GELOMBANG 19 KELOMPOK A
Oleh:
Palagan Senopati Sewoyo, S.KH.
NIM. 2109611007
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. v
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta wilayah Kota Denpasar ………………………………... 4
Gambar 2.2 Siklus hidup Eimeria ……………………………………….. 7
Gambar 4.1 Jumlah populasi sapi dan kasus coccidiosis tiap tahunnya di
Kota Denpasar …………………………………………………………… 12
Gambar 4.2 Grafik perkembangan prevalensi coccidiosis dari tahun
2017-2021 pada sapi di Kota Denpasar ………………………………….. 13
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar kecamatan dan jumlah kelurahan di Kota Denpasar …... 5
Tabel 2.2 Spesies patogenik dari Eimeria dan tempat infestasi pada sapi . 7
Tabel 4.2 Jumlah kasus dan prevalensi coccidiosis tiap tahun di Kota
Denpasar …………………………………………………………………. 12
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
yang cukup besar (Daugschies dan Najdrowski, 2005; Hermosilla et al., 2006).
Kerugian diakibatkan oleh kejadian penyakit subklinis yang tinggi dibanding
penyakit klinisnya (Faber et al., 2002). Kasus subklinis terjadi sangat sering dan
dapat mengganggu fungsi fisiologis saluran intestinal, konversi pakan, dan
pertumbuhan hewan secara konsisten dalam kurun waktu yang lama dibanding
kasus klinis yang lebih mudah terdiagnosis dan diobati (Cornelissen et al., 1995).
Hewan yang berhasil bertahan hidup dari kasus klinis berat coccidiosis selalu
menunjukkan gangguan pertumbuhan dan tidak akan menguntungkan peternak
akibat kerusakan saluran intestinal permanen yang mengganggu fungsi penyerapan
nutrisi (Daugschies dan Najdrowski, 2005).
Di Indonesia, banyak peternak sapi potong maupun sapi perah yang tidak
familiar dengan penyakit protozoa infeksius saluran pencernaan pada sapi. Hampir
semua pengobatan terkait dengan parasit usus selalu ditangani dengan
antihelmintik. Pengobatan ini kurang efektif karena parasit coccidia memiliki aksi
yang berbeda dibanding dengan helminth. Selain itu, kurangnya pengobatan
diakibatkan oleh coccidiosis terjadi dalam bentuk subklinis, sehingga tidak
terdeteksi/terdiagnosis dan tidak dilakukan pengobatan. Kunci diagnosis yang
presisi adalah memahami kondisi epidemiologik spesifik pada suatu peternakan
(Hamid et al., 2019). Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kota
Denpasar merupakan salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melalui
bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner yang memiliki tugas
untuk melaksanakan kegiatan surveilans, monitoring penyakit zoonosis, sistem
kewaspadaan dini dan darurat penyakit, serta memberantas penyakit zoonosis dan
hewan di Kota Denpasar.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan kajian mengenai penyakit
coccidiosis di Kota Denpasar berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Holtikultura Kota Denpasar untuk mengetahui kejadian dan prevalensi
penyakti coccidiosis tiap tahunnya dalam kurun lima tahun terakhir.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Berapa jumlah kasus penyakit coccidiosis pada sapi di Kota Denpasar pada
tahun 2017-2021?
3
4
5
curah hujan rata-rata sebesar 244 mm per bulan, dengan curah hujan yang cukup
tinggi terjadi pada bulan Desember. Sedangkan suhu udara rata-rata sekitar 29,8°C
dengan rata-rata terendah sekitar 24,3°C. Sungai Badung merupakan salah satu
sungai yang membelah Kota Denpasar, sungai ini bermuara di Teluk Benoa.
Tabel 2.1. Daftar kecamatan dan jumlah kelurahan di Kota Denpasar
Kecamatan Jumlah Kelurahan Jumlah Desa
Denpasar Barat 3 8
Denpasar Selatan 6 4
Denpasar Timur 4 7
Denpasar Utara 3 8
Total 16 27
*Sumber: www.denpasarkota.go.id
▪ Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan
hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa penyakit
hewan lain melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media
perantara mekanis seperti air, udara, tanah, pakan, peralatan, dan manusia,
atau melalui media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau
jamur.
