik terkena sinar matahari dan berakibat rusak
mengeluarkan gas metana dan etilena. Gas metana alami atau buatan dikatakan sebagai
penyebab utama perubahan iklim, dan hal ini berhubungan dengan peningkatan pemanasan
global. Sampah yang setiap hari dihasilkan manusia terutama sampah-sampah yang tidak bisa
didaur ulang seperti styrofoam dan plastic juga menjadi sumber lain dari emisi CO2.
21
BAB 3
Istilah pemanasan global, mungkin masih asing bagi masyarakat yang jauh dari pusat
informasi. Namun, mau tidak mau masyarakat harus mengenal dan mengetahui tentang
pemanasan global, mengapa? Karena dampak yang ditimbulkan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan manusia.
Apabila para peneliti dan ilmuwan mengungkapkan secara gamblang tentang
pemanasan global maka kita akan mengetahui begitu dahsyatnya efek pemanasan global
dalam jangka panjang. Mungkin Indonesia akan kehilangan beberapa pulau atau bahkan
kemungkinan Indonesia akan tenggelam. Kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan. Dengan naiknya permukaan air laut karena dampak pemanasan global maka satu
persatu pulau di Indonesia akan tenggelam. Dari hasil pendataan Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP), selama dua tahun terakhir ini ada 24 pulau yang tenggelam karena
penggalian pasir, abrasi dan perubahan alam. Diperkirakan sekitar 2000 pulau akan
tenggelam pada tahun 2030-2050 karena pemanasan global. (Dikutip dari: Gatut Susanta &
Hari Sutjahyo, 2007)
Pemanasan global merupakan isu lingkungan hidup yang mengakibatkan perubahan
iklim global yang mengerikan, mulai populer setelah PBB membentuk IPCC
(Intergovermental Panel on Climate Change) pada tahun 1988. IPCC adalah sebuah panel
ilmiah yang terdiri dari para ahli klimatologi untuk mengkaji perubahan iklim, walau
perubahan iklim akan berdampak jangka panjang antara 50100 tahun.
22
Pemanasan global yaitu meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan
Bumi yang disebabkan oleh aktifitas manusia terutama aktifitas pembakaran bahan bakar
fosil (batu bara, minyak bumi, dan gas alam), yang melepas karbondioksida (CO2) dan gas-
gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Atmosfer semakin penuh
dengan gas-gas rumah kaca ini dan ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak
pantulan panas Matahari dari Bumi.
Dengan menggunakan model komputer dari temperatur dan sirkulasi atmosfer untuk
mempelajari pemanasan global, pada saat ini telah mendapatkan beberapa perkiraan
mengenai dampak pemanasan global. Dampak tersebut, antara lain berikut ini.
1. Pengaruh terhadap cuaca.
2. Kenaikan permukaan laut.
3. Pengaruh terhadap pertanian.
4. Pengaruh terhadap hewan dan tumbuhan.
5. Pengaruh terhadap kesehatan manusia.
1) Cuaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara
dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain
di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil . Akan lebih
sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah- daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah
subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair.
Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Faktor -faktor yang mempengaruhi iklim dan cuaca adalah sama sinar matahari, suhu,
tekanan udara,kelembaban udara ,angin, awan dan curah hujan. Dahulu tahun 1980 atau
1990-an, iklim begitu mudah diperkirakan. Biasanya bulan Oktober sampai maret, musim
hujan akan terjadi tapi kini seringkali meleset.
23
memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya gunung-gunung es kini mulai
mencair sehingga daratan akan menyempit. Tak banyak lagi jumpal es yang mengapung.
Daerah-daerah yang dulu mengalami salju ringan kini tak mengalaminya lagi. Di
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang tertutup salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih lama di beberapa area. Suhu pada musim
dingin dan malam hari akan cenderung untuk bertambah.
Daerah yang hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang menjadi
uap dan lepas dari lautan. Curah hujan di seluruh dunia telah naik sebesar 1 persen dalam
seratus tahun terakhir ini . Badai akan ternyata lebih sering melanda. Selain itu, air akan lebih
cepat lepas jadi uap dari tanah.Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari
sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan memiliki pola yang berbeda dengan
sebelumnya. Topan badai (hurricane) yang mendapat kekuatannya dari penguapan air, akan
menjadi lebih dahsyat. Pola cuaca menjadi sulit terprediksi dan lebih ekstrem.
Pengaruh terhadap Cuaca
Terjadinya pemanasan wilayah bagian utara bumi (kutub utara) akan mengakibatkan,
antara lain berikut ini.
a) Gunung-gunung es akan mencair.
d) Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung meningkat.
e) Daerah tropis akan menjadi lebih lembab karen a lebih banyak air yang menguap dari
lautan.
