Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN KUNJUNGAN KE SURABAYA DAN KOTA BATU

I. Gambaran Umum Kota Surabaya

Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur dengan sebutan Kota
Pahlawan, sekaligus sebagai kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut.
Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Daerah
metropolitan Surabaya yaitu Gerbangkertosusila (Gresik–Bangkalan–Mojokerto–
Surabaya–Sidoarjo–Lamongan). Gerbangkertosusila mencakup 7 wilayah
administrasi, 6 di antaranya berada di Pulau Jawa, satu di Pulau Madura yang
berpenduduk sekitar 10 juta jiwa. Gerbangkertosusila adalah kawasan metropolitan
terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek.

Suku bangsa asli yang menjadi mayoritas di Surabaya adalah suku Jawa
(83,68%). Surabaya juga menjadi tempat tinggal suku Madura (7,5%); Tionghoa
(7,25%) dan Arab (2,04%). Suku bangsa lain yang ada di Surabaya meliputi suku
India, Bali, Batak, Sunda, Banjar, Bugis, Minang, Manado, Dayak, Toraja, Ambon,
Bawean, Aceh, Melayu, Betawi, serta warga asing.

Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan ekonomi,


keuangan, dan bisnis di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagai salah satu
pusat perdagangan, Surabaya tidak hanya menjadi pusat perdagangan bagi wilayah
Jawa Timur, namun juga memfasilitasi wilayah-wilayah di Jawa Tengah,
Kalimantan, dan kawasan Indonesia Timur. Surabaya dan kawasan sekitarnya
merupakan kawasan yang paling pesat pembangunan ekonominya di Jawa Timur
dan salah satu yang paling maju di Indonesia. Sebagian besar penduduknya
bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan.

1
II. Gambaran Umum Kota Batu

Kota Batu terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah


barat laut Malang. Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri
dan Malang-Jombang. Kota Batu berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan
Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah
timur, selatan, dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-2.000 meter dan
ketinggian rata-rata yaitu 871 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara
rata-rata mencapai 11-19 derajat Celsius.
Kota Batu terdiri dari 3 kecamatan, 5 kelurahan, dan 19 desa (dari total 666
kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2017,
jumlah penduduknya mencapai 203.214 jiwa dengan luas wilayah 136,74 km². Kota
Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian ditetapkan
menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu
ditetapkan sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang. Batu dikenal
sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia, karena potensi keindahan
alam yang luar biasa.
Penduduk Kota Batu sebagian besar bekerja sebagai petani dimana hasil
pertanian utama dari Kota Batu adalah buah, bunga dan sayur-mayur. Hasil
perkebunan andalan yang menjadi komoditi utama dari Kota Batu adalah buah apel.
Apel Batu ini memiliki empat varietas yaitu manalagi, rome beauty, anna, dan
wangling.
Perekonomian Kota Batu banyak ditunjang dari sektor pariwisata dan
pertanian. Letak Kota Batu yang berada di wilayah pegunungan dan pembangunan
pariwisata yang pesat membuat sebagian besar pertumbuhan PDB Kota Batu
ditunjang dari sektor ini. Di bidang pertanian, Batu merupakan salah satu daerah
penghasil apel terbesar di Indonesia yang membuatnya dijuluki sebagai kota apel.
Batu juga dikenal sebagai kawasan agropolitan, sehingga juga mendapat julukan
kota agropolitan. Seperti halnya kawasan Malang Raya dan sekitarnya, Batu
banyak menghasilkan sayur mayur, dan bawang putih. Batu juga dikenal sebagai
kota seniman. Ada banyak sanggar lukis dan galeri seni di kota ini.

2
III. Kependudukan

Mayoritas penduduk Surabaya menganut agama Islam sebanyak 85,50%


(2.701.588 jiwa) . Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam
yang paling awal di tanah Jawa dan merupakan basis warga Nahdlatul 'Ulama yang
beraliran tradisional. Masjid Ampel didirikan pada abad ke-15 oleh Sunan Ampel,
salah satu Walisongo. Di Surabaya juga berdiri Masjid Al-Akbar yang merupakan
masjid terbesar kedua di Indonesia setelah Masjid Istiqlal, Jakarta dan Masjid
Cheng Ho yang terletak di daerah Ketabang yang memiliki arsitektur layaknya
kelenteng. Agama lain yang dianut sebagian penduduk adalah Kristen sebanyak
404.261 jiwa (12,80%) dimana Protestan berjumlah 280.862 jiwa (8,89%) dan
Katolik sebanyak 123.399 jiwa (3,91%). Penganutnya kebanyakan berasal dari etnis
Tionghoa, Batak, etnis Indonesia Timur dan minoritas suku Jawa setempat. Agama
lain yang dianut masyarakat Surabaya yaitu Buddha (1,42%) dan Konghucu
(0,02%) yang dianut etnis Tionghoa; serta Hindu (0,25%) yang dianut suku
Tengger, Bali, dan India.