▪ Penyakit hewan menular strategis adalah penyakit hewan yang dapat
menimbulkan angka kematian dan/atau angka kesakitan yang tinggi pada
hewan, dampak kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau bersifat
zoonotik.
Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis berdasarkan Surat
Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts/OT.140/4/2013 memutuskan
jenis PHMS yang sudah ada di Indonesia berjumlah 22, antara lain: 1) Antraks, 2)
Rabies, 3) Salmonellosis, 4) Brucellosis (Brucella abortus), 5) Avian Influenza
(High Pathogenic AI/HPAI dan Low Pathogenic AI/LPAI), 6) Porcine
Reproductive and Respiratory Syndrome, 7) Helminthiasis, 8) Haemorrhagic
Septicaemia/Septicaemia Epizootic, 9) Nipah Virus Encephalitis, 10) Infectious
Bovine Rhinotracheitis, 11) Bovine Tuberculosis, 12) Leptospirosis, 13) Brucellosis
(Brucella suis), 14) Penyakit Jembrana, 15) Surra, 16) Paratuberculosis, 17)
Toxoplasmosis, 18) Hog Cholera/Classical Swine Fever, 19) Swine Influenza Novel
(H1N1), 20) Campylobacteriosis, 21) Cysticercosis, dan 22) Q Fever (Kepmentan,
2013).
Jenis PHMS yang belum terdapat di Indonesia yaitu 1) Penyakti Mulut dan
Kuku (PMK)/Foot and Mouth Disease (FMD), 2) Rift Valey Fever dan 3) Bovine
Spongiform Encephalopathy (BSE) yang memiliki peluang muncul dan berpotensi
menyebabkan kerugian ekonomi, kesehatan manusia, lingkungan, serta
menimbulkan keresahan masyarakat. Penanganan terhadap PHMS menurut
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan
Penanggulangan Penyakit Hewan (P3H) dalam bentuk 1) Pengamatan dan
pengidentifikasian penyakit hewan, 2) Pencegahan penyakit hewan, 3) Pengamanan
Penyakit Hewan, 4) pemberantasan penyakit hewan, dan 5) pengobatan penyakit
hewan.
7
2.3 Coccidiosis
2.3.1 Etiologi
Coccidiosis disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Eimeria. Eimeria
bersifat host-spesific, yang artinya spesies Eimeria yang menginfeksi kambing
tidak akan menginfeksi domba atau sapi, dan sebaliknya. Beberapa spesies Eimeria
bersifat non-patogenik dan tidak menyebabkan penyakit. Spesies patogenik pada
sapi disajikan pada Tabel 1. Kejadian infeksi akibat spesies patogenik dan non-
patogenik umum terjadi (Keeton dan Navarre, 2018).
Tabel 2.2 Spesies patogenik dari Eimeria dan tempat infestasi pada sapi (Keeton
dan Navarre, 2018).
