Anda di halaman 1dari 235

Ini adalah blog uraian dasardasar

keyakinan kepercayaan PranSoeh.


KATA PENGANTAR
I. Nama saya Soekirman Poedjosoewito, tinggal di desa Jeruk, kelurahan Kepek, kecamatan
Wonosari, kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini berumur 71
tahun.
Saya merasa perlu untuk membuat dokumen yang berupa “Buku Wasiyat Keyakinan
Kasuksman
PranSoeh”,
yang berisi tentang Ilmu Tuhan Allah dan ajaranajaran
yang dibawa oleh Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo, Carik Desa Jagalan, kecamatan Muntilan, dengan maksud untuk saya
wariskan kepada kadang golongan (muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo).
II. Buku Wasiyat ini saya kutip dari buku induknya/aselinya yang sudah hampir rusak.
III. Buku Wasiyat ini saya ketik sendiri, dan setelah selesai saya jilidkan. Sedangkan
mengenai
penyusunan/pemilihan kalimat yang kurang baik dan masih banyaknya salah ketik,
semuanya itu
saya akui bahwa memang saya tidak ahli di bidang bahasa dan sastra, ya hanya sampai
disitulah
kemampuan saya.
IV. Saya meninggalkan warisan yang berupa Buku Wasiyat ini mempunyai tujuan pokok
sebagai
berikut:
1. Ilmu Tuhan Allah milik Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo terjaga kemurniannya untuk
selamalamanya,
jangan sampai menjadi Ilmu “katanya nanti…”.
2. Memperjelas dan menggenapi Ilmu yang tidak jelas (samar) dan kurang, jangan sampai
membingungkan bagi siapa saja yang akan mempelajari dan mengamalkan/melaksanakan
Ilmu Tuhan Allah milik Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo ini.
V. Akhirnya untuk waktu yang akan datang mungkin ada kadang golongan yang berniat
untuk
memperbaiki buku ini dengan cara dicetak, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
bahasa
Inggris dan bahasa lainnya, saya mengijinkan asal tidak diselewengkan.
Wonosari, 1 Januari 1986
BAHASA INDONESIA
BAB I
SILSILAH RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
1. Silsilah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo hanya dijelaskan intinya saja secara
singkat, diambil dari keturunan Eyang Buyutnya. Silsilah Beliau diuraikan
seperlunya saja untuk sekedar dapat dimengerti asal usul Beliau.
2. Keturunan dari ayah.
Beliau Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo lahir dari keturunan Kyai
Wirobongso. Kyai Wirobongso adalah Eyang Buyut Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo. Kyai Wirobongso adalah orang yang pertama kali
bertempat
tinggal di desa Babadan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kota Sleman
terletak di
sebelah utara kota Yogyakarta, kirakira
jauhnya 12 km. Kyai Wirobongso adalah
bangsa Indonesia, dari suku Jawa aseli/Mataram. Beliau Kyai Wirobongso
adalah
pejabat pemerintah pada jaman Pemerintahan Hindia Belanda, yaitu
menjabat
sebagai Panewu (Camat) Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Setelah terbentuknya Pemerintah Republik Indonesia, Kyai Wirobongso
masih
menjadi pejabat Pemerintah Indonesia yaitu sebagai Camat di Kabupaten
Sleman,
Yogyakarta. Kyai Wirobongso menganut agama Islam, mendalami ajaran
Islam
sampai mahir, sambil bertapa
brata (berupaya keras
mengendalikan/mengalahkan hawa nafsu, misalnya berpuasa: tidak makan
tidak
minum selama periode tertentu, pantang garam, dan sebagainya, tidak
marahmarah/
emosi, serta memusatkan perhatian, perasaan, batin kepada Tuhan Yang
Maha Esa). Tapabratanya
lebih khusuk dari ayahnya. Beliau sangat faham
mengenai ajaranajaran
agama Islam.
Kyai Wirobongso mempunyai anak bernama Kyai Wiropati. Kyai Wiropati
bekerja
sebagai pegawai negeri, beliau mendapat sebutan Kyai baik dari penduduk
di
desanya maupun dari penduduk di lain desa. Beliau tersohor sebagai ahli
kebatinan, dapat mengetahui segala sesuatu dengan mata batinnya, dalam
terminologi bahasa Jawa disebut waskita (dapat mengetahui akan terjadinya
sesuatu kejadian sebelum kejadian itu benarbenar
terjadi). Karena
kemampuan batinnya, Kyai Wiropati dapat memberi pertolongan apapun
kepada
orangorang
yang mohon pertolongan kepadanya dan sebagian besar orang yang
ditolongnya dapat berhasil/terkabul sesuai dengan permohonnannya.
Berbagai
macam permohonan dimohonkan oleh orangorang
kepada Beliau.
3. Kyai Wiropati mempunyai anak lakilaki
yang bernama Kyai Natatrisula. Belau
itulah ayah dari Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo. Jadi Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo adalah cucu dari Kyai Wiropati atau cucu buyut dari Kyai
Wirobongso.
4. Keturunan dari Ibu.
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo juga mempunyai eyang buyut yang
bernama Kyai Haji Ngisa, yaitu eyang buyut dari ibu Beliau.
Penjelasannya sebagai berikut:
Kyai Haji Ngisa bertempat tinggal di desa Banyutemumpang, Kragawanan
Sawangan, Magelang, wilayah Kedu. Beliau bekerja sebagai petani,
termasuk
petani yang aktif yaitu sangat rajin bekerja mengolah tanah dan menanam
Yang menghimpun,
Poedjosoewito
tanaman pertanian. Kyai Haji Ngisa mempunyai sifat dan adat istiadat yang
baik:
baik hati, jujur, konsekuen dan sangat bertanggungjawab atas pekerjaannya
sebagai petani, dapat dikatakan menyukai, gemar dan mencintai tanah.
Beliau beragama Islam, bertakwa dan membela Agama. Beliau termasuk
petani
yang kondisi ekonominya sedangsedang
saja, namun karena kesetiaannya dan
ketakwaannya dalam melaksanakan ajaran Islam, beliau berniat untuk
melaksanakan/memenuhi kelima rukun Islam, satu di antaranya, yaitu
rukun Islam
yang kelima
adalah naik haji. Agar niat untuk memenuhi rukun Islam yang kelima,
yaitu naik haji, dapat dilaksanakan, Beliau mencukupi kebutuhannya dengan
hemat/ekonomis dan dengan perhitungan yang cermat serta disiplin dalam
pengeluaran uang. Beliau mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dalam
waktu
yang lama untuk dapat membiayai niatnya melaksanakan rukun Islam yang
kelima,
yaitu naik haji. Setelah terkumpul uang yang cukup untuk biaya naik haji,
maka berangkatlah Beliau melaksanakan rukun Islam yang kelima.
5. Sekembalinya dari naik haji, penghidupan Kyai Haji Ngisa agak
menderita, karena
sawah miliknya tinggal sebagian kecil saja, sebagian besar sawahnya telah
dijual
untuk biaya perjalanan naik haji.
Meskipun dalam keadaan menderita, Kyai Haji Ngisa tabah hatinya, batinnya
merasa puas karena telah berhasil mencapai citacitanya
yaitu naik haji ke Mekah,
memenuhi rukun Islam yang kelima.
Beliau menjadi orang Islam yang sempurna,
karena telah dapat melaksanakan kelima
rukun Islam dengan baik.
Adat istiadat Kyai Haji Ngisa sangat baik, jujur dan menepati janji, suka
menolong
orang banyak, sehingga di kemudian hari Beliau mempunyai
wibawa/kharisma
yang besar di masyarakat dan dicintai oleh masyarakat. Kharisma yang
besar
tersebut memberikan pengaruh kepada anaknya lakilaki
yang bernama Kyai
Mangunsastra, sehingga ia dipilih orang banyak untuk menjadi Penatus
(Kepal
Desa) di desa Tumpang Kragawanan, Sawangan, Magelang.
Kyai Mangunsastra mempunyai banyak anak, baik lakilaki
maupun perempuan.
Salah satu anak perempuannya menjadi menantu Kyai Wiropati, yaitu
menjadi
isteri Kyai Natatrisula. Nyi Natatrisula itulah yang merupakan ibu dari dan
menjadi
lantaran timbulnya/lahirnya Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di dunia ini.
SILSILAH SECARA RINGKAS DALAM BENTUK BAGAN
Keturunan dari Ayah
KYAI WIROBONGSO
KYAI WIROPATI
KYAI NATATRISULA
Keturunan dari Ibu
KYAI HAJI NGISA
KYAI MANGUNSASTRO
NYI NATATRISULA
RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
KETERANGAN TAMBAHAN
Kyai Natatrisula adalah keturunan bangsawan (Jawa: ningrat); Meskipun di
depan
nama tidak dicantumkan huruf R (Raden), tetapi oleh para tetangganya
(masyarakat
sekitar) Beliau dan anakanaknya
dipanggil Raden dan biasanya disingkat Den.
***A***
BAB II
KELAHIRAN RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
Sebelum Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo timbul/lahir di dunia, tidak ada
tandatanda
keajaiban yang diketahui atau diterima khalayak ramai yang
berhubungan dengan kelahiran Beliau di dunia ini.
Tatkala Kyai Natatrisula (ayahanda Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo) masih
menjadi pengantin baru (lima tahun kurang dari lahirnya Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo), Kyai Wiropati (ayahanda Kyai Natatrisula) menerima
firman dari
Tuhan, dan selanjutnya firman itu disabdakan (disampaikan/diberitahukan)
kepada
Kyai Natatrisula. Sabda itu berbunyi sebagai berikut:”Cucuku (anakmu yang
kedua)
kelak akan lahir lakilaki,
berilah nama Gunung Rama PranSoeh,
akan berbeda,
lebih unggul dari umat biasa!.” Beliau menerima firman Tuhan tersebut pada
tahun
1863 Masehi. Sabda tersebut disusul/ditambah lagi dengan sabda yang ada
hubungannya dengan saat kapan Beliau (Kyai Wiropati) akan wafat. Sabda
susulan
tersebut berbunyi sebagai berikut:”Sesudah adiknya Gunung Rama
PranSoeh
lahir,
kelak akan lahir perempuan, saat itulah riwayatku habis/selesai!”.
Setelah ditunggu selama 5 (lima) tahun, sabda Kyai Wiropati tersebut
terbukti
menjadi kenyataan. Terbukti anak Kyai Natatrisula yang kedua lahir berjenis
kelamin
lakilaki
pada hari Rabu Pahing, tanggal 30 September 1868 Masehi, atau dalam
kalender Jawa yaitu pada bulan Jumadilakir tahun 1797. Sabda yang
pertama sudah
terbukti menjadi kenyataan, selanjutnya tinggal menunggu realisasi dari
sabdanya
yang kedua. Ternyata adik dari Gunung Rama PranSoeh
lahir berjenis kelamin
perempuan. Anak ketiga dari Kyai Natatrisula ini benarbenar
lahir dengan jenis
kelamin perempuan sebagaimana disabdakan oleh ayahandanya, Kyai
Wiropati. Kyai
Wiropati pada waktu itu masih sembahyang subuh, menjenguk menantunya
yang
sedang kesakitan akan melahirkan anak ketiganya. Beliau bersabda:”Cucuku
hampir
lahir, saya juga hampir...!” Setelah terbukti adik dari Gunung Rama
PranSoeh
lahir
berjenis kelamin perempuan, Kyai Wiropati pergi ke tempat tidur, berbaring
dan tidak
lama kemudian dengan keadaan yang tenang dan tenteram, seperti orang
tidur,
ternyata Beliau terus wafat. Setelah mendengar keadaan yang ganjil/aneh
dari
peristiwa tersebut, yaitu dalam waktu yang bersamaan terjadi peristiwa suka
dan
duka, warga masyarakat disitu mengadakan selamatan atas kelahiran bayi (
adik dari
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo) dan mengadakan selamatan (tahlilan) atas
wafatnya Kyai Wiropati. Keelokan (kejadian yang luar biasa) yang terjadi
adalah
wafatnya Kyai Wiropati tidak didahului dengan menderita sakit dan apa yang
disabdakan semuanya terjadi, terbukti menjadi kenyataan. Jadi, Kyai
Wiropati boleh
dikatakan manusia yang terdekat dengan Tuhan, dapat mengetahui segala
sesuatu
dengan mata batinnya (makrifat batinnya). Pada saat itu, banyak sekali
masyarakat
yang datang melayat baik dari desa setempat maupun dari desa lainnya,
menyatakan
ikut berbela sungkawa atas wafatnya Kyai Wiropati, walaupun dalam
batinnya
terutama mengharapkan do’a restu dan berkah dari Kyai Wiropati, dalam
terminologi
bahasa Jawa disebut sebagai ngalap berkah. Keadaan budaya pada saat itu
(pada
saat Kyai Wiropati masih hidup), hubungan antara anak dan orang tua,
lebihlebih
antara anak menantu dan mertua dalam percakapan dan pergaulan
seharihari
tidaklah bebas/leluasa, seandainya orang tua memberi nasehat kepada
anaknya
sedangkan si anak kurang mengerti apa yang dimaksud oleh orang tuanya,
maka si
anak tidak berani atau merasa takut untuk meminta penjelasan lebih rinci
dari orang
tuanya. Demikian pula halnya dengan sabda Kyai Wiropati kepada putranya,
Kyai
Natatrisula. Kyai Natatrisula tidak berani meminta penjelasan lebih rinci lagi
kepada
ayahandanya mengenai sabdanya tentang Gunung Rama PranSoeh
yang disabdakan
akan berbeda, lebih unggul (dalam terminologi bahasa Jawa disebut sebagai
kinacek) dari manusia biasa pada umumnya (pepadaning titah). Tetapi
bagaimana
cara membuktikannya? Apakah kelak akan menjadi orang yang kaya raya
dan
terhormat; Apakah akan mempunyai kedudukan yang tinggi/luhur? Apakah
akan
mempunyai kemampuan batin yang tinggi, mengerti segala sesuatu dengan
mata
batin (makrifat batinnya) seperti eyangnya (kakeknya) Kyai Wiropati? Dan
lain
sebagainya. Semua pertanyaan itu tidak berani dikemukakannya kepada
ayahandanya, Kyai Wiropati, sehingga hanya tersimpan di dalam hati yang
dalam
dari Kyai Natatrisula. Jadi semua sabda Kyai Wiropati belum dimengerti
dengan jelas
oleh Kyai Natatrisula. Cinta kasih orang tua yang ditujukan kepada Gunung
Rama
PranSoeh
(Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo waktu kecil) sama saja
sebagaimana yang diterima oleh kakak dan adik Gunung Rama PranSoeh.
Soal cinta
kasih dari orang tua dan cara mengasuhnya sama sebagaimana diterima
oleh
saudarasaudaranya,
juga tidak ada perbedaan dengan anakanak
lainnya pada
waktu itu.
***A***
BAB III
MASA KANAKKANAK
RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
1 Raden Gunung adalah nama panggilan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
ketika masih anakanak,
masih belum dewasa dan belum mempunyai isteri.
Kebiasaan orang Jawa pada waktu itu, untuk orang yang sudah menikah
secara
sah, kemudian berganti nama yang disebut nama tua, yaitu satu nama yang
dipilih
sendiri sebagai nama untuk suami maupun isteri. Jadi untuk suami dan isteri
dipanggil dengan satu nama yang sama.
Pada waktu lahir, orang tua memberi nama kepada anaknya, dan anaknya
menerima nama yang dipilihkan oleh orang tuanya untuknya. Kebiasaan
orang
Jawa pada waktu itu, setelah menikah orang tersebut berganti nama tua dan
tidak
lagi memakai nama kecil yang diberikan oleh orang tuanya. Tetapi pada
jaman
sekarang, sebagian besar orang Jawa tidak berganti nama tua setelah
menikah
secara sah dan tetap menggunakan nama yang diberikan oleh orang tuanya
sebagaimana tercantum dalam Akta Kelahiran.
Raden Gunung mempunyai ayah yang bernama Kyai Natatrisula. Raden
Gunung
juga beragama Islam, bersembahyang lima waktu.
Kyai Natatrisula pada saat itu menjabat sebagi Demang. Jabatan Demang
pada
waktu itu termasuk jabatan yang tinggi. Kyai Natatrisula adalah keturunan
bangsawan (ningrat), sehingga Beliau dan putraputrinya
selalu disebut
Raden/Raden Ayu oleh masyarakat di sekitarnya. Begitu juga Gunung Rama
PranSoeh
disebut Raden Gunung Rama PranSoeh.
Kebiasaan masyarakat di sekitar
pada saat itu memanggil Beliau dengan sebutan Raden Gunung.
Adat istiadat Kyai Natatrisula berbeda sama sekali dengan adat istiadat ayah
dan
kakeknya. Beliau tidak mengikuti jejak orang tua dan kakeknya. Kalau ayah
dan
kakeknya tekun bertapabrata,
selalu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti serta berperilaku sangat baik, maka Kyai Natatrisula suka
berbuat
sesuka hatinya, hanya menuruti kehendak hawa nafsunya, kalah/takluk
kepada
hawa nafsunya, tidak mentaati hukum Islam, tidak menghayati ilmu
makrifat
(mengolah batin yang tertuju pada ketaatan dan kepasrahan kepada Tuhan
Yang
Maha Esa). Beliau kerapkali melalaikan dan lupa kepada tugas kewajiban
dalam
pekerjaannya, kurang bertanggungjawab dan tidak mengurusi rumah
tangganya,
melalaikan kewajibannya terhadap isteri dan anakanaknya,
dan tidak menjaga
nama baik, harga diri dan gengsi keluarganya.
Karena adat istiadat dan kebiasaan yang buruk itulah, maka keadaan
ekonominya
tidak menentu, jatuh miskin dan sulit memenuhi kebutuhan seharihari
keluarganya. Tanah sawah miliknya tidak diurus, tidak diolah untuk
memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya. Beliau tidak memikirkan untuk mencukupi
kebutuhan hidup keluarganya.
Nyi Natatrisula merasa gelisah mengetahui suaminya masih mau kawin lagi
dengan
wanita lain. Pokoknya Kyi Natatrisula kerapkali kawin lagi, Beliau menganut
faham
poligami, dan seringkali tidak pulang ke rumah Nyi Natatrisula.
Kehidupan Nyi Natatrisula sangat menderita dan sengsara, namun Beliau
tabah
hatinya, besar rasa kemanusiaannya. Pernah suatu saat Beliau mengetahui
tetangganya menerima musibah kematian, sedangkan Beliau tidak
mempunyai
uang untuk memberi sumbangan, ikut meringankan beban tetangganya dan
sebagai tanda simpati ikut berbela sungkawa, maka Beliau menggadaikan
pakaian
yang berupa kain miliknya (padahal hanya memiliki dua helai kain),
meskipun tidak
seberapa hasil gadainya, disumbangkannya hasil gadainya tersebut kepada
tetangganya yang terkena musibah.
2 Raden Gunung ada di rumah membantu ibunya, bekerja menurut apa
yang telah
dapat dikerjakannya untuk meringankan beban ibunya.
Mengenai sabda ayahnya yang berhubungan dengan Raden Gunung, Kyai
Natatrisula banyak lupanya daripada ingatnya, bahkan ternyata tidak
memikirkannya dan tidak mempedulikannya. Beliau sama sekali tidak
membantu
mendidik atau mengasuh putraputrinya,
namun hanya memikirkan diri pribadi.
Sejak masih anakanak,
berumur kirakira
10 (sepuluh) tahun, Raden Gunung
ternyata sudah mulai kerapkali menerima ilham dari Tuhan dengan jelas dan
mengerti apa maksudnya. Ilham diterima di saat tidur, di dalam mimpi.
Di suatu saat, pernah Raden Gunung menderita sakit panas yang sangat
parah,
dalam mimpi Beliau merasa akan dipatuk (disosor) oleh burung Meliwis
dengan
paruhnya, dalam hati Beliau merasa, bila tidak menerima pertolongan dari
Tuhan
Yang Maha Kuasa tentu bisa meninggal dunia. Untunglah mendapat
pertolongan
dari Tuhan, sehingga Beliau merasa pasti akan sembuh. Ternyata
jasmani/badan
Beliau kemudian sembuh dari sakit panas.
Kyai Natatrisula tidak panjang umur, Beliau wafat pada umur 42 (empat
puluh
dua) tahun. Setelah ditinggal wafat suaminya, kehidupan Nyi Natatrisula
sangat
susah dan menderita sekali. Putraputrinya
masih kecilkecil,
belum ada yang
mandiri yang dapat mencari nafkah/penghasilan. Raden Gunung lalu
menambah
tapabratanya
dan berusaha untuk meringankan beban ibunya yang sangat
menderita itu. Raden Gunung mengabdi kepada orang lain (majikan), sambil
bersekolah. Di jaman Belanda, Beliau dapat tamat/lulus Sekolah Rakyat
(Ongko II)
di Godeyan, Yogyakarta. Dapat dimengerti kalau Raden Gunung terpaksa
harus
mengabdi/ikut orang lain bekerja menjadi pembantu/ pesuruh. Beliau
mengabdi
tidak hanya pada satu tempat saja, melainkan berpindahpindah
tempat. Pertama
kali Beliau mengabdi di Sleman, terus pindah ke Dharatan, Sendangpitu dan
Ngijon. Dari Ngijon pindah mengabdi salah seorang yang mempunyai
jabatan
Demang, bernama Srema, namun Beliau tidak lama mengabdi disitu.
Selama Raden Gunung mengabdi kepada orang lain sebagai
pembantu/pesuruh
dan berpindahpindah
tempat, tentu saja melihat dan mengalami bahwa lain
orang, lain tabiatnya, namun Beliau selalu dapat mengerti apa yang menjadi
kehendak majikannya, sehingga majikan tersebut menjadi puas hatinya.
Raden
Gunung sangat peka hati dan batinnya, juga tajam perasaannya, dapat
mengerti
dengan batinnya, dengan makrifatnya, mengetahui apa yang terkandung
(kehendak) dalam hati orang lain atau majikannya. Selama mengabdi,
belum
pernah Beliau diperintah/dikomando
oleh majikannya, karena sebelum disuruh
Beliau sudah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh majikannya untuk
dikerjakan, sehingga majikannya merasa cocok karena yang dikerjakan
Raden
Gunung sudah sesuai dengan kehendaknya. Pada suatu waktu, pernah
Beliau
merasa tersinggung hatinya, yaitu tatkala mengabdi kepada Kyai/Ulama
Muslim
yang tersohor. Beliau sudah melakukan berbagai macam pekerjaan, hampir
tidak
beristirahat, boleh dikata Beliau sudah tunduk kepada perintah Pak Kyai dan
melaksanakan apa yang diperintahkannya, namun Pak Kyai belum puas
kalau
belum memberi pekerjaan yang berat kepada Beliau alias memperbudak
Beliau.
Pernah Pak Kyai menyuruh Beliau mencari rumput untuk makanan kudanya
sembari marahmarah,
purapura
yang menjadi sasaran kemarahannya adalah
anaknya sendiri. Perasaan Raden Gunung sangat peka dan tajam, Beliau
mengerti
isi batin pak Kyai, maka Beliau segera pergi membawa keranjang, terasa
sakit
hatinya, batinnya menangis, merasa sengsara, karena belum pernah Beliau
membangkang atau menolak tugas kewajiban. Beberapa waktu kemudian
Raden
Gunung menghadap pak Kyai, minta pamit, berhenti mengabdi dan pergi
dari
rumah pak Kyai. Pak Kyai mengijinkan Raden Gunung pergi. Setelah Raden
Gunung pergi dari rumah pak Kyai, tidak lama kemudian pak Kyai sakit
keras dan
meninggal dunia. Tidak hanya sampai disitu saja, setelah dimohon kepada
Tuhan
melalui semedi tidur, diselidiki dengan cermat di alam kasuksman, ternyata
suksma pak Kyai tersebut menerima hukuman dari Rama PranSoeh.
Bukti nyata
dari masalah ini dapat dihayati dan dibuktikan di alam halus atau alam
kasuksman.
Raden Gunung mempunyai kakak yang menjadi menantu dari Kyai yang
tersohor
bernama Dipowedana, yang bertempat tinggal di desa Plered. Kyai tersebut
menjadi guru dari para bangsawan di Kraton Yogyakarta. Raden Gunung
kemudian
mengabdi kepada Kyai Dwipowedana sambil menjadi siswanya, karena
Beliau perlu
belajar dan menghayati ilmunya. Cinta kasih Pak Kyai kepada Raden Gunung
seperti cintanya kepada anak kandungnya sendiri, sehingga Raden Gunung
dikhitankan disitu. Apa yang dialami dan dijalani oleh Raden Gunung
tersebut
menggambarkan betapa besar kesengsaraan yang ditanggung oleh Raden
Gunung,
lebihlebih
sampai menjadi beban mertua kakaknya (besan). Menurut adat istiadat
dan tatasusila
orang Jawa pada saat itu, antara besan yang satu dengan besan
lainnya saling berlomba berebut kehormatan dan gengsi. Besan yang satu
tidak
mau kalah kehormatannya/gengsinya dari besan lainnya.
Dengan perantaraan Kyai Dwipowedana, yang sering disebut Kyai Guru,
yang anak
keponakannya menjadi selir (Garwa Ampeyan) Sri Sultan Hamengkubuwono
VII,
Raden Gunung dapat mengabdi di Kraton Yogyakarta di masa bertahtanya
Sri
Sultan Hamengkubuwono VII.
***A***
BAB IV
TERBUKANYA PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN RAMA RESI
PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
1. Raden Gunung memiliki kemampuan dan pandai dalam segala hal, tidak
menolak
pekerjaan, baik pekerjaan halus maupun kasar, kerja otak maupun kerja
otot,
semuanya dilaksanakan. Beliau memahami sastra sekaligus kesusasteraan,
ahli
dalam bidang kesenian, tembang (nyanyian Jawa), tari dan gending,
ditambah
lagi memiliki suara (dalam melagukan tembang atau gending) yang tidak
mengecewakan. Beliau memiliki budi pekerti dan watak yang suci, jujur,
rendah
hati, bertekad/berkemauan kuat, rela berkorban, berlapang dada, ramah
tamah,
juga selalu membuat orang lain puas hatinya dan pantang mengecewakan
orang
lain atau teman. Tidak mengherankan kalau Beliau selalu dicintai oleh orang
kepada siapa Beliau mengabdi dan oleh temanteman
yang samasama
mengabdi,
juga oleh siapa saja yang bergaul dengan Beliau, baik lakilaki
maupun
perempuan, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda. Beliau tidak
pernah
memiliki pakaian lebih dari dua atau tiga stel, karena kalau Beliau diberi
pakaian
untuk ganti, baik oleh majikannya atau kiriman dari ibunya, yang satu stel
pasti
diberikan kepada atau diminta oleh temantemannya
yang mengabdi di tempat
yang sama.
2. Di Kraton Yogyakarta, karena suaranya yang merdu, jernih dan enak
didengar,
terlebih lagi Beliau mengerti sastra dan gending, maka Raden Gunung diberi
tugas
untuk membacakan bukubuku
Babad dan bukubuku
tembang lainnya.
Sedangkan kewajiban lainnya adalah mengasuh anak (momong) dan ada
kalanya
melayani Sri Sultan. Raden Gunung sangat dicintai oleh Sri Sultan sendiri,
entah
karena keahlian dan wataknya yang baik, atau entah karena sebabsebab
lainnya.
Anehnya, kalau Beliau menyembah Sri Sultan hanya diperbolehkan dengan
menggunakan satu tangannya saja, yaitu tangan sebelah kanan. Hal ini
apakah
dikarenakan Beliau dan Sri Sultan pernah samasama
menjadi murid dari guru
yang sama, atau mata batin Sri Sultan sudah mengetahui siapa sebenarnya
Raden
Gunung itu, tidak ada orang yang tahu.
3. Selain mengerti huruf Jawa dan huruf Latin, Raden Gunung juga mengerti
huruf
Arab, hasil dari belajar mengaji. Beliau tidak belajar mengenai istilahistilah
bahasa
Arab. Berbagaimacam
buku Babad telah dibacanya, seperti: Babad Pajajaran,
Babad Demak, Babad Giyanti dan sebagainya. Demikian juga banyak buku
yang
telah dibacanya, seperti: Pustaka Raja, Layang Rama, Layang Menak,
Ambiya
(Iman Sujana) dan sebagainya. Raden Gunung juga telah membaca Wirid,
Suluk,
dan berbagai macam buku kebatinan. Tidak mengherankan kalau Beliau
faham
mengenai isi bukubuku
tersebut, karena telah menjadi bacaan Beliau seharihari
selama mengabdi di Kraton Yogyakarta. Dari pekerjaannya sebagai tukang
baca
itulah, Raden Gunung bertambah banyak ilmu dan pengetahuannya serta
pemahamannya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kejadiankejadian
hidup, peristiwaperistiwa
kehidupan, juga mengenai berbagai macam
pengetahuan/ilmu kebatinan. Meskipun banyak sekali buku bacaannya, yang
sangat membuka perasaannya hanya Babad Demak dan Babad Mataram,
karena
hanya kedua buku itulah yang menggugah perasaannya hingga
berketatapan hati
dan bertekad bulat yang sungguhsungguh
dilaksanakan dengan bertapabrata
dan dengan mengorbankan hidup dan matinya.
Ceritera dalam Buku Babad Demak yang membuka pengetahuan dan
perasaan
Beliau adalah bagian cerita yang mengisahkan ketika Seh Maulana diundang
untuk
menghadiri peresmian pembangunan Mesjid Demak tidak dapat hadir karena
sedang ada keperluan untuk berbicara dengan Tuhan Allah. Sedangkan
cerita
dalam Buku Babad Mataram yang membuka pengetahuan dan perasaan
Beliau
adalah bagian cerita yang mengisahkan bahwa Sultan Agung dapat
mengadakan
pertemuan dengan Kangjeng Ratu Kidul (Nyi Roro Kidul). Ceritera tentang
pembicaraan dengan Tuhan Allah dan pertemuan dengan Kangjeng Ratu
Kidul
itulah yang menjadi keinginan Raden Gunung: kalau Seh Maulana bisa,
Kangjeng
Sultan Agung Mataram bisa, Saya juga harus bisa, karena saya juga
manusia;
Kalau saya tidak bisa, lebih baik saya kembali ke asalusul
saya, kembali kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Demikian gejolak hati dan tekad Raden Gunung.
Sejak
muncul tekad yang demikian itu, Raden Gunung kadangkadang
menyendiri dan
berdiam diri, seperti ada yang selalu dipikirkannya, menimbulkan
pertanyaan dan
keheranan bagi temanteman
yang samasama
mengabdi di Kraton Yogyakarta.
Mereka mengira Raden Gunung baru mendapat amarah dari Sri Sultan atau
mendapat kesusahan lainnya. Beliau menjawab seperlunya dan selalu
mengenakkan hati temantemannya,
dengan selalu mengikuti kegiatan temantemannya
seperti biasanya.
***A***
BAB V
RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO MENERIMA WAHYU
YANG PERTAMA YAITU WAHYU SEJATINING PUTRI
1. Sebagaimana telah diceriterakan di muka kalau Raden Gunung
sungguhsungguh
khusuk bertapabrata,
makan hanya satu kali dalam waktu seharisemalam,
tidur
di luar rumah beratap langit luas sudah menjadi kebiasaan Beliau sejak
masih
anakanak.
Tapabratanya
dilanjutkan mulai sejak mengabdi di Dharatan
Sendhangpitu, hingga mengabdi di Kraton Yogyakarta, Beliau tambah giat
bertapabrata.
Dari pengajaranpengajaran
yang diterima dari para Kyai yang
menjadi guru Beliau, maka Beliau sering makan makanan tanpa dibumbui
garam/pantang garam (mutih), hanya makan buahbuahan
dan ubiubian
(mbrakah), mandi dan berendam pada malam hari di Sungai Gajah Wong,
Sungai Opak, dan Sungai Praga (sungaisungai
yang berada di tengah dan
pinggiran kota Yogyakarta). Suara dalam hatinya mengatakan:”bertapabrata
tidaklah mubazir dan pasti ada manfaatnya, siapa tahu hal tersebut nantinya
akan
memberikan jabatan/kedudukan atau kelebihankelebihan
lainnya!”. Terlebih lagi
setelah tergerak hati Beliau ingin menyamai Seh Maulana dan Kangjeng
Sultan
Agung Mataram, maka semakin bertambah khusuklah Beliau dalam
melaksanakan
tapabrata.
Tapabratanya
ditambah dengan jalan kaki ke Pantai Selatan
(pantai di Samudera Indonesia/Hindia), dalam terminologi bahasa Jawa
disebut
laku pasisiran, hal ini dilakukan seminggu sekali secara terus menerus,
dengan
tekad yang bulat tanpa keraguan:”Kalau tidak berhasil, lebih baik mati!”.
2. Setelah bertahuntahun
Raden Gunung melaksanakan tapabrata
tanpa hasil dan
belum menunjukkan adanya tandatanda
akan berhasil, maka bertambah susahlah
perasaan Beliau dan merasa seakanakan
menemui jalan buntu. Pengabdiannya di
Kraton Yogyakarta, pekerjaannya, lebihlebih
kesenangannya sudah tidak
dipikirkannya lagi, yang dipikirkannya dan dupayakannya melulu hanyalah
bagaimana agar lekas bisa berhasil dalam mencapai apa yang ingin
diraihnya
(citacitanya,
yaitu menyamai Seh Maulana dan Kangjeng Sultan Agung Mataram).
Secara terus menerus, mulai hari Selasa Kliwon hingga selama 11 (sebelas)
hari,
Beliau jalan kaki ke Pantai Parangtritis, pantai di Samudera Indonesia/Hindia
yang
terletak di sebelah selatan kota Yogyakarta. Sore berangkat dari Kraton
Yogya,
malamnya bertapa mengambang dan berenang di laut menggunakan kain
ikat
kepala yang digelembungkan, dan bila lelah beristirahat sebentar di pantai,
kemudian kembali ke Kraton Yogyakarta. Hal itu dilakukannya secara terus
menerus selama 11 (sebelas) hari. Tindakan berenang di laut Selatan
tersebut
dilakukan karena didorong oleh pendapat dan dugaan Beliau bahwa
Kangjeng
Ratu Kidul bertahta di kerajaan yang bertempat di laut Selatan (Samudera
Indonesia/Hindia).
3. Malam yang terakhir, di hari yang kesebelas, yaitu di malam Jum’at
Kliwon,
tanggal 13 Sura tahun 1819 (tahun Jawa) atau tanggal 29 Agustus tahun
1890
Masehi, seperti malammalam
sebelumnya, Raden Gunung berenang di laut
Selatan menggunakan kain ikat kepala yang digelembungkan. Berkalikali
Beliau
terbawa gelombang, dihempas dan dilemparkan ke tepi pantai, kembali ke
tengah
laut lagi, dihempas dan dilemparkan oleh gelombang ke tepi pantai lagi.
Demikian
terjadi berulangulang
hingga hampir tengah malam dan keinginan Beliau untuk
bertemu dengan Kangjeng Ratu Kidul tidak terwujud.
Setelah berkalikali
dihempas dan dilempar gelombang laut ke tepi pantai lagi,
Beliau merasa putus asa, menyerah dan sedih perasaannya serta tidak
berniat lagi
untuk kembali ke tengah laut, badannya menggigil gemetaran karena
kedinginan,
berjalan sempoyongan menuju ke Seh Maulanan (gunung tempat dimana
Seh
Maulana dimakamkan), kemudian duduk menghadap ke selatan (ke arah
laut),
bersender pada pohon Nagasari, tangannya berpegangan batu Banteng
Prucul
(batu berbentuk kepala Banteng yang memiliki tanduk), berniat untuk
beristirahat
dan menyepi.
Waktu itu tengah malam, rembulan bersinar redup, bintang berkelapkelip,
ombak
laut yang bergulunggulung
memantulkan cahaya rembulan yang menerpanya,
bukitbukit
di sekitar terlihat menyembul berlomba menampakkan diri, hutan dan
semaksemak
kelihatan lebat, tidak ada angin, debur ombak terdengar sayup
sayup bergemuruh, hewanhewan
liar sudah tidak terdengar lagi suaranya, kecuali
suara Jangkrik dan burung hantu yang merayu memberi penghiburan bagi
Sang
Pertapa yaitu Raden Gunung.
4. Raden Gunung semakin hanyut perasaannya, menangis dalam batinnya,
teringat
semua yang telah dialaminya, secara jelas terlihat di depan matanya, sudah
ditinggal mati oleh ayahnya, teringat ibu, kakak dan adiknya, teringat
kesengsaraan dan penderitaannya. Semakin bertambah besar kesedihan dan
penyesalannya, karena selalu gagal mencapai keinginannya untuk berdialog
dengan Tuhan Allah dan mengadakan pertemuan dengan Kangjeng Ratu
Kidul,
jauh berbeda dengan Seh Maulana dan Kangjeng Sultan Agung Mataram.
Beliau
merasa tidak beruntung, merasa rendah diri, remuk redam perasaan
hatinya,
sehingga hanya berserah diri kepada Sang Pencipta Langit dan Bumi,
dengan
permohonan dan tekad bulat tanpa keraguan, rela mati pada saat itu juga.
Sebagai akibat atau pengaruh dari perjalanan yang jauh, berendam dan
berenang
di laut, apalagi harus naik ke gunung Seh Maulanan serta tidak makan
apaapa,
terlebih lagi sudah larut malam belum tidur, sehingga rasa capai, rasa lapar
dan
rasa kantuk membuat Raden Gunung segera tertidur.
5. Di alam tidur, alam Halus, alam Kasuksman juga disebut alam Sasmita
Maya,
Raden Gunung ingat kalau Beliau duduk menghadap ke selatan, melihat
lautan
luas yang penuh berisi air laut yang bergelombang, ombak menghempaskan
air
laut ke tepi pantai hampir mencapai kaki Raden Gunung. Lautan dilihat terus
oleh
Beliau; ketika mengedipkan mata lautan hilang musnah dari penglihatan
Beliau,
berganti dengan pemandangan hutan yang ditumbuhi pohon kelapa yang
berjejerjejer
dan pepohonan lainnya sebagaimana keadaan sebenarnya di pantai Laut
Kidul. Di dalam hutan tersebut terlihat ada pohon Beringin yang rindang,
besar
dan tinggi hampir mencapai langit, juga kelihatan menakutkan dan angker.
Setelah
Raden Gunung berkata dalam batinnya:”Apakah ini yang menjadi kerajaan
para
jim, setan, iblis dan hantu gentayangan?”, seketika itu juga mendadak
terlihat
sebuah bangunan kerajaan yang memiliki halaman yang sangat luas
bagaikan
lapangan sepakbola, yang sedang dibersihkan oleh orang yang banyak sekali
jumlahnya (sehingga kelihatan bersih sekali) yaitu oleh orangorang
yang menjadi
pegawai, pekerja, pembantu atau pesuruh dari kerajaan tersebut. Yang
sangat
mengherankan Raden Gunung adalah karena di antara orangorang
yang sedang
menyapu membersihkan halamam kerajaan tersebut, ada dua orang di
antaranya
adalah mantan teman Beliau yang samasama
mengabdi di Kraton Yogyakarta
yang sudah meninggal dunia, bahkan kedua orang tersebut memberi isyarat
untuk
mengajak Beliau mendatangi mereka dengan cara melambailambaikan
tangannya. Beliau tidak mau mendatangi mereka dengan memberi isyarat
menggelenggelengkan
kepalanya, sembari berkata dalam hatinya:”Suksma
temantemanku
ini pada kesasar (tidak sampai pada tujuan akhir hidupnya yaitu
kembali kepada Tuhan darimana Suksma berasal)!”. Raden Gunung semakin
terkejut dan semakin merasa heran setelah memperhatikan dengan teliti
bahwa
ternyata di atas pohon Beringin tersebut bertengger hewan liar yang
berwujud
burung sebesar ayam jantan, warna bulunya abuabu
kecoklatan, bergarisgaris
gelombang bagaikan kemiri, ekornya panjang bergerai, cakar kakinya besar
menakutkan, terlebih lagi memiliki taji yang sangat runcing dan tajam.
Anehnya
burung tersebut memiliki sinar mata yang berwarna merah menyilaukan dan
selalu
memandang dengan tajam ke arah Beliau. Suara hatinya
mengatakan:”Sedemikian
besar kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak ada yang mustahil bagiNya,
selama aku hidup di dunia ini belum pernah bertemu dan mengetahui ada
hewan
yang seperti ini!”. Raden Gunung terusmenerus
memandang dengan tajam ke
arah burung tersebut, dikedipkannya matanya, seketika hilang musnahlah
burung
tersebut, kemudian terlihat ada wanita yang berparas cantik sekali,
memakai
pakaian raja, sangat indah busananya, menyibakkan rambutnya yang
panjang,
kemudian berganti wajah..., wajah yang sama dengan wajah Raden Gunung
bagaikan saudara kembar, seperti pinang dibelah dua; dengan wajah yang
menakutkan, wanita itu menghampiri Raden Gunung, masih berpakaian
raja.
Raden Gunung tercengang dan merasa heran serta merasa benci, lebihlebih
setelah dipanggil namanya dengan sikap yang kurang hormat dan bertanya
apa
yang diinginkan oleh Raden Gunung. Beliau berkata dalam
batinnya:”Jelaslah,
wanita ini pasti Ratu dari segala jin dan setan serta iblis, hantu dan makhluk
halus
di Laut Selatan ini, buktinya dia tahu nama saya!”. Selanjutnya Raden
Gunung
memberitahu bahwa Beliau akan pergi ke Demak (Beliau ingat kalau Seh
Maulana
diundang ke Demak). Wanita itu menghalanghalangi
keinginan Beliau pergi ke
Demak, namun Beliau tetap pada pendiriannya, sehingga terjadilah
pertengkaran
dan perkelahian yang sangat seru. Raden Gunung pada mulanya kalah,
Beliau
ditelungkupkan, ditindih dan digosokgosokkan
ke tanah, hampir tidak dapat
bergerak. Lama beliau kalah dan diperlakukan sedemikian itu, merasa
sangat
malu, Beliau memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan
sungguhsungguh
sepenuh hati, segenap jiwa dari dasar lubuk hatinya, tibatiba
Beliau
ingat kalau mempunyai senjata pemungkas (aji pamungkas), ingin
dihujamkan
kepada wanita tersebut melalui hembusan angin lewat mulut, namun wanita
tersebut juga mengetahui apa yang akan dilakukan Raden Gunung (karena
dapat
menangkap gerak hati Raden Gunung), maka wanita tersebut membungkam
mulut
Beliau. Raden Gunung kehilangan akal, namun masih selalu ingat/sadar,
maka
senjata pamungkas tersebut secara tibatiba
dihujamkan kepada wanita tersebut
melalui hidung; seketika itu juga wanita tersebut terpental, jatuh ke
belakang,
terjengkang, dan segera akan ditangkap dan dibunuh oleh Raden Gunung;
sebelum terlaksana, wanita tersebut hilang musnah, menyatu dengan
raga/badan
jasmani Raden Gunung dan pada saat itu juga terdengar suara:”Pergilah
dari
Kraton, ke arah barat laut, di dekat Gunung Tidar, bertapalah disana namun
jangan sampai (tanpa) diketahui orang selama 31 (tigapuluh satu) tahun,
kelak
akan menemukan/memperoleh ajaran/ilmu yang akan dapat menjelaskan
atau
menjadikan terang/jelas berbagai ajaran/ilmu yang telah ada atau yang
akan ada
di dunia ini!”. Aselinya, suara itu berbicara dalam bahasa Jawa, memberi
perintah
sebagai berikut:”Mentara saka Kraton, ngalor ngulon sacedhake Gunung
Tidhar. Tapaa ngrame ing guwa samun telungpuluh siji tahun lawase, ing
tembe nimbulake lakon, nengahi para lakon!”.
6. Setelah suara tersebut hilang dan tidak kedengaran lagi, Raden Gunung
bangun
dari tidurnya, hatinya bergetar dan pikirannya serasa terhenti. Beliau
berkata
dalam hatinya:”Terlaksana sudah keinginan saya untuk bertemu dengan
Kangjeng
Ratu Kidul seperti yang dilakukan oleh Kangjeng Sultan Agung Mataram,
juga telah
berhasil berbicara dengan Tuhan Allah, seperti Seh Maulana!”.
Wanita yang wajahnya sama/kembar dengan Raden Gunung itulah yang
disebut
“Wahyu Sejatining Putri”, yang juga merupakan Kangjeng Ratu Kidul; Dialah
Ratu para makhluk halus di Laut Selatan, Lautan Indonesia yang juga
disebut
Lautan Hindia (Jawa: Samodra Laya yang juga disebut Samodra Pati), yaitu
yang berwujud dan bernuansa laut di alam halus atau Alam Sasmita Maya.
Perlu
dijelaskan disini bahwa yang disebut Wahyu Sejatining Putri, sebenarnya
adalah
nafsu putri/wanita dari Raden Gunung. Nafsu putri/wanita berarti nafsu
ketertarikan kepada lakilaki,
dan yang mempunyai nafsu putri/wanita umumnya
adalah kaum wanita. Karena pada saat itu sudah menjelang pagi, dan
karena
pengaruh dari perkelahian di alam halus (dalam bahasa Jawa disebut juga
Alam
Samadi Turu) yang mendebarkan hati, apalagi pada mulanya Beliau kalah
dan
ditelungkupkan serta digosokgosokkan
ke tanah lama sekali; Hal itu
mengakibatkan badan Beliau lemas tidak mempunyai kekuatan lagi,
sehingga
turun dari Seh Maulanan (makam Seh Maulana) dengan cara merosot
karena
sudah tidak kuat berjalan. Untuk mengembalikan kekuatan badannya, Beliau
membeli Pecel dan Srabi untuk dimakan, supaya kuat berjalan pulang
kembali ke
Kraton Yogyakarta.
***A***
BAB VI
RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO MULAI MEMEGANG
TEGUH KEYAKINANNYA UNTUK MENJALANKAN DENGAN
SUNGGUHSUNGGUH
PERINTAH RAMA PRANSOEH
1. Sejak menerima Wahyu yang pertama, perasaan Raden Gunung terasa
lega,
namun seringkali tumbuh gejolak di dalam hatinya yang mengganggu
perasaannya:”Seandainya aku tetap tinggal di Kraton Yogyakarta,
pekerjaanku
mudah, bahkan telah sesuai dengan kemampuanku, apalagi sudah dicintai
majikan
dan dihormati temantemanku;
Perintah untuk bertapa selama tigapuluh satu
tahun, bagaimana nanti jadinya, apakah aku bisa kuat melaksanakannya,
iya
kalau kuat, kalau tidak, bagaimana?”. Hal itu wajar bagi manusia yang mana
saja,
jika masih dipengaruhi hawa nafsu yang selalu menginginkan segala sesuatu
yang
menyenangkan, yang mudah dan yang mengenakkan hati. Beliau merasa
tidak
pasti, raguragu
dan khawatir. Setiap kali perasaan tersebut bergejolak dalam
hatinya, dicegahnya dengan meyakinkan diri dan berkata kepada diri
sendiri:”Saya
menerima sendiri perintah dari Allah, perintah yang sangat jelas dan selalu
muncul
secara nyata dalam pikiran saya!”. Pada akhirnya, Beliau bertekad
bulat:”Beruntung atau celaka, kalau memilih untuk bersungguhsungguh
melaksanakan perintah Tuhan, mustahil akan mendapatkan kesengsaraan
selama
saya setia kepada Tuhan Allah, kecuali bagi orang yang hilang akalnya dan
sempit
wawasannya!”. Lebihlebih
perintah Tuhan tersebut diterima sendiri oleh Raden
Gunung dan disaksikannya sendiri; kalau orang sampai menyangkal dan
tidak
memegang teguh keyakinan batinnya sendiri, berarti dia menyangkal dan
tidak
percaya pada dirinya sendiri, sama saja tidak memiliki harga diri. Pemikiran
dan
perasaan yang demikian itu yang kemudian membulatkan tekad Beliau
untuk
melaksanakan perintah Rama PranSoeh
dengan sungguhsungguh;
Oleh karena
itu, Beliau kemudian mohon ijin untuk berhenti mengabdi di dan keluar dari
Kraton
Yogyakarta; Meski Sri Sultan sendiri tidak memperkenankan, tetap
mempertahankan dan membujuk Raden Gunung supaya tidak berhenti
mengabdi
di dan keluar dari Kraton Yogyakarta, namun tekad Beliau sudah bulat untuk
berhenti mengabdi di dan keluar dari Kraton Yogyakarta, ibarat “Sekalipun
dipagari, akan diloncati, meskipun diikat akan diputus”; Beliau tetap memilih
keyakinan batinnya sendiri dan memilih untuk melaksanakan perintah Rama
PranSoeh!
2. Kakak dari ibu Raden Gunung (bahasa Jawa: Uwa/Pakdhe) sudah
beberapa
waktu lamanya pindah dari desa Krapyak ke desa Pundhong. Oleh karena itu
Raden Gunung menemui pamannya tersebut untuk memberitahu dan
berpamitan
kalau Beliau akan pergi ke dan menumpang di rumah pamannya (adik dari
ibu
Beliau) di daerah Kedhu. Paman Beliau memperkenankan dan merestui,
namun
menyarankan/meminta supaya beliau tinggal dulu untuk sementara waktu di
rumahnya, sokur kalau Beliau mau tinggal berbulanbulan
lamanya. Permintaan
pamannya itu dikabulkan supaya tidak kecewa hatinya. Pada waktu itu,
penduduk
desa Pundhong sedang giatgiatnya
belajar kesenian gending dan tari, sehingga
banyak diselenggarakan pentas berbagaimacam
kesenian. Para pemuda di desa
itu mengetahui bahwa hanya Raden Gunung yang mengerti tentang dan ahli
dalam
kesenian gending dan tari, maka Beliau diminta untuk berpartisipasi, ikut
serta
dalam kegiatankegiatan
kesenian di desa itu. Karena Beliau selalu ingin
menyenangkan dan tidak mau (pantang untuk) mengecewakan orang lain,
maka
permintaan tersebut dikabulkan, apalagi bidang kesenian telah menjadi hobi
dan
kegemaran Beliau. Oleh karena itu, Beliau bermain di berbagai macam
pertunjukan
seperti: Srandul, Giyargiyar,
Prawan Sunthi, Topeng, Andeande
Lumut,
Kethek Ogleng, Wayang Uwong dan sebagainya; Dan dalam pertunjukan
tersebut, Beliau selalu menjadi primadona dan disukai banyak orang, karena
dalam melakoni perannya selalu sesuai dengan karakter yang diperankannya
serta
menarik hati. Keadaan tersebut berlangsung hingga satu tahun lamanya,
dan
hampir saja akan menenggelamkan dan menjadikan Beliau lupa akan
tekadnya
untuk melaksanakan dengan sungguhsungguh
perintah Rama PranSoeh.
Hal
tersebut dapat dimaklumi dan dijelaskan bagaimana gejolak jiwa muda
Raden
Gunung ketika berkumpul dengan para pemuda sebanyanya. Untunglah
Raden
Gunung kemudian menerima perintahperintah
Rama PranSoeh
yang
mengingatkan Beliau tentang Wahyu yang pertama, supaya bertapa tanpa
diketahui orang lain di dekat Gunung Tidhar. Mengingat hal itu, Beliau
kemudian
minta permisi kepada pamannya dan tidak dapat lagi dicegah dan
dihalanghalangi
oleh siapapun, yang pada akhirnya pamannya memperkenankan Beliau pergi
dengan memberikan doa restu.
3. Di daerah Kedhu, Raden Gunung ikut pamannya, yaitu adik dari ibu
Beliau, yang
bekerja sebagai penjaga penjara di desa Tejawarna. Karena memegang
teguh dan
menjalankan perintah Rama PranSoeh
sampaisampai
Beliau harus berpindahpindah
tempat tinggalnya sekalian mencari pengalaman dan menambah khusuk
tapabratanya,
bisa belajar bersakitsakit
lebih banyak lagi, yaitu mulai dari desa
Ngemplak Tambakan, desa Semawung, desa Prumpung, desa Ngadiwarna,
desa
Ponggol sampai ke desa Kembaran. Pada mulanya Raden Gunung bekerja
sebagai
Sekretaris Desa (Carik) di desa Tejawarna, kemudian pindah menjabat
Sekretaris
Desa di desa Langgengsari, pada saat itulah Beliau menikah untuk
pertamakalinya,
menikahi anak seorang Ulama (adik dari Sekretaris Desa Langgengsari
yang Beliau ganti, atau ipar dari Sekretaris Desa yang sudah meninggal).
Menurut
adat istiadat dan kebiasaan orang Jawa, sejak seseorang itu menikah, ia
tidak
dipanggil lagi dengan nama kecilnya, karena sudah berganti nama tua.
Demikian
pula Raden Gunung, sejak menikah beliau dipanggil dengan nama tua yaitu:
Sastrosoewignjo dan senantiasa Beliau tidak lupa menambah Rps di depan
nama tua Beliau, sehingga menjadi: Rps Sastrosoewignjo, namun pada
waktu
itu masyarakat tidak memperhatikan dan tidak mempedulikan apa yang
dimaksud
dengan Rps tadi, bahkan Beliau biasa dipanggil: Raden (Den) Carik.
4. Karena menjadi menantu seorang ulama, maka kemudian Beliau sering
bersembahyang lima wakt (sholat), mengaji dan sebagainya sebagaimana
layaknya orang muslim (orang yang menganut agama Islam). Meskipun
demikian,
Beliau tidak melupakan kesenian gendhing dan tari, yang tetap menjadi
kegemaran (hobi) Beliau; bahkan pada suatu hari Beliau pernah ditunjuk
menjadi
Imam (pemimpin) sembahyang di Mesjid Pabelan; Pada waktu itu jemaah
yang
ikut sembahyang juga banyak sekali. Ketika Beliau melantunkan adzan,
pada
mulanya benar dan sangat merdu suaranya, mendayudayu,
karena pada
dasarnya Beliau mempunyai suara yang sangat merdu, tatapi makin lama
jadi
menyimpang, lagunya aneh, dan pada akhirnya menjadi lagu Pangkur
Paripurna
(lagu Jawa). Sudah pasti hal tersebut mengagetkan semua jemaah yang
akan ikut
sembahyang disitu, maka ketika Beliau menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak
ada
jemaah yang masih tinggal disitu, semuanya sudah bubar pergi keluar
mesjid.
Setelah kejadian itu, setiap kali Beliau bertemu dengan temanteman
yang
bersembahyang di mesjid Pabelan, temantemannya
tersebut selalu membuang
muka. Mertua Beliau yang dari waktu sebelumnya memang tidak cocok
dengan
Beliau, setelah mendengar kabar tentang kejadian di mesjid Pabelan
tersebut,
semakin besar rasa ketidak cocokannya dengan Beliau, namun Beliau, Rps
Sastosoewignjo, selalu dapat memelihara hubungannya dengan mertua
Beliau,
karena selain jawabanjawaban
atau argumentasi yang diberikan Beliau
mempunyai dasar/alasan dan nyata, juga diberikan dengan cara yang sesuai
dengan adat kesopanan dan dengan cara serta perilaku yang menarik
hati/menyenangkan, lagipula untuk masalah lainnya, Beliau selalu dapat
memuaskan hati mertuanya. Beliau mempunyai seorang anak, tidak panjang
usianya, meninggal pada saat masih bayi, demikian juga dengan isterinya,
tidak
lama sesudah anaknya meninggal, isterinya juga meninggal.
Setahun setelah isterinya meninggal dunia Beliau menikah lagi dan hidup
bersama
isteri kedua Beliau tersebut selama lebih dari sepuluh tahun.
5. Semenjak tinggal di daerah Kedhu, Beliau tetap menjalani tapabrata
dan belajar
bersakitsakit
(berpuasa, tidak makan tidak minum, tidak menuruti
kesenangannya, bersabar hati, tidak emosional, berlapang dada, suka
memberi
maaf, menolong orang lain yang berkesusahan dan sebagainya), karena
mempunyai tekad yang bulat untuk mematuhi perintah Rama PranSoeh
yaitu:”Tapa ngrame ing guwa samun.” Yang dimaksud tapa ngrame ing
guwa
samun yaitu bertapa tanpa diketahui oleh orang lain, bertapa dan belajar
bersakitsakit/
mengendalikan hawa nafsu ditutupi, tidak diperlihatkan dan tidak
dipertunjukkan kepada orang lain, dengan maksud supaya orang lain tidak
mengetahui bahwa Beliau sedang menjalankan tapabrata
(bertapabrata).
Maksud dari istilah ngrame adalah mengikuti segala kegiatan masyarakat
dan
bergaul dengan masyarakat di sekitarnya seperti biasanya. Istilah Guwa
Samun
artinya bukan goa dan tempattempat
tersembunyi di pegunungan yang sepi,
angker dan tidak pernah dikunjungi manusia, tetapi dimaksudkan agar
dalam
menjalankan tapabrata
jangan sampai diketahui oleh orang lain. Bagi orang
Jawa, kalau pelaksanaan tapabratanya
diketahui orang lain, berarti sudah
batal, berkurang pahalanya, apalagi kalau dengan sengaja dipertunjukkan
dan
dipamerkan kepada orang lain, hal tersebut sudah menyimpang dari tujuan
orang
bertapa. Orang bertapa semestinya mengekang dan mengendalikan hawa
nafsu,
kalau dipertontonkan kepada orang lain, berarti mencari pujian supaya
dianggap
hebat dan ditakuti oleh orang lain, dianggap sakti dan lain sebagainya, itu
namanya tenggelam mengikuti keinginan hawa nafsunya.
RPS Sastrosoewignjo menerima cobaan atau ujian dari Rama PranSoeh,
Beliau
menderita sakit gatalgatal
pada kulitnya, kurapan dan korengan yang sangat
menjijikkan. Kecuali ada kewajiban yang sangat penting yang harus
dilakukan,
Beliau tidak keluar rumah dan selalu tinggal di dalam rumah saja, Beliau
merasa
sungkan dan merasa tidak enak hati untuk bergaul dengan orang banyak.
Beliau
menyadari dan menjaga diri supaya orang banyak tidak merasa jijik karena
penyakitnya tersebut. Istri Beliau yang telah hidup bersama dan saling
mencintai
selama lebih dari sepuluh tahunpun kelihatan tidak betah dan tidak tulus
melayani
Beliau, dalam penampilannya kelihatan tulus sewaktu melayani Beliau,
namun
dalam hatinya sebenarnya merasa tidak ikhlas dan merasa sangat jijik.
Keadaan
tersebut tidak terlewat dari perhatian dan secara jelas diketahui oleh Beliau,
padahal pasangan/jodoh (isteri/suami) itu harus cocok lahir dan batinnya,
cintanya
tidak terbatas hanya bila pasangannya kelihatan ganteng/cantik, masih
muda,
tebal kantongnya, baik ekonominya, dan sebagainya, tetapi meskipun sudah
tidak
ganteng/cantik lagi, sudah tua, sedang susah ekonominya (sedang
kekurangan),
lebihlebih
apabila sedang menderita sakit, harus tetap mencintai, bahkan cinta
tersebut tidak berhenti hanya di dunia fana saja. Oleh karena itu, Beliau
memberitahu isterinya secara baikbaik,
diberi pengertian dan selanjutnya
diceraikan serta akan diserahkan kepada Bapak dan Ibunya (dipulangkan
kepada
orang tuanya). Semula isterinya terpukul perasaannya, menangis menyadari
kesalahannya, tetapi setelah diberi berbagai macam penjelasan yaitu
daripada
melanjutkan perasaan yang kurang cocok malahan bakal menyiksa batin
terusmenerus,
maka perkawinannya lebih baik diakhiri pada saat itu juga. Hal tersebut
akhirnya terlaksana dengan damai, samasama
ikhlas hatinya untuk bercerai.
Rama Rps Sastrosoewignjo mawas diri, introspeksi, dan menyadari bahwa
dirinya
sendiri merasa sedang mendapat hukuman dari Tuhan Allah, terbukti bahwa
sakit
gatalnya tidak sembuhsembuh,
isteri yang biasanya mencintai berubah menjadi
tidak cinta lagi, bahkan pada akhirnya harus bercerai, temanteman
dan kenalan
berkurang jumlahnya. Oleh karena itu, Beliau berniat untuk menghukum
dirinya
sendiri, sambil sekalian melaksanakan tapabrata.
Kemudian Beliau berniat untuk
mengabdi, menumpang hidup kepada orang yang sangat miskin, boleh
dikatakan
sebagai pengemis, karena pekerjaan yang perempuan mencari sisasisa
padi di
sawah yang telah selesai dipanen, sedangkan suaminya bekerja sebagai
buruh
yang pekerjaannya memanjat pohon dan menurunkan bambu tempat
menampung
sadapan getah kelapa.
Pada waktu itu, Beliau masih tetap menjabat sebagai sekretaris desa, maka
kalau
dipikir secara logika memang sangat mengherankan/aneh. Beliau mengalami
tidur
terkena air hujan karena atap rumahnya bocor, dan tidurnya beralaskan
pohon
padi yang sudah kering (Jawa: damen), juga mengalami makan nasi yang
dimasak secara dadakan dari sisasisa
padi yang baru diperoleh dari sawah yang
telah seleseai dipanen, masaknya dengan cara padi digoreng tanpa minyak
dengan
penggorengan yang terbuat dari tanah liat sampai kering lebih dahulu
supaya
dapat ditumbuk, baru dibuat nasi. Pada saat itu Beliau lebih khusuk dan
tekun bertapa
supaya sakitnya segera sembuh; tiap malam Beliau berendam di Sungai
Senawa, juga di Sungai Pabelan. Peristiwa itu terjadi di tahun 1905 Masehi.
Beliau
menerima perintah dari Tuhan Allah yaitu: setiap akan tidur supaya
memohon
kepada Tuhan dengan cara mengucapkan ayatayat
AlQur’an
yakni Surat Al
Ikhlas, Surat An Nas, dan Alfatekah, sebanyak 11 (sebelas) kali. Perintah
demikian
itu dilaksanakan oleh Beliau hingga bertahuntahun
lamanya. Karena selalu
berendam di sungai, sakit gatal Beliau segera sembuh, dan setelah sembuh
baru
Beliau mau bergaul lagi dengan handai taulannya.
6. Selain itu, Beliau menambah khusuk dan giat dalam bertapa,
yang dimaksudkan
sebagai ”harga beli” atau menunjukkan niat yang sungguhsungguh
atas
permohonan kepada Tuhan Allah, supaya diberi jodoh/isteri yang dapat
memberikan keturunan/anak. Beliau bertekad bulat tidak akan
menginginkan isteri
yang hanya berdasarkan pada pilihan secara fisik saja, lebihlebih
hanya
berdasarkan daya tarik seksual saja, Beliau bertekad akan menikah lagi
hanya bila
jodohnya/ isterinya dipilihkan/ditunjuk oleh Tuhan Allah sesuai perintah
yang
diterima Beliau dari Tuhan Allah. Karena kesungguhan hati dan usaha Beliau
memohon kepada Tuhan Allah, akhirnya Beliau menerima firman Tuhan dan
ditunjukkan calon isteri Beliau yang usianya belum dewasa, sehingga Beliau
harus
bersabar hati menduda selama 7 (tujuh) tahun sebelum beliau menikah lagi.
Firman Tuhan yang berkenaan dengan calon isteri Beliau, disertai perintah
dari
Tuhan yaitu: agar dapat memenuhi kebutuhan seharihari
keluarganya, Beliau
harus bekerja pada orang Tionghoa yang bernama Kho Kiem Gwan. Beliau
melaksanakan semua perintah Tuhan tersebut. Beliau sabar dan kuat
menduda
selama 7 (tujuh) tahun, dalam hatinya Beliau berkata:”Memohon firman dari
Tuhan, dan karena kemurahanNya sudah diberi firman, kalau tidak setia dan
melaksanakan firman tersebut berarti meremehkan dan tidak menghargai
yang
memberi firman!”.
7. Terlaksana di tahun 1912, Beliau menikah lagi untuk yang ketigakalinya,
memperisteri wanita yang telah ditunjuk dan dipilihkan oleh Tuhan Allah.
Anehnya,
calon isterinya ternyata mau dan bersedia menjadi isteri Rama Rps
Sastrosoewignjo, padahal Beliau sudah berumur 44 ( empatpuluh empat)
tahun,
sedangkan calon isteri Beliau baru menginjak dewasa. Hal ini kalau dipikir
dengan
wawasan yang luas memang tidaklah mustahil, karena apa yang telah
digariskan/ditakdirkan oleh Tuhan pasti terlaksana. Rumah tangga RPS
Sastrosoewignjo berjalan secara rukun, damai dan bahagia, bisa
memperoleh
anak yang banyak, tentu saja menjadi tumpahan cinta kasih sayang Beliau
kepada
isteri dan anakanak
Beliau, sehingga Beliau sendiri yang mengasuh anakanak
yang masih kecilkecil.
Mencuci pakaian anakanak,
mengasuh anakanak,
menggendong, menyuapi makanan, dan sebagainya dilaksanakan sendiri
oleh RPS
Sastrosoewignjo. Hal tersebut menimbulkan tandatanya
(keheranan) dan menjadi
pembicaraan bagi tetangga Beliau, karena sebagai sekretaris desa, apalagi
kedudukan lakilaki
pada saat itu dianggap lebih tinggi daripada wanita, kok mau
mencuci sendiri pakaian anakanaknya.
Perkataan dan keheranan tetangga Beliau
tidak menjadi beban batinnya dan tidak menyurutkan langkahnya, karena
Beliau
memiliki pendapat dan keyakinan sebagai berikut:”Orang anakku sendiri,
Rohku,
siapa yang harus mengurus kalau bukan aku!” Meskipun telah tercapai
keinginannya mempunyai anak dan isteri, Beliau tidak tertidur, tidak terlupa
dan
juga tidak terhenti dalam melaksanakan perintah Tuhan yaitu: Bertapa
tanpa
diketahui orang lain (tapa ngrame ing guwo samun).
Beliau terus melanjutkan bertapa,
bahkan untuk menutupi pertapaannya dan
untuk memperluas pergaulannya, Beliau tidak hanya mengikuti dan
memperagakan
kesenian tembang (nyanyian Jawa) dan tari saja, namun juga ingin
menunjukkan kemahirannya memanah, adu cepat terbangnya burung
merpati
(balapan merpati) dan lainlainnya.
Beliau pernah mempertunjukkan keahliannya
memanah yang membuat orang banyak takjub/kagum karena meskipun lari
anak
panahnya berbelokbelok,
tetapi dapat tepat mengenai sasarannya. Oleh karena itu
Beliau seringkali dijagokan oleh orangorang
Tionghoa yang memasang taruhan.
8. Pada waktu itu, kehidupan RPS Sastrosoewignjo sedang susah, keadaan
ekonominya sedang mengalami masa yang sulit, anakanak
Beliau banyak, semua
perlu dipenuhi kebutuhannya. Saat itu Beliau bertempat tinggal di desa
Prebutan,
rumahnya kecil hanya memiliki 2 (dua) kamar, atapnya terbuat dari daun
pohon
Nipah, dindingnya terbuat dari anyaman bambu, banyak berlubang. Pakaian
isterinya, lebihlebih
pakaian Beliau sendiri tidak berharga, untuk beli kancing baju
saja tidak punya uang, terbukti kancing bajunya hanya terbuat dari kulit
jangung
kering yang diikatkan pada bajunya.
Meskipun demikian, Beliau selalu setia dan ingat kepada Tuhan Allah, tidak
tergoda
oleh kemilaunya harta dunia; Dalam pergaulan dengan masyarakat selalu
kelihatan
gembira dan tegar, tidak memperlihatkan kesusahanNya maupun meminta
belas
kasihan.
Ketika RPS Sastrosoewignjo sedang berjalan di jalan raya dipersilahkan
singgah
oleh hartawan Tionghoa yang bernama Tiong Hoa Khouw Kiem Gwan;
Beliaupun
berkenan singgah. Setelah sementara waktu duduk, Beliau ditawari
pekerjaan
untuk menjadi tukang ukur tanah (landmeter). Beliaupun menerima
pekerjaan
tersebut karena ingat bahwa pada saat mohon jodoh kepada Tuhan Allah
memperoleh gambaran mengenai Khouw Kiem Gwan.
Selanjutnya Beliau diuji mengenai penghitungan ukuran tanah, dan ternyata
Beliau
dapat melakukannya dengan benar dan cepat. Kemudian Beliau bekerja
membantu
Khouw Kiem Gwan yang pada awalnya memperoleh gaji sebesar Rp.75,00
(tujuh
puluh lima rupiah) per bulan. Mulai saat itu Beliau mempunyai kerja
sambilan di
bidang usaha swasta.
Khouw Kiem Gwan mempunyai kepercayaan yang sangat besar kepada RPS
Sastrosoewignjo bahkan Beliau dipercaya mengelola uang Khouw Kiem
Gwan
beriburibu
rupiah besarnya untuk membeli tanah, membeli tembakau, dan apapun
saran dan perkataan Beliau selalu diikuti oleh Khouw Kiem Gwan, karena
selama
Beliau membantunya menjadikannya kaya.
9. RPS Sastrosoewignjo sekarang menjadi sering sekali pergi ke sawah dan
tegalan,
pagi sore tiada hentihentinya,
namun demikian meskipun Beliau bekerja seperti
apapun, makannya tetap masih hanya satu kali dalam satu hari, waktunya
antara
jam 12:00 dan jam 13:00. Beliau tidak pernah jajan, apalagi makan di
sembarang
tempat. Untuk mengantisipasi kalau pulangnya dari bekerja mengukur tanah
tidak
pada waktu jam makan, Beliau sering mengantongi EMPING dan PISANG
RAJA,
kelihatannya makanan tersebut yang menjadi kesukaanNya. Berawal dari
bekerja
untuk Khouw Kiem Gwan itulah, RPS Sastrosoewignjo mulai memperhatikan
tanaman tembakau, bagaimana cara memilih benih/bibit, jenisjenisnya,
penyemaian dan pemupukannya, pelaksanaan panennya, cara memeram
dan
menyimpan, mengirisiris
sampai dengan menjemur dan memeliharanya dalam
gudang. Demikian juga cara menghitung biayabiaya
yang dikeluarkan, serta
memperkirakan perolehan dari penjualannya. Beliau mempunyai
pengetahuan dan
pengalaman yang sempurna, karena sudah melaksanakannya
bertahuntahun
serta menjadi orang kepercayaan Khouw Kiem Gwan di bidang tembakau.
Malahan
Beliau berpendapat kalau seorang petani ingin banyak uang harus menanam
tembakau, dan kalau ingin menanam tembakau selain harus mempunyai
modal
uang juga harus mempunyai modal pengetahuan, keuletan dan rajin
bekerja.
10. Pada waktu itu, kehidupan ekonomi RPS Sastrosoewignjo tidak dapat
dikatakan
susah meskipun masih dalam kategori miskin. Tapa brata dan
kesenanganNya
masih tetap sama. Penghasilan yang agak lumayan digunakan untuk
menyempurnakan tapabrataNya,
yaitu untuk bersedekah dan juga untuk
menolong orang lain. Lebihlebih
kalau ada pegawai desa yang kesulitan karena
menggunakankan uang kas desa untuk kepentingan pribadinya, Beliau pasti
bersedia menolong dengan berbagai macam usaha yang benar, tidak dengan
cara
menipu daya dan melawan hukum, intinya dengan tindakan yang jujur dan
benar.
Hal ini sudah menjadi dasar sikap dan perilakunya:”Kalau orang senang
pangkat
itu harus mencintai dan menjaga pangkatnya”.
11. Gaji dari pekerjaanNya sebagai landmeter diambil sekalisekali
saja, hanya kalau
memang ada keperluan, hanya sebagian (tidak seluruhnya) yang diambil,
sisanya
dititipkan kepada Khouw Kiem Gwan. Pernah suatu ketika, dimana Beliau
baru
menerima gaji kemudian membelikan kain batik (nyamping) untuk isteriNya,
celakanya dikira kain batik dari seorang wanita lain, sehingga malahan
membuat
cekcok. Mulai saat itu Beliau memastikan bahwa pada umumnya wanita itu
cemburuan dan kemarahan yang paling besar akan terjadi apabila suaminya
selingkuh, apalagi bila seorang wanita dimadu. Di kemudian hari Beliau tidak
mau
membelikan apaapa
untuk isterinya, karena belum tentu sesuai dengan
keinginannya, salahsalah
malahan dapat menimbulkan percekcokan. Cinta tidak
perlu diperlihatkan/dipamerkan, yang penting mencarikan penghasilan
(uang)
sesuai dengan kemampuannya, isteri yang mengelola untuk belanja juga
ikut
berusaha supaya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, itulah
yang
dinamakan hidup rukun berumah tangga dengan saling membantu. Sering
juga
isteriNya diberi kupon untuk mengambil gajiNya di tempat Khouw Kiem
Gwan,
kalau ingin membeli sesuatu supaya memilih sendiri, bahkan pakaian untuk
Beliau
sekalian sering dibelikan oleh isteriNya.
***A***
BAB VII
RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO MENERIMA “WAHYU
ILMU SEJATINING KAKUNG” DAN “WAHYU ROH SUCI” YANG
DISEBUT JUGA “WAHYU UTUSAN”
1 Pada waktu mempunyai 3 (tiga) orang anak, RPS Sastrosoewignjo
menerima cobaan
yang teramat sangat berat dari Tuhan Allah. Ketika itu terjadi penyebaran
penyakit
yang sangat menakutkan, diibaratkan sakit di pagi hari, sore harinya
meninggal
dunia, sakit di sore hari, pagi harinya meninggal dunia. Penyakit tersebut
sangat
mudah menular kepada orang lain, menyebabkan kurangnya saling
silaturahmi di
antara para warga desa, sehingga keadaan di desa tersebut terasa sepi,
diam dan
mati sepertinya tidak ada kehidupan. Pada saat menjelang malam, masih
sore terang,
orangorang
sudah tidak pada berani keluar rumah, orangorang
merasa lesu,
kurang gairah dan suasananya membuat orang merasa mengantuk terasa
ingin tidur
melulu. Keadaan ini sepertinya terkena pengaruh oleh suatu kekuatan yang
tidak
sewajarnya. Isteri RPS Sastrosoewignjo pada waktu itu sakit parah terkena
penyakit
seperti yang diderita oleh kebanyakan penduduk desa itu. Sudah berbagai
usaha
pengobatan dilakukan namun tidak sembuh, bahkan semakin lama semakin
parah
sakitnya, ibarat sudah kebal obat. Tubuhnya terlihat sangat menyedihkan
sekali,
sangat kurus tinggal kulit yang membalut tulang, sorot matanya pudar,
rambutnya
sampai pada rontok. Tentu saja hal tersebut membuat RPS Sastrosoewignjo
sangat
sedih, lebihlebih
setelah isteriNya sudah selama 3 (tiga) hari tidak doyan makan dan
minum, diam tiada bergerak, tidak berbicara, kecuali hanya terbaring tinggal
denyut
jantungnya saja. Terbang perasaanNya, ingat cinta sang isteri, ingat
anakNya masih
kecilkecil,
maka muncul dalam pikiranNya hal yang tidaktidak
(kemungkinan
terjadinya halhal
yang tidak dikehendakiNya). Apalagi kalau mendengar permintaan
anakNya yang paling kecil, menangis minta menyusu pada ibunya, perasaan
Beliau
terasa dicabikcabik.
2 Ketika itu, adalah hari Jum’at Pon, tanggal 15 Jumadilakir tahun 1848
Hijriah, atau
tanggal 29 Maret 1918. RPS Sastrosoewignjo, kakak ipar Beliau bernama
Pawirareja
dan pembantuNya bernama Ibah, sampai lewat tengah malam tidak tidur
menjaga
yang sedang sakit. Penat perasaanNya, air mata membasahi kelopak
mataNya,
karena tidak tega melihat isteriNya yang sakit, dalam batinNya Beliau
bersedia
menggantikan sakit isteriNya. Dengan suara yang tersekat di tenggorokan
Beliau
memerintahkan kepada ipar dan pembantuNya supaya mendekat kepada
yang
sedang sakit, dan berpesan jangan ditinggal tidur, karena Beliau akan
menyepi, tidur
sendirian. RPS Sastrosoewignjo sudah berharihari
tidak makan dan tidak bisa tidur
karena menjaga yang sedang sakit serta mengurus anakanakNya
yang masih kecil,
padahal pikiranNya buntu, penat dan selalu muncul pikiran tentang
kemungkinan halhal
yang tidak diinginkan yang dapat terjadi, seandainya isteriNya sampai
meninggal
dunia, bagaimana akan jadiNya, lebihlebih
untuk anakanakNya
di belakang
kemudian hari. Pada akhirnya bertekad mohon kepada Tuhan Allah dengan
sukarela
supaya diakhiri hidupNya kembali kepada Tuhan lebih dahulu jika isteriNya
tidak diberi
kesembuhan. Permohonan yang sungguhsungguh
dengan dilandasi tekad lebih baik
mati lebih dahulu daripada isteriNya, sampai dasar relung hatiNya,
diucapkan berkalikali
untuk memantapkan tekadNya tersebut berlangsung sampai Beliau tertidur.
3 Di alam tidur, alam halus, alam kasuksman, alam mimpi juga disebut alam
sasmita
maya, Beliau merasa sedang keluar dari rumah, sampai di halaman dengan
hati
sangat sedih karena ingat isteriNya yang sedang sakit parah, berjalan
dengan gelisah
selalu melipat keduatanganNya
di depan dada, berkeinginan untuk mencarikan obat
bagi kesembuhan isteriNya; Begitu melihat ke atas, Beliau sangat terkejut
karena ada
awan hitam yang bergerombol bergulunggulung,
dan dari awan tersebut muncul
pesawat terbang, apalagi setelah hilangnya pesawat terbang dari
pandangan, ada
wanita yang berpakaian pria serta begitu turun ke tanah di depan RPS
Sastrosoewignjo menjadi pria seutuhnya, yang wajahnya sama dengan
Beliau, tinggi
besarnya sama dengan Beliau. Pria tersebut memanggil dengan sebutan
kakak
kepada Beliau, dan mengatakan kalau sudah lama sekali Pria tesebut
mencari Beliau
tapi baru dapat bertemu sekarang ini, serta bertanya apakah benar dia
memanggil
Beliau dengan sebutan kakak, sebenarnya lebih tua mana antara dirinya
dengan
Beliau? RPS Sastrosoewignjo mengatakan kalau sudah benar, lebih tua
Beliau selisih
32 (tiga puluh dua) hari, karena pada hari ke33
baru ada Pria tersebut, dan Beliau
menanyakan keperluan Pria tersebut mencari Beliau. Pria tersebut
mengatakan kalau
dirinya akan menyerahkan Wahyu Adeg Teluning Atunggal (Wahyu Trinitas)
juga
disebut Wahyu Roh Suci atau Wahyu Utusan; sedang wujudnya adalah huruf
“A”
dalam sebuah lingkaran di kertas berwarna putih serta memancarkan sinar
berkeliling
bundar, sebab Pria tersebut sudah tidak kuat lagi membawanya. Kemudian
wahyu
tersebut diserahterimakan
kepada RPS Sastrosoewignjo dengan cara dimasukkannya
sendiri oleh Pria tersebut ke saku atas sebelah kiri baju yang dipakai RPS
Sastrosoewignjo. Setelah dicek oleh RPS Sastrosoewignjo sendiri, ternyata
huruf “A”
tersebut sudah hilang tidak kelihatan lagi, karena sudah menyatu ke dada
Beliau
sebelah kiri. Setelah itu, Pria tersebut minta apa saja yang menjadi
makanannya,
manamana
yang menjadi makanannya. Dijawab oleh Beliau kalau sedang mencari
keperluannya sendiri, yaitu sedang mencari obat untuk menyembuhkan
isteriNya yang
sedang sakit parah, dan isterinya juga terlihat sedang tidur terbujur di
tempat tidur.