Gambar 1.2.
24
Es di Kutub Utara mulai Mencair
3) Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih
banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat.
Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh , mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih
tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam . Di lain pihak , lahan pertanian tropis
semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun
yang menggunakan air irigasi dari gunung gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack
(kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair
sebelum puncak bulanbulan masa tanam . Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Pengaruh pemanasan global untuk beberapa tempat tidak sama. Misalnya, ada negara
yang mendapat keuntungan dengan terjadinya curah hujan yang cukup tinggi dan lebih
lamanya masa tanam sebaliknya adanya pencairan es di daerah kutub akan merugikan
masyarakat pertanian di sebelum masa tanam daerah gurun.
Untuk Indonesia pengaruh dari pemanasan global ini mengakibatkan perubahan iklim
terhadap ketahanan pangan, antara lain (a) menurunkan produktivitas pertanian khususnya
pada wilayah pantai; (b) terjadinya iklim ekstrem yang meningkat menyebabkan sektor
pertanian akan kehilangan produksinya karena bencana kering dan banjir yang silih berganti
yang mengakibatkan terjadinya kekacauan pangan.
5) Kesehatan manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang
terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan
di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit
lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya
terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana
mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria, persentase itu akan meningkat
menjadi 60 persen jika temperature meningkat . Penyakit-penyakittropis lainnya juga dapat
menyebar seperti malaria, demam dengue (demam berdarah), demam kuning, dan
encephalitis . Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden
alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan,
spora mold dan serbuk sari.
Terjadinya perubahan iklim memberikan dampak terhadap kesehatan manusia, antara
lain (a) mempengaruhi kesehatan tubuh akibat penyakit tular vektor, seperti demam berdarah
dan malaria mengingat kehidupan vektor kedua penyakit tersebut dipengaruhi oleh curah
hujan/jumlah hari hujan dan peningkatan temperatur udara; (b) terkena penyakit pernapasan
karena udara yang lebih panas memperbanyak polutan, spora mold dan tepung sari dari
tumbuhan; (c) mengakibatkan penyakit-penyakit tropis lainnya, seperti demam kuning.
Jika kita membayangkan bahwa,dengan panasnya bumi, maka akan banyak makanan
yang dihasilkan,maka bayangan itu keliru. Mungkin di suatu daerah akan menguntungkan
karena mengalami musim hujan jadi lebih lama,tapi daerah di belahan bumi lain sebaliknya
mengalami musim panas berkepanjangan.
27
Jika salju di daerah gurun sampai turun, pertanian gurun yang menggunakan air
irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) yang
dihasilkan musim dingin, yang selama ini berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair
sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Belum lagi tanaman pangan dan hutan dapat
mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Kondisi cuaca yang tak menentu menyebabkan munculnya berbagai penyakit. Bagi
para petani kondisi hujan yang tak kunjung usai bisa menggagalkan panen, sementara jika
panas berkepanjangan juga menyulitkan mereka untuk memulai pertanian karena susahnya
pasokan air.
Panas juga menyebabkan hutan mudah mengalami kebakaran. Banyak titik api yang
berpotensi terbakar. Hutan di Indonesia sudah sering terbakar. Masalah kebakaran hutan
sempat pelik dan sulit dicari solusinya.
Berikut adalah enam belas dampak pemanasan global terhadap manusia dan
lingkungan. Enam belas dampak tersebut merupakan dampak pemanasan global secara
terperinci. Jika efek akibat pemanasan global yang belum penulis tuliskan ke dalam artikel
ini, silahkan pembaca tambahkan ke dalam bagian komentar.
Akibat pemanasan global yang kedua adalah terjadi\nya perubahan Iklim. Pola cuaca
yang tidak teratur telah mulai menunjukkan efek pemanasan global tersebut. Peningkatan
curah hujan dalam bentuk hujan telah diketahui di daerah kutub dan gurun. Meningkatnya
28
pemanasan global akan menyebabkan lebih banyak penguapan yang akan menyebabkan lebih
banyak hujan. Hewan dan tumbuhan tidak dapat dengan mudah beradaptasi dengan
peningkatan curah hujan. Tanaman dapat mati dan hewan dapat bermigrasi ke area lain. Ini
dapat menyebabkan seluruh ekosistem berubah secara total dan cepat. Diluar kemampuan
manusia untuk beradaptasi.
