Anda di halaman 1dari 14

PENJELASAN SISTEM KERJA RADAR INDRA

MATKUL ALAT PENGAMATAN DAN LALU LINTAS


PENERBANGAN LANJUT

Disusun Oleh:

Mustafa Aji
NIT. 30218017

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK NAVIGASI UDARA


POLITEKNIK PENERBANGAN SURABAYA
2021
Blok Diagram RADAR INDRA
A. Interrogator Subsystem

Interrogator System
1. Mode S Transmitter, yang terdiri atas
a. EMU (Exciter Modulator Unit)
b. SDU (Sum Driver Unit)
c. SAU (Sum Amplifier Unit)
d. CTU (Control Transmitter Unit)
2. Transmitter-Receiver Antenna Interface Unit (TRA)
3. Transmitter Power Supply Module (TPS)
4. Transmitter Fans Unit (TFU)
5. Multi Channel Receiver Unit (MRU)
6. Mode S Power Supply Extractor Unit (MFEX)
7. Mode S Extractor Fans Unit (MVEX)
8. Mode S Extractor (MEX)
B. Sistem Pemancar

Antarmuka MICA 03
Awal mula dari sistem introgasi pada radar ini adalah modul MICA 03, dimana part ini
akan menghasilkan internal trigger dari radar atau memproses eksternal trigger jika
terpasang dengan radar lain yaitu PSR, dimana triger tersebut digunakan sebagai
pembangkit tegangan untuk tahap pembuatan pulse yang akan digunakan sebagai
introgasi pertanyaan. Setelah trigger dibangkitkan maka tahapan selanjutnya adalah
pembuatan sinyal modulasi yang diperlukan untuk interrogator, dimana pulse yang
dihasilkan adalah sebagai berikut ;
1. SUM channel
- P1, P3, P4 untuk Mode A, C dan Intermode
- P1, P2, P6 untuk Mode S
2. Omni channel
- P2 untuk ISLS/IISLS dalam interogasi SSR, control pulse
- P5 untuk fungsi interogasi Mode S All Call dan Selective, control pulse
Intermode / All call

Pulsa interogasi yang dipancarkan pada intermode terdiri dari 3 pulsa yaitu P1, P3 dan
long P4, serta satu atau dua pulsa kontrol.

Untuk sistem yang menggunakan satu pulsa kontrol yang dipancarkan adalah P1,
sedangkan untuk sistem yang menggunakan dua pulsa kontrol yang dipancarkan adalah
P1 dan P2. Jarak antara pulsa P1 dan P2 adalah tetap 2 µs sedangkan jarak pulsa P 1 dan P3
tergantung mode yang digunakan. Jarak antara pulsa P3 dan P4 adalah 2 µs sedangkan
lebar pulsa P4 adalah 0,8 µs untuk short P4 dan 1,6 µs untuk long P4.
Kegunaan intermode menurut Annex 10 volume IV edisi keempat ada dua macam yaitu :
1) Mode A/C/S all-call interrogation digunakan untuk mendapatkan sinyal jawaban dari
transponder yang menggunakan mode A/C dan juga mode S. Pulsa interogasi yang
dipancarkan menggunakan pulsa long P4.
2) Mode A/C only all-call interrogation digunakan untuk mendapatkan sinyal jawaban
dari transporder yang menggunakan mode A/C. Sedangkan transponder yang
menggunakan mode S tidak akan mengirimkan sinyal jawaban. Pulsa interogasi yang
dipancarkan sama dengan Mode A/C/S all call namun menggunakan pulsa short P4.
Mode S / Roll Call

Pulsa interogasi yang dipancarkan pada Mode S terdiri dari tiga pulsa yaitu P1, P2 dan P6,
serta pulsa control P5