Masyarakat Kota Batu beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
penghayat kepercayaan. Pemeluk Islam menjadi warga mayoritas. Masyarakat di
Kota Batu sangat menjaga kerukunan umat beragama. Mereka saling membantu
dan saling menghormati satu sama lain dengan mempertahankan tradisi dan
budaya keagamaan yang telah berlangsung secara turun temurun, antara lain:

 Weweh atau ada yang menyebut antaran, yaitu budaya saling antar
makanan antara anggota masyarakat yang satu dengan lainnya tanpa
memandang agama dan keyakinan menjelang hari raya keagamaan,
kajatan atau slametan .
 Anjangsana, yaitu budaya saling berkunjung untuk mengucapkan
selamat hari raya bagi anggota masyarakat yang sedang merayakan
hari besar keagamaannya.
 Sayan, yaitu budaya bergotong royong untuk membangun atau
memperbaiki tempat ibadah agama tertentu.

3
 Gugur gunung, yaitu budaya bersih-bersih kuburan antara pemeluk
agama yang satu dengan yang lainnya.
 Pangrukti layon, yaitu budaya “merawat” jenazah secara gotong
royong hingga penguburan.
 Bersih desa, budaya ini merupakan selamatan desa yang dilakukan
bersama-sama, biasanya dilaksanakan pada bulan Suro.
 Kemudian ada juga bakti sosial, berupa pembagian sembako,
pengobatan gratis bagi masyarakat tanpa melihat agama dan
keyakinannya. Bakti sosial ini dilakukan menjelang perayaan hari raya
keagamaan. Disamping itu, di Kota Batu juga terdapat kekerabatan,
yaitu dalam satu keturunan se-kakek atau se-nenek berbeda-beda
agama. Mereka hidup berdampingan dan bahkan dalam satu
keluarga.

Kota Batu yang multi etnis, ras, budaya dan agama memiliki potensi terseret
pola keagamaan ekstremisme. Namun demikian, hal itu tidak terjadi. Masyarakat
inklusif Kota Batu mempunyai konstruksi sosial yang menjadikan kehidupan
masyarakatnya yang rukun dan harmonis tetap terjaga.
Potret lain tentang harmoni dan kerukunan umat beragama di Kota Batu
adalah adanya desa sadar kerukunan. Desa ini adalah Desa Mojorejo Junrejo,
dimana di desa ini terdapat tiga tempat ibadah publik yang berlainan agama yang
berdekatan dan masyarakat di sekitarnya tidak merasa terganggu atau diganggu.

IV. Inovasi

1. Moderasi beragama
Masyarakat inklusif Kota Batu memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai
normatif, filosofis dan historis teks keagamaan sebagai sumber moderasi
beragama, serta kesadaran bahwa secara sosiologis, ekologis dan
antropologis, tidak ingin tatanan sosial yang sudah terpelihara dirusak.

4
2. Pondasi yang melandasi konstruksi sosial moderasi beragama
Terdapat 3 pondasi yang melandasi konstruksi sosial moderasi beragama
pada masyarakat inklusif Kota batu. Yaitu:
1) pemahaman dan kesadaran individu tentang moderasi beragama
2) budaya dan tradisi
3) peran agen yang direpresentasikan oleh tokoh agama dan masyarakat,
FKUB, dan Gusdurian, serta interest kebijakan politik.

3. Konstruksi sosial
Konstruksi sosial pada masyarakat inklusif Kota Batu juga
mengungkapkan bahwa relasi antara agama dan budaya lebih bersifat
kolaboratif. Relasi yang menunjukkan hubungan yang saling mengisi dan
melengkapi yang melahirkan moderasi beragama

Anda mungkin juga menyukai