Anda di halaman 1dari 28

MODUL 2

[Agadi Samridho][13115004]
Asisten: [Theocrysto Manullang][13112004]
Tanggal Percobaan: 25/04/2018
EL-3216R-Praktikum Sistem Komunikasi
Laboratorium Teknik Elektro - Institut Teknologi Sumatera

1. DASAR TEORI

1.1 NI ELVIS TRADISIONAL


NI Educational Laboratory Virtual Instrumentation Suite (NI ELVIS) modular platform
merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk menjalankan perangkat keras dalam
laboratorium. NI ELVIS dapat didukung oleh perangkat keras NI ELVIS yang telah
terintegrasi. NI ELVIS dapat digunakan dalam mengukur nilai input-input yang diberikan ke
perangkat keras. Banyak aplikasi yang digunakan dalam pengukuran seperti digital
multimeter, power supply, osiloskop, generator sinyal, digital analyzer dan sebagainya. Modul
ini akan mengukur data-data yang terjadi pada NI Data Acquisition.

1.2 DATEX EXPERIMENTAL ADD-IN MODUL


The Emona DATEx experimental add-in module digunakan untuk mempelajari
komunikasi dan prinsip telekomunikasi. The Emona DATEx experimental add-in
module adalah sebuah “diagram blok” dalam “dunia nyata” yang dapat diubah-ubah
sebagaimana yang sering diulas pada mata kuliah Sistem Komunikasi. Diagram blok
digunakan sebagai penjelas operasi dari sistem elektronika tanpa menjelaskan scara
rinci bagaimana blok tersebut dapat bekerja. Setiap blok dalam diagram blok
tersebut representasikan sebuah circuit yang bekerja terhadap sebuah tugas. Pada
The Emona DATEx experimental add-in module ini beberapa blok tersebut sudah
tersedia dan dapat dihubungkan dengan kabel-kabel BNC banana dan dapat diukur
hasilnya menggunakan NI ELVIS.

1.3 AMPLITUDE MODULATION


Amplitude modulation (AM) merupakan proses memodulasikan sinyal carrier oleh sinyal
message sehingga amplitudo sinyal carrier berubah sesuai dengan perubahan simpangan
sinyal message. Pada AM, amplituda sinyal carrier yang diubah-ubah secara proporsional
terhadap amplituda sesaat sinyal message, sedangkan nilai frekuensinya tidak berubah.
Berikut blok sistem untuk AM:

Gambar 1.1 Blok Sistem Amplitude Modulation


Dari blok sistem ini, kita lihat bahwa sinyal message m(t) melewati adder dan multiplier yang
kemudian menghasilkan sinyal hasil modulasi. Berikut persamaan dari sinyal hasil modulasi:
𝑣�(�) = ( V DC + �(�))cos(𝜔𝑐�)
Dengan memisalkan sinyal message m(t) adalah �(�) = 𝑉� cos(𝜔��) , kita peroleh persamaan
lengkap dari sinyal hasil modulasi sebagai berikut :
𝑣�(�) = ( V DC + 𝑉� cos(𝜔��))cos(𝜔𝑐�) 𝑣�(�) = V DC cos( w c �) + 𝑉� cos( w m �)cos( w c
�)
𝑣�(�) = V DC cos( w c �) +𝑉� 2cos( ( w c + w m )�) +𝑉� 2cos( ( w c − w m )�)
Persamaan lengkap ini disebut juga Double Sideband Amplitude Modulation (DSBAM).
Berikut bentuk sinyal DSBAM:

Gambar 1.2 (a) DSBAM dalam domain waktu, (b) Spektrum DSBAM dalam domain Frekuensi

1.4 MODULATION DEPTH OF AMPLITUDE MODULATION


Amplitudo Modulasi (AM) indeks modulasi merupakan salah satu parameter yang
terpenting. Indeks modulasi adalah rasio antara amplitudo sinyal message terhadap
amplitudo sinyal tegangan offset DC yang diberikan. Indeks modulasi berfungsi untuk
menentukan apakah sinyal hasil modulasi mengalami pembalikan fasa atau tidak.
Namun, kondisi sinyal yang diinginkan bukan sinyal dengan fasa terbalik, melainkan
sinyal dengan fasa tidak terbalik agar sinyal message tidak berubah. Berikut
persamaan lengkap dari sinyal hasil modulasi yang telah diubah bentuknya:
v s (�) = V DC (1 +𝑉�/ V DC cos( w m �))cos( w C �)
Dari persamaan di atas, diketahui modulation depth (m),
� =𝑉�/ V DC
Jika diketahui gambar sinyal,