Spesies Tempat infestasi
Eimeria zuernii Usus kecil dan kolon
Eimeria bovis Usus kecil dan kolon
Eimeria alabamensis Usus kecil dan kolon
Prevalensi (%): Jumlah hewan yang sakit pada periode waktu tertentu x 100
Jumlah individu dalam populasi yang beresiko pada periode waktu tertentu
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan data populasi kejadian coccidiosis pada sapi di Kota Denpasar
yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota
Denpasar, dihitung prevalensi kasusnya dari tahun 2017-2021 dan disajikan pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah kasus dan prevalensi coccidiosis tiap tahun di Kota Denpasar
Tahun Kecamatan Jumlah Kasus Populasi Prevalensi
(%)
2017 Denpasar Utara 20 -
Denpasar Timur 25 -
Denpasar Selatan 27 -
Denpasar Barat 29 -
Total 101 7.396 1,36%
2018 Denpasar Utara 20 -
Denpasar Timur 22 -
Denpasar Selatan 22 -
Denpasar Barat 33 -
Total 97 6.323 1,53%
2019 Denpasar Utara 23 771 2,98%
Denpasar Timur 22 833 2,64%
Denpasar Selatan 22 1633 1,34%
Denpasar Barat 29 3021 0,95%
Total 96 6.258 1,53%
2020 Denpasar Utara 23 -
Denpasar Timur 25 -
Denpasar Selatan 17 -
Denpasar Barat 27 -
Total 92 6.216 1,48%
2021 Denpasar Utara 2 -
/Oktober
Denpasar Timur 11 -
Denpasar Selatan 3 -
Denpasar Barat 10 -
Total 26 4.574 0,56%
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kota Denpasar
Berdasarkan Tabel 4.2, prevalensi coccidiosis pada tiap tahunnya
mengalami fluktuasi. Prevalensi tertinggi terjadi pada tahun 2018-2019, yakni
1,53%, dan terendah pada 2021 yakni sebesar 0,56%.
11
12
4.2 Pembahasan
Infeksi akibat Eimeria spp. Secara global terjadi secara subklinis tanpa
adanya manifestasi klinis seperti diare (Fox, 1985). Coccidiosis pada sapi
menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi, dikarenakan walaupun hewan
nampak sehat, tahapan perkembangan parasit ini dapat menyebabkan penurunan
konversi pakan, malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan penurunan bobot badan
(Daugschies et al., 1986). Gangguan pada sistem imun mengakibatkan hewan yang
terinfeksi menjadi lebih rentan terhadap infeksi sekunder seperti virus dan bakteri
(Fox, 1985) yang dapat mengakibatkan berbagai gejala klinis lain. Penyakit ini
umumnya terjadi pada hewan muda, terkait dengan status imun yang memainkan
peranan penting pada hewan yang lebih tua. Sapi dewasa umumnya menderita
coccidiosis yang bersifat subklinis dan seringkali tidak terdiagnosis.
Gambar 4.1 Jumlah populasi sapi dan kasus coccidiosis tiap tahunnya di Kota
Denpasar
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura Kota Denpasar, prevalensi sapi yang menderita coccidiosis pada tiap
tahunnya adalah sebagai berikut: 2017 (1,36%), 2018 (1,53%), 2019 (1,53%), 2020
(1,48%), dan 2021/per oktober (0,56%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
prevalensi dari coccidiosis di Kota Denpasar pada tahun 2017-2021 cenderung
fluktuatif, mengalami peningkatan maupun penurunan. Berdasarkan kecamatan,
Denpasar Barat menunjukkan angka kejadian coccidiosis paling tinggi dari tahun
2017-2021 diantara kecamatan lainnya. Pada tahun 2020, terjadi penurunan
13
kejadian coccidiosis. Prevalensi terendah coccidiosis berada pada tahun 2021, hal
ini mungkin dikarenakan data yang diperoleh dari dinas hanya sampai pada bulan
Oktober.
Prevalensi coccidiosis
2.0
Prevalensi
1.5
(%)
1.0
0.5
0.0
2017 2018 2019 2020 2021
bulan lamanya. Menurut beberapa laporan, angka prevalensi coccidiosis tinggi pada
musim penghujan (Gorsich et al.¸ 2014; Gupta et al., 2016). Peningkatan prevalensi
pada musim hujan ini terkait dengan tingkat kelembaban yang tinggi serta
temperatur yang rendah. Situasi/kondisi tersebut mendukung perkembangan
ookista menjadi lebih progresif (Soulsby, 1982). Faktor lain yang mendukung
adalah kurangnya sanitasi serta sistem pemeliharaan sapi yang cenderung dilepas.