Meningkat dan meluasnya kekeringan. Meskipun mungkin adanya hujan dan banjir di
Savannah, kekeringan yang parah terjadi di bagian lain di dunia. Ketika suhu hangat,
keberadaan kekeringan telah meningkat di bagian barat Amerika Serikat. Kekeringan juga
menyebabkan terjadinya kebakaran hutan di Indonesia. Penguapan skala besar menjadi
penyebab utama kekeringan di banyak tempat, terutama Afrika. Kekeringan yang berpoentsi
menyebabkan gagal panen dapat menyebabkan malnutrisi.
Meluasnya penyakit. Karena suhu bumi menjadi lebih hangat, ini dapat
mempengaruhi kesehatan manusia dan meluasnya penyakit yang mereka hadapi. Dengan
peningkatan curah hujan, penyakit yang terbawa air cenderung menyebar, seperti penyakit
malaria.
Meningkatnya frekuensi badai. Ketika suhu lautan naik, angin topan dan badai
lainnya cenderung menjadi lebih kuat. Dengan meningkatnya pemanasan global, air di laut
memanas yang akan memanaskan udara di sekitarnya sehingga menciptakan angin topan.
Naiknya permukaan laut. Mencairnya es di kutub dan berkurangnya air yang menguap
ke atmosfir menyebabkan naiknya permukaan laut. Kota-kota dan kota-kota pesisir yang
tidak jauh di dekat pantai timur AS, kepulauan pasifik, Teluk Meksiko hanyalah beberapa
wilayah di mana kerusakan banjir mulai menenggelamkan beberapa arealnya.
Gelombang Panas. Gelombang panas menyebabkan cuaca panas yang berbahaya dan
dalam beberapa tahun terakhir, lebih banyak kematian terjadi karena gelombang panas
29
daripada dalam enam puluh tahun terakhir, seperti gelombang panas yang terjadi di India
baru-baru ini, seperti diberitakan The Gurdian.
Perubahan musim berupa berlangsungnya periode musim yang lebih panjang atau
pendek. Perubahan peiode berlangsungnya musim, misalnya musim semi, gugur, hujan, bisa
terjadi lebih cepat dan lebih cepat, atau lebih lama dan lebih lama.
30
BAB 4
RINGKASAN
Pemanasan global telah menjadi permasalahan yang menjadi sorotan utama umat
manusia. Fenomena ini bukan lain diakibatkan oleh perbuatan manusia sendiri dan
dampaknya diderita oleh manusia itu juga. Untuk mengatasi pemanasan global diperlukan
usaha yang sangat keras karena hampir mustahil untuk diselesaikan saat ini. Pemanasan
global memang sulit diatasi, namun kita bisa mengurangi efeknya. Penangguangan hal ini
adalah kesadaran kita terhadap kehidupan bumi di masa depan. Apabila kita telah
menanamkan kecintaan terhadap bumi ini maka pemanasan global hanyalah sejarah kelam
yang pernah menimpa bumi ini.
Dampak negatif dari pemanasan global memang sangat banyak. Baik itu secara
langsung atau tidak langsung pada manusia. Secara tidak langsung yaitu dengan merusak
lingkungan yang akan mengganggu pemenuhan kebutuhan manusia. Secara langsung yaitu
dengan suhu yang terasa semakin panas yang mengganggu kesehatan manusia. Pemanasan
global memang tidak bisa dicegah, Tapi hal tersebut masih bisa diperlamban. Mulai dengan
pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan dan menjalankan prinsip daur ulang,
menggunakan kembali barang yang masih bisa dipakai, dan mengurangi penggunaan SDA
yang tidak perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay,.(2002). Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada
University Press
Gleason, Karen K., Simon Karecki, and Rafael Reif (2007). Climate Classroom; What’s up
with global warming?, National Wildlife Federation. URL diakses 22-01-2008
Hegerl, Gabriele C. et al. Understanding and Attributing Climate Change. Climate Change
2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental
Panel on Climate Change. URL diakses pada 10-11-2008
Scafetta, Nicola, West, Bruce J. (2006). "Phenomenological solar contribution to the 1900-
2000 global surface warming". Geophysical Research Letters 33 (5). URL diakses pada 10-
11-2008.
32
Soden, Brian J., Held, Isacc M. (2005). "An Assessment of Climate Feedbacks in Coupled
Ocean-Atmosphere Models". Journal of Climate 19(14). URL diakses pada 10-11-2008.
Marsh, Nigel, Henrik, Svensmark (2000). "Cosmic Rays, Clouds, and Climate" Space
Science Reviews 94: 215-230. URL diakses pada 11-11-2008.
33