Berdasarkan Annex 10 volume IV edisi keempat Mode S dapat digunakan sebagai berikut :
1) Mode S only all call : digunakan untuk mendapatkan jawaban dari transponder yang
menggunakan mode S, sedangkan transponder yang menggunakan mode A/C tidak akan
mengirimkan jawaban.
2) Broadcast : digunakan untuk mengirimkan informasi ke semua transponder yang
menggunakan mode S. Tidak ada sinyal jawaban yang diterima dari transponder.
3) Selective : untuk pemantauan dan komunikasi dengan transponder dengan kemampuan
hanya Mode S. Untuk masing-masing sinyal interrogasi, sinyal jawaban akan diterima
hanya dari transpoder yang dialamatkan secara khusus oleh interrogasi.
Pembentukan pulse pulse tersebut akan mengirimkan 3 jenis pemodulasi yaitu  Amplitude,
 Phase dan Ω Amplitude.  Amplitude, akan merepresentasikan pulse (P1, P3, dan P4) yang
akan dipancarkan melalui  Channel dan dimodulasikan secara AM (Ampiltude Modulation).
Sedangkan  Phase mewakili pulse (P6) interogasi yang akan dipancarkan melalui  Channel
dan dimodulasikan secara DPSK. Ω Amplitude yang akan merepresentasikan pulse (P1, P2,
P5) yang akan dipancarkan melalui Ω channel dan dimodulasikan secara AM.
Setelah Pulse yang digunakan untuk interogasi dibuat, selanjutnya akan diteruskan pada
Transmitter Unit yang terdiri dari beberapa subsystem yaitu, EMU, SAU, SDU, dan CTU.
Part Transmitter Unit
Transmitter Unit (SAU, SDU, EMU, dan CTU) medapat supply tegangan DC dari
Transmitter Power Supply Module (TPS), dimana modul ini terdapat 5 output power supply,
yaitu : +48 VDC, +28 VDC, +15 VDC, -15VDC dan +5 VDC. Terdapat 6 test poin tegangan
yang dapat dicek menggunakan AVO meter.
Setelah mendapat tegangan maka selanjutnya merupakan proses Amplifier yang dilakukan
pada modul Transmitter Unit.

Mode S Transmitter adalah dual solid state, dimana terdapat bagian untuk SUM dan yang lain
adalah OMNI.
1) Extractor Modulator Unit (EMU)
Pada part ini, pulse yang sudah dihasilkan akan dikirimkan pada EMU yang berisi
modulator amplitudo dan phase. Dimana pulse tersebut dimodulasikan dengan carier
1030 MHz yang dihasilkan oleh module EMU, selain proses modulasi terdapat proses
amplifier signal sebesar 42 dBm untuk kanal SUM dan 62 dBm untuk kanal OMNI.
Jika dikonversi menjadi Watt, berikut rumus konversinya ;

Maka
42 dBm = 10 ((P(dBm) / 10) / 1000
= 10 (42dBm / 10) / 1000
= 15.84 Watt
62 dBm = 10 ((P(dBm) / 10) / 1000
= 10 (62 dBm / 10) / 1000
= 1584.89 Watt
2) Sum Driver Unit (SDU)
Part ini merupakan pre-Ampifier dari kanal SUM yang akan dilanjutkan ke penguatan
selanjutnya, dan berfungsi rangkaian BIT (Built In Test).
Penguatan ini sebesar 62 dBm, jika dikonversi ke watt maka dirumuskan sebagai berikut
62 dBm = 10 ((P(dBm) / 10) / 1000
= 10 (62 dBm / 10) / 1000
= 1584.89 Watt
3) Sum Amplifier Unit (SAU)
Part ini merupakan final amplifier untuk kanal SUM, power kontrol, dan Pelaporan
rangkaian BIT. Selain penguatan, part ini berfungsi untuk mengadjust level power
output.
Penguatan ini sebesar 65 dBm untuk kanal SUM, jika dikonversikan ke Watt maka akan
dirumuskan sebagai berikut.
65 dBm = 10 ((P(dBm) / 10) / 1000
= 10 (65 dBm / 10) / 1000
= 3162.27 Watt
4) Control Transmitter Unit (CTU)
Berisi penguatan akhir untuk kanal OMNI, dan power kontrol yang dapat diatur level
power output.
Penguatan ini sebesar 65 dBm untuk kanal OMNI, jika dikonversikan ke Watt maka akan
dirumuskan sebagai berikut.
65 dBm = 10 ((P(dBm) / 10) / 1000
= 10 (65 dBm / 10) / 1000
= 3162.27 Watt
Pada Transmitter radar mode S ini dilengkapi detektor duty cycle yang berfungsi untuk
proteksi diri terhadap beban kerja yang berlebihan atau overload. Sistem ini terbagi menjadi 3
yaitu untuk jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Cara kerja ketiga sistem ini
adalah sebagai berikut:
1) Jangka pendek, ketika pemancar bekerja dengan duty cycle 66% selama lebih dari 50 µs
setelah pulsa pertama dalam interogasi dengan durasi 32 µs , kemudian akan berhenti dan
alarm.
2) Jangka menengah, ketika pemancar beroperasi dengan duty cycle hingga 66% selama 2.45
µs maka modul akan berhenti dan alarm
3) Jangka Panjang, pemancar bekerja dengan duty cycle 6.6% selama interval waktu 41 µs
dari pulsa pertama urutan interogasi, maka sistem akan mereduce kepadatan untuk
memproduksi interogasi sehingga akan meningkatkan performa radar dan menjamin
panjangnya kelangsungan operasional radar.
Untuk itu Transmitter unit tidak memerlukan setting apapun saat penggantian modul EMU,
SDU, SAU, dan CTU. Transmitter unit tidak membutuhkan langkah preventif maintennance
pada modul karena radar ini sudah dilengkapi dengan sistem BITE yang mana sistem ini akan
mendeteksi setiap kegagalan modul pada radar dan pemutus port pemutus RF output. Namun
walaupun semua bekerja sesuai sistem, radar ini menyediakan test poin untuk mengukur
parameter penting dalam transmitter unit.