Jikapun dikandangkan, kondisi kendang sangat kurang higienis sehingga menjadi
media yang baik untuk perkembangan dan penularan Eimeria sp (Suratma et al.,
2014). Kandang yang tidak higienis dapat mengundang vektor mekanik seperti lalat
atau insekta lainnya. Lalat atau agen insekta membantu dalam menyebarkan ookista
infektif dari tinja ke lingkungan yang baru (Indraswati et al., 2017).
Program yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura Kota Denpasar dalam menangani kasus coccidiosis pada sapi adalah
dengan melakukan sosialisasi kepada peternak dan simantri tentang pentingnya
sanitasi kendang yang baik untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian
coccidiosis pada sapi, mengingat pentingnya penyakit ini karena dapat
menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar akibat mengganggu
pertumbuhan, produktivitas, serta angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Pengobatan yang dilakukan adalah spesifik untuk kasus coccidiosis, ditambah
pemberian roborantia. Roborantia atau vitamin dapat meningkatkan daya tahan
tubuh ternak, sehingga dapat meminimalisir infeksi berulang dari coccidiosis.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sapi yang menunjukkan gejala klinis
coccidiosis biasanya terjadi pada sapi muda yang sistem imunnya belum terbentuk
dengan baik, tidak seperti sapi dewasa. Studi Apsari et al. (2016) menunjukkan
bahwa pemberian vitamin akan meningkatkan daya tahan tubuh sapi sehingga
mampu mengeliminasi protozoa dan menurunkan kemungkinan infeksi berulang.
Menurut Hamid et al. (2019), kebanyakan peternak di Indonesia tidak
memahami atau tidak mengetahui mengenai kasus coccidiosis pada sapi. Mereka
hanya mengetahui bahwa sapi mereka mengalami gangguan pencernaan (yaitu
diare), dan mereka hanya meminta tolong dokter hewan untuk melakukan medikasi
deworming. Oleh sebab itu sosialisasi kepada peternak sangat penting untuk
dilakukan, karena infeksi coccidiosis berbeda dengan helminthiasis, begitu pula
15
5.1 Simpulan
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura Kota Denpasar, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:
1. Prevalensi coccidiosis pada sapi di Kota Denpasar berdasarkan data yang
ada dari tahun 2016-2020 bersifat fluktuatif, berada pada rentang 0,56%-
1,53%
2. Jumlah kasus dan prevalensi tertinggi berada pada tahun 2018 dan 2019,
dan terendah pada tahun 2021 (per Oktober).
3. Jumlah kasus pada dua tahun terakhir mulai menurun menandakan bahwa
program pengendalian coccidiosis yang dilakukan oleh Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Holtikultura Kota Denpasar sudah cukup baik
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulis antara lain:
1. Melakukan pemeriksaan feses melalui sampling pada suatu populasi untuk
mengetahui jumlah kasus dan prevalensi coccidiosis lebih akurat agar dapat
mendeteksi kasus-kasus tanpa gejala atau subklinis pada sapi dewasa.
Deteksi infeksi pada sapi dewasa sangat penting karena bertindak sebagai
reservoir coccidiosis. Selain itu pemeriksaan ini merupakan pendekatan
lebih akurat dalam diagnosis coccidiosis agar dalam melakukan
pengobatan/treatment menjadi tepat sasaran.
2. Lebih gencar dalam melaksanakan program pengendalian coccidiosis, agar
pada tahun berikutnya kasus coccidiosis bisa menurun kembali. Program
sosialisasi kepada peternak harus dilakukan secara berkelanjutan, mengenai
manajemen kandang sapi yang baik agar dapat mencegah atau
meminimalisir kasus coccidiosis dikedepannya.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Apsari IAP, Swacita IBN, Ardana IBK, Kencana GAY, Suada IK. 2016. Upaya
Meningkatkan Produktivitas Sapi Bali Melalui Pengendalian Parasit di
Sekitar Sentra Pembibitan Sapi Bali di Desa Sobangan. Jurnal Udayana
Mengabdi 15(1): 89-94.
