ARTIKEL
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Cici Eka Cahyani
Lia Qurrota Aini
PAITON - PROBOLINGGO
2017-2018
Kewajiban Kaum Muslim Terhadap As-Sunnah
Dan hal itu pula yang mengharuskan kaum muslim berusaha untuk
memahami dan berinteraksi dengan Sunnah dalam aspek hukum dan moralnya,
sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat, tabi‟in, dll.
1
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr [59]: 07).
Keadaan yang berbahaya untuk saat ini ialah pemikiran yang di dasari
oleh hati nurani. Dan didalam kitab ini dijelaskan oleh Syeikh Yusuf al-Qardhowi
bahwa ada tiga penyakit yang dihindari yang telah dirawikan oleh sabda
Rasulullah berupa isyarat tentang apa yang akan menimpa ilmu kenabian serta
warisan risalah akibat ulah kaum ekstrem, sesat dan bodoh.
Yaitu dirawikan oleh Ibnu Jarir dan Tammam dalam Fawa‟idnya serta
Ibnu Adiy dan beberapa selain mereka, bahwa sabda Nabi:
وتأويم, واوتحال انمبطهيه, يىفىن عىه تحزيف انغانيه,يحمم هذا انعهم مه كم خهف عدونه
انجاههيه
Artinya: “Ilmu ini akan dibawa dan dipelihara oleh orang-orang adil
dari setiap generasi. Mereka ini akan dibersihkannya dari tahrif (penyimpangan)
kaum ekstrem, manipulasi kaum sesat, dan penafsiran kaum yang jahil.”
2
Dan dari Ibnu Mas‟ud yang juga dirawikan oleh Rasulullah yang
berbunyi:
(ههك انمتىطعىن) قانها ثالثا: وروي ابه مسعىد عىه
3
pembacanya, merekapun mmengira akan berhasil dengan pemalsuan mereka
melalui jalur As-Sunnah (hadis). Dan bahwa dengan mudah mereka akan berkata:
“Telah bersabda Rosulullah saw....”, walaupun tanpa bukti.
Namun para pakar umat dan para penghapal hadis, dengan sigapnya telah
siap menangkal dan menutup setiap celah yang mungkin akan dimasuki oleh para
pemalsu itu. Mereka tak mau menerima sebuah hadis tanpa sanad, dan tidak mau
menerima semua sanad tanpa mengurai para pwrawinya satu demi satu.
Ujar mereka lagi: “ Seorang penuntut ilmu (hadis) tanpa isnad sama
seperti seorang pencari kayu dimalam yang gelap.”
Mereka juga tidak mau menerima suatu hadis kecuali dengan sanadnya
bersambung, dari awal sampai akhirnya, melalui perawi yang terpercaya (tsiqoh),
jujur („adil), dan cermat (dhabit), tanpa kekosongan nama, baik yang jelas ataupun
yang samar-samar. Demikian pula hadis tersebut tidak boleh bersifat syadz (yakni
salah satunya rawi bertentangan dalam periwayatannya dengan perawi yang lain
yang dianggap lebih akurat dan lebih dipercaya) dan harus bersih dalam „illah
qadihah (yakni bersih dari cacat yang menyebabkannya ditolak oleh para ahli
hadis)
Dan yang terakhir ialah penafsiran orang-orang jahil, cara ini termasuk hal
yang merusak pada hakikat agama islam, menyelewengkan konsep-konsepnya
dan mencoba mengurangi integritasnya. Yaitu menghilangkan berbagai hukum
dan ajaran dari batang tubuhnya, sebagaimana disisi yang lain orang-orang sesat
4
tertentu berusaha memasukkan ke dalamnya hal-hal yang asing darinya, atau
mengundurkan apa yang seharusnya dimajukan dan memajukan apa yang
seharusnya diundurkan
Penafsiran yang buruk dan pemahaman yang lemah dan keliru ini,
merupakan ciri orang-orang jahil yang tidak mengerti islam dan tidak mampu
meresapi jiwa atau semangatnya. Mereka ini pula tidak mampu melihat hakikat-
hakihatnya dengan mata hati mereka. Sebabnya ialah mereka tidak memiliki
pijakan yang kuat dalam ilmu, atau dalam upaya mencari kebenaran, sehingga
mampu mencegah mereka dari kesesatan atau penyelewengan dalam pemahaman.
Atau menghalangi mereka dari tindakan meninggalkan hal-hal yang muhkamat
seraya mengikuti yang mutasyabuhat, yang mereka lakukan demi menimbulkan
fitnah (kekacauan) dan mencari-cari ta‟wilnya, serta demi mengikuti hawa nafsu
yang menyesatkan manusia dari jalan Allah.
Keadaan seperti inilah yang harus dihadapi dengan sikap waspada dan
hati-hati, serta dengan meletakkan aturan-aturan yang ketat guna pencegahannya.
5
tidak memenuhi tujuannya dalam memberikan petunjuk dan penjelasan.
Penyimpangan mengenai hal tersebut telah mengakibatkan penyesatan yang
sedemikian luasnya sehingga tak ada yang mampu memperkirakannya kecuali
Allah SWT. Dapatlah dikatakan bahwa pemahaman yang buruk berkenaan dengan
apa yang berasal dari Allah dan Rosul-Nya, adalah asal-muasal dari setiap bid‟ah
serta kesesatan yang timbul dalam islam.bahkan hal itu adalah asal mula dari
setiap kekeliruan dalam ushul dan furu‟. Lebih-lebih lagi bila pemahaman seperti
itu disertai dengan niat yang buruk. Sehingga bertemulah pemahaman buruk
dalam beberapa hal dari tokoh yang diikuti, walaupun ia bermaksud baik, dengan
niat yang buruk dari si pengikut. Maka dapatlah dipastikan, bencanalah yang akan
menimpa agama beserta pemeluknya! Dan hanya dari Allah-lah diharapkan
datangnya pertolongan!
“Hal-hal seperti ini yang hanya dapat diketahui oleh seseorang yang
mengerti apa yang ada ditangan orang banyak, kemudian mencocokkannya
dengan apa yang dibawa oleh Rosulullah SAW.
6
dipercaya olehnya, maka takkan berguna omongan apapun bersamanya. Lebih
baik Anda tinggalkan saja ia bersama apa yang telah dipilihnya untuk dirinya
sendiri. Biarkanlah ia berbuat apa yang dianggapnya palng benar, lalu tujukan puji
bagi Allah yang telah menyelamatkan anda dari cobaan yang ditimpakan oleh-
Nya atas diri teman Anda itu!” (selesai kutipan dari Ibnu Qoyyim).