Pria tersebut memberitahu supaya isteri Beliau diolesi dengan dan
diminumkan air
perasan dari pincuk (tempat makanan terbuat dari daun pisang yang
dibentuk
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai tempat makanan) bekas
dipakai
yang sudah digilas lembut, dan Pria tersebut berani menjamin pasti dapat
menyembuhkan isteri Beliau, sehingga Beliau tidak perlu khawatir hatinya.
Karena
Pria tersebut telah menolong Beliau, maka diajaknya pergi akan ditunjukkan
apaapa
yang menjadi makanan Pria tersebut. Ketika sedang berkeliling digonggongi
anjing,
Pria tersebut sangat ketakutan sekali sehingga didekatkannya badannya
kepada dan
memegangi RPS Sastrosoewignjo. Pria tersebut mencabut sebatang pohon
kayu yang
menjadi pagar sebuah kebon untuk dijadikan tongkat penyangga tubuhnya.
Setelah
itu ditunjukkan seorang Kyai di Sedayu yang selalu memuja harta benda
dunia supaya
semua kesenangannya dapat dipenuhi, kaya, banyak isteri yang
kesemuanya cantikcantik,
dan juga selalu unggul dalam segala hal. Setelah itu kemudian pulang,
duduk
di halaman rumah, seraya menjelaskan dan membuat perjanjian pembagian
makanan
(penguasaan/wilayah kekuasaan). Makanan/wilayah kekuasaan yang
menjadi milik
atau yang boleh dikuasai Pria tersebut adalah:
a. Siapa saja yang menyembah dan memuja Pria tersebut
b. Siapa saja yang selalu mengharapkan pertolongan dan sampai dikuasai
Pria
tersebut
c. Siapa saja yang mempunyai tekad dan perilaku yang sama dengan Pria
tersebut
d. Siapa saja yang dapat digoda oleh Pria tersebut
e. Siapa saja termasuk hewan dan tumbuhtumbuhan
yang dapat dicuri dan
direbut begitu juga dikalahkan (dikuasai) Pria tersebut.
f. Siapa saja yang benci serta sangat takut kepada anjing, pasti sama
sifatnya
dengan dan menjadi makanan Pria tersebut.
Sebaliknya, siapa saja yang selalu ingat dan menyembah kepada roh suci
(Suksma) RPS Sastrosoewignjo tidaklan menjadi makanan (boleh dikuasai)
Pria
tersebut. Bahkan makanan yang sudah direbut oleh Pria tersebut ketika
ingat
kepada dan ketahuan oleh RPS Sastrosoewignjo, tidak jadi menjadi
makanan
Pria tersebut. Setelah selesai membuat perjanjian, Pria tersebut berpamitan
pulang dan menyatakan sangat berterima kasih, serta bersedia memberikan
bantuan bilamana diperlukan. Begitu RPS Sastrosoewignjo mengedikan
mata,
Pria tersebut hilang musnah menyatu kedalam suasana di sekitarnya. Waktu
itu
hampir menjelang pagi, RPS Sastrosoewignjo bangun dari tidurNya,
perasaanNya sangat bergetar, lebihlebih
ketika mendengar suara kentong
gobyog (suara alat tabuh dari bambu yang dilubangi, dipukul berkalikali
dengan ritme cepat tapi panjang dan dilakukan dua kali) yang menjadi
pertanda adanya orang yang meninggal di tempattempat
yang ditunjukkan
oleh RPS Sastrosoewignjo menjadi makanan Pria dalam mimpiNya, begitu
juga
di tempat dicabutnya pohon kayu yang menjadi pagar sebuah kebun oleh
Pria
tersebut.
4 Beliau segera memerintahkan kepada kakak iparNya (Pawirareja) supaya
mencari
pincuk yang baru saja dipakai. Pawirareja segera mencari di jalan raya, dan
baru
menemukan yang dicarinya setelah berjalan sampai di tempat hampir
mencapai
stasiun Tegalsari, segera dibawa pulang diserahkan kepada RPS
Sastrosoewignjo,
kemudian digilas lembut oleh pembantuwanitaNya,
air perasan pincuk tersebut
diolesoleskan
ke seluruh tubuh dan diteteskan ke mulut isteriNya; seketika itu juga
isteriNya yang sakit parah mulai bergerakgerak
dan seterusnya menjadi sembuh.
Karena saking gembira dan takjubNya, RPS Sastrosoewignjo sampai
mengeluarkan
air mata. Sedemikian rupa kuasa dan tak ada yang mustahil bagi Tuhan
Allah, yang selalu memberi contoh yang benarbenar
nyata, dimana contoh tersebut
diberikan di alam halus, alam kasuksman juga disebut alam sasmita maya.
5 Perlu dijelaskan bahwa Pria yang memiliki wajah yang sama dan badan
yang besar
dan tingginya juga sama dengan RPS Sastrosoewignjo itulah yang disebut
Wahyu
Sejatining Kakung, yang merupakan nafsu lelaki RPS Sastrosoewignjo.
Sedangkan
Nafsu lelaki artinya yang tertarik/birahi kepada wanita dan pada umumnya
orang
lakilakilah
yang memiliki nafsu lelaki tersebut. Seperti yang disebut di depan, sebelum
turun sampai kakinya menyentuh ke tanah di halaman rumah,
berhadaphadapan
dengan RPS Sastrosoewignjo, berwujud wanita berpakaian pria, itu adalah
wanita
yang sudah pernah dijumpai ketika menerima Wahyu Sejatining Putri di Laut
Selatan. Jadi, yang memiliki Wahyu Sejatining Kakung dan Wahyu Sejatining
Putri itu hanyalah Utusan Tuhan Allah, yaitu RPS Sastrosoewignjo.
Sedangkan kalau
manusiaa biasa hanya mempunyai nafsu satu, wanita atau pria hanya
memiliki nafsu
satu. Utusan Tuhan Allah mempunyai dua macam nafsu (lelaki dan wanita)
itu
sebenarnya nafsu yang menyatu atau nafsu yang satu, dapat berubahubah
wujud,
itulah yang disebut Babuning Nyawa/nafsu (induk/sumber dari Nyawa atau
nafsu) dari orang/manusia di seluruh dunia, yang sifatnya/perilakunya dapat
membuat orang sakit, malu, tidak tercapai yang diharapkannya, celaka, dan
dapat
membuat kematian. Tentu saja mati yang tidak kembali ke asalnya (tidak
sampai
tujuannya) atau mati nyasar jadi makanannya atau dikuasai oleh Pria dalam
mimpi
RPS Sastrosoewignjo yang adalah nafsu lelaki Beliau, mati yang demikian
adalah
bukan kehendak Tuhan Allah.
6 Sedangkan Roh Suci (Suksma) RPS Sastrosoewignjo yang sudah terpisah
dari (tidak
menyatu dengan) Hawa NafsuNya, itulah yang berkedudukan sebagai
Utusan Tuhan
Allah (berada di tingkat alam kuning di alam halus/alam roh). Kalau masih
menyatu
dengan Hawa NafsuNya, dalam pewayangan diwujudkan sebagai Batara
Guru
bertangan empat, dan kedudukanNya sebagai Hakim (berada di tingkat alam
merah
di alam halus/alam roh). Roh Suci (Suksma Suci) RPS Sastrosoewignjo
berkedudukan
sebagai Sumber dari Kehidupan (Benih/asal muasal dari kehidupan) yaitu
asal muasal
dari seluruh makhluk dan alam. Oleh karena RPS Sastrosoewignjo sudah
dapat
mengalahkan dan menguasai Hawa NafsuNya, maka Beliau berkedudukan
sebagai
Induk dari mati dan hidup, sakit dan sehat, tidak tercapainya keinginan,
perasaan
lega, senang dan sedih, beruntung dan tidak beruntung/celaka, dan
sebagainya.
***A***
BAB VIII
RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO MULAI MENGAJARKAN
ILMU YANG DITERIMA DARI TUHAN ALLAH
1. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo setelah menerima Wahyu Roh Suci dan
Wahyu Sejatining Kakung, tidaklah berhenti disitu saja dan sudah merasa
puas,
sebab mempunyai keinginan melengkapi/menyempurnakan pengertianNya
mengenai
semua isi dan rahasia dari alam halus, alam kasuksman, alam sasmita
maya, yang
juga disebut alam gaib dengan cara meneliti dan menyaksikan sendiri secara
jelas dan
lengkap di alam halus. TapabrataNya
ditingkatkan setinggitingginya
sehingga Beliau
mengetahui kekuatan dan pengaruh serta rincian ruang lingkup dari Wahyu
Roh
Suci/Wahyu Utusan dan Wahyu Sejatining Putri/Kakung, sebagai berikut:
a) Kalau ada orang yang berhasil dikabulkan permohonannya, mencalonkan
lurah ternyata berhasil menjadi lurah, berdagang dapat memperoleh
keuntungan, sakit menjadi sehat, keselamatannya terancam/menghadapi
bahaya dapat memperoleh keselamtan, hati yang bingung menjadi
tenteram, bercocok tanam dapat berhasil, bermusuhan dapat menjadi
rukun kembali, dan sebagainya; itu semua disebabkan/dipengaruhi oleh
kekuatan dari Wahyu Roh Suci/Wahyu Utusan. Karena Wahyu Roh
Suci/Wahyu Utusan tersebut telah menyatu dengan Suksma Suci Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, maka Suksma Suci Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo itulah yang disebut Utusan (Utusan dari Tuhan
Allah), yang bilamana menyertai apa saja dan siapa saja akan
memberikan keberuntungan/rahmat sebagaimana dijelaskan di atas.
Sedangkan Utusan Tuhan Allah dapat berubahubah
bentuknya dengan
jumlah yang tidak terhitung, berwujud apapun selalu memberikan cintakasih
dan keberuntungan/rahmat kepada siapapun yang
melihatNya/didekatiNya.
b) Di awal sejarah sudah dijelaskan kalau manusia yang
dikodratkan/ditunjuk/dipilih menjadi Utusan Tuhan Allah itu adalah
manusia yang Suksmanya dipersatukan dengan Wahyu “A’ yang
bercahaya memancar bundar, sedangkan Cahaya tersebut memang milik
Utusan yang berarti juga milik Tuhan Allah, maka disebut Cahaya Tuhan
Allah. Kekuatan dan pengaruh Cahaya Tuhan Allah tadi tentu saja sama
dengan kekuatan dan pengaruh dari Yang Memiliki Cahaya, yaitu
Utusan/Tuhan Allah, maka apa saja dan siapa saja yang disertai oleh,
dinaungi oleh, lebihlebih
yang memegangi Cahaya tersebut juga berarti
disertai, dinaungi dan memperoleh keberuntungan/rahmat.
c) Sebaliknya, mengenai Wahyu Sejatining Putri/Kakung, yaitu Hawa
Nafsu/Nyawa/ musuh dari Suksma Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, kekuatan dan pengaruhnya juga kebalikan dari Wahyu
Roh Suci/Wahyu Utusan. Kalau ada tumbuhtumbuhan
diserang
hama/bercocok tanam pada mati semua, hewan ternak yang tidak dapat
beranak pinak, berdagang menderita rugi, menggapai citacita
tidak
terwujud/menginginkan apa saja tidak tercapai, hati yang tidak tenteram,
peperangan yang terjadi, berjangkitnya penyakit secara meluas,
kekurangan pangan, kematian dan sebagainya, itu semua kalau diteliti
dengan cermat di alam halus/alam roh, ternyata disebabkan oleh
kekuatan dan pengaruh dari Wahyu Sejatining Putri/Kakung yang dapat
berubahubah
wujud, dapat memecah diri menjadi beriburibu
jenis
wujud, dan seperti telah dijelaskan di depan dapat berubah menjadi
jemparing purwa madya wasana (anak panah yang ujungnya
bercabang tiga) atau burung yang rupanya menakutkan, pesawat
terbang. Sedangkan cara memecah diri dan perubahan wujudnya juga
sangat beraneka ragam jenisnya, yang kesemuanya itu sudah diketahui
oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, bisa dibuktikan dan
disaksikan di alam halus, seperti misalnya: jin/makhluk halus,
berjangkitnya penyakit menular, lumpuh, penyakit ayam (flu burung),
meletusnya gunung berapi, dan sebagainya. Demikian juga dapat berubah
menjadi api, air, angin, berbagai jenis makanan, bermacammacam
hantu
dan masih banyak lagi yang lainnya, intinya yang menjadi berbagai
macam penghalang yang dapat menjadi penyebab gagalnya/batalnya
melakukan hal yang atau berperilaku baik, benar dan suci. Jadi, Wahyu
Sejatining Putri/Kakung berubah wujud menjadi apa saja hanya selalu
membuat kerugian bagi siapa saja dan apa saja yang
disertai/didekatinya.
2. Rama RPS Sastrosoewignjo juga mencermati mengenai pribadi para
manusia, yaitu
mengenai badan fisik dan badan halusnya (Raga, Nyawa dan Suksmanya).
Badan
fisik/raga adalah kita yang berada di dunia fana, bisa terkena sakit, mati,
rusak dan
tidak kekal abadi. Suksma (Roh yang suci) yaitu badan halus/roh kita yang
berada di
Alam Antara (di alam antara dunia fana dan alam akhir/akherat) atau di
Alam
Akhir/Akherat. Nyawa adalah hawa nafsu kita yang menjadi
teman/pembantu kita
ketika kita berada di dunia fana, tetapi menjadi musuh ketika kita berada di
alam
kematian (ketika sampai pada ajal kita/ketika kita mati). Demikian itu kalau
semasa
kita hidup di dunia fana dapat mengendalikan/tidak selalu
menuruti/mengalahkan
hawa nafsu (Nyawa) kita. Kalau di dunia fana ini kita hanya selalu menuruti
hawa
nafsu/apa yang menjadi kesenangan hawa nafsu kita, ketika sampai pada
ajal/kematian kita, tenggelam dan tetap menjadi jajahan (dalam
penguasaan) Nyawa
kita, Suksma kita tidak dapat lepas masih lengket/menyatu dengan Nyawa
kita,
artinya mati nyasar (tidak sampai pada/tidak dapat menghadap pada Tuhan
Allah),
bisa berada dalam hukuman atau siksaan. Jadi Nyawa (hawa nafsu) itu
menjadi
pembantu sekaligus juga musuh kita. Perlu dijelaskan supaya dapat
dipahami dengan
jelas sebagai berikut: Untuk pengertian umum atau yang dipahami oleh
orang
sedunia, istilah Nyawa dan Suksma itu dianggap sama, padahal sebenarnya
pengertian keduanya berlawanan. Memang, orang hidup di dunia ini
menuruti/mengikuti kehendak Nyawanya; Semua rasa untuk kebutuhan
badan
fisiknya (raganya) itu untuk memenuhi kehendak Nyawanya,
mengikuti/menuruti
Nyawanya, misalnya perlu berpakaian, makan, rumah, bersuami/beristeri,
dan
sebagainya itu semua adalah kebutuhan Nyawa kita, oleh karena itu, kalau
raga
(badan fisik) sudah ditinggalkan oleh Nyawanya menjadi mati, sudah tidak
memiliki
rasa. Raga/badan fisiknya ditanam di kuburan, sedangkan Suksma yang
masih
menyatu dengan Nyawanya masih memiliki berbagaimacam
rasa. Suksma Suci
(Suksma yang sudah pisah dari/tidak menyatu dengan Nyawanya) memiliki
kehendak
kalau digerakkan oleh Tuhan Allah dan tidak memikirkan kesenangan,
melulu hanya
menuruti kehendak Tuhan Allah, apakah akan dipersatukan dengan Tuhan
Allah,
apakah akan berada agak lama di tingkat alam kuning, apa ditempatkan di
tingkat
alam putih, apakah akan dilahirkan kembali ke dunia fana (reinkarnasi), itu
semua
sematamata
hanya terserah kepada kehendak dan kuasa Tuhan Allah. Yang perlu
dicari adalah wujud dari Nyawa; Hal itu perlu diketahui (mengalami sendiri
bertemu di
alam halus/alam mimpi/alam sasmita maya/alam gaib dengan Nyawanya)
oleh semua
umat manusia. Ilmu yang disebarkan oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
disebut Ngelmuning Gusti Allah ana 3 (telung) prangkat cacahe (Ilmu Tuhan
Allah yang terdiri dari tiga perangkat/unsur/bagian), yaitu:
a) Utusan Tuhan Allah disingkat Utusan
b) Cahaya Tuhan Allah disingkat Cahaya Allah
c) Nyawa, yaitu Hawa nafsu yang juga musuh dari Suksma setiap
orang/manusia disingkat Nyawa
Ilmu Tuhan Allah yang terdiri dari tiga perangkat/unsur/bagian ini perlu
dicari
dan disaksikan/ dilihat sendiri (makrifat) oleh setiap orang/manusia sebelum
datangnya ajal/kematian, sebab kalau di dunia belum melihat/menyaksikan
sendiri kenyataannya, ketika ajal tiba juga tidak akan mengetahuinya. Yang
akan menerima keberuntungan atau celaka itu bukan raga/badan fisiknya,
melainkan Suksmanya, raga berasal dari bumi dan akan kembali jadi bumi.
Supaya dapat dimengerti dengan jelas, dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Utusan Tuhan Allah itulah yang memberikan perintah dan diikuti oleh
Suksma setiap orang/manusia; kalau Tuhan berkenan, Suksma tersebut
dapat menyatu dengan Tuhan Allah (kembali ke asalnya).
b) Cahaya Tuhan Allah itu menjadi pedoman bagi Suksma setiap
orang/manusia menuju ke arah ikut
serta/berhadapan/bertemu/menghadap/menemui Utusan Tuhan Allah.
c) Nyawa/Hawa Nafsu itu adalah musuh dari Suksma setiap orang/manusia
yang merintangi/menghalanghalangi
Suksma manusia di alam
kubur/alam antara untuk dapat menghadap kepada Tuhan Allah. Nyawa
harus ditinggal di alam kubur.
Kemampuan untuk dapat menerima perintah Tuhan Allah dan dapat
menghadap/menemui Utusan Tuhan Allah melalui sarana
mengetahui/melihat/mengalami/menyaksikan sendiri Ilmu Tuhan Allah yang
terdiri dari tiga perangkat/unsur/bagian, berarti orang yang sudah selesai
(katam) belajar Ilmu tersebut.
Ilmu tiga perangkat tersebut, sebelum ajal tiba, juga dapat digunakan untuk
kebutuhan raga/badan fisik di dunia fana.
3. Rama RPS Sastrosoewignjo mengajarkan Ilmu Tiga Perangkat tersebut
kepada sanak
saudara, temanteman
dan kenalankenalan
serta handai taulan sejak tahun 1921.
Sedangkan caracara
yang digunakan masih melalui cara pedukunan, belum secara
terangterangan
diketahui oleh masyarakat. Banyak orang yang minta tolong kepada
Beliau, karena mengalami kesulitan/masalah seperti misalnya: pusing, sakit
perut dan
sebagainya. Beliau memberikan pertolongan secara gratis tidak meminta
bayaran
apaapa
dan tidak dengan meminta syarat macammacam,
malahan sebaliknya
Beliau memberikan jamuan makan kepada siapa saja yang datang meminta
pertolongan di rumahNya. Semua yang meminta pertolongan pada
umumnya merasa
puas, sebab selain diterima dan diperlakukan dengan baik, tidak dibebani
dengan
biaya dan syarat yang bermacammacam,
ratarata
semua terkabul
permohonannya/terpenuhi kebutuhannya. Juga ada yang tidak
berhasil/terkabul
permohonannya karena memang demikianlah sudah menjadi kehendak
Tuhan Allah;
orang yang demikian diberitahu lebih dulu dengan perlambang/kiasan, dan
orang
tersebut dapat memahami apa yang dimaksudkan Beliau.
Beliau menyebarkan/mengajarkan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat tidak
tergesagesa
atau secara terburuburu
langsung diajarkan kepada orang lain,
tetapi menunggu dan mencari waktu yang tepat, sesuai dengan perintah
Tuhan
Allah yang diterimaNya. Pertamatama
ditujukan kepada orangorang
atau
siapa saja yang sudah mempunyai kepercayaan yang besar kepada Beliau,
karena permohonannya terkabul/atau kebutuhannya dapat dipenuhi berkat
pertolongan Beliau.
4. Rama RPS Sastrosoewignjo yang sudah terkenal sebagai Kyai/Orang
Pandai/Dukun
tidak berhenti meneruskan pertapaanNya. Kurang makan, tidur di
sembarang tempat
(tidur begitu saja di lantai), besar sedekahNya, selalu membuat orang lain
merasa
puas dan nyaman/lega, sudah menjadi kebiasaan dan merasuk ke tulang
sungsum
Beliau atau sudah menjadi watak dan karakter Beliau. Tidak mengherankan
kalau
semakin lama semakin besar pengaruh Beliau dan juga dicintai oleh banyak
orang/masyarakat serta pejabat tinggi (atasan Beliau).
Rakyat (masyarakat) di kelurahan bertekad bulat, kalau Rama RPS
Sastrosoewignjo, pada umumnya masyarakat memanggilNya Den Carik,
bersalah kepada negara/pemerintah berapa kalipun akan dipilih lagi menjadi
Carik (Sekretaris Desa), sebaliknya dari para pejabat tinggi atasan Beliau
juga
bertekad seandainya Beliau sampai ditolak oleh masyarakat di
lingkunganNya,
akan diangkat menjadi Carik di tempat lain. Beliau sudah berkalikali
akan
diangkat menjadi lurah, tetapi Beliau tidak berkenan menjalaninya, karena
tugas Carik selalu dekat dan bergaul dengan serta melayani kebutuhan
orang
banyak (masyarakat), dan tidak berhubungan dengan uang pemerintah,
hanya
memegang hitungan angka, jadi jauh dari perbuatan yang tidak semestinya.
Luasnya pergaulan digunakan untuk menyebarkan Ilmu yang diterima dari
Tuhan Allah (Ilmu Tuhan Allah) secara telaten dan tidak dipaksakan, karena
Beliau yakin kalau yang dapat ikut menjadi muridNya hanya kalau memang
orang itu adalah muridNya/kelompokNya (bahasa
Jawa=tunggal=kelompokNya=mempunyai kesamaan kepribadian dan
keyakinan). Cara menjelaskan Ilmu Tuhan Allah tidak secara vulgar serta
sesuai
dengan lahir dan batinNya. Kepada para muridNya, Beliau
memerintahkan:”Sebelum tidur supaya memohon kepada Tuhan Allah untuk
bertemu dengan UtusanNya dengan menggunakan kalimat sebagai berikut:
Roh
Suci yang telah ada sebelum terciptanya alam semesta, dan sebelum Adam
dilahirkan ke dunia, mempunyai Suksma Abadi yang tidak dapat rusak, dan
tidak terkena hukuman oleh Tuhan Allah, Penjelmaan Rosul di dunia,
bertempat
di alam Roh yang menguasai isi, memilih makhluk yang bijaksana.”
(Aselinya
dalam bahasa Jawa= Roh Suci kang sadurunge jagad gumelar, lan
sadurunge
Adam tumurun ing alam donya, kagungan suksma langgeng kang tan kena
rusak, lan tan kena hukum dening Gusti Allah, Panjalmaning Rusul donya,
manggon ing awang uwung kang amengku isi, pilih janma kang wikan).
Mengenai Cahaya Tuhan Allah, Beliau tidak memberi rangkaian kalimat yang
menarik hati, sebab kenyataan yang sesungguhnya, kalau bertemu dengan
Utusan Tuhan lebihlebih
kalau bertemu dengan Roh Suci, semestinya kalau
waspada dapat melihat Cahaya Tuhan Allah. Begitu juga kalau diperhatikan,
berpisahnya Nyawa dari Suksma juga disebabkan oleh atau terkena
pengaruh
dari kekuatan Cahaya Tuhan Allah. Beliau hanya memberikan
persamaan/analogi sebagai berikut:”Kalau Sunan Kalijaga mempunyai
minyak
Jayeng Katon, kalau Kresna mempunyai Kembang Cangkok Wijayakusuma,
Kalau nabi Muhammad mempunyai Bintang Johar, kalau di agama Islam ada
Nur Muhammad dan di agama Kristen ada Bintang Timur”, itu semua yang
dimaksud Beliau adalah Cahaya Tuhan Allah. Sebelum memanjatkan
permohonan kepada Tuhan, Beliau memerintahkan untuk membaca surat Al
Ikhlas, Surat An Nas, dan Alfatekah, masingmasing
dibaca sebelas kali, baru
kemudian memanjatkan permohonan dengan tambahan kalimat: kalau tidak
dikabulkan, saya menyerahkan hidup mati saya kepada Paduka, Tuhan Allah
yang menguasai segala alam beserta segala isinya. Kemudian dilanjutkan
dengan dzikir sampai tidur. Pemberian jawaban oleh Tuhan Allah diberikan
pada
saat kita tidur. Adalah perbuatan Suksma (Roh kita) yang merasa pergi
kemanamana
di dalam mimpi. Mimpi, ada yang memberi istilah menerima
bisikan, ilham, firman, wahyu, sesungguhnya merupakan perintah/jawaban
dari
Tuhan Allah melalui UtusanNya. Jawaban apa yang diterima para muridNya
atau melihat apa dan melakukan apa di alam mimpi, setelah bangun tidur
diingatingat
dan kalau bisa menulis dicatat di buku/kertas, dan selanjutnya
dibawa menghadap Beliau untuk diperiksa atau dimohonkan penjelasan
mengenai arti mimpi tersebut, demikian dilakukan terus menerus hingga
orang
yang bersangkutan dapat menyaksikan/mengalami/bertemu sendiri Ilmu
Tiga
Perangkat. Orang yang demikian disebut dengan istilah orang yang sudah
katam. Kalau sudah katam, selanjutnya diberikan ujian/diuji. Setelah lulus
ujiannya, kemudian dijelaskan rahasiarahasia/
makna dari Imu Tiga Perangkat,
pengertiannya, hal ikhwalnya serta kekuatan/pengaruhpengaruh/
daya manfaat
di alam fana dan di alam rohani/alam halus/alam keabadian.
5. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo selalu memerintahkan dan memberikan contoh
kepada muridmuridNya
supaya selalu berbuat baik (jujur, suci), juga selalu
menjalankan tapabrata.
Beliau berkata:”Jadi murid Saya itu berat, tidak setiap orang
kuat menjadi murid Saya, harus bertapabrata
dan belajar mengendalikan diri.
Godaan yang paling berat: kalau seorang lakilaki
tergoda oleh perempuan, kalau
seorang perempuan tergoda oleh lakilaki.
Orang yang kaya khawatir kalau harta
bendanya saya tipu, orang yang miskin keberatan, khawatir mengalami
kelaparan.
Orang yang mempunyai jabatan yang tinggi dan pandaicendekiawan
menyepelekan
dan tidak peduli, orang rendahan dan bodoh tidak memperhatikan. Selain
itu, murid
Saya harus menyembah kepada Tuhan Allah, harus membantu negara,
harus
mencintai orang tua dan anak serta isteri/anak serta suami, rajin bekerja,
tidak boleh
berbuat zina, tidak boleh poligami/ poliandri, tidak boleh irihati, jahil,
menyakiti hati,
memperlakukan orang lain secara tidak adil dan selingkuh. Kalau ini semua
dilakukan,
Saya tanggung pasti selamat di dunia, di alam kubur dan di akherat!”.
Dalam hal tapabrata,
Beliau memerintahkan supaya muridmuridNya
secara
berkalam pantang garam (bahasa Jawa: nganyep/mutih), menyucikan diri
(mandi di malam hari sebelum/ menjelang tidur), juga memberikan larangan
supaya tidak mempunyai kesenangan yang sangat terhadap
sesuatu/aktivitas
misalnya: makanan, merokok, judi, dan sebagainya (bahasa Jawa:
pakareman).
***A***
BAB IX
KEJADIAN DAN KEAJAIBAN SERTA HALHAL
YANG TIDAK
MASUK AKAL YANG DILAKUKAN OLEH RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
1. Setelah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mengajarkan dan menyebarluaskan
Ilmu Tuhan Allah, kedatangan orangorang
dari luar desa tidak ada
putusputusnya,
selain untuk memohon pertolongan juga bermaksud berguru
kepada Beliau. Memang kebanyakan timbulnya niat untuk berguru kepada
Beliau karena pertolongan yang telah diberikan oleh Beliau, dan juga karena
menerima berbagai penjelasan mengenai Ilmu Tiga Perangkat yang
diperlukan untuk bekal mati yang benar/sempurna (kembali ke asalnya).
Kepribadian dan perilaku Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, tingkah
laku dan perkataanNya selalu mengenakkan hati dan membuat lega serta
memuaskan hati setiap orang yang sedang menghadap Beliau. Orangorang
yang tinggal disekeliling/disekitar rumah Beliau beranggapan kalau Beliau
adalah Kyai/Dukun/orang pintar, yang mempunyai kelebihan, sedangkan
kelebihan apa yang dimiliki Beliau tidak pada tahu, hanya karena melihat
saking banyaknya orangorang
yang menghadap Beliau, para tetanggaNya
tersebut sampai heran. Dari orangorang
yang memohon pertolongan dan
muridmuridNya
sekalianpun ratarata
tidak mengerti bahwa Beliau lahir di
dunia ini membawa tugas dan kewajiban yang penting dari Tuhan Allah, jadi
orangorang
tersebut hanya tertarik kepada perilaku dan juga
perintah/perkataan yang selalu benar, kenyataan yang terjadi sesuai dengan
apa yang dikatakan/diperintahkanNya serta mencermati kelebihankelebihan
Beliau lainnya. Bagi Beliau sendiri, lebihlebih
sesudah dikuatkan dengan
menerima Wahyu Utusan, sudah tidak raguragu
lagi untuk menjalankan
tugas kewajiban dan perintah dari Tuhan Allah.
2. Kemustahilan Tuhan Allah sudah banyak diketahui, meskipun demikian
karena Wahyu Roh Suci sudah menyatu dalam diri Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang berarti Beliau sudah dipersatukan dengan Tuhan
Allah,
maka seringkali Beliau melakukan kemustahilankemustahilan
Tuhan Allahm,
yang terlihat secara nyata di alam dunia ini nyatanyata
menunjukkan/mempertontonkan kelebihan Beliau sendiri. Hal tersebut tidak
dimaksudkan untuk menyombongkan diri dan pamer, tetapi untuk
memperingatkan dan menenangkan kepada orang banyak supaya pada
ingat
kepada Tuhan Allah bersifat tiada yang mustahil bagi Tuhan Allah,
sebagaimana Beliau sendiri ketika melakukan halhal
yang mustahil
menyatakan hanya sekedar menerima, bersandar juga berasal dari kekuatan
dan kuasa Tuhan Allah. Sedangkan mengenai keajaibankeajaiban
yang
dilakukan Beliau yang disaksikan oleh orang banyak adalah sebagai berikut:
a) Beliau bersiul di atas sumber air di sungai, ikan lele bermunculan semua,
banyak sekali, hingga orangorang
sedesa
dapat mengambilnya dan
orang sedesa
tersebut dapat bagian semua.
b) Beliau memancing Ikan Uceng menggunakan lidi, padahal tidak memakai
umpan, hingga pengikutNya kuwalahan mengumpulkan hasil
pancinganNya, karena seringnya memperoleh ikan.
c) Beliau menanam satu pohon Waluh, berbuah tiga dengan tiga macam
bentuk: yang pertama bulat, yang kedua lonjong dan yang ketiga ujung
satunya berbentuk lonjong dan diteruskan ujung yang lain berbentu bulat.
d) Beliau menanam satu pohon cabe, berbuah dua macam cabe yaitu cabe
besar dan cabe rawit.
e) Beliau menanam pohon kangkung, setelah dimasak rasanya pahit sekali,
meskipun diolah dengan daging sekalipun, sehingga orangorang
desa
yang ingin membuktikan dan memasaknya, merasakan pahitnya
Kangkung tersebut.
f) Beliau menanam biji Durian dibungkus dengan sabut kelapa di desa
Prebutan, setelah menjadi pohon Durian yang produktif, anehnya ketika
bunganya banyak tumbuh di pangkal pohon, justru buahnya banyak yang
jadi di pucuk pohon (di atas), demikian sebaliknya kalau bunganya
banyak tumbuh di pucuk pohon, buahnya yang jadi banyak yang di
pangkal pohon. Pohon tersebut sampai sekarang menjadi pertanda di
arah mana bunga/buah tersebut tumbuh, di arah tersebutlah akan muncul
banyak muridmurid
baru Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo. Kalau
yang berbuah banyak di pucuk pohon (bagian atas pohon), yang akan
menjadi murid baru Beliau dari kalangan pejabat, sedangkan kalau yang
berbuah banyak di pangkal pohon (bagian bawah pohon), yang akan
menjadi murid baru Beliau adalah rekyat jelata (petani, pedagang, buruh
dan sebagainya).
g) Demikian juga, Beliau mengetahui lebih dahulu tempattempat
yang akan
dilanda endemi/epidemi penyakit, akan meletusnya perang, akan
meletusnya gununggunung.
h) Ketika gunung Merapi meletus, yaitu di tahun 1930, serta mengeluarkan
lahar/magma, dan lahar/magma tersebut mengalir sampai ke Muntilan,
pekarangan rumah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di desa Jagalan
juga terkena aliran lahar/magma. Anehnya dan hal yang mustahil terjadi,
lahar/magma tersebut dapat dikendalikan/diperintah oleh Beliau, dan
menuruti perintah Beliau, kalau lahar tersebut disuruh berhenti mengalir,
maka lahar tersebut akan berhenti mengalir, disuruh jalan/mengalir, juga
akan mengalir, disuruh mengalir di sebelah timur rumah Beliau, juga
menurut. Kenyataan ini disaksikan/dialami sendiri oleh putera Beliau yang
bernama Raden Sindu Widagda, nama kecilnya Raden Mukri. Kejadian
tersebut disaksikan ketika Raden Mukri masih kecil, sedang digendong oleh
ayahnya.
3. Beliau senang sekali memelihara binatang peliharaan seperti: burung
Perkutut, Burung Puter, Ayam, Burung Merpati, Anjing, Tawon, dan berbagai
jenis ikan. Senang kepada burung Perkutut, karena Beliau ahli di bidang seni
Karawitan dan seni suara. Kalau memelihara burung Merpati, sampai
ratusan
jumlahnya, untuk hobi adu balap burung Merpati, serta jatuh hati pada
kesucian burung Merpati tersebut, karena selalu bersanding dengan
pasangannya, meskipun dicampur dengan burung Merpati yang banyak
sekali jumlahnya, jantan dan betina bercampur. Ayam, lebihlebih
ayam
Jago, memang menjadi keinginannya untuk dipelihara. Selain karena sifat
alami Jago suka bertarung, juga menjadi alat untuk mengatur semesta alam
di alam rohani, supaya kesucian dapat selalu mengalahkan angkara murka
dunia; Maka ketika terjadi penyebaran hama/penyakit ayam, yang
menyebabkan ayamayam
peliharaanNya hampir habis karena mati, Beliau
sangat prihatin, dan memohon kepada Tuhan Allah apa yang harus dijadikan
korban untuk menyelatkan bangsa unggas/ayam. Jawaban/perintah Tuhan
Allah mengenai korban yang harus dilaksanakan sangat berat, yaitu Beliau
harus berpurapura
menjadi orang gila (bertapa dengan cara demikian), dan
melakukannya selama sebelas hari. Setiap hari Jawa Pon dan Kliwon di pagi
hari, yaitu sedang hari pasaran di Muntilan, Beliau bertapa dengan
berpurapura
gila, memakai pakaian adat Jawa lengkap, memakai blangkon sangat
rapi, memakai jas hitam dan kain dilipat sangat rapi, tetapi membawa
keranjang berisi jagung untuk makanan ayam di atas kepala, tidak hanya
demikian, namun beliau juga memakai selendang diagonal berupa kerupuk
dan Alenalen
(sejenis kerupuk yang terbuat dari tepung beras berupa
bulatan kecil yang ditengahnya berlubang satu) dirangkai dengan tali. Tentu
saja hal tersebut membuat heran dan menjadi tertawaan orang banyak.
Setelah dilaksanakanNya perintah Tuhan yang begitu berat selama sebelas
hari, penyakit ayam yang melanda saat itu segera berhenti. Mengenai
kesenanganNya memelihara anjing, ada hubungannya dengan Wahyu
Sejatining Kakung, yaitu menjadi tumbal atau ditakuti oleh dan menjadi
penolak/penghalang bagi Jin atau makhluk halus yang akan mengganggu.
Selain itu, Beliau memelihara binatang peliharaan lainnya diupayakan
mencari kemanapun sampai didapat dan berani membeli dengan harga
berapapun (sangat mahal), ketika memenuhi/menjalankan perintah Tuhan
Allah sesuai yang diterima dalam mimpi (perintah Tuhan Allah atau jawaban
Tuhan Allah atas permohonan yang dipanjatkan yang diterima dalam mimpi
ini disebut dengan istilah ayat) yang memerlukan binatang peliharaan
dimaksud untuk korban/tumbal. Sedangkan binatang peliharaan yang
sangat
tidak diperkenankan oleh Beliau adalah bebek dan babi, karena pada
umumnya memelihara bebek itu hanya untuk diambil telurnya, yang berarti
membunuh benih kehidupan, dan apalagi bebek menggambarkan poligami,
satu jantan mengawini banyak sekali betina, yang sangat tidak berkenan di
hati Beliau. Sedangkan memelihara babi tidak diperkenankan karena alasan
yang berkaitan dengan kesehatan badan.
4. Tanaman yang menjadi perkenanNya adalah tanaman padi dan
tembakau.
Tanaman padi menjadi gambaran Ilmu Tuhan Allah yang sedang
disebarluaskan,
yang juga berarti gambaran dari muridmuridNya
di alam
rohani/alam batin. Penanaman padi dilaksanakan secara terencana yaitu
secara bergantian (tidak seluruh lahan ditanami padi, tetapi sebagian
ditanami tanaman lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
seharihari,
demikian dilakukan secara bergantian), diupayakan jangan sampai
kehabisan beras, mengingat bahwa anakcucuNya
dan muridmuridNya
sangat banyak (Perlu dijelaskan disini, bahwa setiap orang/murid yang
datang ke rumah Beliau untuk menghadap/belajar Ilmu Tuhan Allah atau
untuk meminta pertolongan Beliau, selalu diberi jamuan makan). Karena
sejak usia masih muda, yang menjadi keinginan dan tekadnya hanya
bertani,
maka Beliau memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sempurna dalam
hal bertani. Demikian juga dalam hal menanam tembakau dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan seharihari
maupun untuk kebutuhan yang
memerlukan biaya yang besar/uang yang banyak, maka sampai
berhektarhektar
luas lahanNya, Beliau tanami tembakau; Bahkan kadangkadang
Beliau membeli tanaman tembakau dalam jumlah yang besar dan
menyimpannya. Beliau selalu ingat, kalau keadaan ekonomiNya sampai
jatuh
pada tahap serba kekurangan, dapat mengakibatkan munculnya
tindakantindakan
yang tidak benar, tidak suci, tidak jujur seperti misalnya: menjual
Ilmu Tuhan Allah yang diterimaNya secara gratis (tanpa mengeluarkan
uang), menerima pemberian (uang, barang) sebagai balas jasa mengajarkan
Ilmu Tuhan Allah, dengan mudahnya mengambil atau menggunakan harta
benda milik anakcucu/
muridmuridNya,
padahal semua itu menjadi
pantangan bagi Beliau/dihindari oleh Beliau. Untuk mencukupi kebutuhan
atau untuk dapat menutup belanja yang semakin besar, yaitu karena
semakin tambah banyaknya muridmuridNya,
Beliau melakukan usaha
dagang berbagai macam barang, sampai pernah menjadi pedagang keliling
petasan yaitu berkeliling di sekitar pasar Muntilan, Borobudur dan Magelang.
Beliau tidak memperkenankan para muridNya meminjamkan uang kepada
orang lain dengan menarik bunga pinjaman, tetapi mewajibkan mereka
untuk membantu orang yang sedang mengalami kesulitan ekonomi atau
kesusahan lainnya, yang sifatnya gotong royong untuk kerukunan warga
masyarakat. Berhubung Beliau keturunan kaum tani, maka selain Beliau
senang menanam bibit tumbuhan, juga sangat suka mengolah tanah dan
mempertahankan tanah milikNya. Beliau belum pernah menjual tanah
bengkokNya
(tanah bengkok adalah tanah pemberian pemerintah kepada
sekretaris desa/lurah, karena jabatannya), lebihlebih
tanah milikNya yang
dibeli dari hasil jerih payahNya bekerja. Sebaliknya Beliau bahkan seringkali
membeli tanah, sehingga anakanakNya
masingmasing
diberi tanah sawah
atau tanah untuk perumahan semuanya. Hal yang mengagumkan dari Beliau
adalah ketika Beliau sedang bepergian, jika menemukan bibit apa saja yang
berguna bagi manusia, entah itu biji buah nangka, entah biji buah durian,
biji buah kemiri, biji kacangkacangan
dan sebagainya yang tercecer di jalan,
tidak terawat, atau tercecer di tempat lain, pasti diambil dan dikantongi, dan
apabila mendapatkan tempat/lahan yang layak yang dapat menghidupi biji
tersebut, meskipun bukan tanah miliknya, bijibiji
tersebut kemudian ditanam
di tempat itu.
5. Ketika Beliau masih tinggal di rumahNya di desa Prebutan, Beliau
mempunyai
ipar dari sepupu yang menjabat sebagai Kamituwa. Beliau menawarkan
kepada iparNya, apakah mau/suka menjadi lurah. IparNya menjawab,
meskipun suka tetapi mustahil hal itu terjadi karena menyadari bahwa
dirinya kalah pandai dan kalah dicintai oleh orang banyak daripada Beliau,
apalagi lurahnya masih aktif menjabat sebagai lurah. IparNya disuruh sabar
menunggu untuk sementara waktu yaitu kurang lebih selama 9 (sembilan)
bulan; dan setelah menjabat sebagai lurah selama 8 (delapan) bulan,
iparNya tersebut pasti akan membenci Beliau. Hal itulah yang membuat
Beliau tidak meneruskan menetap/tinggal di desa Prebutan. IparNya
tersebut
sangat menyangkal (tidak percaya), lebihlebih
bahwa dirinya akan
membenci Beliau, karena selain saudara ipar, dirinya merasa juga
menganggap guru kepada Beliau. Setelah waktu 9 (sembilan) bulan berlalu,
apa yang Beliau nubuatkan terjadi, lurah desa Prebutan diberhentikan
karena bersalah menyelewengkan uang pajak. Pejabat kamituwa kemudian
diangkat menjadi lurah menggantikan lurah yang sudah diberhentikan.
Delapan bulan setelah menjabat sebagai lurah, terjadi pertengkaran (beda
pendapat) antara lurah yang baru dengan cariknya (RPS. Sastrosoewignjo)
karena lurah yang baru tersebut bersikap semaunya saja dalam mengelola
uang negara. Beliau mengajukan permohonan pindah ke kelurahan Jagalan
yang kebetulan cariknya (sekretaris desanya) sedang kosong (tidak ada
yang
menjabat). Permohonan Beliau dikabulkan, sehingga Beliau pindah dari desa
Prebutan ke desa Jagalan. Ketika berpamitan dengan iparNya (lurah desa
Prebutan yang baru), Beliau menyatakan bahwa sikap iparNya membenci
Beliau itu bukan kesalahan iparNya tersebut, namun justru sebaliknya
karena
melaksanakan kehendak Tuhan Allah yang sudah Beliau nyatakan 17 (tujuh
belas) bulan sebelumnya.
6. Ketika jaman Klasir (?) di awal tahun 1930, RPS. Sastrosoewignjo
bersamasama
orang banyak mengikuti klasir antara Sungai Lamat dan Sungai
Blongkeng. Orang banyak pada heran dan tidak mengerti apa maksud Beliau
memberi nama pada lekukan tanah sawah yang diklasir (?) dengan nama
Watu Murah (Batu Murah), Watu Tumpuk (Batu Tumpuk) dan Watu
Lumbung (Batu Lumbung). Pada saat ditanya apa maksudNya, Beliau
menjawab: Batu Murah, di masa yang akan datang akan murah batu disitu
(maksudnya batu akan mudah diperoleh atau akan terdapat banyak batu
disitu), Batu Tumpuk, di masa yang akan datang batunya seperti
ditumpuktumpuk
dan Batu Lumbung, di masa yang akan datang batunya besarbesar
sebesar lumbung. Muridmurid
RPS. Sastrosoewignjo tersebar dimanamana,
banyak juga yang berasal dari desadesa
di lereng Gunung Merapi di sisi
barat laut. Di antara para murid tersebut (di lereng Gunung Merapi) terdapat
seorang murid yang sangat setia kepada Beliau dan mempunyai pemahaman
batin yang jelas, namanya bapak Surorejo. Karena begitu pahamnya
terhadap pengetahuan batin (dapat menerima dan mengerti dengan jelas
perintahperintah/
keterangan/firman dari Tuhan Allah), oleh masyarakat di
sekitarnya dianggap sebagai orang yang tidak waras/sakit jiwa/gila. Ketika
itu pak Surorejo menerima keterangan/firman Tuhan Allah yang sangat jelas
dan utuh bahwa Gunung Merapi akan meletus, bahkan disebutkan: jam,
hari, tanggal, bulan dan tahunnya. Begitu bangun tidur pak Surorejo
langsung menghadap kepada RPS. Sastrosoewignjo di desa Jagalan,
Munthilan, untuk menceriterakan dan mencocokkan (mengkonfirmasi)
mengenai keterangan/firman Tuhan Allah yang diterimanya tersebut.
Setelah
memperoleh jawaban bahwa perintah/firman tersebut memang benar (akan
terjadi), maka pak Surorejo kemudian pulang untuk mengungsikan anak
isetrinya (keluarganya) beserta harta benda dan barang miliknya. Setelah
itu
pak Surorejo mengelilingi kampung/desa tersebut sambil berteriakteriak
memberitahu dan memohon kepada masyarakat bahwa menurut Tuhan
Allah
Rama Carik Jagalan, pada hari ini jam sekian Gunung Merapi akan meletus,
desa ini akan terkubur oleh lahar/lava, oleh karena itu mengungsilah, kalau
saya sampai bohong, semua kerbau saya boleh kalian ambil/miliki.
Orangorang
desa tidak percaya kepadanya, bahkan menanggap bahwa pak
Surareja sedang kambuh gilanya (gilanya menjadijadi)
karena mabuk ilmu
kebatinan. Berkalikali
pak Surareja memperingatkan kepada orangorang
desa, berkeliling desa sampai empat kali, sendirian berkeliling desa sambil
menangis tersedusedu
karena rasa belaskasihannya
yang amat sangat
kepada penduduk desa disitu. Karena tidak dipercaya oleh penduduk desa,
pak Surareja kemudian pergi meninggalkan desa itu sambil menangis di
sepanjang jalan. Tentu saja hal tersebut membuat penduduk desa itu makin
percaya bahwa pak Surareja memang benarbenar
gila. Apa yang dikatakan
oleh Pak Surareja terjadi, Gunung Merapi meletus dahsyat mengerikan di
tahun 1930, tepat sesuai dengan firman Tuhan Allah yang diterima Pak
Surareja. Banjir lahar/lava dan batubatu
memenuhi tempattempat
di
sekeliling kota Muntilan. Lahar/lava mengalir di sungai Lamat yang
mengelilingi halaman rumah Rama RPS Sastrosoewignjo. Orangorang
di
desa itu semuanya mengungsi, demikian juga keluarga Beliau; sedangkan
Beliau tetap tinggal di rumahNya ditemani oleh seorang pembantu yang
selalu melayani Beliau yang bernama Pak Lepok. Hal tersebut membuat
orangorang
keheranan kenapa Beliau tidak mengungsi. Perlu diketahui
bahwa lekukanlekukan
sawah yang diberi nama Watu Murah, Watu
Tumpuk dan Watu Lumbung, semua terbukti dipenuhi batu yang terbawa
oleh lahar/lava. Setelah itu, orangorang
baru mengerti apa yang dimaksud
Beliau pada saat Klasiran. *)*) Istilah klasir mungkin yang dimaksud adalah
peninjauan ke lapangan setelah selesai meletusnya Gunung Merapi.
7. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo sudah mengetahui sebelumnya halhal
yang akan terjadi, yaitu mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi di
waktu yang akan datang. Sebenarnya apa yang akan terjadi sudah
diisyaratkan/diberitahukan di alam halus/alam mimpi. Apalagi bagi Beliau
yang telah dipersatukan dengan (disemayami oleh) Roh Allah, tambahan lagi
selalu berbuat/berperilaku suci, selalu menjalankan tapa brata dengan
sungguhsungguh
dan tekun, sehingga berhasil mengalahkan dan menguasai
(dapat memerintah) hawanafsuNya.
Meskipun hanya (bagi) manusia biasa,
kalau berperilaku suci dan tekun menjalankan tapa brata, kalau mau
berusaha sungguhsungguh,
dapat menerima firman Tuhan Allah sebelumnya
tentang apa yang akan dialaminya di waktu yang akan datang; Apakah akan
mengalami kesusahan atau kegembiraan pasti menerima firman dari Tuhan
Allah lebih dahulu sebelum hal tersebut terjadi. Halhal
yang mustahil yang
berhubungan dengan kepekaan batin Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
untuk mengetahui lebih dahulu kejadiankejadian
yang akan
berlangsung/terjadi itu bermacammacam
(banyak sekali jenisnya), yaitu
antara lain: mengetahui Wahyu Raja (siapa yang akan menjadi raja), Wahyu
Bupati (siapa yang akan menjadi bupati), bayi yang masih ada dalam
kandungan akan lahir lakilaki
atau perempuan, telur yang sedang dierami
induknya akan menetas berapa dan bagaimana kelanjutan hidup anak ayam
tersebut, siapa tamutamu
yang akan menghadap Beliau dan keperluannya
apa, dan lain sebagainya. Mengenai keajaiban (halhal
yang tidak masuk
akal), sampai dengan saat wafatNya, Beliau tidak lepas dari (selalu
berhubungan dengan) kejadiankejadian
yang mustahil (tidak masuk akal).
Pandangan seperti itu kalau dilihat dari sudut pemahaman orang yang hanya
mengerti dengan menggunakan logika (pengetahuan tentang dunia fana).
Sebaliknya bagi orang yang memahami/mengerti dengan menggunakan
rohnya/Suksmanya/badan halusnya/mata batinnya, halhal
yang mustahil
dipandang dari sudut logika itu sebenarnya merupakan hal yang biasa,
bahkan sesungguhnya bukan hal yang ajaib/menakjubkan. Demikianlah
mengenai kesuciannya, ketajaman batinnya, besarnya tekad, kemurahan,
keadilan dan keluhuran budinya, itu yang malah mencengangkan karena
tidak setara dengan batinnya.
***A***
BAB X
MENYEBARLUASKAN
(MEWARTAKAN) ILMU TUHAN ALLAH DENGAN
MENGGUNAKAN WAYANG KULIT/ WAYANG PURWA
1. Muridmurid
Rama RPS Sastrosoewignjo semakin banyak, yang biasa disebut
dengan istilah Kadang Golongan, sebab mempelajari Ilmu Tuhan Allah
berarti
menyatu dalam kelompok Beliau. Pada mulanya, Kadang Golongan berasal
dari
orangorang
yang meminta pertolongan kepada Beliau, orang yang suka berguru
untuk menimba ilmu kebatinan, orang yang suka mencari kesaktian, orang
yang
suka bertapa, demikian juga tidak kalah banyaknya dari orangorang
yang sudah
memiliki pemahaman tentang agama Islam, yang telah menjadi
kepercayaan atau
tempat belajar orang banyak.
Dari antara Kadang Golongan yang berasal dari orang yang telah memiliki
pemahaman agama Islam, yang perlu diceriterakan disini adalah: Ahmad
Suhada
berasal dari Kyangkongrejo, Kuthorejo, Begelan dan Kartawiharja,
pentolan/tokoh
Agama Islam di desa Sayangan, Munthilan.
Demikian juga akan diceriterakan kadang golongan yang banyak
pengorbanan dan kontribusinya, lebihlebih
yang di belakang hari kemudian
terhitung sebagai sahabat Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo dan selanjutnya
menjadi saksi lahir batin tentang Beliau dan juga membantu
meneruskan/melanjutkan tugas dan kewajiban Beliau.
2. Kyai Ahmad Suhada termasuk orang yang mukmin dan memiliki pengaruh
yang
signifikan di tempat tinggalnya; sebutan Kyai dan nama Ahmad Suhada
mengidentifikasikan bahwa ia orang Jawa yang terhitung mengerti tentang
Agama
Islam, dan pada kenyatannya beliau memang mengajari orangorang
mengaji
dan mendirikan pesantren. Meskipun demikian beliau masih merasa kurang
pengetahuannya mengenai kasuksman/kerohanian/kebatinan dan rahasia
kematian, sehingga beliau meninggalkan tempat tinggalnya (di
Kyangkongrejo,
Kuthorejo, Begelan, Jawa Tengah) bermaksud untuk berguru di Pondok
Pesantren
di dekat kota Pacitan, Jawa Timur selama beberapa waktu.
Ketika beliau berada di Pondok Pesantren, di dalam tidurnya, beliau merasa
menerima perintah dari Tuhan Allah yang sangat jelas, demikian
perintahNya:”Ahmad Suhada, kowe aja katrem lan kabesturon mung tansah
ngaji bae, sing perlu golekana maknane sahadad kang tanpa sadu!”
(terjemahan:”Ahmad Suhada, kamu jangan tenggelam dan ketiduran hanya
selalu
mengaji saja, yang perlu kamu cari adalah makna sahadad yang bukan
berupa
katakata!”).
Yang memberi perintah kemudian menghilang entah kemana. Ahmad
Suhada bangun tidur termangumangu,
setelah itu beliau tertegun. Beliau merasa
sangat sedih, hingga selama berharihari
tidak enak makan dan tidak enak tidur.
Karena kehabisan nalar, seluruh mimpinya beliau ceriterakan kepada Kyai
tempat
beliau berguru/belajar, meminta keterangan apa sebenarnya makna mimpi
tersebut. Kyai tersebut jujur, sederhana dan polos, dan mengakui bahwa
dirinya
tidak tahu makna mimpi tersebut yang sebenarnya, makanya beliau minta
waktu
beberapa hari untuk meminta keterangan lebih dahulu kepada Tuhan Allah
Sumber Kehidupan, beliau bertekad berpuasa tidak makan tidak minum
(Jawa:
Ngebleng pati geni) dan berniat sholat istiqaroh di Mushola selama 7 (tujuh)
hari
7 (tujuh) malam; Setelah dijalani, baru selama 4 (empat) hari saja, Kyai
memanggil Ahmad Suhada diberitahu demikian:”Sudah menjadi nasib saya
tidak
dapat menyaksikan kenyataan/kejadian ini, kamu segeralah pergi dari sini
menuju
ke daerah Kedu (Magelang, Jawa Tengah), kamu akan menemukan apa
yang
kamu cari!”.
Perintah Kyai dilaksanakan oleh Ahmad Suhada, beliau menjelajahi wilayah
Kedu
sambil berjualan kain garisgaris
(Jawa: lurik) Kuthaharja, dalam batinnya
mencari kebenaran/kenyataan dari mimpinya.
3. Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo selalu melanjutkan Tapa Ngrame Ana
Ing Guwa Samun (bertapa di tengah khalayak ramai/orang banyak di goa
yang
tidak kelihatan), yang berarti bertapa tanpa diketahui orang lain di tengah
masyarakat, jadi bertindak/berbuat seperti biasa sebagaimana dilakukan
orang
lain. Beliau sering berenang, bermain balapan burung merpati, panahan,
yang
memberikan contoh mengenai keahlian dan ketrampilan dalam hal
memanah. Jika
Beliau menari menjadikan kagum banyak orang; orang yang sedang
menonton
tidak mau pulang sebelum Beliau selesai menari. Kalau menari tayub,
sewaktu
Beliau dipaksa untuk tampil, Beliau mau untuk tidak mengecewakan orang
banyak, dengan memilih penari wanita lawan mainnya yang berparas tidak
cantik
(dan serba kurang dari semua segi) serta menjaga jarak yang jauh supaya
tidak
bersenggolan, karena hanya benarbenar
untuk menampilkan seni tarinya;
semuanya itu bertujuan supaya tidak mengecewakan orang banyak.
Malahan tidak berhenti disitu saja, sering terjadi sewaktu Beliau berada di
jalan
atau di sawah, anakanak
penggembala ternak sering bertepuk tangan untuk
Beliau dan melantunkan gamelan dengan mulut mereka, Beliau sering
menari
sekalian, untuk menyenangkan hati mereka, sembari menutupi tapa brata
Beliau.
Karena hal itu sering terjadi, maka orang yang menyaksikan banyak yang
berpersepsi yang tidaktidak
(negatif) terhadap Beliau.
4. Setelah selesai sholat Jum’at di Mesjid Muntilan, Ahmad Suhada
berkenalan
dengan Kartawiharja, seorang tokoh Agama Islam di Kampung Sayangan
Muntilan.
Ahmad Suhada memohon keterangan dengan amat sangat kepada
Kartawiharja
mengenai ada tidaknya Kyai yang terkenal di sekitar wilayah Muntilan.
Kartawiharja menjawab bahwa tidak ada Kyai yang dimaksud, tetapi ada
Kyai
yang tidak bisa dibilang terkenal yaitu Carik desa Jagalan, yang masih mau
berjudi dan menarinari
seperti orang gila, meskipun demikian oleh muridmuridNya
juga dianggap Kyai yang benarbenar
Kyai. Malahan disarankan supaya
Ahmad Suhada jangan menemuiNya. Ahmad Suhada mempunyai keinginan
yang
besar/kuat untuk melihatNya, sehingga beliau segera pergi ke desa Jagalan
untuk
menemui Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang menjabat sebagai carik
desa Jagalan. Kebetulan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo pada waktu itu
sedang berada di rumah; Begitu Ahmad Suhada melihat wajah Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo, teringat bahwa memang Beliaulah yang memberi perintah
ketika berada di Pondok Pesantren, maka dengan badan gemetar segera
bersujud
merangkul kaki Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo ingin menciumnya sebagai
tanda bakti, tetapi Beliau melarangnya. Ahmad Suhada berdiri memandang
tanah
tanpa bisa bicara, batinnya menangis dan terharu karena sama sekali dia
tidak
menyangka dapat bertemu dengan yang memberi perintah dalam mimpinya.
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mengetahui isi batin Ahmad Suhada, dan
segera memberi penjelasan kepada Ahmad Suhada bahwa semua kejadian
ini
adalah kehendak dari Tuhan Allah, maka supaya memperbesar/menambah
kesetiaannya kepada Tuhan Allah.
Selanjutnya Ahmad Suhada menjadi murid Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo,
mempelajari Ilmu Tuhan Allah (Ngelmu Kasuksman Tiga Perangkat) sampai
Katam.
Ahmad Suhadalah yang memulai menyebarkan Ilmu Tuhan Allah di sekitar
wilayah
kota Kuthaharja (sekarang: Kutoarjo).
5. Setelah mengetahui bahwa pengaruh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
semakin besar, apalagi Ahmad Suhada terbawa sampai menjadi muridNya,
Kartawiharja merasa sangat besar dosanya apabila tidak dapat
menahan/mengerem pengaruhNya dan tidak dapat menaklukkanNya,
sehingga
pada suatu hari ia menyediakan seluruh waktunya untuk menemui Rama
Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo dengan maksud membujukNya agar masuk Agama
Islam, karena Beliau juga mengakui Agama Islam, dan mengingatkan agar
Beliau
mematuhi dalidalil
dan rukun Agama Islam sebagaimana dijelaskan dalam Al
Qur’an. Kartawiharja membacakan dan menjelaskan berbagai macam Surat
dan
Ayatayat
Al Qur’an supaya Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo merasa bahwa
diriNya telah menyimpang dari ajaran Al Qur’an, sehingga mau kembali
menjadi
orang Islam sejati. Setelah itu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo memberikan
jawaban dengan sindiran (Jawa: pasemon) yang dinyanyikan sebagai
berikut:”Tirta, wiyat sida guri man cawarna,
edan kula kapilut luwesing basa.
Petis ma nis sarining kaca benggala, aja ngucap yen durung we ruh ing rasa."
(terjemahan: sudah gila saya kalau sampai termakan/terhanyut oleh indahnya
bahasa,
jangan kamu mengatakan halhal
yang belum pernah kamu alami/rasakan sendiri).
Selanjutnya Kartawiharja diberondong dengan berbagai pertanyaan: siapa yang
mengetahui makna Tangawud? Makna Surat Al Ikhlas? Makna Surat An Nas? Makna
Surat
Al Fatekah? Siapa yang mengerti/menyaksikan kenyataan jim yang menempel di
dada
manusia? Allah itu satu/esa, siapa yang bisa menyaksikan bahwa Allah itu satu,
sehingga
bisa melihat atau mengetahui kenyataan bahwa Allah itu memang satu. Apakah
ada yang
benarbenar
menyaksikan bahwa Nabi Muhammad itu Utusan Tuhan Allah? Ini masalah
mencari kenyataan (hal yang nyata) lho, bukan masalah hafalan dan mengartikan
kalimat! Saya kira di dunia ini tidak ada orang yang dapat menyaksikan masalah ini
kalau
tidak menggunakan caracara
Saya. Sorga dan Neraka yang akan terjadi di kemudian
hari saja dibicarakan/diurusi, padahal keadaannya sekarang ini saja belum
tahu/dimengerti. Ayo, katanya mau ikut Nabi Muhammad, tahu tidak saat
ini/sekarang
ini Suksma (Roh)Nya ada dimana? Lebih tinggi siapa bila dibandingkan dengan
Aku?
Kalau ada selisih, selisihnya berapa sentimeter? Saya pastikan tidak ada orang
yang
tahu. Pada akhirnya Kartawiharja tidak bisa mendebat perkataan Rama Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo, bahkan lamalama
ia belajar Ilmu Tuhan Allah dari Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo dan menjadi kadang golongan. Seringkali Kartawiharja
diperintahkan oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo untuk memohon kepada Tuhan
Allah agar dipertemukan dengan Suksma (Roh) Nabi Muhammad. Di Alam Roh
(Alam
Halus) ia selalu bertemu dengan Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo, sehingga
kemudian ia berkeyakinan dalam batinnya (berketetapan hati) bahwa antara Nabi
Muahammad dengan Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo sesungguhnya adalah orang
yang sama (Jawa: barang siji). Setelah Kartawiharja katam, ia diberi berbagai
macam
penjelasan mengenai hubungan antara para nabi sebelumnya dengan Rama Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo. Demikian juga mengenai kitabkitab,
hingga mengerti bahwa
wayang purwa (Pustaka Raja Purwa) itu sebenarnya juga Kitab Suci seperti halnya
Al
Qur’an, rangkuman yang dibuat oleh Sunan Kalijaga dengan mengambil intisari dari
kisah
para nabi sebelumnya. Kartawiharja kemudian ikut menyebarkan Ilmu Tuhan Allah
di
daerah Kedu (Magelang dan sekitarnya).
6. Mulai saat itu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo menyebarkan Ilmu
Tuhan Allah dengan menggunakan sarana wayang purwa/wayang kulit;
Kebetulan pada saat itu di Yogyakarta ada pemeluk (murid) baru namanya
R.
Sastromujono yang memahami/mengerti wayang purwa dan ahli dalam hal
gending (nyanyian Jawa). Setiap tiba hari peringatan yang berhubungan
dengan
kejadiankejadian
penting yang dialami oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, yaitu hari peringatan turunnya (diterimaNya) wahyu yang
pertama dan kedua, para murid Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo (kadang
golongan) mengadakan perayaan, bersukaria, mengucap syukur dan terima
kasih kepada Rama PranSoeh
(Tuhan Yang Maha Esa), bahasa Jawa:slametan,
bahkan ada yang menyelenggarakan pagelaran wayang purwa/wayang kulit.
Kartawiharja menjelaskan Ilmu Tuhan Allah, diselingi pembacaan ayat Al
Qur’an,
kemudian gamelan berbunyi dan dimulailah pagelaran wayang kulit,
ceriteranya
diselaraskan dengan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat, diambil salah satu
saja.
Sudah barang tentu, semakin bertambah banyaknya kadang golongan
membuat
pengikut agama lain merasa tidak senang, lebihlebih
yang kitab sucinya
dijelaskan bersamaan dengan pertunjukan wayang, hal itu dianggap sangat
terlarang untuk dilakukan; Oleh sebab itu pada saat kadang golongan
mengadakan perayaan di desa Tambakbaya, disebelah barat kota Magelang
mendapat rintangan yang sangat besar yaitu dilempari batu bertubitubi,
sehingga
perayaan gagal tidak bisa diteruskan. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
diungsikan, dibawa pergi oleh para muridNya dengan menaiki mobil. Mobil
yang
dinaikiNya masih diburu dan dilempari batu hingga kacanya pecah
berantakan,
tetapi Beliau dan para muridNya, semua selamat, tidak ada yang terluka
ataupun
meninggal. Selanjutnya peristiwa tersebut menjadi perkara di Pengadilan
Negeri,
karena Beliau tidak dapat menerima perlakuan tersebut, dan para pelakunya
mendapat hukuman dari Pemerintah. Demikian juga disekitar tempat
kejadian,
karena telah digunakan untuk memfitnah Beliau, menerima hukuman dari
Tuhan
Allah yang berupa selama beberapa tahun masyarakat disitu gagal panen,
tanaman pada mati dan tanaman yang bertahan hidup tidak berbuah. Ketika
muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mengadakan pagelaran
wayang kulit di desa Tingal, Borobudur, juga mendapat gangguan, tetapi
pagelaran dapat dilanjutkan. Orangorang
yang tidak suka kepada Beliau
mengatakataiNya
dengan katakata
yang tidak enak didengar di telinga:”Yang
duduk itulah biangnya, dialah babinya!” Beliau dengan sabar menjawab:”Di
dalam
diri saya ini tidak berisi apaapa,
kecuali hanya menjalankan perintah Tuhan Allah;
yang mengatakan:”Babi”, kamu mengeluarkan dari mulut kamu kata babi,
jadi
batinmu berisi (ada kandang) babi!” Selain dikatakatai,
juga dinding dari
anyaman bambu (Jawa: gedheg) yang berada di belakang tempat duduk
Beliau
ditusuktusuk
dengan tongkat bambu yang ujungnya dibuat runcing (bambu
runcing). Mereka juga melepas berkotakkotak
lebah. Namun pagelaran wayang
kulit dapat dilanjutkan, karena orangorang
yang membuat keributan bubar
sendirisendiri,
mereka takut kepada banyaknya muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang berdatangan, apalagi ada penjagaan dari kepolisian.
7. Di daerah Muntilan banyak penganut Agama Katolik yang mana dari
antara
mereka ada yang menjadi murid Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo (kadang
golongan). Kepada para murid yang berasal dari penganut Agama Katolik,
Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mengajarkan supaya para murid tersebut
memohon kepada Tuhan Allah untuk bertemu dengan Suksma Tuhan Yesus
Kristus. Setelah para murid di Alam Halus hanya selalu bertemu dengan
Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, maka mereka menjadi setia kepada Beliau.
Untuk selanjutnya mereka diajari berbagai macam hal, hingga mereka
katam
(bertemu dan menyaksikan sendiri Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat), yang
menjadikan hati mereka puas karena mereka tahu dan menyaksikan sendiri
kenyataan/kebenarannya di Alam Batin/Alam Halus apa yang dimaksud dan
bukti
nyata dari Bintang Timur (Lintang Panjer Enjing) dan siapa sebenarnya Sang
Penebus Dosa. Pasti saja hal itu menimbulkan pertentangan dan perbedaan
pendapat dengan para penganut Agama Katolik, tetapi tidak sampai
menimbulkan
persoalan dan gangguan yang berarti. Tidak mengherankan kalau para
Kyai/Orang Pintar/Paranormal guru ilmu kebatinan yang muridnya pada
berkurang
yang berarti menurun kewibawaannya dan berkurang pula penghasilannya,
pada
benci kepada Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo dan melakukan berbagai
macam fitnah, mendakwa Beliau sebagai penipu, menyebarkan ilmu yang
tidak
benar, melanggar kesusilaan dan lain sebagainya, kasusnya sebagian
sampai ada
yang diajukan ke meja hijau (pengadilan), dan orangorang
yang memfitnah
Beliau pada akhirnya divonis bersalah dan dihukum.
8. R. Sastromujono terus membantu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
menyebarluaskan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat di Yogyakarta dan
Godeyan.
Kemudian mendapat pemeluk/murid baru yang bernama Secaharjana,
Tebon,
Godeyan dan Hadisudarma, Gendhol, Tempel, Sleman yang memberikan
pengaruh
semakin bertambahbanyaknya
muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo (kadang golongan) yang baru. Sayangnya R. Sastromujono
dan Kartawiharja tidak bisa mengikat kadang golongan yang jumlahnya
sudah
mencapai ribuan. Entah apa penyebabnya, mungkin caracara
yang digunakan
tidak sesuai dengan keadaan waktu itu atau karena tidak mematuhi
perintahperintah
Tuhan Allah. Pada waktu itu, antara tahun 1931 sampai dengan 1936
kadang golongan tersebar di manamana.
Pemerintah penjajah Belanda
mengawasi perkembangan dan sepak terjang muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, namun karena tidak ada buktibukti
yang merugikan masyarakat
bahkan para pejabat pemerintah waktu itu menyaksikan sendiri mengenai
kepribadian Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, maka malah diperintahkan
agar para pejabat pemerintah tidak mengganggu.
BAB XI
KADANG GOLONGAN TERSEBAR DI GUNUNGKIDUL
1. Di tahun 1937, di Gunungkidul, Yogyakarta terjadi peristiwa yang menjadi
pembicaraan publik/masyarakat selama beberapa waktu yaitu:
tenggelamnya R.W. Harjasujadi, camat Semanu, ketika sedang berenang di
pantai selatan bersama Controleur B.B. Wonosa ri. Tidak hanya ahli waris
dan
pejabat pemerintah saja yang membicarakan dan mengurus masalah itu,
tetapi orang banyak (masyarakat) juga ikut membicarakan dan
mempermasalahkan peristiwa tersebut. Yang dibicarakan dan
dipermasalahkan
adalah apa penyebabnya, bagaimana kejadiannya dan yang paling penting
adalah: apakah jasadnya dapat ditemukan atau tidak (?). Kyaikyai
kebatinan, orang pintar, paranormal, semuanya banyak didatangi oleh
masyarakat untuk menanyakan masalah tersebut, yang ramalannya
kebanyakan (sebagian besar) menyatakan bahwa sebentar lagi (beberapa
hari
lagi) jasadnya akan segera ditemukan asal dibuatkan sesaji dengan berbagai
macam persembahan. Tapi ramalan para kyai, orang pintar dan paranormal
tersebut tidak ada yang menjadi kenyataan, jasad R.W. Harjasujadi tetap
tidak
dapat ditemukan. Sukiyata Marta Harja (S.M.H.) Sirwoko, bagi orang yang
berdomisili di kecamatan Semanu, termasuk orang yang suka bertapabrata
dan senang berguru, terutama untuk memperoleh ilmu
kadigdayan/kanuragan (ilmu kebal/ilmu kesaktian) dan ilmu kebatinan. Oleh
penduduk kecamatan Semanu S.M.H. Sirwoko diutus/diminta untuk
menanyakan/meminta penjelasan masalah tenggelamnya R.W. Harjasujadi
tersebut kepada Kyai Carik Desa Jagalan, kecamatan Muntilan, yang pada
saat
itu menurut pembicaraan orang banyak, yang informasinya sampai di
kecamatan Semanu bahwa Beliau terkenal sebagai Kyai yang mengetahui
segala kejadian melalui mata batinNya (Jawa: waskitha). S.M.H. Sirwoko
menyanggupi permintaan tersebut dan segera pergi ke desa Jagalan,
kecamatan Muntilan, Provinsi Jawa Tengah, ditemani/diantar oleh seorang
guru sekolah yang bernama Leo Sarima Prawiradiharja, menantu dari Pak
Suter
Prebutan, yaitu seorang penganut Agama Katolik yang telah menjadi murid
Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo (kadang golongan).
2. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo sudah mengetahui bahwa S.M.H.
Sirwoko akan menemui diriNya; Oleh karena itu Beliau memanggil para
muridNya
diperintahkan untuk ikut menemui tamu Beliau yaitu calon murid Beliau
yang sudah dicari sejak tahun 1918. Setelah S.M.H. Sirwoko menghadap,
menyatakan keperluannya dan ia mohon diberi cara untuk dapat
menyaksikan
sendiri peristiwanya dan dapat ditemukan atau tidaknya jasad camat
Semanu
tersebut, jadi ia tidak menyandarkan pada keterangan siapasiapa.
Oleh
karena itu, ia diperintahkan untuk memohon sendiri keterangan kepada
Tuhan
Allah. Selanjutnya ia diberitahu caracara
bertapa brata dan cara memohon
kepada Tuhan Allah. S.M.H. Sirwoko menyanggupi dan mohon secepatnya
dapat mengetahui/menyaksikan peristiwa tenggelamnya R.W. Harjasujadi,
ia
masih hidup atau sudah mati dan kalau sudah mati jasadnya dapat
ditemukan
atau tidak. Meskipun harus menjalani/melakukan keprihatinan/tapa brata
yang
berat yaitu: S.M.H. Sirwoko diperintahkan untuk bertapa dengan cara
berendam dalam air selama 11 (sebelas) malam, perintah tersebut
disanggupinya. Oleh karena itu, sekembalinya dari Muntilan menuju
kecamatan
Semanu, S.M.H. Sirwoko menyicil dengan berendam di Sungai Oya, di
bawah
jembatan desa Bunder, kemudian diteruskan berendam di desa Kedhung
Tom
pak, di aliran sungai Jirak, kecamatan Semanu, juga berendam di bawah
Jembatan Jirak, sebelah barat. Belum sampai genap 11 (sebelas) malam
berendam, bahkan baru 4 (empat) malam saja menjalaninya, sudah
mendapat
jawaban yang sangat jelas dari Tuhan Allah dalam mimpi yaitu di Alam
Halus/Alam Kasuksman/Alam Sasmit Maya. Di Alam Mimpi, pada mulanya ia
menyaksikan jalan dari Semanu ke arah selatan menuju pantai Laut Selatan
(Samudera Hindia), menyaksikan keadaan R.W. Harjasujadi dari awal hingga
tercebur dan tenggelam di Samudera Hindia, dan peristiwa selanjutnya yang
di
alam halus menentukan bahwa R.W. Harjasujadi sudah meninggal dan
jasadnya tidak akan dapat ditemukan. Jadi R.W. Harjasujadi memang sudah
meninggal dunia, dan suksmanya tidak kembali kepada asalnya (Jawa:
kesasar) melainkan mengikuti Sang Pria yaitu Ratu Pantai Selatan Nyai Roro
Kidul. Bagi S.M.H. Sirwoko memperoleh keterangan seperti itu sudah
menjadikannya puas hati. Selanjutnya adik R.W. Harjasujadi yang di
kemudian
hari bernama K.R.T. Suryaningrat memohonkan sarana/syarat agar keluarga
yang ditinggalkan terhibur hatinya kepada Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo. K.R.T.Suryaningrat juga dapat menyaksikan di Alam Halus
bahwa kakaknya jelasjelas
sudah meninggal dunia bahkan jasadnyapun tidak
akan dapat ditemukan, hilang musnah dan suksmanya tidak dapat kembali
ke
asalnya, persis seperti apa yang disaksikan oleh S.M.H. Sirwoko.
Selanjutnya
K.R.T.Suryaningrat menjadi kadang golongan (murid Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo). Kemudian S.M.H. Sirwoko mempelajari dan melaksanakan
Ilmu Tuhan Allah hingga (katam), diuji dengan berbagai macam hal oleh
Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo, ia dapat menyaksikan dan mengerti
apa yang dikehendakiNya. Semula S.M.H. Sirwoko menyepelekan Rama Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo, tetapi karena ia menyaksikan sendiri kelebihankelebihan
di bidang apa saja baik lahir maupun batin, sehingga ia menjadi
takut dan mencintai Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo, tetap bertahan
menjadi muridNya.
3. Sebenarnya sebelum S.M.H. Sirwoko bertemu secara fisik dengan Rama
Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo, ia sudah pernah bertemu lebih dahulu di Alam
Halus/Alam Mimpi yaitu ketika ia tidur di Goa Rancangkecana, sebelah barat
kecamatan Playen. Pada saat itu ia tergoda oleh makhluk halus berjenis
kelamin wanita, tetapi ia diingatkan dan ditolong oleh orang tua yang
mengenakan sandal yang terbuat dari kayu (Jawa: theklek), yaitu Rama
Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo. S.M.H. Sirwoko mendapat perintah dari Tuhan
Allah supaya ikut menbantu menyebarkan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat
dan mencari tunggal. (Perlu dijelaskan disini mengenai istilah tunggal yang
digunakan dalam konteks perjalanan Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo
menyebarkan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat, berarti muridmurid
Rama Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo yang telah ada sejak dahulu kala yang terpisah
dengan Beliau terutama pada zaman Nabi Nuh dan yang akan dilahirkan
kemudian di masa yang akan datang yang ditakdirkan untuk menjadi murid
Beliau). Mungkin sudah menjadi kehendak Tuhan Allah bahwa tungal
(murid)
pertama yang diketemukan adalah Martasuwita dan Sukirman Poedjosoewito
yang masih terhitung sebagai sepupu (satu kakek dan nenek, lain orang
tua).
Pada waktu itu, Sukirman Poedjosoewito sedang giatgiatnya
belajar di Pondokpondok
Pesantren, karena memang orang tua dan kakekneneknya
beragama
Islam. Kakeknenek
buyut dari Martasuwita dan Sukirman Poedjosoewito
berkedudukan sebagai Naib (Penghulu Urusan Agama Islam) di kecamatan
Semanu yang bernama Abdulatip, seorang Kyai yang terkenal keislamannya
di
kecamatan Semanu, sedangkan kakeknenekanya
adalah tukang sunat (Jawa:
Bong Supit) yang juga terkenal kalau menyunat orang, cepat sembuh dan
tidak mengeluarkan darah. Sukirman Poedjosoewito tergugah niatnya untuk
mempelajari dan melaksanakan Ilmut Tuhan Allah Tiga Perangkat karena:
ketika kakak lelakinya sedang sakit parah (kritis) dan sedang menghadapi
sakaratul maut (sekarat), dia memanggil adiknya (Sukirman Poedjosoewito)
memberitahu bahwa semua hafalannya yaitu seperti: Tangawud, Sahadad,
Surat Al Fatekah dan lainlainnya,
seluruhnya lupa dan minta diajari dan
dituntun oleh adiknya, padahal mengenai keislamannya, kakaknya itu
berlipat
ganda lebih pandai/mahir daripada adiknya. Bahkan kakaknya itu mengeluh
seperti berada dalam kegelapan, merasa bingung dan linglung, layaknya
seperti orang yang tidak punya keyakinan. Di dalam hatinya Sukirman
Poedjosoewito berkata kepada dirinya sendiri:”Menurut pelajaran yang saya
terima di Pondok Pesantren, nanti pada saat ajal tiba, di alam kubur harus
mengingat 6 (enam) pertanyaan, padahal kakak saya belum matipun sudah
lupa
semua yang dihafalkannya; lalu sebenarnya Ilmu apa yang harus saya
pelajari!”.
Pada akhirnya Martasuwita dan Sukirman Poedjosoewito mempelajari dan
melaksanakan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat hingga katam. Selanjutnya
diikuti oleh murid baru yang menjadi tunggal, yaitu Martawiyogho,
Martaradana, Martasuyitna, Resadirya dan masih banyak lagi yang
bergabung
menjadi kadang golongan, dan mempelajari serta melaksanakan Ilmu Tuhan
Allah Tiga Perangkat yang dapat dengan lancar mencapai katam yang
menjadikan sangat cepatnya Ilmu Tuhan Allah ini tersebar di kabupaten
Gunungkidul. Cara yang digunakan untuk menyebarluaskan
Ilmu Tuhan Allah
ini yaitu dengan memberikan pertolongan kepada masyarakat dengan cara
pedukunan tetapi secara gratis/tanpa minta bayaran sepeserpun, namun
hasilnya nyata yaitu banyak masyarakat yang tertolong dari persoalan yang
mereka hadapi, siapapun yang meminta pertolongan tersebut.