Balai Besar Veteriner Subang (BBVet Subang). 2013. Laporan tahunan penyidikan
dan pengujian penyakit parasiter tahun 2013. Subang. Indonesia.
Budiharta S, Suardana IW. 2007. Buku Ajar Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner.
Denpasar. Universitas Udayana.
Cornelissen AWCA, Verstegen R, van den Brand H, Perie NM, Eysker M, Lam
TJGM, Pijpers A. 1995. An observational study of Eimeria species in
housed cattle on Dutch dairy farms. Vet Parasitol 56: 7-16.
Daugschies A, Akimura M, Burger HJ. 1986. Experimentelle Eimera bovis
Infektionen beim Kalb: 1. Parasitologische und klinische Befunde. Dtsch
Tierazl Wschr 93: 392-397.
Daugschies A, Najdrowski M. 2005. Eimeriosis in cattle: current understanding. J
Vet Med B Infect Dis Vet Public Health 52: 417-427.
Dewi DA, Wardhana AH, Sawitri DH, Ekaswati F, Akbari RA. 2016. Parasitic
Diseases in Dairy Cattle in Cibungbulang District of West Java. Proceeding
of International Seminar on Livestock Production and Veterinary
Technology. Bali. August 10th-12th 2016. Bali. Indonesia. Hlm. 170-177.
Dong H, Zhao Q, Han H, Jiang L, Zhu S, Li T, Kong C, Huang B. 2012. Prevalence
of coccidial infection in dairy cattle in Shangai, China. J Parasitol 98(5):
963-966.
Faber JE, Kolmann D, Heise A, Bauer C, Failing K, Burger HJ, Zahner H. 2002.
Eimeria infections in cows in the periparturient phase and their calves:
oocyst excretion and of specific serum and colostrum antibodies. Vet
Parasitol 104: 1-17.
Fox JE. 1985. Coccidiosis in cattle. Mod Vet Pract 66: 113-116.
Hamid PH, Kristianingrum YP, Prastowo S. 2019. Bovine coccidiosis cases of beef
and dairy cattle in Indonesia levels. Vet Parasitol 17: 100298.
Institut Pertanian Bogor (IPB). 2012. Kajian penyakit parasite dan kematian pedet
[Laporan survei]. Bogor, Indonesia. Departemen Penyakit Hewan dan
Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Jolley WR, Bardsley KD. 2006. Ruminant coccidiosis. Vet Clin North Am Food
Anim Pract 22(3): 613-621.
Keeton STN, Navarre CB. 2018. Coccidiosis in Large and Small Ruminants. Vet
Clin Food Anim 34: 201-208.
Kementrian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI). 2018. Livestock and
animal health statistic. Jakarta. Kementrian Pertanian
Lucas AS, Swecker WS, Lindsay DS, Scaglia G, Neel JPS, Elvinger FC, Zajac AM.
2014. A study of the level and dynamics of Eimeria populations in naturally
infected, grazing beef cattle at various stages of production in the Mid-
Atlantic USA. Vet Parasitol 202: 201-206.
Reddy BS, Sivajothi S, Rayulu VC. 2015. Clinical coccidiosis in adult cattle. J
Parasit Dis 39(3): 557-559.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods, and Protozoa of Domesticated Animal.
7th Ed. London, UK. Braillier Tindall.
18
Suratma NA, Oka IBM, Dwinata IM. 2014. Studi Epidemiologi Koksidiosis pada
Sapi di Bali. Prosiding Seminar Nasional Biosains I. 29 Desember 2014.
Denpasar. Indonesia.
Wicaksana TR. 2013. Prevalensi dan faktor risiko koksidiosis (Eimeria sp.) pada
pedet di Kabupaten Boyolali. [Skripsi]. Yogyakarta, Indonesia. Universitas
Gadjah Mada (UGM).
KASUS PENYAKIT COCCIDIOSIS PADA
SAPI DI KOTA DENPASAR TAHUN
2017-2021
Oleh :
Palagan Senopati Sewoyo
NIM. 2109611007
Pendahuluan