Radar ini dapat mengadjust output power dengan variasi 7 level, dengan maksimum power
adalah 65 dBm. Setiap output power memiliki perbedaan 2 db. Pengaturan power output ini
dilakukan oleh user dengan penentuan sektorisasi lalu informasi tersebut diproses pada sistem
monitoring dan control (SLG untuk lokal dan SRG untuk remote) yang kemudian diproses
oleh MEX. Pengaturan level power diset secara dinamis oleh extractor dalam bentuk jarak
target.
Berikut level output power pada transmitter:
Tingkat 7 : Pmax = 65 dBm ± 1dB
Tingkat 6 : Pmax-2dB ± 1dB
Tingkat 5 : Pmax-4dB ± 1dB
Tingkat 4 : Pmax-6dB ± 1dB
Tingkat 3 : Pmax-8dB ± 1dB
Tingkat 2 : Pmax-10dB ± 1dB
Tingkat 1 : Pmax-12dB ± 1dB
Output power akan mendapatkan supervisi dan saran yang diproses oleh TCPU dan akan
dilanjutkan ke SLG/SRG tentang kondisi overload, sehingga jika terjadi overload maka link
control akan mengurangi jangkauan dan mempertahankan proses terhadap target dalam
wilayah tertentu dengan metode Plot Tracker atau tracking, dimana plot atau target di time
stamp dengan waktu terkait azimuth plot. MEX memiliki table di mana semua pulsa ACP di
time stamp dengan penghitung lokal. Ketika permintaan NTP telah dilayani, penghitung lokal
akan dikorelasikan dengan waktu UTC untuk menyediakan waktu UTC yang akurat pada
setiap pulsa ACP. Plot tracker atau tracking memiliki phase :
 Proses inisialisasi track : menganalisa target pada beberapa putaran untuk menetapkan
sebuah track dari setiap pesawat yang ditimbulkan dalam tiga putaran berulang.
 Proses pengumpulan plot-track : mencoba mengumpulkan setiap target yang terdeteksi
dengan beberapa track yang ditetapkan. Jika track telah ada, parameter ini akan di
update. Jika tidak terkumpul dengan tidak adanya track, diterukan ke proses
pembentukan track.
 Prediksi dan pengakhiran track
 Extractor memperoleh posisi yang telah dihitung, maksudnya alogaritma dan
pengumpulan track merupakan fungsi dari posisi target pada putaran sebelumnya.
Data berasal dari target yang sama dikumpulkan dari putaran antena sebelummya,
membuat track dengan jumlah track. Jika tidak diperoleh plot terukur maka plot
terhitung akan dikirim dengan suatu tanda identifikasi terkait.
 Ketidakhadiran kumpulan plot selama tiga scan berturut-turut akan menyebabkan
pengakhiran track. Ketia dalam scan antena, target telah membentuk track hilang
maka track terhitung akan dihasilkan dalam posisi awal. Proses ini akan diulang
selama maksimum dua putaran.
 Ketika PAF mendeteksi target yang masuk ke dalam Cone of Silence, tidak akan
menghapus track tapi akan menjaga track tersebut sedikitnya 12 target simultan
melalui Cone of Silence menggunakan data histori yang ada.
Setelah melalui tahapan modulasi dan amplifier pada trasmitter unit maka outputan
sinyal RF tersebut akan diteruskan pada channel SUM dari SAU dan OMEGA dari CTU
ke modul TRA sebelum dilewatkan ke circulator.