4. Selanjutnya untuk sementara waktu S.M.H. Sirwoko menyebarkan Ilmu
Tuhan
Allah Tiga Perangkat di daerah Godheyan, membantu/memperkuat
Secaharjana, sembari bekerja sebagai guru Muhammadiyah sekalian untuk
dapat lebih mengenal ajaran Islam. Martaradana tinggal dan menyebarkan
Ilmu Tuhan Allah di daerah Ngleri, kecamatan Playen, sedangkan
Martowiyogho menyebarkan di kecamatan Wonosari yang selanjutnya
memperkuat penyebaran Ilmu Tuhan Allah di kota Yogyakarta dan Imogiri,
sehingga kecamatan Wonosari diteruskan oleh Poedjosoewito dan
Sastrosarjono. Untuk kecamatan Semanu dan sekitarnya dipegang oleh
Martosoewito. Martosoewito, sebelum menghadap secara fisik kepada Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di alam dunia, juga sudah pernah menghadap
Beliau di Alam Halus/Alam Mimpi yaitu di Sungai Kakiman
terusannya/sambungannya Sungai Jirak, Semanu, yang terletak di atas
sungai
Brangsong. Ketika itu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo berwujud
sebagai Sunan Kalijaga, memakai jas warna putih dan memakai sorban
bercahaya terang. Peristiwa ini terjadi ketika Martosoewito sedang belajar
Ilmu Kebatinan. Kebiasaan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo,
sebagaimana telah terjadi sebelumnya, jarang sekali berkenan untuk
bepergian
kesana kemari, lebihlebih
dalam hal menyebarkan Ilmu Tuhan Allah, jangan
sampai terjadi ibarat sumur berjalan yang ditimba. Para murid yang
jumlahnya
ribuan tersebut, pada awalnya datang sendirisendiri
menghadap Beliau.
Kecuali pada saat hari peringatan, di tempat manapun dimana para
muridNya
mengadakan perayaan/peringatan, Beliau baru bersedia/berkenan untuk
pergi
mengunjungi para muridNya, itupun tidak semua tempat dikunjungi, hanya
secara bergilir saja. Beliau memberikan berkat dan nasehatnasehat.
Samasama
di tempat para muridNya (kadang golongan), yang sering dikunjungi
adalah di Gunungkidul. Hal itu disebabkan oleh banyaknya murid dan
sahabat
Beliau yang dikehendaki untuk ikut serta memikirkan dan bertindak untuk
mengatasi berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam menyebarkan
Ilmu
Tuhan Allah, dan juga karena Beliau mempunyai menantu di Gunungkidul
sehingga sekalian menengok anakcucuNya.
5. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mempunyai banyak anak hingga
berjumlah 14 (empat belas) orang, yang masih hidup dan bisa dirawat
tinggal
6 (enam) orang yaitu 4 (empat) orang anak lakilaki
dan 2 (dua) orang anak
perempuan. Untuk merawat anakanak
diserahkan kepada isteriNya,
sedangkan Beliau hanya menjaga dan memperhatikan keadaan anakanak.
Beliau selalu berusaha agar anakanakNya
jangan sampai kecewa dan berhenti
bertumbuh. Kalau anakNya sedang tidur, nada bicaraNya pelanpelan,
kalau
berjalan menggunakan ujung jari kakiNya, semua itu Beliau lakukan agar
tidak
mengejutkan dan mengganggu tidur anakanakNya.
Kalau anakNya meminta
sesuatu, Beliau selalu berusaha agar dapat memenuhinya, namun Beliau
selalu
menjaga agar anakNya tidak menjadi anak yang manja, jadi cinta kasihNya
tidak ditunjukkan secara berlebihan. Kecuali apabila ibu dari anakanak
sedang
menderita sakit parah sehingga tidak dapat menyusui anakanakNya,
anakanak
Beliau tidak diperkenankan meminum susu sapi, sebab menurut Beliau
kodrat kehendak Tuhan Allah, anakanak
itu menyusu pada ibunya, jadi tidak
menyusu pada hewan, supaya karakter/budi pekertinya tidak terpengaruh
oleh
jiwa hewan. Beliau sangat pantang untuk berbicara kasar/buruk/tabu
kepada
anakanakNya,
karena selain memalukan bila terdengar di telinga orang lain,
juga takut bila perkataannya itu terjadi (menjadi kenyataan) pada
anakanakNya
di kemudian hari yang akan membuat penyesalan yang sangat
mendalam bagiNya. Masalah tentang pantang berkata kasar/buruk ini selalu
diperingatkan dan diperintahkan agar selalu dilakukan oleh muridmuridNya.
Beliau sangat mendorong agar anakanakNya
giat/rajin belajar supaya
sekolahnya berhasil. Kadangkadang
Beliau dengan keras memarahi anakanakNya
hanya agar sekolahnya berhasil. Dalam hal mempelajari pengetahuan
tentang dunia fana (Jawa: kawruh lahir), agama apapun tidak menjadi
penghalang, sebab kalau memang tunggal, pada saatnya nanti pasti akan
terbuka sendiri pengertian/pemahamannya. Mengenai masalah
anakanakNya
yang berhubungan dengan agama, Beliau belajar dari/berkaca pada kisah
Nabi Nuh yang mempunyai 3 (tiga) orang anak: anak yang pertama
menertawakan ayahnya, anak yang kedua agak percaya pada ayahnya, tapi
bersikap setengah setuju dan setengah tidak setuju, sedangkan anak yang
ketiga membantu dan percaya pada ayahnya. Hal ini dapat dipahami dari
ceritera pada saat Nabi Nuh sedang tidur dimana kemaluannya kelihatan:
ada
anaknya yang malahan menertawakannya, ada yang membiarkannya
(bersikap acuh tak acuh) dan ada yang berbelas kasih menutupi kemaluan
Nabi Nuh. Anakanak
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo pada mulanya
sekolah di sekolah Katolik disesuaikan dengan kemajuan pendidikan pada
waktu itu di Muntilan. Beliau sangat mencintai anakanakNya.
Beliau
menyatakan demikian:”Anak itu merupakan bagian dari daging orang
tuanya,
oleh karena itu kalau menyepelekan anakKu, itu sama dengan
menyepelekan
Aku!” Beliau tidak membedabedakan
antara anak lakilaki
dengan anak
perempuan, karena nantinya anak lakilaki
akan mempunyai isteri seorang
wanita, sedangkan anak perempuan akan memiliki suami seorang lakilaki.
Meskipun anak menantu, Beliau anggap sebagai anak sendiri, lebihlebih
bila
sudah mempunyai keturunan/anak. Memang pada umumnya, yang telah
terjadi, orang merasa puas bila sudah mempunyai anak lakilaki.
Ada yang
tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya semuanya lahir perempuan.
Kata orang anak lakilaki
besar rasa tanggungjawabnya. Sebenarnya anak
perempuan juga bisa mempunyai rasa tanggungjawab yang besar, bahkan
dalam kenyataannya anak perempuan lebih memperhatikan dan lebih teliti
dalam merawat orang tuanya bila sedang menderita sakit. Sudah dijelaskan
bahwa Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo memperlakukan sama pada
anak lakilaki
maupun anak perempuan serta menantu, hanya saja mengenai
pemberian yang berupa barang, harta kekayaan, tanah pekarangan, tanah
sawah, perhiasan, terpaksa dibedabedakan
menurut kondisinya dengan
maksud agar yang kekurangan dan rendah pangkatnya, apalagi yang
banyak
jumlah anggota keluarganya, lebih diperhatikan karena memang
kebutuhannya
lebih banyak daripada yang lain, sehingga diberikan lebih banyak pula.
Ketika
mempunyai isteri, Beliau menikah secara Islam. Ketika isteriNya terkena
pengaruh saudarasaudaranya
ingin dibaptis secara Katolik, ia minta nasehat
dan ijin kepada Beliau. Tetapi Beliau tidak mengijinkan dengan memberikan
jawaban demikian:”Kalau kamu ingin dibaptis secara Katolik itu memang
tumbuh dari kehendak hatimu sendiri, itu terserah kepadamu, tetapi kalau
hanya ingin mengikuti keinginan saudarasaudaramu,
itu tidak boleh, saya
tidak rela, kalau samasama
mengikuti kan lebih baik mengikuti Aku, sebab
Aku ini suamimu dan kamu itu tunggal (satu keyakinan) dengan Aku, Kita ini
dengan Agama apa saja cocog, karena sebenarnya wujudnya satu tetapi
dianggap berbedabeda!”
6. Dalam menentukan pasangan (menjodohkan) anakanakNya,
Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo tidak mendasarkan pada kekayaan, pangkat,
wajah dan syarat keduniawian lainnya, sedangkan yang menjadi
dasar/alasan/pertimbangan utamanya adalah mematuhi perintah Tuhan
Allah:
siapa yang dikodratkan (menurut kehendak Tuhan Allah) menjadi pasangan
(suami/isteri) anakanakNya,
sebab kalau di dalam batinnya sudah
dikodratkan menjadi jodohnya, maka di alam keduniawian yang menjalani
samasama
merasa cocog dan puas hatinya, jadi mereka tidak merasa
dipaksa, apalagi kalau hanya didorong oleh keinginan nafsu saja. Contohnya
seperti pada saat Beliau mengambil menantu Martaasmara yang berasal dari
Wonosari, Gunungkidul; Setelah berkalikali
Beliau menyaksikan ayatayat
yang merupakan perintah dari Tuhan Allah, demikian pula ayatayat
yang
diterima oleh kadang golongan di Gunungkidul, lebihlebih
Martaasmara yang
memang sudah katam dan telah menyaksikan sendiri, jadi sudah tidak ada
yang dipikirkan lagi kecuali tinggal menunggu saatnya tiba menjadi dewasa
dan penentuan hari perkawinan. (Perlu dijelaskan disini mengenai istilah
ayat
yang digunakan dalam konteks pengamalan Ilmu Tuhan Allah Tiga
Perangkat.
Yang dimaksud ayat disini adalah gambaran/kejadian/peristiwa yang
disaksikan di alam halus/alam kasuksman/alam sasmitamaya/
alam mimpi,
yang biasanya sebagai jawaban dari permohonan kita kepada Tuhan Allah
atau seringkali karena cinta kasih dan kemurahan Tuhan Allah, kita
diberitahu
sesuatu oleh Tuhan Allah meskipun kita tidak memohon sesuatu kepadaNya,
contohnya para kadang golongan di atas diberitahu oleh Tuhan Allah bahwa
anak perempuan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang bernama Rr.
Wening adalah jodoh dari Martaasmara, meskipun mereka tidak memohon
keterangan mengenai hal tersebut). Kelanjutan dari ceritera di atas: Oleh
karena itu tidak ada lagi pembicaraan yang berhubungan dengan emas
kawin,
hadiahhadiah,
bawaan (harta) dari calon pengantin lakilaki
untuk diberikan
kepada calon pengantin wanita sebagai harga beli, lebihlebih
harta benda
yang jumlahnya ditentukan sebagaimana yang banyak terjadi (berlaku)
pada
waktu itu. Lamaranlamaran
dari orang lain sebelum dan yang bersamaan
menjelang prosesi pernikahan, yang menurut ukuran duniawi melebihi (lebih
unggul) di segala bidang, namun semuanya ditolak, karena tidak
berdasarkan
(sesuai dengan) kehendak/perintah Tuhan Allah. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo kalau memberi perintah tidak dengan katakata
vulgar, tetapi
dengan kiasan untuk melatih ketajaman rasa batin (Jawa: panggraita),
kecuali kepada orang yang memang sangat tumpul rasa batinnya, perintah
Beliau baru diberikan dengan katakata
vulgar (apa adanya). Sebelum
Martaasmara secara resmi menyuruh orang untuk melamar, ia menjajagi
lebih
dahulu dengan menyuruh orang untuk mengantar surat yang isinya
meminta
benih pohon Kemiri. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mengerti/paham
mengenai maksud surat tersebut, oleh karena itu Beliau menjawab dengan
katakata
sebagai berikut:”Bersama surat ini Saya mengirimkan benih pohon
Kemiri, selain itu Saya mempunyai benih bunga Mandalika, sedang
mekarmekarnya,
Saya kira sangat baik dan cocog untuk ditanam di Gunungkidul,
pasti akan berkembang biak dan benihnya akan banyak yang tumbuh. Kalau
sekiranya anak guru menginginkannya, Saya persilahkan menyuruh orang
untuk mengambilnya daripada hanya selalu menginginkannya dalam hati
saja!”
Setelah ada perintah seperti itu, kadang golongan di Gunungkidul sudah
tidak raguragu
lagi, kemudian menindaklanjutinya sampai pada akhirnya
Martaasmara terlaksana menikah dengan Rr. Wening, hidup rukun untuk
seterusnya dan mempunyai anak yang banyak.
7. Kadang golongan yang jumlahnya banyak itu pada mulanya disebut
O.M.M.
singkatan dari Oemat Muhammad Muntilan, yang dimaksud bukan umat
Muhammad yang berada di Muntilan, karena di Muntilan sendiri jumlah
kadang golongan tidak seberapa banyak, bahkan kadang golongan yang
banyak jumlahnya berada di luar Muntilan. Sedangkan yang dimaksud itu
terutama adalah bahwa di Muntilan itu ada penjelmaan/reinkarnasi dari Nabi
Muhammad yaitu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo. Selanjutnya O.M.M.
itu diartikan sebagai Oemat Muhammad Manunggal, yang mempunyai
pengertian sebagai anjuran supaya bersatu padu, menyatukan kehendak
dan
upaya, karena di alam batin kenyataannya mempunyai asal yang sama.
Karena adanya kadang golongan yang berasal dari Agama Katolik dan
Kristen Protestan yang mana mereka tidak setuju setiap kali digunakannya
kata Muhammad, maka kemudian O.M.M. menjadi singkatan dari Oemat
Marsudi Makrifat, karena pada kenyataannya kadang golongan
mendasarkan kepercayaan dan keyakinan dengan penglihatan batinnya
(makrifat), yaitu terbukanya mata batin yang dapat melihat keadaan Alam
Halus/Alam Kasuksman/Alam Sasmitamaya.
Dari kalangan yang terpelajar,
timbul rasa tanggungjawabnya supaya Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat
dapat
disebarluaskan
dengan mudah dan menjaga apabila ada halangan/hambatan
dapat segera diatasi dan diselesaikan, maka dirasa perlu adanya
perkumpulan kadang golongan, dan juga terlaksana mendirikan
perkumpulan yang diberi nama P.O.M.M. singkatan dari Perkumpulan Oemat
Marsudi Makrifat, sedangkan pengurusnya terdiri dari S.M.H. Sirwoko,
Martaradana, Martawijogho, Martosoewito, dan sebagainya. Hingga
beberapa
waktu lamanya, P.O.M.M. dapat tersebar di daerah Kedu, Sleman,
Yogyakarta
dan lebihlebih
di Gunungkidul sampai tiba saatnya diwujudkan organisasi lain
yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan kadang golongan.
BAB XII
KADANG GOLONGAN (O.M.M.) MENJELANG TERJADINYA PERANG DUNIA
KEDUA
DAN PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
1. Setelah kadang golongan memiliki perkumpulan yang diberi nama
P.O.M.M. semakin memudahkan penyebaran Ilmu Tuhan Allah Tiga
Perangkat.
Jika suatu saat ada halhal
yang berkaitan dengan urusan O.M.M. cukup
diselesaikan oleh pengurus P.O.M.M. Demikian juga jika ada ide/pendapat
apa
saja yang berhubungan dengan upaya yang dapat membuat lebih eratnya
hubungan dan kedekatan hati, meningkatkan kerukunan kadang golongan,
juga untuk mendidik agar semakin setia, hormat dan mencintai Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo, semua itu ditindaklanjuti/diwujudkan oleh
pengurus P.O.M.M. dengan cara misalnya: mengadakan sarasehan,
menyanyikan/melagukan gendhing dengan iringan gamelan, menggubah
ceritera wayang yang sewaktuwaktu
dipertunjukkan dalam pagelaran
wayang kulit kepada para kadang golongan maupun masyarakat lainnya
yang membuat semakin bertambah banyaknya kadang golongan.
Sedangkan
maksud melakukan gubahangubahan
ceritera wayang yang baru tersebut
selain sebagai alat untuk menyebarkan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat,
yang
paling penting (terutama) adalah sebagai berikut:
a. Gendhing Tri Asmara Tunggal digubah dari Puji Langgeng, yaitu
pujian untuk memohon kepada Tuhan Allah sewaktu mengalami kesusahan
dalam wujud apa saja (misalnya: anak sakit kepala, hati merasa tidak
tenteram karena hidup dalam kekurangan, dan sebagainya), bahkan kalau
puji langgeng ini diucapkan di Alam Halus/Alam Kasuksman, membuat kita
selamat dari gangguan jim/setan, karena jim/setan tersebut tidak dapat
melihat orang yang mengucapkan/melafalkan puji langgeng.
b. Gendhing Tri Pusara Mudha, dengan intro sinom yang pada mulanya
digubah dari ajian penolak bala, yang sering dilakukan oleh Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo.
c. Gubahan wayang Srikandhi racut memberi tanda/indikasi kepada
masyarakat akan terjadinya perang dunia kedua: Ratu Belanda Wilhelmina
meninggalkan kerajaan. Ceritera Guru ketahuan rahasianya (Lakon Guru
Kawiyak) menggambarkan bahwa Jepang yang menjajah dengan
menyatakan maksud untuk mendidik/mengajari, tetapi sebenarnya hanya
untuk mengumbar angkara murkanya, yang pada akhir ceritera akan
ketahuan maksud busuknya tersebut.
d. Selain gubahangubahan
diatas, masih banyak lagi gubahan lainnya
yang berhubungan dengan seni suara, seni karawitan dan seni pedalangan.
2. Menjelang runtuhnya Pemerintah Belanda, S.M.H. Sirwoko menerbitkan
buku yang berjudul "Garan Pusaka Batin"(Pegangan Pusaka Batin) yang
memperjelas maksud dan tujuan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat yang
dibawa
oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewigno, dan dasardasar
cara mempelajari
dan mengamalkannya, sedangkan Martowiyogho membuat buku “Kunci
Pusaka
Batin” yang menguraikan mengenai caracara
mencapai Ilmu Tuhan Allah Tiga
Perangkat, hafalanhafalan,
doadoa,
pujianpujian
yang digunakan menurut
perintah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo pada saat itu. Kedua buku
tersebut dicetak sebagai pegangan bagi kadang golongan, diberikan kepada
siapa saja yang membutuhkan. Dengan adanya kedua buku tersebut, tentu
saja banyaksedikitnya
membuat semakin luasnya jangkauan penyebaran Ilmu
Tuhan Allah Tiga Perangkat, karena bagi orang yang jauh tempat tinggalnya
dan sulit hubungannya, dapat memahami/mengerti/mengetahui melalui
kedua
buku tersebut. Demikian juga bagi O.M.M. yang mempelajari dan
melaksanakan Ilmu Tuhan Allah, dapat diketahui oleh masyarakat apakah
hal
itu bermanfaat atau merugikan masyarakat. Tentu saja diusahakan agar
tidak
akan merugikan atau mengganggu ketenteraman masyarakat.
3. Menjelang datangnya bala tentara Jepang di tanah Jawa, Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo memerintahkan agar mencari Juru Selamat. Kadang
golongan sudah menyimak (melihat tandatanda)
akan datangnya bahaya.
Oleh karena itu mereka semua melakukan tapa brata (mengekang hawa
nafsu
dengan cara berpuasa: pantang garam, tidak makan dan tidak minum,
melakukan tindakan terpuji dan sebagainya). Benarlah tandatanda
itu, segera
terjadi perang yang merembet ke tanah Jawa, Indonesia. Belanda kalah dan
diusir oleh Jepang. Maka Jepang yang ganti menjadi penguasa di Indonesia.
Ketika bala tentara Jepang datang di Muntilan, tidak ada orang yang berani
menemui mereka, karena tidak tahu bahasa dan maksud Jepang datang ke
Indonesia, padahal Jepang terkenal kekejamannya suka menyiksa orang.
Pada
waktu itu, karena desakan para pejabat di Muntilan, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo dimohon untuk menemui bala tentara Jepang yang baru
saja
datang. Beliau menyanggupi dan disertai/diikuti oleh orang banyak. Beliau
tidak tahu bahasanya, tetapi mengerti maksud hati mereka, karena sudah
tahu batin mereka dan gerak hati mereka, ibarat dijadikan juru
bahasa/penterjemah untuk menerima/menangkap percakapan si Jepang
tadi.
Pemerintah Jepang sangat menaruh perhatian pada O.M.M maupun
P.O.M.M.,
buktinya S.M.H. Sirwoko dan Martaradana berkalikali
dipanggil oleh Kantor
Kepolisian, Kantor Kempe Tai dan juga oleh Kantor Kochi, untuk mengurus
masalah organisasi keagamaan ini. Malah terjadi, Abdul Munian Inada,
pejabat
tinggi Kantor Urusan Agama Pusat Jakarta menyempatkan diri datang di
Semanu untuk mengurus masalah ini dengan S.M.H. Sirwoko, tetapi karena
sebelumnya telah menerima perintah dari Tuhan Allah agar menghindari
bertemu dengan Abdul Munian Inada, maka niat Abdul Munian Inada tidak
dapat terpenuhi, karena S.M.H. Sirwoko bersembunyi di perbukitan yang
jauh
dari tempat tinggalnya di Semanu, dan meninggalkan pesan bahwa dirinya
pergi ke kota dan entah kapan akan kembali. Semua kadang golongan baik
lakilaki
maupun perempuan, baik tua maupun muda, semuanya taat kepada
pemimpinnya, lebihlebih
kepada Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo tidak
berani membangkang sedikitpun. Pernah suatu saat S.M.H. Sirwoko
menganjurkan kepada para pemuda O.M.M yang masih bujangan supaya
menunda sementara waktu dulu untuk melaksanakan perkawinan. Anjuran
yang sangat berat tersebut juga diperhatikan, meskipun masih ada satu dua
orang yang melaksanakan perkawinan, tidak mentaati anjuran tersebut.
Maksud dan tujuan diberikannya anjuran itu, kalau sudah tiba tahun yang
ditentukan, para pemuda akan mengerti sendiri apa yang terjadi.
Pemerintah
Jepang hanya selalu bertindak sewenangwenang,
menjadi rintangan bagi
O.M.M untuk memperluas penyebaran Ilmu Tuhan Allah.
Pertemuanpertemuan
orang banyak (massa) dibatasi dan dilarang, organisasi yang tidak disukai
Pemerintah Jepang dibubarkan, secara terus menerus mengawasi dan tidak
memberikan kebebasan bagi para pemimpin perkumpulan. Oleh karena itu
kadang golongan secara fisik kelihatannya setia kepada Pemerintah Jepang,
sebab tidak dapat saling berkumpul di antara para kadang golongan, kalau
ingin pergi menghadap Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di Muntilan
dilakukan secara bergilir sedikitsedikit,
tidak berani bersamaan dengan banyak
orang. Sebelum terjadinya kelangkaan dan mahalnya harga bahan
makanan,
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo sudah memberikan
gambaran/sinyal/tanda: Beliau mengenakan pakaian yang sudah lusuh,
sobek
disanasini,
makan nasi thiwul (nasi yang terbuat dari tepung singkong) yang
sebelumnya tidak/belum pernah Beliau memakannya. Pemberian
tanda/gambaran tersebut dilakukan pada saat Beliau pergi ke Gunungkidul,
tinggal di rumah Poedjosoewito, di desa Jeruk, Wonosari. Demikian juga
menjelang runtuhnya Pemerintah Jerman dan sekutunya, kematian Hitler,
Beliau sudah mengetahui lebih dulu dan memberikan berbagai
sinyal/tanda/gambaran yang disaksikan oleh kadang golongan. Pada saat
meninggalnya Hitler, anjing Herder kesayangan Beliau mati.
4. Di antara muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, tidak sedikit
yang berasal dari bangsawan (ningrat), yaitu keturunan bangsawan dari
Kerajaan Yogyakarta. Khusus kepada muridmurid
yang berasal dari
bangsawan, Beliau memerintahkan:”Eyang kalian Yang Mulia Sultan Agung
Mataram yang dikuburkan di Pemakaman Imogiri, itu suksmanya sekarang
masih ada dan dapat dicari/ditemui. Suksma itu tidak bisa mati, hidup
abadi/langgeng, abadi/langgeng itu artinya: dulu pernah ada, apalagi
sekarang masih ada, dan selanjutnya akan selalu saja ada. Maka saya minta
kalian untuk mencarinya, mohonlah kepada Tuhan Allah, Saya tanggung
pasti
dapat bertemu. Itu selama kalian percaya dan melaksanakan apa yang Saya
katakan, caranya dengan selalu bertindak dan berkarakter suci. Kalau kata
Saya ini bohong, saya mau digantung di lapangan utara sampai mati dan
biarkan saja sampai tulangbelulang
saya berjatuhan!” Perintah yang
disampaikan dengan penuh percaya diri tersebut membuat muridmurid
dari
kalangan bangsawan tambah tekun untuk membuktikan kebenarannya.
Setelah muridmurid
mendapatkan dan melihat sendiri bukti nyata (kenyataan)
bahwa yang dicari adalah Beliau (Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo)
kemudian mereka menganggapNya sebagai orang tua dan sangat
menghormati dan menyayangi Beliau secara lahir dan batin. Meskipun
demikian karena kedudukan mereka sangat tinggi di masyarakat, sangat
berbeda dengan kadang golongan umumnya, maka dapat dikatakan bahwa
mereka tidak mempunyai hubungan (berhubungan) dengan kadang
golongan. Hanya dengan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo saja mereka
berhubungan/bergaul. Biasanya mereka menghadap Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di Muntilan hanya pada saat mereka menghadapai masalah
atau menginginkan sesuatu entah itu masalah kesehatan, menginginkan
kenaikan pangkat atau menginginkan jabatan tertentu dan lainlainnya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo selalu membuat kelegaan hati dan tidak mau
mengecewakan
kepada siapa saya yang memohon pertolongan kepada Beliau. Memang
sudah
semestinya bahwa bagi orang yang telah menyaksikan dan mengerti dengan
penglihatan batinnya menyatakan bahwa Beliau memang manusia istimewa
yang berbeda dengan manusia lainnya, lebihlebih
bila dihubungkan dengan
Wahyu yang kedua yaitu wahyu utusan, jelas bahwa Beliau memang
memiliki
bagian/peranan.
5. Seperti ketika pada jaman penjajahan Belanda, Jepang juga tidak
mengganggu Beliau, bahkan kepala pemerintahan karesidenan Kedu pada
waktu itu memberikan surat keterangan yang membuktikan (menerangkan)
bahwa Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo adalah tetuwa (pelindung dan
penasehat) O.M.M. dan mengajarkan ilmu suci. Sudah barang tentu,
keluarnya
surat keterangan tersebut berdasarkan laporan dari pejabat pemerintah
yang
pada umumnya mengasihi Beliau. Rasa kasih tersebut timbul karena para
pejabat telah menyaksikan sendiri bahwa Beliau selalu melaksanakan
dengan
tuntas (memenuhi) tugatugas
Beliau sebagai Carik Desa secara
bertanggungjawab, selalu bertindak jujur dan suka menolong orang lain,
siapa
saja tidak pandang bulu. Kepada orangorang
yang memohon doa restu agar
memperoleh kenaikan jabatan, Beliau memerintahkan demikian:”Saya
persilahkan untuk memohon sendiri saja kepada Tuhan Allah, setiap akan
pergi
tidur, mohon bertemu dengan Yang Menguasai Jabatan, segala macam
jabatan
yang ada di dunia ini, jika bisa bertemu, maka jabatan yang dimohonkan
pasti
akan diperoleh, Saya yang tanggung!” Kenyataannya, siapa saja yang
bertemu
dengan Suksma Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di Alam Mimpi/Alam
Halus, bertemu wujud aseliNya (Jawa: walaka) dan berpakaian lengkap,
wajar dan rapi, semuanya memperoleh jabatan atau memperoleh kenaikan
jabatan sebagaimana yang dimohonkan. Hal itu menimbulkan kekaguman
dan
keheranan, yang menjadikan mereka tambah cinta dan kasih kepada Beliau.
Sayangnya mereka hanya mencari keuntungan duniawi, bahkan setelah
keinginannya tercapai/terkabul, mereka banyak yang lupa kepada Beliau.
Memang tidak mengherankan, karena sebagian besar orang hanya
mementingkan masalah keduniawian, ada yang dibelabelain
dengan
melaksanakan tapa brata, menyepi di kuburan dan di goagoa,
bahkan ada
yang meminta bantuan jin/setan supaya bisa kayaraya,
dan ada yang hanya
dengan giat bekerja secara wajar menurut bakat dan keahliannya, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Semua orang menghendaki, kalau bisa, di
dunia dapat hidup dengan enak, kesampaian apapun yang dikehendakinya,
mempunyai jabatan yang tinggi, kaya raya melimpah hartanya. Biasanya
orang yang kaya raya melupakan (lupa akan) kebutuhan suksmanya,
sebagai
bekal mencapai mati yang benar (sempurna). Memang hidup di dunia ini
tidak
mudah, kalau bisa harus ingat kebutuhan suksma, jangan hanya melulu
untuk
kebutuhan raga/duniawi, harus dapat membagi: untuk kebutuhan suksma
sebanyak 50% dan untuk kebutuhan raga/duniawi juga sebanyak 50%, lebih
baik lagi kalau untuk kebutuhan suksma diberi porsi yang lebih banyak
misalnya 75%, tetapi kalau tidak bisa 50%50%
sudah baik.
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo lahir di dunia ini membawa Ilmu Tuhan
Allah yang sangat berguna sebagai bekal suksma pada saat raganya sudah
mati. Oleh karena itu orang yang sudah dapat mencapai katam Ilmu Tuhan
Allah Tiga Perangkat itu dapat dikatakan sebagai orang yang sangat
beruntung, karena dapat dipergunakan (bermanfaat) untuk selamalamanya,
yaitu: setelah meninggal dunia, dapat untuk menentukan hidup dikemudian
hari (saat reinkarnasi).
BAB XIII
KADANG GOLONGAN PADA JAMAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
1. Suasana hati kadang golongan tidak jauh berbeda dengan orang lainnya,
senangnya bukan main (tidak dapat digambarkan) setelah Jepang kalah
perang
dan Indonesia menjadi negara yang merdeka, yang disebut Negara
Kesatuan
Republik Indonesia. Mengenai kemerdekaan negara, kadang golongan juga
ikut
andil, ikut membantu sekuat tenaga, mengerahkan segala tenaga dan upaya
menurut kemampuan masingmasing.
Para pemudanya ikut melawan tentara
sekutu yang mendarat, para orang tua ikut memohon dengan cara
kebatinan,
serta memberikan syarat/sarana lainnya, demikian juga ada yang ikut
rombongan
para kyai yang ditempatkan dalam asrama oleh prakarsa pemerintah
Republik
Indonesia. Bertempat di Ambarukma, Yogyakarta, lamanya sampai dua
puluh satu
hari. Kadang golongan yang ikut ditempatkan di asrama yaitu: 1)
Martosuwito,
2) KRT Suryaningrat, bupati Gunungkidul, 3) Poedjosoewito, 4)
Martaradana, dan
5) Harjasanjaya. Pengurus P.O.M.M. juga bekerjasama dan bersamasama
organisasi lainnya ikut memperkuat berdirinya negara Republik Indonesia
dengan
cara apapun yang dapat mereka lakukan. Ketika K.N.I. (Komite Nasional
Indonesia) dibentuk di Gunungkidul, wakil P.O.M.M. ikut jadi anggotanya. Di
harihari
itu, Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo banyak dimintai syarat oleh para
pemuda yang akan menghadapi musuh. Pada saat itu ada syarat berupa
cemeti
yang terbukti besar daya pengaruhnya, itu adalah syarat yang diterima oleh
kadang golongan yang ikut ditempatkan di asrama bersamasama
dengan para
Kyai dari Yogyakarta di Ambarukma tersebut. Ketika Magelang diduduki oleh
tentara sekutu (Gurka), Beliau diminta untuk membantu agar Gurka mundur
dan
pergi dari Magelang, Beliau menyanggupi, asal diantar sampai di lapangan
Magelang. Pada waktu itu tidak ada kendaraan, seandainya ada ya hanya
kereta
kuda (andong/dokar), itu saja sangat jarang yang berani mengantar. Oleh
karenanya, Beliau diantar sendiri oleh camat Muntilan, namanya Budiman,
dengan
mengendarai kereta kuda yang dikemudikan sendiri oleh camat Budiman. Di
sepanjang perjalanan sering dihentikan, disuruh kembali oleh aparat
keamanan,
tetapi tetap dapat jalan terus dengan menunjukkan surat tugas yang sangat
penting, pada waktu itu serangan oleh Gurka sudah dimulai, suara meriyam
dan
senjata terdengar dimanamana,
suasananya sangat menakutkan. Beliau dan
camat Muntilan tetap berjalan terus tanpa rasa takut hingga sampai di
lapangan
Magelang. Beliau turun dari kereta kuda, membuang tumbal, serta
bersemedi,
memusatkan seluruh pikiran, perhatian, lahir dan batin (Jawa: petak
tiwikrama). Seketika datang mendung tebal, gelap gulita, halilintar
menyambarnyambar,
kilat datang berseliweran dan turun hujan yang luar biasa deras, yang
menjadikan Gurka merasa sangat takut (ketakutan) sehingga mundur dan
pergi
dari Magelang ke utara ke arah Semarang. Setelah pulang, sampai di
rumah,
Beliau ditanyai oleh anak cucuNya dan dijawab:”Bukan Saya yang bisa
mengusir
Gurka pergi dari Magelang, itu lho para pemuda yang sangat bersemangat,
berani
dan berkeinginan kuat, memiliki pengaruh yang dapat mendatangkan hujan
dan
halilintar, sehingga Gurka ketakutan dan akhirnya pergi dari Magelang!”
Anakanak
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo sendiri ada dua yang selalu ikut
menyerang mengusir musuh, tentu saja mendapat/memperoleh tumbal
yang selalu
membuat keselamatan mereka terjaga, meskipun kadangkala menghadapi
situasi
yang sangat mengkhawatirkan dan membahayakan/mengancam
keselamatan jiwa
mereka.
2. Kemerdekaan Republik Indonesia membuat lega hati orangorang
yang senang
berorganisasi, senang mengadakan rapatrapat
dan sebagainya. P.O.M.M. yang
sudah lama, yaitu sejak jaman Jepang, tidak dapat melakukan kegiatannya,
kembali bergairah lagi, kadang golongan mulai berkumpul bersama dan
saling
mengunjungi, sambil mengisi suasana kemerdekaan. Hari raya Rabu Pahing,
Jum’at Kliwon, Jum’at Pon, yaitu hari raya kelahiran Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, hari raya menerima Wahyu Pertama dan Wahyu Kedua,
digunakan untuk berkumpul dan mengadakan rapat. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo berkenan hadir di tempat kadang golongan di Temanggung,
Batang, Tempel, Godeyan dan Gunungkidul. Pada waktu itu Gunungkidul
sedang
terkena wabah penyakit pest yang sangat mengerikan, kematian jumlahnya
tidak
terhitung setiap harinya, padahal 110 (seratus sepuluh) hari sebelum
terjangkitnya
wabah penyakit pest tersebut, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo sudah
memberi peringatan sebagai berikut:”Gunungkidul terlihat gelap gulita, agar
mencari Juru Selamat, yang tidak bisa bertemu pasti akan meninggal!” Satu
dua
(beberapa) kadang golongan ada yang tidak mencari Juru Selamat, sehingga
terjangkit penyakit pest dan akhirnya meninggal dunia. Tetapi sebagian
besar
kadang golongan mencari Juru Selamat, sehingga tidak terjangkit penyakit
pest
dan selamat, lebihlebih
bagi mereka yang dapat bertemu dengan Juru Selamat di
Alam Halus/Alam Kasuksman. Banyak juga kadang golongan yang terjangkit
penyakit pest, tetapi setelah diberi tumbal oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yaitu: diperintahkan supaya memasak tulang kerbau yang
sudah
sangat tua dan mati karena tua (Jawa: kebo landoh) dan menanam pohon
Puring di halaman di depan pintu rumah, mereka yang sakit segera sembuh.
Pada
waktu itu, kadang golongan rajin dan bersemangat, ingat tujuannya,
demikian
juga semakin tambah banyak muridmurid
baru, karena mereka sangat
ketakutan pada banyaknya terjadi kematian dan mereka menyaksikan
sendiri akan
keselamatan para kadang golongan serta kebenaran tentang apa yang
dikatakan dan diramalkan oleh kadang golongan, misalnya: disana akan ada
kematian, jin/penyakit pest sekarang pindah kesana, desa disana itu pasti
terserang wabah penyakit pest, yang sakit parah di rumah itu pasti selamat
(tidak
akan sampai mati) dan segera sembuh, karena dapat bertemu dengan Juru
Selamat dan Juru Selamat tinggal disana. Demikian ramalan dan
pembicaraan
para kadang golongan jika sedang berkumpul, mereka saling mencocokkan
ayat
(perintah) yang baru mereka terima dari Tuhan Allah. Tertarik pada ramalan
dan
pembicaraan kadang golongan tersebut, kemudian ada tambahan murid
baru
yaitu Darmawasita, yang selanjutnya ikut belajar dan menjadi kadang
golongan. Karena kebijaksanaan yang menuntun (penyuluh) yaitu
Martasuwita
di Semanu, lagi pula karena kesungguhan hati untuk meraih apa yang ingin
dicapainya membuat semuanya lancar, sehingga dalam beberapa hari saja
dapat
mencapai katam (bertemu Wujud dan menyaksikan sendiri Ilmu Tuhan Allah
Tiga
Perangkat). Sedangkan hal utama yang harus dilakukan adalah setia dan
percaya sepenuh hati, segenap jiwa dan dengan seluruh akal budi bahwa
Ilmu
Tuhan Allah Tiga Perangkat ini benarbenar
nyata (riil) dan bermanfaat bagi
manusia. Untuk selanjutnya Darmawasita bersedia membela dan ikut
menyebarluaskan
Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat. Kehadiran Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di Gunungkidul pada waktu itu memberikan peringatan dan
memarahi kadang golongan, lebihlebih
pemimpinpemimpinnya,
karena
menganjurkan pemberantasan penyakit pest hanya dengan mendasarkan
pengetahuan keduniawian saja, tidak memperhatikan masalah batin. Bagi
ahli
kebatinan/kemakrifatan, lebih dahulu harus memohon kepada Tuhan dengan
sarana batin, setelah itu baru berupaya secara lahir (fisik). Setelah
memarahi
kadang golongan dan para pemimpinnya, Beliau memberi tumbal agar
penyebaran wabah penyakit pest dapat segera berakhir, yang memang
menjadikan segera berhentinya penyebaran wabah penyakit pest di
Gunungkidul.
Bagi kadang golongan sebenarnya kemarahan yang diterima dari Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo itu merupakan anugerah yang sangat besar, dimarahi
berarti masih dicintai oleh Beliau yang akan memberikan keselamatan di
waktu
yang akan datang. Beliau juga memberikan nasehat/petuah yang
berhubungan
dengan kemerdekaan negara Republik Indonesia kaitannya dengan tugas
dan
kewajiban yang diembanNya. Beliau berkata demikian:”Negara kita
menggunakan
dasar keTuhanan
Yang Maha Esa. Kita semua ini sudah menyaksikan secara lahir
maupun batin adaNya sesembahan yang Maha Tunggal, dan kita benarbenar
dapat menyaksikan kebenaranNya! Bung Karno (presiden RI) dan
pengikutnya,
termasuk juga Saya, semuanya mempunyai negara sendiri yang sudah
merdeka.
Anak cucuKu harus membantu negaranya sendiri, Kalau Saya sendiri sih
dengan
siapapun cocok saja asal sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu
memperhatikan
dan mengurus kepentingan orang banyak, sehingga dicintai oleh
masyarakat.
Merdeka berarti tidak mau dijajah secara lahir maupun batin. Secara lahir
berarti
tidak mau dijajah oleh Belanda atau oleh siapapun juga; Tidak mau dijajah
secara
batin berarti tidak mau dijajah oleh Hawa Nafsu (Nyawa)nya.
Siapa yang tahu
penjajah batin/suksma, kecuali hanya muridmuridKu
yang sudah pada
melihat/menyaksikan sendiri?”.
3. Undangundang
Dasar Negara Republik Indonesia, yang membuat kadang
golongan sangat puas karena menggunakan dasar KeTuhanan
Yang Maha Esa
dan demokrasi, sebagaimana disebutkan dalam Pancasila yang menjadi
dasar
negara Republik Indonesia. Hal itu bukan berarti bahwa terhadap dasar yang
lain
(keempat sila yang lain) kadang golongan tidak mendukung, melainkan
yang
dianggap paling penting adalah sila yang pertama. Kalau dipahami secara
lebih
luas lagi, dasar KeTuhanan
Yang Maha Esa itu mencakup segalanya, lebihlebih
mengenai perikemanusiaan.
Demokrasi yaitu yang memberikan kebebasan
kepada semua orang untuk menyatakan/mempunyai pendapat, mempunyai
faham, kepercayaan, agama dan keyakinan, demikian juga memberi
hakwewenang
yang sama dalam segala hal. Demokrasi dalam hal penghidupan dan
kedudukan yang sama dalam masyarakat itu adalah wujud nyata dari
keadilan
sosial yang juga merupakan salah satu sila dari Pancasila. Sedangkan
mengenai
kebangsaan yang merupakan dasar lainnya lagi juga tidak bertentangan
dengan
KeTuhanan
Yang Maha Esa, sebab sebelum perikemanusiaan dapat terwujud
secara sempurna harus didasari lebih dahulu oleh kebangsaan, seperti
halnya
orang bisa mencintai sesama, kalau dia sudah bisa mencintai orang tua dan
anak
isterinya. Sebaliknya memujamuja
secara berlebihan kepada bangsanya sendiri
yang berarti mengurangi rasa hormat kepada bangsa lain, itu juga tidak
baik.
4. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo sering mengatakan bahwa semenjak
dunia diciptakan hingga seterusnya, manusia itu ada yang percaya dan setia
kepada Tuhan Allah, ada yang tidak percaya, hal itu dikuatkan oleh adanya
Wahyu Kedua, sudah dijelaskan yang menjadi makanan dan jajahan Wahyu
Sejatining Kakung/Putri, yang berarti siapa yang ikut Tuhan Allah dan siapa
yang
hanya terhenti di Alam hawa nafsu (tempat dari Wahyu Sejatining
Kakung/Putri).
Mengenai hal itu keTuhanan
Yang Maha Esa tidak berarti memaksa kepada
kepercayaan yang tidak seperti itu, demikian juga kepada yang tanpa
kerpercayaan sama sekali, karena yang sebenarnya tiaptiap
orang itu sudah
memiliki kodratnya masingmasing,
dan selanjutnya menjadi tanggungjawab
pribadi masingmasing
orang kepada Tuhan Allah mulai dari alam duniawi sampai
dengan Alam Abadi. Sedangkan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat
disebarluaskan
dengan mendasarkan pada keyakinan mencari tunggal, yang lupa
diingatkan,
yang ketiduran didorong supaya bersemangat, tentu saja tidak boleh
dipaksa,
harus tumbuh dari kesadaran dan kehendak/gerak hatinya sendiri yang
paling
dalam, sekalipun menyebarluaskannya
di daerah/negara yang tidak berdasarkan
demokrasi. Beliau memerintahkan kepada muridmuridNya
supaya bertanya
memohon kepada Tuhan Allah siapa yang sebenarnya menata/mengatur
alam
semesta (Jawa: jagad) dan seluruh isinya ini, kejadian/peristiwa yang
beraneka
ragam itu sebenarnya berasal dari pengaruh/kekuatan siapa?. Saya tidak
masuk
partai apapun, tetapi Saya ini menjadi pembela dari orang miskin, orang
sakit,
dan yang menderita kesusahan lainnya, hingga orang yang terbujuk dan ikut
jin/ijajil saja saya bela, itu kalau mereka percaya dan mau menuruti
perintah
Saya.
5. Anak sulung dari Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo bernama R.B.
Dwijosubroto adalah pemeluk agama Katolik yang setia, pekerjaannya
sebagai guru
sekolah lanjutan. Ketika masih bekerja di kota Malang, Jawa Timur,
temannya
yang juga beragama Katolik mendapatkan masalah/kesulitan yaitu
rumahnya
sering diganggu jin/makhluk halus, yang sangat mengganggu ketenteraman
keluarganya, meskipun tidak menimbulkan kerugian dan kesusahan yang
besar.
Pikirannya bingung dan tidak dapat berpikir lagi karena sering menghadapi
kejadiankejadian
yang tidak masuk akal: ketika sedang tidur tibatiba
sudah
beralih/berpindah tempat, ada suara orang:”permisi” dan ketukan pintu,
tetapi
setelah dibukakan pintu ternyata tidak ada orang di luar, sering terbangun di
tengah malam dengan hati cemas seperti ada pencuri yang masuk rumah,
padahal barangbarangnya
tidak ada yang hilang. Untuk mengatasi masalah
tersebut sudah diusahakan secara lahir maupun batin, tetapi tetap tidak
membawa hasil yang menjadikan semakin tidak tenteramnya mendiami
rumah
tersebut. R.B. Dwijosubroto memohonkan pertolongan kepada Ayahnya, di
dalam
batinnya/hatinya sekalian mencoba kemampuan Ayahandanya apakah bisa
mengatasi masalah tersebut, karena orang banyak menganggap Beliau
sebagai
Kyai yang benarbenar
Kyai, hingga menjadi terkenal. Ayahandanya
memerintahkan supaya diberi sesaji Jajan Pasar (makanan kecil yang biasa
dijual
di pasar), setiap harinya harus diganti selama satu minggu. Setelah perintah
Beliau dilaksanakan, rumah tersebut selanjutnya dapat dihuni lagi dengan
baik,
dapat hidup dengan tenteram tanpa diganggu oleh jin/makhluk halus lagi.
Sudah
barang tentu hal itu membuat R.B. Dwijosubroto dan temannya takjub dan
merasa senang.
6. Selain itu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo sering bertindak aneh, lebihlebih
bagi orang yang tidak mengerti Alam Batin, yang tidak bisa melihat dengan
mata batin. Pernah Beliau memberikan syarat yaitu berupa: katak pohon
(Jawa:
bencok) yang diikat dengan tali kemudian dibuang di lapangan Yogyakarta,
merendam tembakau enak ke dalam air kemudian disebar di jalan raya,
anjing
Herder kesayangan Beliau digantung, mencari ayam jantan (jago) yang
kedua
matanya buta untuk diadu, dan sebagainya, yang sebenarnya, semua ini
dilakukan untuk tujuan yang sangat penting. Demikian juga bila memberi
obat
atau tumbal seringkali bila dicocokkan dengan pengetahuan duniawi/logika
sangat jauh selisihnya, orang yang sudah sakit parah, yang sudah kebal
dengan
obat, sudah ditolak oleh dokterdokter,
dukundukun,
banyak yang sembuh
karena pertolongan Beliau, padahal obat yang diberikan wujudnya
anehaneh,
ada yang hanya disuruh menanam pohon singkong, menanam pohon ubi,
menanam pohon tebu. Ada yang disuruh mengunjungi kuburan ibunya,
disuruh
memelihara burung, disuruh memelihara ayam jantan/jago yang warnanya
sudah
ditentukan. Ada yang menurut dokter harus dioperasi, tetapi dengan tanpa
operasi dapat sembuh, yaitu disuruh membelah ikan wader berwarna merah
kemudian digoreng.
7. Ketika sedang gegap gempita jalannya revolusi kemerdekaan, perang di
kota
Semarang sedang berkobar sangat dahsyat, lurah kampung Kintelan,
Semarang,
mengungsi ke kota Yogyakarta. Ketika secara kebetulan sedang
bersilaturahmi di
rumah Pawirodikrama, yaitu kadang golongan yang bertempat tinggal di
kampung Jambu, melihat foto Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang
dipasang di dinding rumah sebagai penghormatan dan pengingat, bila
melihat
fotoNya kemudian ingat kepada Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo. Lurah
kampung Kintelan tersebut selalu memandang foto tersebut tanpa berkedip,
kelihatan sekali rasa ketertarikannya, dan nampaknya sambil mencocokkan
mimpinya ketika melihatNya, kemudian ia bertanya:”Foto siapa ini mas,
disumpahpun saya mau, bahwa Beliaulah yang saya saksikan dalam mimpi
sedang
menyiksa Hitler. Waktu itu menjelang runtuhnya Jerman!” Kemudian
dijelaskan
bahwa Beliau adalah Guru kadang golongan O.M.M. Kemudian ia
menyatakan:”Kalau masih hidup dan diperkenankan, saya ingin ikut
berguru,
tetapi kalau tidak, saya hanya ingin menemui Beliau saja, karena kalau bisa
melihat Beliau saja sudah merupakan keberuntungan bagi saya!” Kemudian
ia
minta diantar untuk menghadap. Akhirnya terlaksana, ia dapat menghadap
Beliau, selanjutnya belajar sampai katam. Sayangnya belum sampai
membalas
budi ikut menyebarkan Ilmu Tuhan Allah, beberapa bulan kemudian ia
mendahului
meninggal dunia.
***A***
BAB XIV
AGRESI BELANDA KEDUA TANGGAL 19 DESEMBER 1948
PERANG YANG TERJADI KARENA ADANYA SERANGAN DARI
SERDADU
BELANDA
1. Rama Panutan memberi perintah agar memohon keterangan dari Tuhan
Allah:
apa yang akan terjadi dalam waktu empat puluh hari ke depan? Kemudian
disusul
perintah lainnya lagi: sebelas hari lagi akan ada kejadian apa? Dan supaya
kuat
pikirannya, agar mencari Juru Selamat (Istilah mencari dalam konteks ini
berarti:
memohon kepada Tuhan Allah untuk bertemu dengan Juru Selamat). Apa
yang
diperintahkan Rama Panutan benarbenar
terjadi, para ketua kelompok di
Gunungkidul, Yogyakarta, Sleman dan Kedhu, termasuk juga anak menantu
Panutan yaitu Martaasmara ditahan oleh pemerintah waktu itu. Ketika
berperang
melawan Belanda, Rama Panutan dikabarkan telah ditangkap dan dibunuh
oleh
aparat pemerintah, yang menjadikan anak cucu dan para murid Beliau
bingung
dan merasa sangat sedih, sehingga ada yang berusaha menghadap dan
membuktikan kebenaran berita tersebut, setelah mengetahui bahwa Beliau
masih
hidup, mereka bertangisan karena begitu gembiranya. Beliau juga
mendengar
berita bahwa ada beberapa muridNya yang ditahan oleh Belanda. Waktu itu
hubungan telpon antara Yogyakarta dengan Muntilan putus. Pada pagi
harinya,
camat Muntilan sudah terlanjut mengadakan rapat Pamong Praja yang
dihadiri oleh
Bupati Magelang, wakil camat, lurah dan carik se kecamatan Muntilan.
Panutan
juga hadir, karena Beliau menjabat sebagai carik desa Jagalan. Semua pada
tidak
tahu keadaan di Yogyakarta, kecuali hanya Panutan sendiri yang sudah
mengetahui. Oleh karena itu Panutan (carik desa Jagalan)
mengatakan:”Rapat ini
akan membicarakan apa? Saya memberitahu bahwa Yogyakarta sudah
diduduki
oleh Belanda, Bung Karno dan Bung Hatta sudah dibawa, saya akan
mengungsi,
nanti siang Belanda akan kesini, silahkan saja kalau akan melanjutkan
rapat!”Kemudian Panutan pulang ke rumah, rapat dibubarkan, karena
mereka
percaya kepada Beliau, sudah mengamati puluhan tahun lamanya. Untuk
menenteramkan anak cucuNya, dan agar jangan sampai ada anggapan yang
bermacammacam
dari para pemuda dan alatalat
kekuasaan negara, Panutan
sekeluarga pada mulanya mengungsi ke desa Keron, langsung datang ke
rumah
Mulyorejo, murid Beliau yang terhitung setia. Ketika berangkat dari rumah,
Panutan
mengenakan celana pendek yang ujungnya ketat (Jawa: lancingan cekak)
dan
baju lengan pendek (Jawa: klambi kuthungan) berwarna hitam,
mengenakan
kain jarik yang disilangkan, memakai ikat kepala (Jawa: destar) ala Madura,
menggendong layanglayang
yang bentuknya seperti pesawat terbang (Jawa:
layangan bapangan) yang ukurannya sangat besar. Tentu saja keadaan
tersebut
membuat orangorang
yang melihatNya pada heran karena kelihatan sangat aneh.
Di tengah perjalanan kepergok oleh serdadu Belanda, karena jalan yang
dilalui
hanya berupa jalan setapak di tengah sawah (Jawa: galengan). Dari antara
para
serdadu tersebut satupun tidak ada yang menyapa Beliau, semuanya hanya
tersenyum merasa lucu saja terhadap Beliau. Setelah pertempuran terjadi di
sekitar
daerah Muntilan, desa Keron mengalami kerusakan yang sangat parah
karena
terkena sasaran peluru besar kecil yang tidak terhitung banyaknya. Rumah
Mulyorejo menyambung sebelah menyebelah dengan rumah saudaranya
yang
beragama Katolik. Rumah saudaranya tersebut terkena sasaran peluru dan
diobokobok
oleh serdadu Belanda. Sedangkan rumah dimana Panutan tinggal tidak ada
yang rusak karena tidak terkena sasaran peluru. Ketika Panutan sedang
duduk di
tempat duduk yang panjang dan lebar, bisa untuk tempat tidur (Jawa:
amben)
dikelilingi oleh para muridNya yang duduk dengan badan gemetaran dan
jantung
berdebardebar
kencang, karena melihat serdaduserdadu
Belanda yang banyak
berseliweran di halaman rumah, Panutan berkata:”Jangan takut dan
gemetaran,
karena Saya tidak melihat mereka, Saya kira mereka juga tidak melihat
kita!”
Serdadu Belanda tersebut tidak masuk ke dalam rumah, mereka cuma
celingak
celinguk, lalu pergi. Berhubung anak Beliau, Rr. Wening, isteri dari
Martaasmara
sedang hamil tua, hampir tiba saatnya untuk melahirkan, maka untuk
menenangkan hatinya, Panutan sekeluarga kemudian pindah ke desa
Bandung
Paten, di lereng gunung Merapi sebelah barat daya, langsung menuju ke
rumah Pak
Ali, muridNya yang setia. Ketika berada di pegunungan, Panutan selalu
memberikan
latihan kebatinan kepada muridmuridNya
di desa Tlatar, Banyutumumpang,
Kragawanan, Sawangan, Sewukan, Srumbung dan sebagainya, demikian
juga
selalu membantu alatalat
pemerintah yang sedang melaksanakan tugas mengusir
musuh. Di tempattempat/
kotakota
manapun yang diduduki Belanda, S.M.H.
Sirwoko dan Darmawasita mengendapendap,
menerobos, selalu mencari dimana
Panutan berada. Dengan mendasarkan pada ayat/perintah Tuhan, dapat
terlaksana menghadap Panutan di pengungsian, di desa Bandung Paten,
seperti
tersentak hatiNya, Panutan menangis dan tentu saja semuanya pada
menangis.
Baru reda tangisannya setelah pak Ali memohon dan mempersilahkan untuk
mencuci muka di pancuran, selanjutnya mengatur tempat duduk dan
berdialog
dengan dada yang masih terasa sesak. Setelah hilang rasa rindunya, S.M.H.
Sirwoko meneruskan perjalanannya. Di dalam masa perang, Rama Panutan
memperoleh perintah dari Tuhan Allah, diberitahu mengenai pengikutNya
yang
selalu bersama sejak dunia diciptakan dan untuk selamalamanya.
Pengikut itulah
yang di dunia pewayangan/seni pedalangan digambarkan sebagai burung
Manyar
yang berwarna putih bersih yang disebut Manyar Seta, sedangkan yang
satunya
lagi adalah harimau putih yang mata sebelah kirinya buta yang disebut Ditya
Ganggaskara. Sedangkan Panutan, di pewayangan disebut Resi
Bratanirmaya,
pendeta di padepokan Sonya Gumuruh. Menjelang ditariknya
serdaduserdadu
Belanda dari kotakota
di Indonesia, Rama Panutan mengarang/membuat gending
“Lompong Keli”, dengan tambahan iringan musik Angklung. Ketika Bung
Karno
akan kembali dari pengasingannya di Prapat, Sumatera Utara, Rama
Panutan
menerima perintah dari Tuhan Allah yang segera disebarluaskan
kepada para
muridNya, berwujud tembang dandang gula, demikian
bunyinya:”Kemanisen
den nira mres budi, budi daya supadya kinarya, karya panglipur
brantane,
branta ingkang mamreskung, ruming kongas pujopinuji,
puji kang pari purna,
nyirnaken sekayun, kayun kang kautaman, utamane mangrengga sesa
masami,
sesamining ngagesang."(terjemahan:mohon bantuan kadang golongan
untuk menerjemahkan dandang gula ini, matur nuwun)
2. Setelah di alam batin Rama Panutan memperolah pengikut Manyar Seta
dan Ditya
Ganggaskara, tidak lama kemudian ada calon murid dari golongan Tionghoa
yang
bernama Ong Sioe Gien. Sebelum menjadi murid Rama Panutan, ia senang
berguru,
terutama mengenai ilmu kebatinan. Segala macam ilmu kebatinan yang
diterimanya
tidak ada yang memuaskan hatinya, karena selain kurang jelas dan pasti,
kebanyakan tidak dapat membuktikan kebenarannya dan hanya berhenti
pada
katakata
saja. Hal yang sangat mempengaruhinya untuk jadi murid Rama Panutan
adalah karena temannya satu perguruan yang sudah dianggap sebagai
murid yang
terbaik itu datang dan bergabung menjadi murid Rama Panutan. Ong Sioe
Gien
segera katam, diuji oleh Rama Panutan bisa mengerti apa yang
dimaksud/dikehendaki oleh Rama Panutan di alam batin, kemudian
diberikan
penjelasan mengenai segala hal yang berhubungan dengan Ilmu Tuhan Allah
Tiga
Perangkat (Jawa: didunungake). Semenjak Ong Sioe Gien katam, banyak
saudarasaudaranya
yang ikut belajar hingga katam. Kepada muridmurid
yang
berasal dari golongan Tionghoa, Rama Panutan memerintahkan:”Carilah
(mohonlah kepada Tuhan untuk bertemu dengan) suksma Kong Hu Cu, dan
kalau
sudah bertemu bandingkan dengan diri Saya, adakah perbedaanNya,
tinggiNya,
jenggotNya sekalipun, selisih seberapa?” Setelah mereka menyaksikan
sendiri di
alam batin bahwa Kong Hu Cu itu sebenarnya adalah Beliau (Rama Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo) sendiri, maka mereka memiliki kesetiaan lahir barin yang
sungguhsungguh
kepada Rama Panutan. Muridmurid
yang dari golongan
Tionghoa tadi sering sekali menghadap Rama Panutan dan kalau mempunyai
keperluan (hajatan) apapun, selalu mohon doa restu dan mengundang Rama
Panutan.
3. Ketika Ong Sioe Gien menyelenggarakan sunatan massal (sunatan
bersama
beberapa keluarga), Kyaikyai
mantan gurunya dan kenalannya diundang untuk
memberi berkah; demikian juga yang lebih diharapkan dan diutamakan
yaitu
Rama Panutan juga diundang, Beliau berkenan hadir supaya tidak
mengecewakan
yang mengundang. Sebelum anakanak
itu disunat, oleh para orang tuanya
disuruh mohon doa restu/berbakti dengan cara mencium tempurung kaki
(Jawa:
dengkul) para Kyai Guru tadi, satu dua Kyai sudah terlaksana, setelah tiba
giliran
Rama Panutan, Beliau berkata:”Kalau berbakti dan menyembah itu kepada
Tuhan
Allah saja, jangan kepada Saya, karena Saya sendiri manusia biasa, yang
dilingkupi/ditempati/menyandang sifat celaka, bodoh, melarat dan lupa,
sedangkan Saya sendiri saja menyembah kepada Tuhan Allah!”. Semua
yang
mendengar perkataanNya menjadi bengong, anakanak
jadi terhenti, yang sangat
mengherankan orang banyak tadi secara spontan pada menghadap Beliau
seperti
disedot oleh suatu kekuatan yang tidak kelihatan. Di malam berikutnya
diadakan
pagelaran wayang kulit, tamutamunya
dari kalangan pejabat dan bangsawan,
serta para ahli pedalangan. Dalangnya bernama Joyowiyoto dari
Borobudhur.
Lakon yang dipagelarkan berjudul Pandhawa racut, karangan/gubahan dari
Rama Panutan sendiri. Beliau duduk ikut menonton disertai/diikuti oleh para
muridNya termasuk juga Darmawasita yang memberikan penjelasan segala
sesuatu
yang berkaitan dengan ceritera Pandhawa racut. Yang sangat mengagetkan
banyak orang yaitu ketika Werkudara/Bimasena racut (rohnya keluar dari
badan
fisiknya kemudian masuk ke Alam Halus/Alam Kasuksman), Dewa Ruci kok
dianggap musuh, padahal menurut para ahli pewayangan
menentukan/berpendapat bahwa Dewa Ruci yang wujudnya sama dengan
Werkudara/Bimasena tetapi ukurannya kecil, itu adalah Guru dan Tuhan
Allah dari
Werkudara, lebih jelasnya Tuhan Allahnya semua manusia, yaitu yang
berwujud
seperti dirinya sendiri dengan ukuran yang kecil. Mengenai hal ini
Darmawasita
memberikan penjelasan bahwa pendapat seperti itu salah, tidak hanya
mengenai
besarkecilnya
(ukurannya) saja tetapi karena dianggap Tuhan Allah, kalau begitu
kan Tuhan Allah itu banyak, bisa lakilaki
bisa perempuan. Dewa Ruci itu adalah
peralihan/perubahan wujud dari Naga Tasik, padahal Naga Tasik adalah
musuh
dari Werkudara, buktinya mereka saling berkelahi. Kalau musuh, berubah
seribu
wujud (apa saja) tetap musuh, dan selalu membawa budi pekerti/karakter
musuh. Kalau itu dianggap Tuhan Allah kok berkelahi, tentu saja sifat Tuhan
Allah
itu hanya cinta kasih dan selalu memberi pertolongan. Tuhan Allah itu hanya
satu,
Allah itu Maha Esa. Allahnya orang sedunia (umat manusia) itu ya hanya
satu,
tidak berbedabeda,
dan tidak ada yang lain, kenyataanNya hanya suksma suci
Resi Bratanirmaya. Setelah itu Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo
memerintahkan kalau mengadakan pagelaran wayang kulit agar diiringi
(menggunakan) dua jenis musik yaitu gamelan dan drum (musik band),
demikian pula setelah selesai garagara
(episode dalam ceritera wayang, dimana
para punakawan/Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bercanda dan
bertingkah
lucu) berhenti dulu pagelarannya dan semua orang yang ada makan
bersama,
setelah itu baru pagelaran dilanjutkan lagi. Perintah tersebut dilaksanakan;
para
murid Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo pada bertanyatanya
dalam
hati:”Akan ada kejadian apa ini?”. Hal itu akhirnya dapat diketahui setelah
terlaksananya Konferensi Meja Bundar (KMB), perjanjian perdamaian antara
Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Indonesia yang berlangsung selama
beberapa hari. Setelah itu Beliau memberikan perintah lagi yaitu kalau
mengadakan pagelaran wayang kulit agar melantunkan gendhing
emplekemplek
ketepu pada saat keluarnya sahabat Resi Bratanirmaya yang bernama
Bratararas, Bratanirlolka dan Bratatriloka, kemudian dilanjutkan gending:
"re, re,
re, nandur pare, marambat ngetan parane."(terjemahan: re, re, re,
menanam
pare merambat ke arah timur). Ketika ada salah seorang murid yang
bertanya
mengenai maksudknya, Beliau menjawab:”Pare itu baik pohonnya, daunnya,
bunganya bahkan buahnyapun semua pahit rasanya, dimasak apapun
rasanya
tetap pahit, meskipun pahitnya berkurang tapi tidak seberapa, meskipun
demikian
ada orang yang sangat suka, hatihati
lho carilah (mohonlah kepada Tuhan Allah
supaya bertemu dengan) Juru Selamat, akan merambat ke arah timur lho!”
Apa
yang dikatakan Beliau terjadi, tidak lama kemudian timbul pemberontakan
426
Batalion Munawar, Darul Islam muncul di Jawa Tengah yang akhirnya dapat
diatasi dan dihentikan, karena memang sudah diketahui bahwa tidak ada
pohon
pare yang merambatrambat
hingga memenuhi halaman.
***A***
BAB XV
PEMBANGUNAN ASTANA WAJA DAN BALE SUCI PRANSOEH
1. Ketika Panutan sedang duduk di hadapan para siswaNya yang banyak
sekali
jumlahnya, Beliau berkata demikian:”Saya ini sudah sangat tua lho, nanti
tanggal
30 September 1953 umur Saya sudah genap 85 tahun, ibumu juga sudah
enam
puluhan tahun umurnya, kalau tidak salah perhitungan, pada tanggal
tersebut
Saya sudah menjadi Carik Desa selama 56 tahun”. Mendengar perkataan
seperti
itu, para murid yang sangat dekat dengan Beliau sudah mengerti apa yang
dikehendakiNya,
oleh karena itu setelah selesai pertemuan (Jawa: pisowanan)
tersebut, maka beberapa hari kemudian, para murid mengadakan
musyawarah
yang menghasilkan kesepakatan yang merupakan keputusan dari
kelompok/organisasi, yaitu segera melaksanakan dan memulai
pembangunan
makam Rama Panutan dan Ibu (isteri Rps. Sastrosoewignjo), yang
direncanakan
pelaksanaan peletakan batu pertama pada hari Rabu Pahing, tanggal 30
September 1953, yaitu pada perayaaan hari kelahiran/ulang tahun Rama
Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo yang ke 85 (delapan puluh lima), yang dalam istilah
bahasa Jawanya disebut tumbuk yuswa 85 tahun. Artinya tumbuk disini
adalah
bahwa baik hari (Rabu), pasaran (Pahing) dan tanggal (30) serta bulan
(September) di tahun 1953 tersebut sama dengan hari, pasaran, tanggal
dan
bulan saat Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo lahir di tahun 1868. Karena
tumbuk yuswa itu hanya terjadi satu kali selama hidup, serta bersamaan
dengan
keperluan memulai pembangunan makam Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
dan ibu, maka direncanakan untuk mengadakan perayaan yang agak
besarbesaran,
yaitu menyelenggarakan pentas wayang kulit dengan mengundang para
pejabat tinggi dan semua teman dekat dan kenalan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, sedangkan segala keperluan disediakan dari gotongroyong
para
murid, dan rumah Beliau dimohon untuk dijadikan tempat perayaan. Segala
rencana tersebut disampaikan kepada Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang
semua itu berkenan di hati Beliau dan menyetujuinya, dan Beliau bersedia
membantu apa saja yang diperlukan, bahkan tanah untuk membangun
makam
dan Bale Suci PranSoeh
diberikan sekalian, yaitu tanah sawah milik Beliau.
2. Sawah yang akan menjadi tempat makam Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo dan Bale Suci PranSoeh
tersebut terdapat genangan air (telaga
kecil) dan beberapa gundukan tanah, yang oleh Rama Panutan telaga kecil
tadi
dinamai Tlaga Maharda (telaga nafsu maha besar) tentu saja diselaraskan
dengan keadaan telaga tadi di alam Kasuksman. Sedang yang dimaksudkan
dengan tlaga maharda/mahaharda
itu berarti hawa nafsu yang besar,
induknya hawa nafsu, yaitu Wahyu Sejatining Putri/Wahyu Sejatining
Kakung,
yang juga merupakan hawa nafsu Panutan. Telaga tadi menjadi tempat
bersemayamnya hawa nafsu, karena meskipun hanya berupa telaga kecil,
tetapi
kalau di Alam Halus/Alam Kasuksman telaga tersebut terlihat sebagai lautan
yang
luas yang tak bertepi, yang juga merupakan laut Pantai Selatan, disebut
juga
Samudera Mati (Jawa: laya) yaitu yang menjadi wahana (sarana prasarana)
Alam Maut. Tlaga Maharda itulah yang menjadi tempat kerajaannya segala
jenis
jin/makhluk halus, yang juga menjadi tempat manusia yang mati penasaran
(tidak
bisa kembali kepada asalnya/Tuhan Yang Maha Esa). Tlaga Maharda diurug
untuk dijadikan makam dan Bale Suci PranSoeh;
Hal itu mengandung arti
menekan/mengendalikan
gejolaknya hawa nafsu, berupaya selalu menjaga dan
melaksanakan perilaku yang suci agar dapat menyatu kepada Tuhan Yang
Maha
Esa (kembali ke asalnya) melalui perantaraan Panutan. Makam Rama
Panutan
disebut Astana Waja (Istana Baja) yang mengandung arti makam yang kuat,
yang dapat menjadi Pusaka (warisan yang sangat berharga) yang dapat
diturunkan ke anakcucucicit
dan seterusnya. Sedangkan Bale Suci PranSoeh,
yang nama lengkapnya sebenarnya adalah "Ba le Suci Agung Ge dhong
P ra nSoe
h Tla ga Maharda", dengan kata Agung dimaksudkan karena
disitulah tempat sebesarbesarnya
kesucian, yaitu tempat tinggal dan
berkumpulnya para manusia yang dapat mati sempurna. Tla ga Maharda
diikut sertakan sebagai nama, karena kenyataan dari lahir sampai kenyataan
batin, Ba le Suci Agung Ge dhong P ra nSoe
h itu tempatnya di atas urugan
dari Tla ga Maharda.
3. Semua yang direncanakan dapat terlaksana secara memuaskan, rumah
Panutan sampai dengan Tla ga Maharda yang terletak di sebelah utaranya,
dihias dengan berbagai macam hiasan. Para tamu dari pejabat tinggi
pemerintah
setempat, para wartawan/pers, tamu dari Universitas Gajah Mada yang
diwakili
oleh Prof. Djojodiguno dan para mahasiswanya, juga banyak tamutamu
lainnya
yang hadir. Muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo banyak
berdatangan tiada henti yang membuat banyak orang takjub/heran.
Perayaan
dimulai dengan acara sembahyangan/ doa, penjelasanpenjelasan
dari S.M.H.
Sirwoko, panembrama yang menyanyikan gen dhing Tri Pusara Mudha,
pemaparan sejarah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo oleh Darmowasito,
menyampaikan pujian Puji Langgeng, setelah itu dilanjutkan dengan
pagelaran
wayang kulit dengan lakon/judul Lahirnya "Bambang Gunung Rama
PranSoeh"
yang menceriterakan lahirNya Rama Panutan/Raden Gunung yang dalam
ceritera
pewayangan Raden diganti dengan Bambang. Hal itu terlaksana pada hari
Selasa
Legi malam tanggal 29 September 1953. Hari berikutnya yaitu hari Rabu
Pahing,
tanggal 30 September 1953, Rama Panutan dan Ibu dihantar oleh para
ketua
kelompok/organisasi, yaitu para murid Panutan dan para tamu serta
anakcucu
menuju ke Tlaga Maharda. Setelah selesai acara sembahyangan, Panutan
melakukan peletakan batu pertama, didahului dengan melakukan
semedi/meditasi
lebih dahulu, untuk mengawali pembangunan makam Astana Waja,
diteruskan
oleh muridmurid
terdekat bergantian hingga akhirnya diserahkan kepada
pelaksana pembangunan. Jangan sampai disalahartikan
mengenai arti pentingnya
Panutan melakukan sendiri peletakan batu pertama untuk memulai
pembangunan
Astana Waja, makam yang akan dipakaiNya sendiri, karena kalau dipikir
secara
dangkal malah menjadi kurang wajar; Agar diingat bahwa arti pentingnya
Astana
Waja bukan hanya sekedar sebagai tempat Panutan dan ibu disemayamkan
nantinya, namun yang paling penting adalah sebagai pusaka (warisan yang
sangat berharga/penting) bagi dunia/jagad raya, lebihlebih
bagi anakcucu
dan
muridmuridNya.
Maka peletakan batu pertama yang dilaksanakan sendiri oleh
Panutan berarti Panutan memberikan pusaka/jimat kepada kita semua.
Sesuai
dengan acara yang sudah disusun, setelah itu sebenarnya Panutan akan
memberikan sambutan, tetapi setelah melihat para murid yang sedemikian
banyaknya (ribuan jumlahnya), Beliau mengangis tersedu tidak bisa bicara,
padahal sesuai adat kebiasaan Beliau, kalau bicara bisa berjamjam,
mengenai
sasaranNya, relevan, mencakup segala hal, sedangkan pada saat
berhadapan
dengan Presiden landraad sekalipun tidak pernah grogi. Panutan sampai
tidak
bisa bicara tersebut dikarenakan Beliau ingat pada semua peristiwa yang
sudah
berlalu dan sudah mengetahui peristiwaperistiwa
yang akan terjadi di masa
depan. Melihat keadaan itu, para anakcucu
dan muridmurid
Panutan pada
meneteskan air mata, terlebih bila mengingat bahwa Panutan dan ibu sudah
lanjut
usia bahkan makamNyapun sudah disediakan. S.M.H. Sirwoko diperintahkan
untuk mewakili Panutan memberikan kata sambutan, yang pada prinsipnya
Panutan sangat berterima kasih menerima cinta kasih dari para muridNya
yang
mau membuatkan tempat/makam Beliau. Panutan akan berusaha membalas
cinta
kasih anakcucu/
para murid. Sambutan/kalimat yang demikian itu membuat sedih
para murid karena mereka menyadari bahwa mereka belum bisa membalas
dan
belum dapat berbuat sesuatu (pengorbanan) yang seimbang dengan cinta
kasih
lahir dan batin yang diberikan Panutan kepada mereka. Selanjutnya,
Darmawasita
mewakili para murid dan anak cucu menyampaikan terima kasih kepada
Panutan,
serta menyerahkan dua vulpen kepada S.M.H. Sirwoko dan Martosudarsono
sebagai tanda pengharapan agar buku pedoman mengenai Ilmu Tuhan Allah
Tiga
Perangkat dapat segera terwujud, agar dapat ditandatangani
oleh Panutan.
4. Peristiwa perayaan tersebut tersebar luas kemanamana
yang membuat
semakin mantap keyakinan para murid dan juga semakin bertambah banyak
jumlahnya, sebaliknya juga terjadi semakin banyaknya penelitian yang
dilakukan
oleh berbagai pihak. Semakin banyak jumlah murid berarti menambah
semakin
banyaknya kerepotan ibu (isteri Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo), karena
setiap ada para murid yang menghadap Panutan, berapapun jumlahnya,
selalu
diberi makan. Panutan sering berkata:”Saya dapat menyebarluaskan Ilmu
Tuhan
Allah Tiga Perangkat ini, sampai sedemikian banyak/luasnya, kuat
menyebarluaskan kesucian, itu karena kesetiaan ibumu yang selalu sanggup
Saya
ajak mengurus anakcucu
(para murid) yang ribuan banyaknya dari dulu sampai
sekarang!.” Memang ibu mempunyai pemikiran dan sikap/karakter yang
berbudi,
karena memikirkan anakcucu
(para murid) dibelabelain
dengan berdagang dan
sangat berhatihati
menggunakan uang hasil panen. Oleh karena itu dalam cerita
pewayangan dengan lakon/judul Bratalaya jan ji (karangan S.M.H.Sirwoko
yang
sudah diperiksa dan diperkenankan oleh Panutan), nama ibu diganti dengan
Sri
Siwengsih, yang mengandung arti Sri yang mencintai siwi (anak). Yang
sangat
mengherankan, kadangkadang
ibu itu sering menyangkal (tidak mengakui)
peristiwa yang dialami Panutan yang dipilih oleh Tuhan Allah untuk
menyebarluaskan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat (nimbulake lakon
nengahi
para lakon). Hal tersebut memang ada hubungannya
dengan kodrat batin,
tetapi karena semua yang dikatakan Panutan semua terbukti, tidak ada yang
meleset/tidak terjadi, maka penyangkalan tersebut semakin lama semakin
berkurang yang pada akhirnya ibu menjadi setia dan percaya kepada
Panutan.
***A***
BAB XVI
GUNUNGKIDUL DILANDA KEGELAPAN
1. Gunungkidul yang sering mendapat pujian dari Panutan, waktu itu dilanda
kegelapan, daerah tersebut dilanda paceklik (kekurangan pangan) karena
pertanian gagal tidak bisa panen, tanaman diserang hama, kekurangan air
dan
keadaan buruk lainnya. Dampak dari kekurangan pangan tersebut
mengakibatkan para murid Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo banyak yang
lupa akan kewajibannya berorganisasi/mengurus perkumpulan, karena
mereka lebih berkonsentrasi mencari makan untuk bertahan hidup, keadaan
itu
semakin menambah gelapnya pikiran dan akal budi mereka. Para murid
yang
mengikuti pertemuan/ikut hadir berkumpul semakin berkurang jumlahnya,
mereka kurang bersemangat untuk menyampaikan ayat (mimpi) yang
mereka
terima kepada para penyuluh untuk diteliti. Sedikit sekali/tersendatsendat
tambahnya kataman (perayaan sebagai ucapan syukur karena seorang
murid
telah berhasil mencapai katam) yang dilaksanakan. Untuk menggugah
semangat para murid yang dilanda kegelapan dalam batinnya, Panutan
memberi berbagai macam tumbal. Panutan minta burung perkutut dari
daerah
Trawana, bagaimanapun keadaannya dan berapapun harga burung tersebut
supaya dibeli. Atmawiharja dan Darmajadisastra segera mencari burung
tersebut.
Karena kasih dan kuasaNya, maka hal yang tidak terpikirkanpun terjadi
yaitu
ada orang yang sudah tua umurnya membawa burung perkutut dan mau
menjual dengan harga murah, maka setelah burung tersebut dibeli segera
dibawa ke hadapan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di desa Jagalan,
Muntilan. Sedangkan makna berdasarkan penelitian di alam batin/alam
halus,
desa Trawana saat itu menjadi pusat jin/makhluk halus yang berada di
Gunungkidul. Panutan memerintahkan agar para penganut (muridmuridNya)
mengadakan pertemuan yang dimulai dari Semanu berpindahpindah
sambil
mementaskan musik gamelan (klenengan dan gegerongan) dengan alat
musik yang tidak lengkap yaitu tanpa Gong. Yang diperintahkan untuk main
alat musik Gendang diawali oleh Sastropuro, yang untuk selanjutnya boleh
dimainkan oleh siapa saja. Sedangkan murid yang harus ada/hadir dalam
pertemuan tersebut adalah Nyi. Karyasukarwa, Dibyapuspita (beliaubeliau
adalah ibu dan adik S.M.H.Sirwoko) dan Nyi Kartahudaya (ibu dari
Sastropura).
