Anda di halaman 1dari 3

TIPS & CONTOH TRADING ALA VALUE INVESTOR

Pada salah satu annual letter-nya di tahun 1960-an, Warren Buffett pernah ngomong begini,
‘Cara kerja kami adalah membeli saham-saham pada harga yang serendah-rendahnya,
sehingga jika nanti kami menjualnya pada harga yang tidak terlalu tinggi sekalipun, kami
tetap akan memperoleh keuntungan.’ Contoh aplikasinya bagaimana, dalam hal ini kalau di
pasar saham Indonesia? Nah, kebetulan ada saham yang belakangan ini sedang penulis amati
karena valuasinya sudah cukup murah. Saham tersebut adalah Bank BTN (BBTN).

Penulis tidak akan menjelaskan panjang lebar tentang fundamental BBTN ini, karena artikel
ini bukan soal BBTN-nya, melainkan contoh praktek dari filosofi Buffett yakni, ‘always buy
stock at a lowest possible price’. Ketika artikel ini ditulis, BBTN berada di harga 1,020 dan
itu mencerminkan PBV 0.9 kali. Lalu bagaimana keputusan untuk membeli BBTN pada
kisaran harganya saat ini bisa menghasilkan keuntungan?  Berikut penjelasannya.

Pertama-tama ingat bahwa meski kita bicara soal ‘trading’ disini, namun jangan bayangkan
bahwa anda bisa beli saham pada hari ini, kemudian bisa langsung jual keesokan harinya
untuk meraup keuntungan 5 – 10%. Yang dimaksud dengan trading disini adalah kita
membeli saham pada harga tertentu untuk nanti dijual kembali pada harga yang lebih tinggi,
namun jangka waktunya bisa sebentar, katakanlah hanya beberapa hari, tapi bisa juga agak
lama, katakanlah beberapa bulan. Tapi yang jelas mau anda sukses menjualnya pada minggu
depan atau perlu menunggu hingga tiga bulan depan, anda seharusnya tetap akan memperoleh
keuntungan yang lumayan.

Dan untuk contoh BBTN ini, kalau anda bisa memegang sahamnya paling nggak sampai
April tahun depan (lumayan lama, tapi nggak sampai setahun), maka anda akan memperoleh
gain besar jika dia nanti naik lagi ke 1,500 seperti April lalu, sebab di tahun-tahun
sebelumnya juga sama begitu. Berikut adalah data posisi harga saham BBTN pada awal
tahun dibanding dengan posisi tertingginya pada bulan April. Data dikumpulkan sejak tahun
2010 (BBTN IPO pada tahun 2010).

Tahun Awal Tahun Posisi Tertinggi di Bulan April Kenaikan (%)


2010 840 1,580 88.1
2011 1,670 1,780 6.6
2012 1,210 1,410 16.5
2013 1,470 1,710 16.3
2014 870 1,405 61.5
Nah, perhatikan bahwa kalau anda membeli BBTN ini pada setiap awal tahun, maka anda
hampir pasti akan memperoleh keuntungan yang lumayan, dan keuntungan tersebut akan
lebih besar andaikata anda membelinya pada harga yang serendah-rendahnya, dalam hal
ini dibawah 1,000 (lihat kasus tahun 2010 dan 2014). Pada tahun 2011, keuntungan yang
diperoleh terbilang kecil karena masuknya di harga yang cukup tinggi, yakni 1,670. Namun
jika anda pada awal tahun 2011 tersebut membeli BBTN ini di harga 1,670, kemudian
melakukan average down ketika BBTN turun hingga 1,200-an sebulan kemudian (sehingga
rata-rata harga beli-nya menjadi sekitar 1,450), maka keuntungan yang diperoleh tetap
signifikan ketika anda menjual BBTN ini pada bulan April di harga 1,700-an. Kalau berkaca
pada kasus ini maka anda akan mengerti bahwa bagi value investor, penurunan harga (dari
saham yang berfundamental baik, tentu saja) adalah selalu merupakan peluang, dan bukannya
bencana.

Dan BBTN ini, meski secara fundamental dia kalah telak dibanding BBRI atau bank-bank top
lainnya, namun dia nggak bisa disebut sebagai bank jelek juga. Ini artinya, selama harga
belinya cukup murah, yakni PBV 1 koma sekian kali atau kalau bisa kurang dari itu (PBV
BBRI serendah-rendahnya 2.1 kali, alias jauh lebih tinggi, dan itu wajar karena
fundamentalnya super), maka BBTN ini tetap layak buy.

Sedikit catatan, Buffett sebenarnya tidak akan tertarik sama BBTN ini karena dia lebih suka
‘buy a wonderful company at a fair price than buy a fair company at a wonderful price’,
karena horizon dia adalah jangka puanjaaaang, dan faktanya selama lima tahun terakhir ini
saham BBTN nggak kemana-mana melainkan bolak balik aja di rentang 850 – 1,700.
Sementara BBRI? Sudah naik sekitar 300%, tanpa perlu kita utak atik sahamnya (anda
diemin aja, ntar juga naik sendiri). However kalau anda bisa memanfaatkan fluktuasi BBTN
ini dimana anda masuk di harga bawah (pada awal tahun) kemudian melepasnya di harga atas
(pada sekitar bulan April), maka setelah lima tahun, total compounded gain yang anda
peroleh bisa lebih dari 300%, meski anda perlu sedikit repot untuk men-trading-kan
sahamnya.