Gambar 1.3 Sinyal Amplitude Modulation dalam domain waktu

modulation depth (m) dapat dihitung dengan :


� =(2𝐸�𝑎� − 2𝐸�𝑖𝑛)/(2𝐸�𝑎� + 2𝐸�𝑖𝑛)
Dengan 2𝐸�𝑎� = 2( V DC + 𝑉�) dan 2𝐸�𝑖𝑛 = 2( V DC − 𝑉�) sehingga m,
� = (2(𝑉𝐷� + 𝑉�) − 2(𝑉𝐷� − 𝑉�))/(2(𝑉𝐷� + 𝑉�) + 2(𝑉𝐷� − 𝑉�)) =4𝑉�/4 V DC =𝑉�/
V DC
Dari nilai modulation depth, m amplitude modulation dapat dibedakan menjadi 3:
a. DSBAM jika � ≤ 1 tercapai untuk 𝑉𝐷� ≥ 𝑉�
b. DSBDimC jika �> 1 tercapai untuk 𝑉𝐷�<𝑉�
c. DSBSC jika � = ∞ tercapai untuk 𝑉𝐷� = 0

1.5 FREQUENCY MODULATION

Modulasi Frekuensi (Frequency Modulation = FM ) adalah proses


menumpangkan sinyal informasi pada sinyal pembawa (carrier) sehingga frekuensi
gelombang pembawa (carrier) berubah sesuai dengan perubahan simpangan
(tegangan) gelombang sinyal informasi. Jadi sinyal informasi yang dimodulasikan
(ditumpangkan) pada gelombang pembawa menyebabkan perubahan frekuensi
gelombang pembawa sesuai dengan perubahan tegangan (simpangan) sinyal
informasi. Pada modulasi frekuensi sinyal informasi mengubah-ubah frekuensi
gelombang pembawa, sedangkan amplitudanya konstan selama proses modulasi.
Proses modulasi frekuensi digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.4 Proses Modulasi Frekuensi

Besar perubahan frekuensi (deviasi), δ atau fd, dari sinyal pembawa sebanding
dengan amplituda sesaat sinyal pemodulasi, sedangkan laju perubahan frekuensinya
sama dengan frekuensi sinyal pemodulasi. Persamaan sinyal FM dapat dituliskan
sebagai berikut:
dimana,

Efm = Nilai sesaat sinyal FM


Ec = amplituda maksimum sinyal pembawa
ωc = 2π fc dengan fc adalah frekuensi sinyal pembawa
ωm = 2π fm dengan fm atau fs adalah frekuensi sinyal pemodulasi
mf = indeks modulasi frekuensi
Gambar 1.5 Spektrum Sinyal FM

Lebar bandwidth sinyal FM adalah tak berhingga. Namun pada praktek biasanya
hanya diambil bandwith dari jumlah sideband yang signifikan. Jumlah sideband
signifikan ditentukan oleh besar indeks modulasinya seperti dalam fungsi tabel besel
berikut.

Tabel 1. Fungsi Besel untuk Modulasi Frekuensi

2. HASIL DAN ANALISIS

2.1 AMPLITUDE MODULATION

 GENERATING AN AM SIGNAL USING A SIMPLE MASSAG

Setelah Rangkaian NI ELVIS sesuai dengan rangkaian yang diminta oleh modul,
maka set up DMM untuk mengukur tegangan. Setelah itu, aktif kan Soft front Panel
(SFP). Untuk memastikan SFP berjalan dengan baik maka dilakukan aktivasi PCM
Encoder module’s soft PDM/TDM pada DATEx SFP. Putar G control pada NI ELVIS
fully anti-clockwise. Lalu atur module soft g control untuk mendapatkan tegangan 1 V
DC (sebagai nilai yang terukur oleh DMM). Jikalau DMM menunjukkan angka 1 atau
mendekati 1, maka rangkaian dan SFP berjalan dengan baik.
Gambar 2.1 Aktivasi PCM Encoder dengan Mengatur g Control Sebesar 1 V

Setelah itu, ubah rangkaian sesuai dengan yang tertera pada modul. Setting scope
sesuai dengan yang diperintahkan. Ketika mengamati adder’s module output pada
scope, putar G control searah jarum jam untuk mendapatkan nilai 1 Vpp.
Gambar 2.2 Adder Module’s Output

Adder module’s output dapat dideskripsikan secara matematis sebagai berikut :

AM = (1 V DC + 1 Vpp 2 kHz SINE) * the carrier

Output adder module akan berbeda dengan master sinyal modul 2 kHz SINE output,
yaitu pada saat output adder modul memiliki 1 V DC offset.