Lagu/gending yang utama/pokok untuk dinyanyikan adalah Srikaloka
dengan
sisipan (sahutsahutan)
lagu leh olehe lontong. Untuk seterusnya dapat
dilanjutkan dengan lagu/gending yang lain seperti Sriwidada dan Lombo
Elingeling
yang diawali (intro) Sinom Logondang. Setiap mengadakan
pertemuan demikian itu, Darmawasita diperintahkan untuk selalu hadir
menunggui. Perlu diketahui bahwa lagu sisipan leh olehe lontong
mengandung
pengertian kerohanian (kasuksman) yang sangat dalam yaitu yang disebut
mati
sempurna itu kalau sudah bisa melepaskan lontongnya atau bungkusnya,
bungkus dari suksma yang adalah hawa nafsu/nyawa, jadi maksudnya
adalah
suksma dapat melepaskan diri dari Hawa Nafsu/Nyawa dan meninggalkan
Hawa
Nafsu/Nyawa di Alam Antara. Semakin sedih hati Panutan setelah
menyaksikan
banyaknya Suksma/Roh Halus muridmurid
wanitaNya di Gunungkidul yang
terpikat dan dikuasasi makhluk halus/jin dan dimasukkan ke dalam Goa
tempat
kawah di gununggunung
dan hampir ditutup dengan batu. Oleh karena itu
Panutan segera pergi ke Gunungkidul disertai oleh Ong Sioe Gien langsung
menuju ke rumah anakNya di desa Jeruk. Panutan ingat pengorbanan
muridmurid
wanitaNya yang menjadikan suami mereka dapat bersikap setia dan
dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik, selama isteri mereka
mendukung/membantu secara lahir maupun batin, dari segi kelahiran yaitu
membantu menyumbangkan harta benda dan dari segi batin mereka merasa
ikhlas menderita apa saja karena ditinggalkan suami mereka melaksanakan
tugas kewajiban menyebarkan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat. Mengenai
hal
tersebut, Panutan ingat akan pengorbanan isteriNya, oleh karena itu cinta
kasih
Beliau kepada anakcucu,
para muridNya, tidak membedabedakan
antara
murid wanita dan murid lakilaki.
Untuk tumbal agar dapat melepaskan muridmurid
wanitaNya dari cengkeraman jin/makhluk halus, Panutan membawa dan
memegang tongkat milikNya, memerintahkan kepada para murid wanitaNya
supaya berpegangan pada ujung dari tongkat tersebut dan muridmurid
wanita
lainnya pada memegang tangan murid yang berpegangan pada ujung
tongkat
tersebut. Panutan mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh SMH
Sirwoko, mewakili para murid wanitaNya tersebut. Sesudah itu, sambil
menangis karena ingat apa yang disaksikan dalam mimpiNya dan merasa
bersyukur dan beruntung karena hal tersebut ketahuan oleh Beliau:”Disini
ini
kan bukan desa Trawana?”. Dijawab oleh SMH Sirwoko:”Bukan, Ini bukan
desa
Trawana, melainkan desa Semanu!” Panutan berkata:”Ya, sekarang pada
keluar
dari sana, ayo saya pandu/tuntun dengan tongkatKu!” Setelah tumbal
(syarat)
tersebut dilaksanakan, kemudian Panutan menjelaskan berbagai macam hal
yaitu bahwa Jin/Makhluk Halus itu memang pandai sekali
memikat/menggoda
hati manusia, yaitu dengan berbagai cara yang rumit (complicated) hingga
manusia tidak menyadari bahwa ia telah tergoda oleh bujukan Jin. Manusia
yang terbujuk oleh rayuan Jin tersebut biasanya ditempatkan di kayubatu,
di
goagoa,
di tepian jurang, di rumahrumah
yang tanpa tiang, dan lain
sebagainya. Bagi orang yang tidak mengerti tentang kerohanian/batin, dan
pengetahuannya hanya terbatas pada yang bisa ditangkap oleh pancaindera
(indera badan fisik/raga) saja, maka hal tumbal sebagaimana dilaksanakan
oleh Panutan tersebut hanya dianggap/dipandang seperti anakanak
yang
sedang bermain saja yang melakukan halhal
yang aneh dan tidak masuk akal.
Tetapi bagi orang yang sudah sangat paham akan kerohanian (dunia roh), ia
yakin bahwa apa yang disaksikan di alam roh/alam mimpi/alam sasmita
maya, itu pasti akan terjadi selama tidak ada usaha untuk
menghindarinya/menggagalkannya. Juga, sebenarnya ada tanda/indikator
mana yang bisa dihindari/digagalkan dan mana yang tidak, yaitu bagi orang
yang sudah katam (orang yang sudah bertemu dan menyaksikan Ilmu
Tuhan
Allah Tiga Perangkat), orang yang sedang terang akal budinya (karena
dilingkupi Cahaya Tuhan), bisa menyaksikan dan mengetahui dimana calon
tempat tinggal di masa yang akan datang bagi Suksma orang yang saat ini
masih hidup di dunia.
2. Setelah selesainya perayaan ulang tahun ke85,
dan sedang memulai
pembangunan Astana Waja, Panutan sering berkata:”Kalau seperti ini,
mending
Saya tidak menerima perintah Tuhan Allah, perintah tahun ini hanya selalu
mengecewakanKu terus menerus. Tetapi kalau Saya pikirpikir,
apalagi kalau
tidak mengetahui perintah Tuhan lebih dahulu pasti akan lebih besar lagi
kecewa Saya; jadi lebih baik mengetahui perintah Tuhan lebih dahulu
daripada
tidak!”. Muridmurid
Panutan jarang yang mengerti apa maksud perkataan
Panutan tadi. Tidak lama setelah itu, menantu Panutan yaitu isteri dari R.
Yasir
meninggal dunia, pasti saja hal itu mengejutkan para murid Panutan. Tidak
lama kemudian cucu Beliau yaitu anak dari Martaasmara juga meninggal
dunia. Rama Panutan dan Ibu (isteri Panutan) pergi ke Gunungkidul dan
tinggal untuk sementara waktu disana, Dalam pembicaraan Beliau terungkap
bahwa sepertinya Beliau tidak mau menerima perintah Tuhan. Anakcucu
(para
murid) yang menghadap yang sudah katam dapat menangkap makna dari
situasi itu, yaitu masih ada halhal
lain yang membuat Panutan sedih,
mengingat/menandai perkataan Beliau yang lalu dihubungkan dengan
kejadiankejadian
yang dialami sesudahnya:”Apalagi yang akan terjadi?” Prasangka akan
terjadinya hal yang buruk tersebut memunculkan rasa sedih bagi
muridmurid
Panutan. Menjelang kembalinya Panutan ke rumahNya di desa Jagalan,
Muntilan, SMH Sirwoko mempunyai seekor burung perkutut yang suaranya
sangat bagus, demikian juga Martosoewito mempunyai dua ekor burung
pekutut yang tidak mengecewakan, semuanya diberikan kepada Panutan
untuk
menghibur hati. Panutan bersabda sebagai berikut:”Nabi Sulaeman,
demikian
juga Prabu Angling Darma, semuanya dapat mengerti dan berbicara dengan
para hewan. Dalam buku Layang Menak menyebutkan bahwa Nabi
Muhammad
dapat berbicara dengan Gunung Kud, demikian juga Madalam Buku Pustaka
Raja Purwa, Sunan Kalijaga dapat berbicara dengan Tugu Baja. AnakcucuKu,
muridmuridKu
harus bisa berbicara dengan burung perkutut ini. Makanya Aku
ikut saja pada Darmawasita, dari tiga burung ini, burung yang mana yang
harus saya bawa, yang mau ikut Saya, besok Saya pulang jam sembilan
pagi.
Meskipun para murid yang sudah katam sudah mengalami berbagai macam
ujian dari Beliau, contohnya: disuruh menanyai batu kerikil yang sudah
dipandang dan dibawa oleh Panutan dan lain sebagainya, ujian untuk
berbicara
dengan ketiga burung perkutut tersebut dirasa berat oleh Darmawasita,
karena
ujian tersebut diberikan secara mendadak dan waktunyapun hanya semalam
sudah harus mendapat jawaban, padahal bagi orang katam yang diuji
biasanya
waktunya tidak terbatas, sampai mendapat jawaban, meskipun harus
berbulanbulan
lamanya. Karena kemurahan Tuhan Allah, Darmawasita mendapat
jawaban yang sangat jelas yaitu burung perkutut SMH Sirwoko yang harus
dibawa oleh Panutan sebab burung tersebut memang milik Beliau, hal ini
ada
hubungannya dengan saat SMH Sirwoko memohonkan kesembuhan anaknya
yang bernama Susatsi kepada Panutan. Saat itu, Susatsi yang tinggal di
Jakarta menderita sakit parah/kritis, yang mana dokterdokter
sudah tidak
sanggup untuk mengobatinya. Sedangkan salah satu burung perkutut milik
Martosoewito dibawa boleh, kalau tidakpun, juga tidak apaapa,
tapi lebih baik
dibawa saja agar yang memberi lega hatinya. Tetapi burung perkutut milik
Martosoewito yang lain tidak boleh dibawa dan harus ditinggal karena tidak
kuat menjadi milik/kesayangan Panutan. Mimpi yang diterima Darmawasita
yang merupakan perintah dari Tuhan Allah tersebut kemudian disampaikan
kepada Panutan dan berkenan di hatiNya, karena sebelum memberi perintah
Beliau sudah tahu jawabannya dan perintah tersebut hanya untuk
menggugah/memberi semangat agar lebih jelas lagi pengetahuan muridNya
tentang kemakrifatan.
3. Sekitar dua bulan setelah peristiwa itu, Ibu (isteri Panutan) mengalami
sakit
pinggang seperti keseleo/terkilir, sehingga seharian Ibu hanya tiduran saja.
Para
ahli pijat/dukun pijat dan ahli kesehatan banyak didatangkan untuk
mengobati
Ibu, tetapi semuanya tidak ada yang dapat menyembuhkan Ibu. Panutan
sendiri mengatakan memang Ibu sedang menerima hukuman dari Tuhan
Allah,
hanya yang mengherankan, Ibu terkadang untuk sementara waktu sembuh
dari
sakitnya setelah memohon pengampunan kepada Tuhan Allah dengan
bimbingan Panutan. Sakit Ibu tersebut berlangsung berbulanbulan
lamanya
yang tentu saja membuat lengang dan sepinya keadaan rumah Panutan,
berkurang suasana gembira tidak seperti biasanya, namun para murid
(anakcucu)
banyak yang berkunjung untuk menjenguk Ibu yang sedang sakit dan ada
juga yang memohon berbagai macam pertolongan kepada Panutan, tidak
ada
hentinya, yang mana semua itu diterima dengan senang hati dan lapang
dada.
Yang dangkal pemahamannya sering mempertanyakan karena tidak
percaya:
isteriNya sendiri sakit tidak sembuhsembuh,
kok malah memberi pertolongan
kepada orang lain. Orang yang berpikiran seperti itu karena ia tidak tahu
mana
yang sudah menjadi kodrat Tuhan Yang Maha Kuasa (Tuhan Allah), mana
yang
merupakan perbuatan (begalan/rampokan) jin/ijajil, mana yang sudah tidak
dapat di ubah/diperbaiki, dan mana yang masih bisa diubah/diupayakan.
Karena Ibu hanya sakit pinggang saja, maka terkadang Ibu sembuh (tidak
merasa sakit), sehingga untuk sementara waktu dapat berjalanjalan
dan
menemui para tamu dan murid Panutan.
4. Pada saat itu sudah tiba saatnya memulai perletakan batu pertama
pembangunan Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh
Tlaga Maharda,
karena pembangunan Astana Waja sudah hampir selesai tinggal
menghaluskan saja (finishing). Untuk acara peletakan batu pertama
direncanakan akan diadakan upacara kecilkecilan
saja secara sederhana yang
dirasa memadai, lebihlebih
kalau mengingat Panutan baru saja kehilangan
menantu dan cucuNya, apalagi Ibu sendiri sedang sakit. Pada saat tiba
waktunya mengadakan upacara peletakan batu pertama, malam
sebelumnya
diadakan tirakatan, para murid begadang di Tlaga Maharda, pagi harinya
Panutan sendirian, tidak didampingi ibu karena ibu sedang sakit, diikuti oleh
para murid yang terdekat, para pemuda dan sebagainya, diantar ke Tlaga
Maharda. Peletakan batu pertama dilakukan
oleh SMH Sirwoko dan
Martaradana sebagaimana diperintahkan oleh Panutan, yang harus
mengenakan pakaian adat Jawa Mataraman (pakaian adat Yogyakarta),
sedangkan Panutan sendiri mengenakan ikat kepala yang dihias kain yang
melintang (dhestar caplangan) yang masih baru, mengenakan jas tutup
warna hitam, memakai kain dan menyelipkan keris yang dihias dengan
untaian
bunga melati yang diujungnya diakhiri dengan bunga kanthil. Hal ini yang
menjadikan tanda tanya dalam hati bagi para murid yang melihatnya.
Setelah
upacara peletakan batu pertama selesai, SMH Sirwoko yang menghadap
Panutan dengan disertai tangis memohon kepada Panutan dengan suara
gemetar agar Panutan memohonkan kepada Tuhan Allah dengan kuasaNya,
agar segera menyembuhkan ibu dan agar Bale Suci Agung Gedhong
PranSoeh
Tlaga Maharda memberikan manfaat bagi dunia, jagad Raya, khususnya
bagi
anakcucu,
muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
5. Panutan memberikan perintah agar Astana Waja segera diselesaikan,
tentu
saja perintah tersebut segera dilaksanakan hingga Astana Waja selesai
dengan
sempurna seratus persen. Pembangunan Astana Waja terlaksana karena
gotong
royong, sumbangsih dan darma bakti para murid Panutan yang dilakukan
dengan ikhlas menurut kemampuan, ketrampilan sesuai dengan kekuatan
masingmasing
orang. Ada yang mengumpulkan batu kerikil, ada yang
mengusung membawa pasir, ada yang memecah belah batu, ada yang
menumbuk halus batu bata, yang semua itu dilakukan baik oleh para
pemuda
maupun orang tua, baik oleh lakilaki
maupun perempuan dengan hati yang
tulus dan ikhlas lahir dan batin. Semua murid merasa beruntung karena
memperoleh kesempatan untuk ikut berpartisipasi membangun warisan,
tinggalan (petilasan) yang sangat besar manfaatnya bagi anak
cucu/keturunan
di belakang hari kemudian. Keadaan sakit ibu semakin parah yang membuat
anakcucu,
muridmurid
Panutan sedih hatinya. Tekad anakanak
Panutan, agar
ibu dirawat dengan sebaikbaiknya
dan semestinya menurut tata cara
pengetahuan kedokteran yang sempurna, sehingga ibu dirawat inap di
Rumah
Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Untuk membuat puas dan lega hati
anakanakNya
dan agar tidak dinilai bahwa Panutan tidak menghargai Ilmu
Pengetahuan yang bersifat fisik (Ilmu Kedokteran), maka Panutan
mengijinkan
sehingga akhirnya ibu dibawa ke Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta untuk
menjalani rawat inap selama beberapa waktu. Setelah beberapa waktu
ternyata
tidak ada perkembangan membaik (sakit ibu tidak berkurang), maka
kemudian
ibu dibawa pulang kembali ke rumah di desa Jagalan Muntilan untuk dirawat
seperti biasanya. Pada hari Kamis Legi, tanggal 23 Desember 1954, jam
13:00
ibu meninggal dunia, dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Seketika kabar
tersebut tersebar luas kepada anak cucu, para murid panutan, lebihlebih
kepada sanak saudara, handai taulan, kenalankenalan
dan sebagainya.
Jenazah segera ditangani, ya, mulai saat inilah Panutan memerintahkan
untuk
mengubah peraturan penanganan jenazah, yaitu mengenai: posisi
pengaturan
tangan jenazah, mengenai bungkus dan apa saja yang dipakai/dikenakan
oleh
jenazah, serta panjangnya batu nisan. Penanganan jenazah ibu tidak
mengecewakan, setelah jenazah dimandikan kemudian dikenakan pakaian
yang
menjadi kesukaan ibu pada saat masih hidup, dibungkus dengan kain putih
rangkap sembilan selanjutnya dimasukkan dalam peti mati yang dihias
dengan
hiasan bunga yang sangat indah. Panutan selalu menangis terus, lebihlebih
bila ada muridmurid
terdekatNya yang datang menghadap Beliau, membuat
para murid juga merasa sedih dan ikut menangis. Yang dapat menyiram
kesedihan Panutan sehingga lega perasaanNya adalah pada saat Beliau
melihat
begitu banyaknya anakcucu,
muridmurid
Panutan yang datang melayat ikut
berbela sungkawa atas meninggalnya ibu, sehingga secara spontan Beliau
berkata:”Sedemikian besarnya cinta kasih anakcucu,
muridmuridKu
kepada
ibunya, ya, memang ia adalah ibunya yang biasa mengurus mereka, kalau
Saya
besuk malah belum tentu!” Setelah upacara sembahyangan, SMH Sirwoko
kemudian berpidato beberapa saat lamanya. Jenazah kemudian diangkat
oleh
putraputra
Panutan dan diterima oleh para ketua/sesepuh organisasi serta
diberangkatkan ke Astana Waja, yang berjalan tertib dan teratur. Barisan
paling
depan adalah barisan para pemudi yang membawa rangkaian bunga,
demikian
juga di sebelah kanan kiri jenazah. Di belakang jenazah adalah barisan
putraputri
dan kerabat Panutan, para ketua/sesepuh organisasi, para pemuda dan
para murid Panutan yang jumlahnya banyak sekali, ikut mengantarkan
jenazah
sampai di tempat pemakaman. Setelah jenazah dimakamkan, kecuali yang
tinggal untuk tuguran (begadang sambil berdoa, berjaga), yang lainnya
pada
pulang kembali ke rumah masingmasing
dengan hati yang berat dan sedih
merasa kehilangan, karena ibu sudah tiada dipanggil oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Pada hari Sugengan ibu, banyak juga anak cucu, muridmurid
Panutan
yang hadir, dan pada hari itu dipasanglah batu nisan ibu yang bertingkat
sembilan. Ibu memang besar sekali/banyak sekali sumbangsih, bantuan dan
pengorbanannya untuk ikut mendukung dan membantu penyebaran Ilmu
Tuhan
Allah Tiga Perangkat.
6. Pemerintah Pusat membentuk Panitia Penyelidikan Aliran Kepercayaan
Masyarakat yang disingkat Panitia Pakem yang lebih berfokus pada halhal
yang
berhubungan dengan keyakinan/kepercayaan/kasuksman, oleh karena itu
Panutan tanpa sungkansungkan
memberikan keterangan apa adanya. Hal ini
terbukti pada saat Beliau berbicara tentang kerohanian. Panutan
mengatakan
demikian:”Mengenai rohani, dunia tidak ada yang melihat/mengerti
kenyataan
rohani, demikian juga tentang kenyataan Tuhan Allah, kecuali muridmurid
Saya. Kalau perkataan saya ini tidak benar, Saya bersedia dipotongpotong
leher Saya!” Sudah menjadi dasar kepribadianNya, Panutan selalu
menghargai
siapa saja yang memang benarbenar
menghargai Beliau, tetapi sebaliknya bila
menyepelekan Beliau, siapapun juga akan disepelekan oleh Beliau, apalagi
kalau
punya keberanian tidak pernah disisakan. Beliau sering memerintahkan
demikian:”MuridmuridKu,
kalau berani jangan takut, jadi tidak terbebani oleh
rasa sungkan, tetapi kalau takut jangan berani agar supaya selamat!”.
Ketika
para tamu memuji betapa bagusnya Astana Waja (makam yang disediakan
untukNya), yang menyatakan bahwa Nabi, Wali maupun raja sekalipun
belum
tentu punya makam sebagus Astana Waja, Panutan menjawab:”Lha... Orang
Saya, katanya Saya ini Sastrosoewignjo, Carik Desa Jagalan!” Setelah
Panutan
ditanyai berbagai macam hal, Beliau mempersilahkan Panitia Pakem untuk
menanyakan halhal
lainnya kepada SMH Sirwoko dan temantemannya
di
Gunungkidul. Benar juga, dua hari setelah kejadian ini, bertempat di
Pendopo
Kabupaten Gunungkidul, rombongan Panitia Pakem yang didampingi oleh
wakil
dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten
Gunungkidul mengadakan pertemuan dengan SMH Sirwoko, Darmawasita,
Sastropuro dan Amrinta. Wawancara berlangsung sekitar empat jam,
penjelasan dan jawaban disampaikan oleh SMH Sirwoko dan Darmawasita.
Tidak lama setelah itu, serombongan dari Kepolisian Negara RI Pusat tanpa
memberitahu terlebih dahulu datang ke rumah Panutan di desa Jagalan,
Muntilan, padahal Panutan sedang tidak ada di rumah sehingga tidak dapat
menemui. Karena menyatakan bahwa besuk paginya akan kembali
berkunjung
ke Jagalan, maka setelah tiba di rumah pada malam harinya, Panutan
memanggil dengan telpon interlokal kepada Darmawasita dan
temantemannya.
Besuk pada pagi harinya, Darmawasita, Martosudarsono dan Martosoewito
menghadap Panutan, dan terlaksana menemui rombongan dari Kepolisian
Negara RI, Jakarta. Untuk selanjutnya apa yang diperlukan dapat dipenuhi.
***A***
BAB XVII
PERINTAH MELAKSANAKAN TUMBAL DAN SYARATSYARAT
1. Sepeninggal ibu, Panutan selalu mohon kepada Tuhan Allah dengan
sepenuh
hati dan segenap jiwa (Jawa: nggrantes), bertapabrata
diam di rumah, agar
Suksma ibu dapat segera kembali ke Alam Kesempurnaan (menyatu dengan
Tuhan Allah). Panutan sering bersabda bahwa mencintai anakisteri
itu harus
sampai ke dasar lubuk hati yang paling dalam (menembus sampai ke Alam
Halus). Suami/isteri yang dari pemberian (atas kehendak) Tuhan Allah itu,
menjadi kodrat yang akan saling berhubungan, selalu berpisah dan
berkumpul
bersamaan dengan diciptakanNya dunia. Setiap Panutan tidur, ibu selalu
diruwat, sehingga tidak lama kemudian Suksma ibu dapat segera berhasil
kembali ke Alam Kesempurnaan (perlu dijelaskan disini istilah diruwat
merupakan kata pasif dari meruwat, ini berasal dari bahasa Jawa yang
pengertiannya adalah: membantu suksma orang yang sudah meninggal
untuk
melepaskan diri dari hawa nafsu/nyawanya dan mengantarkan suksma yang
sudah lepas tadi ke hadapan Tuhan Allah). Ketidakmampuan
ibu meruwat
Suksmanya sendiri, karena beliau belum katam, sering menyangkal dan
tidak
percaya kepada Panutan, jadi sedikit banyaknya menanggung dosa. Ketika
Panutan meruwat Suksma ibu (memisahkan Nafsu dari Suksma Suci ibu),
yang selanjutnya mengantar Suksma Suci ibu menghadap Tuhan Allah, pada
saat itu Panutan melihat bahwa pecahan Nyawa ibu berwujud wanita lain
yang
dalam rasa batinNya itu adalah milikNya. Untuk selanjutnya Panutan
memohon
petunjuk kepada Tuhan Allah, apa sebenarnya yang dikehendaki Tuhan
Allah.
Perintah Tuhan Allah bahwa itu sebenarnya adalah wujud yang satu, ibarat
beras itu adalah menir, katul dan sari patinya. Jadi, menurut perintah Tuhan
Allah mengharuskan Panutan menikah lagi dengan wanita yang menjadi
pecahan Nyawa (Hawa Nafsu) mendiang/almarhumah Ibu, meskipun jadi
bahan tertawaan, perintah Tuhan Allah harus dilaksanakan, karena
sesungguhnya wanita tersebut memang milik Panutan, dan juga sangat
penting
bagi Panutan dalam menjalankan tugas kewajibanNya mencari tunggal
(muridmurid
Panutan) yang belum diketemukan. Sedangkan wanita yang tergambar
dalam perintah Tuhan Allah tersebut bernama Ny. Dasinah, janda tua yang
sudah berumur enam puluh tahun, tinggi dan besarnya mirip dengan
almarhumah/mendiang ibu. Ketika maksud untuk menikahi Ny. Dasinah
tersebut
disampaikan kepada anakanakNya,
semuanya tidak setuju serta memohon
kepada Panutan agar berkenan/bersedia/menerima saja dilayani oleh
anakcucuNya,
karena Beliau sudah berumur (tua), kalau menikah lagi malah
menjadi lebih banyak yang membebani pikiranNya. Namun kemauan
Panutan
sudah bulat karena setia melaksanakan perintah Tuhan Allah. Anakanak
Panutan meminta bantuan para sesepuh organisasi/kelompok agar Beliau
mau
mengurungkan niatNya. Para sesepuh kelompok/organisasi menghadap
Panutan
menyampaikan banyak hal, namun Panutan berkata:”Saya ini kan hanya
melaksanakan perintah Tuhan Allah, kenapa kok tidak pada mengerti? Kan
sudah lama Saya mengenakan destar caplangan dengan hiasan kain
menyilang warna merah muda, Saya kan berdandan keren supaya tampan!
Ketika peletakan batu pertama Bale Suci Agung Gedung PranSoeh,
Saya kan
memakai rangkaian bunga melati, bagaimana kok tidak ada yang paham
bahwa akan ada pengantin baru? Lagi pula Saya ini kan bekerja mengabdi
kepada negara, tamu Saya banyak dari pegawai pemerintah, siapa yang
akan
mengurus? Sejauh yang Saya ketahui, sewaktu orang tua sakit, anak belum
tentu bersedia dan telaten merawat seperti isteri, lebihlebih
bila harus
membuang kotoran/tinja. Apalagi bila mengingat anakcucu,
muridmuridKu
yang jumlahnya ribuan, jika ada anak cucu, muridmuridKu
yang perempuan
datang, siapa yang harus menemui mereka? Kalau Aku yang menemui
mereka
kan tidak pantas, apakah Aku harus menolak tamutamuKu
yang datang? Saya
jadi serba salah dan tidak tahu bagaimana yang benar itu? Pada waktu itu
belum ada penyelesaian, anakanak
Panutan dan para sesepuh
kelompok/organisasi belum ada kesepakatan, masih melarang Panutan
untuk
melaksanakan niatNya.
2. Ketika Panutan berkunjung ke Gunungkidul, menginap di rumah
Martosoewito, Semanu, di hadapan para muridNya yang banyak sekali
jumlahnya, Panutan memberikan berbagai macam pengetahuan lahir
maupun
batin seperti biasanya. Di tengah malam para murid Panutan sudah banyak
yang pada pulang, tinggal beberapa sesepuh kelompok/organisasi saja yang
masih menemani dan melayani Panutan mengobrol sampai pagi dini hari
menjelang matahari terbit. Sesepuh kelompok/organisasi menyampaikan
pendapat mereka bahwa hanya bermanfaat/ beruntung bagi kebutuhan fisik
saja tetapi akan merugikan bagi batin/rohani kalau Panutan sampai menikah
lagi, yaitu mengenai nama baik, kemashuran/ketenaran dan sejarah,
lebihlebih
yang berhubungan dengan anakanak
Beliau. Panutan berkata:”Saya mencari
isteri itu tidak seperti kebutuhan orang muda, Saya kasih tahu ya, lakilaki
itu
kalau sudah berumur tujuh puluh lima tahun ke atas tidak membutuhkan
kepentingan itu (hubungan sexual), Saya ini sudah lebih dari sepuluh tahun
tidak melakukan hal itu. Kalau tidak percaya, coba cari dan saksikan
kebenarannya di Alam Kasuksman/Alam Halus/Alam Sasmita Maya,
sedangkan
bagi wanita, kalau sudah berumur lima puluh tujuh sampai enam puluh
tahun,
juga sudah tidak membutuhkan hal itu lagi. Saya doakan anakanakKu
memiliki
umur yang panjang seperti diriKu, agar dapat menyaksikan sendiri
perkataanKu
ini benar atau dusta. Entah itu benar atau salah, menguntungkan atau
membuat celaka, untung atau rugikah kalau orang itu sudah melaksanakan
perintah Tuhan Allah?. Dan apa ada Tuhan Allah itu membuat sengsara
manusia? Memeritahkan agar manusia menderita rugi? Apa dapat dikatakan
buruk kalau ada orang tua yang ingin berumah tangga, hidup rukun dengan
cara yang sah sesuai tatacara yang diatur oleh (peraturan) Agama?
Sekarang
ini Saya hanya mengikuti Darmawasita dan temantemannya,
Saya ini harus
bagaimana menurut kehendak Tuhan Allah. Awakawak!
Ketika mengatakan hal
itu, Panutan tidak dengan perasaan sedih atau tertekan, melainkan dengan
tersenyum sambil melengganglenggokkan
leherNya, sehingga menarik
perhatian dan menghilangkan rasa mengantuk bagi sesepuh
kelompok/organisasi yang menemani Beliau. Setelah para sesepuh
kelompok/organisasi memperoleh perintah yang sangat jelas dari Tuhan
Allah
yang disaksikan sendiri di Alam Halus/Alam Kasuksman/Alam Sasmita Maya,
bahwa pernikahan Panutan dengan Ny. Dasinah harus dilaksanakan, tidak
boleh
dihindari, karena ada masalah batin yang berhubungan dengan tugas dan
kewajiban Panutan, apalagi kalau mengingat bahwa Panutan sanggup
menanggung derita apapun untuk melaksanakan perintah Tuhan Allah,
contohnya seperti pada saat Panutan melaksanakan tumbal untuk
mengatasi/menghentikan wabah penyakit ayam, maka para sesepuh
kelompok/organisasi dan para murid Panutan yang dimintai pendapat,
semuanya sepakat, dengan bulat hati mendukung niat Panutan untuk
menikah
lagi. Menantu Panutan, Martaasmara sendiri sudah menerima perintah yang
jelas di Alam Halus, oleh karena itu ia mengantar Panutan kembali ke rumah
di
desa Jagalan, Muntilan, dan menemui anakanak
Panutan untuk memberikan
penjelasan hingga mereka dapat memahami, tidak menghalangi dan dapat
menerima serta menyerahkan semua ini pada kehendak Panutan. Karena
memang sudah menjadi kehendak Tuhan Allah, wanita yang dimaksud juga
bersedia dan keluarganya juga membantu. Hasil pembicaraan dengan
keluarga
akhirnya diputuskan untuk segera dilaksanakan, apalagi sudah tidak ada
penghalang apapun, karena para murid Panutan juga sudah menyaksikan
bahwa Suksma ibu sudah kembai ke Alam Kesempurnaan (menyatu dengan
Tuhan Allah), jadi tidak perlu menunggu ketentuan waktu cerai mati yang
menurut ketentuan peraturan pelaksanaan pernikahan orang baru boleh
menikah lagi setelah lewat waktu tiga ratus tiga puluh hari sejak
meninggalnya
isteri/suami. Bahkan untuk selanjutnya Panutan memerintahkan bahwa
untuk
ruwat (membantu Suksma orang yang meninggal agar dapat memisahkan
diri
dari hawa nafsunya dan kembali ke Alam Kesempurnaan) itu hanya cukup
selama seratus sepuluh hari saja, karena lewat dari itu sudah sulit untuk
dibantu/berhasil, tinggal menyerahkan saja kepada kemurahan Tuhan Yang
Empunya Tanggungan. Meskipun demikian, Panutan sendiri meruwat
suksma
AyahandaNya sudah lebih dari empat puluh tahun masih diteruskan, hal itu
sering dibicarakan/dikatakan oleh Panutan. Pernikahan Panutan rencananya
diselenggarakan oleh para sesepuh kelompok/organisasi, oleh karena itu
pada
saat tiba hari pernikahan, Panutan diiringi Martaasmara dan Harjasudarma
(menantu dan besan) yang mewakili keluarga/ahli waris Panutan, Ny.
Dasinah
dan keluarga yang masih terhitung kakaknya, pada datang di rumah SMH
Sirwoko, Semanu, yang selanjutnya diterima oleh para sesepuh
kelompok/organisasi. Di rumah SMH Sirwoko, Semanu, inilah Panutan
dinikahkan secara sah dengan Ny. Dasinah disaksikan oleh para murid
Panutan
yang terdekat. Pernikahan Panutan diselenggarakan secara sederhana sekali
yang penting sudah memadai, semua murid Panutan diberitahu dari umulut
ke
mulut saja setelah terlaksananya pernikahan tersebut. Malam berikutnya,
Panutan hendak mencoba dalang baru yang katam bersih/jelas, sekalian
menyempurnakan cerita wayang/lakon Bratalaya Janji, yaitu sebuah cerita
wayang yang sangat penting karena akan dialami oleh semua ciptaan
Tuhan,
beruntung atau celaka, lahir maupun batin. Sastrabusana, seorang dalang
yang dipandang sudah cukup katam, sehingga ia sering diperintahkan untuk
mementaskan wayang di rumah salah seorang murid Panutan.
3. Kembali ke Jagalan, Panutan langsung menuju dan tinggal di rumah ibu,
yang letaknya di sebelah utara rumah Panutan yang lama, sering juga Beliau
pergi dan tinggal di rumah sebelah Selatan. Dimanapun Panutan berada
selalu
dicari dan diikuti oleh para muridNya, banyak murid yang menghadap
Beliau.
Ibaratnya seperti tawon tawon madu yang selalu mengikuti ratunya
kemanapun ia pergi. Panutan itu memang mengherankan sekali, yang mana
selalu dicintai dan dikerumuni oleh para muridNya. Beliau berkunjung di
desa
Logantung, Semin, Ngenep, Semanu, Ngleri (Playen) Tebon, Nglahar,
Sumbersari
(Godheyan), Batang (Sleman), Ngluwih (Tempel), Prambanan, Sawangan
dan di
tempat pengungsian sekalipun, para muridNya, lakiperempuan,
tuamuda
pada
datang silih berganti menghadap Beliau, ada yang menggendong anak,
keperluannya hanya ingin melihat Beliau, kalau sudah mendengar
perkataanNya, lebihlebih
kalau sudah melihat wajah Beliau, semua merasa
puas dan sangat lega hatinya. Untuk dapat melihat Beliau itu, mereka
bersedia
dengan ikhlas berjalan kaki puluhan kilometer jauhnya, siangmalam,
tidak
takut panas dan hujan serta rintangan apapun dijalani oleh mereka. Ibu
mempunyai kesetiaan yang besar dan sangat berbakti kepada Panutan, hal
itu
terlihat/terbukti dari tidak hanya melakukan apapun yang diperintahkan oleh
Panutan, tetapi juga ikut menyertai melaksanakan keprihatinan (tapa brata)
yang dilakukan oleh Panutan. Karena kesetiaan dan berbakti kepada
Panutan
serta kesungguhan hati dalam melakukan tapa brata, ibu segera katam.
Keberhasilan ibu mencapai katam meringankan beban yang ditanggung oleh
Panutan, karena segala macam permohonan pertolongan diserahkan kepada
ibu dan ternyata ibu dapat melaksanakan semua tugas yang diserahkan
Panutan kepadanya. Tidak hanya cukup sampai disitu saja, bahkan para
murid
wanita yang sudah bertahuntahun
tidak mencapai katam, diperintahkan
Panutan untuk mendekati dan mohon doa restu kepada ibu, sehingga
banyak
murid wanita yang ikut ibu dan setelah diberikan berbagai macam
syarat/tumbal/petunjuk tidak lama kemudian dapat dengan lancar mencapai
katam. Murid wanita yang mencapai katam semakin bertambah banyak,
membuktikan bahwa apa yang diperintahkan Tuhan Allah tidak dusta dan
memang benar adanya serta sudah mulai menampakkan
kenyataannya/hasilnya/buktinya. Hal itu semakin menambah cinta kasih dan
rasa hormat yang mendalam para murid Panutan, lebihlebih
bagi muridmurid
yang berhasil mencapai katam semakin cinta dan hormat kepada ibu.
Banyak
yang menyaksikan di Alam Halus bahwa ibu selalu mengikuti Panutan
kemanapun Beliau mengunjungi para muridNya. Demikian pula para murid
yang
menghadap Panutan di Alam Halus bertempat di rumah Panutan,
kebanyakan
ditemui Panutan dan ibu. Murid yang seperti itu yang disebut katam yang
jelas,
sebab sudah saling menyaksikan dan saling mengakui. Keadaan seperti itu
sering dikatakan Panutan demikian:”Kamu sudah tercatat dalam Stambuk
(Buku Catatan Rama), itu dalam pengertian lahiriah”. Setelah Rama Resi
PranSoeh
Sastrosoewignjo menikah dengan ibu (Ny. Dasinah), semakin bertambah
banyak muridmurid
Beliau, sehingga rumah Panutan/ibu perlu diperluas.
Ajaibnya, sebelum hal itu dibicarakan oleh para sesepuh
kelompok/organisasi,
ada beberapa murid Panutan di desa Kaliangkring dan Bandungpaten yang
menerima perintah Tuhan Allah agar memikirkan hal tersebut, maka
segeralah
diupayakan sehingga dapat terlaksana memperluas rumah Panutan/ibu,
rumah
jadi lebih luas sehingga dapat dengan longgar menampung muridmurid
Panutan yang semakin banyak jumlahnya. Setelah ibu ikut membantu
Panutan
dalam hal kebatinan, Panutan tinggal memikirkan halhal
yang penting antara
lain: tentang suasana jagad raya (dunia) dan tentang peraturanperaturan
mengenai penyebaran Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat.
4. Mengenai masalah batin Panutan pasti mengetahui keadaan para
muridNya
yang sedang mengalami kegelapan batinnya, yang bertindak jujur, yang
menyeleweng dan yang melanggar larangan sebagaimana ditetapkan dalam
Anggerangger
sebelas. Kalau ada anakcucu,
muridmurid
yang tidak ikut
berkumpul membicarakan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat di Alam Halus,
hal
itu membuktikan bahwa muridmurid
tersebut sedang dalam kegelapan
batinnya lalai melaksanakan tingkah laku jujur dan suci (kebenaran).
Meskipun
secara lahiriah sering datang menghadap Panutan di alam fana, tetapi kalau
di
Alam Halus tidak terlihat, atau terlihat tetapi kalah dari hawa nafsunya,
murid
yang seperti itu adalah murid yang tidak setia lahir batinnya (hanya berhenti
di
tataran lahiriah saja). Sebaliknya meskipun secara lahiriah tidak pernah
datang
menghadap Panutan, tetapi di Alam Halus terlihat sedang menghadap
Panutan,
hal itu membuktikan bahwa ia murid yang setia yang selalu berkenan di hati
Panutan. Yang penting itu mengenai hidup, mengenai rohani, yaitu
mengenai
kasuksman, yang tentu saja tidak meninggalkan Ilmu Tuhan Allah Tiga
Perangkat, dan mengenai halhal
lain seperti: penasaran, hukuman/siksaan,
reinkarnasi, Kesempurnaan Suksma, dan Alam Kesempurnaan. Agar lancar
dan
cepat mencapai katam, agar para murid memperoleh sinar terang (Cahaya
Tuhan), Panutan memberikan berbagai macam perintah disesuaikan dengan
apa yang Beliau saksikan di Alam Halus seperti:
a. Pernah memerintahkan kepada para muridNya yang ingin cepat
mencapai katam agar mendekati dan meminta syarat kepada Martaradana,
Ngleri.
b. Demikian juga pernah memerintahkan kepada para murid yang belum
mencapai katam, lebihlebih
yang belum bertemu dengan Nyawanya (Hawa
Nafsunya) agar meminta syarat kepada Darmawasita, Kranon, Wonosari,
bahkan syarat yang harus diberikannyapun sudah diberitahukan oleh
Panutan kepada Darmawasita, apa yang harus digunakan dan bagaimana
cara menggunakannya. Menerima perintah seperti itu, para murid yang
sedang belajar Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat datang silih berganti ke
rumah Darmawasita untuk meminta syarat melaksanakan perintah Panutan.
Karena sangat banyaknya yang pada datang, apalagi pada siang maupun
malam hari, hal itu mengejutkan para polisi yang menjaga keamanan,
sehingga mereka datang melakukan konfirmasi ke rumah Darmawasita dan
menunggui. Setelah diberi penjelasan bahwa keperluan para murid Panutan
itu adalah meminta syarat agar cepat mencapai katam, dan bahwa yang
datang itu melulu hanyalah muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo agar selalu setia kepada Tuhan Allah, baik watak, budi
pekerti dan tingkah lakunya serta agar lebih sungguhsungguh
dalam
melaksanakan tapa brata, para polisi itu tidak lagi mempunyai kecurigaan.
c. Dengan kuasa Tuhan Allah, Panutan menyatakan bahwa pekarangan
rumah Martosoewito, Semanu sebelah barat, dapat digunakan sebagai
syarat untuk meditasi tidur agar cepat terkabul permohonannya. Demikian
juga sebelah barat sumur Poedjosoewito, Jeruk Kepek, Wonosari, yang
sudah
pernah digunakan untuk petak (meditasi dan menyampaikan permohonan
kepada Tuhan Allah) oleh Panutan, sehingga dapat digunakan untuk syarat
bagi orang yang membutuhkan ketenteraman hidup. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila tempattempat
tersebut digunakan sebagai tempat
petirakatan (untuk bertapa brata) bagi muridmurid
Panutan yang ingin
cepat/segera mencapai katam.
d. Ketika ada salah seorang murid Panutan yang melakukan dosa besar dari
sudut pandang batin/kerohanian (berzina), padahal murid tersebut sangat
disayangi oleh Panutan sehingga Panutan sampai menangis. Setelah murid
tersebut menyerahkan hidupmatinya
kepada Panutan, Panutan segera
memerintahkan agar murid tersebut mandi di sungai yang dekat dengan
jalan, mengenakan pakaian basahan yang bertumpuk tidak teratur (Jawa:
sruwal) dan kain. Kainnya supaya dijemur dipinggir jalan yang jauh dari
tempat mandi sampai dicuri oleh orang yang lewat di jalan itu, sedangkan
kalau malam hari, kain yang basah tidak boleh diperas dan langsung
digunakan untuk selimut tidur hingga kering. Kalau kehilangan kain karena
dicuri dan berselimut kain basah sampai kering tersebut telah berulang kali
terjadi, diperintahkan agar sedapat mungkin ganti/pindah rumah, dan
selanjutnya menyerahkan diri kepada S,M.H.Sirwoko dan Ong Sioe Gien
serta
dibantu bertapa brata ( tirakat) oleh Ihsan (Tho glengan /Ngijon), itu
termasuk murid yang setia tetapi juga baru menerima hukuman. Semua
perintah Panutan tersebut dilaksanakan dengan hati ikhlas dan
sungguhsungguh,
yang membuat ia dapat memperoleh pengampunan. Sedangkan
kenyataan diperolehnya pengampunan tersebut selain berupa perkataan
Panutan yang memberi pengampunan di dunia fana ini, juga di Alam Halus
Suksma murid tersebut dapat menghadap/bertemu Cahaya Tuhan atau
menghadap/bertemu Utusan Tuhan.
e. Panutan memerintahkan bagi orang yang ingin memperoleh terang
batinnya, supaya mencuci muka dengan air dan di Sumur Jalatunda yang
terletak di dekat Astana Waja. Kalau ingin segera bertemu wujud aseli hawa
nafsunya (nyawanya), diperintahkan agar mandi di Tlaga Maharda,
sedangkan bila ingin bertemu dengan Utusan Tuhan supaya menghafalkan
lagu pangkur yang menggambarkan pertemuan antara Prabu Rama Wijaya
dengan Senggana (Hanoman) yaitu Utusan Tuhan dengan Sahabat yang
setia, sebagai berikut:
Kawula Bambang Senggana,
Prabancana nenggih Rama Dayapati,
Anjani ingkang sesunu,
Wangsul tejaleksana,
Radyan kalih sinten sinambating arum,
Yen sira takon maring wang,
Dyan Legawa aran mami
f. Selain dari itu, masih ada tempattempat
untuk melaksanakan tapa
brata (tirakatan) yang sifatnya terlokalisasi (plaatselyk), contohnya bagi
anakcucu,
muridmurid
yang berada di sebelah barat kota Yogyakarta, agar
melaksanakan syarat berupa berjalan mengelilingi pasar Godeyan,
muridmurid
yang berada di kota Yogyakarta supaya melaksanakan syarat di
lapangan (alunalun)
utara di sebelah barat daya, muridmurid
yang berada
di Semanu supaya melaksanakan syarat di halaman rumah SMH Sirwoko di
sebelah barat daya, di Sungai Prangkah turun sampai di Sungai Suci. Dalam
melaksanakan tapa brata (tirakat) harus selalu mengingat pesan Panutan
yaitu tapa ngrame ing guwa samun (bertapa di tengah masyarakat yang
melaksanakan aktivitas seperti biasanya namun tersamar/tidak diketahui
oleh
orang lain), jadi jangan sampai diketahui oleh orang banyak/umum, oleh
karena itu supaya mencari waktu saat sepi yaitu pada malam hari.
g. Manusia itu ada kalanya sedang terang batinnya, namun ada kalanya
juga sedang gelap batinnya, kadang ingat pada Tuhan kadang pula lupa. Hal
itu juga dialami oleh orang yang sudah katam sampai para sesepuh
kelompok/organisasi. Oleh karena itu Panutan memerintahkan:”Yang boleh
menentukan orang itu sudah katam atau belum, boleh menerima dunungan
atau belum yaitu Darmawasita, menantuku Martaasmara, Martowiyoga, dan
Martosoewito!”. Bahkan Panutan memerntahkan untuk seluruh daerah
karesidenan Kedu yang boleh memberikan dunungan hanyalah Kamil dan
Pujiya. Untuk kota Yogyakarta, yang boleh memberikan dunungan, kalau
lakilaki
Ong Sioe Gien (Pak Brata), kalau wanita Nyonya Ong Sioe Gien (Bu
Brata). Untuk murid wanita di Gunungkidul, yang boleh memberikan
dunungan hanyalah Ny. Poedjosoewito dan Ny. Martosoewito.
Perintahperintah
tersebut dipandang jelas dari sudut batin dan Panutan sendiri sudah
menyaksikan di Alam Halus bahwa mereka memperoleh terang Tuhan
(dilingkupi Cahaya Tuhan) pada saat itu. Sesungguhnya sudah banyak orang
yang katam dan murid yang dekat dengan Panutan yang sudah bisa
menentukan seseorang itu sudah katam atau belum, sudah dapat menerima
dunungan atau belum serta sudah mampu pula untuk memberikan
dunungan. Meskipun sudah berkalikali
dipercaya dan ditunjuk/ diperintahkan
oleh Panutan untuk melakukan tugas apapun, kalau batinnya sedang gelap
harus menyadari, jangan terus nekad memberikan dunungan atau
menentukan katam/belum katamnya seseorang, karena itu akan merugikan
orang lain dan untuk menjaga agar tidak terjadi halhal
yang tidak
diinginkan/tidak semestinya, misalnya orang yang menerima dunungan
menjadi gila dan lain sebagainya yang merugikan orang lain. Ingatlah bahwa
hal itu merupakan tugas yang sangat gawat/riskan dan benarbenar
sangat
penting!
5. Orangorang
yang sudah diberi anugerah Tuhan mencapai katam lagi pula
juga sudah menerima dunungan, ibarat anak kecil yang sudah disapih, tidak
lagi boleh hanya selalu mengandalkan bantuan Penyuluh atau Panutan, di
dalam batin jangan selalu menjadi beban Panutan. Panutan sering
berkata:”Orang yang sudah bisa mencapai katam itu berarti orang yang
berbelas kasih kepadaKu!” Panutan tidak pernah berhenti dan tidak pernah
bosan mengingatkan, menggugah/memberi semangat, dan memberi cinta
kasih
lainnya agar para muridNya dengan sungguhsungguh
selalu
melaksanakan/menjalankan kewajibannya.
6. Perhatian dan pelayanan ibu kepada anakanak
Panutan sudah seperti
kepada anakanaknya
sendiri, lebihlebih
cinta kasihnya kepada Panutan. Ketika
Panutan menikahkan putri bungsuNya yang bernama Rr. Tun dengan
Kardana,
putera dari Secaharjana, Tebon, Godeyan, Yogyakarta, Ibu dan Rama
Panutan
sendiri yang menangani dibantu oleh anakanak,
keluarga dan anakcucu,
muridmurid
Panutan hingga terlaksana secara besarbesaran
yang
menakjubkan semua orang. Mulai dari memasang/membuat panggung,
memasang hiasan (tarub), hingga banyaknya tamu yang selama satu
minggu
hadir silih berganti banyak sekali. Perayaan/resepsi itu sendiri berlangsung
selama tiga hari, selama dua malam diadakan pementasan wayang
kulit/wayang purwa dan selama satu malam diadakan pementasan
sandiwara.
Pementasan wayang kulit/wayang purwa pada malam pertama dengan
ceritera/
lakon Pernikahan Gatot Kaca, dan pada malam kedua dengan ceritera/lakon
Pernikahan Wisanggeni (gubahan/karangan Darmawasita dan SMH Sirwoko)
yang sudah diperkenankan dan disahkan oleh Panutan. Ceritera tersebut
berisi
pedoman untuk mencari jodoh yang sesuai dengan kodrat kehendak Tuhan
Allah. Sedangkan pementasan Sandiwara dengan ceritera yang berjudul
Wiropati yaitu pahlawan bangsa ketika jaman terjadinya perang Diponegoro
melawan penjajah serdadu/Kumpeni Belanda, yang dimaksudkan untuk
mendidik anakcucu
agar mencintai dan berbakti kepada Tanah Tumpah Darah,
Tanah Kelahiran, sekalian mengarahkan ingatan kepada leluhur Rama
Panutan
yang bernama Kyai Wiropati. Panutan menikahkan para puteraputerinya
pasti
mendasarkan pada perintah Tuhan Allah. Besan Panutan berjumlah enam
pasangan, yang mana empat pasangan berasal dari muridmurid
Beliau, yaitu:
Jayawiyana (Lahar, Sumbersari), Harja sudarma (Temanggung),
Secaharjana
(Tebon, Godeyan, Yogyakarta) dan Suwitawar daya (Sudagaran,
Yogyakarta).
Orang menjadi besan Panutan, kalau memahami masalah batin/kerohanian,
pasti
merasa sangat beruntung sekali, karena diperkenankan memelihara serta
mengasuh anak keturunan Beliau. Merasa beruntung karena di belakang hari
kemudian, jika sudah mempunyai cucu, akan selalu mempunyai hubungan
dan
tidak akan terpisahkan lahir dan batin dari Panutan.
***A***
BAB XVIII
ISTILAH TUHAN ALLAH DIGANTI DENGAN RAMAPRANSOEH
SERTA PENJELASAN MENGENAI TERPISAHPISAHNYA
KEDUDUKAN ANTARA RAMA
PRANSOEH,
RAMA RESI PRANSOEH
DAN RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO (TRITUNGGAL)
1. Pada suatu hari Panutan menerima sabda Tuhan Allah bahwa Tlaga
Maharda itu sesungguhnya ada tembusannya bernama Sendang
Nirmayasandi
yang letaknya di pekarangan/halaman rumah Panutan dekat jembatan
Sungai
Lamat, desa Jagalan, Muntilan. Rencananya halaman rumah tadi akan
diberikan/diwariskan kepada putraNya yang bernama R. Wenang. Panutan
menjelaskan bahwa Sendang Nirmayasandi itu dalam ceritera pewayangan
sama dengan Cibuk Cangkiran, padepokan tempat tinggal Dewi Anjani yaitu
ibunda dari Hanoman, padahal sebenarnya Hanoman itu adalah seorang
pendeta yang sedang menerima hukuman Tuhan. Oleh karena itu, di
belakang
hari kemudian, Sendang Nirmayasandi dapat digunakan oleh para murid
panutan yang sedang menderita gelap batinnya untuk melakuakan tapa
brata
(tirakat) agar dapat memperoleh sinar terang Tuhan (Cahaya Tuhan) tetapi
hanya khusus untuk murid wanita saja yang ingin cepat mencapai katam.
Wanita yang sudah katam tetapi sedang gelap batinnya (memperoleh
peringatan), diperkenankan untuk melakukan tirakatan (tapa brata) di
Sendang
Nirmayasandi. Panutan berkeinginan membangun rumah di tempat tersebut
untuk tempat tinggal putraNya, R. Wenang. Oleh karena rasa cinta kasih
lahir
batin yang besar para murid kepada Panutan, karena mereka juga merasa
telah menerima cinta kasih yang sangat besar tidak terukur dari Rama Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo, apalagi selalu ingat sabda Panutan mengenai
Sendang Nirmayasandi, sehingga berharap bahwa mungkin pada suatu hari
kemudian dapat memperoleh manfaat dari tempat yang telah dijelaskan oleh
Panutan tersebut, sehingga para murid sadar bahwa hal itu memang
menjadi/merupakan kewajiban dan kebutuhan mereka sendiri. Para murid
Panutan, khususnya kaum wanita, dari kesadaran hati yang sangat dalam
ikut
bekerja bakti, gotong royong mengusung pasir, batu dan kerikil untuk
meratakan tempat tersebut. Keberadaan orang banyak tidak terhitung
jumlahnya yang bergotongroyong,
kerja bakti, sangat menyenangkan dan
melegakan hati Rama Panutan dan ibu, namun sedikit banyak juga
menambah
kerepotan ibu, pagi sampai sore selalu berada di dapur untuk menyediakan
makanan dan minuman bagi semua orang yang bekerja. Panutan
memerintahkan agar Pertapaan Cibuk Cangkiran (Sendang Nirmayasandi)
dan
Bale Suci dapat segera diselesaikan pembangunannya, karena merupakan
tempat yang sangat penting, dua tempat yang sebenarnya menyatu,
makanya
dapat dikatakan bahwa itu adalah satu tempat. Mengenai hal itu Panutan
menyatakan:”Yang dapat menyelesaikan pembangunan tersebut adalah
anakanakKu,
muridmuridKu
kaum wanita!” Yang dimaksud oleh Panutan bukan
harus wanita yang langsung mengerjakan pembangunan Bale Suci
PranSoeh,
tetapi selesainya pembangunan Bali Suci PranSoeh
itu memerlukan biaya yang
mana pada umumnya penghasilan para suami itu diberikan seluruhnya
kepada/dikuasai oleh isteriisteri
mereka, jadi kalau para isteri yang mengelola
keuangan keluarga itu tidak sadar/insyaf dan tidak rela/ikhlas
menyumbangkan
sebagian penghasilannya untuk pembangunan Bale Suci PranSoeh
(pada
umumnya secara alami manusia itu sering merasa tidak rela/ikhlas
menyumbangkan sebagian penghasilannya kepada pihak lain) maka tentu
saja
penyelesaian pembangunannya akan berjalan lambat. Oleh sebab itu para
isteri
harus dapat mengalokasikan pengeluarannya untuk mendukung kelancaran
pembangunan tersebut, sebaliknya kalau tidak bisa dan tidak ikhlas/rela
menyumbang, maka selesainya pembangunan Bale Suci PranSoeh
pasti akan
memakan waktu yang lama. Bale Suci PranSoeh
itu akan menjadi rumah
banyak orang, digunakan oleh banyak orang, secara lahir maupun batin,
maka
apabila ada satu atau dua orang yang mau dan mampu membangunnya
sendirian, Panutan tidak mengijinkannya; Agar adil, siapa saja yang akan
ikut
menggunakannya harus ikut berpartisipasi dalam pembangunannya, entah
itu
berupa hartabenda/
uang, tenaga maupun ide/pemikiran/pendapat. Panutan
dan ibu sendiri banyak sekali memberikan bantuan yang berupa ketiga hal
tersebut, agar pembangunannya cepat selesai.
2. Selain masalah kerohanian/kasuksman, Panutan juga sering berbicara
berbagai macam hal yang berhubungan dengan kesusilaan, budi pekerti dan
tata krama yaitu sebagai berikut:
a. Tidak diperkenankan mengenakan pakaian yang norak,
bergambar/bermotif yang tidak pantas/berlebihan, lebihlebih
yang
melanggar kesusilaan yaitu bagian tubuh yang seharusnya tertutup rapat
sampai kelihatan.
b. Tertawa terbahakbahak
yang melampaui kepantasan, kalau difoto
jangan sampai kelihatan giginya (jangan tertawa), kalau giginya ompong
tidak boleh bergantiganti
gigi palsu sampai berkalikali
yang tidak
disesuaikan dengan keadaan/kepantasan.
c. Untuk makan dan minum tidak diperkenankan menggunakan tangan kiri
terkecuali kalau tangan kanannya buntung/diamputasi, makan sambil
berjalanjalan
dan jajan makanan disembarang tempat juga tidak
diperkenankan.
d. Jangan sampai mengucapkan katakata
yang kasar, jorok dan cabul.
e. Harus selalu menjaga kebersihan diri, kalau berpakaian yang lengkap
dan sederhana (tidak berlebihan), pada saat akan tidur agar menggosok gigi
dan berkumur. Bagi anak muda kalau bersolek jangan berlebihan, karena
pasti mempunyai tujuan yang tidak pantas yang akan membuat perlu waktu
yang lama untuk mencapai katam.
f. Tidak diperkenankan menginjakinjak
tempat tidur; Tidak dapat
menangkap arti kata kiasan/peringatan dengan bahasa halus dan tidak
dapat menyesuaikan diri dengan waktu, tempat serta keadaan itu juga
merupakan hal yang tidak diperkenankan oleh Panutan.
3. Panutan selalu mendidik agar para muridNya giat dan rajin bekerja.
Perjudian yang menjadi hobi sampai masuk kedalam hati menjadi
kesenangan/ketagihan, apalagi menjadi sumber mata pencaharian atau
menjadi
pekerjaan, Panutan sangat tidak memperkenankan hal demikian itu.
Mengenai
candu/madat (Jawa:nyeret), lebihlebih
narkotika/ganja/sabusabu
(narkoba)
yang dilarang oleh Pemerintah, tidak diperkenankan oleh Panutan karena
merusak kesehatan badan, membuat orang tidak bertanggungjawab pada
kewajibannya, dan pada umumnya membuat watak/sikap yang tidak ksatria,
malahan sering membuat orang bertindak nista. Mengenai semangat kerja
yang
tinggi, rajin, tidak kenal lelah dan bertanggungjawab, Panutan sendiri
memberikan contoh yang baik. Banyak para muridNya yang
melihat/menyaksikan: pada jam satu siang Beliau baru pulang dari
mengolah
sawah, di siang (tengah) hari bolong, Beliau membolakbalik
tembakau yang
sedang dijemur, Beliau sendiri yang mengangkati papan tempat menjemur
tembakau (Jawa: rigen/idhik). Sabda Beliau:”Orang hidup itu harus
mengurus
orangnya yaitu harus bekerja sekuat tenaga untuk dapat mencukupi
kebutuhan
akan sandang, pangan dan perumahan/tempat tinggal serta untuk dapat
mencukupi kebutuhan seluruh keluarga yang menjadi tanggungannya!”.
Sedangkan bila waktunya tidur, harus mengurus kebutuhan
rohani/suksmanya,
mohon pengampunan segala dosa dan kesalahan serta menyerahkan diri
secara
total (berpasrah diri) kepada Tuhan Allah, juga mohon petunjuk, bimbingan
dan
pertolongan kepada Tuhan agar memperoleh sinar terang Tuhan (Cahaya
Tuhan), hingga esok harinya pada saat bangun tidur tidak melakukan
kesalahan
dalam bertindak. “Contoh bekerja mengabdi kepada negara itu, Saya sudah
selama enam puluh tahun bekerja untuk negara tidak pernah melakukan
kesalahan. Nanti kalau Saya sudah tidak bersedia lagi bekerja untuk negara
dan minta pensiun, Saya akan segera kembali, pekerjaanKu sudah selesai
dan
tugas kewajibanKu sudah banyak yang akan meneruskan!” Mendengar
perkataan tersebut yang mengisyaratkan bahwa setelah Panutan pensiun
akan
segera kembali (wafat), para murid Panutan yang sedang menghadap Beliau
hatinya tersentak seperti kehilangan daya, merasa sedih dan bertanyatanya
dalam hati apa yang akan terjadi dikemudian hari setelah Panutan wafat?
Panutan mengetahui kekhawatiran hati para muridNya memikirkan apa yang
akan terjadi di masamasa
yang akan datang (mengkhawatirkan masa depan),
maka Panutan menyampaikan sabdaNya demikian:”Kalau Saya pulang
(wafat)
anakcucu,
muridmuridKu
jangan khawatir, kalian kan hanya tidak bisa
menemui/menghadap Saya di Alam Fana, untuk hari besuk dan seterusnya
kalian dapat menemui Suksma Suci Saya di Alam Halus. Kalian semua kan
sudah pada punya alat/sarana/cara untuk menemui Saya di Alam Halus.
Ketahuilah bahwa meskipun Saya sudah wafat, Saya akan selalu berkeliling
ke
seluruh Alam Antara untuk melindungi semua anakcucuKu,
kalian kan masih
ingat ceritera Bratalaya Janji, Saya sudah mengatakan bahwa Utusan Tuhan
Allah itu mempunyai Hidup Abadi, tidak dapat rusak, itulah yang harus
kalian
cari/temui, jangan menyembah batu nisan dan jangan menyembah
foto/gambar, yang penting carilah hidupnya gambar/foto, Saya jamin pasti
dapat bertemu. Selalu ingatlah bahwa Saya telah membuat Resi
Bratanirmaya
yang muka/wajahnya berwarna merah, Dialah yang akan mengadili seluruh
umat, jangan keliru ya karena kalau keliru hidupmupun akan keliru juga.
Sabda
yang demikian itu diterima oleh para murid dengan hati yang sunyi dan
kosong,
lebihlebih
bagi para murid yang sudah katam disertai harapan dan doa
semoga batinnya selalu ingat kepada Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
Selain itu juga merasa beruntung bahwa mereka telah ikut menjadi
muridmurid
Panutan dan dapat mengetahui perjalanan hidup Beliau lahir dan batin.
Sewaktu ditinggal wafat, muridmurid
Panutan hanya bisa menghadap/menemui
Beliau di Alam Halus/Alam Kasuksman, karena di Alam Kasuksman itulah
yang
paling utama/penting dan berguna untuk selamalamanya.
4. Bebarapa bulan setelah adanya perintah mengubah isi dan istilah dalam
teks
sembahyangan, dihilangkannya istilah Adam Suci Utusan Tuhan Allah diganti
dengan istilah Rama Resi PranSoeh,
Panutan kemudian memerintahkan kepada
anakcucu,
muridmuridNya
termasuk juga kepada murid yang dekat dengan
Beliau yang sudah katam supaya mencari "Dhalang Meng ger kang duwe
getih putih." (Dalang Mengger yang memiliki darah yang berwarna putih).
Setelah itu bila para murid telah dapat menyaksikan, diperintahkan lagi
untuk
mencari Roh Suci yang telah ada sebelum dunia diciptakan dan sebelum
nabi
Adam diciptakan di dunia (turun ke dunia), Tidak lama kemudian
diperintahkan
untuk mencari Siapa yang menciptakan alam semesta beserta seluruh
isinya,
Siapa yang menjadi asal muasal (bibit) dari umat manusia, asal muasal
(bibit)
dari binatang darat, binatang laut, kutu, bakteri, asal muasal (bibit) dari
tanaman dan gununggunung
yang semua itu harus dicari dan ditemukan di
Alam Halus/Alam Kasuksman, jadi harus dengan cara olah kasuksman.
Selanjutnya Panutan memerintahkan agar mencari Tuhan Allah dan siapa
sebenarnya yang memiliki Cahaya itu? Satu dua murid yang dekat dengan
Panutan sudah dapat menemukan jawaban dan menyaksikan sendiri di Alam
Halus/Alam Kasuksman semua yang diperintahkan oleh Panutan, sehingga
dapat memahami apa sebenarnya maksud Panutan memberikan
cobaan/berbagai macam perintah tersebut. Setelah para murid Panutan
dengan
sungguhsungguh
dan dengan sepenuh hati melaksanakan perintah tersebut,
maka terdapat banyak murid yang berhasil menemukan dan menyaksikan
sendiri jawabannya di Alam Halus/Alam Mimpi/Alam Kasuksman/Alam
Sasmita
Maya/Alam Ghaib, jadi tidak menyandarkan pada kata orang, kata si A atau
kata si B tetapi kataku (sebagai saksi yang melihat, mendengar, merasakan
dan
mengalami sendiri). Para murid yang sudah berhasil menyaksikan sendiri
jawabannya di Alam Halus/Alam Kasuksman, kemudian pada datang
menghadap Panutan. Kepada para murid yang pada datang menghadap,
Panutan bertanya:”Sudah pada ketemu semua kan? Kan tidak pada pangling
to? Apa ada yang bertemu Tuhan Allah? Hanya bertemu siapa? Siapa yang
memiliki Cahaya itu? Apa Tuhan Allah, atau siapasiapa?”
Semua yang
menghadap dan sudah menyaksikan sendiri di Alam Halus/Alam Kasuksman
menjawab:”Kenyataan yang kami saksikan Di Alam Akhir, Alam Kesucian,
ternyata tidak bertemu dengan yang bernama Tuhan Allah, Disana kami
tidak
bertemu siapasiapa
kecuali hanya bertemu dengan Suksma Suci Rama Resi
PranSoeh
Sastrasoewignjo, kami berani bersumpah atas hal ini!” Mulai saat itu
juga diperintahkan untuk mengganti sebutan Tuhan Allah dengan RAMA
PRANSOEH
disesuaikan dengan kenyataan yang disaksikan di Alam Halus/Alam
Kasuksman. Panutan bersabda:”Kalau kalian berkumpul dengan Saya seperti
sekarang ini di Alam Fana (dunia), kalian menghadap saya yang
berkedudukan
sebagai Panutan yaitu Rama Resi PranSoeh
Sastrasoewignjo; jika hal ini terjadi
di Alam Halus/Alam Kasuksman, Suksma kalian menghadap Suksma Saya
yang
berkedudukan sebagai Utusan Rama PranSoeh
yaitu Rama Resi PranSoeh,
sedangkan bila hal ini terjadi di Alam Akhir/Alam Kesempurnaan/Alam
Kesucian,
Suksma Suci kalian menghadap Rama PranSoeh,
bahkan bisa menyatu
(manunggal) dengan Rama PranSoeh,
hal itu dapat terjadi kalau kalian
memang benarbenar
sangat suci dan berkenan di hati Rama PranSoeh.
Di
Alam Antara dan Alam Kesucian kan juga memakai sebutan RamaRama
seperti
di Alam Fana (dunia)? Rama PranSoehlah
yang memiliki Cahaya itu! Utusan itu
ya UtusanNya Rama PranSoeh,
Kalau Panutan itu ya Panutan dari cucucucuKu
dan juga Panutan dari siapasiapa,
tetapi hanya bagi yang pada mau, Saya
tidak menyuruh lho. Mendengar sabda Panutan seperti itu, para murid jadi
semakin jelas dan terang pemahamannya, menambah semakin mantap
keyakinannya, karena dari pengalaman sebelumnya banyak yang malah
membingungkan, istilahnya saja dibuat yang mulukmuluk,
yang canggihcanggih
yang malahan membuat sulit dipahami.
5. Menurut sabda Panutan setelah Beliau meneliti dengan seksama, nabinabi
(rasul) mulai saat diciptakannya alam semesta sampai dengan saat Beliau
dilahirkan ke dunia, selain Beliau hanya ada tiga nabi yang memahami
kenyataan yang berhubungan dengan Tuhan Allah, Utusan dan Panutan.
Pengetahuan ketiganyapun belum sempurna, belum memahami dengan
jelas
dan terang sampai Alam Akhir/Alam Kesempurnaan/Alam Kesucian. Hanya
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo saja yang dikaruniai pemahaman,
pengertian dan penyaksian yang lengkap semua hal seperti: Wahyu
Sejatining
Kakung/Putri, Wahyu Roh Suci sampai dengan Alam Akhir/Alam
Kesempurnaan/Alam Kesucian.
Ketiga nabi dimaksud adalah:
1) Nabi Khong Hu Cu: Beliau sudah mengetahui bahwa Alam Kesucian itu
bulat (lingkaran), selanjutnya memerintahkan agar batu nisan untuk orang
mati itu dibuat bulat (lingkaran).
2) Nabi Isa Al Masih (Tuhan Yesus Kristus): mempunyai dasar/konsep Allah
Tri Tunggal, Allah satu yang berpribadi tiga yaitu Allah Bapa (yang
dimaksudkan berkedudukan sebagai Utusan), Allah Putra (yang
dimaksudkan
berkedudukan sebagai Nabi/Panutan) dan Allah Roh Kudus (berkedudukan
sebagai Tuhan Allah).
3) Nabi Muhammad S.A.W: sebab ada istilah AllahMuhammadRasul,
Allah
itu adalah Tuhan Allah, Muhammad di dunia ini berkedudukan sebagai
Nabi/Panutan, sedangkan Rasul berarti Utusan.
Hanya sayangnya, menurut sabda Panutan, yang mengetahui pasti
mengenai
hal itu hanya Nabinya sendiri, sedangkan para umatNya/muridmuridNya
tidak
pada tahu/paham bahwa Tuhan Allah itu sebenarnya adalah Suksma Suci
Sang
Nabi yang bertahta di Alam Akhir/Alam Kesempurnaan/Alam Kesucian, dikira
dalam pemahaman mereka itu ada wujud yang lain, menurut anggapan
mereka
Suksma Suci Nabi itu wujudnya tidak apat digambarkan. Padahal
sebenarnya
ketiganya (Tuhan Allah, Utusan dan Nabi) itu adalah satu, yang saling
berhubungan dan selalu berpisah maupun berkumpul. Kalau berada didunia
(berkedudukan sebagai Panutan/Nabi), ketiganya menyatu, Kalau di Alam
Antara/Alam Kubur/Alam Api Penyucian/Kandhawaru, hanya tinggal dua,
dan di
Alam Akhir/Akherat/Alam Kesempurnaan/ Alam Kesucian, tinggal satu saja.
Hal
ini cocok dengan katakata
kiasan yang sering disampaikan oleh Panutan
ketika Beliau menyebarkan Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat di tahun 1921
sampai dengan 1937, Setiap kali Panutan melagukan gendhing sebagai
berikut:”Sontoloyo angon bebek ilang loro, kari siji sing putih kang
go ing Gusti, irengireng
dhewe, kuningkuning
dhewe, putihputih
dhewe."(terjemahan:Sontoloyo, menggembala bebek hilang dua, tinggal
satu
yang putih yaitu untuk Tuhan, hitamhitam
sendiri, kuningkuning
sendiri,
putihputih
sendiri). Yang dimaksud tidak lain adalah apa yang dialami sendiri
oleh Panutan, yang juga ditularkan kepada seluruh muridmuridNya,
yaitu pada
saat sampai di Alam Akhir Suksma tinggal satu yang putih berkedudukan
sebagai Tuhan, di Alam Hitam (dunia) masih ada tiga yang menyatu
(sebagai
Panutan/Nabi), di Alam Kuning masih ada dua yang menyatu yang
berkedudukan sebagai Utusan, sedang yang putih tinggal sendirian di Alam
Akhir/Alam Kesempurnaan.
6. Panutan bersabda demikian:”MuridmuridKu
harus bisa seperti Aku, kalau
Aku bisa mi’rad, menembus ke langit ke tujuh, muridmuridKu
harus juga bisa.
Kalau Aku bisa menerima sabda/perintah Tuhan Allah, muridmuridKu
juga
harus bisa. Kalau Aku bisa dan sanggup berbuat suci karena sudah melihat
dan
mengalahkan hawa nafsuKu, muridmuridKu
juga harus bisa melihat dan
mengalahkan musuh dari suksma masingmasing,
jadi dapat selalu berbuat
suci!”.
Selain dari itu Panutan juga bersabda tentang Anggerangger
Sebelas (Sebelas
Perintah Tuhan) bab Larangan yaitu:”Jangan pada melanggar laranganKu
yaitu
jangan pada berbuat zinah, itu konsekuensinya dapat menerima
hukuman/siksaan, Suksmanya bisa tanpa busana (telanjang bulat), kalau
diturunkan lagi ke dunia (reinkarnasi) enggak bisa menjadi manusia lagi,
tetapi
menjadi binatang, Ingatlah ketika Nabi Adam mendapat hukuman, alat vital
Beliau hanya ditutupi dengan dedaunan, karena Beliau melanggar larangan
Tuhan, oleh karena itu, mengenai Ijab Roh (pernikahan yang mana si wanita
sedang mengandung) yang berarti mengakui kandungan yang tidak sah, itu
tidak boleh, karena hal itu memberi jalan/peluang/kesempatan kepada
Jin/Ijajil/makhluk halus/setan, padahal setan itu melalui lubang jarumpun
dapat
menerobos/masuk menggoda, jadi melanggar sedikit saja larangan (lupa
sedikit
saja kepada) Tuhan, setan akan cepatcepat
menerobos untuk menggoda. Lagi
pula dulu Saya pernah bilang:”kalau membangun rumah, misalnya bisa
membangun rumah gedung sekalipun harus ada tiangnya, meskipun hanya
satu
atau dua, sedangkan bila yang dibangun bukan gedung tetap harus ada
tiangnya dengan bahan seperti umumnya, karena coba mohonlah pada
Tuhan,
rumah yang tidak ada tiangnya itu siapa yang menempati? Orang yang mati
dan suksmanya tidak dapat kembali kepada Tuhan (kesasar), di tempat
hukuman itu, ada yang menempati rumah yang tidak ada tiangnya! Di
kamar
tidur, di atas pintu masuk kamar tidur, pasanglah simbol: anak panah yang
berjumlah tujuh yang mengarah ke setengah lingkaran yang di dalamnya
berisi
huruf “A”. Apa yang diperintahkan oleh Panutan tersebut jangan hanya
dibiarkan berhenti dalam tulisan atau buku ini saja atau hanya dibaca, tetapi
benarbenar
laksanakan, pasanglah simbol tersebut terbuat dari apapun, entah
itu dari kayu, seng, besi, alumunium dan sebagainya di tempat sebagaimana
diperintahkan oleh Panutan tersebut.
Simbol yang dimaksud adalah sebagai berikut:
***A***
BAB XIX
MENJELANG WAFATNYA RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
1. Perintah Panutan untuk mengganti istilah sesembahan Tuhan Allah diganti
dengan RAMA PRANSOEH
segera dapat tersebar luas, sehingga sembahyangan
juga diubah, istilah sesembahan Tuhan Allah diubah menjadi sesembahan
Rama
PranSoeh
dan menjadi sebutan seharihari
hingga menjadi kebiasaan.
Mengenai istilah Tuhan Allah, Tuhan Yang Manon, Yang Suksma Kawekas,
Kang
Murbeng Dumadi, Yang Maha Kuasa, Hyang Widhi Wasa, Yahwe, Yehovah,
dan
lainlainnya,
beda bangsa beda sebutannya/istilahnya/bahasanya, hal itu hanya
untuk memenuhi kebutuhan kesusasteraan serta untuk memberi tambahan
keterangan agar jelas yang dimaksudkan. Tentu saja hal itu (penggantian
sebutan Tuhan Allah dengan Rama PranSoeh)
pada mulanya selalu menjadi
pertanyaan masyarakat, bahkan menimbulkan berbagai macam kecurigaan.
Tetapi setelah digunakan setiap hari, lagi pula sering diberikan penjelasan
berulang kali, sehingga sesembahan Rama PranSoeh
tidak lagi menjadi
pembicaraan di masyarakat, maka apa yang diperintahkan oleh Panutan
dapat
terlaksana dengan lancar. Perubahan sembahyangan tidak hanya mengenai
istilah sesembahan saja, tetapi belum masuknya nama Panutan, belum
masukknya kalimat: Saya/hamba menyaksikan dan mengakui dalam
sembahyangan dan tentang kata mimpi, yang semuanya itu juga harus
diakomodasi dalam sembahyangan, karena semua berdasarkan perintah dari
Panutan. Selanjutnya sembahyangan segera disempurnakan. Panutan
pernah
mengatakan bahwa ketika Beliau meneliti keadaan anakcucu,
muridmurid
Beliau di Alam Halus/Alam Kasuksman, Beliau melihat/mengetahui bahwa
muridmurid
yang berada di sekitar Godeyan pada terpikat/terbujuk dan
dikuasai Jin/Makhluk Halus/Setan diangkut dan dibawa dengan kereta api
dalam
banyak gerbong, akan dibawa ke Gunung Himalaya. Untungnya ketahuan
dan
dilihat oleh Panutan, sehingga kereta api tersebut dapat dihentikan dan para
murid yang berada di dalam gerbong dapat diselamatkan semua. Kemudian
Panutan memerintahkan agar diadakan pementasan wayang kulit di daerah
Godeyan, Beliau juga hadir disana dan memberikan nasehat sebagai
berikut:”AnakcucuKu
pada memberi upah/imbalan apa kepadaKu, yang
mempunyai pangkat Saya jaga pangkatnya, yang pada punya anak Saya
pelihara dan Saya asuh anaknya, yang pada punya ternak Saya jaga
ternaknya, ternyata tidak pada mencintai Saya, lupa kepada Saya, buktinya
pada terpikat dan dikuasai oleh Jin dan akan dibawa ke Gunung Himalaya,
untung ketahuan oleh Saya. Makanya sampai terjadi peristiwa seperti itu,
karena anakcucuku
banyak yang belum menyaksikan dan mengakui di Alam
Batin/Alam Kasuksman dengan benarbenar
jelas mengenai Saya!” Oleh karena
itu sembahyangan harus ditambah dengan kalimat (menggunakan kalimat)
menyaksikan dan mengakui.
2. Panutan memanggil muridmuridNya
yang terdekat untuk menghadap Beliau
secara bergantian/bergiliran. Setelah pada menghadap, mereka diuji dengan
berbagai macam pertanyaan,
diberi berbagai macam pesan, yang belum
paham dijelaskan sampai benarbenar
mengerti mumpung Beliau masih hidup,
ilmu/pengetahuan lahir maupun batin yang dimiliki Panutan semuanya
diberikan/disampaikan kepada para muridNya, jangan sampai ada keraguan
apabila Beliau wafat, jangan sampai muridmuridNya
pada raguragu
ketika
mereka ditinggal wafat oleh Panutan. Sabda Panutan kepada muridmurid
terdekatNya:”SMH Sirwoko dan Broto (Ong Sioe Gien) terlihat selalu
mengikuti
Saya kemana saja, juga selalu mengikuti ibu, makanya diminta fotonya
untuk
dipasang oleh ibu disana, sedangkan kalau Saya terdesak oleh musuh
(menghadapai bahaya) di alam batin selalu diikuti oleh Martaradana, lha
kalau
Saya menyerbu musuh yang ikut Martowiyogho. Orang Jawa itu jangan lupa
pada adat Jawanya, Kalau berpakaian adat Jawa yang lengkap di Alam
Kasuksman/Alam Halus itu harus siap dengan senjatanya/mengenakan
keris.
Ada murid baru yang sedang belajar Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat dari
bangsa Tionghoa, Sioe Han namanya, mencapai katam dengan jelas setelah
diberi petunjuk oleh ibu. Ia berniat belajar Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat
karena ia baru saja ditinggal mati oleh ibunya dan saudarasaudaranya;
Ia
sendiri juga sedang menderita sakit. Setelah mencapai katam, ia sangat
setia
kepada Panutan dan ibu. Setiap malam ia sering menghadap Panutan
melayani
berbagai macam hal layaknya seperti seorang hamba. Setiap Panutan
bangun
tidur di malam hari maupun di pagi hari, Sioe Han menghampiri, menuntun
Panutan yang sudah berumur/tua naik turun tangga untuk pergi ke belakang
(kamar mandi). Panutan berkata:”Sioe Han itu sangat memperhatikan saya,
kesetiaannya di dunia ini ibarat Sirwoko dua”. Ketika ada muridNya yang
sudah
katam menghadap Beliau, menyela memohonkan untuk kesembuhan
saudaranya yang sakit parah, Panutan marah:”Apa kamu tidak tahu, orang
yang sakit itu sedang dihukum oleh Rama PranSoeh,
lebihlebih
kamu orang
yang sudah katam. Ia dihukum itu karena telah melakukan kesalahan, kamu
membela orang yang salah karena kamu sejenis dengan orang yang
berdosa!”
Panutan sendiri jarangjarang
kambuh sakitnya, apalagi kalau kambuh hanya
sebentar, paling hanya pusing beberapa jam, batuk hanya kadangkadang
saja.
Hal itu adalah hal yang biasa dialami oleh orang yang umurnya sudah lebih
dari
85 tahun. Kalau Panutan mengetahui ada muridmuridNya
yang melanggar
peraturanperaturan/
perintah Rama PranSoeh
(Anggerangger)
pasti
memarahi mereka dan mereka tidak diperkenankan menghadap Beliau.
Kalau
ada yang memaksa untuk menghadap, Beliau tidak mau menemui dan
malah
sering ditinggal pergi. Beliau selalu dapat merasakan dan mengetahui jika
ada
muridNya yang selingkuh, berbuat tidak suci, melanggar anggerangger.
