LAPORAN KASUS Abses
LAPORAN KASUS Abses
“”
Disusun Sebagai salah satu persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior SMF
Ilmu Anestesi di RSU Haji Medan
Disusun Oleh :
Rian Ardiva 20360155
Ririn Dwi Saputri 20360
Pembimbing :
dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An, KAP, KMN.
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat yang
dilimpahkannya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper dan laporan kasus ini
dengan judul “ ”. Penyusunan tugas ini di maksudkan untuk mengembangkan wawasan
serta melengkapi tugas yang di berikan pembimbing.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Asmin Lubis, DAF,
Sp.An, KAP, KMN selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior smf ilmu
anestesi serta dalam penyelesaian makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penulisan
maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun guna penyempurnaan di masa yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari
pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada
leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya, sumber infeksi pada
ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring,
kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher
dalam lain.
gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai sebagai abses leher dalam.
Anatomi dari abses leher dalam sangat komplek, sehingga sulit untuk menentukan
lokasi infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Leher
trapezius serta triangle. Otot sternomastoid membagi empat area dari sisi leher
menjadi segitiga anterior dan posterior. Segitiga posterior terdiri atas sternomastoid,
trapezius dan klavikula sedangkan segitiga anterior terdiri atas sternomastoid, garis
dari segitiga
terdiri atas fasia dan otot platysma. Bagian bawah dibentuk oleh serangkaian otot
memanjang - capitis splenius, levator skapula dan scalenes tengah dan posterior -
semua ditutupi oleh fascia prevertebral. Isi terpenting dari segitiga posterior adalah
saraf aksesorius (saraf kranial XI), pleksus brakhialis, bagian ketiga dari arteri
subklavia dan kelenjar getah bening. Segitiga anterior disusun oleh sternomastoid,
garis median anterior leher dan batas inferior mandibula. Segitiga anterior dilintasi
oleh otot digastrikus dan stylohyoid dan oleh superior omohyoid. Otot-otot ini
karotis. Segitiga karotis berisi sebagian dari arteri karotis eksternal dan cabang-
cabangnya. Arteri karotid umum dan internal dan vena jugularis interna cenderung
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia
servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi
beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Fasia servikalis superfisialis Terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari
ke arah toraks. dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara
fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe
dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior
kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal,
b. Lapisan media Lapisan ini dibagi atas divisi muskular dan viscera. Divisi
dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago
tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula. Divisi
viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan
esofagus. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada
pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor dan musculus
buccinator.
c. Lapisan profunda Lapisan ini dibagi menjadi divisi alar dan prevertebra.
Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar
anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus
vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot
merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus
vertebra.
(carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris
sampai ke toraks. Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang
sagital
space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland;
MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal
muscle.
Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang
submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila
(lateral) oleh otot digastrikus anterior. Ruang mandibular dibatasi pada bagian
lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior
musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari
inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung
glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes. Ruang
A. Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.
pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika
gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara
dan melalui ruang mastikor. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh
catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan
pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti
B. Patofisologi
Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab melalui
1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut, wajah atau
abses fokal.
3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang leher
dalam.
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan
lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran
infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Karena
kontinuitas dasar mulut dan regio submandibularis yaitu daerah sekeliling batas
mielohioideus, maka infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi dapat timbul
potensial lainnya.
C. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke
belakang).
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan gold standar pada abses leher dalam. Gambaran abses yang
D. Diagnosis Banding
bersifat self limitting disease. Gejala klinis meliputi pembengkakan dan rasa
nyeri pada kelenjar saliva terutama kelenjar parotid disertai adanya demam, sakit
kepala, malaise dan anoreksia. Pada abses submandibula ini tidak didapatkan
2. Angina Ludwig Angina ludwig atau angina ludovici merupakan infeksi ruang
submandibula. Sumber infeksi berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman
aerob dan anaerob. Gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan leher disertai
berupa foto polos jaringan lunak leher dan tomografi komputer. Pada
pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh
gambaran deviasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan didalam jaringan lunak
dan pembengkakan daerah jaringan lunak leher. Keterbatasan pemerikasaan foto
polos leher adalah tidak dapat membedakan antara selulitis dan pembentukan
lokasi dan perluasan abses. Dapat ditemukan adanya daerah densitas rendah,
peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema jaringan lunak
disekitar abses.
demam, lekositosis, nyeri tenggorok dan nyeri menelan, nyeri dan bengkak pada
faring sehingga terdorong atau menonjol ke arah medial. Mungkin terdapat juga
edema pada uvula, pilar tonsil dan palatum. Pada foto leher jaringan lunak,
5. Abses peritonsil
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri menelan)
yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia),
leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in neck
E. Penatalaksanaan
1. Antibiotik (parenteral)
dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur
2. Evakuasi abses
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses
dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau
setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. Bila abses belum
setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam), maka evakuasi abses
dapat dilakukan.