Terdapat beberapa hal yang perlu anda perhatikan terkait kasus pergerakan saham dengan
contoh BBTN ini. Pertama, BBTN sekali lagi hanyalah contoh. Di BEI terdapat banyak
saham-saham lain, entah itu dari sektor perbankan atau sektor lainnya, yang punya pola
pergerakan yang mirip dengan BBTN ini. Kebetulan sekarang ini ada banyak saham-saham,
terutama di kelompok second liner, yang sudah turun lumayan sehingga valuasinya menjadi
murah kembali.

Kedua, ingat bahwa BBTN ini, meski dia tidak sebagus BBRI, namun dia juga bukan bank
yang jelek, sehingga harganya yang murah (PBV 1 koma sekian) masih menarik meski hanya
untuk invest jangka pendek. Maksud penulis adalah, kalau anda menemukan saham yang
murahnya setengah mati, katakanlah PBV-nya cuma 0.5 kali, tapi fundamental
perusahaannya jelek setengah mati juga, maka ya jangan beli sahamnya lah. Untuk kasus
BBTN, kalau anda perhatikan manajemennya sebenarnya lumayan jujur, hanya memang
mereka nggak sekompeten manajemen BBRI atau bank lainnya dalam mengurus perusahaan.

Dan ketiga, BBTN cenderung bergerak naik sepanjang empat bulan pertama (Januari – April)
di setiap tahunnya karena didorong oleh beberapa faktor, seperti Januari Effect dan
pembagian dividen. Diluar itu BBTN cenderung bergerak stagnan, atau malah turun jika
IHSG turun. Tapi kalau anda bisa masuk di harga yang serendah mungkin, let say dibawah
1,000, maka anda tetap berpeluang untuk memperoleh untung besar meski anda tidak
membeli BBTN ini (pada harga dibawah 1,000 tadi) pada awal tahun. Karena ingat bahwa
yang terpenting disini adalah bukan soal anda belinya kapan, tapi belinya di harga berapa.

And by that I mean, meski sekarang ini baru bulan Juli, namun berhubung BBTN sudah di
harga bawah lagi (mungkin karena investor kecewa kemarin BBTN gak jadi diakuisisi Bank
Mandiri), maka sahamnya sudah bisa diperhatikan kembali, untuk nanti di-collect pada harga
800 – 900 (itu harga terendah BBTN sepanjang sejarah, dan dia memang murah sekali di
harga tersebut). Pada September 2013 lalu, ketika IHSG anjlok, BBTN juga turun sampai 850
tapi langsung naik hingga 1,100 tak sampai sebulan kemudian (naik hampir 30%). Jadi kalau
anda beruntung maka mungkin anda tidak perlu menunggu sampai bulan April 2015.

Satu hal lagi yang perlu dicatat adalah, berbeda dengan trading menggunakan metode
lainnya, trading seperti yang dicontohkan diatas menawarkan risiko yang rendah. Sebab
ketika kita menemukan saham yang meski kinerja fundamentalnya tidak terlalu istimewa, tapi
disisi lain valuasinya sangat rendah dan perusahaannya sendiri juga bukan perusahaan
‘kemarin sore’, maka praktis risiko investasi pada sahamnya, atau dalam hal ini risiko
trading-nya, menjadi rendah. Kalau anda perhatikan, valuasi saham-saham perbankan
terbilang relatif rendah dibanding saham-saham big caps lainnya, tapi bahkan valuasi BBTN
ini lebih rendah lagi, padahal nilai laba bersih serta ekuitas perusahaannya masih bertumbuh
dengan lancar dari tahun ke tahun. Berikut datanya, angka dalam  milyaran Rupiah.

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013


Aset Bersih/Ekuitas 5,393 6,447 7,322 10,279 11,557
Pendapatan 5,730 6,499 7,556 8,819 10,783
Laba Bersih 490 916 1,119 1,364 1,562

Jadi kecuali terjadi peristiwa force majeure atau IHSG jatuh sangat dalam, maka tidak ada
alasan bagi BBTN ini untuk turun lebih rendah dari 800 – 900, karena valuasinya pada harga
tersebut sudah sangat murah untuk perusahaan yang masih beroperasi dengan normal dan
juga tidak sedang dirundung masalah apapun. Risiko yang rendah ini bisa anda anggap
sebagai ‘bonus’ karena disisi lain anda tetap berpeluang untuk memperoleh gain signifikan,
sehingga anda tidak perlu lagi mengatakan bahwa trading saham itu ‘high risk high gain’
(untuk penjelasan lebih lanjut mengenai manajemen risiko dalam berinvestasi di saham, anda
bisa baca lagi artikel tentang saham blue chip vs second liner, menghitung risiko kerugian,
serta strategi diversifikasi portofolio).

Anda mungkin juga menyukai