Mengenai hal ini Panutan mempunyai dasar yang jelas dan akurat. Ketika
pada
siang hari Ong Sioe Gien, Darmawasita dan Pudjosoewito menghadap
Panutan
untuk membicarakan mengenai perintah Beliau mengubah sembahyangan
dengan menambah kalimat menyaksikan dan mengakui, Panutan
bersabda:”Maksud yang paling penting dari itu adalah agar semua pada
menyaksikan, dan setelah menyaksikan baru pada mengakui!”
3. Panutan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah,
mengajukan pensiun, minta berhenti menjabat sebagai Carik Desa Jagalan,
karena merasa sudah tua, kalau sampai tidak dapat menyelesaikan
pekerjaanNya akan merugikan orang banyak satu desa. Dua bulan setelah
pengajuan pensiun, Pemerintah mengabulkannya. Panutan memberikan
perintah yang khusus mengenai Astana Waja dan Bale Suci Agung Gedung
PranSoeh
Tlaga Maharda demikian:”
a. Halaman Astana Waja itu disebut Asmara Data, yang boleh masuk
kesana hanyalah orang yang sudah katam, sedangkan yang belum katam
tidak diperkenankan.
b. Orang lakilaki
tempatnya di sebelah kanan lurus dengan tempat calon
makamKu, sedangkan untuk perempuan di sebelah kiri lurus dengan makam
ibumu.
c. Di Asmara Data, tujuannya hanya untuk bersembahyang, jangan sampai
pada menyembah/ berbakti kepada batu nisan yang ada di makam.
d. Pot tanaman yang dipasang oleh Ong Sioe Gien di sebelah kiri supaya
ditanami bunga yang berwarna putih, sedangkan pot tanaman yang
dipasang oleh SMH Sirwoko di sebelah kanan supaya ditanami bunga yang
berwarna merah muda/pink/merah.
e. Pada pintu Astana Waja sebelah atas, di bawah simbol anak panah
berjumlah tujuh yang mengarah pada setengah lingkaran yang berisi huruf
A, ditulis kalimat kiasan (Jawa: sengkalan) yang menunjukkan/mempunyai
arti tahun dilaksanakannya peletakan batu pertama pembangunan Astana
Waja, yang bunyi kalimatnya adalah:”Katon Sumare Jawata Luwih”, artinya
Tahun 1957.
f. Panutan bernubuat (Jawa: paring pameca) kalau tiang utama Bale Suci
Agung Gedong PranSoeh
yang empat akan berasal dari satu pohon yang
sama.
g. Di atas pintu Bale Suci Agung Gedung PranSoeh
supaya dipasang
arca/patung burung Manyar Seta, yang menjadi lambang
ketenteraman/kesucian.
h. Di kolam yang terletak di depan Bale Suci Agung Gedung PranSoeh,
yang di sebelah kiri supaya dipasang arca/patung Ditya Ganggaskara
yaitu arca seekor harimau yang mata kirinya buta, sedang yang di sebelah
kanan agar dipasang arca/patung Naga Wasesa yaitu patung seekor naga.
Maksud dipasangnya patung Ditya Ganggaskara yaitu sebagai tempat bagi
orang yang ingin memperoleh kedudukan/jabatan, sedangkan Naga
Wasesa yaitu sebagai tempat bagi orang yang ingin memperoleh
kekayaan/hartabenda.
i. Diperintahkan dalam membuat Bale Suci yang terutama mendesign
menentukan bentuk arsitektur dan cara pembuatannya harus dilakukan oleh
Martadimeja dan Sayuti.
***A***
BAB XX
WAFATNYA RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
1. Ketika itu, setiap kali Panutan duduk di hadapan anakcucu,
muridmuridNya
sering berkata bahwa duniaNya sudah terang, mengenai masalah
lainlainnya
itu terserah pada kehendak Rama PranSoeh.
Beliau bersabda
demikian:”Ibarat tanaman tembakau, Saya ini kan tinggal kelapkelip
(menunggu ajal saja)!” Semuanya sekarang ini sudah sesuai/benar, mulai
dari sesembahannya, ilmunya dan sembahyangannya sudah selesai. Hanya
sembahyangan nomor lima yang masih kurang sesuai/pas sedikit, diubah
agar lebih sesuai/pas juga baik, tetapi seandainya tidak diubahpun juga
tidak apaapa,
karena yang tahu kan hanya kita sendiri!” Setelah itu
Panutan menceriterakan berbagai macam hal, dan yang berkenan di hatiNya
adalah cerita/lakon Bratanirmaya Racut. Nanti kalau sudah tiba saatnya
lakon Bratanirmaya Racut pasti akan banyak yang menangis. Panutan
bersabda agar anakcucu,
muridmuridNya
sering menghadap ibu, karena
beliau sering sekali bertemu (jumbuh) dan dekat dengan Rama PranSoeh.
Mengenai kejelasan pemahaman ibu tentang kasuksman, yaitu seberapa
jauh
ibu telah menyaksikan dan memahami Alam Kasuksman, Panutan sering
mengatakannya baik kepada muridmuridNya
maupun kepada orang lain
yang datang menghadap Beliau, Panutan dengan jelas dan tegas merasa
bahwa ibu lebih ahli dalam hal kerohanian/kasuksman dibandingkan para
muridNya. Pada waktu itu adanya pentas wayang kulit yang membawakan
ceritera/lakon Bharatayuda yang digelar di Sasono Hinggil, lapangan
Kraton/Kerajaan Yogyakarta sedang hangat menjadi pembicaraan
umum/masyarakat, Panutan bersabda:”Aku ini kan sudah mulai
bharatayuda!”, Para anakcucu,
muridmurid
yang sedang menghadap
Panutan belum/tidak dapat menangkap apa maksud Beliau menyampaikan
sabda tersebut, yang sangat mengherankan bahwa Panutan sekalisekali
hanya melihat ke bawah saja tidak mau melihat kepada anakcucu,
muridmuridNya
yang sedang menghadap, lebihlebih
kepada anakanakNya
sendiri. MuridmuriddekatNya
yang bertempat tinggal jauh dari desa
Jagalan, Muntilan, semua dipesan untuk menghadap, dan setelah datang
menghadap diberitahu berbagai macam hal/dinasehati dan dipandang
sebentar, juga sering melihat ke bawah dengan suara yang berat, susah
keluar, sangat berbeda dengan adat kebiasaanNya.
2. Sebenarnya para muriddekat
Panutan sudah banyak yang menerima
sabda/tanda dari Rama PranSoeh
bahwa Panutan akan segera wafat, hal
itu tergambar di Alam Halus/Kasuksman. Ong Sioe Gien di Alam Halus
melihat Panutan kembali ke rumah lama. Martaasmara menyaksikan
Panutan
kemanamana
sudah bersama ibu almarhumah, Martaradana dipamiti
(menerima ucapan selamat tinggal), Martosoewito merasa sudah
mengangkat jenazah Panutan, Darmawasita menuntun, menyertai Panutan
pulang yang kemudian Panutan menghilang, Pak Madhul dan temannya
diperintahkan menunggu kalau Panutan sudah tiba waktunya pulang, dan
masih banyak lagi yang menerima tanda/gambaran yang mempunyai
makna/arti bahwa Panutan akan segera wafat. Bahkan SMH Sirwoko sendiri
mengumumkan dalam rapat: Panutan jangan sampai merasa kecewa
mengenai masalah apa saja, perintahNya harus dilaksanakan. Mengenai hari
Raya/Besar, setelah melalui diskusi yang intens, yang serius dan ramai,
ditentukan ada empat, yaitu:
1) Hari kelahiran Panutan
2) Hari Turunnya/Diterimanya Wahyu Sejatining Putri
3) Hari Turunnya/Diterimanya Wahyu Sejatining Kakung dan Wahyu
Utusan/Wahyu Roh Suci
4) Hari WafatNya Panutan (hal ini akan ditentukan kemudian karena pada
saat itu Panutan masih hidup.
Mengenai keputusan Hari Raya/Hari Besar, hal itu sudah disampaikan oleh
Pudjosoewito ketika datang menghadap karena dipanggil oleh Panutan,
kemudian juga sudah diulangi oleh Ong Sioe Gien, yang semua itu disetujui
dan berkenan di hati Panutan. Panutan menyampaikan sabda penting yang
berhubungan dengan kejadian yang dialami oleh orang tua dari muridNya
yang disayangi (karena memang besar pengorbanannya) yang mati gantung
diri/bunuh diri. Panutan dengan sungguhsungguh,
dengan mengerahkan
seluruh perhatian/kekuatanNya, meneliti hal tersebut (orang mati bunuh
diri), kemudian bersabda:”Orang mati bunuh diri itu di Alam Batinnya
memang memiliki kekotoran yang mendasar (Jawa: tetimbrah), selama
belum dibersihkan, keturunan orang tersebut juga akan memiliki kekotoran
yang mendasar juga. Untuk membersihkan kekotoran yang mendasar
tersebut, orang harus belajar Ilmu Tuhan Tiga Perangkat hingga mencapai
katam, kalau orang sudah katam, maka kekotoran yang mendasar tersebut
sudah hilang hingga keturunannya tidak memiliki kekotoran yang mendasar
lagi. Tetapi kalau orang tersebut belum katam, maka keturunannya tetap
akan memiliki kekotoran yang mendasar. Oleh karena itu bagi muridmuridKu
yang mempunyai leluhur yang tercemar kekotoran yang mendasar,
mohonlah kepada Rama PranSoeh
untuk bertemu dengan
induk/sumber/rajanya tidak terkena mati bunuh diri, makanya kalau
menjodohkan anak itu periksalah dengan teliti, apakah calon menantu kita
itu keturunan dari orang yang memiliki kekotoran mendasar atau tidak
(pertimbangkan dengan benar bibitnya). Mengenai tetimbrah, bukan saja
hanya mati bunuh diri, tetapi masih banyak yang lainnya yaitu: penyakit
gila, penyakit ayan, dan penyakit lepra/budhug.
Ketika ada gempa bumi di tahun 1957, Panutan memerintahkan kepada
muridmuridNya
agar memohon keterangan kepada Rama PranSoeh:
gempa bumi itu terjadi karena pengaruh siapa dan kejadiannya bagaimana?
3. Pada Malam Minggu Pon, terdapat banyak sekali para murid yang pada
datang menghadap Panutan, jumlahnya kurang lebih tigaratus orang,
karena pada waktu itu ada murid yang baru mencapai katam dan ada
duapuluh murid katam yang akan menerima dunungan. Sebelum dan
sesudah dunungan Panutan memberi penjelasan mengenai banyak hal yang
intinya para murid agar selalu ingat dan setia kepada Rama PranSoeh,
jangan berkecil hati, karena Utusan Rama PranSoeh
akan selalu menyertai,
melindungi, menuntun dan membalas segala pengorbanan kadang golongan
(muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo). Pada pagi harinya
Panutan pergi ke sawah, pulangnya siang seperti adat kebiasaan Beliau
menyelesaikan memanen tembakau agar jangan sampai kehujanan. Pada
sore harinya, Beliau berkata kalau badanNya terasa gerah (kepanasan), ibu
akan memanggilkan tukang pijit tetapi Panutan tidak memperkenankannya.
Pada pagi berikutnya Panutan menunggui anakcucu
yang sedang
merajang/mengirisiris
daun tembakau di rumah sebelah selatan,
sabdaNya:”Cepat diselesaikan merajang persediaan daun tembakau yang
sudah matang, nanti hari Kamis dan Jum’at saja berhenti dulu karena akan
banyak kedatangan tamu, Saya sedang punya hajat.” Para murid yang
sedang mengirisiris
daun tembakau menyanggupi sambil bertanya dalam
hati mereka:”Akan ada kejadian apa kok Panutan berkata seperti itu?”Ibu
yang juga sudah menerima gambaran/tanda/pemberitahuan dari Rama
PranSoeh
di Alam Halus, dan mengetahui cara Panutan bersembahyang
menjelang tidur yang berbeda dengan kebiasaan Beliau, yaitu mendengar
berkalikali
Panutan menyampaikan: “Mari Rama PranSoeh,
Saya hantarkan
pulang!” Setelah selesai sembahyang, ibu menyela bertanya:”Panutan,
maunya bagaimana?” JawabNya:”Tidak apaapa,
kamu isteriKu, yang
memang sejak dulu setia kepadaKu. Kamu jangan sedih kalau Saya tinggal,
kan sudah dibuatkan rumah oleh anakcucu,
meskipun kecil tetapi semuanya
sudah terbuat dari batu, sehingga awet dan tidak mudah rusak. Dan kamu
jangan khawatir, Saya sudah mewariskan begitu banyak muridmurid,
tolong
semua Kamu urus!” Panutan dipersilahkan tidur dan disarankan untuk tidak
banyak berfikir, karena badan Beliau sedang sakit. SabdaNya:”Aku tidak
apaapa,
hanya merasa gerah saja, kalau mengenai batuk itu soal biasa
karena memang sudah tua!” Hari Selasa dan Rabu, Panutan tidak keluar dari
rumah, anakanak
Panutan diberitahu kemudian pada datang menghadap,
dipandang sebentar/sekejap, Panutan terus melihat ke bawah saja. Hanya
kepada anakNya yang bernama R. Wenang Panutan mengatakan kalau
hidup di dunia ini tidak mudah dan memang berat, sedangkan kepada
anakNya yang bernama R. Mukri Panutan berpesan agar saat Beliau wafat
supaya dikenakan pakaian Jawa Deles (Mataraman) lebih dulu, setelah itu
dikenakan jubah, baru boleh dibungkus dengan kain kafan yang hanya
ditutupkan saja (covered), jadi tidak diikat. Ibu memanggil Pak Madhul dan
temantemannya
disuruh tuguran (begadang sambil berdoa) karena ibu
menerima perintah Rama PranSoeh
yang sama seperti yang diterima Pak
Madhul dan temantemannya,
semua segera melaksanakannya. Meskipun
Panutan agak sakit, Beliau melakukan pantang garam (mutih), tidak makan
makanan yang asin, mengambil nasi putih saja ditempatkan pada sebuah
cawan/lepek, akan ditempatkan pada piring saja Beliau tidak berkenan, lagi
pula makannya hanya pada siang hari saja, seperti adat kebiasaanNya. Ibu
sering menawarkan berbagai macam makanan, malahan dimarahi oleh
Panutan karena jadi godaan bagi Beliau sehingga disuruh menyingkir supaya
istirahat saja. Panutan berkata bahwa diriNya tidak apaapa
hanya
badanNya terasa gerah saja. Pada Malam Kamis Pahing, tanggal 24 Oktober
1957 atau tanggal 30 bulan Maulud tahun 1889 kurang lebih jam 01:00 WIB
Panutan wafat kembali ke Alam Keabadian dengan tenang dan damai,
membuktikan sikap pasrah dan ikhlas hatiNya. Pada waktu itu, setelah pada
tenang hatinya bagi para murid yang melakukan tuguran pertamatama
yang harus dilakukan adalah memberi/mengirim kabar kepada putraputri
Panutan yang jauh tempat tinggalnya, para keluarga, kenalan, handai taulan
dan kepada seluruh murid Panutan dimanapun mereka berada. Menjelang
wafatNya Panutan, sudah selama tiga hari para kadang golongan
(muridmurid
Panutan) merasa tidak tenteram hatinya, tidak enak badan, tidak
enak makan dan tidak enak tidur, badan terasa meriang, gerah dan panas.
Ketika menerima kabar tentang wafatNya Panutan, meskipun sebelumnya
telah menerima gambaran/tanda di Alam Kasuksman, para murid merasa
sangat terkejut karena tidak mendengar kabar sakitNya Panutan, lebihlebih
bagi muridmurid
yang menghadap Beliau pada hari Malam Minggu Pon.
Yang pada terima gambaran/tanda di Alam Halus pada menyesal kenapa
tidak segera menyempatkan waktu berkunjung menghadap Panutan,
maksud
hatinya mohon diundur siapa tahu Rama PranSoeh
berkenan/mengijinkan.
Muridmurid
lainnya ada yang baru tahu bahwa dalam waktu empat puluh
hari diperintahkan untuk menanam pohon Bestru ternyata itu merupakan
perintah kiasan yang mengandung arti jangan kabesturon (jangan
ketiduran/lupa pada Panutan), dan ketika beberapa hari sebelum wafatNya
Panutan terjadi gempa bumi yang mana para murid diperintahkan untuk
bertanya pada Rama PranSoeh:
dari pengaruh siapa terjadinya gempa bumi
tersebut dan bagaimana kejadiannya. Ternyata semua itu pengaruh dari
akan wafatNya Panutan. Semuanya pada menyesal, sepertinya Panutan
memang ingin pergi/wafat diamdiam
agar tidak
ditahan/dipegangi/dihalangi oleh muridmuridNya.
Semuanya itu memang
mengherankan, saling mengabari, saling bersurat, menelpon, mengirim
telegram, mengumumkan lewat Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta
melalui berita keluarga, sehingga berita wafatNya Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo cepat sekali tersebar. Oleh karena itu banyak sekali orang
yang datang melayat, ikut berbela sungkawa, Taksi, bis dan kereta api yang
menuju Muntilan, penumpangnya membludak tidak muat semuanya,
karangan bunga tidak terhitung jumlahnya, anakcucu,
keluarga, handai
taulan dan masyarakat lainnya, lebihlebih
muridmurid
Panutan seperti
ditumpahkan semua memenuhi halamanhalaman
di sekitar rumah Panutan,
di jalanjalan
desa Jagalan hingga sampai Astana Waja. Penanganan
jenazah tidak mengecewakan, setelah dimandikan kemudian dikenakan
pakaian sebagaimana pesan Panutan kepada putraNya, R. Mukri. Yang
mengherankan, jenazah Panutan hanya seperti orang tidur saja, wajahNya
bersinar, tubuhnya lemas, sehingga dengan sangat mudah dikenakan
pakaian Jawa Deles (Mataraman), kemudian dikenakan jubah, setelah itu
baru dibungkus dengan kain putih rangkap sebelas yang hanya ditutupkan
saja (tidak diikat), kemudian dimasukkan ke dalam peti. Jenazah diinapkan
karena menunggu datangnya putraputra
Beliau yang tinggal di Blitar dan
Jakarta. Untuk membuat senang puteraputeri
Panutan, setelah jenazah
disembahyangkan di rumah sebelah utara kemudian dibawa ke rumah lama
di sebelah Selatan. Para sesepuh kelompok/organisasi yang mengatur
bagaimana tata tertib jalannya jenazah nanti. Jalannya jenazah dari rumah
sampai tiba di Astana Waja sudah diatur demikian: di sebelah kanan jalan
berdiri kaum lakilaki,
di sebelah kiri jalan berdiri kaum wanita yang berbaris
empat jalur tanpa jarak dan tidak diperbolehkan pindah dari tempatnya
berdiri, agar semua dapat melihat jenazah Panutan. Setiap jarak dua puluh
meter, disediakan pemuda yang mengenakan pakaian serba putih enam
orang banyaknya yang akan bertugas memikul jenazah. Setelah yang
dinantinanti
tiba dan segala sesuatunya telah dipersiapkan dengan teratur
dan rapi, maka peti jenazah yang dihias dengan sangat indah diangkat oleh
para putra Panutan diterima oleh para sesepuh kelompok/organisasi,
digotong untuk dibawa ke halaman, seterusnya dipanggul bergantiganti
oleh
para pemuda menuju Astana Waja. Yang mengantar jenazah diatur berbaris
dengan mengenakan pakaian serba putih, lagi pula tidak ada pemandangan
yang tidak semestinya, sehingga menciptakan suasana yang sejuk dan
prihatin, ikut berbelasungkawa bagi yang wafat dan untuk keluarga yang
ditinggalkan. Di Astana Waja sudah diatur rapi, sehingga untuk selanjutnya
jenazah segera disemayamkan dengan hatihati
dan dengan penuh hormat,
hingga selesainya upacara tidak ada halangan sedikitpun, kecuali hanya
melayangnya rasa hati ditinggal pergi yang membuat tubuh tanpa daya lagi.
Perlu diketahui bahwa di sawahsawah,
di atas genting rumahrumah
di
sekitar Astana Waja dipenuhi masyarakat umum yang ingin melihat jenazah
Panutan; Ada juga sebagian orang yang berniat ingin memperoleh
berkah/anugerah.
Selain para murid yang ditugaskan untuk melakukan tuguran, tentu saja
hanya beberapa orang, yang lainnya pada pulang ke rumah masingmasing
dengan hati yang berat, sedih dan patah karena ditinggalkan oleh pujaan
hati mereka.
***A***
BAB XXI
SETELAH WAFATNYA RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
1. Para sesepuh kelompok/organisasi mengumumkan bahwa sejak tanggal wafatNya Panutan hingga hari ke sebelas,
para murid Panutan dianjurkan supaya lebih intens/giat lagi melakukan tapa/brata, melakukan tuguran di Astana
Waja dan di rumah ibu/Panutan bahkan tuguran tersebut dilanjutkan sampai akhir hari sugengan Panutan.
Meskipun secara lahiriah merasa ditinggal Panutan dimana Kadang Golongan sudah tidak bisa lagi berbicara
dengan Panutan di dunia, tetapi di Alam Halus/Alam Mimpi/Alam Kasuksman/Alam Sasmita Maya, kalau
benarbenar
berusaha/intens, bertindak jujur dan suci, dan melakukan tapa brata dengan sungguhsungguh,
maka pasti
akan dapat bertemu (Jawa: jumbuh) dengan Suksma Suci Panutan yang berkedudukan sebagai Utusan yang
bernama Rama Resi PranSoeh.
Hal demikian itu tidak selalu setiap memohon untuk bertemu dengan Suksma Suci
Panutan (Utusan) kemudian dapat bertemu, tergantung budi pekerti orang yang memohon tersebut. Ibarat
timbangan, kalau barang yang ditimbang beratnya satu kilogram, maka ukuran anak timbangan (Jawa: bandul)nya
juga harus satu kilogram; Ibarat harga barang, kalau harga satu kilogram beras misalnya delapan ribu rupiah,
dan kita hanya punya uang tujuh ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah, maka kita tidak akan bisa
mendapatkan beras tersebut, meskipun hanya kurang satu rupiah. Sejak ketika mulai menyebarkan ilmuNya untuk
pertama kalinya, Panutan bersabda kepada para muridNya bahwa Utusan Rama PranSoeh
itu memiliki Suksma
Abadi/langgeng yang tidak dapat rusak dan tidak terkena hukuman dari Rama PranSoeh
(bebas hukuman).
2. Mulai hari Sugengan yang pertama sampai dengan hari Sugengan yang terakhir, wujud sembahyangan hanya
berupa menghaturkan terima kasih kepada Rama PranSoeh,
yang telah mengirim Panutan ke dunia hampir
sembilan puluh tahun lamanya yang membuat umat manusia yang percaya kepada Beliau lalu ingat dan
menyembah kepada Rama PranSoeh.
Bersamaan dengan hari Sugengan yang ke sebelas, batu nisan Panutan
dipasang sekalian, tingkatnya/lapisannya berjumlah sebelas, itu merupakan tingkat/lapisan yang paling banyak.
Di bawah Panutan lapisannya hanya sembilan tingkat seperti yang dipasang pada batu nisan almarhumah ibu.
3. Sepeninggal Panutan, tidak ada satupun harta warisanNya yang jadi masalah, lebihlebih
yang menjadi rebutan,
sengketa ataupun pertengkaran. Semua anak dan ahli waris Beliau talah memperoleh bagian dengan tertib dan adil
tanpa harus dibuat adil. Sawah dan pekarangan (tegalan) sudah dibagibagikan
lebih dahulu sebelum Panutan
wafat, yaitu sewaktu Beliau masih hidup. Warisan yang berwujud pusaka dilestarikan sebagaimana perintah
Beliau yang telah disampaikan sebelumnya. Oleh karena itu, mengenai warisan, apa yang dilakukan Beliau perlu
digunakan sebagai contoh untuk menjaga jangan sampai terjadi pertengkaran/sengketa/rebutan warisan antar
saudara/keluarga, lebihlebih
jangan sampai berperkara di pengadilan, sampai diatur oleh pemerintah, diupayakan
agar dapat diatur/diselesaikan sendiri yang seadiladilnya.
Perlu diingat kalau akan membagi warisan supaya
jangan dibagi semua, harus masih disisakan rumah atau tanah untuk tempat tinggal orang tua (bapak atau ibu),
karena meninggalnya suami isteri itu pada umumnya tidak bersamaan waktunya, entah suaminya lebih dulu atau
isterinya yang lebih dulu.
4. Ibu menerima perintah dari Rama PranSoeh
agar pembangunan Bale Suci PranSoeh
diselesaikan secepatnya,
karena Astana Waja sudah dipakai untuk tempat bersemayamnya mendiang Panutan dan ibu. Tentu saja para
kadang golongan segera mengadakan gerakan untuk mengumpulkan dana sebagai biaya untuk dapat segera
menyelesaikan pembangunan Bale Suci PranSoeh
menunaikan perintah Rama PranSoeh.
Tidak lama setelah
perintah tadi diterima, tiang utama (Jawa: saka guru) Bale Suci PranSoeh
didirikan dengan upacara
sembahyangan dan tirakatan. Yang sangat mengherankan empat tiang utama dibuat dari kayu yang berasal dari
satu pohon, persis seperti nubuat Panutan sebelumnya. Pada saat tibanya hari sugengan Panutan yang terakhir
yaitu hari yang ke tiga ratus tiga puluh dari saat wafatnya Panutan, Bale Suci Agung Gedong PranSoeh
sudah
teduh (seluruh atapnya sudah terpasang), dapat digunakan untuk upacara dengan tenang dan tenteram meskipun di
musim hujan sekalipun dimana banyak turun hujan dengan deras.
***A***
BAB XXII
ARTI PENTING (TUJUAN) RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
TURUN (LAHIR) KE DUNIA
Kalau kita mengingat sejarah perjalanan hidup Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, lebihlebih
bila dihubungkan
dengan Wahyuwahyu
yang diterima oleh Beliau serta perintahperintah
Rama PranSoeh,
juga tapa brata (berpuasa,
pantang memuaskan hawa nafsu dan menjaga perilaku agar selalu suci, jujur dan benar) dan kesengsaraan yang
dialami
Beliau sejak kecil hingga menjelang wafatNya, yang semua itu dijalani karena membulatkan tekad untuk
melaksanakan perintah Rama PranSoeh
agar dapat melepaskan/membebaskan seluruh umat manusia yang percaya
kepadaNya dari kesengsaraan.
Arti penting (tujuan) Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo turun (lahir) ke dunia ini adalah sebagaimana tersebut di
bawah ini:
1. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo lahir di dunia ini dari keluarga yang rendah jabatannya dan susah
hidupnya, bila dibandingkan dengan ketika Beliau lahir ke dunia di zaman dulu sebelum dilahirkan saat ini.
2. Beliau melaksanakan tapa brata menjalankan perintah Rama PranSoeh
saja selama tiga puluh satu tahun yaitu
mulai dari tahun 1890 sampai dengan tahun 1921 Masehi, itupun terus dilanjutkan hingga menjelang wafatNya
(tahun 1957), hanya untuk memperjuangkan keselamatan dan ketenteraman seluruh umat manusia yang percaya
kepadaNya.
3. Beliau selalu menyerahkan seluruh hidup dan matiNya kepada Rama PranSoeh
(ikhlas kalau sampai meninggal
dunia), dan juga selalu terancam bahaya kematian. Ikhlas kalau sampai mengalami kematian itu ditunjukkan pada
saat Beliau menghadapi/ingin mencapai sesuatu yang sangat penting seperti misalnya: saat turunnya
(diterimaNya) Wahyu Sejatining Putri, Wahyu Sejatining Kakung, dan pada saat membela para muridNya yang
sedang ditimpa masalah berat atau terancam kematian. Seperti halnya peristiwa di desa Tanabaya di sebelah barat
kota Magelang, di desa Tingal, Borobudur, dan di rumah Beliau sendiri di tahun 1948 dan 1952. Panutan selamat
dalam menghadapi semua peristiwa tersebut, karena memang Suksma Suci Beliau yang berkedudukan sebagai
induk/sumber dari segalanya ya sumber/induk keselamatan, kesehatan, ketenteraman hidup dan sebagainya.
Kesengsaraan dan kematian yang disebabkan oleh perbuatan jin/ijajil/setan tidak dapat menyentuh pribadiNya,
kecuali kesengsaraan dan kematian yang berasal dari kodrat kehendak Rama PranSoeh.
Keadaan di dunia ini
hanya ada dua macam seperti: adanya dorongan /kehendak untuk berbuat baik atau jahat, ada kaya dan miskin,
ingat dan lupa, demikian seterusnya. Pada umumnya manusia membutuhkan keselamatan dan ketenteraman baik
lahir maupun batinnya, sedangkan di dunia itu ada berbagai macam keadaannya seperti adanya bencana alam,
perang dan wabah berbagai macam penyakit. Keyakinan/kepercayaan manusia di dunia sekarang ini: banyak yang
sudah percaya kepada Tuhan (Rama PranSoeh),
ada yang masih menyembah berhala, ada yang masih percaya pada
takhayul, dan ada juga yang tidak percaya kepada (adanya) Tuhan. Bagi manusia yang menyembah Tuhan, ada
yang menggunakan caracara
tertentu menurut keyakinan masingmasing
orang, tetapi ada juga yang lupa
menyembah Tuhan karena hanya lebih mementingkan mencari harta benda/kekayaan. Sedangkan manusia yang
tidak percaya kepada Tuhan, hanya mendasarkan pada keadaan duniawi yang dapat ditangkap dengan panca
indera melalui bantuan alat ataupun tidak. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan tentu saja juga tidak
memikirkan bahwa orang yang sudah mati itu akan masuk ke alam/dunia lain, atau tidak peduli apakah suksmanya
akan beruntung atau celaka nantinya, asal di dunia dapat hidup berkecukupan dan dapat memenuhi semua
kesenangannya (menuruti hawa nafsunya). Rama Resi PranSoeh
sering bersabda:”Rama PranSoeh
itu tidak
membutuhkan apaapa
dari para umat, kecuali hanya karena cintaNya kepada Umat. Saya turun (lahir) ke dunia ini
hanya menagih cintakasih
dari para umat, agar pada ingat mencintai Rama PranSoeh.
Makanya saya dijadikan
manusia yang paling rendah, menderita kemiskinan itu agar banyak yang berani menemui dan dekat dengan Saya,
yang berarti akan banyak pula orang yang mencintai Rama PranSoeh.
Sampai Saya menjalani berteriakteriak
dari
dulu hingga sekarang, sepeti akan pecah gendang telinga Saya, itu semua Saya lakukan karena begitu besar cinta
Saya kepada anakcucu,
muridmuridKu,
agar jangan sampai salah jalan (kesasar) suksmanya, lebihlebih
dihukum
atau disiksa. Saya bertapa brata terus itu untuk siapa kecuali hanya untuk anakcucuKu!
Saya belabelain
di
tengahtengah
hari kepanasan berkeringat mengolah sawah, yang untuk Saya sendiri seberapa sih! Yang Saya
pikirkan kan anakcucuKu,
supaya sewaktu datang ke rumahKu tidak kelaparan. Makanya kadang Saya menangis
itu kan karena cinta dan belaskasihKu,
karena Saya dikodratkan oleh Tuhan dapat menyaksikan/mengetahui
suksma siapa saja yang kesasar, yang sedang kena hukuman atau disiksa. Saya melulu hanya cinta saja kok kepada
anakcucuKu,
tidak punya maksud lain, kalau Saya sampai mempunyai maksud jahat/membohongi atau menipudaya
anakcucuKu,
biarlah Suksma Saya diganti menjadi Nyawa Tokek saja!” Menurut sabdasabda
dan
perkataanperkataan
Beliau tadi, dan melihat keadaan serta segala macam yang dialami dan dirasakan dalam hati
para murid Panutan, secara sangat jelas menyatakan/memberitahukan bahwa Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo turun/lahir ke dunia ini untuk melaksanakan/menjalankan perintah Rama PranSoeh
mengingatkan para umat agar dapat mencintai Rama PranSoeh.
Hanya orang yang bebal/ketiduran lupa pada
Rama PranSoeh
saja yang tidak percaya dan tidak mau merespon/menanggapi cinta kasih Rama PranSoeh
dan
tidak mempedulikan turunNya/ lahirNya Rama Resi PranSoeh
Sastrosowignjo ke dunia.
***A***
BAB XXIII
KEWAJIBAN RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
TIMBUL (LAHIR) DI DUNIA
1. Kewajiban menolong dan melindungi
Berlindung itu dapat diperoleh kalau dekat dengan Yang Melindungi, yaitu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
Sewaktu mengalami kesulitan, sakit dan rintangan, bagi orang yang belum katam Ilmu Tuhan Allah Tiga Perangkat,
datang menghadap Panutan memohon pertolongan agar dapat keluar dari kesulitan/persoalan apapun yang sedang
dihadapi. Beliau bersedia dengan tulus dan ikhlas lahir dan batin memohonkan kepada Rama PranSoeh.
Bagi orang
yang sudah katam Ilmu Tuhan Allat Tiga Perangkat, bisa memohon sendiri, selama permohonannya
sungguhsungguh
dengan sepenuh hati dan segenap jiwa, dan hanya berfokus kepada apa yang dimohonkan, di Alam Halus dapat
bertemu menghadap Suksma Suci Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, itu berarti memperoleh perlindungan atau
pertolongan.
2. Kewajiban menebus dosa, menghibur, mengajar/mendidik dan memberi contoh
Orang yang belajar Ilmu Tiga Perangkat dan sudah bisa mencapai katam, itu berarti dosa bawaan dan dosa yang
dibuat
sejak kecil sampai orang tersebut mencapai katam, seluruhnya telah ditebus, diampuni, dibersihkan. Tetapi
berhubung
manusia hidup itu mempunyai hawa nafsu/Nyawa/Musuh/Perintang Suksma/Penggoda sejak di dunia hingga di
Alam
Kubur, yang mana Nyawa itu selalu mengajak berbuat terkutuk, dusta, berbuat nista, intinya dorongan untuk berbuat
jahat itu adalah dorongan dari si Nyawa/setan. Nyawa dicari hingga ketemu dan melihat wujud aseli dari sumber
dorongan untuk berbuat jahat itu, atau yang selalu merasa waswas
itu, tidak untuk dibunuh, tetapi cukup dikalahkan
saja sokur kalau bisa dikuasai mau diperintah. Nyawa itu jangan dibunuh, karena kalau dibunuh si raga (badan
fisiknya) juga akan bisa mati. Nyawa, kalau didunia menjadi pembantu tetapi jpada saat ajal tiba/sewaktu meninggal
jadi musuh/perintang/penghalang/penjajah. Bagi kadang golongan (muridmurid
Panutan) yang sedang mengalami
kesulitan/gelap batinnya/masalah apa saja, jasmani/pribadi Rama yang masih hidup di dunia ini dapat memberikan
pertolongan dengan cara mendidik/mengajar/memberikan pengetahuan lahir maupun batin. Bagi muridmurid
Panutan
yang dapat bertemu Suksma/Roh Panutan di Alam Halus/Alam Kasuksman/Alam Mimpi, itu berarti lepas dari
kegelapan batin/kesusahan dan kesulitan lainnya. Intinya tidak ada pertanayaan apa, bagaimana, dimana, karena
semua
masalah telah selesai/berakhir.
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo memberi contoh atau tauladan kepada para muridNya, seperti:
a. Kesetiaan Beliau kepada Rama PranSoeh
yang bersedia dengan rela menanggung beban/derita apapun untuk
melaksanakan perintah Rama PranSoeh.
b. Keteguhan tekad, hati yang suci/bersih, budi pekerti yang luhur, sikap sabar memberi dan menerima, baiknya
watak dan perbuatan, selalu membuat enak hati para muridNya, konsisten menerapkan keadilan.
c. Besarnya keprihatinan (selalu melakukan tapa brata), dengan sungguhsungguh
(dengan segenap jiwa dan
sepenuh akal budi) dalam melaksanakan tapa brata, rajin bekerja baik dalam melaksanakan jabatanNya sebagai
Carik Desa maupun dalam mengolah pertanian/sawah. Rama memberikan contoh/tauladan tidak hanya di dunia
fana ini tetapi menembus sampai di Alam Halus/Alam Kasuksman, yaitu Suksma Suci Beliau.
3. Kewajiban mencarai tunggal
Ilmu yang dibawa oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo berdasarkan KeTuhanan dan percaya akan adanya
hukum karma serta reinkarnasi. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
timbul/turun/lahir ke dunia ini sudah berkalikali,
beda tempatNya, beda namaNya dan beda pula
jabatan/kedudukanNya. Setiap kali turun/lahir ke dunia, Beliau memiliki muridmurid
yang banyak sekali jumlahnya,
namun para murid tersebut banyak yang terpisah dariNya, dan kebanyakan adalah murid yang terpisah pada zaman
Nabi Nuh (ketika Beliau lahir ke dunia sebagai Nabi Nuh). Setelah itu, setiap kali Beliau turun ke dunia, para murid
tersebut selalu dicari hingga saat ini. Mencari murid yang terpisah inilah yang diistilahkan disini sebagai mencari
Tunggal.
***A***
BAB XXIV
ANGGERANGGER
SEBELAS YAITU PERATURAN/PEDOMAN/PERINTAH
RAMA PRANSOEH
UNTUK MENJAGA AGAR PARA MURID RAMA RESI
PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO SELALU BERTINDAK JUJUR DAN BENAR
MEMILIKI BUDI PEKERTI YANG LUHUR
Semua murid Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang akan iktu belajar ilmu yang dibawaNya, pasti diberitahu
mengenai Anggerangger
Sebelas yang digunakan untuk mengatur budi pekerti hidup bermasyarakat di dunia, lebihlebih
untuk mencapai Ilmu Tiga Perangkat. Anggerangger
Sebelas menjadi pegangan yang tidak boleh lepas sebab
menjalankan/mematuhi Anggerangger
Sebelas berarti memberikan tanda bukti kesetiaan para murid kepada Rama
PranSoeh
dan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, untuk menggapai (berusaha mencapai) ketenteraman hidup lahir
dan batin.
Anggerangger
Sebelas dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kewajiban terdapat tujuh macam kewajiban dan
Bagian larangan terdapat empat macam larangan.
Isi dari Anggerangger
Sebelas seperti tersebut di bawah ini:
BAGIAN A (KEWAJIBAN)
1. Setia dan taat kepada Rama PranSoeh
dan kepada UtusanNya
2. Setia dan taat kepada pemerintah kita dan kepada para wakilnya
3. Cinta kasih kepada ayah dan ibu beserta yang lebih tua dari kita
4. Cinta kasih kepada suami/isteri beserta seluruh keluarga yang menjadi tanggungannya
5. Cinta kasih kepada sesama makhluk
6. Rajin bekerja dan menepati janji/kewajiban
7. Berbudi luhur, bertindak adil dan berbelas kasihan
BAGIAN B (LARANGAN)
1. Berbuat zina
2. Bersuami/beristeri lebih dari satu (poligami dan poliandri)
3. Berbudi nakal dan nista
4. Melakukan hal yang bertentangan dengan kewajiban tujuh macam di atas.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Anggerangger
sebelas dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kewajiban dan
bagian larangan.
Kewajiban merupakan kesanggupan yang dilakukan dengan sungguhsungguh,
dan memang harus benafbenar
dilaksanakan, karena kalau tidak dilaksanakan ada daya pengaruh/akibat yang tidak baik.
Larangan adalah segala sesuatu yang harus dihindari, tidak boleh dilanggar, tidak boleh dilakukan. Orang yang
menghindari larangan berarti melaksanakan Anggerangger
Sebelas bagian kewajiban.
Orang yang melanggar Anggerangger
Sebelas bagian larangan itu sudah berarti tidak memenuhhi/melaksanakan
kewajiban tujuh macam.
Kewajiban dan larangan ditulis dengan nomor urut. Semua yang bernomor urut satu itu lebih penting dibangingkan
dengan nomor urut di bawahnya, tetapi semua harus dipatuhi tidak boleh diabaikan.
Larangan yang bernomor satu, berbuat zina, itu hukuman batinnya paling berat kalau dibandingkan dengan
pelanggaran lainlainnya.
Agar lebih jelas, Anggerangger
Sebelas perlu diuraikan satu per satu sebagai berikut:
1. Kewajiban nomor 1: Setia dan taat kepada Rama PranSoeh
dan kepada UtusanNya.
Setia dan taat berarti datang dari kesadaran, dari gerak hati/dorongan hati yang suci, tidak dipaksa, tidak ikutikutan,
dengan sungguhsungguh
setia lahir dan batin, tidak menyangkal, tidak menentang, juga tidak ingkar dan
menghindar/tidak patuh. Semua ini harus percaya secara utuh (seratus persen) bahwa yang menguasai dan
mengelola alam semesta beserta isinya yang terlihat dan tidak terlihat, yang terasa dan tidak terasa oleh indera
lahir maupun indera batin manusia, yang menjadi bibit (asal muasal) segala makhluk adalah Rama PranSoeh,
dan
pada saat manusia itu meninggal dunia, yang menepati/melaksanakan kewajiban nomor 1, dapat menyatu pada
Rama PranSoeh
dengan perantaraan UtusanNya.
Kalau orang hidup memohon kepada Rama PranSoeh
dengan meditasi saat akan tidur hingga mendapat jawaban
di Alam Kasuksman, itu melalui perantaraan Utusan Rama PranSoeh.
Rama PranSoeh
memberikan cinta kasihNya kepada umat manusia dengan cara menurunkan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewigno, Panutan kita ke dunia, membawa Ilmu Tiga Perangkat, menjadikan kita ingat kepada Rama
PranSoeh,
dapat mengetahui peristiwa yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang membuat hidup kita
memperoleh ketenteraman lahir dan batin.
2. Kewajiban nomor 2: Setia dan taat kepada Pemerintah kita dan kepada para wakilnya.
Penguasa di bawah Rama PranSoeh
itu adalah pemerintah. Pada zaman modern ini, manusia hidup tidak hanya
hidup semaumaunya
sendiri saja, tetapi ada yang mengatur, ada yang melindungi/mengayomi, ada yang menjaga,
ada yang mengadili. Intinya mengenai sosial, politik, budaya, hukum, pertahanan, keamanan dan ekonomi
dikuasai oleh pemerintah. Oleh karena itu orang yang ikut belajar ilmuNya Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
harus dapat mencontoh/meneladani apa yang dilakukan/disandang Beliau. Ingatlah apa yang telah diceriterakan
dalam sejarah, Rama Panutan mengabdi kepada pemerintah menjabat sebagai Carik Desa Jagalan lebih dari
enampuluh tahun, mengajukan pensiun, dikabulkan dan kemudian wafat. Setia dan taat kepada pemerintah kita
beserta para wakilnya, yaitu mulai dari Presiden, menterimenteri,
gubernur, bupati, camat, lurah, kepala desa
sampai kepada RWdan RT, kita harus setia dan taat, tidak boleh membangkang, harus melaksanakan kebijakan
dan rencana kerja mereka. Kita harus memberi contoh kepada yang lainnya mengenai pelaksanaan anjuran
pemerintah apa saja, kita harus setia dan taat. Dalam hubungan bermasyarakat, kita harus akrab, punya toleransi,
gotong royong, rukun, dan sebagainya.
3. Kewajiban nomor 3: Cinta kasih kepada Bapak dan Ibu berserta keluarga yang lebih tua dari kita.
Kita wajib mencintai dan mengasihi bapak dan ibu kita berarti kita wajib memiliki sikap tidak rela (bila orang tua
kita sakit, hidupnya susah, tidak dihargai orang dan sebagainya) dan sayang kepada bapak dan ibu kita tanpa
pamrih (tanpa mengharapkan keberuntungan/imbalan sesuatu apapun dari orang tua kita). Bapak dan ibu menjadi
perantara/sarana kita lahir ke dunia, yang menjaga, memelihara, melindungi, juga bertanggungjawab untuk
memenuhi kebutuhan kita, serta mengharapkan dan mengusahakan agar kita menjadi manusia yang mapan, benar
dan terhormat. Lebihlebih
ibu, yang bersusah payah/menderita kadang sampai harus menghadapi maut yaitu
sejak kita masih bayi berupa: mengandung diri kita selama sembilan bulan, yang merasakan kesakitan waktu
melahirkan kita, yang memelihara dan merawat kita, membersihkan dan membuang kotoran/tinja/air kencing
selama berapa bulan/tahun saja hingga kita dewasa.
Anak merasa banyak berhutang budi kepada orang tua yang tidak dapat diukur dengan harta benda. Anak harus
menurut kepada orang tua, kecuali perintah yang bertentangan dengan Anggerangger
Sebelas; meskipun
demikian penentangan/pembangkangan tersebut harus dilakukan dengan caracara
yang tidak menyinggung
perasaan orang tua (tetap mengenakkan hati orang tua). Selanjutnya harus meluhurkan namanya, menghormati/
menghargai, menjaga nama baik mereka dan menghindari larangan yang disampaikan kepada kita. Anak yang
sudah dewasa, sudah mempunyai mata pencaharian dan juga sudah berumahtangga,
jangan sampai anak dan
isteri/anak dan suaminya
tidak mencintai dan mengasihi nenek/kakek atau mertuanya. Cinta kasih anak kepada
orang tuanya harus secara lahir maupun batin, kalau bapak dan ibunya sudah jompo/tua renta harus dirawat
dengan sungguhsungguh,
dapat terjadi bapakibu
yang sudah tua menderita sakit, sakit saja memakan waktu
yang lama yang sangat merepotkan anakcucu,
membersihkan dan membuang kotoran/tinja dan air kencing orang
tua ya jangan menggerutu, harus ikhlas, dulu ketika kita masih bayi orang tua kita kan juga membersihkan
kotoran/tinja dan air kencing kita dalam waktu yang lama. Bakti dan cinta kasih kita kepada orang tua tidak
hanya berhenti hanya sampai pada yang bersifat lahiriah saja, tetapi ketika orang tua kita meninggal dunia yang
mana suksmanya masih terhenti dalam perjalanan menuju Alam Kesempurnaan, suksmanya kesasar/salah jalan,
tidak berhasil menghadap Rama PranSoeh,
harus dibela dengan cara diruwat. Sedangkan yang dimaksud keluarga
yang lebih tua dari kita adalah: kakeknenek
dan kakeknenek
buyut ke atas, bapakibu
mertua, dan keluarga
yang dalam hubungan keluarga kedudukannya lebih tua dari kita. Cinta kasih kepada keluarga yang lebih tua
tentu saja tidak sama dengan cinta kasih kita kepada orang tua. Selain dari itu kita wajib mencintai dan mengasihi
orang yang lebih tua umurnya, pengalamannya, ilmu pengetahuannya, yang dalam kenyataannya telah
memberikan petunjuk lahir dan batin. Meskipun telah memiliki jabatan/kedudukan yang tinggi, jangan lupa
kepada bapak/ibu guru yang telah memberikan pelajaran/ilmu, walaupun itu hanya guru Sekolah Dasar.
4. Kewajiban nomor 4: Cinta kasih kepada Suami/Isteri beserta seluruh keluarga yang menjadi tanggungannya.
Sejak dunia diciptakan, manusia itu diciptakan lakilaki
dan perempuan/wanita, turuntemurun,
berkembang biak.
Lakilaki
dan perempuan pada berumah tangga, punya anak cucu, cucu buyut, cucu canggah, dan sebagainya,
meskipun suami/isteri itu tadinya/sebelumnya bukan sanak bukan saudara, walaupun ada juga yang saudara.
Mengenai suamiisteri
yang masih mempunyai hubungan saudara, sewaktu hubungan saudara tersebut sangat
dekat misalnya: memiliki kakeknenek
yang sama, itu kalau menurut ilmu kesehatan tidak baik, bisa terjadi
keturunannya cacat, sebab masih dekat hubungan darahnya.
Di jaman sekarang, jaman modern, orang yang pada berumahtangga
itu harus melalui ijab yang sah menurut
agama yang dianut dan harus dicatatkan di Kantor Pencatatan Sipil. Cinta kasih kepada isteri itu jangan berhenti
hanya sampai pada yang bersifat lahiriah saja, tetapi harus sampai pada dasar batin kita yang terdalam, jangan
sewenangwenang,
jangan mengabaikan/menyepelekan, harus saling mencintai, hidup rukun, gotong royong;
Ada masalah apapun harus dibicarakan bersama. Tidak selalu pendapat yang benar itu adalah pendapat dari suami
(pendapat lakilaki),
pendapat isteri (pendapat wanita)pun
juga banyak yang benar. Untuk mencari rejeki
(penghasilan) tidak hanya mengandalkan pada suami saja, tetapi dapat dikerjakan berdua, bersamasama.
Demikian tadi kalau keadaan ekonominya lemah, tetapi kalau kuat juga dapat dilakukan oleh salah satu saja,
sebagian besar orang lakilaki
(si suami)lah
yang mencari penghasilan/bekerja. Si isteri mengurus rumah tangga
dan merawat/mengasuh anakanak,
jangan hanya mengandalkan kepada pembantu saja, itu juga baik untuk
memperingan beban kerja, tetapi jika mengurus anakanak
hanya diserahkan kepada pembantu saja, itu kurang
baik pengaruhnya kepada anakanak.
Mengenai cara mendidik anak, tentu orang tua lebih paham/tahu daripada
pembantu.
Hidup berumahtangga
itu ibarat sehidup semati. Suami/isteri itu menjadi sarana/perantara kita memiliki
keturunan, demikian itu kalau dikaruniai oleh Rama PranSoeh.
Dapat terjadi suamiisteri
tidak dapat punya anak,
tetapi harus tetap berusaha semaksimal mungkin dengan berbagai macam cara/upaya yang tidak bertentangan
dengan Anggerangger
Sebelas agar dapat mempunyai anak. Namun demikian, kalau tetap tidak dapat
memperoleh anak, ya harus diikhlaskan, harus dapat menerima keadaan tersebut, jangan malahan dipakai alasan
untuk bercerai. Kita harus selalu ingat dan setia melaksanakan Anggerangger
Sebelas bagian larangan nomor 2.
Suami/isteri tidak boleh lebih dari satu orang, tidak boleh dimadu, istilahnya harus monogami tidak boleh
poligami atau poliandri. Jangan sampai mendua hati dalam mencintai, yaitu jangan sampai melanggar larangan
nomor 1 berbuat zina. Lakilaki
maupun wanita tidak boleh berbuat zina, berhubungan seksual hanya boleh
dilakukan dengan suami/isterinya yang sah. Orang berbuat zina itu mempermainkan roh, dapat memperoleh
hukuman batin yang sangat berat berupa siksaan. Kalau hukum di dunia ini, perbuatan zina hukumannya ringan
malahan ada yang bebas dari hukuman.
Orang berumah tangga harus selalu berusaha membuat senang dan puas hati pasangannya dengan bersedia
mengorbankan kesenangannya, kebiasaannya dan maunya sendiri. Harus bisa saling mengasuh, kalau ada yang
berbuat menyimpang dari kebenaran harus selalu saling mengingatkan.
Kita wajib mencintai dan mengasihi anak kita, karena anak itu tercipta dari bapak dan ibu, merupakan karunia
dari Rama PranSoeh,
melalui roh dua orang. Mencintai dan mengasihi anak ekuivalen/sama dengan mencintai
suami/isteri dan diri sendiri. Anak akan meneruskan sejarah bapak dan ibu untuk seterusterusnya.
Ada peribahasa
agar anak dapat mengubur yang dalam dan menjunjung tinggi terhadap orang tuanya, yang berarti anak dapat
menjaga nama baik dan meluhurkan nama orang tuanya.
Mencintai dan mengasihi anak itu berarti:
a. Menjaga keselamatan anak sejak anak berada dalam kandungan ibu sampai dengan dewasa. Minum obat,
dengan suntik, dan dengan cara apapun yang tujuannya untuk membunuh janin atau untuk menggugurkan
kandungan, itu dilarang.
b. Mencukupi/memenuhi kebutuhan anak hingga anak berhasil memperoeh mata pencaharian untuk dapat
mencukupi kebutuhan dirinya sendiri.
c. Mendidik/menyekolahkan anak, memberi bekal ilmu pengetahuan dan kepandaian kepada anak sebagai
sarana untuk mendukung anak memperoleh mata pencaharian yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya
atau mencapai kehidupan yang lebih baik/makmur, agar di belakang hari kemudian tidak disalahkan oleh
anak.
d. Berupaya dan merencanakan agar anak menjadi orang yang berbudi pekerti luhur, baik dalam pergaulan,
hidup secara layak, berguna bagi keluarga, masyarakat, negara, nusa dan bangsa, serta menjadi orang yang
setia dan taat kepada Rama PranSoeh
dan UtusanNya. Orang tua jangan sampai mengeluarkan katakata
yang kasar/buruk lebihlebih
mengutuk/menyumpahi anak.
Yang dimaksud keluarga yang menjadi tanggungannya adalah:
Semua orang dalam keluarga yang menjadi tanggungan kita, misalnya: anak angkat, anak tiri, adik kandung/ipar,
keponakan dan pembantu. Mengenai anak angkat dan anak tiri, perlakuannya harus sama seperti anak kita sendiri,
sedangkan kepada pembantu ya jangan diperlakukan dengan buruk, meskipun dia membutuhkan pekerjaan dan
gaji sebesar yang disepakati. Jangan berbuat sewenangwenang
kepada pembantu, sebab pembantu itu membantu
meringankan beban/melaksanakan pekerjaan rumah tangga, jangan mentangmentang
bisa/mampu membayar dan
mencari pembantu lain juga mudah/banyak. Kalau setiap minggu kita ganti pembantu, pandangan masyarakat
sekitar kan jadi kurang baik.
5. Kewajiban nomor 5: Cinta kasih kepada sesama makhluk.
Dari semua makhluk yang dikaruniai hidup di dunia ini yaitu: manusia, hewan, tumbuhtumbuhan,
dan semua
bentuk kehidupan lainnya di dunia ini, yang mempunyai martabat paling tinggi adalah manusia. Bumi yang di
dalamnya terhampar daratan, lautan, hutan, gununggunung,
angkasa, hewan yang hidup di daratan dan di lautan,
tumbuhtumbuhan,
semuanya boleh digunakan oleh manusia. Mencintai dan mengasihi sesama makhluk bukan
berarti semua makhluk harus dicintai, melainkan kita harus menggunakan perhitungan mana yang merugikan,
mana yang membahayakan keselamatan kita (mengancam jiwa kita), yang mengganggu ketenteraman, yang
menyakiti, dan sebagainya yang mana mereka itu harus kita hindari. Pada umumnya hidup bermasyarakat ada
yang berlokasi di daerah pedesaan, di kampungkampung,
dan di kotadota.
Hidup bermasyarakat di daeah
pedesaan dan di kampungkampung
kebanyakan jiwa sosialnya masih tinggi sehingga gotong royong masih
berjalan, sebaliknya keadaan di kota besar, karena jiwanya sudah menjadi jiwa bayaran, maka jiwa sosialnya
sudah hampir tidak ada bahkan hilang. Orang yang sedang mendapat karunia Rama PranSoeh
memperoleh/
mempunyai kekayaan yang berlimpah atau mempunyai jabatan/kedudukan yang tinggi, hidup di masyarakat
jangan bersikap mentangmentang
kaya atau punya jabatan/ kedudukan yang tinggi/kekuasaan, terus tidak
mempedulikan dan meremehkan orang yang miskin, yang tidak punya jabatan/kedudukan, tetapi harus
memelihara keakraban hubungan dengan orang lain, tidak membedabedakan
antara satu orang dengan yang
lainnya, karena bagi orang yang mempunyai jabatan, di belakang hari kemudian setelah pensiun akan kembali
kemana? Kan pasti akan kembali bergaul dan berkumpul dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya! Semua
orang hidup tidak bisa hidup sendirian, harus saling menolong, gotong royong. Jangan membedabedakan
golongan, faham, kepercayaan/ keyakinan/agama. Usahakan agar dapat hidup menyatu di masyarakat luas.
Memang ada istilah “hidup di dunia ini tidaklah mudah.” Sepintas lalu istilah ini tidaklah penting, tidak berarti,
makanya hanya deremehkan saja dan tidak diperhatikan. Coba kalau dipikir secara rinci dan lebih mendalam,
untuk menciptakan kehidupan yang tenteram dalam keluarga, di lingkungan masyarakat sekitar, di kelurahan,
lebihlebih
di wilayah negara, itu sulit, apalagi bila memikirkan sewaktu kita meninggal dunia jangan sampai
kesasar/salah jalan, agar bisa mati sempurna, itu lebih sulit lagi.
6. Kewajiban nomor 6: Rajin bekerja dan menepati janji/kewajiban.
a. Kita harus mencontoh/meneladani Panutan dalam hal apa saja, seperti: mengenai tapa brata Beliau, berani
melakukan yang benar, keakraban Beliau, cinta kasih Beliau, disiplin, rajin bekerja baik dalam melaksanakan
tugas Beliau di pemerintahan maupun dalam mengolah tanah pertanian/sawah untuk keperluan pribadiNya.
Rajin bekerja dapat meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan seharihari.
Untuk hidup di dunia
ada lima syarat pokok yang harus dipenuhi yaitu: 1) makan, 2) berpakaian, 3) tempat tinggal, 4) berumahtangga
dan 5) pekerjaan tetap. Ada kebutuhan lainnya yaitu: hiburan, pendidikan, kesehatan. Mengenai
kesehatan bukan hanya kesehatan fisik/badan saja tetapi jiwa/rohaninya juga harus sehat. Jadi jasmani
maupun rohani harus sehat. Dapat tercukupinya semua kebutuhan dapat membuat hidup tenteram, tidak
menimbulkan/menumbuhkan perbuatan yang menyimpang, atau melanggar Anggerangger
Sebelas bagian
larangan nomor 3: berbudi nakal dan nista. Orang yang malas, suka menganggur, suka bermain, suka tidur,
pasti berkurang/sedikit penghasilannya yang akan mendorong untuk melakukan perbuatan yang
menyimpang/ melakukan kejahatan/kriminal, maunya hanya bersenangsenang
menuruti hawa nafsunya.
Kalau orang hidup hanya mencari/mengejar kepuasan tidak akan ada batasnya, pasti masih akan selalu kurang
saja. Oleh karena itu harus dibatasi, harus menerima apa adanya, dapat mensyukuri apa saja yang kita
terima/alami. Nasib antara seseorang dengan orang lainnya itu tidak sama, maka tidak boleh iri hati terhadap
orang lain. Dalam menjalani hidup ini, kita tidak boleh bersikap masa bodoh, tetapi harus selalu berusaha
keras, bersemangat dalam mencapai sesuatu yang kita inginkan. Adanya derajat, pangkat/jabatan/kedudukan
dan rahmat itu semua memperoleh wahyu dari Rama PranSoeh.
b. Rama Panutan bersabda demikian:”Kalau mengejar harta dunia/kekayaan itu kita merasa sepertinya tidak
akan pernah mati, tetapi ketika akan tidur, sepertinya kita tidak akan mengalami hari esok lagi, yang berarti
kita harus memusatkan pikiran, jiwa dan segenap akal budi, bertekad untuk melupakan keduniawian, hanya
berkonsentrasi, bertekad sepenuh hati, dan berserah diri serta bersandar menyampaikan permohonan kepada
Rama PranSoeh
agar dapat segera mencapai katam dalam mempelajari Ilmu Tiga Perangkat. Sedangkan bagi
yang sudah katam, menyampaikan permohonan agar apa yang dibutuhkan dapat dipenuhi dan mendapat
jawaban yang jelas. Semua pekerjaan, kasar dan halus sama saja, menurut bakat dan keahlian/ketrampilan
masingmasing.
Rajin bekerja itu harus mempunyai batas, jangan sampai merusak badan atau mengganggu
kesehatan, lebihlebih
sampai melupakan tidur. Begadang/tidak tidur sampai pagi (semalaman tidak tidur) itu
melupakan kebutuhan suksmanya, tidak memohon perintah dari Rama PranSoeh
yang berarti lupa tidak
menyembah kepada Yang Memberi Hidup. Waktu yang tersedia itu harus dibagi, sebagian besar waktu
disediakan untuk kebutuhan suksma, sedangkan sebagian kecil lainnya untuk kebutuhan Nyawa/hawa nafsu.
c. Kita wajib menepati janji, yaitu kesanggupan kita kepada siapa saja termasuk kepada Rama PranSoeh
dan
kepada diri sendiri yang disebut sumpah atau prasetya (kesanggupan untuk setia) bisa dibatin atau
diucapkan, bisa tanpa saksi, bisa dengan saksi agar lebih mantap dan kuat. Janji kepada orang lain wajib
diucapkan dan disaksikan paling tidak oleh orang yang menerima janji. Menepati janji menjadi ukuran kalau
perbuatannya jujur dan setia, dapat dipercaya. Menepati janji menjadi dasar yang sangat penting untuk
mencapai/mewujudkan ketertiban dan ketenteraman hidup bermasyarakat, lebihlebih
untuk menjaga
hubungan dalam pergaulan, karena tidak ada yang mengecewakan dan yang dikecewakan.
Janji itu harus datang dari gerak hati dan kehendak hati yang suci, bertindak rela dan ikhlas
menepati/memenuhi apa yang menjadi kesanggupannya baik yang diucapkan maupun yang dibatin
(diucapkan dalam hati). Apabila ada halhal
yang menyebabkan kita terpaksa tidak dapat
memenuhi/menepati janji, harus memberitahu dengan alasan yang sebenarnya. Janji yang diberikan karena
dipaksa orang lain, tidak perlu dilaksanakan, karena tidak didasarkan pada gerak/kehendak hati yang suci.
Selama bukan untuk halhal
yang sangat penting, jangan mudah untuk memberikan janji kepada orang lain
apalagi disaksikan oleh orang banyak. Jangan memberikan janji kepada siapa saja kalau kita tidak dapat
menepati/memenuhinya.
7. Kewajiban nomor 7: Berbudi luhur, bertindak adil dan berbelas kasihan.
a. Kewajiban nomor 7 ini sifatsifat
milik Rama PranSoeh
sudah menjadi karakter, budi pekerti dan telah
dilaksanakan oleh Rama Panutan serta harus dicontoh/diteladani/ dianut meskipun tidak bisa sama persis,
tetapi paling tidak mirip.
Berbudi luhur itu adalah budi yang menonjol/utama/pokok melebihi segala macam kebaikan dan
keutamaan, melingkupi/mencakup semua sifatsifat
lainnya yang terpuji, seperti jujur, setia, ksatria,
berkarakter, sederhana, rendah hati termasuk juga bersikap adil dan berbelas kasihan.
Orang yang berbudi luhur selalu berusaha agar dapat mengayomi dan menolong orang lain, tidak
mementingkan/mengedepankan kepentingan diri sendiri, dengan kata lain tidak egois. Meskipun begitu
tidak meninggalkan/mengabaikan tanggungjawabnya. Pantang menjadi beban orang lain. Jika menolong
tanpa pamrih, kalau menerima pertolongan/bantuan/kebaikan/jasa baik dari orang lain harus selalu diingat
dan berusaha untuk membalas budi baik yang lebih banyak daripada yang diterima.
Orang yang berbudi luhur itu tidak mau berbuat nista, dan minta dikasihani, tidak minder, bersikap ksatria
dan tidak pelit, selalu murah hati, sederhana, tanpa pamrih, rendah hati sehingga akrab dengan orang banyak,
berani karena mempunyai tujuan untuk mengayomi dan membela orang lain.
b. Bertindak adil adalah bertindak tidak pilih kasih, tidak membedabedakan,
tidak memihak, tidak berat
sebelah, harus sama. Kita harus bertindak adil dalam hal apapun, misalnya: adil dalam
mengurus/memperlakukan anak dan keluarga yang menjadi tanggungannya, adil dalam pembagian warisan,
adil dalam memutuskan perkara di pengadilan: yang salah dinyatakan salah dan yang benar dinyatakan
benar, dan dalam semua hal lainnya.
Kita bisa bertindak adil dan menegakkan keadilan kalau kita memahami secara jelas mengenai
perkara/masalah yang akan diputuskan, hubungannya dengan peraturanperaturan
atau pedoman yang
mendasari, juga dapat memisahkan dengan kebutuhan pribadi/golongan/keluarga. Adil dalam membagi
barang tidak berarti harus sama banyaknya, tetapi dapat bermanfaat dan memuaskan semua pihak. Sedangkan
adil dalam perkara pidana kalau hukuman yang diterima itu setimpal/seimbang/sama dengan kesalahannya.
Bertindak adil itu bila diumpamakan orang yang sedang jual beli, beli mau menjual juga mau, jadi samasama
mau melakukannya, artinya diterima siapa saja cocok/pas dalam hati, tidak mengganjal. Berbuat adil
dalam bermasyarakat akan membuat ketertiban dan ketenteraman, karena menjauhkan rasa iri hati,
mendekatkan rasa menerima.
c. Berbelas kasihan artinya tidak tegaan, misalnya melihat kesengsaraan orang lain. Orang yang berbelas
kasihan selalu ikhlas memberikan pertolongan/bantuan kepada siapa saja, lebihlebih
orang yang berserah
diri kepadanya. Berbelas kasihan artinya besar rasa sosialnya, suka menolong/memberikan bantuan baik
berupa harta benda, tenaga maupun pikiran/pendapat. Berbelas kasihan harus berhatihati/
waspada, yaitu
harus mengingat:
(1) Jangan sampai menolong siapa saja yang akan membuat/mengakibatkan kesengsaraan.
(2) Jangan sampai pertolongan yang kita berikan itu malah merugikan orang yang menerima pertolongan
tadi.
(3) Pertolongan diberikan dengan hati yang ikhlas lahir batin serta tanpa pamrih (mengharapkan
keuntungan apapun).
8. Larangan nomor 1: Berbuat zina
a. Manusia merupakan makhluk yang martabatnya lebih tinggi dibandingkan dengan hidupnya hewan. Maka
manusia harus berbuat sesuai perintah Rama PranSoeh,
mematuhi Anggerangger
Sebelas yang terdiri atas
tujuh macam kewajiban dan empat macam larangan.
Larangan nomor 1 berbuat zina itu berarti berbuat menyeleweng/selingkuh atau melakukan hubungan sexual
dengan lawan jenis yang bukan pasangannya (isteri/suami) yang sah menurut hukum agama dan hukum
negara. Meski duaduanya
(lakilaki
dan perempuan) masih bujangan, lebihlebih
kalau sudah mempunyai
pasangan yang sah (suami/isteri), semuanya dilarang berbuat zina, termasuk pelacuran/tuna susila,
mempunyai isteri/suami simpanan, selingkuh, isteri/suami kontrak, karena:
a) Mempermainkan dan menyiksa rohnya.
b) Merusak/merugikan kesehatan badan dan keturunannya.
c) Membuat tidak tenteramnya dalam pergaulan masyarakat, lebihlebih
bagi suami/isteri dan keluarga.
Sering terjadi adanya pembunuhan/penganiayaan dan ada pula yang sampai menjadi perkara yang
harus diselesaikan di pengadilan.
b. Berbuat zina kalau dilihat dari sudut pandang lahiriyah (hukum negara) kalau sampai menjadi perkara yang
disidangkan oleh pengadilan, meskipun dengan bukti dan saksi yang cukup, hukumannya ringan, tetapi
hukuman batin atau Suksma orang yang berbuat zina, kalau meninggal dunia akan dihukum berat yaitu
dikenakan siksaan abadi.
Apa yang dinyatakan di atas benar adanya, bukan bermaksud untuk menakutnakuti,
karena hal tersebut
dapat disaksikan sendiri di Alam Halus/Alam Kasuksman/Alam Antara, dengan cara memohon kepada Rama
PranSoeh
supaya ditunjukkan/ diperlihatkan/dapat menyaksikan sendiri suksma orangorang
yang pada
waktu hidup di dunia suka berbuat zina. Kalau permohonannya dengan sungguhsungguh,
dengan sepenuh
hati dan segenap jiwa, penuh penyerahan diri kepada Rama PranSoeh
dan selalu fokus hanya pada apa yang
dimohonkan, niscaya kita akan mendapat jawaban yang benar atas permohonan itu, karena permohonan
tersebut hanya menuju pada Alam Halus/Alam Antara bagian bawah yaitu tempat bagi para suksma yang
menjalani hukuman/siksaan atau tempat suksma yang kesasar tidak berhasil sampai pada tujuannya. Kalau
orang sudah menyaksikan sendiri/mengetahui keadaan suksma orangorang
yang suka berbuat zina pada saat
mereka hidup di dunia, tentu akan selalu ingat pada Rama PranSoeh
dan tidak akan pernah berani
melanggar larangan nomor 1 yaitu berbuat zina. Godaan yang paling berat mulai dari alam dunia ini (dunia
fana) sampai ke Alam Kubur/Alam Antara yaitu kalau lakilaki
tergoda oleh perempuan, kalau perempuan
tergoda oleh lakilaki.
Oleh karena itu harus selalu betulbetul
ingat, harus menahan/mengendalikan/pantang
berbuat sesuatu yang hanya menuruti hawa nafsu/Nyawa/Setan kita sendiri. Sedangkan bagi orangorang
muda yang sudah dewasa dan sudah tidak tahan/kuat lagi hidup sendirian/membujang, lebih baik segera saja
menikah/hidup berumah tangga. Ada orang yang malas bekerja, tidak mau bekerja yang halal sesuai
kemampuannya, tetapi mencari penghasilan dengan menjalankan pelacuran. Orang seperti itu selain
melanggar larangan nomor 1 ini juga tidak memenuhi kewajiban nomor 6.
9. Larangan nomor 2: Bersuami/Beristeri lebih dari satu (poligami/poliandri).
Kita dilarang mempunyai isteri/suami lebih dari satu orang, itu berarti kita tidak boleh menikah lagi dengan
wanita lain (poligami) atau dengan pria lain (poliandri). Harus hanya satu lakilaki
dengan satu perempuan
(monogami). Burung merpati yang nota bene hewanpun, tidak mau kawin dengan burung merpati betina lain
yang bukan pasangannya. Kalau mengingat bahwa martabat manusia itu lebih tinggi dari hewan, lha kok
perbuatannya malah semau gue sama seperti hewan. Tetapi kalau bebek, jantannya satu betinanya banyak sekali,
tidak bisa mengerami telurnya, kalau bertelur dimanapun tempatnya jadi, berserakan, dan tidak mau mengerami
telurnya. Itu memang sudah jadi kodratnya seperti itu.
Kalau salah satu dari orang yang berumah tangga (terikat pernikahan) itu kawin lagi (beristeri/bersuami dua),
berarti cintanya tidak utuh lagi, karena cintanya terbagi dua bahkan ada yang tiga atau empat.
Orang yang beristeri/bersuami lebih dari satu orang tidak dapat berbuat adil, entah itu dipengaruhi oleh
wajah/kecantikan, harta benda, dapat memberikan anak/tidak, dan pengaruh lainnya. Perlakuan tidak adil itu
tidak hanya berhenti pada pasangannya saja, tetapi dapat juga terjadi sampai pada anakanaknya,
itu kalau dari
kedua isteri masingmasing
punya anak. Seorang wanita yang dimadu, secara lahiriyah kelihatan rukun dengan
madunya, tetapi batinnya pasti tidak senang, panas hatinya, itu kalau wanita yang dimadu tersebut mau jujur
menyatakan apa adanya dan tidak dusta.
Rama PranSoeh
menciptakan manusia lakilaki
dan perempuan, sudah menjadi kodrat Rama PranSoeh
kalalu
lakilaki
berpasangan dengan (mendapatkan) wanita dan wanita berpasangan dengan (mendapatkan) lakilaki,
jadi manusia itu sudah dikodratkan sepasangsepasang.
Orang yang anggota badannya cacad saja misalnya:
kakinya hanya satu, matanya buta, lumpuh, dan cacad lainnya ada juga yang mencintai sampai bisa berumah
tangga (menikah) dan mempunyai anak.
10. Larangan nomor 3: Berbudi nakal dan nista.
Manusia di seluruh di dunia ini mempunyai dorongan hati untuk berbuat buruk/jahat dan baik. Dorongan untuk
berbuat buruk/jahat datan dari hawa nafsu/Nyawanya, sedangkan dorongan untuk berbuat baik datang dari
Suksma suci (dorongan dari Rama PranSoeh).
Orang yang berbudi nakal dan nista itu hanya menuruti hawa
nafsunya. Memang nyawa/setan itu pekerjaannya hanya selalu menggoda manusia agar jangan sampai mematuhi
perintah Rama PranSoeh,
yang selalu memerintahkan untuk selalu berbuat benar, berbuat baik, intinya supaya
selalu melakukan apa yang dikehendaki Rama PranSoeh
dan tidak melanggar bagian larangan dari Anggerangger
Sebelas.
Pada saat manusia itu terpikat/ikut/dikuasai nyawanya, di belakang hari kemudian pada saat meninggal dunia,
menjadi jajahan nyawanya tersebut, di daerah kekuasaan Sang Pria/Sang Putri yang berarti terhenti di tengah
jalan/kesasar/tidak sampai ke tujuannya. Tindakan orang yang berbudi nakal dan nista selalu merugikan dan
membuat susah orang lain. Tindakan berbudi nakal dan nista itu yaitu perbuatan yang menyimpang dari
kebenaran, seperti:
1) Dengki, senang memfitnah, berbuat jahat untuk membuat orang lain sengsara.
2) Suka ikut campur urusan orang lain, suka menyakiti hati orang lain, suka menyakiti badan orang lain, suka
memusuhi orang lain.
3) Mudah tersinggung, mudah panas hatinya, sewaktu dikritik, disamai, dilebihi/diungguli oleh orang lain
dalam segala hal, kalau tetangganya mendapat keberuntungan, adakalanya sering memfitnah timbul rasa
dengkinya.
4) Jahil/usil dan dengki yang disebabkan oleh kebodohan biasanya keras kepala mempercayai/mempertahankan
sikap yang menyimpang karena tidak tahu kebenaran.
5) Berbuat yang tidak semestinya secara sembunyisembunyi,
tidak terus terang, merampas hak orang lain.
Berbuat tidak semestinya secara sembunyisembunyi
dalam hal hubungan gelap antara lakilaki
dan
perempuan disebut berzina atau selingkuh.
6) Bohong, purapura,
mengingkari kebenaran, semua itu perbuatan yang tidak jujur, senang menipu. Semua
perbuatan tersebut berasal dari sifat berbudi nakal. Orang yang berbuat nakal, tidak hanya suksmanya saja
yang mendapat hukuman, di dunia dalam pergaulan di lingkungan masyarakat dapat memperoleh
hukuman/pidana menurut tindakan yang menyimpang tersebut. Budi nista itu merupakan kepribadian yang
rendah, berbuat yang wajar saja saja tidak, oleh karena itu jauh dari perbuatan yang baik/terpuji. Orang yang
nista itu hanya selalu mengharapkan bantuan dari orang lain, tidak tahu kebaikan, tidak memiliki rasa
tanggungjawab, takut di depan beraninya di belakang (selalu menggerutu di belakang hari kemudian). Orang
yang berbudi nista, lahir dan batinnya menerima hukuman, di dunia tidak dihargai, menjadi ejekan dan
dipandang seperti hewan oleh masyarakat, batin (suksmanya) tidak bisa ikut Guru Panutannya, memetik buah
dari perbuatannya yang nista (karma), pada saat meninggal dunia bisa kesasar, tidak sampai pada tujuannya
dan terhenti menjadi jajahan nyawanya /hawa nafsunya/setan.
11. Larangan nomor 4: Melakukan semua perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban tujuh macam di atas.
Semua kadang golongan yang sudah memegang keyakinan, bertekad bulat menjadi murid Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, harus mematuhi Anggerangger
Sebelas yaitu melaksanakan kewajiban tujuh macam dan
menghindari larangan empat macam.
Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban tujuh macam adalah perbuatan yang bertolak belakang/tidak
sesuai dengan yang dimaksudkan dalam kewajiban tujuh macam tersebut.
Kita wajib setia dan taat kepada Rama PranSoeh
dan UtusanNya berarti kita dilarang/tidak boleh membangkang,
menyepelekan, mengabaikan, apalagi menentang perintah Rama PranSoeh
dan UtusanNya, tidak boleh mendua
kepercayaan yaitu mempunyai sesembahan lain selain Rama PranSoeh.
Orang yang demikian itu berarti orang
yang sudah menentang/ mengingkari/terbelah atau tidak utuh lagi keyakinannya.
Kita wajib setia dan taat kepada pemerintah kita beserta para wakilnya berarti kita dilarang
membangkang/menentang apalagi melawan pemerintah kita dan para wakilnya. Kita dilarang setia dan taat
kepada pemerintah lain/manca negara, lebihlebih
kalau sedang memberontak/melawan yang bermaksud untuk
meruntuhkan pemerintah kita.
Kita berkewajiban mencintai dan mengasihi ibu dan bapak kita beserta seluruh keluarga yang kedudukannya
lebih tua, anakisteri/
suami beserta seuruh keluarga yang menjadi tanggungan kita, cinta kasih kepada sesama
makhluk, berarti kita dilarang untuk tidak cinta dan kasih, yaitu benci, berani, tidak sayang, tidak berbelas kasih
dan mengabaikan/tidak menjalankan yang ditentukan dalam kewajiban tujuh macam tadi.
Kita wajib rajin bekerja dan menepati janji, berarti kita dilarang untuk malas, menghindari pekerjaan, tidak
bersemangat dalam bekerja, dusta dan mengingkari/tidak menepati janji.
Kita wajib berbudi luhur, bertindak adil dan berbelas kasihan berarti kita tidak boleh bertindak tidak adil dan
tidak mempunyai rasa belas kasihan, tidak boleh tegaan melihat penderitaan orang lain, dan tidak boleh pilih
kasih/berat sebelah. Jadi larangan nomor 4 itu menguatkan pada semua kewajiban tujuh macam di atas.
TAMBAHAN
ASELINYA:
PUJILANGGENG
Niyat ingsun muji langgeng, suksma mulya kumpula badan kawula, mugi antuk rohmating Tuhan, ingayoman
UtusanNya,
Rama PranSoeh
mung Paduka kang sun sem bah, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignyo Panutan ham ba, nyuwun
apuraning Bapa, tuwin aksamaning Biyung, Rama hamba nyuwun sandhang, Ibu hamba nyuwun tedha, Rama Ibu
pinurba
hing Yang Suksmana, Yang Suksmana ngijabahi mring kawula.
TERJEMAHAN:
HARAPAN ABADI
Niat saya menyampaikan harapan abadi, Suksma mulia herkumpullah dengan badan saya,
Berharap memperoleh rahmat Tuhan, dilindungi UtusanNya,
Rama PranSoeh
hanya paduka yang saya sembah, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo Panutan saya,
Mohon pengampunan Bapa, serta belas kasihan ibu,
Bapa, saya mohon diberi sandang, ibu, saya mohon diberi pangan
Bapa ibu digerakkan oleh Yang Suksmana
Yang Suksmana, mengabulkan harapan saya
***A***
BAB XXV
SEMBAHYANGAN
Pangruwat:
Rama PranSoeh,
saya mohon perlindungan dari godaan Nyawa, musuh saya.
Sembahyangan:
1. Rama PranSoeh,
saya menyaksikan dan mengakui serta percaya dan tidak akan menyangkal bahwa hanya Paduka
Rama PranSoeh
yang menciptakan, mengawali dan mengakhiri demikian juga menguasai semua yang berada di
Alam Fana dan Alam Halus seluruhnya.
2. Ya hanya Paduka Rama PranSoeh
yang menyatu dalam diri Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, yang menjadi
asal muasal atau bibit hidup para makhluk dan seluruh kehidupan, yang terlihat dan tak terlihat, yang terasa dan
tak terasa oleh indera lahir maupun indera batin manusia.
3. Rama PranSoeh,
saya menyaksikan dan mengakui bahwa semua sifat fana itu, sungguh tidak akan abadi adanya
serta akan rusak, hancur luluh kembali ke Alam Fana dunia ini, sebagaimana saya saksikan pada akhirnya
barangbarang
pada rusak dan orangorang
pada mati.