F. Prognosis
didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak
terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan
PRE-OPERATIF
1. Identitas Pasien
a. Nama :
b. Jenis Kelamin :
c. Tempat Tanggal Lahir:
d. Usia :
e. Agama :
f. Pekerjaan :
g. Tanggal Masuk RS :
2. Anamnesa
a. Keluhan Utama :
b. Telaah:
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
-Tidak ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
e. Riwayat Alergi :
- Tidak ada
f. Riwayat Pengobatan:
- Tidak ada
- Alkohol (-)
- Obat-obatan (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
a. Hb : (13,2 – 17,3 g/dl)
b. HT : (40 - 52 %)
c. Eritrosit : (4,4 - 5.9 x 106/µL)
d. Leukosit : (4000 - 11.000 / µL)
e. Trombosit : (150.000 - 440.000 / µL)
Hitung Jenis
a. Eosinofil : (1-3 %)
b. Basofil : (0-1 %)
c. N. Seg : (53-75 %)
d. Limfosit : (20-45 %)
e. Monosit : (4-8 %)
Metabolik
f. KGDS : (<200)
Fungsi Hati
g. Bilirubin total :
h. Bilirubin direk :
i. SGOT :
j. SGPT :
Fungsi Ginjal
a. Ureum : (10 - 50 g/dl)
HIV
a. HIV R1 : Non Reactive
Pemeriksaan COVID
b. IgG Covid -19 : Non Reactive
c. IgM Covid -19 : Non Reactive
Hasil Radiologi
Jantung :
Paru :
Kesan. :
DURANTE OPERASI
1. Status Anastesi
PS-ASA :
Hari/tanggal :
Ahli Anastesiologi :
Ahli Bedah :
Diagnosa Pra Bedah :
Diagnosa Pasca Bedah :
Keadaan Pra Bedah
KU :
BB :
TTV :
T:
B1 (Breath)
Airway : Clear
RR :
SP : Vesikuler
ST :-
B2 (Blood)
Akral : Hangat
CRT : < 2 detik
TD :
HR :
Hb : (13,2 – 17,3g/dl)
Ht : (40 – 52 %)
Leukosit : (4000 - 11.000 / µL)
Trombosit : (150.000 - 440.000 / µL)
EKG : (Sinus rhytme)
B3 (Brain)
Sensorium : Compos Mentis / E4V5M6
Pupil : Isokor, ka=ki 3mm/3mm
RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
Kateter :
Urine Output :
Warna :
Ureum : (10 - 50 g/dl)
B5 (Bowel)
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : normal
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+)
Mual/Muntah :
B6 (Bone)
Oedem : (-)
Fraktur : (-)
Motorik : Normal
Jenis Pembedahan :
Jenis Anastesi :
Lama Operasi :
Lama Anastesi :
Anastesi Dengan :
Teknik Anastesi :
Teknik Khusus :-
Pernafasan : Spontan
Posisi : Supine
Infus : IVFD RL terpasang ditangan
Penyulit Anestesi :-
Akhir Pembedahan : TD: N: x/menit, RR: x/menit
Terapi Khusus Pasca Bedah :-
Penyulit Pasca Bedah :-
Hipersensitivitas :-
Premedikasi :
-
Medikasi
-
Diagram Observasi
Jumlah Cairan
Transfusi Cairan :
Produksi Urin :
Volume urin :
Perdarahan
Suction :
POST OPERASI
Perawatan Post Operasi
a. Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room dan lakukan
monitoring airway dan tanda-tanda vital selama 2 jam
b. Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
c. IVFD RL 40 gtt/menit
Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score >8
Pergerakan :2
Pernapasan :2
Warna kulit :2
Tekanan darah :2
Kesadaran :2
d. Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan setelah dipastikan
pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran serta vital sign stabil,
pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran untuk bedrest 24 jam, makan dan
minum sedikit demi sedikit apabila pasien sudah sadar penuh dan peristaltik
normal.
TERAPI POST OPERASI
a. Minum sedikit-sedikit bila tidak ada mual dan muntah
b. IVFD RL 40 gtt/menit
c. Inj. bila kesakitan
d. Obat-obat lain :
e. Monitor TTV / 15 menit selama 2 jam
f. Bed rest 24 jam
FOLLOW UP