Setelah itu, ubah rangkaian sesuai dengan yang terdapat pada modul. Lakukan
pengaturan scope’s Timebase control untuk melihat 2 atau 3 sinyal saja. Lalu
aktifkan scope’s channel 1 input. Gambarkan sinyal informasi pada kondisi upper
graph dan lower graph.
Gambar 2.3 Sinyal Informasi

Gunakan scope’s channel 0 position control untuk menutupi sinyal informasi dengan
AM signal’s upper kemudian lower untuk selanjutnya dibandingkan. Feature dari
multiplier module’s ooutput mengatakan bahwa sinyal tersebut merupakan sinyal
AM, karena sinyal upper memiliki bentuk yang sama dengan sinyal master dan sinyal
lower juga memiliki bentuk yang sama terhadap sinyal informasi, namun terbalik.

Sinyal AM memiliki bentuk gelombang yang kompleks yang terdiri dari lebih 1 sinyal,
dan semua sinyal tidak ada yang merupakan bagian dari sinyal 2 kHz sine. Hal ini
dikarenakan proses multiplikasi hanya menghasilkan sebuah sinyal carrier dan
penjumlahan sinyal (asumsikan multiplier modul ideal).

Ketika multiplier module diberikan input, maka akan terbentuk 3 sinewave AM


signal, dan masing-masing dari frekuensi tersebut adalah 99 kHz, 100 kHz, dan 102
kHz. Salah satu bentuk sinewave dapat dilihat ada Gambar 2.3.
Gambar 2.4 Sinyal Informasi pada Lower Half

Gambar 2.5 Sinyal Informasi pada Upper Half of the graph


 GENERATING AN AM SIGNAL USING SPEECH

Ubah rangkaian sesuai dengan yang ditentukan pada modul. Atur scope’s Timebase
control menjadi 1 ms/div position. Berikan dengungan dan suara terhadap
microphone sekaligus mengamati tampilan scope tersebut.

Gambar 2.6 Sinyal sebelum diberikan Dengungan atau Suara


Gambar 2.7 Sinyal Sesudah Diberikan Dengungan atau Suara

Sebelum diberikan suatu dengungan atau suara, sinyal dari multiplier module tetap
muncul. Hal ini disebabkan salah satu komponen dari sinyal AC adalah sinyal carrier
dan sinyal carrier tersebut selalu ada meskipun tidak ada dengungan atau suara yang
diberikan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.

 INVESTIGATING DEPTH OF MODULATION

Pada percobaan ini menggunakan rangkaian yang sama dengan rangkaian pada
percobaan sebelumnya. Namun, nilai Timebase control dibuat menjadi 100us/div
position. Lalu cabut kabel pada speech module’s output dan sambungkan dengan
master signal module’s 2 kHz SINE output. Lakukan perubahan amplitudo sinyal
informasi sedikit demi sedikit dengan memutar Adder module’s soft G ke kiri dan
kanan.
Gambar 2.8 Amplitudo Sinyal Informasi ketika G control diputar ke kiri

Gambar 2.9 Amplitudo Sinyal Informasi ketika G control diputar ke kanan


Hubungan antara amplitudo sinyal informasi dan jumlah modulasi sinyal carrier yaitu
ketika amplitudo dari sinyal informasi naik, maka jumlah modulasi sinyal juga naik.
Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.

Setelah itu, atur adder module’s soft G control ke amplitudo sinyal informasi 1 Vpp.
Ukur dan catat dimensi sinyal AM : P, Q. Lalu hitung dan catat kedalaman modulasi
sinyal menggunakan persamaan sebagai berikut :

Lalu naikkan amplitudo sinyal informasi menjadi maksimum dengan memutar G


control setengah putaran kemudian satu putaran, dan catat efek pada sinyal AM.

Gambar 2.10 Sinyal Informasi Ketika G Control Diputar Setengah Putaran


Gambar 2.10 Sinyal Informasi Ketika G Control Diputar Satu Putaran

Setelah itu, atur scope’s channel 0 scale control menjadi 1 V/div dan channel 1 scale
control menjadi 500 Mv/div. Gunakan scope’s channel 0 position control untuk
menutupi sinyal informasi dengan sinyal AM.
Gambar 2.12 Sinyal Informasi yang Ditutupi Sinyal AM
Permasalahan sinyal AM ketika terjadi over-modulated yaitu bagian yang menutupi
(envelope) tidak lagi memiliki bentuk yang sama dengan sinyal informasi seperti yang
terlihat pada Gambar 2.12

2.2 AM DEMODULATION

 SETTING UP THE AM MODULATOR

Buat rangkaian NI ELVIS yang sesuai dengan yang terdapat pada modul praktikum.
Hubungkan adder module’s output ke DMM dan atur g control untuk mendapatkan
nilai 1 V DC. Setelah Vpp bernilai 1, close DMM dan VI. Tampilkan Oscilloscope VI
dan setting parameter sesuai dengan yang terdapat pada modul. Atur scope’s
Timebase control hanya untuk melihat 2 atau 3 sinyal dan atur G control untuk
mendapatkan 1 Vpp sinewave.

Gambar 2.13 Sinyal Informasi 1 Vpp sinewave

 RECOVERING THE MASSAGE USING AN ENVELOPE DETECTO

Ubah rangkaian seperti yang terdapat pada modul. Gambarkan demodulated sinyal
AM untuk menimbang ruang yang digunakan pada graph paper.
2.14 Demodulated AM Signal

Hubungan antara sinyal informasi original dengan sinyal informasi yang ter-cover
yaitu kedua sinyal tersebut sama. Namun pada Gambar 2.14 hal tersebut tidak
terlihat sama. Oleh karena itu, terjadi error/kesalahan pada percobaan ini. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti kesalaha rangkaian atau pengisian
parameter.

 INVESTIGATING THE MASSAGE’S AMPLITUDE ON THE RECOVERED MASSAGE

Lakukan perubahan amplitudo sinyal informasi naik dan turun secara perlahan
dengan memutar G control ke kiri dan ke kanan).
Gambar 2.15 Sinyal Informasi Ketika G control Diputar ke Kiri

Gambar 2.16 Sinyal Informasi Ketika G control Diputar ke Kiri


Hubungan antara amplitudo dari kedua sinyal tersebut adalah semakin besar
amplitudo sinyal informasi original, maka semakin besar amplitudo sinyal informasi
yang ter-cover (ditutupi).

Over modulation dapat menyebabkan distorsi yang besar pada demodulated signal.
Karena over modulation mendistorsi sinyal AM penutup yang mengganggu operasi
dari deketor sinyal penutup (envelope).

 TRANSMITTING AND RECOVERING SPEECH USING AM

Ubah rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai dengan yang
terdapat pada modul. Berikan dengungan atau suara ke microphone sekaligus
mengamati scope’s display dan mendengarkan dengan headphone.

Gambar 2.17 Sinyal Suara

 THE MATHEMATICS OF AM DEMODULATION

Ubah rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai dengan yang
terdapat pada modul. Cabut scope’s channel 1 input dari multiplier module’s output
dan hubungkan ke RC LPF’s output.
Gambar 2.18 Sinyal Informasi ketika Scope’s Tmebase 200us/div

Gambar 2.19 Sinyal Ketika Dihubungkan dengan RC LPF’s Output


2.3 FM DEMODULATION

 SETTING UP THE FM MODULATOR

Ubah rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai dengan yang
terdapat pada modul. Aktivasi scope’s Channel 1 input untuk melihat sinyal FM pada
VCO’s Output sebaik sinyal DC. Atur scope’s Timebase control untuk melihat 2 atau 3
sinyal VCO output.

Gambar 2.20 VCO Output

Lakukan perubahan variabel power supply negatif dan periksa bahwa Output frekuensi VCO
berubah mengikutinya.
Gambar 2.21 VCO Output negatif (-2,5)

 SETTING UP THE ZERO-CROSSING DETECTOR

Ubah rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai dengan yang
terdapat pada modul. Atur variabel power supply negative output menjadi 2 V dan
scope’s channel 1 scale control menjadi 100 Mv/div position. Putar tuneable low pass
filter secara perlahan ke kiri sampai sinewave menjadi tegangan DC. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.22.
Gambar 2.22 DC Voltage of sinewaves

Selanjutnya lakukan perubahan power supply negative output antara 0 dan maximum
-2 V.

Gambar 2.23 DC Voltage of Sinewaves Ketika VPS = 0


Gambar 2.24 DC Voltage of Sinewaves Ketika VPS = -1

Gambar 2.25 DC Voltage of Sinewaves Ketika VPS = -2


 INVESTIGATING THE OPERATION OF THE ZERO-CROSSING DETECTOR

Ubah rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai dengan yang
terdapat pada modul. Lakukan perubaha VPS negative output secara perlahan ke
atas dan ke bawah tombol VI.

Gambar 2.26 Sinyal FM ketika Scale = 0


Gambar 2.27 Sinyal FM ketika Scale = 1

Gambar 2.28 Sinyal FM ketika Scale = 2


Ubah kembali rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai
dengan yang terdapat pada modul. Lakukan perubahan variabel power supply
negative output secara perlahan untuk mengubah frekuensi sinyal FM. Gunakan
scope’s cursors untuk mengukur lebar ZCD output’s mark dan space untuk tegangan
DC yang berbeda.

Gambar 2.29 Perubahan Lebar Output ZCD

Ketika siklus kerja ZCD’s output berubah, maka komponen DC juga akan berubah.

Ubah kembali rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai


dengan yang terdapat pada modul. Kembalikan nilai scope’s channel 1 menjadi 0.
Lakukan perubahan variabel power supply negative output secara perlahan untuk
mengubah frekuensi sinyal FM. Ketika perubahan tersebut, bandingkan output dari
twin pulse generator module (The ZCD) dan Tuneable Low Pass Filter module.
Gambar 2.30 Twin Pulse Generator Module Output

Nilai tuneable low pass filter modul DC output akan naik ketika mark-space ratio dari
output ZCD naik. Hal ini dikarenakan semakin besar mark-space ratio, semakin besar
juga ukurang komponen DC yang membuat naik pulse train. Jika sinyal informasi
sebagai sinyal pengganti variabel tegangan DC, maka sinyal informasi dan sinyal
pengganti variabel tegangan DC akan memiliki frekuensi yang sama.

 TRANSMITTING AND RECOVERING A SINEWAVE USING FM

Ubah kembali rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai


dengan yang terdapat pada modul. Gunakan TAB dan arrow keys untuk membuka
tuneable low pass filter module cut-off frequency dan mengatur perputaran
berlawanan arah jarum jam untuk menentukan nilai frequency cut-off.
Gambar 2.31 Demodulated 2 kHz Sinewave dengan Amplituda 250 mVpp

 TRANSMITTING AND RECOVERING SPEECH USING FM

Ubah kembali rangkaian dan atur parameter-parameter sedemikian rupa sesuai


dengan yang terdapat pada modul. Berikan dengungan atau suara ke microphone
sekaligus mengamati scope’s display dan dengarkan melalui headphone.
Gambar 2.32 Sinyal Suara

3. KESIMPULAN
Pada praktikum ini dapat disimpulkan beberapa hal yakni :
 Amplitude modulation berarti modulasi dimana amplitude dari signal
pembawa (carrier) berubah karakteristiknya sesuai dengan amplitude
signal informasi. Atau bisa juga disebut linear modulation, artimya bahwa
pergeseran frekwensinya bersifat linier mengikuti signal informasi yang
akan ditransmisikan.
 AM Demodulation berarti modulasi sinyal carrier mempunyai bentuk, tetapi
apabila gelombang tersebut diterima setelah melewati jaringan kirim dan
jaringan terima, maka gelombang tersebut akan mempunyai gelombang
yang disebabkan oleh arus elektris yang biasanya lemah, maka harus
diperkuat oleh amplifier.
 FM Demodulation berarti memecah sinyal kedua buah kanal. Menggeser
fasa sinyal salah satu kanal sebesar 90°. Dikurangi dengan perkalian antara
sebuah konstanta dengan selisih frekuensi tengah (IF) dengan frekuensi
masukan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] [1] Anonim, Buku Petunjuk Praktikum Sistem Komunikasi, Laboratorium Sistem
Kendali dan Komputer, Bandung, 2017.
[2] [2] Ziemer, R., Principle of Communication 5th ed, Wiley, Inc, United State of
America, 2002.

Anda mungkin juga menyukai