Pada proses TRA maka sinyal


transmisi akan diproses
pada CTRA RF part, untuk
dilakukan sampiling
sinyalagar dapat diketahui
parameter yang dihasilkan
sebelum ditransmisikan
(modulasi, vswr, informasi BITE, otput power DLL) proses ini dimaksudkan agar dapat
digunakan monitoring peralatan. Dimana seluruh sampling sinyal dari SUM dan
OMEGA, serta reflected signal dirubah menjadi sinyal digital dari tegangan analog.
Semua informasi sampling tersebut dikirimkan ke MEX (TCPU), untuk dilakukan
pengumpulan informasi dan data dengan metode Link Management Control. TRA
dengan TCPU yang ada pada MEX terhubung secara serial. Selanjutnya aplikasi UCS
yang terhubung dangan MEX dengan LAN akan menghitung rasio SWR dari kedua
channel, dan menampilkan dalam tab pengukuran.
Setelah proses sampling pada TRA, sinyal tersebut dilewatkan ke Radio Frequency
Switch (RRF) yang dihidupkan dengan tegangan 12 Vdc melalui MICA 02 di MEX

RRF ini sendiri memiliki tiga buah empat port relay coaxial L Band, switch over ini akan
mengatur channel main ke antenna dan standby ke dummy load. Kontrol relay ini
dilakukan oleh MEX atas perintah dari UCS (RADAR Control dan Suvervision Unit)
dengan kontrol dapat diadjust secara:
- Otomatis: jika switchover diperintah UCS akibat kegagalan detection atau
degradation dari semuaparameter supervisi main channel
- Manual: Jika switchover diminta manual oleh pengguna melalui aplikasi UCS. Hal
ini biasanya dilakukan untuk perawatan, switch dapat dilakukan secara lokal
maupun remote.
Jika terjadi kegagalan pada main channel maka dibutuhkan waktu untuk change over,
sedikitnya membutuhkan waktu 259 mikro second dari kegagalan yang sudah
dikonfirmasi.
Setelah melalui RRF maka sinyal SUM dan OMEGA akan dilewatkan ke antenna
RADAR dengan frekuensi 1030 MHz.

C. SISTEM PENERIMAAN
Sinyal reply dari transponder pesawat diterima tiga antenna yaitu SUM, OMNI dan
DIFF. Sinyal ini oleh pedestal diteruskan ke main channel oleh RRF dan TRA.
Penerimaan secara simultan SUM dan DIFF channel digunakan untuk mengkoreksi
azimuth target dalam sistem monopulse. Penerimaan SUMM dan OMNI channel
digunakan untuk Receiver Side Lobe Suppresion (RSLS).
sinyal ini kemudian di teruskan ke MRU melalui RF Switch dan TRA Unit.
Pada MRU sinyal RF 1090 MHz dikuatkan kemudian di mix dengan 1030 MHz untuk
di demodulasi menjadi IF sehingga di dapat 60 MHz yang kemudian dikuatkan.
Sinyal yang diterima ini kemudian di filter untuk dihilangkan sinyal yang berada di
luar band frekuensinya. 3 sinyal tersebut di demodulasi sinyal input RF nya untuk
mendapatkan sinyal video yaitu SUM OMNI DIFF Video dan Monopulse Video. Output
Video dikirim ke Exctrator yaitu modul TCPD. Pada TCPD sinyal di konversikan ke sinyal
video digital (normalized) dan dikirim ke SSR dan mode S Reply Processor.
Pada block MEX hasil RAW Video di terima di video prosesor untuk di digitalizing.
Hasil video prosesor di krim ke SSR reply prosesor untuk validasi bracket dan MODE S reply
prosesor untuk validasi preamble
Hasil keluaran dari kedua prosesor di kirim ke bagian interrogator scheduler untuk
penjadwalan mode interogasi pada pesawat, ada pula yang dikirm ke Bagian PAF (Plot
Assignor Function).
Pada bagian PAF terdapat empat kinerja yakni SSR reply correlation di gunakan
untuk korelasi,defriut dan permasalahan pada radar yang lain. Yang kedua yakni SSR replies
combination di gunakan untuk meng kombinasi isi dari reply mulai dari ketinggian, alamat
pesawat dan lain lain, yang ke tiga adalah plot tracking yang di gunakan untuk ploting
tracking pesawat.
Yang terakhir adalah plot formatter yang di gunakan untuk mengubah data menjadi
data ASTERIX. Hasil dai PAF di kirim ke SSR reply track dan ASTERIX format 1,2 3 dan
48.
Ada pula Hasil dari PAF di gunakan di ROLL CALL LIST pada block ini teradapat daftar
pesawat yang di gunakan untuk mode Roll Call. Block Roll call list terhubung dengan SCF
(Survilance Coordination Function ) Yang di gunakan untuk mencegah terjadinya interference
antar radar dan roll call juga terhubung dengan CMP (communication Management Prosesor)
di gunakan untuk komunikasi antar radar dengan pesawat atau antar bandara.

Anda mungkin juga menyukai