4. Rama PranSoeh,
saya menyaksikan dan mengakui bahwa semua badan halus yang telah berpisah dengan badan
jasmani atau raga itu masih berwujud roh halus yang berbuat dan berubah dikendalikan oleh kehendak Rama
PranSoeh
di Alam Halus.
5. Rama PranSoeh,
saya menyaksikan dan mengakui bahwa keadaan roh halus di Alam Halus itu pada
kenyataannya berada dalam pengadilan Paduka Rama PranSoeh
menurut buah perbuatan badan jasmani di dunia
fana, contohnya sebagaimana keadaan roh halus saya di Alam Halus ketika menyaksikan permulaan, pertengahan
sampai akhir perjalanan hidup manusia yang hidupnya pada bisa dan tidak bisa meninggalkan hawa nafsunya.
6. Rama PranSoeh,
saya selalu merasakan dan menyadari bahwa perbuatan saya seharihari
itu hanya sekedar
melakukan gerak dorongan hati yang baik dan jahat, yang saling berebut satu sama lain, sehingga membuat tidak
jelas pengertian saya yang menjadikan benar atau salah perbuatan saya.
7. Rama PranSoeh,
saya mohon cahaya terang Paduka yang dapat membuka pengertian saya untuk membedakan
antara yang benar dan yang salah, agar saya dapat berbuat yang benar.
8. Rama PranSoeh,
saya mohon disucikan suksma saya, supaya diterima menghadap Rama Resi PranSoeh
Utusan
Paduka, demikian pula selalu diberi ingat dan dapat melaksanakan semua perintah Paduka.
9. Rama PranSoeh,
hidup saya berasal dari Rama PranSoeh,
oleh karena itu kembalinya hidup saya mohon
sempurna, menyatu dengan Rama PranSoeh,
asal hidup saya atas perkenan Paduka.
Permohonan
Rama PranSoeh,
saya mohon ... (sesuai kebutuhan apa yang dimohonkan, misalnya: Rama PranSoeh,
saya mohon
bertemu dengan Rama Resi PranSoeh
Utusan Paduka, contoh lainnya: Rama PranSoeh,
saya mohon bertemu dengan
Juru Selamat seluruh umat manusia, ...).
Penyebut
Rama PranSoeh
sesembahan saya  diucapkan sepuluh kali
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo Panutan saya diucapkan satu kali
Keterangan
Pangruwat:
Selain diucapkan pada saat kita akan mulai berdoa, bisa juga digunakan ketika melakukan apa saja, misalnya: akan
bekerja, akan bepergian, sedang menyetir mobil/mengendarai sepeda motor, merehabilitasi rumah, akan memanjat
pohon, menebang pohon yang dianggap angker, masuk ke wilayah yang angker/menakutkan, dan sebagainya.
Penyebut:
Paling sedikit diucapkan tiga puluh tiga kali, namun kalau belum bisa tidur juga, dapat mengucapkan penyebut tiga
ratus tiga puluh kali atau lebih juga baik.
Jadi:
Rama PranSoeh
sesembahan saya  diucapkan sepuluh kali
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo Panutan saya diucapkan satu kali
Ucapan itu diucapkan tiga kali (11x3 = 33), atau diucapkan sepuluh kali (11x10 = 110), atau tiga puluh kali (11x30
=
330) atau lebih.
Sembahyangan:
Sembahyangan juga demikian, dapat dipanjatkan sewaktu kita akan melakukan kegiatan yang sangat penting, untuk
itu sembahyangan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan kita, misalnya: ketika akan mengadakan musyawarah
untuk
mengambil suatu keputusan, harus menjawab pertanyaan yang mengkhawatirkan/membahayakan/menejerat diri
kita,
sedang gelap batin kita, maka yang harus diucapkan disesuaikan dengan kebutuhan kita, umpamanya sebagai
berikut:
1. Akan menghadapi ujian/test atau menghadapi hal yang rumit/sulit, mengucapkan sembahyangan nomor 7.
2. Kalau menuntun/mendampingi orang yang sedang sekarat (akan meninggal), mengucapkan sembahyangan nomor
9 atau Penyebut.
3. Permohonan yang berhubungan dengan sembahyangan untuk ruwat, setelah selesai mengucapkan sembahyangan
nomor 9, kemudian mengulang sembahyangan nomor 7, 8 dan 9, satu kali yang ditujukan untuk dan
mengucapkan suksma orang yang kita ruwat, misalnya orang yang kita ruwat bernama “Naya”, maka
sembahyangannya sebagai berikut:
• Rama PranSoeh,
saya mohon suksma Naya diberikan cahaya terang Paduka yang dapat membuka
pengertiannya untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, agar Naya dapat berbuat yang benar.
• Rama PranSoeh,
saya mohon suksma Naya disucikan, supaya diterima menghadap Rama Resi PranSoeh
Utusan Paduka, demikian pula selalu diberi ingat dan dapat melaksanakan semua perintah Paduka.
• Rama PranSoeh,
hidup Naya berasal dari Rama PranSoeh,
oleh karena itu kembalinya hidup Naya mohon
sempurna, menyatu dengan Rama PranSoeh,
asal hidup Naya atas perkenan Paduka.
• Penyebut untuk sembahyangan ruwat diucapkan seratus sepuluh kali.
• Caranya mengucapkan: kepala menghadap ke bawah, mengucapkan panebut bergantian, setiap
mengucapkan Rama PranSoeh
sesembahan saya sebanyak sepuluh kali, kemudian diselingi mengucapkan
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo Panutan Saya sebanyak satu kali. Demikian diucapkan terus menerus
sebanyak sepuluh kali (jadi 10x11=110).
• Ketika mengucapkan/menyebut Rama PranSoeh
atau Rama Resi PranSoeh
Sastrosowignjo, penglihatan
kita tertuju pada dada sebelah kiri, sewaktu mengucapkan/menyebut Sesembahan atau Panutan, penglihatan
kita tertuju pada ulu hati, sedangkan saat kita mengucapkan/menyebut Saya, penglihatan kita tertuju pada
dada sebelah kanan.
• Sembahyangan hanya diucapkan dalam hati saja ketika kita tidur bersama orang banyak, ketika sedang naik
kendaraan untuk bepergian jauh/dekat, ketika sedang bersepeda, ketika sedang bekerja dan sebagainya.
***A***
BAB XXVI
TATATERTIB
ASTANAWAJA
BALE SUCI AGUNG GEDHONG PRANSOEH
TLAGA MAHARDA
1. Sudah jelas disebutkan dalam perjalanan sejarah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo bahwa semasa masih hidup di
dunia ini Beliau sudah membuat calon makam/kuburan/tempat peristirahatan terakhir Beliau dan ibu ketika wafat
nanti,
dan juga tempat untuk bersembahyang/ menyembah Rama PranSoeh,
tempat untuk bertapa brata atau tempat pertapaan,
tempat sebagai sarana bagi siapa saja yang membutuhkan atau ingin memperoleh anugerah/kemurahan Rama
PranSoeh
seperti: jabatan/pangk at/kedudukan, kekayaan, rahmat dan sebagainya. Pada saat ini, kita semua, muridmurid
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo (kadang golongan) yang setia dan taat kepada Rama PranSoeh
dan UtusanNya, yang sudah pada
menyaksikan dan mengakui serta percaya dan tidak akan menyangkal bahwa Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
adalah Utusan Rama PranSoeh.
Tempat yang disebut di atas pada saat ini sampai selamalamanya
menjadi Pusaka yang
ampuh untuk berjuang dalam memperoleh ketenteraman lahir dan batihn. Tempat yang digunakan untuk mengubur
jenazah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo dan ibu disebut Astana Waja. Yang disebut Bale Suci Agung Gedhong
PranSoeh
Tlaga Maharda yaitu gedung di depan Astana Waja, tempat untuk menyembah Rama PranSoeh
atau tempat
untuk bersembahyang, jadi merupakan tempat yang khusus bagi para suci untuk menyembah Rama PranSoeh.
Tempat/tanah tempat berdirinya Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh
itu dinamakan Tlaga Maharda, dapat juga disebut
pekarangan Cepuri AstanaWaja
dan Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh.
2. AstanaWaja,
Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh
dan TlagaMaharda
itu nama yang diperoleh dari Alam Batin /Alam
Halus/Alam Kasuksman, yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Panutan, yang diharapkan dapat menjadi nama
yang
tetap untuk selamalamanya,
tidak diperkenankan untuk diganti. Untuk seterusnya yang menjadi penanggungjawab
AstanaWaja
dan Bale Suci Agung Gedong PranSoeh
adalah putera Panutan yang bernama RPS.R.Wenang Atmadipraja
S.H. yang tinggal di Ge dhong Cibuk Cangkiran Jagalan Munthilan. Siapa saja yang akan ziarah ke Bale Suci Agung
Gedong PranSoeh
harus menghadap RPS.R.Wenang Atmadipraja S.H. lebih dahulu menyampaikan apa yang
menjadi keperluannya. Di rumah tersebut, siapa saja yang akan ziarah dicatat dalam Buku Ziarah (Buku Besar),
yaitu: nama, umur, pekerjaan, dan alamat. Setelah dicatat, kemudian diberi kartu untuk ziarah (masuk) ke Bale
Suci Agung Gedong PranSoeh,
untuk selanjutnya kartu tersebut diserahkan kepada orang yang ditugasi
menunggu Bale Suci (Juru Kunci). Yang ditugasi menunggu Bale Suci pada saat ini adalah: bapak R.
Suramujana dan bapak Harjautama. Selama di Bale Suci tentu saja harus bertingkah laku sesuai peraturan/tata
tertib untuk masuk Bale Suci Agung Gedong PranSoeh
dan patuh pada aturanaturan
yang disampaikan oleh
Juru Kunci. Mengenai RPS. R. Wenang Atmadipraja, SH, ketika Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo masih
hidup, banyak para murid/kadang golongan yang menerima sabda Panutan demikian:”Besuk yang akan
meneruskan perjalananKu itu anakKu Wenang. Siapa yang benci kepada anakKu sama saja benci kepadaKu!”
3. Mengingat adanya sabda Panutan yang seperti itu, kita semua hanya dapat mematuhi, setia dan taat kepada apa
saja yang dikehendaki oleh RPS. R. Wenang Admadipraja, SH, tinggal menerima perintah, apa saja yang
diperintahkannya, mengingat sabda Panutan sebagaimana disebutkan di atas. Kita semua merasa beruntung dan
berterima kasih sekali kepada R. Wenang Admadipraja, SH dan isterinya (Ibu Wenang) yang telah
memperkenankan
kita semua untuk berziarah ke Astana Waja dan Bale Suci Agung Gedong PranSoeh.
Beliau berdua
sangat mirip dengan tatkala Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo dan ibu masih hidup. Jika ada kadang
golongan yang menghadap/berziarah, pasti diberikan makan dan minum serta mendapat perlakuan yang ramah
dan baik, diberi saran dan syarat apa saja agar kita semua selalu kuat, sehat serta selamat. Untuk selanjutnya
agar kita semua selalu ingat kepada Rama PranSoeh
dan UtusanNya.
4. Mengingat tinggalan Panutan yang berupa Surat Wasiyat, yang antara lain menyebutkan:”
Makam Bapak dan
Ibu agar disediakan waktu meskipun hanya setahun sekali harus dikunjungi!” Rama Panutan, jika
membicarakan tentang diriNya tidak mau vulgar, tetapi selalu dengan kiasan (Jawa:pasemon), oleh karena itu
kita semua sebagai muridmurid
Beliau harus dapat menangkap apa yang dimaksud dalam Surat Wasiyat
tersebut, yaitu meskipun kita mengalami kerepotan/kesibukan apapun juga, meskipun kita tinggal jauh dari
Muntilan, tetapi walaupun hanya bisa setahun sekali, kita harus meluangkan waktu untuk mengunjungi
makam Panutan dan Ibu yaitu berziarah ke Astana Waja, sokursokur
kalau kita bisa berkunjung pada waktu
yang ditentukan oleh RPS R. Wenang Admadipraja, SH, yaitu pada harihari
raya/besar. Perintah Panutan yang
ditulis di atas selembar kertas yang berupa Surat Wasiyat tersebut ditulis pada tanggal 27 Desember 1955.
Mengenai ziarah, yang harus diutamakan adalah ziarah ke Astana Waja di desa Jagalan, kecamatan Muntilan
yaitu tempat disemayamkanNya
jenazah Rama Panutan dan Ibu. Sedangkan ziarah ke makam kakek dan nenek,
bapak dan ibu serta keluarga kita yang berkedudukan lebih tua itu juga harus disediakan/diluangkan waktu.
Kita semua, muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, pada saat ini sampai selamalamanya,
menerima warisan/ tinggalan tempat yang bersejarah/harta pusaka yang sangatsangat
berharga, istilah lain:
monumen, yang harus selalu diingat dan diluhurkan, jangan sampai rusak dan tidak diperhatikan,
harta pusaka
atau monumen tersebut adalah: AstanaWaja,
Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh,
Sumur JalaTundha,
tempat untuk
pertapaan kaum wanita yaitu Cibuk‑Cangkiran, tempat untuk pertapaan kaum lakilaki
ada di bangunan Gedhong
sebelah selatan Sumur JalaTundha,
dan Sasana Sewaka (tempat untuk beristirahat).
Untuk lebih jelasnya, mengenai arti Astana Waja, Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh,
Tlaga Maharda dan Asmara Data dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Astana Waja
Astana (bahasa Indonesai: Istana) itu artinya bangunan kerajaan, Waja (bahasa Indonesia: besi baja) itu artinya besi
yang keras
dan sangat kuat, jadi yang dimaksudkan dengan Astana Waja (bahasa Indonesia: Istana Baja) adalah bangunan
kerajaan yang
kuat dan kokoh, tidak mudah rusak, serta tahan lama/awet.
b. Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh
Bale Suci artinya Rumah Suci, Agung artinya besar, jadi Bale Suci Agung artinya Rumah Suci yang besar, ini
menjadi induk dan
pusat dari semua Bale Suci di belakang hari kemudian, tempattempat
dimana banyak tersebar muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang ingin memiliki tempat untuk bersembahyang/menyembah Rama PranSoeh
dapat membuat Bale Suci;
Jangan dinamakan sama seperti di Muntilan, tetapi cukup Bale Suci saja. Agung yang berarti besar ini bukan
besarnya
bangunannya, tetapi menjadi pusat/induk untuk menyembah Rama PranSoeh
dan disitu tempat bagi benar atau tidak benar
(kesasar)nya
suksma orang yang sudah meninggal dunia.
c. Tlaga Maharda
Tlaga Maharda yaitu pekarangan sebagaimana dijelaskan dalam Bab XIX, sebelum didirikan Astana Waja dan Bale
Suci Agung
Gedhong PranSoeh,
masih berwujud sawah dan kolam yang di Alam Batin/Alam Halus/Alam Sasmita Maya kolam tersebut
terlihat sangat luas, tidak bertepi seperti halnya lautan. Sedangkan istilah Maharda itu berasal dari dua istilah yang di
gabungkan
yakni Maha dan Harda; Maha artinya besar atau lebih yang tidak ada bandingannya, sedangkan harda berarti hawa
nafsu, jadi
Maharda dapat diartikan sebagai hawa nafsu yang besar/melebihi tanpa ada bandingannya yaitu induk /rajanya hawa
nafsu. Jika
kita melihat di Alam Halus/Alam Batin/Alam Sasmitamaya suksma orang yang sudah meninggal berada di Tlaga
Maharda itu
adalah suksma yang kesasar/terhenti langkahnya tidak dapat kembali menyatu dengan Rama PranSoeh
dan menjadi
makanan/jajahannya Sang Pria/Sang Putri (induk/raja/ratu dari hawa nafsu).
d. Astana Waja dan Bale Suci Suci Agung Gedhong PranSoeh
Tlaga Maharda itu tidak dapat dipisahpisahkan
satu sama lain
karena semuanya sama pentingnya.
e. Tidak semua murid Rama Panutan boleh memasuki Astana Waja, yang boleh memasuki Astana Waja hanya
murid yang sudah
katam Ilmu Tuhan Tiga Perangkat dan memperoleh cahaya terang Rama PranSoeh
dan ditunjuk oleh penanggungjawab yaitu
RPS. R. Wenang Admadipraja, SH untuk saat ini. Semua murid yang berziarah hanya diperkenankan masuk ke Bale
Suci Agung
Gedhong PranSoeh.
Astana Waja hanya dibuka pada saat hari raya/besar seperti: pada hari kelahiran Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo (tanggal 30 September atau hari Rabu Pahing), hari diterimaNya Wahyu Ilmu Sejatining Putri
(tanggal 29
Agustus), hari diterimaNya Wahyu Ilmu Sejatining Kakung/Wahyu Utusan/Wahyu Roh Suci (tanggal 29 Maret) dan
pada hari
mengenang wafatNya Panutan (tanggal 24 Oktober). Keperluan untuk masuk ke Astana Waja adalah
mengelap/membersihkan
batu nisan sambil mengharapkan berkah/anugerah dari Rama PranSoeh.
Itu semua yang menentukan adalah RPS. R. Wenang
Admadipraja, SH, selanjutnya siapa saja yang diperintahkan beliau melalui juru kunci R. Suromujono, diatur masuk
bergantian,
misalnya wakil murid dari Gunungkidul berapa orang, dari daerah Sleman berapa orang, dari daerah Kedu berapa
orang dan
seterusnya. Demikian tatacara mengelap/membersihkan batu nisan, namun sebelum para murid masuk ke Astana
Waja, lebih
didahulukan anakcucu,
dan cucu buyut Rama Panutan, kalau sudah selesai baru giliran para murid Panutan.
f. Di antara Astana Waja dan Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh
terdapat ruangan/halaman yang disebut Asmara Data. Asmara
artinya cinta atau keinginan yang kuat, sedangkan data berasal dari kata pradata (bahasa Jawa) yang berarti
pengadilan. Asmar
Data yaitu tempat untuk mohon pengadilan kepada Rama PranSoeh
sampai memperoleh jawaban yang jelas (dapat bertemu
dengan/menghadap wujud aseli Utusan Tuhan/Juru Pengadil) mohon keputusan/penyelesaian masalah apapun yang
kita
mohonkan pengadilanNya.
Tidak semua orang diperkenankan bertapa untuk menyampaikan permohonan di Asmara Data, kecuali bagi orang
yang sudah
memperoleh perintah yang jelas dan aseli di Alam Halus, dipanggil untuk bertapa/tidur di Asmara Data.
Siapa saja yang belum katam tidak diperkenankan sama sekali bertapa atau menyampaikan permohonan di Asmara
Data, boleh
atau dapat diperkenankan hanya di Sumur Jala Tunda sebelah timur Bale Suci
g. Semua murid yang pada berziarah di Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh,
tidak boleh hanya masuk dan mengambil tempat
sembarangan, tetapi harus diatur yaitu bagi kaum lakilaki
mengambil tempat di sebelah kanan lurus dengan makam Panutan,
sedangkan bagi kaum wanita mengambil tempat di sebelah kiri lurus dengan makam ibu. Bagi kaum wanita yang
sudah selesai
bersembahyang di Bale Suci, boleh beristirahat di Sasana Sewaka, tetapi tidak diperkenankan menginap/tidur disitu.
Sudah
diperintahkan oleh RPS. R. Wenang Admadipraja, SH, bagi kaum wanita yang akan menginap harus menginap di
Cibuk
Cangkiran (rumah tinggal beliau). Para murid kaum lakilaki
diperkenankan menginap di Sasana Sewaka, tetapi dilarang tidur di
Bale Suci. Para murid kalau pada berziarah ke Bale Suci harus selalu ingat perintah Panutan ketika masih hidup
sebagai
berikut:”Kalau pada datang ke Bale Suci/Astana Waja, jangan pada menyembah gambar atau batu nisan, tidak boleh
sesaji
dengan menggunakan bunga atau membakar kemenyan!” Untuk membersihkan/mengelap batu nisan, sudah
disediakan kain
putih yang bersih, ketika akan digunakan untuk mengelap batu nisan, kain putih tersebut lebih dahulu dibasahi
dengan minyak
wangi.
h. Ketika akan berziarah ke Bale Suci harus melaksanakan tata susila/tata tertib sebagai berikut: berpakaian yang
lengkap dan
sederhana, tidak boleh berpakaian yang berwarna warni, lebihlebih
pakaian yang berwarna merah dan biru; Intinya mulai saat
menginjak halaman Bale Suci sampai di sekitar Bale Suci tidak boleh berisik, tidak boleh bercanada, bersuara yang
keras apalagi
jorok/porno, harus dengan rendah hati, diam, sunyi tertuju pada kesucian. Pikiran hanya melulu tertuju, berfokus
pada rasa ingin
menghadap Rama PranSoeh
dan UtusanNya. Bagi anak cucu dan keluarga Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, sewaktuwaktu
boleh berziarah ke Bale Suci, karena yang bersemayam disana itu adalah orang tua, kakeknenek
mereka.
***A***
BAB XXVII
PENANGANAN ORANG MATI
1. Sudah menjadi kepercayaan/keyakinan kita, karena sudah pada menyaksikan kenyataan batin, bahwa wujud
badan fisik kita
yang bisa dilihat dengan indera mata kita adalah berupa raga yang hanya ada satu saja jumlahnya. Tetapi ketika
diselidiki dengan
mata batin (makrifat) yaitu dengan cara meditasi (semedi) tidur, sebenarnya adanya raga yang hidup itu tidak hanya
berupa raga
(hanya berjumlah satu) saja, melainkan ada tiga unsur yang menyatu (Jawa: adeg teluning atunggal) atau bisa
dikatakan trinitas,
yaitu berupa: Raga, Suksma dan Nyawa/Hawa Nafsu. Keadaan didunia hanya ada dua yaitu ada senang dan ada
sedih, ada hidup
dan ada mati, dan sebagainya. Kesedihan yang paling besar bagi manusia di dunia ini yaitu ketika ada keluarganya
yang
meninggal dunia. Oleh karena itu bagi orang yang hidup bersama dalam masyarakat, ketika ada kematian, kalau
tidak ada
halangan yang sangat penting sekali, harus ikut berbela sungkawa, ikut melayat ke tempat siapa saja apakah itu
tetangga, sanak
saudara, handai taulan dan sebagainya, perlu menyampaikan rasa simpati, menunjukkan cinta kasih kita kepada
sesama manusia
berupa: tenaga, harta dan pikiran/pendapat.
2. Ketika manusia tiba saat ajalnya atau meninggal dunia yaitu berpisahnya suksma dan nyawa dengan raga, yang
disebut jenazah
atau mayat harus disingkirkan atau dibawa pergi dari masyarakat orang yang hidup, perlu ditangani sebaikbaiknya
lalu dikubur
di tempat pemakaman/kuburan. Orang yang sudah mati disebut jenazah atau mayat yaitu bagi orang mati yang
tubuhnya masih
utuh dan sudah terus menerus tidak bernapas selama enam jam; sedangkan bagi orang mati yang tubuhnya
terpotongpotong
(rusak/tidak utuh), lebihlebih
bila yang terpotongpotong
tersebut adalah bagian tubuh yang vital seperti misalnya: jantung dan
liver, bahkan bila tubuhnya lebur, hancur, hilang bentuk tubuhnya, seketika itu juga bisa disebut mati atau menjadi
mayat/jenazah. Bagi mayat/jenazah yang masih utuh/tidak rusak, baru setelah enam jam sejak berhenti nafasnya
boleh
dikuburkan; Sedangkan untuk mayat yang tidak utuh/rusak, waktu itu juga boleh dikuburkan, tentu saja
penguburannya boleh
dilaksanakan setelah selesai penanganan mayatnya sampai tempat untuk menguburkannya sudah siap.
Semua yang disebutkan di atas menetapkan setelah selama enam jam secara terus menerus mayat tidak bernafas itu
untuk
mencegah:
a. Menjaga janganjangan
mayat tersebut hanya setengah mati istilah lainnya pingsan, makanya harus dibiarkan untuk
sementara waktu, siapa tahu mayat tersebut diberi kesadaran dan dapat hidup kembali. Oleh karena itu dilarang
menusuk
pada bagian jantung untuk mengambil darah sebagai bahan pemeriksaan apakah ada bibit penyakit yang menular
atau tidak.
b. Untuk memberikan kesempatan bagi penyelidikan bila ada dugaan terjadinya perbuatan nakal dan jahil,
menginginkan
warisannya atau si mayat tersebut menjadi saksi perkara di pengadilan.
3. Sebelum kita menangani mayat/jenazah, lebih dahulu harus mengetahui mengenai mayat/jenazah tersebut, apakah
mayat itu lakilaki,
perempuan, bayi, anakanak,
orang tua, orang tua renta, apakah mayat itu utuh, rusak, terpotongpotong,
hancur, mempunyai
penyakit menular atau tidak, dan sebagainya. Semua itu menentukan dan sekaligus menyebabkan perbedaan cara
penanganan
mayat tersebut.
Cara penanganan mayat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mayat/jenazah orang dewasa dan orang tua yang belum renta (tua sekali), kalau mayat wanita yang menangani
juga wanita,
kecuali ahli warisnya lakilaki
juga boleh menangani. Sedangkan bila mayatnya lakilaki
yang menangani juga lakilaki.
Semua itu untuk menjaga kesusilaan, karena harus memegang dan menyentuh pada saat memandikan maupun
mengenakan
pakaian pada mayat. Sebaliknya untuk mayat bayi, mayat anakanak
atau orang yang belum dewasa, maupun orang tua renta,
penganganan mayat boleh dilakukan oleh siapa saja lakilaki
atau perempuan.
b. Kalau menangani mayat dari orang yang berpenyakit menular dan berbahaya bagi orang lain, penanganannya
harus sangat
hatihati
dijaga agar jangan sampai tertular penyakit. Ditunjuk orang yang benarbenar
sehat, cukup satu atau dua orang saja,
tidak perlu dimandikan, diambil yang perluperlu
saja.
c. Penanganan mayat yang terluka, rusak, terpotongpotong,
menggunakan satu dua orang saja, dipilih orang yang tahan dan
berani menangani mayat yang sedemikian itu, penanganannya diambil yang perluperlu
saja.
d. Sikap dan pelaksanaan penanganan mayat harus serba pelanpelan,
sabar dan hatihati,
tidak boleh tergesagesa
dan
sembarangan, dengan tata susila yang seharusnya.
4. Penanganan jenazah yang tubuhnya masih utuh dan tidak memiliki penyakit yang menular adalah sebagai berikut:
dimandikan/disucikan, dikenakan pakaian, dibungkus, disembahyangkan, dikubur dan diberi batu nisan/tanda.
KETERANGAN1
a. Dalam memandikan mayat harus bersih, menggunakan air yang bersih, disabun dan dibilas berulangulang
hingga bersih.
b. Mayat/jenazah sedapat mungkin harus diberi pakaian, paling tidak harus dibungkus. Pakaian yang dikenakan
adalah
pakaian yang biasa dikenakan waktu masih hidup, yaitu pakaian yang lengkap, pakaian yang baru lebih baik, paling
tidak
yang bersih dan pantas. Mayat/jenazah perlu dikenakan pakaian itu disesuaikan/dicocokkan dengan kenyataan orang
yang
bermimpi bertemu dengan suksma orangorang
yang sudah meninggal dunia, mereka pada berpakaian. Sedangkan yang
dibungkus, kalau mampu bungkusnya dari kain berwarna putih (bahasa Jawa: meslim), kalau terpaksa karena tidak
mampu/miskin bisa dibungkus dengan tikar, bagor, dan sebagainya yang penting terbungkus semuanya (tidak
kelihatan).
Mengenakan pakaian atau membungkus mayat jangan berlebihan, yang wajar saja, sederhana dan memadai. Mayat
perempuan, sekalipun masih muda atau juga yang sudah tua tidak perlu di make up (diberi lipstik, pemerah wajah,
bedak, dan
sebagainya), yang polos saja, demikian pula untuk mayat lakilaki
yang semasa hidup biasanya tidak memakai bedak, tidak
perlu dibedaki. Kalau ada/bisa/mampu, mayat agar dimasukkan dalam peti. Untuk mayat yang rusak, tidak utuh,
terpotongpotong,
tidak perlu dikenakan pakaian, cukup dibungkus saja.
c. Mayat/jenazah harus disembahyangkan secara bersamasama
atau sendirisendiri.
Sembahyangan dilakukan sebelum mayat
diberangkatkan ke tempat pemakaman/kuburan. Sembahyangan itu menjadi kewajiban bapakibunya,
anak isteri/
suaminya, dan para ahli warisnya serta para teman, handai taulannya. Sembahyangan ditujukan pada suksma orang
yang meninggal dunia agar dapat berhasil menghadap Guru Panutannya.
d. Mayat/jenazah dikubur di tempat pemakaman/kuburan. Panjang, lebar dan dalamnya lubang disesuaikan dengan
panjang,
lebar dan tinggi peti jenazah, diusahakan agar tidak sesak atau cukup dimasuki peti jenazah, secara umum lebarnya
kurang
lebih satu meter, dalamnya kurang lebih satu setengah meter, lebih dalam lagi lebih baik agar tidak bau, sedangkan
panjangnya disesuaikan dengan panjang peti jenazah. Kalau tempat pemakaman berada di dekat hutan dimana
terdapat
banyak hewan buas misalnya: harimau, serigala, anjing hutan dan sebagainya, cara pembuatan lubangnya supaya
dinding
kiri atau kanan dilubangi untuk memasukkan peti jenazah sehingga binatang buas tersebut tidak dapat menggali
sampai ke
tempat mayat berada dan tidak dapat membawa lari dan memangsa mayat tersebut.
e. Mayat/jenazah sedapat mungkin diberi tanda/dipasangi batu nisan, agar para ahli waris yang ingin berziarah ke
makam tidak
sulit dan bingung untuk menemukan kuburannya. Oleh karena itu batu nisan hendaknya diberi/dituliskan nama
orang yang
dikuburkan di dalamnya, tanggal, bulan dan tahun kematiannya, sokursokur
disebutkan hari dan pasarannya sekalian. Batu
nisan yang akan dipasang tergantung kemampuan ahli warisnya, apakah akan dibuat dari batu putih, batu hitam,
porselin,
marmer, keramik, traso dan sebagainya. Batu nisan yang akan dipasang dapat mencontoh batu nisan yang dipasang
di makam
Panutan kita, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, di Astana Waja Muntilan. Kalau meniru batu nisan di makam Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo jangan sama persis, tetapi harus yang biasa saja atau polos, tidak perlu menggunakan
tumpang tetapi cukup dengan satu lapisan saja. Mengenai kudung Penengah yang berujud bola (bulat sekali) yang
diletakkan di tengah batu nisan, itu tidak semua orang diperkenankan
memasangnya, kecuali bila orang yang mati tersebut
suksmanya disaksikan di Alam Halus/Alam Kasuksman sudah menghadap Rama Resi PranSoeh,
sokursokur
sudah
menyatu dengan Rama PranSoeh
(sempurna). Mengenai tanda (batu nisan) untuk almarhum Rama Panutan agar lebih
jelasnya dirinci sebagai berikut:
a) Yang paling bawah namanya lambaran berbentuk empat persegi panjang, dengan lebar= 60 cm dan panjang 180
cm, ini
adalah ukuran untuk orang tua dan orang yang sudah dewasa. Sedangkan untuk bayi dan anakanak
panjang
lambaran= 120 cm dengan lebar= 40 cm. Lebar lambaran diusahakan lebih lebar dari mayat, tebalnya lambaran
diusahakan lebih tinggi dari lantainya. Bentuk empat persegi panjang mengandung arti atau menggambarkan alam
fisik/alam dunia yaitu alamnya hawa nafsu.
b) Di atas lambaran namanya badan, bentuknya seperti guling (silinder) yang dibagi dua, menjadi setengah lingkaran
yang
memanjang, bisa dilebihi sedikit supaya lebih serasi, panjangnya paling sedikit sama dengan panjang jenazah,
dilebihi
sedikit lebih baik. Dibandingkan dengan lambaran, panjang badan dikurangi kurang lebih lima sentimeter di bagian
atas (kepala) maupun di bagian bawah (kaki), demikian juga lebar badan di bagian kiri maupun kanan lebih sempit
lima
sentimeter dibandingkan lebar lambaran, intinya dibuat yang seserasi mungkin/simetris agar enak dilihat. Makna
dari
silinder yang dibagi dua persis adalah bahwa kebutuhan raga/jasmani dan kebutuhan rohani itu harus samasama
dipentingkan/dipenuhi.
c) Bagian atas yang menancap pada badan batu nisan ada tiga jumlahnya, namanya kudhung, yang ditancapkan pada
bagian atas (kepala), tengah (perut) dan bawah (kaki). Kudung di bagian atas dan bawah bentuknya maju telu pra
saja, sedangkan yang di bagian tengah bentuknya bulat/bundar (seperti bola). maju telu pra saja menggambarkan
Alamnya Raga, Nyawa dan Suksma. Bentuk bundar (bulat) menggambarkan Alam Kesempurnaan. Kudung yang
berbentuk maju telu pra saja dapat langsung dipasang pada batu nisan, sedangkan kudung yang berbentuk bula
(bundar) pemasangannya menunggu kalau suksma dari orang yang dikubur sudah berada di tempat yang benar atau
sempurna. Ketiga kudung dapat dipasang bersamaan apabila suksma dari orang yang meninggal dunia tersebut
langsung berhasil menghadap Rama Resi PranSoeh
atau menyatu dengan Rama PranSoeh.
Kudung yang menancap
pada badan nisan disebut gulu atau garan.
d) Selain ada tiga bagian utama sebagaimana dijelaskan di atas yaitu: lambaran, Badan dan kudung, batu nisan untuk
Beliau Rama Panutan, di atas lambaran namanya Tumpang. Batu nisan untuk Beliau Rama Panutan, memakai
Tumpang yang berjumlah sebelas. Bentuk Tumpang merupakan lapisanlapisan
yang berada di antara lambaran dan
badan, yang disusun makin ke atas semakin kecil (semakin berkurang lebarnya maupun panjangnya) berbentuk
seperti
tangga (tlundagtlundagan).
Batu nisan untuk ibu, Tumpangnya berjumlah sembilan.
e) Untuk mayat/jenazah yang hilang dan tidak dapat ditemukan, misalnya: orang yang terbawa arus banjir,
tenggelam di
sungai/di laut, terbakar sampai menjadi abu, dan sebagainya, cukup disembahyangkan saja. Selanjutnya, sebagai
gantinya mayat/jenazah, dapat dikuburkan barang milik orang yang meninggal dunia tersebut, misalnya: pakaiannya,
tongkatnya dan lainlainnya,
untuk mengingat pada orang yang meninggal dunia tersebut lebihlebih
apabila ada
pertanyaan dari anak, cucu, buyut dan semua keturunannya. Itulah pentingnya untuk segera dipasangi batu
nisan/tanda.
f) Orang yang sedang mengandung yang mana kandungannya sudah bergerakgerak
menandakan banyinya sudah hidup.
Apabila orang tersebut meninggal dunia termasuk bayi dalam kandungannya, penanganan jenazahnya dihitung satu
orang, tetapi sembahyangan harus memohonkan suksma orang yang mengandung dan suksma bayi yang dikandung
(terhitung dua suksma).
g) Jika ada bayi yang lahir sudah meninggal dunia, atau orang yang mengalami keguguran, padahal saat
mengandung
sudah berwujud bayi dan bayinya/janinnya sudah bergerakgerak,
jenazah/mayatnya diperlakukan sebagai
mayat/jenazah bayi, sedangkan bila orang yang keguguran itu janinnya belum berwujud bayi dan waktu dalam
kandungan belum bergerakgerak,
dianggap sebagai barang yang tidak hidup, maka perlu ditangani seperti menangani
mayat/jenazah tetapi tidak perlu disembahyangkan.
KETERANGAN 2
a. Mayat/jenazah boleh dihiasi dengan bunga asal apa saja asal wajar, serasi dan sederhana (tidak berlebihan). Boleh
menggunakan
bau wewangian/parfum yang menyebarkan bau harum dan bau apa saja yang dapat menghilangkan/mengalahkan
bau
mayat/jenazah yang tidak sedap. Membakar kemenyan tidak diperkenankan. Sesaji dan selamatan juga tidak
diperkenankan,
karena bertentangan dengan kepercayaan batin.
b. Untuk memeriksa apakah orang yang meninggal tersebut mengidap penyakit menular atau tidak, yaitu untuk
menjaga kesehatan
masyarakat, diperkenankan untuk mengambil darah dengan cara menusuk tepat pada jantungnya setelah waktu enam
jam sejak
yang bersangkutan meninggal dunia (detak jantungnya berhenti dan tidak bernafas). Sebaliknya pengambilan darah
dengan cara
itu dilarang/tidak diperkenankan bila dilakukan sesaat setelah orang yang bersangkutan baru saja meninggal dunia.
Larangan
mengambil darah ini sama dengan larangan untuk mengubur mayat/jenazah sebelum lewat enam jam sejak
jantungnya tidak
berdetak dan tidak bernafas.
c. Untuk menjaga kesehatan masyarakat, dan untuk tidak memberi beban yang lebih berat kepada keluarga yang
tidak mampu, kita
tidak diperkenankan/dilarang memperlama/menundanunda
penguburannya sampai lebih dari dua puluh empat jam, kecuali
orang yang meninggal itu orang yang penting, contohnya seperti pada saat wafatNya Rama Panutan.
d. Bila diperlukan, diperkenankan untuk menggali kembali kuburan untuk mengambil bagian dari mayat untuk
diperiksa atau
mayatnya dibedah/diotopsi apabila sangat penting untuk memperjelas perkara/ masalah yang besar.
e. Demikian juga diperkenankan untuk memindah kuburan mayat/jenazah bila diperlukan oleh masyarakat atau
negara, kecuali
makam Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo tetap tidak diperkenankan
untuk dirusak atau dipindah, harus tetap berada di
tempat pertama kali Beliau dimakamkan tidak berubah dan tidak boleh dipindahkan dari Astana Waja.
f. Pemasangan batu nisan, kecuali terpaksa oleh keadaan, dilaksanakan setelah sebelas hari meninggalnya
yang bersangkutan atau
paling lama sebelum seratus sepuluh hari.
g. Mengingat surat wasiyat yang dibuat oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang berbunyi:”Harus meluangkan waktu
berziarah ke makam orang tua”, kita berkewajiban menengok atau berziarah ke makam tidak hanya orang tua kita
saja tetapi juga
ke makam anak, keluarga yang menjadi tanggungan kita, suami/isteri, adikkakak
dan sebagainya untuk membersihkan makam
mereka. Pada saat berziarah, kita tidak diperkenankan sesaji, membakar dupa/kemenyan, berdoa memohon kepada
roh orang yang
meninggal, sedangkan apabila suksma orang yang meninggal belum sempurna atau berada di tempat yang benar,
kita malah
berkewajiban meruwatnya. Permohonan dan penyembahan kita hanya kepada Rama PranSoeh
dan UtusanNya.
Meruwat artinya memisahkan nyawa yang masih lengket/menyatu dengan suksma orang yang meninggal dunia, jadi
orang yang
belum katam tentu saja belum dapat meruwat/menolong memisahkan nyawa dari suksma orang yang meninggal
dunia (yang
diruwat), sebab dengan nyawanya sendiri saja belum dapat memisahkan atau bertemu.
SEMBAHYANGAN RUWAT
1. Sembahyangan ruwat dapat dilakukan bersamasama
yang mana ada satu orang yang memimpin. Sembahyangan ruwat
dilaksanakan karena ada permintaan dari ahli waris orang yang meninggal dunia yaitu: 1) Pada saat meninggal
dunia, 2) Pada
hari kesebelas sejak hari meninggalnya, 3) Pada hari ke tiga puluh tiga, 4) Pada hari ke seratus sepuluh, dan 5) Pada
hari ke
tiga ratus tiga puluh, jadi cukup lima kali saja. Maksud peringatan/pelaksanaan sembahyang ruwat pada hari setiap
kelipatan
sebelas hingga hari ke tiga ratus tiga puluh disesuaikan dengan ketika bayi yang dikandung oleh ibunya hingga hari
kelahirannya.
2. Sembahyangan ruwat yang dilakukan bersamasama
harus dilanjutkan dengan sembahyangan sendirisendiri
oleh para ahli
waris yang sudah katam dan oleh siapa saja yang dimintai tolong oleh ahli warisnya, perlu pada menyaksikan
apakah suksma
yang diruwat tadi telah sempurna/berada di tempat yang benar atau belum.
3. Kalau sebelum sebelas hari ternyata suksma yang diruwat sudah sempurna/berada di tempat yang benar,
sembahyangan pada
hari yang kesebelas, permohonan cukup hanya menghaturkan terima kasih kepada Rama PranSoeh
dan memuji serta
memuliakan Rama PranSoeh.
Setelah sebelas hari ke atas hingga hari yang ketiga ratus tiga puluh, tidak perlu melaksanakan
sembahyangan ruwat lagi. Demikian juga bila suksma orang yang diruwat sudah sempurna/berada di tempat yang
benar
sebelum hari yang ketiga puluh tiga, keseratus sepuluh atau ketiga ratus tiga puluh, sembahyangan ruwat hanya
berupa/bersifat peringatan dan penyampaian rasa syukur serta terimakasih
kepada Rama PranSoeh.
Apabila sampai hari
ketiga ratus tiga puluh ternyata suksma orang yang kita ruwat belum sempurna/berada di tempat yang benar,
sembahyangan
ruwat hanya dibatasi sampai disitu. Sedangkan secara sendirisendiri
dapat diteruskan pada setiap malam hari sebelum hari
dan pasaran kematian orang yang diruwat, misalnya orang yang kita ruwat itu meninggal pada hari Kamis Pahing,
maka
sembahyangan ruwat secara sendirisendiri
dilakukan pada setiap hari Rabu Legi malam hari.
4. Menurut sabda Panutan, sembahyangan ruwat secara sendirisendiri
dalam waktu seratus sepuluh hari sejak hari kematian
orang yang diruwat, suksma orang tersebut belum sempurna/berada di tempat yang benar itu membuktikan besarnya
dosa
orang yang diruwat, oleh karena itu cukup sekali waktu saja dimohonkan ampun dosanya dan disaksikan keberadaan
suksmanya di Alam Batin/Alam Halus/Alam Sasmita Maya.
5. Meruwat suksma orang lebih dari satu dilaksanakan secara bersamaan juga diperkenankan, ini tidak semua orang
katam bisa
melaksanakannya, kecuali orang katam yang sudah sangat jelas dan bersih batinnya. Sedangkan caranya tidak perlu
mengulangulang
sembahyangan, hanya cukup menyampaikan nama orangorang
yang diruwat dengan menambah
penyebut sebelas kali setiap tambahan satu suksma yang diruwat.
6. Agar dapat berhasil dalam meruwat, harus disertai dan dilandasi tapa brata, melakukan berbagai macam
kebajikan, banyak
menolong sesama manusia, berkelakuan baik, mengendalikan hawa nafsu, karena meruwat itu membela suksma
orang lain,
bapakibu,
anak, keluarga sendiri, oleh karena itu harus memberikan pengorbanan dan bantuan, lebihlebih
dalam hal
perilaku yang suci, halhal
yang menyangkut kesucian.
7. Untuk menentukan apakah suksma orang yang diruwat itu sudah sempurna/berada di tempat yang benar atau
belum, harus
mengingat dan berpedoman pada bab yang membahas Mati Sempurna dan Reinkarnasi.
***A***
BAB XXVIII
TATA TERTIB BERSEMBAHYANG KHUSUS BAGI ORANG YANG SUDAH KATAM
1. Niat: yang disebut niat itu adalah tumbuhnya rasa yang datang dari dasar lubuk hati yang suci, tidak dipaksa, tidak
hanya ikutikutan,
tetapi benarbenar
tumbuh dari keinginan pribadi, perlu dengan tekad yang bulat, hati yang mantap, berserah diri dan
bersandar serta memohon di hadapan Rama PranSoeh
agar dapat bertemu menghadap UtusanNya Rama PranSoeh.
Dengan rasa
yang sangat mengharap, dengan kesetiaan dan ketaatan, memuliakan nama Rama PranSoeh,
percaya pada kekuasaan dan
pemeliharaanNya.
2. Membersihkan badan dengan cara: mandi, cuci muka, kumurkkumur
dan gosok gigi bagi yang masih memiliki gigi, supaya
bersih raganya/tubuhnya, sehingga ketika akan melaksanakan semedi tidur tidak gelisah, badan tidak gatalgatal,
dan kalau
terpaksanya langsung dipanggil menghadap Rama PranSoeh
(meninggal dunia) tidak menjijikkan bagi orang lain. Sebelum
menyiramkan air ke tubuh, didahului mengucapkan kalimat (mantra) demikian:”Niat saya menyucikan diri,
menghilangkan
kotoran yang menempel di tubuhku, agar sehat dan enak dilihat, membuat batin dan tingkah lakuku menjadi suci,
memancarkan
cahaya terangku, sehingga selamat, selamatsentosa
karena kehendak Rama PranSoeh
Sesembahanku, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo Panutanku,” setelah selesai mengucapkan kalimat (mantra) tersebut, kemudian baru menyiramkan
air ke tubuh
kita dan mandi hingga bersih. Sedangkan kalau hanya cuci muka saja, kalimat (mantra) yang diucapkan sama saja.
Setelah selesai
mandi disambung kalimat (mantra) lagi demikian:”Rama PranSoeh,
pelaksanaan syarat saya ini agar menjadi jalan dalam usaha
saya dapat bertemu menghadap Paduka Rama PranSoeh.”
Selanjutnya mengenakan pakaian yang lengkap, pantas, sederhana dan
tidak berlebihan.
3. Tatacara naik ke tempat semedi tidur (ke tempat tidur) adalah sebagai berikut: telapak tangan kiri diletakkan
menempel di atas
telapak tangan kanan bertopang pada tempat yang akan kita duduki, sambil mengucapkan kalimat:”Rama PranSoeh
Sesembahan
saya, Rama Resi PranSoeh
yang berkedudukan sebagai Utusan, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo Panutan saya,
perkenankanlah saya menghadap,” setelah itu baru kita duduk di tempat semedi tidur (tempat tidur), menduduki
tempat yang kita
gunakan untuk bertopang telapak tangan tadi, sedangkan arah kita menghadap (kiblat) waktu berdoa adalah ke arah
tempat
bersemayamNya almarhum Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo di Astana Waja, Muntilan.
4. Puji Langgeng (terjemahan: Harapan Abadi). Setelah kita duduk dengan baik, dan batin kita serta seluruh
jiwaraga
kita dan
segenap akal budi kita, hanya melulu tertuju pada Rama PranSoeh,
tidak ingat lagi pada kebutuhan keduniawian kita, lalu
mengucapkan Puji Langgeng (Harapan Abadi) sebanyak tiga kali, dapat dinyanyikan dalam hati atau cukup
diucapkan dalam
hati saja.
KETERANGAN:
Cara yang disebutkan di atas tersebut merupakan pemberian Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo kepada Eyang Ragil yaitu
bibi/tante dari Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang kemudian disampaikan/diberikan kepada Natawiharja Ngadiran,
Wanasari, Gunungkidul, Yogyakarta, pada tahun 1971.
5. Mengucapkan Sumpah Keyakinan. Setelah mengucapkan Puji Langgeng (Harapan Abadi), kemudian dilanjutkan
dengan
mengucapkan Sumpah Keyakinan dan seterusnya mulai dengan sembahyangan seperti yang dijelaskan pada angka 6
di bawah
ini.
6. Sembahyangan: sembahyangan terdiri dari:
1) Pangruwat
2) Sembahyangan nomor satu sampai dengan sembilan
3) Menyadari diri (Pangrumaos)
4) Permohonan
5) Penyebut (Panebut)
Sebelum menyampaikan permohonan sesuai yang dibutuhkan, terlebih dahulu kita menyampaikan bahwa kita
menyadari dan
mengakui dosadosa
kita baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja agar semua dosa kita ditebus dan dilebur serta
diampuni oleh Rama PranSoeh.
Permohonan diakhiri dengan menambahkan kalimat:”Rama PranSoeh,
saya mohon Rama PranSoeh
berkenan mengabulkan semua permohonan saya ini, dan kalau tidak dikabulkan, saya menyerahkan hidup dan mati
saya ke
hadapan Paduka Rama PranSoeh
yang menguasai segala Alam dan seluruh isinya!”
7. Mengingatingat/
menghafal dunungan, mulai dari Sumpah Keyakinan, Wedaran, Wisikan, Pusaka Ismu Giris, Pancabaya dan
Cara Petak. Jika menghafalkan semua ini harus dilakukan di luar rumah.
PERINGATAN:
Mengenai dunungan ini merupakan hal yang sangat penting, harus disimpan yang baik jangan diberitahukan kepada
sembarang
orang (hanya kepada orang yang sudah katam saja), harus bisa menyimpan rahasia Rama PranSoeh.
Kalau membocorkan rahasia
dapat menerima hukuman.
***A***
BAB XXIX
PERMULAAN PENCIPTAAN YAITU PENCIPTAAN ALAM SEMESTA, BUMI, LANGIT DAN SELURUH
ISINYA
1. Roh Suci sudah ada sebelum terciptanya alam semesta dan seluruh isinya, abadi adaNya, yaitu yang
berkedudukan sebagi
Tuhan Allah yang bersifat: MAHA AGUNG, MAHA LUHUR, MAHA MULIA, MAHA KUASA, MAHA SUCI,
dan masih banyak
MAHAMAHA
lainnya yang intinya menjadi INDUK/ASAL DARI SELURUH CIPTAAN.
Roh Suci mempunyai WUJUD, SIFAT, NAMA DAN PEKERTI (bahasa Jawa: Dat, Sipat, Asma dan Afngal).
Manusia tidak dapat melihat Roh Suci dengan indera penglihatan badan fisik/jasmani/raganya, bisa membuktikan
dengan melihatNya sendiri melalui mata batin yaitu suksmanya/badan halus/rohnya. Pada saat sekolah dahulu, saya
juga mendapat pelajaran ilmu alam/kimia yaitu barang yang tidak sejenis tidak dapat bercampur. Jadi kalau belajar
ilmu gaib, ilmu kasuksman, ilmu kenyataan, jelas kalau menggunakan indera jasmani/indera penglihatan dari badan
jasmani/raga kita tidak akan bisa melihat, tetapi harus menggunakan mata/penglihatan batin/suksma/roh/badan
halus kita. Karena yang dicari itu berwujud roh, maka sudah seharusnya untuk dapat melihat harus menggunakan
indera penglihatan roh kita, jadi roh melihat roh. Terdapat peralatan di dunia ini yang dapat digunakan untuk
melihat benda yang sangat kecil (mikroskop) atau benda yang berada jauh sekali dari kita (teleskop), tetapi kalau
belajar ilmu kasuksman tidak dapat menggunakan peralatan yang dibuat oleh manusia.
2. Tuhan Allah menciptakan bumi dan seluruh isinya itu sekali jadi, tidak dua kali atau tiga kali atau berkalikali.
Termasuk penciptaan manusia yang ditempatkan di dunia ini sudah lengkap berada di semua tempat, misalnya di
pulaupulau
di bumi sudah berisi manusia, hewanhewan
di daratan dan di lautan, serta di sungaisungai
dan danaudanau,
termasuk juga setan, itu sudah ada sekalian. Manusia yang diciptakan sudah tersebar di seluruh bumi dan
sudah disesuaikan dengan iklimnya masingmasing,
kulit tubuhnya ada yang berwarna hitam, putih, dan sawo
matang, orang Jepang beda wujudnya dengan orang Amerika, Belanda, Nigeria, dan Irian (Papua).
Semua itu sudah diciptakan sesuai dengan tempat dimana mereka berada. Mengenai binatang/hewan demikian juga
adanya, sudah lengkap di semua tempat di bumi sebagaimana halnya yang terjadi pada manusia sudah disesuaikan
dengan kondisi iklim di tempat dimana mereka ditempatkan, demikian juga terhadap pepohonan dan
tumbuhtumbuhan.
Adanya manusia di dunia ini berbedabeda
wujudnya, bentuknya, jenisnya, termasuk juga binatang dan
tumbuhtumbuhan.
Misalnya binatang kambing, di semua tempat sudah ada kambing, rupa dan jenisnya berbedabeda:
ada kambing Jawa, kambing Benggala, Kambing Kacang, Kambing Gembel (domba), Kambing Gibas dan
lainlainnya.
Mengenai pepohonan misalnya: pohon Kelapa, ada Kelapa Poyuh, kelapa Gading, Kelapa Hijau,
Kelapa Merah, bermacammacam
kelapa sudah ada di berbagai tempat.
3. Induk/Bibit/asal dari segala makhluk yaitu Tuhan Allah yang mempunyai Utusan. Tuhan Allah itu hanya satu,
Utusan juga
hanya satu, ini mengenai Suksma Suci, Utusan turun ke dunia menurut/sesuai kehendak Tuhan Allah dimana calon
tempat
akan turunNya Utusan Tuhan Allah ke dunia, tubuh jasmani/ragaNya juga sesuai iklim di negara mana Beliau akan
dilahirkan, yang berganti/berubah itu hanya tubuh jasmaniNya saja, sedangkan Suksma SuciNya/badan HalusNya
tetap tidak berubah hanya satu tidak bergontaganti.
4. Tuhan Allah menurunkan UtusanNya yang pertama yaitu Nabi Adam, perlu
mengingatkan/menyadarkan/memberitahu/menyebarkan perintah Tuhan kepada manusia. Pada jaman dahulu,
manusia
banyak yang belum menyembah Tuhan Allah yang memberi hidup dan menentukan keadaan manusia dan alam
semesta
beserta seluruh isinya. Manusia masih pada menyembah berhala, Nabi Adam perlu mengingatkan kepada manusia
bahwa
manusia hidup itu ada yang memberi hidup dan ditentukan oleh Tuhan Allah. Manusiamanusia
yang telah
memperoleh keterangan mengenai Penguasa tertinggi di seantero jagad raya dan di angkasa, di Alam Dunia/Fana,
di Alam Kubur dan di Akherat sekalipun, dikuasai, diatur, dicintai, dikasihi, diayomi, dilindungi, semua itu bagi
yang pada mematuhi dan melaksanakan perintah Tuhan Allah. Sedangkan bagi yang bebal dan lupa sama sekali
kepada Tuhan Allah akan menerima hukuman. Sebagian besar manusia sudah banyak yang kemudian dapat
merasakan, menyadari, dan selanjutnya ingat menyembah Tuhan Allah. Tersebarnya perintah Tuhan Allah mulai
dari sedikit demi sedikit, merembet dan dapat menyebar secara merata ke seluruh dunia, meskipun demikian masih
ada saja banyak manusia yang lupa dan tidak percaya kepada Tuhan Allah, masih banyak yang menyembah
berhala.
5. Nabi Adam itu juga manusia tetapi memperoleh/menerima Wahyu menjadi Utusan Tuhan Allah dan diturunkan
ke dunia
setelah selesainya permulaan penciptaan alam semesta beserta seluruh isinya. TurunNya ke dunia sebagai Utusan
Tuhan Allah yang pertama memang menerima perintah Tuhan Allah, sebab para manusia yang telah diciptakan di
dunia ini masih banyak yang pada tidak tahu mengenai Sesembahan Yang Maha Esa, masih bermacammacam
keyakinannya, masih menyembah selain Tuhan Allah.
Memang Utusan Tuhan Allah kadangkadang
turun ke dunia berkalikali,
tetapi pada umumnya
dianggap/dipandang seperti pemerintahan di dunia ini seperti misalnya adanya wakil presiden mulai dari Hatta, Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, Adam Malik dan lainlainnya
memang lain orang, ganti orang, tetapi Utusan Tuhan
Allah tetap hanya satu SuksmaNya, yang ganti adalah hanya badan jasmani/ragaNya. Utusan Tuhan Allah juga
memiliki isteri dan anak, hanya satu yang tidak menikah yaitu Tuhan Yesus, sedangkan yang lainnya semua
mempunyai isteri dan anak sampai pada Beliau Rama Panutan juga mempunyai isteri dan anak. Jadi para kadang
gologan atau muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo jangan hanya percaya saja pada tulisan yang saya
buat ini, tetapi mohonlah kepada Rama PranSoeh
untuk dapat menyaksikan sendiri apakah benar bahwa adanya
orang sedunia ini hanya berasal dari dua orang yaitu Adam dan Hawa. Bagi kadang golongan yang sudah katam
kan sudah pada menerima dunungan Siapa sebenarnya Roh Suci yang sudah ada sebelum adanya Nabi Adam yang
diturunkan ke dunia, Roh Suci yang tinggal di Alam Kosong yang menguasai isi.
Keadaan di dunia ini hanya ada dua, jadi makhluk yang hidup dan tersebar di dunia ini juga ada dua: ada lakilaki
dan perempuan, ada hidup dan mati, ada siang dan malam demikian seterusnya.
6. Manusia disebut makhluk yang luhur jika dibandingkan dengan hewan/binatang, tetapi ada banyak yang
wujudnya manusia
tetapi jiwanya jiwa hewan atau jiwa jin, ini adalah manusia yang tidak mematuhi/menjalankan kemanusiaannya,
katanya
makhluk yang luhur tetapi ternyata bahkan lebih buruk/rendah dari binatang. Manusia diberi akal, budi, nalar, diberi
apa
saja yang berada di atas bumi dan di bawah langit, diberi oleh Tuhan Allah untuk kesempurnaan hidup di dunia.
Keadaan dunia karena dihuni oleh manusia, manusia ada yang pandai dan ada yang bodoh, perjalanan hidup
manusia dalam pergaulan di masyarakat pada mulanya masih primitif masih menggunakan hukum rimba, kemudian
berkembang lebih maju menuju pada kesempurnaan, sampai tiba jaman sekarang, manusia di dunia sudah lebih
maju diatur oleh pemerintah (yaitu mengenai: politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan).
Juga masih ada di suatu negara dimana masyarakat/rakyatnya masih statis belum mau maju.
Di sini tidak akan saya terangkan secara rinci, tetapi hanya saya jelaskan garis besarnya saja.
Kepercayaan di dunia ini ada lima macam yaitu: mulai POLITEISME, ANIMISME, DINAMISME,
PANTEISME sampai
MONOISME.
Pahampaham
tersebut tidak perlu saya jelaskan satu per satu, karena pada umumnya sudah banyak yang pada
mengerti. Memang mengenai kepandaian di dunia ini, ada yang pandai tetapi ada yang lebih pandai lagi (khusus
untuk pengetahuan duniawi/mengenai halhal
yang bersifat fisik/jasmani). Untuk pengetahuan kebatinan yang
ditujukan pada kerohanian/ kasuksman untuk dapat mencapai mati yang sempurna, faham/kepercayaan
MONOISME yang ada sekarang ini masih belum sempurna. Sebagian besar masih percaya “katanya nanti” dan
kata si A atau kata si B. Agar puas dan mantap, jangan hanya katanya atau kata si A si B, tetapi harus kataku
dengan cara menyaksikan sendiri, melihat sendiri dengan mata batin/mata rohani (makrifat). Bisa percaya itu kalau
sudah menyaksikan sendiri dan mengakui, jadi harus membuktikan sendiri.
7. Sejak Tuhan Allah menurunkan UtusanNya yang pertama ke dunia yaitu Nabi Adam sampai dengan saat ini, ada
yang mempunyai sebutan Nabi dan ada yang tidak, itu tergantung pada ingat dan tidakNya pada tugas yang
diberikan Tuhan Allah, seperti: Nabi Musa, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Isa, Nabi Muhammad, Nabi Khong Hu
Cu, Kanjeng Sultan Agung Mataram, Kanjeng Sunan Kalijaga, sampai dengan timbulnya Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
8. Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo lahir ke dunia mematuhi/melaksanakan tugas dan kewajibanNya seperti yang
sudah dijelaskan di muka dan perlu mencari tunggal (muridmurid
Beliau) yang terpisah dengan Beliau sejak
jamannya Nabi Nuh. Jadi turunNya Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo ke dunia ini tidak bermaksud untuk
menghapus/mengeliminasi/
menghilangkan dan mengganggu keyakinan lain, itu tidak benar, tetapi hanya untuk
meneruskan kepunyaan/milikNya sendiri.
9. IlmuNya Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mempunyai dasar keyakinan, yaitu:
a. Percaya kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa, tidak dua dan tidak banyak.
b. Percaya kepada UtusanNya Tuhan Allah.
c. Percaya adanya reinkarnasi.
d. Percaya adanya hukum karma (memetik buah perbuatannya sendiri).
IlmuNya Rama Panutan bukan ilmunya setan atau jin, bukan ilmu karangan, bukan ilmu sihir/hitam, bukan ilmu
yang anehaneh,
itu bukan, tetapi merupakan Ilmu Ghoib yang cara memahaminya atau memperolehnya adalah
dengan cara memohon keterangan/perintah kepada/dari Tuhan Allah melalui semedi/meditasi saat tidur, sedangkan
yang dapat memahami/melihat/menyaksikan bukan indera penglihatan/mata dari raga/tubuh jasmani, melainkan
penglihatan/mata dari suksma/roh kita, bisa menyaksikan sendiri bagaimana supaya dapat mencapai mati yang
sempurna (kembali kepada Tuhan Allah).
10. Meskipun Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat itu untuk kepentingan agar dapat mencapai mati yang sempurna
(kembali
kepada/menyatu dengan Tuhan Allah), tetapi sebelum sampai pada saat ajal kita tiba, dapat digunakan untuk
kepentingan
tubuh jasmani/raga/badan fisik kita di dunia, tetapi tidak untuk mencari kekayaan/harta benda. Kalau ingin tercukupi
kebutuhan duniawi kita (pangan dan sandang) ya harus bekerja keras sesuai kemampuan kita, rajin bekerja dan tidak
boleh
masa bodoh. IlmuNya Rama Panutan itu dengan agama apa saja cocok, oleh karena itu agar tidak pada
mencela/membantah
dan kemudian dapat percaya, maka cobalah membuktikan sendiri, melihat kenyataannya dengan mata suksma/roh
kita,
belajarlah dengan caracara
atau metode yang sudah diajarkan oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
11. Utusan Tuhan Allah bukanlah manusia biasa, tetapi manusia yang memiliki kelebihan, setiap Utusan Tuhan
Allah turun ke
dunia pasti mempunyai tandatanda
yang tetap yaitu memperoleh/memegang Wahyu Utusan, menjadi pegawai
negeri saja mempunyai ikatan yang berupa surat keputusan pengangkatan menjadi pegawai negeri (besluit), jadi
tidak bisa asal kuasa saja. Ketika Rama Panutan masih hidup di dunia ini, saya, Soekirman Poedjosoewito, pernah
datang menghadap Rama Panutan di rumah Beliau di desa Jagalan, Muntilan. Baru saja saya duduk, Rama Panutan
sudah kelihatan sedang berjalan dari rumah bagian belakang akan menemui saya, masih sambil berjalan Beliau
sudah berkata demikian:”Nak Poedjo, ya diterima saja apa adanya, sekarang tidak punya anak, nanti dua ratus
tahun lagi pasti punya anak!” Ada sabda dari Panutan yang seperti itu, saya dapat menangkap apa yang
dikehendaki Panutan, jelas saya hanya digunakan sebagai sasaran saja, memang kalau membicarakan hal yang
ghoib, Beliau tidak mau mengatakan apa adanya secara vulgar. Oleh karena itu setelah saya pulang ke rumah, di
lain waktu saya pergi ke rumah Martasuyitna di desa Ngleri yaitu seorang murid Panutan yang sudah katam dan
juga dekat dengan Beliau, saya minta tolong kepadanya supaya ikut menyaksikan, memohon keterangan kepada
Rama PranSoeh,
nanti dua ratus tahun lagi, Rama Panutan akan turun ke/lahir di dunia ini dimana tempatNya?
Saudara Martasuyitno memperoleh jawaban yang jelas kalau Rama Panutan akan lahir di luar negeri dua ratus
tahun yang akan datang.
Ketika akan menikahi isteri saya, saya sudah memohon keterangan kepada Rama PranSoeh
dan diberi petunjuk
bahwa saya tidak akan mendapatkan keturunan/punya anak, oleh karena itu adanya sabda Panutan yang seperti itu,
Saya meyakini bahwa dua ratus tahun yang akan datang, saya akan dilahirkan ke dunia ini lagi mengikuti dan
menyertai Rama Panutan.
***A***
BAB XXX
ILMU KASUKSMAN TIGA PERANGKAT
1. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat itu digunakan sebagai dasar
mengetahui/memahami perintah Rama PranSoeh
yang diterima di Alam Halus/Alam Sasmita Maya yang
kebanyakan tidak berupa perintah yang vulgar, apa adanya dan jelas, melainkan berupa
perlambang/kiasan/gambaran/ petunjuk, dapat dikatakan bahwa Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat itu sebagai
sarana perkenalan atau berhubungan antara umat manusia dengan Rama PranSoeh
dan sebaliknya antara Rama
PranSoeh
dengan umat manusia, juga dapat dikatakan sebagai sarana/alat untuk mencapai kesempurnaan
hidup dan mati.
Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat yaitu:
1) Cahaya Rama PranSoeh
2) Utusan Rama PranSoeh
3) Nyawa/Hawa Nafsu masingmasing
manusia
Belajar Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, kita lakukan semasa kita masih hidup di dunia ini, caranya dengan
melakukan semedi tidur atau bermeditasi menjelang kita tidur, mencari perintah/petunjuk Rama PranSoeh
dalam mimpi, istilah yang digunakan pada jaman nenek moyang kita dahulu adalah: mencari ilham, wisik,
wangsit, tayuh dan sebagainya.
Kita tidak menyepelekan atau tetap menghargai istilah/kata, tetapi yang penting disini adalah kita hanya
membutuhkan kenyataan yang dapat kita buktikan: kita dapat melihat, mendengar dan mengalami sendiri,
tidak hanya percaya pada istilah/kata saja: katanya nanti, kata si A, kata Si B dan sebagainya, tetapi harus
kataku dengan melihat, mendengar dan mengalami sendiri oleh roh/suksma/badan halus kita sendiri
(makrifat).
2. Agar jelas perlu diterangkan disini bagaimana caranya agar dapat mencapai mati yang sempurna (kembali
kepada/menyatu dengan Rama PranSoeh).
Unsur manusia dan sifat masingmasing
unsur tersebut adalah
sebagai berikut:
1) RAGA/TUBUH JASMANI
Sifatnya: dapat menderita (terkena) sakit dan dapat meninggal dunia (tidak kekal/fana)
2) NYAWA/HAWA NAFSU
Sifatnya: dapat menderita (terkena) sakit tetapi tidak dapat meninggal dunia (kekal/abadi)
3) SUKSMA SUCI
Sifatnya: Suksma yang sudah terpisah dari hawa nafsu tidak dapat menderita (terkena) sakit dan tidak
dapat meninggal dunia (kekal/abadi)
Istilah yang sudah dikenal umum untuk suksma suci ini adalah ATMA.
Untuk pengertian umum nyawa dan suksma itu dianggap sama, tetapi kalau dalam Ilmu yang dibawa oleh
Rama Panutan itu berbeda (sebaliknya: nyawa itu musuhnya suksma).
Manusia yang hidup di dunia ini hanya mempunyai dua dorongan yaitu dorongan untuk berbuat buruk/jahat
dan dorongan untuk berbuat baik. Dorongan untuk berbuat buruk/ jahat itu datang/asalnya dari Nyawa/Hawa
Nafsu, sedangkan dorongan untuk berbuat baik itu berasal dari Suksma Suci (digerakkan oleh Rama PranSoeh/
UtusanNya).
Manusia dapat hidup itu karena memiliki Ilmu Tiga Perangkat dalam dirinya masingmasing,
mengenai hal ini
tidak semua manusia memahami/mengerti kalau tidak belajar dan berusaha dengan sungguhsungguh
untuk
dapat memahami/mengerti.
Semua keinginan yang maunya enaknya saja, mau yang empuk yang teduh, demikian juga kebutuhan tubuh
jasmani/raga: perlu pakaian, perlu makan, perlu menikah, perlu rumah dan sebagainya, itu semua mengikuti
hawa nafsu/nyawanya; Kalau Nyawa pergi dari tubuh jasmani/raga dan tidak kembali lagi, itu namanya mati.
Kalau tidur atau pingsan itu nyawanya juga pisah/pergi dari raganya, tetapi masih kembali lagi atau menyatu
lagi dengan raganya. Mempelajari Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat itu perlu untuk dapat mengetahui berpisah
dan berkumpulnya raga, suksma dan nyawa yang dalam istilah bahasa Jawa: rucat, racut, kukut.
Tidur itu memang dari kehendak Rama PranSoeh
sebagai gambaran atau contoh orang pada waktu meninggal
dunia; Jadi mati itu persis seperti orang tidur yang bermimpi. Banyak contohcontoh
kejadian seperti
misalnya: saya pernah membaca surat kabar atau majalah yang memberitakan adanya orang yang sudah
meninggal dunia, tetapi dapat hidup lagi (mati suri), setelah ditanya pengalamannya dia menceriterakan
bahwa dia merasa bepergian jauh, sampai di suatu tempat dia ingin ikut orangorang
yang ada disana tetapi
tidak diperkenankan/ditolak, sehingga dia pulang kembali ke rumahnya, setelah sampai di rumah tibatiba
dia
sudah sadar dan bangun dari kematiannya serta bisa hidup lagi.
Setiap orang yang sedang bermimpi, raganya tidur di tempat tidur, merasa ada aku lagi yang yang bepergian
kesanakemari,
tidur di wonosari merasa pergi ke Jakarta, bertemu apa saja dan melihat apa saja di dalam
mimpi. Aku yang bepergian kesana kemari, melihat apa, berkelahi, merasa takut, merasa dalam kegelapan,
hujan angin dimana halilintar menyambarnyambar,
dan sebagainya. Aku yang tidur yaitu raganya, sedangkan
aku yang berada di alam mimpi mengalami berbagai kejadian dan melihat banyak hal itu adalah
suksmanya/rohnya/atmanya/badan halusnya; Suksma inilah yang nanti pada saat ajal tiba akan
menerima/mengalami keberuntungan atau celaka. Orang tidur yang sedang bermimpi itu berpisah antara raga
dengan suksma dan nyawanya, meskipun berpisah tidak berarti mati, hidup dan mati manusia itu ditentukan
atau dikuasai oleh Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
semua kodrat itu hanya ada di tangan Rama PranSoeh.
Berpisahnya nyawa dan suksma dari raganya pada saat tidur itu masih dalam genggaman kekuasaan Rama
PranSoeh,
ibarat orang yang menerima kiriman surat itu belum sampai pada alamatnya. Pada saat orang tidur,
kepentingan keduniawian apa saja misalnya menghafalkan buku, cinta kasih kepada anakisteri/
suami, ayah
dan ibu, semua terlupakan. Oleh karena itu agar dalam mimpi kita bisa ingat apa yang kita butuhkan itu tidak
mudah dan setiap kali bermimpi belum tentu bisa ingat. Keadaan kita dalam alam mimpi itu ya seperti keadaan
di dunia, kadang lupa, merasakan dan menyadari kemudian baru ingat. Dalam belajar dan berusaha agar dapat
ingat apa yang kita butuhkan mengenai Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, harus sampai suksma kita ingat apa
yang kita mohonkan kepada Rama PranSoeh.
Ibarat orang yang mengetik antara aselinya (kertas paling atas)
dengan tembusan/duplikatnya (kertas lembar kedua dan seterusnya) itu sama, artinya raga kita yang berdoa
memohon kepada Rama PranSoeh
itu menembus sampai suksma kita, sehingga pada saat suksma kita tiba di
alam mimpi masih membawa permohonan raga pada saat akan tidur.
3. Menurut pengertian umum, setiap orang mati itu pasti karena kehendak Tuhan, tetapi setelah belajar dan
berusaha memahami serta menyaksikan Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, ternyata mati itu ada dua macam
yaitu: 1) mati karena memang sudah menjadi kehendak Tuhan Allah/Rama PranSoeh
dan 2) mati karena
begalan (dicegat dan dirampok oleh jin/setan) menjadi makanannya Batara Kala/Sang Pria/Sang Putri. Mati
begalan itu contohnya seperti: mati karena penyakit menular, mati bunuh diri, mati karena kecelakaan:
disambar petir, tenggelam di sungai/laut/danau, tertabrak mobil/ sepeda moto/kereta api dan sebagainya. Mati
karena memang sudah menjadi kehendak Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
ada yang didahului dengan sakit parah
atau sakit sebentar, ada yang tanpa mengalami sakit, bahkan ada yang sudah mendapat perintah atau petunjuk
lebih dahulu dari Rama PranSoeh
kapan akan meninggal dunia, hari, tanggal bahkan jamnya sekalipun.
Pengertian umum mengenai kematian, manusia tidak ada yang tahu kapan ia akan mati, tetapi bagi kadang
golongan yang sudah katam menjadi kewajibannya untuk memohon keterangan/petunjuk kepada Rama PranSoeh
kapan ia akan dipanggil untuk menghadapNya.
4. Perjalanan suksma ketika ajal tiba seperti tersebut di bawah ini:
Di Alam Kubur, suksma bertemu dengan nyawanya, ini harus dikalahkan dan ditinggal di Alam Kubur. Kalau
bisa menang, suksma suci (suksma yang sudah pisah dari nyawanya) dapat menghadap dan bertemu dengan
Utusan Rama PranSoeh
yaitu Rama Resi PranSoeh.
Dalam ceritera pewayangan bernama Resi Bratanirmaya
yang wajahnya dicat dengan warna putih. Bila bertemu dengan Resi Bratanirmaya yang wajahnya berwarna
merah, itu palsu, dalam pewayangan Batara Kala bisa berubah wujud menjadi Kresna. Oleh karena itu kita
harus selalu waspada. Selama hidup di dunia harus berlatih supaya dapat sering bertemu dengan Ilmu
Kasuksman Tiga Perangkat. Suksma yang akan menghadap Utusan berpedoman pada/dituntun oleh Cahaya
Rama PranSoeh.
Di hadapan Utusan, suksma sudah tidak punya rasa, hanya tinggal digerakkan oleh Rama
PranSoeh,
dapat ingat tentang kesucian. Di situ tidak ada halhal
keduniawian, kubur sekalianpun sudah
tidak terdengar, yang ada hanya berserah diri kepada Rama PranSoeh,
apa akan diperkenankan menyatu
dengan Rama PranSoeh
atau tidak, apa akan dikembalikan lagi ke dunia (reinkarnasi) atau untuk sementara
waktu tinggal disitu, itu semua tergantung dari kehendak Rama PranSoeh.
5. Dalam menjalani hidup di dunia ini, kita harus dapat membagi antara memenuhi kebutuhan raga dan suksma.
Kebutuhan raga sama dengan kebutuhan Nyawa, oleh karena itu harus diutamakan (lebih banyak) memenuhi
kebutuhan suksma. Kebutuhan nyawa juga harus dipenuhi sebab waktu di dunia nyawa itu menjadi pembantu,
tetapi pada saat ajal tiba, nyawa itu akan menjadi musuh, maka nyawa itu jangan dibunuh hanya
dikalahkan/dikendalikan/direm saja, jangan dilepas remnya hingga lolos semua kebutuhannya/keinginannya
dituruti. Ketika tiba ajalnya, manusia hanya tinggal memetik buah dari perbuatannya sendiri. Kebanyakan
menuruti keinginan hawa nafsunya tentu akan menjadi jajahan nyawanya itu, tetapi kalau bisa mengalahkan/
mengendalikan hawa nafsunya, apalagi bisa bertemu wujud aseli nyawanya lebihlebih
dapat memerintahnya,
itu hal yang lebih baik, maka suksmanya dapat langsung menghadap Utusan. Mengenai Ilmu Kasuksman Tiga
Perangkat, kita harus dapat bertemu dalam keadaan hidup semua, mengerti/tahu dan melihat wujudnya,
sifatnya, namanya dan pekerti/perangainya (dat, sipat, asma, afngal).
6. Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat dapat berubahubah,
berganti wujud apa saja, tetapi perangainya tetap.
Bertemu/melihat Cahaya Rama PranSoeh
dapat berpengaruh pada raganya, pikirannya terang tidak suntuk,
lega rasa hatinya, tidak bingung, sehat tubuhnya, dapat berhasil dalam mencari rejeki. Utusan Rama PranSoeh
berganti wujud apa saja, memiliki tanda/indikator: mencintai, mengasihi dan memberikan pertolongan.
Permohonan untuk kebutuhan suksma/kesucian harus bertemu di Alam Kuning, kalau bertemunya masih di
Alam Merah itu untuk kebutuhan raga/keduniawian. Utusan masih menyatu dengan Sang Pria/Sang Putri,
kalau di pewayangan Batara Guru masih bertangan empat, suksma yang bertemu Utusan di Alam Merah tadi
juga masih lengket dengan nyawanya. Bertemu Utusan Rama PranSoeh
di Alam Kuning, pengaruhnya
terhadap tubuh jasmani/raga: kalau sedang sakit menjadi sembuh, melamar pekerjaan bisa berhasil dapat
diterima, sedang ujian berhasil lulus, sedang berdagang memperoleh keuntungan, mohon pengampunan dosa
memperoleh pengampunan/ditebus dosanya, sedang terancam bahaya memperoleh keselamatan dan
sebagainya. Sejak permulaan penciptaan hingga saat ini, lakilaki
maupun perempuan mempunyai nyawa/hawa
nafsu/setan, yaitu dorongan untuk berbuat buruk/jahat, pekerjaannya menjadi penggoda mulai dari alam fana
hingga ke alam kubur.
Nafsu itu ada tiga macam yaitu:
1) Nafsu terhadap makanan: manis, gurih, pedas, asin, enak, dan sebagainya.
2) Nafsu terhadap kemegahan, ketenaran dan harga diri: maunya menang sendiri, paling unggul (terpandai,
terkaya, tergagah, terkuasa), sombong dan lainlainnya.
3) Nafsu sexual (hubungan antara pria dan wanita): memilih yang cantik, ganteng/tampan, ramping, luwes
dan sebagainya.
Masuknya godaan itu ada dari tiga sumber yaitu: (1) bau/aroma, (2) suara dan (3) wajah/wujud/bentuk.
Misalnya: mendengar orang yang sedang menggoreng bawang merah untuk membuat mie goreng, suaranya:
sreeeng, kemudian bau bawang merah goreng menyebar dan melihat wujudnya bawang goreng dicampur mie,
betapa lezat rasanya. Nafsu sexual juga demikian/sama, misalnya: menghirup bau wangi parfum karena ada
seorang wanita lewat, mendengar bunyi sandal, kemudian melihat wajah wanita yang lewat itu, maka
timbullah dorongan keinginan yang tidak baik.
7. Perbedaan antara Nyawa Utusan Rama PranSoeh
dengan Nyawa manusia biasa adalah: Nyawa Utusan Rama
PranSoeh
ada dua macam yaitu: wujud lakilaki
dan wujud wanita (Ilmu Wahyu Sejatining Kakung dan Ilmu
Wahyu Sejatining Putri). Arti dari Nafsu lakilaki
adalah senang/suka/tertarik/birahi kepada wanita, sedangkan
Nafsu Wanita artinya adalah senang/suka/tertarik/birahi kepada lakilaki.
Nafsu sexual ini merupakan godaan
yang paling berat mulai dari dunia fana hingga ke alam kubur. Nyawa dari Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo (Ilmu Sejatining Putri dan Ilmu Sejatining Kakung) menjadi induk dari semua
nafsu manusia se dunia baik lakilaki
maupun wanita. Terhadap ulah/perbuatan dari Sang Pria atau Sang Putri,
manusia biasa tidak ada yang sanggup menanggulangi sendiri; Sedangkan bagi manusia yang setia dan taat
kepada Rama PranSoeh,
agar dapat memperoleh keselamatan karena ulah/perbuatan Sang Pria atau Sang Putri
harus memohon untuk bertemu dengan Sang Juru Selamat. Manusia yang hanya menuruti hawa nafsu/setannya
malah dilindungi oleh Sang Pria/Sang Putri (induknya nyawa) tadi, karena nanti kalau sudah tiba waktu
ajalnya menjadi jajahannya di Alam Penasaran. Orang yang bisa mengalahkan/menahan/mengendalikan
nyawa/ mengerem hawa nafsunya, pada saat semedi tidur dapat bertemu dengan wujud aseli dari nyawanya,
tidak bergantiganti
wujud lagi. Jadi kalau hanya ada dalam perkataan saja belum dapat dikatakan sudah
mengalahkan atau menang dari nyawa/hawa nafsunya. Orang, meskipun sudah katam tetapi kalau perbuatan
dalam kehidupan sehariharinya
kembali lagi hanya selalu menuruti hawa nafsu/nyawanya, di Alam
Halus/Alam Kasuksman/
Alam Sasmita Maya merasa bertemu dengan Utusan Rama PranSoeh
yang aseli
artinya tidak palsu, tetapi kalau diteliti dengan sungguhsungguh
jelas bahwa dia sebenarnya bertemu dengan
Utusan yang palsu. Untuk dapat mengetahui apakah itu Utusan palsu atau tidak yaitu apabila ada seorang
katam yang budi pekerti dan perilakunya jujur dan baik/benar, setia dan taat kepada Rama PranSoeh,
mematuhi Anggerangger
Sebelas: melaksanakan kewajiban tujuh macam dan tidak melanggar larangan empat
macam, memohon keterangan/petunjuk kepada Rama PranSoeh
apakah bertemunya si A dengan Utusan Rama
PranSoeh
itu Utusan yang aseli atau yang palsu, akan mendapat jawaban yang jelas bahwa itu adalah Utusan
palsu. Mengenai apa yang saya sebutkan di atas tadi, rasanya orang tadi tidak bertemu Utusan yang palsu,
setiap kali memohon selalu bertemu Utusan, menerima keterangan/petunjuk ini dan itu ternyata tidak ada
kenyataannya (keterangan/petunjuk yang diterima itu tidak terjadi di dunia ini). Bertemu dengan wujud aseli
Utusan, kalau itu memang Utusan yang aseli, keterangan/ petunjuk yang diberikanNya pasti benar dan
sungguhsungguh
terjadi di dunia ini. Ada patokan/indikator lainnya untuk mengetahui apakah palsu atau
tidak, sebagai contoh yaitu: pakaiannya warnawarni,
pakaiannya tidak lengkap, bersikap tidak sopan, tertawa
terbahakbahak,
berkacak pinggang, warna pakaiannya merah, biru atau lorengloreng.
Orang yang hidup di
dunia ini, kalau dapat bertemu Utusan yang aseli sekali saja selama hidup, itu sudah merupakan suatu
keberuntungan, sokursokur
kalau bisa bertemu berkalikali,
itu lebih baik.
8. Orang yang sudah katam jangan terus bangga, memastikan nanti kalau sudah tiba ajalnya dapat ikut Utusan,
mencapai mati yang benar/sempurna. Orang yang sudah katam tetapi perbuatannya berbalik lagi hanya
menuruti nyawa/hawa nafsunya, ketika tiba saat ajalnya dapat terhenti untuk sementara waktu di tengah jalan
(di Alam Penasaran) dalam perjalanan suksmanya menuju ke hadapan Utusan Rama PranSoeh.
Terhentinya
perjalanan Suksma di Alam Penasaran akan dalam waktu yang lama atau tidak tergantung perbuatannya waktu
masih hidup di dunia, kebanyakan hanya menuruti hawa nafsunya atau kadangkadang
sadar dan ingat
kemudian mematuhi kembali perintahperintah
Rama PranSoeh.
Seperti yang saya terangkan tadi, terhentinya
perjalanan suksma di Alam Penasaran itu tidak abadi (selamalamanya)
bisa mendapat pengampunan
kalau
sudah habis atau bersih dosanya. Misalnya: di dunia ini orang divonis hukuman satu tahun penjara, tanggal
bulan dan tahun berapa dia mulai masuk penjara, sudah dicatat oleh petugas penjara, kalau sudah habis masa
hukumannya atau sudah satu tahun menghuni penjara kemudian dilepas/dibebaskan dari penjara dan dapat
kembali ke masyarakat. Suksma yang terhenti di Alam Penasaran, kalau sudah habis/bersih dosanya dan
memperoleh pengampunan, dia dibebaskan dari hukuman dan terus dapat menghadap Utusan (suksmanya
sudah berada di tempat yang benar). Mengenai hukuman di Alam Kubur itu, tidak semua suksma mendapat
hukuman abadi/langgeng, tetapi lama atau tidak, berat atau tidaknya hukuman itu ditentukan menurut besarkecilnya
atau beratringannya
atau tebaltipisnya
dosa orang yang bersangkutan. Contoh hukuman di dunia:
orang yang mencuri sapi itu hukumannya tidak sama atau pasti lebih berat dari orang yang mencuri ayam. Perlu
saya jelaskan disini jangan sampai mempunyai pendapat bahwa ada penguasa di atas kuasa Utusan Rama PranSoeh,
yang menurut pendapat umum penguasa dimaksud disebut malaikat, bagi kadang golongan/muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo jangan mempunyai pendapat yang demikian, malaikat itu sebenarnya
Utusan Rama PranSoeh
yang tidak dalam wujud aselinya, tetapi dalam wujud yang lain: bisa berwujud ayah
kita, berwujud keris, dan lain sebagainya. Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat bagi orang yang sudah katam
jangan diceriterakan kepada sembarang orang, jangan dibicarakan dengan orang yang sedang belajar dan
berusaha mengerti, memahami dan menyaksikan sendiri Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, karena kalau seperti
itu akan menjadi Ilmu Katanya lagi, tidak tahu kenyataan dan yang sedang belajar dapat menjadi lama
waktunya untuk dapat berhasil mencapai katam.
9. Pisahpisahan
antara Rama PranSoeh,
Rama Resi PranSoeh
dan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo:
Rama PranSoeh
bertempat di Alam Kesempurnaan (Alam Putih/Alam Manunggal/Alam
Tinunggalan).
Rama Resi PranSoeh
bertempat di Alam Bertemu (Jawa: Jumbuh) atau Alam Kuning. Tempat
kedudukan Rama PranSoeh
dan Rama Resi PranSoeh
adalah di Alam Akhir/Akherat disebut
juga Alam Permulaan, hanya Rama Resi PranSoeh
berada di Alam (Alam Kuning) di Bawah
Alam Rama PranSoeh
(Alam Putih)
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo berada di Alam Fana (dunia).
Ketika Utusan masih hidup di dunia itu disebut tigatiganya
yang menyatu, sedangkan jika
ragaNya sudah wafat hanya tinggal duaduanya
yang menyatu.
Istilah setan itu sebenarnya adalah nyawa/hawa nafsunya sendiri masingmasing
orang. Jin
adalah suksma manusia yang kesasar/penasaran atau yang menerima hukuman/siksaan. Istilah
umum menyebutnya: hantu, genderuwo, iluilu,
banaspati,
thuyul, dhanyang lan lainlainnya.
Jika dalam mimpi bertemu apa saja sedangkan suksma kita merasa takut, merinding bulu
kuduknya, badan terasa dingin itu membuktikan adanya jin.
***A***
BAB XXXI
CARA MEMPELAJARI DAN BERUSAHA UNTUK MENGERTI, MEMAHAMI DAN
MENYAKSIKAN SENDIRI ILMU KASUKSMAN TIGA PERANGKAT
. Setelah kita semua mengetahui mengenai manfaat/kegunaan dari Ilmu Kasuksman
Tiga Perangkat, bagi orangorang
yang percaya pada masalah ini, sangat jelas
bahwa setiap orang harus secara sendirisendiri/
perseorangan mempelajari dan
berusaha untuk mengerti, memahami dan menyaksikan sendiri Ilmu Kasuksman Tiga
Perangkat, tidak bisa belajar untuk diberikan kepada/menanggung orang lain. Tujuan
utama belajar dan berusahan mengerti, memahami dan menyaksikan sendiri Ilmu
Kasuksman Tiga Perangkat adalah sebagai bekal pada saat kita menghadapi ajal
atau kematian atau pada saat kita meninggal dunia, agar dapat mencapai/meraih
mati yang benar atau sempurna, tidak kesasar/penasaran menerima hukuman atau
siksaan. Rama Panutan bertugas mencari tunggal (bahasa Jawa) yang maksudnya
kurang lebih adalah manusia yang mempunyai satu keyakinan dan kepribadian
dengan Beliau yaitu muridmurid/
sahabatsahabat
Beliau yang terpisah sejak jaman
Nabi Nuh. Rama Panutan adalah penjelmaan dari Utusan/Rasul Tuhan Allah/Rama
PranSoeh
di dunia ini, orang yang memang satu keyakinan/kepribadian dengan
Rama Panutan, kalau mendengar bahwa Ilmu yang dibawa oleh Beliau memang Ilmu
yang sangat penting, Ilmu Kenyataan, untuk bekal dalam menghadapi ajal/kematian,
pasti ia akan mencari tahu dan belajar dan berusaha mengerti, memahami dan
menyaksikan sendiri kenyataan dari Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat.
Cara belajar dan berusaha mengerti, memahami dan menyaksikan (bahasa Jawa:
ngudi) Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat adalah sebagai berikut:
Orang yang mempunyai niat dari kesadaran sendiri untuk mempelajati Ilmu
Kasuksman Tiga Perangkat lebih dahulu datang ke rumah orang yang sudah katam
jelas/bersih dan sudah menerima dunungan, sudah jelas dan lengkap
pengertian/pemahamannya mengenai Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat. Orang tadi
kemudian menyampaikan niatnya untuk mempelajari dan berusaha mengerti,
memahami dan menyaksikan sendiri Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat.
2. Yang menerima orang tadi disebut Penyuluh. Penyuluh adalah orang katam yang
menuntun orang lain yang sedang belajar dan berusaha mengerti, memahami dan
menyaksikan (ngudi) Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, juga yang meneliti semua
petunjuk/perintah/gambaran yang diterima di Alam Sasmitamaya/
Alam Mimpi
mengenai ada/tidaknya wujud aseli Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat di dalamnya.
Penyuluh yang menerima orang yang mempunyai niat untuk mempelajari Ilmu
Kasuksman Tiga Perangkat akan memastikan terlebih dahulu mengenai:
a. Niat untuk mempelajari Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat itu apa memang
muncul dari kesadarannya sendiri atau hanya ikutikutan
saja, atau hanya ingin
mencobacoba
atau karena sebab lainnya.
b. Agar si calon murid tadi menguji diri sendiri terlebih dahulu mengenai niatnya
tadi, memikirkan lebih dalam jangan sampai menyesal di belakang hari
kemudian; Kalau memang sudah benarbenar
mantap dan niatnya sudah bulat,
baru bisa diterima menjadi murid Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
c. Si calon murid harus percaya bahwa yang memiliki/membawa Ilmu Kasuksman
Tiga Perangkat tersebut adalah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, Carik
Desa Jagalan, Muntilan, yang telah wafat di tahun 1957.
d. Harus percaya penuh tanpa raguragu
kepada Yang Memberi Hidup, Yang
Maha Kuasa yaitu Rama PranSoeh,
kata lain dari Tuhan Allah Yang Maha Esa.
e. Percaya kepada Utusan Rama PranSoeh.
f. Percaya adanya reinkarnasi.
g. Percaya adanya Hukum Karma (memetik buah perbuatannya sendiri).
Setelah memastikan halhal
sebagaimana tersebut di atas, penyuluh kemudian
menjelaskan bahwa mempelajari Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat itu tidak sama
dengan mempelajari ilmuilmu
lainnya seperti Ilmu Kedokteran, Ilmu Psikologi, Ilmu
Alam dan sebagainya yang dilakukan dengan cara membaca buku dan menghafal.
Belajar Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat harus tekun, tidak boleh mudah bosan dan
malas, harus rajin dan telaten agar dapat segera mencapai katam. Belajar Ilmu ini
tidak dapat menggunakan akal dan logika untuk mengerti dan memahaminya. Orang
cerdik pandai/intelek belum tentu dapat dengan cepat segera mencapai katam
dalam mempelajari Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, sebaliknya ada orang yang
buta huruf dan bodoh malah segera dengan cepat dapat mencapai katam. Syarat
utama dalam mempelajari Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat agar dapat dengan
cepat mencapai katam adalah mematuhi dan mentaati Anggerangger
Sebelas yaitu
menjalankan kewajiban tujuh macam dan menghindari/tidak melanggar larangan
empat macam, intinya orang yang memiliki budi pekerti dan tingkah laku yang baik.
Mengenai berapa lama seseorang dapat berhasil mencapai katam, hal itu tidak
dapat ditentukan, karena tergantung pada besarkecilnya
dosa bawaan (dosa yang
disandang/masih ditanggung pada waktu seseorang dilahirkan ke dunia ini) dan
dosa yang dilakukan sejak ia dilahirkan sampai dengan saat ia mempelajari Ilmu
Kasuksman Tiga Perangkat. Contoh: ada sepasang suami isteri yang mempelajari
dan berusaha untuk mengerti, memahami dan menyaksikan sendiri Ilmu Kasuksman
Tiga Perangkat. Si suami berhasil mencapai katam setelah tujuh belas tahun,
sedangkan isterinya hanya dalam waktu sembilan bulan sudah dapat mencapai
katam; juga ada yang dalam tiga hari sudah mencapai katam, ada yang satu tahun,
ada pula yang satu bulan, tiga bulan dan sebagainya. Sebaliknya ada pula yang
sampai ajalnya tiba belum bertemu satu perangkatpun atau hanya bertemu satu
atau dua perangkat saja. Belajar Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat agar dapat
mencapai katam dengan membeli/membayar berapapun jumlahnya tidak akan bisa.
3. Penyuluh tidak hanya memberi nasehat atau jalan kepada orang yang disuluhi saja,
tetapi kalau orang yang sedang belajar itu giat, serius dan sungguhsungguh,
maka
Penyuluh harus membantu dengan cara ikut bertapa brata, sehingga syaratsyarat/
saranasarana
yang harus diusahakan, tindakantindakan
apa yang harus
dilakukan dapat secara tepat diberikan berdasarkan perintahperintah/
petunjukpetunjuk/
gambarangambaran
dari Rama PranSoeh
yang diterima orang yang
sedang belajar di Alam Mimpi. Bila terdapat gambaran yang tidak baik atau yang
buruk di Alam Mimpi, permohonan diubah supaya bertemu dengan Juru Selamat,
Bila di Alam Mimpi orang yang sedang belajar hanya selalu makan makanan apa
saja, maka Penyuluh menyarankan agar yang sedang belajar untuk sementara waktu
pantang makan makanan yang dimakan di Alam Mimpi hingga godaan itu
menghilang atau sampai dia bertemu dengan Cahaya Rama PranSoeh
yang serint
disebut juga Pusaka Hidup di Alam Mimpi. Permohonan tidak hanya selalu tetap, ituitu
saja, tetapi disesuaikan dengan isi mimpi orang yang sedang belajar, kalau isinya
sudah dekat dengan Cahaya Rama PranSoeh,
maka permohonannya diganti
dengan mohon bertemu wujud aseli Cahaya Rama PranSoeh,
kalau isinya
mendekati Utusan Tuhan, permohonan diganti dengan memohon bertemu wujud
aseli Utusan Tuhan, kalau dekat dengan hawa nafsu, maka permohonannya adalah
memohon bertemu wujud aseli nyawa/musuhnya sendiri. Mengenai puasa yaitu
mulai hari Selasa Kliwon sampai dengan Jum’at Pon, bisa puasa dengan cara
pantang garam, gula dan rasa pedas (Jawa: Mutih), bisa hanya makan umbiumbian
saja (Jawa: mbrakah) atau tidak makan tidak minum sama sekali (Jawa: Ngebleng),
puasa mana yang dipilih disesuaikan dengan niat dan kekuatan fisiknya, yang perlu
diingat adalah berpuasa tidak boleh sampai merusak badan/tubuh. Penyuluh harus
sudah mempunyai pedoman dalam memberikan penyuluhan agar orang yang
sedang belajar (orang yang disuluhi) dapat mencapai katam yang bersih/jelas.
4. Tata tertib sebelum melaksanakan semedi tidur
a. Tempat yang akan digunakan untuk tidur harus dibersihkan terlebih dahulu.
Tempat untuk tidur jangan di tempat yang digunakan untuk lalulalang,
tempat
mondarmandir
orangorang,
kalau bisa ya di kamar yang terttutup.
b. Harus cuci muka dan menyikat gigi, sokur kalau mandi itu lebih baik.
c. Berpakaian lengkap, sederhana dan bersih, jangan asal berpakaian.
d. Duduk di tempat yang sudah disiapkan, naiknya ke tempat tidur tidak
diperkenankan
dengan kaki lebih dahulu, tetapi dengan pantat lebih dahulu baru
duduk bersila dan mulai bersembahyang. Tata tertib ini berlaku bagi orang yang
sehat, tetapi untuk orang yang sedang sakit apalagi sakitnya parah, ya cukup
bersembahyang sambil tiduran saja.
5. Bagi orang yang sedang belajar dan bisa menulis, agar sebelum tidur menyiapkan
buku dan ballpoint, agar waktu bangun tidur dapat segera menulis mimpi yang
diterima. Buku catatan mimpi tersebut agar disimpan yang aman, jangan diletakkan
di sembarang tempat supaya tidak dibaca oleh orang lain. Buku catatan mimpi
tersebut seminggu sekali atau lima hari sekali atau setiap hari disuluhkan kepada
Penyuluh, agar segera dapat diteliti isi mimpi tersebut oleh Penyuluh. Bagi yang buta
huruf mimpi tersebut harus selalu diingat dan sesegera mungkin disuluhkan kepada
Penyuluh agar tidak kelupaan. Bagi yang bisa menulis maupun yang buta huruf
harus rajin/sesering mungkin menyuluhkan mimpi yang diterima kepada Penyuluh,
karena mungkin saja dapat terjadi bahwa mimpi yang diterima tersebut adalah
gambaran/petunjuk bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi yang akan
mengakibatkan sakit atau kematian. Pentingnya rajin menyuluhkan mimpi yaitu agar
kalau ada gambaran yang buruk, Penyuluh dapat memberikan petunjuk agar
permohonannya diganti dengan permohonan untuk bertemu dengan Sang Juru
Selamat, agar isi mimpi yang buruk tersebut dapat berubah menjadi gambaran yang
baik, atau paling tidak kalau mimpi yang buruk tersebut terjadi, akibatnya tidak parah
dan dapat memperoleh keringanan karena dilindungi/ditolong oleh Sang Juru
Selamat.
6. Setelah bangun tidur harus mengingatingat
mimpinya, apakah dapat diingat
semuanya atau hanya awalnya atau akhirnya saja, mana yang diingat saja.
Sedangkan cara mengingatingat
dan mencatat mimpi adalah sebagai berikut:
a. Di Alam Mimpi, dirasakan waktunya kapan, apa siang hari atau malam hari atau
sore hari dan tandanya apa? Kalau di siang hari apa melihat matahari, kalau di
malam hari apa melihat lampu, bulan atau bintangbintang.
b. Tempatnya di Alam Mimpi merasa berada dimana? Apakah di pasar, di hutan, di
lapangan, di tepi pantai, di pinggir jurang, dan sebagainya.
c. Bertemu dan melihat apa dan berbuat apa?
d. Di Alam Mimpi rasa hatinya bagaimana? Apakah takut, atau benci atau
merasakan cinta kasih, merasa kasihan, jatuh cinta dan sebagainya.
Pedoman ini akan mempermudah bagi Penyuluh untuk menentukan isi mimpi orang
yang disuluhi, apakah sudah dekat dengan Utusan Rama PranSoeh
atau Cahaya
Rama PranSoeh,
atau sudah dekat untuk bertemu dengan wujud aseli nyawa/hawa
nafsunya.
Melaksanakan puasa atau tapa brata harus dengan perhitungan, kalau tubuhnya
sedang tidak sehat atau sedang sakit ya tidak perlu berpuasa. Bertapa brata menurut
perintah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, Panutan kita, harus bisa tapa
ngrame ing guwa samun (bertapa brata di tengah masyarakat dengan melakukan
kegiatan seharihari
seperti biasanya, tetapi jangan sampai tapa brata kita diketahui
oleh orang lain/orang banyak) dan bertapa brata jangan sampai merusak tubuh kita
dan merugikan kesehatan badan kita.
7. Memeriksakan/menyuluhkan mimpi kepada Penyuluh bagi orang yang sedang
mempelajari Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat harus mematuhi petunjukpetunjuk
dan
nasehatnasehat
dari Penyuluh. Syaratsyarat
dan perbuatanperbuatan
apa yang
harus dilakukan menurut petunjuk Penyuluh harus terus menerus dilakukan dengan
tekun agar dapat mencapai apa yang diharapkan yaitu mencapai katam yang jelas
dan bersih. Setelah orang yang belajar berhasil mencapai katam Ilmu Kasuksman
Tiga Perangkat, seterusnya Penyuluh memberikan cobaan atau ujian, menurut tinggi
rendahnya Alam yang dicapai oleh orang yang belajar tadi. Cobaan/ujian tingkat
rendah misalnya: mohon bertemu dengan Yang Berkedudukan sebagai Hakim yang
mengadili suksmanya sendiri maupun suksma manusia di seluruh dunia;
Cobaan/ujian tingkat sedang misalnya: mohon bertemu dengan Yang memelihara
dan mengasuh Suksma manusia seluruh dunia; Sedangkan cobaan/ujian yang
paling tinggi yaitu: mohon bertemu dengan Roh Suci yang bertempat di Alam Kosong
dan menguasai isi, Yang telah ada sebelum diciptakanNya Alam Semesta dan
seluruh isinya dan sebelum nabi Adam diciptakan di dunia ini.
Penyuluh juga memberikan berbagai cobaan/ujian lainnya seperti misalnya: mohon
bertemu dengan Sang Juru Selamat, Sang Penebus Dosa, mohon bertemu dengan
Sumbernya Kesehatan, Sumbernya ketenteraman dan lain sebagainya.
8. Setelah selesai menyelesaikan ujian dan lulus, orang yang sudah mencapai katam
dan lulus ujian tersebut kemudian dapat menerima dunungan yaitu menerima
penjelasan mengenai rahasiarahasia
yang terdapat dalam Ilmu Kasuksman Tiga
Perangkat, duduk perkaranya, dan daya pengaruh serta kekuatan dari masingmasing
perangkat dari Ilmu tersebut, juga mengenai rahasia kematian. Sebelum
pelaksanaan dunungan, terlebih dahulu harus dilakukan kataman yaitu berpesta
sebagai tanda terima kasih dan puji syukur kepada Rama PranSoeh
Yang Telah
Memberikan Kemurahan dan anugerah berupa Katam Ilmu Kasuksman Tiga
Perangkat. Mengenai kataman tidak dipaksa harus dengan standar tertentu, tetapi
disesuaikan dengan kemampuan masingmasing
orang yang akan menerima
dunungan. Kalau memang mampu, dapat diwujudkan dalam bentuk persembahan
yang dapat dimasukkan dalam peti bakti yang sudah disediakan di Bale Suci Agung
Gedong PranSoeh
dan juga makan bersama dengan kadang golongan dan
tetangga di sekitarnya. Perintah utama dari Panutan kita, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo,
meski hanya sedikit bila mengadakan makan bersama, harus ada
nasi uduk dengan seekor ayam utuh yang diopor (Jawa: sega wuduk lan ingkung
pitik); Kalau tidak bisa menyediakan ingkung pitik, ya cukup telur ayam saja, karena
hal ini ada hubungannya dengan pengaruh/kepentingan Alam Batin yaitu untuk
menundukkan/melemahkan kekuatan Wahyu Sejatining Kakung/Putri agar tidak
menggoda, mengganggu dan membuat sengsara. Bagi orang yang benarbenar
tidak mampu/miskin, kataman dapat diwujudkan berupa memberikan pertolongan
berupa tenaga kepada tetangganya yang sedang kesusahan, misalnya
mengambilkan air sumur, atau membantu pekerjaan rumah yang tidak tertangani
oleh tetangganya. Jadi cukup menyumbangkan tenaganya saja. Mengenai tempat
pelaksanaan dunungan dapat dimohonkan kepada Rama PranSoeh,
tetapi Putra
dari Panutan kita yang bernama Rps. R. Wenang Admadipraja memperkenankan
kalau dunungan dilakukan di Bale Suci Agung Gedong PranSoeh,
di sebelah Utara
Sumur Jalatunda, di halaman dekat Tlaga Maharda. Mengenai hari pelaksanaan
dunungan, baik yang akan menerima dunungan maupun yang akan memberi
dunungan, keduaduanya
memohon agar pelaksanaan dunungan dapat berjalan
dengan selamat dan yang menerima dunungan dapat memahami dengan benar,
jawaban dari permohonan tersebut paling tidak harus dapat bertemu dengan Cahaya
Rama PranSoeh,
sokur kalau bisa bertemu dengan wujud aseli Utusan Rama PranSoeh.
Orang yang baru menerima dunungan, tetapi belum hafal, boleh ikut
mendengarkan dalam pelaksanaan dunungan orang lain yang baru berhasil
mencapai katam. Orang yang sudah katam dan menerima dunungan, ibarat anak
kecil yang sudah disapih, jangan lagi bergantung kepada orang lain, kalau ada
permasalahan apapun harus sudah bisa mandiri, memohon sendiri pertolongan
Rama PranSoeh
tidak lagi minta bantuan kepada orang lain. Perintah utama Rama
Panutan bagi orang yang sudah berhasil mencapai katam: harus dapat menyuluhi
orang yang sedang belajar Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat sampai mencapai
katam, jumlahnya sebelas orang.
***A***
BAB XXXII
CARACARA
MENERJEMAHKAN DAN MENGARTIKAN PETUNJUK/ PERINTAH
RAMA PRANSOEH
YANG DITERIMA DI ALAM HALUS/ALAM KASUKSMAN/ALAM
SASMITAMAYA
1. Orang yang sudah katam maupun yang belum katam sekalipun harus dapat
mengartikan petunjuk/gambaran/perintah Rama PranSoeh
yang diterima dalam mimpi.
Pada jaman nenek moyang kita dahulu pada umumnya masih percaya pada makna dari
mimpi, ada yang menyebutnya mencari tayuh, wisik, wangsit, ilham atau firman.
Misalnya: mau membeli keris/pusaka, tentu saja harus melalui langkah mencari tayuh
terlebih dahulu. Di kitabkitab
apa saja banyak disebutkan/diceriterakan tentang mimpi.
Sesungguhnya Tuhan Allah itu Maha Berbelas Kasih, kalau manusia mohon belas
kasihan kepada Tuhan Allah. Sedangkan sekalipun tidak memohon, manusia itu akan
memperoleh keberuntungan atau akan tertimpa mala petaka, akan bahagia atau
menderita, sebenarnya Tuhan Allah sudah memberitahu terlebih dahulu lewat mimpi,
entah itu setahun, sebulan, seminggu atau tiga hari sebelum kejadian, tetapi pada
umumnya manusia tidak tahu atau bahkan menyepelekan, tidak mau peduli pada mimpi
yang diterimanya/dialaminya, bahkan ada yang berusaha jangan sampai bermimpi, anti
pada mimpi, menolak mimpi, sangat tidak percaya pada mimpi, tetapi ada juga yang
percaya pada mimpi, setengah percaya dan setengah tidak percaya pada mimpi, ada
yang percaya pada mimpi tetapi hanya untuk mencari nomor togel yang akan dipasang,
ini hanya untuk kepentingan keduniawian saja; ada juga yang agak memperhatikan
mimpi kalau dia bermimpi giginya copot/lepas, atau mimpi menebang pohon pisang
karena pisangnya sudah matang, dan sebagainya. Mengenai mimpi, ada yang sudah
jelas maksudnya, ada yang belum jelas yang masih memerlukan
penerjemahan/tafsiran,
harus digali lagi apa maksud mimpi tersebut, misalnya: memohon keterangan kepada
Rama PranSoeh,
kapan akan mulai tiba musim hujan, jawaban yang diterima: dia
bermimpi mencuci ikan tengiri sambil memegang gula, terjemahan dari mimpi tersebut
begini: ikan tengiri itu berbau amis itu berarti hari Kamis, sedangkan gula pasti rasanya
manis (Bahasa Jawa: Legi), jadi musim hujan akan mulai pada hari Kamis Legi.
Mengenai pemberitahuan dari Tuhan Allah itu tidak hanya lewat mimpi saja, tetapi juga
melalui firasat/pralambang/tanda, misalnya: kejatuhan cicak, suara burung gagak yang
sampai menembus ke dalam hati, suara burung Kolik, dan sebagainya; selain dari itu
pemberitahuan oleh Tuhan Allah kepada manusia juga dapat melalui gerak hati nurani
kita dan melalui pemahaman yang tibatiba
datang pada pikiran dan hati kita.
Gambaran/petunjuk yang kita terima dalam mimpi itu ada tiga macam, yaitu:
1) Mimpi yang bohong/tidak benar
2) Mimpi yang setengah bohong, setengah benar
3) Mimpi yang benar
Contoh mimpi yang bohong/tidak benar, misalnya kita bermimpi menemukan uang yang
banyak sekali jumlahnya di tengah jalan, setelah bangun dari tidur uang sepeserpun
tidak ada di tangan kita.
Contoh mimpi yang setengah bohong, setengah benar, misalnya kita bermimpi
kehujanan sehingga tubuh kita basah kuyup, setelah bangun dari tidur badan kita tidak
basah, tetapi kemudian badan kita terasa panas dingin, demam, menggigil dan
menderita sakit influensa.
Mimpi yang benar itu mimpi pemberian/anugerah dari Rama PranSoeh,
perintah/petunjuk/ gambaran yang benar dan pasti terjadi, bukan datang dari jin/setan
dan perwujudan dari anganangan
kita saja.
2. Mimpi yang berwujud air, api dan angin itu semua perwujudan/pekerti dari nyawa,
musuh kita (jin/setan), tidak mustahil dari pekerti Induknya Nyawa atau Wahyu
Sejatining
Kakung/ Putri, yang dalam pewayangan disebut Bathara Kala atau Bethari Durga.
Induknya Nyawa mempunyai teman/rakyat banyak sekali, berjenjang, ibarat
pemerintahan mulai dari Presiden (Induknya Nyawa) mempunyai wakil presiden,
menterimenteri,
gubernur, bupati, walikota, camat, lurah, kepala desa dan sebagainya. Jadi
kekuatan/kesaktian dan kekuasaannya juga berbedabeda.
Ketika pertama kali
diciptakan, temanteman/
rakyatnya juga setan, namun ketika manusia yang lahir pada
permulaan penciptaan sudah pada meninggal dunia, sedangkan suksmanya
kesasar/penasaran, tidak dapat kembali kepada Tuhan Allah (Rama PranSoeh)
yang
mana suksma yang kesasar tersebut disebut jin (suksma masih lengket/menyatu
dengan
nyawanya), maka induknya nyawa dapat tambahan rakyat/teman. Perwujudan dan
pekerti Induknya Nyawa kalau di Alam Mimpi/Alam Sasmitamaya,
hampir sama dengan
pekertinya di dunia fana, seperti banjir bandang (prahara), angin topan/badai, hutan
yang
terbakar, desa yang terbakar atau rumah yang terbakar dan lain sebagainya.
Kalau dalam mimpi kita melihat suatu desa dilanda banjir hingga tenggelam, atau
diterjang angin topan /badai, atau terbakar, atau dihujani bom oleh pesawat terbang,
padahal pesawat terbang ini sudah mengandung tiga macam unsur yaitu air, api dan
angin, maka akibatnya desa tadi akan dilanda wabah penyakit yang mematikan
(pageblug); Oleh karena itu, kalau kita mimpi semacam itu, setelah bangun tidur kita
harus memohon dengan sungguhsungguh
dan tekun untuk bertemu dengan Sang Juru
Selamat/Induksumbernya
keselamatan. Orangorang
yang mati karena pageblug
(terserang wabah penyakit yang mematikan), suksmanya pada kesasar/penasaran,
menjadi makanannya Sang Pria/Sang Putri. Kalau bermimpi sedang mandi dengan air
yang bening atau terkena angin semilir sepoisepoi
menyejukkan badan, itu tidak
mengakibatkan tubuh kita jadi sakit, karena tidak semua jin mengganggu manusia,
yang
namanya jin putih itu mau memberikan pertolongan kepada manusia, dan jin putih ini
sudah mendekati akan menjadi manusia lagi.
Di atas saya menjelaskan dihujani bom oleh pesawat terbang, kalau tempat yang
terkena bom tersebut sama seperti keadaan di dunia, misalnya merasa akan terjadi
perang dimana pesawat terbang menjatuhkan bom di kota X, itu bukan pesawat
terbang
perwujudan dari Induknya Nyawa, tetapi pesawat terbang sungguhan.
Kalau di dunia, tubuh/raga kita terancam bahaya kematian, itu juga harus memohon
dengan sungguhsungguh
dan tekun untuk bertemu dengan Sang Juru Selamat. Yang
disebutkan di atas bahwa wujud air, api dan angin itu merupakan perwujudan dari
musuh/setan/jin, oleh karena itu bermimpi tenggelam di lautan, terbawa ombak,
terbawa
arus di sungai yang banjir, tercebur ke dalam sumur dan tidak dapat keluar, itu
akibatnya
dapat menderita sakit hingga meninggal dunia, mati yang kesasar/penasaran.
3. Manusia yang pada menderita sakit, kalau dipandang dari sudut pengetahuan
keduniawian, disebabkan oleh bibit penyakit, tetapi kalau dipandang dari sudut
pengetahuan kerohanian/ batin berbeda dengan sudut pandang pengetahuan
keduniawian. Misalnya penyakit yang menular seperti penyakit pest, kolera, flu burung
dan lainlainnya
itu seperti yang sudah saya terangkan sebelumnya disebabkan oleh
perbuatan jin/setan. Juga ada penyakit yang dapat disembuhkan dengan perawatan
medis yaitu ditangani oleh orang yang ahli di bidang medis; dan bagi para kadang
golongan (muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo), kalau menderita sakit
harus mengobatkan penyakitnya kepada para ahli medis seperti perawat/ mantri, dokter
di Rumah Sakit atau Puskesmas atau di praktek pribadi dengan kata lain harus
berusaha
secara lahiriah; sedangkan kalau usaha lahiriah tidak membawa hasil atau tidak bisa
sembuh, ya harus diteruskan dengan usaha batiniah secara kerohanian yaitu dengan
memohon kepada Rama PranSoeh
agar diberikan obat/syarat/sarana untuk
menyembuhkan penyakitnya; kalau jawaban yang diterima dalam bentuk/wujud mimpi
di
Alam Kasuksman belum jelas isi/makna/maksudnya, maka permohonan harus di
ulangulang
sampai memperoleh jawaban yang jelas. Orang yang setiap saat memohon
kepada Rama PranSoeh,
tidaklah pasti akan selalu memperoleh
petunjuk/perintah/gambaran/jawaban yang jelas, itu tergantung pada orang yang
mengajukan permohonan. Kalau orang yang memohon itu dengan sungguhsungguh
dan dengan segenap jiwa dan sepenuh hati, berserah diri secara total kepada Rama
PranSoeh,
bersandar dan menggantungkan diri kepada Rama PranSoeh,
memohon
belas kasihan kepada Rama PranSoeh,
dapat memperoleh cinta dan belas kasih Rama
PranSoeh
berupa jawaban yang jelas dan tidak perlu diterjemahkan lagi, sudah
dimengerti maksudNya. Manusia yang hidup di dunia ini tidak bisa mengaku dirinya suci
(sok suci), karena masih lengket dengan/ditempeli oleh hawa nafsu/nyawanya; Seperti
apa yang sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa manusia hidup harus dapat
membagi
antara pemenuhan kebutuhan nyawanya dengan kebutuhan suksmanya, harus dapat
mengendalikan hawa nafsunya; Kalau akan beranjak tidur dan melaksanakan semedi
tidur harus dapat melatih diri agar dapat fokus/berkonsentrasi tertuju pada hadirat
Rama
PranSoeh,
kalau masih teringat kebutuhan keduniawian, jangan memulai sembahyang
dulu. Semedi tidur hanya melulu untuk kepentingan suksmanya, setelah bangun tidur
baru berusaha untuk memenuhi kebutuhan raganya dengan cara bekerja menurut
kemampuan atau keahliannya. Kalau memperoleh petunjuk/gambaran bahwa diri kita
akan memperoleh keberuntungan, jangan sombong/besar kepala, harus terus
dimohonkan kepada Rama PranSoeh
agar hal itu tetap dapat kita terima atau tidak
berubah. Kalau bermimpi mengenai sesuatu yang berasal dari pekerti/perwujudan
induknya hawa nafsu atau jin/setan, harus memohon kepada Rama PranSoeh
agar
terhindar dari pengaruh buruknya atau tidak jadi terkena malapetaka. Sedangkan kalau
perintah/petunjuk/gambaran yang datang dari Rama PranSoeh
tidak dapat lagi dihindari.
Petunjuk/perintah/gambaran/mimpi yang kita saksikan di Alam Sasmitamaya
itu
sebenarnya semua menggambarkan budi pekerti raga/badan/tubuh jasmani kita
masingmasing.
Misalnya kita bermimpi duduk di sebuah kursi, ternyata lengket seperti terkena
getah buah gori/nangka, itu menggambarkan bahwa sifat kita pelit tidak mau bermurah
hati kepada orang lain, oleh karena itu kita harus mengubah sifat kita supaya menjadi
peduli dan bermurah hati kepada orang lain atau tidak pelit lagi. Contoh lainnya lagi:
kita
bermimpi bahwa rumah kita rusak dimakan rayap, hampir roboh atau miring, itu
menggambarkan bahwa jiwa/sikap hidup kita lemah, kepribadian kita tidak kuat, dan
masih banyak lagi contohcontoh
lainnya.
4. Sah dan batalnya sembahyangan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kita sudah bersembahyang secara lengkap, kemudian tidur, tetapi setelah bangun tidur
kita tidak bermimpi atau mimpi kita semua lupa, bermimpi tetapi tidak bertemu salah
satu
atau dua perangkat Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, itu berarti sembahyangan kita
batal. Sebagai pedoman atau indikator bahwa dalam mempelajari Ilmu Kasuksman Tiga
Perangkat, kita akan dapat berhasil katam atau tidak adalah demikian: mimpi akan
pergi
jauh ke suatu tempat, tetapi tidak dapat sampai ke tempat tujuan, jalannya buntu,
berarti
tidak dapat mencapai katam; mimpi dapurnya, tempat memasaknya terbakar atau
mimpi
rumahnya terbakar, ini berarti kehidupan keduniawiannya enak, tetapi suksmanya
celaka; Kalau mimpinya hanya sering berada di hutan, di goagoa,
di jurangjurang,
itu
nanti kalau tiba ajalnya, suksmanya kesasar/penasaran/tidak mencapai tempat yang
benar.
5. Pedoman jika memohonkan obat untuk orang yang sedang sakit: memohonkan obat
bagi orang yang sedang sakit yang sudah saya lakukan atau pengalaman yang saya
simak dan tandai/identifikasi itu akan cepat sembuh kalau apa saja yang ada dalam
mimpi kita itu, kita pegang sendiri atau kita makan sendiri itu kita berikan sebagai obat
bagi orang sakit yang kita mohonkan obatnya. Ada pedoman lainnya yaitu: melihat
barang/benda mati yang menempel di barang/benda yang hidup, misalnya memegang
bola, bola itu benda mati menempel pada tangan kita (benda hidup), yang sakit dapat
sembuh dan hidup, obatnya adalah bola itu tadi. Kalau dalam mimpi kita melihat
barang/benda hidup yang menempel di benda/barang mati, misalnya melihat rumput
yang masih hijau menempel di batu, atau melihat tanaman yang ditarik hingga lepas
dari
tanah tempat ia hidup, lebihlebih
kalau kita melihat barang yang mati atau rusak, itu
semua menggambarkan bahwa orang yang sakit tidak akan bisa sembuh bahkan
sampai
menemui ajalnya. Masih banyak sekali contohcontoh
untuk memohonkan obat bagi
orang yang sakit. Oleh karena itu agar selalu menyimak dan menandai semua
perintah/gambaran/tanda yang kita terima di Alam Mimpi dihubungkan dengan
pengaruh
yang terjadi terhadap yang kita mohonkan untuk memperbanyak pengalaman kita.
Kalau
sedang sakit, memohon dengan sungguhsungguh,
dengan sepenuh hati dan segenap
jiwa agar bertemu dengan Sumber atau Induk Kesembuhan/Kesehatan, kalau di Alam
Mimpi kita bertemu denganNya, maka tidak perlu diobati akan seketika itu juga sembuh
dari penyakit yang kita derita. Saya sudah berkalikali
menderita sakit parah, seperti:
malaria, muntaber, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah, tidak bisa buang air
kecil
dan buang air besar, memohon dengan sungguhsungguh,
dengan segenap hati dan
sepenuh jiwa untuk bertemu dengan Induk/Sumber Kesembuhan, dan ternyata dapat
bertemu denganNya, maka seketika itu juga sembuh. Tentu saja usaha saya secara
lahiriah berobat ke dokter (secara medis) tidak sembuh dan menemui jalan buntu;
bahkan untuk penyakit saya yang terakhir itu seharusnya saya menjalani operasi,
karena
dari hasil pemeriksaan dokter ternyata ada tumor/benjolan di saluran kencing (prostat)
saya, makanya tidak dapat kencing dan buang air besar, saya hanya mengiyakan saja
untuk dioperasi walau sebenarnya saya takut kalau sampai menjalani operasi; Tekad
saya sampai pada batas akhirnya, lebih baik saya mati daripada menjalani operasi, apa
kalau dioperasi itu pasti akan sembuh. Tekad saya itu mendasari saya untuk memohon
kepada Rama PranSoeh
untuk bertemu dengan Induk/Sumber Kesembuhan/kesehatan
dan ternyata di Alam Mimpi saya dapat bertemu menghadapNya, sehingga seketika itu
juga saya sembuh, tidak jadi menjalani operasi.
6. Mengenai permohonan jodoh yang dari kodrat kehendak Rama PranSoeh
itu memang
susah, tetapi ada juga yang berhasil. Kalau yang mudah adalah memohon pasangan
hidup (suami/isteri), bukan memohon jodoh. Pasangan hidup (suami/isteri) adalah
teman
hidup untuk mejalani hidup bersama selama di dunia, sedangkan jodoh itu untuk teman
hidup selama di dunia sampai ke akherat. Jika keduaduanya
berkenan di hadapan
Rama PranSoeh
karena setia dan taat serta menjalankan semua perintah Rama PranSoeh,
sewaktu reinkarnasi (dilahirkan kembali ke dunia) akan bertemu dan bersatu
kembali menjadi jodoh yang dari kodrat kehendak Rama PranSoeh,
tetapi hal ini jarang
sekali terjadi. Bisa saja terjadi salah satu di antaranya melanggar Anggerangger
Sebelas, larangan yang nomor satu atau yang lainnya, maka ketika reinkarnasi tidak
dapat bertemu dan berkumpul/bersatu kembali. Sebaiknya siapapun yang sedang
mencari pasangan hidup, setelah ada lawan jenis yang ditaksir, terlebih dahulu harus
menyelidikinya: bagaimana budi pekertinya, keturunan dari siapa, bagaimana budi
pekerti orang tuanya, yang harus diingat, karena ini adalah merupakan perintah utama
dari Panutan kita, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, adalah mengenai BIBIT. Bibit
yang dari orang tua/leluhur yang mempunyai penyakit menular, penyakit jiwa/gila,
penyakit ayan, bunuh diri, itu bibit yang tidak baik yang menurut sabda Panutan kita,
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo namanya NIMBRAH. Nimbrah berasal dari kata
Timbrah yang berarti cacat yang mendasar, nimbrah berarti cacat mendasar yang
menurun pada anakcucu
keturunan orang yang memiliki Timbrah. Timbrah dapat hilang
dan tidak menurun atau tidak diturunkan kepada anak cucu keturunannya, kalau
bapakibu
yang memiliki timbrah mempelajari dan berusaha mengerti, memahami dan
menyaksikan sendiri Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat hingga berhasil mencapai katam
yang bersih atau jelas. Mengenai permohonan mencari pasangan hidup (suami/isteri),
pedomannya adalah sebagai berikut: mimpi melihat hewan atau pohon yang sejenis, itu
artinya diperkenankan, misalnya melihat sapi jantan dan betina, burung merpati jantan
dan betina, pohon kelapa berjumlah dua buah yang saling berdampingan; tetapi kalau
melihat sapi dan kerbau, pohon kelapa dan pohon beringin, itu berarti bukan calon
pasangan hidupnya, jangan diteruskan. Dan kalau dalam mimpi memperoleh
gambaran/petunjuk/pertanda yang tidak baik, ya jangan diteruskan.
Permohonan yang
belum mendapat jawaban yang jelas, harus diulangulang
hingga memperoleh jawaban
yang jelas yang tidak perlu diterjemahkan lagi sudah dimengerti maksudNya. Usaha
untuk mencari pasangan hidup secara lahiriah maupun batiniah dilaksanakan jangan
hanya untuk menuruti hawa nafsu saja.
7. Keadaan di dunia, di Alam Kubur dan di Akherat jangan disamakan, karena memang
berbeda keadaannya. Di Alam Kubur dan Alam Akhir (Akherat) itu hanya tinggal roh,
tinggal sinyal (angin) dalam hal televisi, jadi sudah tidak membutuhkan seperti yang
dibutuhkan raganya yang masih memerlukan segala macam. Coba lihat bayi yang
masih
dalam kandungan ibunya, yang berumur sembilan bulan, mempunyai raga, raga
kemudian diberi roh yaitu suksma dan nyawa, menjadi wujud manusia. Keadaan di
Alam
Kubur lebih lengkap dibandingkan
dengan keadaan di dunia, ada hewan dan tumbuhtumbuhan
yang dapat berbicara, ada yang tubuhnya manusia tetapi kepalanya hewan,
tetapi sebaliknya ada yang tubuhnya hewan tetapi kepalanya manusia dan sebagainya.
Kalau tidak percaya, buktikan sendiri, dengan cara memohon kepada Rama PranSoeh
agar diperlihatkan isi dari Alam kubur.
.
***A***
BAB XXXIII
MATI YANG BENAR/SEMPURNA DAN REINKARNASI
1. Seperti sudah diuraikan di atas bahwa Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, ketika
manusia masih hidup di dunia ini, dapat digunakan untuk kebutuhan raga/tubuh
jasmani, misalnya tubuh sedang mengalami sakit kepala, perut mulas, kesusahan,
gelap gulita, kesulitan dan sebagainya dapat digunakan untuk memohon atau mencari
tahu kepada Rama PranSoeh.
Demikian itu kalau usaha secara lahiriah sudah
menemui jalan buntu dan tidak berhasil memecahkan masalah. Harusnya tidak ada
pertanyaan: apa, bagaimana, dimana, karena segalanya tadi hanya
mengharapkan/menggantungkan diri/menyerahkan sepenuhnya pada
pertolongan/pemberian/kemurahan/belas kasih/perlindungan Rama PranSoeh.
Yang disebut mati sempurna itu bukan mati dengan raga yang hilang musnah, tidak
diketahui dimana raganya, tetapi mati yang mana suksma sucinya dapat
menghadap/bertemu/
ikut serta bergabung dengan Utusan Rama PranSoeh,
itu yang
dinamakan mati yang benar, sokur dapat sempurna menyatu dengan Rama PranSoeh
atau kembali ke asal hidupnya. Dalam katakata
orang yang berbicara, memang
mudah mengatakan/menjelaskan
teori caracara
agar dapat mencapai mati yang
sempurna. Semua kematian itu ada di tangan Rama PranSoeh,
belum tentu dari
seribu orang yang meninggal dunia ada satu orang yang mati sempurna. Seandainya
dapat bertemu dengan Utusan Rama PranSoeh
saja, sudah merupakan anugerah
yang besar. Padahal sewaktu hidup di dunia saja belum pernah belajar mengenai Ilmu
Kenyataan, belum tahu wujud Yang Ingin/Akan Diikuti, padahal jin/setan dapat
memalsukan dengan berubah wujud menjadi seperti wujud Utusan.
Sudah saya katakan sebelumnya berkalikali
bahwa apabila sewaktu hidup di dunia
belum tahu/melihat wujud Utusan Rama PranSoeh,
apalagi nanti di Akherat apa bisa
tahu?.
Pengadilan/penghakiman bagi suksma manusia yang sudah meninggal dunia itu
sesungguhnya tidak menunggu saat nanti entah berapa lamanya sejak meninggal
dunia, tetapi begitu manusia meninggal dunia, suksmanya langsung berada dalam
pengadilan Hakim yang menghakimi suksma seluruh manusia di alam semesta ini;
kalau harus menunggu waktu nanti untuk dihakimi, betapa kasihannya suksma
manusia. Coba bayangkan, orang yang menunggu pacarnya untuk berkencan di dunia
ini harus menunggu berjamjam
lamanya atau menunggu sampai seharian bagaimana
rasanya? Kalau suksma orang yang sudah mati harus menunggu untuk diadili
beriburibu
tahun lamanya, apa tidak kasihan?
Pengadilan/penghakiman, bagi muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo,
karena sudah pada menyaksikan di Alam Batin/Alam Halus/Alam Sasmitamaya/
Alam
kasuksman, pada saat manusia tiba ajalnya atau meninggal dunia, seketika pada saat
terpisahnya suksma dan nyawanya dari raganya, langsung menerima pengadilan
apakah suksmanya benar atau kesasar/penasaran. Kalau di dunia banyak berbuat
dosa atau sedikit berbuat dosa, itu semua suksmanya masih terhenti dalam
perjalanannya menuju kepada Tuhan Allah (Rama PranSoeh)
atau dengan kata lain
masih kesasar/penasaran, atau dalam istilah saudara kita kaum Katolik, masih berada
dalam Api Penyucian (Jawa: Latu Pangresikan). Kalau sudah tidak punya dosa atau
bersih dari dosa, suksmanya ditempatkan ke tempat yang benar, bisa menghadap
Utusan Rama PranSoeh.
2. Raga/tubuh jasmani yang sudah mati ditangani dan dikubur di tanah
pemakaman/kuburan, menjadi busuk dan kembali ke bumi menjadi tanah. Sedangkan
suksma dan nyawa yang sudah berpisah dengan raganya sampai di Alam Kubur,
nyawa harus ditinggal disitu, jika tidak mau pasti terjadi perkelahian antaran suksma
dan nyawa, apabila suksma tertekan dan hampir kalah, suksma harus dengan
sungguhsungguh
memohon pertolongan kepada Rama PranSoeh,
apabila
permohonannya dikabulkan, Rama PranSoeh
pasti memberikan pertolongan dengan
senjata pamungkas atau dengan seribu cara lainnya, sehingga suksma dapat lepas
terpisah dari nyawanya berpedoman Cahaya Rama PranSoeh
berjalan menuju ke
hadapan Utusan Rama PranSoeh.
Suksma yang dikalahkan oleh nyawanya, berarti masih lengket/menyatu dengan
nyawanya, sedangkan perbuatannya juga seperti nyawa, ibarat aliran listrik, kalah
besar voltagenya (strumnya).
Suksma yang sudah menang atas nyawanya disebut suksma suci, sudah tidak ternoda
kotor oleh nyawanya, dan tidak memiliki rasa seperti di Alam Fana atau di Alam Kubur
dapat berperilaku hanya kalau digerakkan oleh Rama PranSoeh,
tempatnya ada di
Alam Kuning.
Di Alam Kuning tidak dibebani oleh/mempunyai kebutuhan seperti di Alam Fana dan
Alam Kubur. Suksma yang sudah berhasil menghadap Utusan Rama PranSoeh
tidak
membutuhkan apaapa,
yang ada hanya ketenteraman, damai dan sejahtera; Suksma
yang sudah diterima oleh Utusan Rama PranSoeh
dapat ditingkatkan ke Alam yang
lebih tinggi yaitu menyatu (Jawa: manunggal) dengan Rama PranSoeh.
Suksma yang
sudah menyatu/manunggal dengan Rama PranSoeh
berarti suksma tersebut sudah
kembali ke asalnya atau dapat dikatakan kembali ke titik NOL (dari yang tadinya tidak
ada kembali menjadi tidak ada).
Suksma yang berada di Alam Kuning/Alam Bertemu/Alam Jumbuh dapat untuk
sementara waktu atau dalam waktu yang lama tetap berada disana, atau dapat juga
segera dilahirkan kembali ke dunia (reinkarnasi), demikian juga bagi suksma yang
sudah menyatu/manunggal
dengan Rama PranSoeh,
itu juga terantung pada
kehendak Rama PranSoeh.
3. Manusia tidak dapat mencapai mati yang benar/sempurna apabila:
a. Tidak percaya sama sekali kepada Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
istilah lainnya
Atioos/ Atheis.
b. Tubuh jasmani/raganya ingat, merasa dan menyadari bahwa adanya hidup ini tentu
saja ada Yang Memberi Hidup, percaya kepada Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
tetapi tidak menyembahNya bahkan mempunyai kepercayaan lain selain kepada
Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
itu disebut retak/pecah kepercayaannya tidak
sepenuh hati dan masih raguragu
atau mendua hati.
c. Tubuh jasmani/raganya sudah ingat, merasa dan menyadari, sudah mau
menyembah Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
tetapi suksmanya belum ingat, merasa
dan menyadari atau belum makrifat (belum menyaksikan sendiri kenyataan di Alam
Batin/Alam Halus/Alam Kasuksman/Alam Sasmitamaya).
d. Tubuh jasmani/raganya sudah ingat, merasa dan menyadari, sudah mau belajar
Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat, tetapi belum berhasil mencapai katam, baru dapat
bertemu atau menyaksikan satu atau dua perangkat saja, tetapi tidak mau
melanjutkan, melanggar larangan nomor satu atau yang lainnya dari Anggerangger
Sebelas, murtad ganti keyakinan atau hanya menjalankan syariat saja tetapi ridak
belajar dan berusaha menjalankan makrifat.
e. Orang yang sudah katam Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat dan sudah menerima
dunungan sekalipun, tetapi murtad ganti keyakinan yang berarti memungkiri
batinnya sendiri.
f. Orang yang sudah katam dan menerima dunungan melanggar Anggerangger
Sebelas larangan nomor satu yaitu berbuat zina dan larangan lainnya yang berarti
sudah tidak menggunakan kekatamannya.
4. Manusia dapat mencapai mati yang benar/sempurna apabila:
a. Orang yang sudah ingat, merasa dan menyadari serta menyembah Tuhan
Allah/Rama PranSoeh
dengan keyakinan atau cara apapun, berbudi pekerti baik,
sederhana dan apa adanya (tidak berbohong, menipu dan sebagainya), setia dan
taat kepada Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
mematuhi Anggerangger
(perintahperintah
dan laranganlarangan)
agamanya, dapat mengendalikan atau
mengalahkan hawa nafsunya, meskipun belum mengetahui atau menyaksikan
sendiri Ilmu Ghoib atau Ilmu Kasunyatan, berarti memetik buah dari budi pekertinya
yang baik.
b. Orang yang sudah katam dan menerima dunungan, setia dan taat kepada Rama
PranSoeh
dan UtusanNya, mematuhi Anggerangger
Sebelas yaitu menjalankan
kewajiban tujuh macam dan menghindari/tidak melakukan larangan empat macam,
tekun dan rajin dengan sepenuh hati dan segenap jiwa menjalankan tapa brata,
sering bertemu menghadap Utusan Rama PranSoeh,
dan mengalahkan hawa
nafsu/nyawanya, sering bertemu dengan atau memperoleh Pusaka Hidup (Cahaya
Rama PranSoeh),
hanya melulu berfokus/berkonsentrasi pada permohonan
kepada Rama PranSoeh
agar bila tiba ajalnya diperkenankan menghadap dan ikut
Utusan Rama PranSoeh
(mati yang benar).
c. Orang yang belum katam tetapi setia dan taat kepada Rama PranSoeh
dan
UtusanNya, mematuhi Anggerangger
Sebelas yaitu menjalankan kewajiban tujuh
macam dan menghindari/tidak melakukan larangan empat macam. Terus menerus
belajar dan berusaha mengerti, memahami dan menyaksikan sendiri Ilmu
Kasuksman Tiga Perangkat hingga tiba ajalnya, tekun dan rajin menjalankan tapa
brata, budi pekertinya baik, memegang keyakinannya dengan teguh, tidak
terpengaruh oleh keyakinan katanya nanti.
d. Orang yang sudah mempelajari dan berusaha untuk mengerti, memahami dan
menyaksikan Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat baru
memperoleh/bertemu/menyaksikan satu atau dua perangkat, setia dan taat kepada
Rama PranSoeh
dan UtusanNya, selalu melaksanakan dan mematuhi perintahperintah
Rama Panutan, selalu melaksanakan saran dan petunjuk dari
penyuluhnya, mematuhi Anggerangger
Sebelas yaitu menjalankan kewajiban tujuh
macam dan menghindari/tidak melakukan larangan empat macam, budi pekertinya
baik, memegang teguh keyakinannya, tidak murtad dan tidak ganti/pindah ke
keyakinan lainnya.
5. Perilaku kita di dunia itu menembus menentukan perilaku suksma kita di Alam
Batin/Alam Kasuksman/Alam Sasmitamaya/
Alam Halus, oleh karena itu keadaan
suksma kita di Alam Kasuksman/Alam Halus itu memetik buah perbuatan dari
raga/tubuh jasmani kita. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Di dunia fana kita lupa, sama sekali tidak peduli kepada kebutuhan suksma/hidup
kita, bersifat diam seperti benda, maka suksma kita di Alam Halus juga tidak ingat,
tidak merasa dan menyadari, juga bersifat benda.
b. Di dunia fana kita hanya ingat kepada kebutuhan keduniawian saja, maka di Alam
Halus Suksma kita juga hanya ingat kepada kebutuhan keduniawian saja.
c. Apabila di dunia fana kita hanya menuruti hawa nafsu tiga macam saja, maka di
Alam Halus suksma kita kalah atau tenggelam tergoda oleh perbuatan hawa nafsu
tiga macam.
d. Di dunia fana, kita sudah ingat pada kebutuhan suksma/hidup kita, tetapi tubuh
jasmani/ raga kita belum mampu mengendalikan atau mengalahkan hawa nafsu
tiga macam kita, maka di Alam Halus suksma kita tenggelam/kalah/dikuasai nafsu
tiga macam kita.
e. Di dunia fana kita sudah dapat mengalahkan/mengendalikan/menguasai hawa
nafsu tiga macam kita, maka di Alam Halus suksma kita bisa menang melawan
hawa nafsu/ nyawa kita, kalau dikaruniai ingat oleh Rama PranSoeh,
suksma kita
dapat lepas dari nyawa kita, dan melihat/bertemu dengan wujud aseli nyawa kita
(Jawa: babar walaka), memperoleh Pusaka Hidup/mukjizat/Cahaya Rama PranSoeh,
hingga dapat bertemu dengan/menghadap Utusan Rama PranSoeh.
Di
Alam Kubur/Alam Antara, yaitu tempat suksma yang terhenti atau kesasar,
menerima hukuman/siksaan, ada yang telanjang bulat, ada yang bertempat di
dalam rumah yang tanpa tiang/pilar, ada yang menjadi binatang buas atau
tanamtanaman/
tumbuhtumbuhan,
dan sebagainya.
6. Reinkarnasi atau dilahirkan kembali ke dunia atau dalam bahasa Jawa: Cakra
Manggilingan,
adalah perpindahan hidup/suksma dari alam yang satu ke alam yang lain, dari
wujud yang satu ke wujud yang lain. Pada saat raga mati karena terpisah dari suksma
dan nyawanya, ada yang suksmanya masih lengket/menyatu dengan nyawanya
sehingga terhenti perjalanannya (Jawa: kandeg) di alam kubur/alam penasaran dan
menerima hukuman/siksaan disana, tetapi ada juga yang suksmanya dapat lepas dari
nyawanya, sehingga suksma yang sudah suci tersebut berhasil menghadap dan
mengikuti Utusan Rama PranSoeh,
bahkan ada yang sempurna yaitu menyatu dengan
Rama PranSoeh.
Manusia yang hidup di dunia saat ini, ada yang sebelumnya juga
pernah hidup di dunia ini, mulai jaman Nabi Adam turun temurun hingga sekarang,
hidup manusia itu hanya cakra manggilingan, atau berputar terus seperti sebuah
lingkaran: hidup di dunia, meninggal yang mana suksmanya pindah ke Alam
Halus/Alam Kasuksman/Alam Sasmitamaya,
dilahirkan kembali ke dunia sebagai bayi
(reinkarnasi) menjalani hidup di dunia ini hingga meninggal dunia lagi (suksmanya
pindah lagi ke Alam Halus), kemudian dilahirkan kembali (reinkarnasi) begitu
seterusnya seperti sebuah lingkaran yang tak pernah putus. Yang disebut reinkarnasi
(Jawa: Urip Tumimbal) itu bukan suatu keadaan dimana suksma orang yang sudah
mati itu masuk ke tubuh orang yang masih hidup di dunia ini, atau diibaratkan lubang
seekor jangkrik yang kecil dimasuki oleh jangkrik yang besar (Jawa: gangsir), bukan
begitu perjalanan/keadaannya, kalau keadaan seperti itu dinamakan
kesurupan/ketempelan/keranjingan/kesarungan.
Perjalanan Suksma/hidup yang reinkarnasi itu adalah sebagai berikut: Suksma yang
berada di Akherat/Alam Akhir/Alam Kesempurnaan/Alam Putih/Alam Kuning atau yang
berada di Alam Kubur/Alam Merah/Alam Biru/Alam Antara/Alam Kondhawaru/Alam
Perantunan atau dalam Api Penyucian, ketika akan diturunkan/dilahirkan ke dunia
yaitu melalui hubungan cinta/seksual antar pria dan wanita yang membuat seorang
wanita mengandung, yang mana setelah hari yang kedua puluh satu wanita tersebut
merasakan kedut dalam rahim/perutnya, hingga umur kandungan tiga puluh dua hari,
kandungan tersebut sudah dimasuki/memiliki SUKSMA, dan pada hari yang ke tiga
puluh tiga (umur janin tiga puluh tiga hari), baru dimasuki/memiliki NYAWA, sehingga si
ibu memiliki keinginan yang bermacammacam
dan kadankadang
yang anehaneh,
yang pada umumnya disebut nyidam/ ngidam. Setelah berada dalam kandungan
selama sembilan bulan sepuluh hari, janin tersebut kemudian lahir ke dunia sebagai
bayi. Bayi yang lahir sudah memiliki dosa bawaan itu adalah bayi yang suksmanya
berasal dari Alam Kubur/Alam Antara/Api Penyucian (suksma yang menjalani
hukuman); sedangkan Bayi yang lahir masih suci atau tidak memiliki dosa bawaan itu
adalah bayi yang suksmanya berasal dari Alam Akhir/Alam Kesucian/Alam Putih/Alam
Kuning dan akan memiliki dosa/berdosa ketika ia sudah dewasa, mempunyai berbagai
macam keinginan dan tidak mematuhi perintah Tuhan Allah/Rama PranSoeh.
Sedangkan bayi yang sudah mempunyai dosa bawaan, dosanya akan bertambah lagi
ketika ia sudah dewasa, mempunyai berbagai keinginan dan tidak mematuhi perintah
Tuhan Allah/Rama PranSoeh
selama ia hidup di dunia ini. Perlu diketahui oleh kita
semua bahwa Utusan Tuhan Allah/Rama PranSoeh
itu tidak memiliki dosa atau bebas
dari dosa, sebab sudah berkedudukan sebagai Sang Penebus/Pelebur dosa. Utusan
Tuhan Allah/Rama PranSoeh,
ketika berkalikali
turun/dilahirkan ke dunia selalu ingat
perjalanan hidupNya di dunia ini sebelumnya. Sedangkan bagi manusia biasa,
sebagian besar banyak yang tidak ingat; bisa ingat ketika memohon kepada Rama
PranSoeh
agar diperlihatkan perjalanan hidupnya di dunia di masa sebelumnya ketika
ia hidup di dunia fana ini, itupun kalau permohonannya dikabulkan, dan menurut
pengalaman hanya diberitahu satu jaman saja. Dilahirkan kembali ke dunia ini
(reinkarnasi) tidak bisa rutin, tetapi tergantung budi pekerti kita (memetik buah
perbuatan kita sendiri/karma).
7. Pada saat permulaan penciptaan, Tuhan Allah menciptakan manusia di seluruh
permukaan bumi ini diberikan/dengan suksma dan nyawa yang baru, dan menurut
kehendak Tuhan Allah agar manusia itu hidup berumah tangga, dan wanita yang
mengandung itu janinnya diberi Suksma dan Nyawa yang baru. Setelah manusia di
dunia ini sudah banyak yang meninggal dunia, seorang wanita yang mengandung itu
janinnya diberi suksma dan nyawa orang yang sudah mati tetapi ada juga yang diberi
suksma dan nyawa yang baru. Hidup manusia itu hanya berputar seperti lingkaran yang
tidak pernah putus (Jawa: cakra manggilingan), dilahirkan kembali ke dunia
(reinkarnasi). Seorang lakilaki
yang sudah mati, kalau dilahirkan kembali (reinkarnasi)
juga tetap menjadi lakilaki,
nyawanya juga lakilaki,
demikian juga wanita yang
reinkarnasi juga tetap menjadi wanita, nyawanya juga tetap wanita. Roh (suksma dan
nyawa) yang diberikan pada janin wanita yang sedang mengandung itu ada yang dari
suksma dan nyawa orang yang mati tua, ada yang dari suksma dan nyawa orang yang
ahli seni dan sebagainya. Roh (suksma dan nyawa) tadi mempengaruhi bayi yang
ditempatinya, ada anakanak
yang sudah senang pada kesenian, menggambar dan
lainlainnya
menurut roh yang diberikan itu bagaimana budi pekertinya dan apa
keahliannya sewaktu dulu hidup didunia ini. Seperti yang sudah saya jelaskan
sebelumnya, Utusan Tuhan Allah/Rama PranSoeh
itu nyawanya ada dua macam yaitu
nyawa lakilaki
dan nyawa perempuan/wanita. Manusia yang menjadi hewan itu
mempunyai suksma dan nyawa, beda dengan hewan yang aseli (bukan jelmaan dari
manusia) yang hanya memiliki nyawa saja tetapi tidak memiliki suksma. Sedangkan
bagi orang yang mempunyai anak kembar itu, anakanaknya
diberi suksma dan nyawa
sendirisendiri.
8. Untuk menentukan tinggi rendahnya derajat seorang manusia dalam pergaulan
masyarakat ketika dilahirkan kembali ke dunia (reinkarnasi), harus menabung amal
perbuatan baik entah itu berupa tenaga, pikiran, harta benda, utuk kepentingan
pergaulan dalam masyarakat,
tolong menolong, gotong royong, jangan mentangmentang
jadi orang kaya atau tinggi jabatannya. Orang yang hidup dalam pergaulan
masyarakat itu tidak bisa sendirian tanpa pertolongan orang lain.
Utusan Rama PranSoeh
turun atau dilahirkan ke dunia dengan berbagai macam
kedudukanNya
dalam masyarakat, ada yang menderita, ada yang kaya dan sangat
dihormati, ada yang menjadi penguasa, ada yang menjadi abdi/pelayan di kerajaan,
ada
yang meninggalkan kitab (Kitab Suci) dan muridmurid
yang banyak sekali, ada yang
tidak meninggalkan kitab dan muridnya sedikit sekali, dan sebagainya.
Semua itu tergantung dari pekertiNya masingmasing,
apakah mengutamakan
kebutuhan pribadiNya, atau mengutamakan pada tugas suci dari Rama PranSoeh.
Orang yang ketika hidup di dunia budi pekertinya baik atau berbudi pekerti luhur, semua
perbuatannya hanya tertuju kepada kesucian dan keadilan agar kehidupan
kemanusiaan lahir dan batin itu dapat berjalan dengan selamat dan tenteram, yang
menjadikan suksmanya dekat dengan Utusan Rama PranSoeh,
ketika dilahirkan
kembali ke dunia (reinkarnasi) kedudukannya dalam pergaulan masyarakat akan
sangat
berbeda dengan orang yang ketiduran batinnya, tidak ingat dan tidak menjalankan
perintah Rama PranSoeh
dan orang yang berbudi pekerti rendah, nakal dan nista.
9. Suksma yang kesasar (tidak dapat kembali menghadap/menyatu dengan Rama
PranSoeh)
dan menerima hukuman abadi/langgeng/selamalamanya,
adalah suksma yang
menjadi binatang yang memakan daging itu tetap tidak akan bisa menjadi manusia lagi,
kalau dilahirkan kembali ke dunia (reinkarnasi) akan menjadi binatang yang memakan
daging atau binatang buas. Suksma yang menjadi binatang yang tidak memakan
daging (tidak buas) dan binatang tersebut membantu manusia di dunia ini, dapat
segera menjadi manusia kembali, contohnya: kuda, sapi/lembu, kerbau, gajah, dan
sebagainya.
Untuk mengetahui hewan yang isinya manusia, dapat memohon keterangan kepada
Rama PranSoeh
sebenarnya isi binatang peliharaan kita (misalnya kuda) itu siapa?
Sebenarnya secara lahiriah sudah ada indikasinya misalnya: anjing peliharaan kita
setiap hari Senin dan Kamis tidak mau makan (puasa), kalau dimarahi atau dihina
meskipun diberi makanan tidak mau makan.
Wujudnya manusia berkeliaran dipinggir jalan atau di pasar/pertokoan, mengobrakabrik
tempat sampah, ada daun bekas bungkus makanan/nasi dan lauknya dijilati, tidur di
sembarang tempat, makanan yang sudah dibuang diambil lagi/dikumpulkan dan
dimakan.
Manusia yang isinya jin, wujudnya manusia tetapi memiliki watak dengki, jahil, nakal,
suka memfitnah dan suka menyakiti hati serta membuat sengsara orang lain.
Manusia yang isinya binatang buas, wujudnya manusia tetapi berwatak kasar, kejam,
tega membunuh orang, seperti adanya perampok, penyamun, gali dan sebagainya.
Berbeda dengan tentara, meskipun membunuh orang, tetapi yang dibunuh kan musuh
yang ingin merebut kekuasaan atas negara dan menjajah.
***A***
BAB XXXIV
PERINTAH DASAR/UTAMA DARI RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
Katam Yang Bersih
1. Katam Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat harus yang bersih. Yang disebut katam yang
bersih adalah: bertemu wujud aseli Pusaka Hidup/Cahaya Rama PranSoeh/
mukjizat atau
istilah dalam pewayangan Minyak Jayeng Katon, tidak di Alam yang remangremang,
tidak
ada kabut, tidak ada hujan, tidak berasap atau istilah lainnya abra marakata, dan lagi
tidak tertutup barang apapun seperti kaca, dinding rumah dan sebagainya.
2. Bertemu atau menghadap dan melihat Utusan Rama PranSoeh
(suksma suci Utusan)
tidak hanya satu kali tetapi harus berkalikali/
berulangkali,
paling sedikit dua kali.
Menghadap dan bertemu dengan Utusan harus berhadaphadapan
dengan jarak yang dekat, tidak
dibelakangi atau tidak hanya dari samping. Pakaian yang dikenakan oleh Utusan harus
lengkap,
polos, sederhana, tidak berwarnawarni
dan tidak bercorak misalnya gambar kembang berwarna
merah, biru, hijau atau warna yang anehaneh.
Tingkah lakunya sederhana, tidak berkacak
pinggang, tidak tertawa, tidak menakutkan. Merasakan suasana penuh cinta kasih,
penuh
kedamaian, penuh pertolongan, berbudi luhur, bertemu/menghadap Utusan di tempat
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yaitu:
1) Di rumah Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang lama dekat Sungai Lamat,
desa Jagalan, kecamatan Muntilan.
2) Di Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh.
3) Paling tidak di rumahnya sendiri yang disaksikan oleh salah satu sahabat Panutan
(Jawa: Sekabat) atau oleh orang yang sudah katam, sokur menerima perintah yang
jelas.
Menghadap atau bertemu Utusan harus di Alam yang terang, bukan di alam yang
remangremang,
tidak ada mendung dan tidak ada hujan.
Menghadap atau bertemu Utusan yang bersih itu ada di Alam Kuning yang sudah tidak
dipengaruhi oleh perbuatan hawa nafsu atau kebutuhan keduniawian. Jadi hanya
melulu untuk
kepentingan suksma suci. Menghadap atau bertemu dengan Utusan Rama PranSoeh
harus
dalam waktu yang agak lama, kirakira
satu menit atau lebih baik lagi kalau dalam waktu yang
lama, dapat menerima perintah atau petunjuk yang ada hubungannya dengan Ilmu
Kasuksman
Tiga Perangkat, intinya mengenai kesucian, tidak ada hubungannya dengan kebutuhan
keduniawian.
Setelah bangun tidur, badan terasa sehat, segar, tidak terasa seperti baru bangun tidur,
matanya bersih bening, tidak terasa mengantuk, hatinya tidak berdebardebar,
dan pikirannya
terang tidak bingung.
3. Waktu berhasil mengalahkan nyawa/musuh dan bertemu/melihat wujud aseli nyawa,
harus melihat secara berhadaphadapan,
dapat melihat dengan jelas bentuk wajah nyawa
kita, tidak melihat dari belakang atau dari samping, tidak tertutup/terhalang apapun,
tidak
sedang bercermin baik pada kaca cermin atau pada air, melihatnya dalam waktu yang
lama, tidak hanya sekejap saja.
Bertemu atau melihat atau menyaksikan wujud aseli Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat
tersebut semuanya harus dalam keadaan hidup, tidak boleh bertemu dalam keadaan
mati.
Mengenai bertemu atau menyaksikan wujud aseli Utusan dan Nyawa tersebut tidak
sedang
dalam keadaan tidur, karena kalau Utusan dan Nyawa yang ditemui dalam keadaan
tidur
itu namanya (bertemunya) belum bersih, jangan ditetapkan kalau sudah
bertemu/menyaksikan.
Mengerjakan Ujian/Pendadaran/Percobaan
Setelah berhasil mencapai katam yang bersih Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat,
kemudian
diberi cobaan atau diuji oleh penyuluhnya. Mengenai cara memberikan ujian itu
disesuaikan
dengan tinggi rendahnya tingkat alam yang dapat dicapai oleh orang yang barus saja
mencapai katam tadi. Yang pencapaian tingkat alamnya rendah, diberi ujian supaya
mencari
siapa yang berkedudukan sebagai hakim yang mengadili suksmanya sendiri dan
suksma
seluruh manusia di alam semesta ini. Yang tingkat pencapaian alamnya sedang, diberi
ujian
supaya mencari siapa yang mengasuh, memelihara dan mengayomi suksmanya sendiri
dan
suksma seluruh manusia di alam semesta. Sedangkan ujian yang paling tinggi adalah
mencari Roh Suci yang telah ada sebelum alam semesta diciptakan dan sebelum Nabi
Adam
turun/dilahirkan ke dunia, yang tidak bisa rusak dan tidak terkena hukuman Tuhan
Allah,
penjelmaan Rasul dunia, yang bertempat di alam kosong yang menguasai isi.
Dapat juga diberikan ujian yang lain seperti misalnya: mencari Sang Juru Selamat,
mencari
Sumber/Induk Kesehatan dan Keselamatan, mencari Sang Juru Penolong dan
sebagainya.
Setelah selesai menjalani dan lulus ujian, baru dapat ditetapkan telah mencapai katam
yang
bersih, dan agar segera diselenggarakan kataman, yaitu ungkapan rasa syukur dan
terima
kasih karena Rama PranSoeh
telah memberikan anugerah yang sangat besar berupa katam
yang bersih, dan kalau memang mampu bisa diadakan makan bersamasama
dengan para
kadang golongan dan tetangganya. Dan untuk mematuhi dan menjalankan perintah
Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, meskipun hanya sedikit agar disediakan nasi uduk dengan
ingkung ayam (seekor ayam utuh yang dibuat opor), atau setidaknya telur ayam yang
dibuat
opor. Maksud dan tujuan disediakannya nasi uduk dengan ingkung ayam atau telur
ayam
tersebut adalah agar Induknya Hawa Nafsu (Ilmu Wahyu Sejatinging Kakung dan Ilmu
Wahyu
Sejatining Putri) tidak mengganggu. Sedangkan kalau memang benarbenar
miskin tidak
mampu menyelenggarakan makan bersama, kataman dapat diwujudkan dengan
membantu
tetangganya yang sedang mengalami kerepotan yaitu dengan menyumbangkan
tenaganya.
Kalau memang mampu, selain mengadakan makan bersama juga menyumbangkan
sebagian
kekayaannya berupa uang sebagai persembahan yang dapat dimasukkan ke dalam
peti bakti
yang berada di Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh.
Uang persembahan tersebut nantinya
digunakan untuk memelihara dan memperbaiki Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh.
Almarhum Rama Panutan pernah memerintahkan besarnya persembahan adalah satu
persen
dari penghasilan setiap bulan.
Menjelang diadakannya dunungan
a. Waktu pelaksanaan dunungan diusahakan agar dapat dilakukan pada saat bulan
purnama, setidaknya pada saat suasana terang, tidak gerimis ataupun hujan. Langit
terlihat bersih, tidak ada mendung sedikitpun, sebaiknya ya dilaksanakan di musim
kemarau.
b. Tempat pelaksanaan dunungan diusahakan agar dapat diselenggarakan di Bale Suci
Agung Gedhong PranSoeh,
di halaman sebelah utara Sumur Jalatunda, dekat dengan
Tlaga Maharda, perlu menyampaikan bakti kita kepada Rama Panutan yang disebut
ziarah. Dan bisa juga tempat dunungan dimohonkan kepada Rama PranSoeh,
menurut
perkenanNya harus diselenggarakan
dimana?
c. Yang akan memberikan dunungan maupun calon penerima dunungan, keduaduanya
harus memohon kepada Rama PranSoeh
agar mendapat cahaya Rama PranSoeh,
dan
agar dunungan dapat berjalan dengan selamat serta yang menerima dunungan dapat
mengerti dan memahami isi/materi dunungan.
Langkahlangkah
Menjelang Diadakannya Dunungan
a. Yang akan memberi dan menerima dunungan, keduaduanya
harus mandi dan keramas.
b. Waktu pelaksanaan dunungan dimulai dari jam 23:00 atau 24:00 sampai selesai.
Kalau
yang menerima dunungan banyak jumlahnya harus dibuat kelompokkelompok,
supaya
tidak kebanyakan yang dapat berakibat orang yang menerima dunungan tidak mengerti
dan memahami isi/materi dunungan. Dibuat per kelompok terdiri dari lima orang saja,
dimulai dari kelompok pertama, kalau sudah selesai kemudian kelompok kedua, ketiga
dan seterusnya hingga semua orang dapat menerima dunungan; Kalau dalam waktu
semalam tidak dapat selesai semua, ya dilanjutkan pada malam berikutnya. Sebelum
tiba
waktu dunungan, tidak diperkenankan tidur terlebih dahulu, mengantuk juga tidak
diperkenankan.
c. Dunungan untuk orang lakilaki
dan perempuan harus dipisah, kalau yang menerima
dunungan itu lakilaki,
yang memberikan dunungan juga harus lakilaki
demikian juga
kalau yang menerima dunungan itu perempuan, yang memberikan dunungan juga
harus
perempuan. Boleh orang lakilaki
memberikan dunungan kepada perempuan atau
sebaliknya, kalau yang memberikan dan menerima dunungan itu adalah suami isteri.
d. Setelah semua melakukan langkahlangkah
tersebut di atas, kemudian berangkat ke
tempat dunungan, menempati tempat yang ditentukan, diatur yang baik dan rapi.
Tempat
yang akan digunakan untuk pelaksanaan dunungan sebelumnya harus
dibersihkan/disapu
terlebih dahulu dan digelari tikar. Intinya harus teratur dan bersih bukan hanya lahiriah
saja
tetapi yang penting batinnya harus bersih.
e. Cara duduk di tempat pelaksanaan dunungan yaitu dengan bersila, tidak jongkok
atau
berdiri, menghadap ke arah Bale Suci Agung Gedhong PranSoeh
atau makam Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yaitu Astana Waja.
f. Kemudian bersembahyang dipimpin oleh salah satu pendunung, dengan
permohonan:
mohon keselamatan dan terang batinnya agar semua yang ikut dunungan dapat
mengerti
dan memahami isi/materi dunungan.
Langkahlangkah
Pelaksanaan Dunungan
1) Yang memberikan dan menerima dunungan duduk berhadaphadapan.
2) Yang memberikan dunungan (Pendunung) mulai menjelaskan bahwa ia hanya
sekedar
menjadi perantara untuk menjelaskan Ilmu milik Rama PranSoeh
yang dibawa oleh
almarhum Rama Panutan yaitu Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
3) Memeriksa orang yang akan menerima dunungan apa sudah benarbenar
katam Ilmu
Kasuksman Tiga Perangkat yang bersih, dan bagaimana mengenai hasil ujiannya
(coban)
apakah memang sudah dapat menyaksikan sendiri semua yang diujikan secara bersih?
4) Kalau hasil pemeriksaan pada angka 3) tersebut memang sudah benar, pendunung
kemudian memberikan sumpah keyakinan, wedaran (uraian penjelasan), dan wisikan
(bisikan). Sedangkan wisikan diberikan dengan cara membisikkan ke telinga yang
menerima dunungan dengan suara lirih (tidak keras).
5) Yang menerima dunungan menerima pinjaman (Jawa: gadhuhan) Pusaka Ismu Giris.
Manfaat Ismu Giris dapat digunakan untuk keperluan yang sangat penting dengan cara
diucapkan dalam batin sembari menahan nafas.
Cara melepaskan pusaka: ujung jari tengah tangan kiri ditempelkan dan ditekan pada
tulang rusuk/tulang iga bagian terakhir (Jawa: iga wekasan) sebelah kiri, ujung jari
tengah
tangan kanan ditempelkan dan ditekan pada otot besar leher sebelah kiri.
Kalau akan melepaskan pusaka harus mempunyai permohonan demikian: Duh Rama
PranSoeh,
saya mohon maaf dan saya mohon diberi pinjaman Pusaka Ismu Giris milik
almarhum Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, akan saya tujukan pada ...... (sesuai
keperluannya).
Sedangkan kalau waktunya sangat mepet dan pada saat itu juga harus segera
digunakan, maka cukup mendudukkannya (njumenengake) saja dengan cara: ibu jari
tangan kanan menekan pada denyut nadi di pergelangan tangan kiri.
Bagi orang cacat yang tidak memiliki tangan kanan dan/atau tangan kiri, tentu saja tidak
dapat melakukan cara di atas, maka cukup diucapkan dalam batin sambil menahan
nafas
dan dihembuskan sebanyak tiga kali.
6) Untuk membantu/menolong orang yang sedang melahirkan, karena dalam waktu
yang
lama bayinya tidak dapat lahir (susah melahirkan), sehingga ibunya sudah kehabisan
tenaga, padahal dia itu keluarga kita, atau meskipun bukan keluarga kita, boleh saja
kita
menolong orang lain. Sebelum melepaskan pusaka Ismu Giris, terlebih dahulu
menyampaikan permohonan kepada Rama PranSoeh
seperti diuraikan pada angka 5) di
atas, cukup diucapkan dalam batin kita saja, kemudian dihembuskan sebanyak tiga kali
pada bagian atas kepala (ubunubun)
ibu yang sedang melahirkan. Itu kalau menolong
keluarga kita, sedangkan kalau menolong orang lain, cukup dihembuskan pada segelas
air, dan air tersebut diminumkan kepada dan diusapusapkan
pada perut ibu yang akan
melahirkan oleh keluarganya.
7) Petak bolakbalik
kita lakukan bila ada fitnah atau santet yang dilakukan orang lain yang
ditujukan kepada kita, agar kita diberi keselamatan oleh Rama PranSoeh
dan santetnya
tidak mengenai kita, caranya demikian: ujung jari tengah tangan kanan menekan pada
tulang rusuk bagian terakhir sebelah kiri, sedangkan ujung jari tengah tangan kiri
menekan
jalan darah/pembuluh darah besar di leher sebelah kanan
8) Petak Perjuangan kita lakukan dalam keadaan perang untuk menghadapi musuh,
caranya demikian: dengan menggunakan dupa ratus yaitu kemenyan dan belerang
yang
ditumbuk halus kemudian dicampur. Cara melaksanakan: ujung jari tengah tangan
kanan
menekan pada tulang rusuk bagian terakhir (Jawa: iga wekasan) sebelah kiri, tangan
kanan memegang dupa ratus, di depan kita sudah disiapkan bara api, kemudian
berkonsentrasi memohon kepada Rama PranSoeh
agar musuh dapat dikalahkan sembari
menahan nafas, setelah selesai, dupa ratus diceburkan ke dalam api sambil
menghembuskan nafas sebanyak tiga kali, menghadap ke arah musuh yang dituju.
9) Untuk memohon rejeki bagi orang yang penghidupannya sedang susah sekali, untuk
memenuhi kebutuhan makan minum saja tidak bisa atau tidak bisa makan minum
secara
teratur setiap harinya. Caranya demikian: ujung jari tengah tangan kanan menekan
pada
tulang rusuk bagian terakhir sebelah kiri, telapak tangan kanan menekan pada
ubunubun.
KETERANGAN
a. Semua kata atau keterangan mengenai dunungan harus diucapkan dengan suara
lirih, tidak diperkenankan dengan suara yang keras.
b. Sebelum melepaskan pusaka pada waktu yang ditentukan, terlebih dahulu harus
melakukan tapa brata, ibarat akan menggunakan pisau, harus diasah lebih dahulu
agar tajam, karena melepaskan pusaka itu menyuruh nyawanya, jadi kalau tidak
mengendalikan nyawanya, peribahasanya: pistol kosong, harimau ompong alias tidak
mempan, ibarat kapaknya Petruk kembali mengenai dirinya sendiri (senjata makan
tuan). Menurut perintah almarhum Rama Panutan, kalau ingin agar pusaka tersebut
efektif mengenai sasarannya (Jawa: cespleng), harus melakukan hal sebagai berikut:
selama satu tahun tidak boleh memegang/menyentuh kemaluannya dan tidak
memakan makanan yang bahannya/terbuat dari beras ketan, misalnya: jadah, wingko
babad, lemper dan sebagainya.
c. Pusaka Ismu Giris tidak boleh dipergunakan secara sembarangan, atau ditujukan
pada apa saja, ibarat sebilah keris yang dihujamkan pada pohon pisang tidak ada
artinya/gunanya.
d. Menghafalkan dunungan tidak boleh di dalam rumah, harus di luar rumah.
Mengenai Kedutan
Kedutan pada anggota badan kita sebelah kiri atau kanan diambil dari tengahtengah
hidung
ke bawah.
Kedutan pada anggota badan kita sebelah kiri itu pertanda baik, sedangkan kedutan
padan
anggota badan kita sebelah kanan itu pertanda tidak baik/buruk.
Firasat
Burung gagak yang bersuara berkoakkoak
hingga menembus ke relung hati, pertanda tidak
baik, mungkin akan ada keluarga kita atau orang lain yang meninggal dunia.
Cicak yang menjatuhi tubuh kita atau jatuh di hadapan kita, pertanda akan ada keluarga
kita
yang meninggal dunia.
Burung Prenjak yang berkicau dalam waktu lama entah itu dari utara, selatan, timur
atau
barat rumah kita, pertanda akan ada tamu dari arah burung tersebut, dan masih banyak
firasar lainnya yang berdasar pada gerak hati kita misalnya akan bepergian jauh
merasa
raguragu,
ada rasa untuk pergi dan ada rasa untuk tidak pergi, kalau terjadi demikian lebih
baik tidak usah pergi saja.
KETERANGAN
1. Tata tertib dunungan ini khusus hanya untuk para pendunung (orang yang
memberikan
dunungan) saja. Sedangkan bagi orang yang sudah katam boleh membacanya, tetapi
bagi
orang yang belum katam, membaca tata tertib dunungan ini juga tidak ada gunanya.
2. Seorang wanita yang sedang hamil tidak boleh menerima atau memberikan
dunungan.
BAB XXXV
PERATURAN MENGENAI PERKAWINAN YAITU PERNIKAHAN DAN PERCERAIAN
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa pernikahan itu menjadi kebutuhan
hidup setelah kita dewasa. Dengan mengingat intisari dari Anggerangger
Sebelas, juga
mendasarkan
pada perintah Rama PranSoeh,
mengenai perkawinan/pernikahan dan
perceraian, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo mendasarkan pada halhal
seperti
yang disampaikan berikut ini:
1. Arti Pentingnya Perkawinan/Pernikahan
Kita semua wajib mengetahui bahwa arti pentingnya hidup berumahtangga/
perkawinan/pernikahan itu ditujukan untuk:
a. Mematuhi dan melaksanakan apa yang menjadi kehendak Rama PranSoeh,
setidaknya mendekati apa yang diperintahkanNya.
Hidup berumahtangga/
pernikahan itu tidak boleh dianggap/dipandang mudah,
karena kalau keliru sama saja artinya dengan menerima siksaan, sebaliknya
kalau benar sama dengan menerima keberuntungan, kebahagiaan dan
ketenteraman lahir dan batin.
b. Agar dapat memberikan manfaat dan berguna bagi keduaduanya
(suami dan
isteri). Kita berumah tangga itu menginginkan memperoleh berbagai macam
manfaat dan keuntungan, seperti misalnya: teman menghadapi suka duka dalam
menjalani hidup ini, membantu dalam mencukupi kebutuhan hidup dan dalam
mencapai apa yang dicitacitakan
bersama, lebihlebih
yang berhubungan
dengan kodrat bersatunya nafsu lelaki dan nafsu perempuan, yang juga
mempengaruhi ketenteraman hidupnya.
c. Agar dapat membuat sehat dan kemajuan keturunan. Menurut kodrat hidup,
pada berusaha untuk melestarikan hidupnya melalui keturunan dan setelah
meninggal dunia ada yang melanjutkan sejarah hidup orang tuanya, oleh karena
itu pada membutuhkan anak keturunan; anak keturunan kita selain meneruskan
sejarah hidup kita juga akan meneruskan pencapaian citacita
orang tuanya. Ini
semua dapat terlaksana, selama anak keturunan kita sehat wal afiat dan
berkembang serta meningkat dalam segala hal, baik jasmani maupun rohani.
Hidup berumah tangga yang tidak teratur atau harmonis, suka bertengkar atau
rusuh/selingkuh, mustahil bisa membuat anak keturunannya sehat dan maju.
d. Agar dapat mewujudkan tata tertib dan ketenteraman dalam pergaulan
masyarakat, sebab hidup berumahtangga
dan ketenteraman itu keberuntungan
yang tidak dapat dibandingkan. Tidak teratur dan harmonisnya perkawinan,
banyaknya perbuatan zinah, selingkuh, pelacuran, menggoda dan menodai anak
remaja, dan sebagainya, pasti membuat tidak tenteramnya pergaulan
masyarakat dan keluarga, sebab akan menimbulkan saling cemburu, saling
curiga, panas hati, pertengkaran, permusuhan, dendam, penganiayaan dan
pembunuhan. Ketenteraman hidup dalam pergaulan masyarakat
itu banyak
sekali syarat dan sarananya, karena terdapat berbagai macam penyebabnya,
oleh karena itu hidup berumahtangga
itu hanya memberikan sumbangan, bukan
unsur utama yang menentukan segalanya.
e. Tujuan lainlainnya
yang berguna bagi pergaulan masyarakat. Dari pengaruh
hidup berumahtangga
dapat merukunkan/menyatukan keluarga dari pihak lakilaki
dan perempuan yang mana hal tersebut dapat memperkuat atau mempererat
pergaulan masyarakat. Dari pengaruh hidup berumahtangga
mendekatkan
keluarga dari pihak lakilaki
dan wanita, sehingga memperkuat hubungan dalam
hidup bermasyarakat. Dari pengaruh hidup berumah tangga dapat
memperbanyak jumlah jiwa dan jika dapat berjalan dengan teratur atau harmonis
dalam berusaha memperbesar/meningkatkan
penghasilan dapat mewujudkan
kesejahteraan dalam pergaulan masyarakat. Dan masih ada banyak lainnya
mengenai manfaat dari perkawinan bagi hidup dalam pergaulan masyarakat.
2. Syarat rukunnya perkawinan/pernikahan/hidup berumah tangga sebagaimana
dijelaskan pada angka 1.a. sampai dengan 1.e. di atas harus mengingat halhal
sebagai berikut:
a. Kadang golongan/muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang
sudah katam, kalau hendak menikah harus mendasarkan pada perintah/petunjuk
dari Rama PranSoeh
dengan cara memohon petunjuk kepada Rama PranSoeh
siapa yang akan menjadi calon suami/isterinya. Petunjuk/perintah yang diterima
harus jelas, meskipun tidak bertemu dengan wujud aseli Utusan Rama PranSoeh
(isilah Jawa: nglonthong), sokur kalau dapat memperoleh
petunjuk/perintah dari wujud aseli Utusan Rama PranSoeh
(istilah Jawa:
walaka). Kalau untuk mendapatkan jodoh memang sulit, tetapi kalau memang
sungguhsungguh
dalam memohon kepada Rama PranSoeh,
juga bisa, jodoh
yang dari pemberian Rama PranSoeh,
dapat pisah dan berkumpul tergantung
tekad/keyakinan mereka berdua dalam memegang, menjalankan keyakinan
mereka mematuhi perintahperintah
dan selalu ingat kepada Rama PranSoeh,
sehingga sewaktu mereka reinkarnasi dapat bersatu menjadi suamiisteri
lagi.
Tetapi jika salah satu atau bahkan keduanya lupa tidak menyembah dan
mematuhi perintahperintah
Rama PranSoeh,
tidak bisa berkumpul kembali
menjadi suami isteri atau dengan kata lain berpisah. Sewaktu keduanya ingat
dan bertobat kepada Rama PranSoeh,
kemudian menyembah dan setia serta
taat melaksanakan perintahperintah
Rama PranSoeh,
bisa kembali bersatu lagi
sebagai suami isteri. Bagi keduanya tadi tidak cukup hanya ingat dan bertobat
saja, tetapi harus bisa mencapai katam Ilmu Kasuksman Tiga Perangkat,
sehingga pada saat ajal mereka tiba, suksma mereka dapat menghadap Utusan
Rama PranSoeh
(mati yang benar/sempurna). Bagi kadang golongan/muridmurid
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo yang belum katam, paling tidak
agar mendekati kehendak Rama PranSoeh,
kalau ingin mencari calon
suami/isteri dapat memohon sendiri kepada Rama PranSoeh
dan kalau
mendapat petunjuk lewat mimpi, mimpinya diberitahukan
kepada penyuluh atau
orang yang sudah katam, atau bisa juga minta bantuan kepada orang yang
sudah katam untuk memohonkan petunjuk dari Rama PranSoeh
siapa yang
sesuai dengan kehendak Rama PranSoeh
diperkenankan menjadi pasangannya
(suami/isterinya).
PEDOMAN MENCARI/MEMOHON PASANGAN HIDUP (JAWA: BOJO)
Mengenai jodoh, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, memang sulit atau
tidak mudah menemukan/mencarinya, oleh karena itu pada umumnya lebih baik dan
lebih mudah mencari pasangan hidup (Jawa: bojo) saja. Pengertian umum
menganggap bahwa bila seseorang memperoleh pasangan hidup (suami/isteri) itu
memang sudah jodohnya, memang itu yang sudah menjadi kodrat kehendak Tuhan,
sampai ada peri bahasa:”asam di gunung, garam di lautan bertemu di belanga,”
padahal bila disaksikan di Alam Kasuksman/Alam Halus/Alam Sasmitamaya
belum
tentu pasangan itu adalah jodoh dari kodrat kehendak Tuhan, karena kalau jodoh dari
kodrat kehendak Tuhan Allah (Rama PranSoeh),
itu memang diciptakan sudah
berpasangan sejak awal mula dunia dan seisinya diciptakan, dan akan berpisah dan
berkumpul tergantung pada kesetiaan pasangan tersebut dalam melaksanakan
perintahperintah
Tuhan Allah (Rama PranSoeh).
Oleh karena itu agar jelas dalam
memperoleh keterangan mengenai mencari pasangan (suami /isteri), jangan hanya
mendasarkan pada keterangan yang bersifat lahiriah, tetapi juga keterangan yang kita
peroleh dari dunia roh di Alam Kasuksman/Alam Batin/Alam Halus/Alam Sasmitamaya.
Sebelum dimohonkan keterangan secara batin kepada Rama PranSoeh,
terlebih dahulu secara lahiriah sudah mempunyai sasaran siapa yang ditaksir,
diselidiki terlebih dahulu terutama mengenai bibit, keturunan siapa, kalau bisa sampai
kakek nenek buyutnya, bagaimana riwayatnya khususnya mengenai timbrah, apa
ada yang mempunyai timbrah (sakit ayan, gila, bunuh diri, dsb.), kemudian
bagaimana budi pekerti dan tingkah lakunya serta perbuatanperbuatannya,
kalau kita
mencari isteri, bisa jadi wanita yang kita taksir itu tingkah lakunya sebenarnya
nakal/tidak baik, setelah tahu ada yang naksir kemudian tingkah lakunya dipoles
seperti gadis yang lugaslugu.
Oleh karena itu harus teliti benar, jangan hanya
terpesona pada kecantikan wajahnya. Setelah diselidiki dengan seksama, baru
memohon petunjuk kepada Rama PranSoeh;
jangan bertindak keburu nafsu, baru
menaksir seorang wanita, belum diselidiki dengan seksama terlebih dahulu sudah
minta tolong kepada orang yang katam supaya dimohonkan petunjuk kepada Rama
PranSoeh.
Untuk memohon petunjuk kepada Rama PranSoeh,
dalam
bersembahyang mengajukan permohonan sebagai berikut:”Rama PranSoeh,
wanita
(pria) yang bernama .... (misalnya: X) anaknya ... (misalnya: Y), Rama PranSoeh
perkenankan apa tidak untuk menjadi isteri/suami saya (kalau kita memohon untuk
diri kita sendiri) atau menjadi isteri/suami si Y (bagi orang katam yang memohonkan
calon pasangan untuk si Y).
PETUNJUK (MIMPI) YANG BERMAKNA RAMA PRANSOEH
TIDAK BERKENAN
Dalam mimpi melihat hewan atau tanaman yang tidak sejenis, misalnya: melihat sapi
jantan dan kerbau betina, domba jantan dan kambing jawa betina, burung merpati
jantan dan burung tekukur betina, pohon pisang berdampingan dengan pohon
Kapuk/Randu, Pohon Kelapa berdampingan dengan pohon mangga, pohon jati
berdampingan dengan pohon Mahoni, dan seterusnya.
Dalam mimpi tersesat di hutan, di pinggir laut, di jurang, di pasar, di alam yang gelap
gulita, di tempattempat
yang kotor, berjalan di sepanjang jalan hanya mengenakan
celana pendek saja tanpa baju, berpakaian yang sobeksobek,
dan seterusnya intinya
mengalami mimpi yang buruk atau tidak semestinya.
PETUNJUK (MIMPI) YANG BERMAKNA BAHWA RAMA PRANSOEH
BERKENAN
Dalam mimpi melihat hewan atau tanaman yang sejenis, misalnya: melihat sapi
jantan dan sapi betina, kerbau jantan dan kerbau betina, kambing Jawa jantan dan
kambing Jawa betina, domba jantan dan domba betina, burung merpati jantan dan
burung merpati betina, dua pohon pisang yang berdampingan, dua pohon Randu
yang berdampingan, dua pohon kelapa yang berdampingan, dua pohon mangga yang
berdampingan, dua pohon jati yang berdampingan dan seterusnya. Itu semua
petunjuk yang berwujud gambaran atau pralambang, sedangkan petunjuk yang jelas
yaitu bertemu dengan wanita/pria yang dimohonkan di alam yang terang dimana
disitu terlihat cahaya Rama PranSoeh.
Di alam mimpi/Alam Kasuksman/Alam Sasmitamaya
menerima perintah dari Utusan
Rama PranSoeh
dalam wujud aseli (walaka) atau dalam wujud tidak aseli
(nglonthong), misalnya perintah tersebut:”Si X boleh menjadi suami/isterimu”,
perintah yang jelas seperti ini dapat diartikan sebagai jodoh yang dari kodrat
kehendak Rama PranSoeh.
Permohonan mengenai jodoh, tidak selalu dapat
perintah walaka, oleh karena itu perintahperintah
yang berwujud gambaran atau
pralambang, meskipun bukan merupakan kodrat kehendak Rama PranSoeh,
tetapi
sudah diperkenankan menjadi suami/isteri (pasangan/teman hidup), diajak untuk
berumah tangga.
SYARAT RUKUN PERKAWINAN/PERNIKAHAN HARUS MENGINGAT MASALAH
INI:
a. Antara pihak lakilaki
dan pihak wanita harus bukan saudara satu ibu atau satu
ayah, bukan anak dengan ayahnya atau ibunya, bukan cucu dengan kakeknya
atau neneknya. Syarat rukun ini harus dipatuhi untuk kesusilaan hidup, untuk
membedakan kedudukan antara manusia dan hewan. Selain dari itu perlu untuk
menjaga keteraturan dan ketenteraman keluarga, juga untuk mencegah timbulnya
berbagai macam penyakit keturunan lebihlebih
yang disebabkan oleh darah yang
kotor/tidak sehat dan mengandung penyakit.
b. Keduaduanya
(lakilaki
dan perempuan) dengan kesucian hati mereka telah
nyatanyata
sepakat atau satu kata dengan hati yang bulat untuk hidup bersama.
Syarat rukun ini untuk menjaga jangan sampai terjadi perkawinan/pernikahan
karena dipaksa (kawin paksa), hanya didikte oleh orang tua. Salahsalah
bisa
tidak langgeng perkawinannya, seandainya langgengpun tidak tenteram hidupnya,
bahkan banyak yang merasa tersiksa.
Perkawinan yang terjadi karena kehendak dan pilihan mereka sendiri, yang timbul
dari gerak hati yang suci, tidak dipaksa oleh orang lain, yang hanya menurut
kehendak pasangan yang bersangkutan, dapat membuat perkawinannya abadi
dan tenteram hatinya, meskipun tertimpa berbagai macam kesulitan/kesusahan di
belakang hari kemudian tidak akan menyalahkan orang lain atau orang tuanya.
c. Umur keduaduanya
(lakilaki
dan perempuan) sudah dewasa, yang lakilaki
minimal sudah berumur 20 (dua puluh) tahun dan yang perempuan minimal sudah
berumur 18 (delapan belas) tahun. Syarat rukun ini untuk menjaga kesehatan
keturunan dan kesehatan mereka sendiri. Bisa diibaratkan kalau kita menanam
benih yang masih muda, ketika tumbuh tidak bisa subur dan lemah, mudah
terserang hama penyakit, wanita yang belum dewasa kemudian harus menikah
atau hidup berumah tangga, ketika mengandung dapat menyebabkan lemahnya
daya tahan tubuhnya, hingga punya anak, anaknyapun juga akan memiliki daya
tahan tubuh yang lemah. Orang hidup berumahtangga
di belakang hari kemudian
akan mempunyai tanggungjawab untuk mengurus rumah tangga, mengurus
suami/isteri, mengurus anak, dan sebagainya, yang tidak hanya selalu
mengandalkan orang tuanya; Kalau belum dewasa, belum cukup mempunyai
pengertian atau pemahaman serta tanggungjawab dalam mengurus rumah
tangga.
d. Duaduanya
(lakilaki
dan perempuan) tidak terikat dalam perkawinan atau belum
bersuami/beristeri. Syarat rukun ini memberikan hak yang sama antara lakilaki
dan perempuan, saling menghargai; bagi kehidupan berumahtangga
(perkawinan), syarat ini menjadi dasar/fondasi utama agar kehidupan perkawinan
dapat berjalan abadi dan selamat atau terpelihara. Syarat rukun ini untuk
mencegah terjadinya poligami dan poliandri, karena perkawinan kita hanya
menganut monogami (lihat Anggerangger
Sebelas Larangan nomor dua).
e. Sedapat mungkin baik dari pihak lakilaki
maupun perempuan mendapat restu
dan dukungan dari orang tua dan keluarganya yang menanggung hidup mereka
tidak membedakan lakilaki
ataupun perempuan, yang penting umurnya sudah
dewasa dan sehat pikirannya.
Syarat rukun ini dipersyaratkan karena mengingat bahwa orang tua atau
keluarga/ahli warisnya yang menanggung hidup mereka ikut memikul
tanggungjawab agar anak mereka untuk seterusnya dapat hidup berkecukupan
dan memperoleh ketenteraman lahir dan batin sejak dimulainya perkawinan
hingga waktu setelah selesainya perkawinan.
Meskipun demikian syarat rukun ini walaupun perlu tetapi tidak memaksa atau
diharuskan, karena yang lebih penting itu adalah yang akan menjalani
perkawinan tersebut.
f. Memenuhi semua syarat yang ditentukan oleh pemerintah juga oleh pemimpin
agama/ kepercayaan yang dianut untuk mengesahkan/melegalkan perkawinan
tersebut. Semua syarat rukun perkawinan tersebut dimaksudkan agar dapat
pelaksanaan perkawinan/pernikahan dapat berjalan dengan baik dan tertib sampai
memperoleh tanda bukti yang kuat yaitu berupa akta perkawinan yang
ditandatangani oleh kedua pengantin disaksikan oleh para tamu yang hadir.
3. Kalau kita meneliti makna dan jiwa Anggerangger
Sebelas, menyatakan pada kita
bahwa perceraian itu tidak baik, kalau bisa menikah itu hanya sekali saja yang dapat
bertahan selamalamanya,
sampai mempunyai anak, cucu, cucu buyut, dan
seterusnya; meskipun demikian juga berkeyakinan bahwa dalam kehidupan
berumahtangga
itu terjadi berbagai macam keadaan, adanya alasan yang kuat dan
sangat perlu yang secara terpaksa menjadi penyebab terjadinya perceraian, oleh
karena itu perceraian terpaksa diperkenankan apabila ada alasan yang benarbenar
relevan dan kuat, seperti:
a. Salah satu atau bahkan keduaduanya
melanggar Anggerangger
Sebelas yang
berarti tidak melaksanakan kewajiban dan melakukan larangan, ganti
agama/pindah keyakinan, tidak mencintai anakisteri/
suami, berzinah, dan
sebagainya.
b. Merasa dibatasi sekali mengenai keinginannya, hanya selalu merasa kecewa
dan tidak dapat mencapai keinginannya, sampai tidak mempunyai kebebasan
atau tidak memperoleh kelonggaran dan sebagainya.
c. Mengganggu kesehatan dirinya dan keturunannya. Mengenai hal ini mungkin
salah satu atau bahkan keduaduanya
menderita penyakit keturunan/menular
seperti: sakit ayan, gila, darah yang kotor atau tidak cocok satu sama lain, sakit
paruparu,
dan penyakit lainnya yang apabila antara lakilaki
dan perempuan
tersebut berhubungan mengakibatkan penyakitnya kambuh dan mempercepat
datangnya ajal.
d. Mengganggu ketertiban dan ketenteraman masyarakat entah karena sering
bertengkar,
bermusuhan, menjadi pencuri/penjahat, menjadi perampok, yang
menjadikan pasangan dan keluarganya merasa sangat malu, merasa tidak enak
dan khawatir diusir oleh masyarakat sekitar sebagai balasan atas perbuatan atau
tingkah laku pasangannya (suami/isterinya).
e. Sebabsebab
lainnya yang membuat merasa sangat dirugikan hidupnya karena
keterikatan dalam perkawinan. Contohnya: lakilaki
dan perempuan selalu saja
bertengkar, saling cemburu, perkataan dan perbuatannya selalu dianggap salah,
selalu terancam kematian, selalu sengsara, tidak bisa mempunyai keturunan,
kehidupannya selalu kekurangan, selalu tidak tenteram hidupnya.
4. Dengan mengingat sebabsebab
sebagaimana dijelaskan pada angka 3.a sampai
dengan 3.e di atas, apabila salah satu atau keduaduanya
tidak dapat menerima,
maka salah satu atau bahkan keduaduanya
mempunyai kewenangan untuk
menceraikan atau minta diceraikan oleh pasangannya, serta samasama
dengan
kerelaan hati menceraikan atau diceraikan. Mengenai menceraikan dan diceraikan,
antara lakilaki
dan perempuan mempunyai hak dan wewenang yang sama.
Masalah perceraian itu merupakan urusan dan menjadi tanggungjawab sepasang
suamiisteri,
dapat terlaksana perceraian dan dapat pula tidak terlaksana/batal.
Meskipun ada halhal
penting yang dapat menjadi alasan terjadinya perceraian,
namun apabila pasangan suamiisteri
yang bersangkutan dapat menerima keadaan
tersebut, maka perceraianpun dapat dihindari atau tidak terjadi. Orang tua atau ahli
waris, pemimpin agama apalagi orang lain tidak dapat ikut campur tidak menerima
keadaan yang dialami oleh sepasang suami isteri, lebihlebih
menceraikan. Orang
yang dikhianati oleh pasangan (suami/isteri)nya
sehingga merasa dirugikan
kebutuhannya mempunyai hak dan wewenang untuk menceraikan atau minta
diceraikan yang bermakna memberikan kelonggaran bahkan seperti halnya
memperingatkan
kepada pasangannya. Oleh karena hak dan wewenang antara
pihak lakilaki
dan pihak perempuan itu sama, maka tidak hanya lakilaki
saja yang
dapat menceraikan pasangannya, tetapi perempuanpun dapat menceraikan
pasangannya, istilahnya adalah emansipasi wanita.
5. Perkawinan jangan hanya karena mengharapkan harta benda, pangkat/jabatan
yang tinggi, keturunan bangsawan, dan karena kastanya. Dapat terjadi anak orang
miskin mendapat pasangan anak orang kaya, anak petani mendapat pasangan anak
pejabat, anak orang kebanyakan/rakyat jelata mendapat pasangan anak
bangsawan, Yang paling penting harus mendasarkan pada perintah/petunjuk Rama
PranSoeh,
maka peraturan perkawinan yaitu pernikahan dan perceraian ini dapat
digunakan sebagai pedoman hidup agar dapat memperoleh ketenteraman hidup
lahir dan batin. Mengenai perceraian, pada umumnya di dalam peraturan
perkawinan yaitu pernikahan dan perceraian ini tidak menyetujui adanya perceraian.
Seperti yang kita ketahui, pada umumnya orang yang sudah bercerai, entah itu cerai
mati atau cerai hidup, mempunyai keinginan untuk menikah lagi, hal itu juga
diperkenankan
tetapi wajib mengingat halhal
sebagai berikut:
1) Orangorang
yang pada bercerai diharapkan agar dapat rujuk kembali, menikahi
mantan isteri/suaminya lagi, karena yang penting dari keluarga itu jangan sampai
terlanjur putus dan terpisah dengan anak keturunannya, juga mengenai harta
bendanya.
Oleh karena itu mengenai masalah rujuk, persyaratannya dibuat
lebih mudah daripada menikah dengan orang lainnya/bukan mantan
pasangannya sendiri. Demikian juga tidak dibatasi berapa kali haknya untuk
rujuk dengan mantan pasangannya tadi, meskipun demikian harus selalu
mematuhi peraturan perkawinan yaitu pernikahan dan perceraian juga selalu
mengingat kesusilaan dan budi pekerti yang luhur.
2) Diharapkan dapat rujuk kembali setelah surat cerai sudah berlaku paling sedikit
tiga puluh hari.
3) Bagi lakilaki
yang ditinggal mati isterinya yaitu cerai mati, dapat menikah lagi
setelah seratus sepuluh hari dari tanggal kematian isterinya. Demikian juga bagi
wanita yang ditinggal mati suaminya, apabila tidak sedang mengandung dapat
menikah lagi setelah seratus sepuluh hari dari tanggal kematian suaminya,
sedangkan apabila sedang mengandung harus setelah melahirkan (lahir hidup
atau mati) dan bayi sudah berumur seratus sepuluh hari.
4) Untuk cerai hidup, wanita yang tidak sedang mengandung dapat menikah lagi
setelah surat cerai sudah berlaku paling sedikit sembilan puluh hari, hal ini
berlaku juga bagi lakilaki.
Bagi wanita yang sedang mengandung harus setelah
melahirkan (lahir hidup atau mati) dan bayi sudah berumur seratus sepuluh hari.
Hal ini penting untuk menentukan garis keturunan ayah, juga mengingat tata
kesusilaan hidup.
5) Almarhum Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo memperkenankan pacaran
antara calon pengantin pria dan wanita, tetapi tidak mengharuskan.
Diperkenankan berpacaran karena memang ada manfaatnya, juga tidak
mengharuskan karena ada halhal
yang kurang baik. Waktu berpacaran dapat
digunakan untuk mencermati dan meneliti watak dan budi pekerti masingmasing,
dapat memupuk rasa cinta kasih sayang antara keduanya yang sangat
penting untuk hidup bersama di kemudian hari. Sedangkan hal yang kurang baik
yaitu sering terjadi perbuatan yang melanggar kesusilaan serta kalau tidak jadi
menikah akan merugikan keduaduanya
atau semuanya. Berpacaran
diperkenankan, selama duaduanya
mematuhi atau menjaga kesuciannya dan
orang tua ketat mengawasi/menjaganya, sebaiknya masa berpacaran jangan
kelamaan. Selain dari itu Rama Panutan juga memperkenankan kebiasaan yang
terjadi dimanapun sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perkawinan
yaitu pernikahan dan perceraian ini, juga tidak mendasarkan
keyakinan/kepercayaan agama apa saja. Misalnya: tukar cincin, ikut iuran untuk
biaya perkawinan, emas kawin, peningset, dan sebagainya. Tetapi jika ada caracara
yang berbeda yaitu hak yang sama antara pihak lakilaki
dan perempuan
dilanggar, itu tidak diperkenankan. Orang lakilaki
numpang hidup pihak
perempuan, pihak lakilaki
harus membayar harga beli dengan nilai tertentu, dan
lainlainnya
yang menggambarkan adanya salah satu pihak yang merasa
dipaksa yang tanpa memenuhi syarat tersebut perkawinan menjadi batal, hal
tersebut tidak menjadi perkenan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo. Rama
Panutan mengatakan bahwa hidup berumah tangga itu bukan kehendak salah
satu pihak tetapi kehendak dari kedua belah pihak (lakilaki
dan perempuan)
semuanya mensyaratkan emas kawin, pemberian dan harga beli yaitu Anggerangger
Sebelas. Meskipun demikian Beliau terpaksa memperkenankan, untuk
memuaskan kedua belah pihak, untuk mengadakan perjanjian sendiri sepanjang
hal itu tidak bertentangan dengan syarat rukun perkawinan. Perjanjian tersebut
perlu untuk mendekatkan keadaan lahiriah yang sangat berbeda.
6. Rama Panutan memperingatkan dan sangat menekankan serta memerintahkan
sampai ditulis dalam Surat Wasiyat Beliau, yaitu melarang adanya IJAB ROH, Ijab
Roh itu adalah pernikahan yang mana mempelai wanita sedang mengandung;
setelah pernikahan wanita tersebut tidak menjadi isteri mempelai pria karena yang
disahkan hanya roh bayi yang dikandung oleh wanita tadi, nantinya kalau bayinya
lahir mati atau hidup diakui sebagai anak mempelai pria. Pernikahan yang mana si
wanita sudah mengandung lebih dahulu sama artinya dengan mengijinkan
perbuatan zina yang sangat dikutuk dan dihukum lahir dan batin oleh Rama PranSoeh,
oleh karena itu menjadi peringatan baik bagi lakilaki
maupun wanita agar
jangan sampai melanggar Anggerangger
Sebelas Larangan nomor satu: berbuat
zina. Kalau akan berumahtangga
sedapat mungkin mencari pasangan orang yang
mempunyai keyakinan yang sama, kalau terpaksa tidak berhasil mendapatkan,
berbeda keyakinan juga diperkenankan tergantung tekad yang akan menjalani,
kalau berbeda keyakinan/agamanya agar tidak mengorbankan keyakinannya
perkawinannya agar diproses di Pengadilan Negeri. Yang penting untuk diingat dan
diperhatikan, kalau berumah tangga harus dengan orang yang percaya kepada
Tuhan Allah (Rama PranSoeh).
Kita semua menjadi warga negara Indonesia yang
berdasarkan Pancasila. Sila pertama menyebutkan KeTuhanan
Yang Maha Esa.
Kadang golongan harus percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa.
HAL UNTUK MENGINGATKAN:
Peraturan mengenai perkawinan yaitu pernikahan dan perceraian ini harus benarbenar
dipatuhi/dilaksanakan, jangan dilanggar, kalau melanggar berarti sama saja
dengan tidak setia dan taat kepada Rama PranSoeh
dan UtusanNya, sebaliknya
bila mematuhi dan melaksanakannya dengan baik berarti setia dan taat kepada
Rama PranSoeh
dan UtusanNya, yang membuat kita memperoleh ketenteraman
hidup lahir dan batin.
***A***
BAB XXXVI
PERATURAN MENGUASAI HARTA KEKAYAAN DAN PEMBAGIAN WARISAN
1. Kita harus mengingat peraturan atau pedoman hidup di dunia ini, jangan
meninggalkan, dan harus selalu ingat adanya, Anggerangger
Sebelas, kita
semua tidak boleh hanya mementingkan kebutuhan diri sendiri yang selalu ingin
enaknya saja, tetapi juga harus ingat tanggungjawab kita kepada orang lain.
Dalam Anggerangger
Sebelas sudah dijelaskan pada bagian kewajiban, yaitu
harus mencintai dan mengasihi orang tua, anak, keluarga, sesama, juga
diwajibkan untuk memiliki budi yang luhur, bersikap adil dan berbelas kasihan
serta dilarang berbudi nakal dan nista. Pada saat kita memperoleh rejeki yang
lumayan/banyak, bisa memiliki harta kekayaan/harta benda, harus memuji dan
bersyukur kepada Rama PranSoeh,
karena telah dianugerahi kehidupan yang
lumayan lebih baik dari orang lain, jangan kemudian malah lupa kepada yang
memberi anugerah, meskipun harta benda/ kekayaan tersebut memang hasil dari
kerja keras kita, karena rajin bekerja sampai bisa mencukupi semua kebutuhan
kita. Kita semua hanya harus selalu menyadari bahwa kita ini hanya digerakkan
dan ditentukan oleh kekuasaan Rama PranSoeh,
hanya sekedar menjalani,
meminjam/mengelola titipan semua yang kita miliki, termasuk juga hidup kita ini
sebenarnya hanya meminjam untuk kita kelola, bukan milik kita. Manusia hidup
di dunia ini dikuasai, diatur, dilindungi, diayomi oleh pemerintah; juga
memperoleh bantuan dan pengaruh dari orang tua, anak, keluarga, dan
masyarakat umum. Harta kekayaan kita tidak lepas dari penjagaan dan perlindungan
pemerintah/negara kita. Harta kekayaan kita ada yang berasal dari
pemberian orang tua, atau yang berasal dari hasil kerja kita bersamasama
dengan anak dan suami/isteri, keluarga, serta dengan tetangga kita. Untuk
memiliki harta kekayaan, jangan sampai bertindak yang kasar dan tidak benar
atau tidak baik, jangan sampai memperoleh kekayaan dengan cara bertindak
nakal dan nista, hal itu menjadi larangan dalam Anggerangger
Sebelas, jadi
harus berbuat yang benar dan dengan cara yang baik. Manusia hidup di dunia
ini, pada umumnya mengharapkan atau mencitacitakan
dapat hidup enak,
berkecukupan dan aman, tetapi kita hanya tergantung pada kehendak dan
pemberian Rama PranSoeh.
Meskipun demikian kita tidak boleh bersikap masa
bodoh, tetap harus berusaha semaksimal mungkin; mengenai kaya dan miskin
itu sudah menjadi nasib masingmasing
orang. Ada perkataan “siapa punya niat
akan bisa meraihnya”, itu memang benar, manusia mempunyai tujuan apa saja,
semua yang tersedia di muka bumi dan di bawah langit ini dapat digunakan atau
dimanfaatkan, sebagai contoh: membuat pesawat terbang, kapal laut, satelit,
komputer, robot, senjata nuklir dan sebagainya. Orang yang cerdas otaknya,
tinggi intelegensinya, terkadang malah lupa memikirkan dan memperhatikan
keadaan selain yang ada di dunia fana ini, yaitu alam halus (alam kubur dan
akherat) tidak pada berusaha untuk menyaksikan kenyataannya.
2. Di dalam Anggerangger
Sebelas, kita semua diwajibkan untuk rajin bekerja
untuk memenuhi kebutuhan harian kita dan kebutuhan sewaktuwaktu
kita,
seperti: biaya menyekolahkan anakanak
kita, pengeluaran untuk kepentingan
sosial/umum, biaya ke dokter atau rumah sakit sewaktu kita sakit, biaya
menikahkan anak kita, dan sebagainya.
Kita sudah diberi kemurahan oleh Tuhan Allah (Rama PranSoeh),
diberi
kewenangan untuk menguasai/memiliki kekayaan/harta benda, dengan
mengingat:
a. Untuk persembahan di Bale Suci, dengan landasan mengingat perintah
almarhum Rama Panutan.
b. Jangan merasa tidak ikhlas kalau negara/pemerintah mengambil
kekayaan/harta benda kita untuk kepentingan memperkuat negara sepanjang
dilakukan dengan cara yang adil.
c. Jangan sampai menggunakan kekayaan/harta benda kita untuk membuat
sengsara orang lain atau masyarakat, untuk bersenangsenang,
untuk
mengumbar hawa nafsu, itu namanya pemborosan, harus digunakan untuk
kesejahteraan masyarakat.
3. Banyak orang yang gila harta, siang malam yang dipikirkan hanya bagaimana
agar kekayaan/harta bendanya bertambah banyak, sampai lupa sama sekali
kepada yang memberi kekayaan tersebut, tidak memikirkan apa yang akan
terjadi di belakang hari kemudian pada saat ajal agar suksmanya dapat berada di
tempat yang benar (mati yang benar/sempurna). Bahkan banyak orang yang
berkelahi/bentrok memperebutkan harta warisan, ada yang sampai berperkara di
pengadilan, ada juga yang berkelahi sampai meninggal dunia. Untuk
mengingatkan kepada anak cucu kadang golongan agar jangan bertindak seperti
itu, Rama Panutan mengatakan:”Harta dunia itu hanya kecil sekali bila
dibandingkan dengan kasuksman atau hidup abadi!”. Selain itu, Rama Panutan
juga memberi perintah jangan sampai harta warisan orang tua menjadi
rebutan/pertengkaran, agar dapat dibagi sendiri secara adil dan beres/selesai,
yaitu tanpa diadili oleh pihak lain, dapat selesai dengan hati yang ikhlas
menerima, puas, dan samasama
dapat menerima hasil pembagiannya.
Sesungguhnya yang dimaksud adil itu bukan harta warisan itu dibagi sama
banyaknya, tetapi yang dimaksudkan adalah agar yang sudah kaya
(berkecukupan memiliki harta benda) itu mengingat/menyadari saudaranya yang
miskin/melarat agar diberi bagian yang lebih, tetapi bukan karena permintaan si
miskin melainkan dari hasil musyawarah/kesepakatan bersama, dengan hati
yang ikhlas/rela dan lega, tidak mempermasalahkan dalam hati sendiri (Jawa:
grundelan) di belakang hari kemudian.
4. Untuk mencegah/menjaga/mengatasi orang yang berwatak nakal dan nista,
terlalu besar keinginannya untuk menguasai harta warisan, hanya menuruti hawa
nafsu, angkara murkanya, dan agar teraturnya wewenang memiliki/menguasai
kekayaan/harta benda, juga agar dapat diselesaikannya pembagian harta
warisan dengan baik pada saat terjadi perceraian (cerai hidup atau cerai mati),
Rama Panutan memberikan nasehatnasehat
yang berarti menjadi peraturan
bagi kita semua, seperti yang dijelaskan berikut ini:
a. Mengenai kekayaan/harta benda ada yang dimiliki/diperoleh sesudah
menikah, ada juga yang diperoleh sebelum menikah baik dari pihak lakilaki
maupun wanita, sedangkan asal kekayaan tersebut ada yang berasal dari
hasil kerja sendiri dan ada pemberian dari orang tua. Harta kekayaan yang
dibawa oleh pihak lakilaki
(suami) dalam bahasa Jawa disebut “gono”,
sedangkan yang dibawa oleh pihak wanita (isteri) disebut “gini”. Harta
kekayaan yang diperoleh selama dalam/menjalani perikatan perkawinan,
entah itu diperoleh oleh isteri atau oleh suami atau oleh keduaduanya
disebut harta “gonogini”.
Harta gonogini
itu menjadi hak dan wewenangnya
dua orang yaitu suami dan isteri. Pemberian harta kekayaan yang diterima
salah satu (suami atau isteri) selama menjalani perikatan perkawinan, itu juga
merupakan harta gonogini,
kecuali pemberian itu memang khusus ditujukan
kepada salah satu (suami atau isteri).
b. Harta benda yang dibawa oleh pihak lakilaki
(gono) dan harta benda yang
dibawa oleh pihak wanita (gini) harus diingatingat
atau dicatat lebih baik lagi
kalau diminta saksisaksi
untuk menyaksikan harta benda tadi atau dibuat
perjanjian pranikah.
Selain dari itu apabila ada pernikahan yang mana salah
satu atau keduaduanya
sudah mempunyai anak (duda dan janda); selain
harta kekayaan bawaan suami atau isteri, harta kekayaan yang menjadi hak
dan wewenang anaknya juga harus diingatingat
dan dicatat, lebih baik lagi
kalau diskaksikan oleh yang berwenang. Demikian juga perjanjianperjanjian
yang diperkenankan dalam peraturan perkawinan mengenai harta kekayaan
sebelum pelaksanaan perkawinan (perjanjian pranikah).
Perjanjianperjanjian
dan pencatatan harta kekayaan yang disaksikan oleh yang
berwenang tersebut perlu dibuat agar apabila perkawinan dapat berlangsung
hingga ajal menjemput dapat digunakan sebagai dasar untuk pembagian
harta warisan.
c. Harta kekayaan bawaan suami (gono) dan harta kekayaan bawaan isteri (gini)
disatukan (dilebur menjadi satu) apabila dari perkawinan tersebut melahirkan
anak (mempunyai keturunan), atau meskipun belum mempunyai anak
(keturunan) tetapi umur perkawinan sudah mencapai paling sedikit tiga tahun.
Demikian juga perjanjian mengenai harta kekayaan batal/dibatalkan/dianggap
tidak ada, apabila dari perkawinan tersebut melahirkan anak (mempunyai
keturunan), atau meskipun belum mempunyai anak (keturunan) tetapi umur
perkawinan sudah mencapai paling sedikit tiga tahun. Selanjutnya harta
kekayaan yang sudah disatukan tersebut menjadi hak/milik berdua (suami
dan isteri) serta anakanak
mereka.
d. Harta kekayaan yang menjadi hak wewenang anak bawaan salah satu atau
keduaduanya
tidak boleh dijadikan satu (dilebur menjadi satu) dengan harta
kekayaan milik suami dan isteri yang bersangkutan. Anak bawaan isteri
menjadi anak tiri dari suami, sedangkan anak bawaan suami menjadi anak tiri
dari isteri.
e. Harta kekayaan yang diperoleh setelah perkawinan (gonogini)
menjadi hak
wewenang berdua (suami dan isteri) serta anakanaknya.
f. Mengenai hak dan wewenang memiliki harta kekayaan antara lakilaki
dan
wanita (bapakibu)
serta anakanak
mereka, tidak membedakan lakilaki
dan
perempuan, anak bungsu dan anak sulung hak wewenangnya sama.
g. Begitu juga hak anak yang masih dalam kandungan sama dengan hak
saudarasaudara
lainnya.
h. Anak angkat yang syah juga memiliki hak yang sama dengan anakanak
kandung mereka sendiri. Sedangkan cara mengangkat anak harus dengan
caracara
yang diatur oleh peraturan perundangundangan
sehingga syah
secara hukum dan sedapat mungkin mendapat persetujuan dari anakanak
mereka.
i. Anak tiri tidak boleh mencampuri juga tidak mempunyai hak wewenang atas
harta kekayaan orang tua tirinya (bapak tiri atau ibu tiri), meskipun demikian
orang tua (bapak tiri atau ibu tiri) diwajibkan mencintai dan ingat pada anak
tirinya bahkan sedapat mungkin disahkan menjadi anak angkat yang
selanjutnya mempunyai hak wewenang yang sama dengan anak
kandungnya.
j. Hak wewenang tiaptiap
anak atas harta kekayaan orang tuanya yang dibagibagi
yaitu setengah bagian hak wewenang ayah atau setengah bagian hak
wewenang ibunya.
k. Kalau ada orang yang menikah tidak mempunyai anak, padahal umur
perkawinannya belum genap tiga tahun kemudian bercerai yaitu cerai hidup,
maka harta kekayaan bawaan masingmasing
kembali lagi yaitu gono kembali
kepada suami dan gini kembali kepada isteri. Bila ada harta kekayaan yang
hilang atau berkurang nilainya apalagi rusak, harus diganti oleh kedua belah
pihak dengan pembagian yang sama. Sedangkan harta gonogini
yaitu harta
kekayaan yang diperoleh selama masa perikatan perkawinan dibagi dua
sama. Jika ada perjanjian mengenai harta kekayaan antara pihak lakilaki
dan
wanita, karena tidak batal/tetap berlaku, maka harus dipatuhi.
l. Kalau ada orang yang menikah dan umur perkawinannya sudah genap tiga
tahun atau lebih, kemudian bercerai (cerai hidup), kalau tidak memiliki anak,
maka semua harta kekayaan mereka baik bawaan maupun gonogini
dibagi
dua sama antara pihak lakilaki
(suami) dan pihak wanita (isteri), sedangkan
kalau memiliki anak, maka anaknya juga memperoleh bagian. Pembagian
untuk suami dan isteri sama banyaknya, sedangkan untuk setiap anaknya
adalah sama dengan setengah bagian bapaknya atau setengah bagian
ibunya.
m. Kalau ada orang yang menikah, yang mana salah satu meninggal dunia
(cerai mati), padahal mereka belum mempunyai anak dan usia perkawinan
belum genap tiga tahun, maka harta gono (bawaan lakilaki)
kembali kepada
pihak lakilaki
dan harta gini (bawaan wanita) kembali kepada pihak wanita,
sedangkan harta gonogini
dibagi dua sama diterimakan kepada yang masih
hidup, sedangkan harta kekayaan untuk pihak yang meninggal dunia
diserahkan kepada orang tuanya atau ahli warisnya.
n. Kalau ada suami isteri, yang mana salah satu dari mereka meninggal dunia
(cerai mati), lakilaki
atau wanita, padahal mereka sudah mempunyai anak
dan usia perkawinan mereka sudah genap tiga tahun, maka semua harta
kekayaannya dibagi untuk yang masih hidup, yang meninggal dunia dan
untuk anakanak
mereka dengan perbandingan menurut hak wewenangnya
(untuk suami setengah bagian, isteri setengah bagian dan anakanak
setengah bagian dari bagian suami atau isteri). Sedangkan bagian untuk yang
meninggal dunia diberikan dan dibagi sama rata untuk semua anakanaknya
(anak bawaan maupun anak dari hasil perkawinan
tersebut). Sedangkan
untuk orang tua/ahli waris yang meninggal dunia sebagai tanda cinta kasih
yang terakhir adalah setengah dari bagian seorang anak dan bagian dari
yang masih hidup (suami/isteri).
o. Kalau ada suami isteri yang duaduanya
meninggal dunia bersamaan,
pembagian harta kekayaan/warisannya yang berhak membagi dan menerima
bagian warisan juga anakanaknya
dan orang tuanya/ahli waris dari yang
meninggal dunia dengan hak wewenang seperti yang telah dijelaskan di atas.
Yang perlu diperhatikan
mengenai suamiisteri
yang meninggal dunia
bersamaan adalah mempunyai anak/keturunan atau tidak, usia perkawinan
sudah genap tiga tahun atau belum, mempunyai anak bawaan dan anak
angkat atau tidak; Itu semua untuk keperluan pembagian harta gono, gini dan
gonogini,
harta kekayaan sudah dipersatukan (dilebur) atau belum,
pembagian pertama, kedua dan seterusnya
agar dapat membuat puas
semuanya.
p. Harta kekayaan yang dibagi karena ditinggal mati (cerai mati), atau harta
kekayaan yang diwariskan, yaitu harta kekayaan setelah dikurangi biayabiaya
untuk mengurus jenazah, sejak waktu meninggalnya hingga tiga ratus
tiga puluh hari setelah saat itu. Jadi jangan sampai biayabiaya
untuk
mengurus jenazah dibebankan/menggunakan bagian harta kekayaan hak
wewenang yang meninggal dunia, karena selain tidak etis, kalau demikian
halnya, apabila yang meninggal dunia tidak memperoleh bagian, dapat terjadi
pengurusan jenazahnya tidak dilaksanakan. Harus selalu diingat bahwa
pengurusan jenazah orang mati itu menjadi tanggungan/kewajiban
suami/isterinya, anakcucunya,
ayahibunya,
dan ahli warisnya.
q. Pada prinsipnya, pembagian harta warisan itu setelah selesainya peringatan,
sembahyangan ruwat yang terakhir, yaitu setelah tiga ratus tiga puluh hari
setelah meninggalnya yang bersangkutan. Tetapi sebenarnya kalau sampai
kelamaan seperti itu, dikhawatirkan adanya harta warisan yang berkurang,
hilang dan sebagainya yang dapat menimbulkan kecurigaan dan lainlainnya
yang mengakibatkan keruwetan di belakang hari kemudian. Sebaliknya kalau
terlalu dekat dengan hari kematiannya, juga tidak etis dan dirasa memalukan;
Oleh karena itu, kecuali ada halhal
yang sangat penting, pembagian harta
warisan orang yang meninggal dunia ditetapkan setelah seratus sepuluh hari
sejak saat meninggalnya orang tersebut, sebab waktu seratus sepuluh hari
tersebut dipandang sudah cukup untuk mengurus harta warisan juga cukup
untuk mengurus kebutuhan orang yang meninggal dunia.
r. Tentu saja pelaksanaan pembagian harta kekayaan/warisan setelah semua
kewajiban/utangnya dilunasi terlebih dahulu, kalau belum dilunasi harus
diperjanjikan dahulu siapa yang akan melunasi kewajiban/utang orang yang
meninggal dunia tersebut, tentu saja bagian warisannya dilebihkan dari yang
lain. Kalau orang tua yang meninggal dunia mempunyai utang, padahal harta
kekayaan/warisannya tidak cukup untuk melunasi utangnya, padahal ada
tanda bukti yang sah, maka anakanaknya
berkewajiban untuk melunasi
hutangnya, hal itu penting untuk meluhurkan dan menjaga nama baik orang
tuanya, juga sebagai tanda bakti dan cintakasih
kepada orang tuanya.
s. Orang yang bercerai dan sudah mempunyai anak, padahal harta
kekayaannya sudah dibagi sekalian, anakanak
nya juga sudah menerima
bagiannya sekalian, orang tua (ayah dan ibu) harus tetap bertanggungjawab
atas anakanaknya,
karena yang dicerai itu pasangannya (suami/isterinya)
bukan anakanaknya,
anakanak
tetap menjadi anaknya selamalamanya.
5. Rama Panutan memberikan nasehatnasehat
mengenai pembagian harta
warisan itu khusus hanya ditujukan untuk/kepada kadanggolongan/
muridmuridNya.
Kita semua tahu bahwa dalam satu keluarga itu mungkin tidak semua
menjadi murid Rama Panutan. Jadi sangat mungkin terjadi bahwa kita membagi
harta warisan kepada anakanak
yang tidak satu keyakinan atau kepada sanak
saudara yang berbeda kepercayaannya. Mengenai hal ini, Rama Panutan
memberi nasehatnasehat
tambahan sebagai berikut:
a. Kalau kita (muridmurid
Rama Panutan) membagi harta warisan kepada
anakanak
kita semua, meskipun ada anak yang berbeda keyakinannya,
harta kekayaan kita (gonogini),
hasil dari bekerja dan berusaha selama kita
terikat dalam perkawinan, sedangkan anak, dari cinta kasih orang tua
kepada anak, termasuk juga anak yang masih dalam kandungan saja
menerima pembagian yang sama. Harta kekayaan kita dapat kepada siapa
saja yang kita pandang perlu untuk kita berikan, meskipun kepada orang lain
sekalipun, dengan hati yang ikhlas memberikan harta kekayaan kita.
Kadanggolongan
kita kalau membagi hak wewenangnya kepada anak yang
berbeda keyakinannya, tidak berarti memaksakan keyakinannya kepada
anakanaknya.
Yang penting orang tua harus bertindak adil, kedudukan
sebagai orang tua tidak boleh membedabekakan
anak atau pilih kasih.
b. Kadanggolongan
yang bersama dengan saudaranya yang berbeda
keyakinan akan membagi harta warisan orang tuanya wajib dibicarakan dan
dimusyawarahkan
dengan baikbaik,
ingatlah bahwa kalian bersaudara,
tidak boleh membedabedakan
keyakinan. Contoh yang terjadi sudah banyak
bahwa pembagian harta warisan menimbulkan putusnya tali persaudaraan,
ada yang sampai lupa akan adanya hubungan saudara, tega atas kematian
saudaranya. Semua kadanggolongan
tidak boleh serakah, tidak bertindak
adil, bertindak nakal dan nista, lebihlebih
sampai memulai memunculkan
persoalan yang mengakibatkan pertentangan antar saudara. Kita harus
mengendalikan nafsu serakah kita, tidak boleh bernafsu menguasai harta
warisan orang tua, artinya tidak menginginkan harta itu untuk diri kita sendiri,
semua saran kita agar dapat diterima dan disetujui oleh semua saudara kita.
Apabila kesepakatan dari musyawarah tersebut tidak dapat dicapai/tidak
menemukan titik temu, sebaiknya masalah tersebut diserahkan kepada
pemerintah/pengadilan agar diatur yang seadiladilnya.
Hendaknya selalu
diingat: sedapat mungkin jangan sampai berperkara mengenai harta warisan,
karena selain memalukan juga akan merenggangkan hubungan
persaudaraan kita. Yang menang dan yang kalah belum tentu memperoleh
ketenteraman hidup dari harta warisan tersebut.
6. Untuk mencegah berbagai macam kejadian yang dapat mengakibatkan anak
cucu, dan saudarasaudar
kita bermusuhan, berkelahi dan berperkara mengenai
pembagian harta warisan, sebaiknya orang tua ketika masih hidup membagi
harta warisan terlebih dahulu atau meninggalkan surat wasiyat yang menjelaskan
mengenai pembagian harta warisan kepada semua anakanaknya;
Hal itupun
tidak menjamin dapat terlaksananya pembagian harta warisan dengan baik,
sebab dapat saja terjadi ada seorang anak yang jelek wataknya, serakah,
menginginkan memperoleh bagian harta warisan yang paling banyak kemudian
merusak atau membakar surat wasiyat tersebut. Harus ingat contoh yang
diberikan oleh Rama Panutan, sebelum wafat Beliau sudah membagi harta
warisanNya kepada anakanakNya
7. Pada saat ada orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta
kekayaan yang mana tidak ada yang berhak atas harta kekayaannya tersebut,
karena tidak punya keturunan, orang tua dan saudarasaudaranya
serta ahli
waris lainnya semua sudah tidak ada, setelah diumumkan selama lima tahun
oleh pemerintah, ternyata tidak ada yang menyatakan diri sebagai ahli warisnya,
maka harta kekayaan tersebut menjadi hak wewenang sebagai berikut:
a. Sepertiga bagian menjadi hak wewenang orang yang mengurus harta
kekayaan tadi.
b. Sepertiga sebagai persembahan di kotak persembahan Bale Suci.
c. Sepertiga menjadi hak wewenang pemerintah.
Pelaksanaan pembagian harta kekayaan tersebut agar berjalan dengan baik dan
adil diserahkan kepada pemerintah.
***A***
BAB XXXVII
PERINTAHPERINTAH
DARI RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO
KEPADA PRIBADI MURIDMURIDNYA
DAN UMUM YANG DITUJUKAN
UNTUK KADANG GOLONGAN/PARA MURIDNYA
1. KEPADA PRIBADI MURIDMURIDNYA
a. Sdr. Martaradana, Ngleri, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, demikian:
“Sepeninggal Saya, kalau pada rindu kepada Saya, lama tidak bertemu
Saya, fotoKu yang besar memegang bunga dan mengenakan keris, yang
diambil di rumahmu Ngleri, ditangisi, mohon bertemu hidupnya foto”.
b. Sdr. Poedjosoewito, Jeruk, Kepek, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta,
demikian:

Kalau pada gelap hatinya, bertapalah seperti pada zaman Nabi Musa,
sembahyang menghadap ke arah timur laut (di luar rumah), memandang/
menatap bintang yang paling besar, kepalanya agak miring ke kiri,
sembari menyampaikan permohonan: Rama PranSoeh,
Saya mohon
sinar terang Paduka Rama PranSoeh
(saya mohon diberikan sinar
terang Paduka Rama PranSoeh)”.

Nak Poedjo, di sebelah barat sumurmu sudah saya gunakan untuk
petak (bermeditasi), dapat digunakan sebagai syarat bagi yang kurang
Utusan dan membutuhkan ketenteraman.”

Nak Poedjo, jika di dunia ini ada nak Poedjo dua, agama bisa jadi.”
c. Sdr. Martosoewito, Semanu, Wonosari, Gunungkidul, Yogya karta.
Ketika Rama Panutan sedang berada di Semanu dan menginap
di rumah Sdr. Martosoewito, pagipagi,
dari bangun tidur Beliau
pergi ke dapur kemudian duduk di depan pintu keluar yang
menghadap ke timur tepat di depan kolam, setelah melihat di
sebelah utara kolam, kemudian berkata:”Nak Marto, itu lho di
sebelah utara kolam, jika dibuat sumur dangkal sekali, tujuh
meter saja sudah keluar airnya.”
d. Sdr. Martosoeyitno, Ngleri, Playen, Wonosari, Gunung kidul,
Yogyakarta, demikian:
“Nak Yitna, kalau ada pancabaya atau huruhara,
harus ingat
kepada RPS. Satrosoewignyo, serta mengucapkan "Pancabaya"
bunyinya demikian:”Pancabaya
saka wetan, tinulak bali mangetan,
tunggangane sapi rutih, kalungana kalacakra,
rajah iman slamet, slamet saka karsane
Rama PranSoeh,
Rama PranSoeh
sesembahan kawula, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignyo Panutan kawula.” (Terjemahannya kurang lebih demikian: Lima bahaya
datang dari timur ditolak kembali ke timur, mengendarai sapi putih, kalungkan kalacakra,
rajah iman selamat, selamat karena kehendak Rama PranSoeh,
Rama PranSoeh
sesembahan saya, Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo, Panutan saya)
Ketika mengucapkan Pancabaya
menghadap ke timur, kemudian menghadap ke
selatan, ke barat, ke utara, ke atas dan ke bawah. Mengucapkan kalimat Pancabaya
tersebut cukup sekali saja menghadap ke timur seperti tersebut di atas.
e. Sdr. R. Hardjosoedarmo, Batang, Sleman, Yogyakarta, demikian:

Kalau menanam tembakau, mulai bulan Juni tanggal 15 sampai dengan
27; Kalau menanam padi di musim ketiga mulai bulan Mei tanggal 15
sampai dengan 27.”

Indikator nabi itu banyak, yang menjadi Utusan Tuhan Allah tidak
banyak, indikator Utusan Tuhan Allah itu mempunyai mukjizat dan
membawa Ilmu Tiga Perangkat. Meskipun indikator ada yaitu mempunyai
mukjizat seperti halnya Nabi Sulaeman yang dapat berbicara dengan
hewan atau binatang, tetapi tidak membawa Ilmu Tiga Perangkat, pasti
tidak dapat menimbulkan agama; Kalau wali yaitu Sunan Kalijaga, punya
mukjizat Minyak Jayeng Katon, tetapi tidak membawa Ilmu Tiga
Perangkat, maka tidak menimbulkan agama, hanya meneruskan agama
Islam.”
f. Sdr. Sudadya, Semanu, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, demikian:
“Kalau berhubungan badan/sexual dengan isteri, jangan dilakukan di siang
hari. Hal ini akan melemahkan anak keturunan dalam hal fisik maupun
batinnya.”
g. Sdr. R. Suromujono, Penamping, Kl. Gowongan, Kc. Jethis, Yogyakarta,
demikian:

Jangan takut kepada bangsa jin, setan, makhluk halus, sebab ratunya
sudah Saya kalahkan!”

Kalau masuk ke Astana Waja: pertama, bersembahyang, kedua, tangan
kanan menapak lantai, kemudian pantat baru duduk.”
2. PERINTAH KEPADA SEMUA MURIDNYA, demikian:
1) Tidak boleh menjadi rentenir atau meminjamkan uang dengan memungut
bunga.
2) Tidak boleh menjadi kusir kereta kuda (andong) dan atau kusir kereta sapi
(gerobak)
3) Tidak boleh memelihara babi dan bebek
4) Tidak boleh makan sambil berjalan
5) Tidak boleh difoto tertawa atau kelihatan giginya
6) Tidak boleh tertawa terbahakbahak
7) Tidak boleh minum menggunakan tangan kiri, kecuali orang kidal.
8) Tidak boleh berprofesi sebagai jagal/penyembelih binatang.
9) Tidak boleh mempunyai pekareman
10) Tidak boleh memelihara jenggot
11) Kalau bisa membangun rumah, meskipun rumah gedung, harus
menggunakan tiang ada yang dari bahan kayu
12) Pintu masuk kamar tidur harus ada simbol A dengan tujuh buah panah yang
mengarah pada simbol A tersebut, seperti gambar di bawah ini:
13) Kalau akan naik ke tempat tidur, harus pantatnya terlebih dahulu yang duduk
di tempat tidur, tidak boleh kakinya lebih dulu yang naik, karena tempat tidur
adalah tempat bersemedi (bersembahyang).
14) Mulai hari Selasa Kliwon sampai dengan Jum’at Pon, agar melaksanakan
puasa mutih (makan makanan yang tanpa garam).
15) Kalau memberi nama kepada anak, dengan pedoman huruf Jawa, jangan
dimulai dengan huruf Ma, Ka, Ta, Ba, Ra, Na. Huruf yang paling depan dan
paling belakang dijumlah dan dibagi tiga harus sisa satu atau dua.
Contohnya: Amrinta.
Ha = 1
Ta = 7
Jumlahnya delapan dibagi tiga sama dengan dua sisa dua.
Huruf Jawa jumlahnya ada dua puluh, yaitu:
huruf jawa2
16) Jangan membuat sakit hati dan atau dendam kepada sesama kadang
golongan, lebih lebih sampai mengeluarkan air mata.
17) Kalau akan membangun rumah harus berpuasa sehari semalam tidak
makan, tidak minum dan tidak tidur; Contohnya: misalnya akan memulai
membangun rumah pada hari Rabu Pahing, maka mulai hari Selasa Legi
sampai dengan hari Rabu Pahing pagi (jadi malam Rabu Pahing penuh)
tidak makan, tidak minum dan tidak tidur, Hari Rabu Pahing pagi sudah boleh
makan dan minum serta tidur.
18) Tidak boleh pada menjual IlmuKu (Ilmu milik atau yang dibawa oleh Rama
Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo).
19) Besok, sepeninggal saya, yang akan meneruskan tugastugasKu
(terjemahan dari lelakonKu) adalah anakku Wenang.
20) Besok, sepeninggal Saya, Bale Suci Muntilan menjadi pusatnya dunia. Di
kirikanan
Bale Suci banyak gedung dan jalan yang lebar.
21) Untuk syarat bagi kadanggolongan
di Gunungkidul yaitu mengelilingi,
memutari lapangan Wonosari dari Timur Laut (pojok timur laut) ke arah kiri.
22) Sepeninggal Saya, jangan pada menyembah gambar/foto atau batu nisan,
yaitu foto dan batu nisan Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo.
23) Sepeninggal saya fotoKu/gambarKu (wujudKu) jangan dibuat arca/patung.
24) Kalau bertapa brata untuk kepentingan anak lakilaki
itu dilakukan oleh
ibunya, sedangkan untuk anak perempuan oleh ayahnya. Kalau bertapa
brata baik untuk kepentingan anak lakilaki
maupun perempuan itu akan
lebih bayak terkabulnya kalau dilakukan oleh ibunya.
25) Ketika Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo berkunjung ke desa
Logantung, Semin, Gunungkidul, di rumah Bapak Mentajiwa yaitu ayah dari
Ny. Hadisubrata dan Ny. Martabudiyana, Beliau mengatakan sebagai berikut:

Kalau mengalami sakit telinga mendadak, obatnya bunga Turi merah
digiling, kemudian diperas dan airnya diteteskan pada telinga yang sakit.

Kalau mengalami sakit perut mendadak, obatnya kacang Bengle yang
besar, diparut diberi garam secukupnya kemudian diminum, atau
tembakau yang tumbuh di teras rumah diremasremas
dan diusapkan
pada perut yang sakit, atau minyak tanah yang berada pada lampu
minyak yang menyala dioleskoleskan
pada perut yang sakit, atau kunyit
dikunyah sebagian ditelan dan sebagian diusapusapkan
pada perut
yang sakit.”

Untuk sakit panas obatnya kulit jagung dari tiga buah jagung dan padi
tiga ikat diairi dengan pancuran air sungai kemudian direbus, sebagian
air rebusan diminum dan sebagian lainnya di usapusapkan
pada tubuh.”
26) “Jangan melupakan adat Jawanya, bapak tidak boleh menyumpahi
anaknya, pegawai harus mencintai pangkatnya, petani agar mencintai
tanahnya, di Sendang Logantung ini, airnya adalah air kehidupan, dapat
digunakan sebagai obat.”
27) Orang yang sudah sakit parah, hingga tiba saat menjelang ajalnya, sudah
lama sakit tetapi susah meninggalnya, kemudian didoakan, selesai berdoa,
telapak kakinya didorong (dibengkokkan ke atas) dan ditarik (dibengkokkan
ke bawah), tujuh kali. Kalau permohonannya dikabulkan, kalau memang
masih diberi kesempatan hidup, akan segera sembuh dari sakitnya, tetapi
kalau memang sudah tiba ajalnya akan segera meninggal dunia. Agar lebih
jelas, saya beri penjelasan sebagai berikut: orang yang sakit tadi ditidurkan
dengan posisi kepala berada di sebelah utara, kedua kakinya diluruskan dan
saling didekatkan satu sama lain, kita bersembahyang di dekat kakinya
menghadap ke utara, dengan permohonan:”Rama PranSoeh,
saya mohon
agar si X (nama orang yang sakit), kalau masih akan diberi sehat, agar
segera disembuhkan dari segala penyakitnya, sedangkan bila sudah tidak
akan diberi sehat, agar segera diambil/ diakhiri hidupnya, saya kasihan
karena penderitaan yang ditanggung karena sakit sudah terlalu lama.” Kaki
orang yang sakit tersebut (telapak kaki kiri dipegang dengan tangan kanan,
sedangkan telapak kaki kanan dipegang dengan tangan kiri, kemudian kedua
telapak kaki tersebut didorong (dibengkokkan ke atas) dan ditarik
(dibengkokkan ke bawah) sebanyak tujuh kali yaitu ke atas tujuh kali dan ke
bawah tujuh kali.
PERINTAH/SABDA RAMA RESI PRANSOEH
SASTROSOEWIGNJO DIKUTIP DARI
SURAT WASIYAT
1. Tuhan Allah mengirim Utusan kepada umat diberi Ilmu Tiga Perangkat, 1. Cahaya
Allah; 2.
Utusan Allah; 3. Wajah sama tetap musuhnya Allah itu salah, yang punya musuh itu
Adam
yaitu umat (kalau memohon untuk bertemu nyawa masingmasing
kan tidak bertemu
nyawa Utusan, yaitu Wahyu Sejatining Kakung/Putri), itu tidak dapat dekat/berani
dengan
Tuhan Allah, Tuhan Allah tidak memiliki musuh.
2. Ijab Roh itu juga tidak diperkenankan, hukumnya kalau ingin menjadi manusia lagi
harus
dapat mencapai katam yang jelas. Perkawinan yang mana mempelai wanitanya sudah
hamil duluan, itu namanya perbuatan zina (melanggara Anggerangger
Sebelas Bagian
Larangan nomor satu).
3. PranSoeh
tidak memiliki wakil, yang dapat diwakili itu adalah Resi PranSoeh.
Kalau
dapat diwakili, wakilnya kemudian mempunyai pilihan, kalau yang mengenai akan
mempunyai keunggulankeunggulan
dan disembahsembah
karena menjadi makhluk/umat
yang paling tinggi derajatnya pasti sanggup, kalau diwakilkan seperti yang Saya alami
ini
kan pasti tidak sanggup.
4. Jenazah orang mati tidak boleh ditumpuk serta batu nisan tidak boleh dirusak.
5. Makam ayah dan ibu, agar disediakan waktu untuk dikunjungi meski hanya setahun
sekali,
agar selalu diingat bahwa manusia yang sudah bisa pulang itu hanya menyisakan angin
tiga tunggal, serta aji/senjata yang suaranya “thiyutthiyut”
tiga kali masih digunakan.
6. Jika sedang bersemedi tidak diperkenankan menyentuh/memegang yang tengah,
harus
menyentuh/memegang tempat yang suci berada di sebelah kiri. Barangsiapa dan siapa
saja yang masih menyentuh/memegang yang tengah, pertanda belum katam yang
jelas.
Selesai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tanggal 1 Agustus 2012, jam
02:22
WITA.
***A***
0
Balasan
5 komentar:
Isbandi 26 November 2011 19.01
Kepada para kadang golongan (muridmurid)
Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo dimanapun
berada, saya umumkan sebagai berikut:
1. Telah berdiri Yayasan Umat PranSoeh,
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM
RI nomor: C1708.
HT.01.02 Tahun 2007 dengan alama: Kantor Pusat Jl. Tentara Pelajar no. 47,
Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, kode pos 55813. Dengan Pengurus sbb:
Ketua
: Supardi Y.
Sekretaris:
Purnomosidi
Bendahara
: Karyono
Rekening BRI Cabang Wonosari, nomor: 015301005742501
a.n. Supardi Y.
2. Telah berdiri pula Paguyuban Umat PranSoeh,
berdasarkan Akte Notaris Rina Anekke Suci
Rachmawaty, SH, M.Kn dan terdaftar di Panitera Pengadilan Negeri Wonosari tgl 12 Maret
2007,
nomor: 12/ABH/LSM/III/PN.Wns. Penanggungjawab Paguyuban: Supardi Y.
Alamat: Jl. Tentara Pelajar 47, Wonosari, Gunungkidul, DIY.
3. Maksud dan tujuan didirikannya yayasan dan paguyuban tersebut adalah untuk melestarikan
Ngelmu Kasuksman Telung Prangkat dan ajaranajaran
yang dibawa oleh Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo serta untuk menghimpun dan memelihara Umat PranSoeh
agar selalu setia dan
patuh menjalankan PerintahNya sehingga dapat hidup dengan karakter/kepribadian yang suci,
jujur,
benar, penuh cinta kasih yang dapat menyumbang terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur,
tatatititentrem
kerta raharja.
4. Untuk dapat menjalankan kedua organisasi kemasyarakatan tersebut tentu diperlukan biaya
yang
tidak kecil, oleh karena itu saya menghimbau dan mengharapkan kepada kadang golongan
agar mau
menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk menyumbangkan dana dan disetor pada
rekening
sebagaimana disebutkan pada angka 1. di atas. Atas perhatian dan partisipasi para kadang
golongan, saya dan seluruh pengurus dan penanggungjawab mengucapkan terima kasih.
Salam
PranSoeh!
Rama PranSoeh
memberkati anda semua!
Balas
Anggraeni 2 September 2016 23.31
Saya ucapkan kepada allah karna atas kehendaknya melalui Dana Ghaib KI WARA saya
sekarang sudah bisa bisa buka toko sendiri dan bahkan saya berencara ingin buka bengkel
mobil dan itu semua berkat bantuan KI WARA saya tidak perna menyanka kalau saya
sudah bisa sukses ini atas bantuan KI WARA yang telah bantu saya Dana Ghaib dan
alhamdulillah itu semuaya terbukti bahkan beliau juga membantu saya minyak penarik
kepada saya dan katanya minyak ini bisa digunakan untuk berbagai jenis keperluan dan
baru kali ini saya temukan paranormal yang bisa dipercaya bagi teman teman yang ingin
dibantu untuk dikasi nomor yang benar benar terbukti siapa tau ada teman mau di bantu
dana ghaib dan kepengen ingin membeli minyak penarik silahkan hubungi KI WARA di
085242894584.DANA GHAIB KI WARA
Balas
Isbandi 26 November 2011 20.33
Diumumkan kepada para kadang golongan dimanapun berada bahwa Paguyuban Umat
PranSoeh
akan menyelenggarakan perayaan peringatan peristiwa Rama Resi PranSoeh
Sastrosoewignjo
menerima Wahyu yang pertama Wahyu Sejatining Putri (13 Sura tahun 1819) yang akan
diadakan
pada tanggal 12 Sura 1940 atau tgl 8 Desember 2011 malam bertempat di Jalan Tentara
Pelajar no.
47 Wonosari, Gunungkidul, DIY.
Dengan acara sbb:
1. Pembukaan dari Ketua Panitia Penyelenggara
2. Sambutansambutan,
a.l. oleh Bp. Jangkung Sujarwadi, tokoh masyarakat, dsb
3. Melaksanakan syarat untuk keselamatan kita selama tahun 2012: Puji Langgeng yang
dinyanyikan
dg iringan gamelan dilanjutkan dengan sembahyang bersama.
4. Pagelaran wayang kulit semalam suntuk dg lakon Gatot Kaca Suci.
Bagi para kadang golongan yang ingin mengikuti pelaksanaan syarat utk keselamatan tahun
2012
dimohon hadir di tempat perayaan pada jam 19:00 WIB tgl 8 Des. 2011.
Panitia Penyelenggara tidak mengenakan biaya apapun bagi peserta, tetapi bagi kadang
golongan
yang ingin menyumbang untuk ikut serta meringankan beban biaya penyelenggaraan, dapat
dikirim
ke rek. 01530100574251
(BRI Cab. Wonosari, a.n. Supardi Y) atau diserahkan langsung kepada
panitia di tempat penyelenggaraan.
Atas perhatian dan partisipasi para Kadang Golongan, kami, Panitia Penyelenggaran
mengucapkan
terima kasih. Salam PranSoeh!
Balas
Isbandi 3 Desember 2011 18.36
Bagi para kadang golongan yang ingin mengetahui informasi tentang Yayasan Umat PranSoeh
dan
Paguyuban Umat PranSoeh
lebih rinci lagi dapat langsung menghubungi ketua dan
penanggungjawab yaitu Bp. Supardi Y, nomor HP: 087839438563
Balas
Isbandi 4 Desember 2011 04.01
ralat nomor rekening, yang benar: 015301005742501
Balas
Beranda
Lihat versi web
Keluar
Beri tahu saya
Masukkan komentar Anda...
Beri komentar sebagai: Djoko S (Google)
Publikasikan Pratinjau
Silahkan tulis komentar anda
Pujosoewito
Yogyakarta, DIY, Indonesia
Saya sudah tidak ada. Profil ini dibuat oleh anak cucu yang sayang dan ingin meneruskan
pengetahuan tentang ajaran PranSoeh.
Semoga bermanfaat bagi mereka yang menginginkannya.
Segala sumbang saran, pertanyaan dan lain2 dapat anda alamatkan ke email:
pakde.pujo@gmail.com
Lihat profil lengkapku
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai