Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

RESPON PENGHAYAT SAPTA DARMA TERHADAP REGULASI

PEMERINTAH TERHADAP ALIRAN KEPERCAYAAN

A. Biografi Singkat Tentang Narasumber Penghayat Aliran Sapta Darma

Penulis akan menguraikan terlebih dahulu beberapa profil terkait dengan

narasumber yang menjadi bagian dari objek penelitian. Penulis akan menjelaskan

gambaran singkat tentang kapan dan alasan narasumber menjadi penghayat aliran

Sapta Darma. Narasumber tersebut diantaranya adalah:

1. Narasumber I (Bapak Warjo)

Narasumber yang pertama bernama Warjo, ia lahir di Brebes pada

tanggal 30 Juni 1985. Nama ayahnya adalah Sawad. Masa kecil keluarga

warjo dibebaskan untuk melakukan ibadah agama apapun yang diyakini.

Sejak kecil warjo melakukan kegiatan-kegiatan ibadah sebagai muslim,

seperti mengaji, sholat lima waktu dan kegiatan lain yang dilakukan di

Langgar1 yang sekarang menjadi Masjid di dekat rumahnya. Seiring waktu,

sewaktu ia menjadi anak-anak yang belum menempuh pendidikan, ia selalu

memperhatikan ibadah ayahnya yang melakukan sujud menghadap ke Timur.

Padahal, ia selalu melakukan ibadah sholat ke Masjid. Saat ia sudah tumbuh

besar, Warjo memberanikan diri bertanya kepada ayahnya tentang rasa

penasaran atas perbedaan sholat yang dilakukannya itu. “ Pak, kok bapak

1
Dalam masyarakat langgar atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Mushola, yaitu tempat
ibadah untuk umat muslim yang berukuran relatif kecil dari Masjid. Selain untuk beribadah, langgar
juga bisa difungsikan sebagai tempat untuk mengajar mengaji.

81
82

sujud ngadep ngetan? Tapi anak-anake sholat kok olih?”. Tanya Warjo. “ ya

ora papa, kan pada-pada nyembahe Allah”. 2 Jawab ayahnya. Sehingga pada

akhirnya warjo mengungkapkan kepada ayahnya bahwa ia ingin belajar Sapta

Darma. Ayahnya juga memberikan pernyataan bahwa siapa saja boleh

mempelajari Sapta Darma dan tidak ada paksaan, dengan begitu warjo sendiri

yang mempertimbangkan keputusan tersebut.3

Setelah itu Warjo masuk dan mulai melakukan sujud Sapta Darma

sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 5. Pada awalnya ia masih

melakukan sholat dan setelahnya dia melakukan sujud Sapta Darma. Hingga

akhirnya ia memutuskan untuk tetap meneruskan sujud dikarenakan ia

menemukan ketentraman, ia mengaku lebih tenteram dan lebih bisa

mengontrol emosinya. Sejak saat itu, ia mulai aktif melakukan sujud di

Sanggar Sapta Darma di desanya. Cerita tentang keluarga Warjo yang menjadi

bagian Sapta Darma, Warjo mengatakan bahwa ceritanya bermula dari

ayahnya yang Jatuh Sakit. Ayahnya yang bernama Sawad mengungkapkan

nazar4 bahwa siapa pun yang bisa menyembuhkan penyakitnya dia akan

mengikuti pegangan atau pedoman yang dianut, dan pada saat itu yang

menyembuhkan penyakit ayah warjo adalah penghayat Sapta Darma.

2
Artinya: Bapak, kenapa bapak melakukan sujud menghadap ke timur? tetapi anak-anaknya
melakukan sholat kenapa boleh?.
3
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
4
Nazar adalah sebuah janji seseorang untuk melaksanakan sesuatu jika tujuan yang diinginkan
tercapai.
83

2. Narasumber II (Bapak Maryanto)

Maryanto lahir di Jakarta pada tanggal 28 Juli 1959. Merupakan

Tuntunan Sapta Darma Provinsi Jakarta. Maryanto lahir dan dibesarkan di

Jakarta, tetapi ia tetap memiliki keturunan Jawa dari orang tuanya yang

berasal dari Cilacap Jawa Tengah. Maryanto lahir dari orang tua seorang

penghayat Sapta Darma. Maryanto juga menjadi bagian Sapta Darma

mengikuti keyakinan orang tuanya, tetapi orang tuanya tidak memaksa apapun

keyakinan yang dipilih. Dari keempat saudara maryanto, ada juga yang

memeluk Islam. Sejak kecil ia selalu mengikuti ibadah yang dilakukan orang

tuanya, seperti jika orang tuanya sujud ia pun ikut melakukan sujud, namun ia

mengaku saat kecil belum mendalami, hanya sekadar mengikuti orang tuanya

saja. Setelah ia tumbuh besar, orang tuanya memberi pengertian tentang apa

itu Sapta Darma, apa maksud dan tujuannya serta apa keuntungan dan

faedahnya. Maryanto mulai aktif mendalami Sapta Darma sejak ia duduk di

bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan semakin memahami saat di

bangku SMA (Sekolah Menengah Atas). Ia hanya meneruskan keyakinan

yang ia dapat dari orang tuanya dan mendalaminya sampai sekarang.5

3. Narasumber III ( Kurdiyanto)

Kurdiyanto dilahirkan di Ciamis Jawa Barat pada tanggal 6 Februari

1965. Ia merupakan ketua Persada Provinsi Jakarta. Sosok yang lahir dari

orang tua yang beragama Islam. Kurdiyanto sendiri mengaku bahwa

5
Wawancara langsung dengan Bapak Maryanto Tuntunan Sapta Darma Provinsi DKI di
Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
84

sebelumnya ia beragama Islam, tetapi katanya dibilang Islam ia mengaku

tidak melaksanakan sholat, ia memiliki kepercayaan Kejawen. Ia masuk atau

menjadi penghayat Sapta Darma sejak Tahun 2010. Dahulu ia pernah

mengikuti Syekh Siti Jenar dan mengikuti perjalanan. Menurutnya mana yang

memiliki ajaran benar dia ikuti. Kurdiyanto menjelaskan ia menjajahi semua

itu adalah dalam rangka mencari Tuhan. Dahulu, ia memiliki pemahaman

bahwa orang yang berilmu adalah orang yang dekat dengan Tuhan Nya, ia

mengungkapkan bahwa pemikiran yang demikian itu sebenarnya dalam Sapta

Darma adalah salah, justru yang demikian itu menurutnya adalah yang jauh

dengan Tuhan Nya. Seluruh ilmu itu terdapat dalam pribadi kita masing-

masing. Semakin banyak pengetahuan, maka semakin merasa bodoh. Jadi,

dalam Sapta Darma, sepanjang manusia menjalani kehidupan, maka akan

selalu belajar terus.6

Kurdiyanto masuk Sapta Darma bahwa ada ketentraman yang ia

rasakan dan temukan di Sapta Darma yang selama ini dia cari. Kurdiyanto

mengatakan bahwa jika ia meminta permohonan maka akan langsung kepada

Yang Maha Kuasa, dan ketika berdoa tidak akan keliru, maksudnya Tuhan

Yang Maha Kuasa akan memahami apa yang dia minta. Dia merasa apa yang

dia ucapkan sampai kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena jika dia berdoa

menggunakan bahasa yang ia pahami (contoh: Jawa), tanpa harus

menggunakan Bahasa Arab (Doa yang ia lakukan saat menjadi Muslim) atau

6
Wawancara langsung dengan Bapak Kurdiyanto Ketua Persada Provinsi DKI di Sanggar
Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
85

bahasa lain yang tidak dia pahami. Sebelumnya Kurdiyanto selalu merasa

tidak yakin dengan doa yang dilakukan. Ada masalah apapun ia mengadu

langsung kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal yang demikian merupakan

ketentraman yang ia rasakan sehingga dia memutuskan untuk menjadi

penghayat Sapta Darma. Walaupun pada dasarnya berdoa dalam Sapta Darma

tidak hanya menggunakan bahasa Jawa, karena Sapta Darma bukan

kepercayaan yang hanya dimiliki orang Jawa.

4. Narasumber IV (Galih Sekti Adjie)

Galih Sekti Adjie ia lahir pada tanggal 11 Mei 1998 di Kesumadadi

Provinsi Lampung. Ia lahir dan dibesarkan dari orang tua yang menjadi

penghayat Sapta Darma. Oleh karena itu, ia juga mengikuti keyakinan orang

tua nya dan meneruskan menjadi penghayat Sapta Darma. Sebenarnya tidak

ada paksaan harus menjadi penghayat Sapta Darma, orang tua nya

membebaskan keyakinan apapun yang akan dipilih anak-anaknya. Saat ini ia

merantau dan tinggal di Sanggar Candi Busono Ganefo Sekretariat Persatuan

Warga Sapta Darma ( PERSADA DKI JAKARTA) tepatnya di Tanjung Priok

Jakarta Utara.7

B. Problem Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan Sapta Darma

Sebagai kelompok minoritas, penghayat Sapta Darma, sering kali

menghadapi masalah dalam layanan publik. Seperti permasalahan penolakan

pembangunan sanggar, masalah pelayanan pemakaman, dan lain-lain. Penulis

7
Wawancara langsung dengan Galih Sekti Adjie di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada
Tanggal 30 November 2019.
86

mengategorikan beberapa permasalahan yang dihadapi Penghayat Sapta Darma

sebagai berikut:

1. Pelayanan Administrasi Kependudukan

Masalah administrasi yang paling khas dan dihadapi Penghayat

Kepercayaan adalah identitas agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Permasalahan layanan administrasi kependudukan kelompok Penghayat

Kepercayaan dalam hal ini fokus kepada Penghayat Sapta Darma dapat

diklasifikasikan menjadi dua macam, 1). yakni Penghayat yang kolom agama

nya dikosongi atau diisi tanda strip (-), dan 2). Penghayat yang kolom agama

nya diisi dengan agama yang diakui di Indonesia seperti: Islam, Kristen,

Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu.

Dalam survey tentang identitas agama yang dilakukan oleh Lembaga

Studi Sosial dan Agama (eLSA) di wilayah Brebes Jawa Tengah Tahun 2015,

terdapat beberapa penghayat Sapta Darma yang menuliskan identitas Islam di

kolom agama dan ada juga yang diisi dengan tanda strip (-). Beberapa alasan

yang diungkapkan oleh Penghayat Sapta Darma adalah adanya kesalahan

pada pemerintahan desa yang dengan sepihak menuliskan identitas Islam di

kolom KTP. Mereka berulang kali sudah melakukan perbaikan, akan tetapi

tidak membuahkan hasil. Sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk

dibiarkan diisi dengan Islam. Ada juga penghayat yang memang tidak

mempermasalahkan identitas agamanya di KTP, namun mereka tetap

menjalankan keyakinannya sebagai Penghayat Sapta Darma. Kemudian, ada


87

juga penghayat Sapta Darma yang baru melakukan proses konversi dari Islam

dan belum mengurus KTP.8

Penghayat Sapta Darma yang penulis wawancarai juga ada yang

dengan terbuka memperlihatkan KTP dan ada juga yang tidak

memperlihatkan dengan alasan tidak dibawa dan sedang untuk mengurus

sesuatu. Kurdiyanto yang masuk Sapta Darma Tahun 2010 lalu, kolom agama

di KTP masih diisi dengan “ Agama: Islam”. Dia belum mengurus kembali

dan mengganti KTP yang terbaru. Menurutnya hal demikian pada dasarnya

bukan suatu masalah baik terkait layanan pemerintah maupun keyakinannya.

Ia yang mengaku satu-satunya penghayat Sapta Darma di lingkungannya,

tidak mendapati masalah-masalah yang merugikan dirinya. Walaupun kolom

agama di KTP masih diisi “Islam”, masyarakat paham bahwa kurdiyanto

adalah penghayat Sapta Darma.9

Sementara itu, Galih Sekti Adjie yang merupakan remaja asal lampung

mengatakan bahwa di daerah yang ia tinggali pencatatan kolom agama di KTP

tidak dikosongkan, ia sendiri untuk kolom agama di KTP diisi dengan

“Islam”. Ia mengungkapkan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(Disdukcapil) tidak memperbolehkan jikalau kolom agama di KTP

dikosongkan. Oleh karena itu, mayoritas penghayat Sapta Darma di daerah

tersebut masih banyak yang kolom agama di KTP diisi dengan Islam. Galih

juga mengatakan tidak hanya di KTP yang agama diisi dengan Islam, semua
8
Dikutip dari: https://elsaonline.com/identitas-agama-akta-kelahiran-dan-surat-nikah-problem-
penghayat-dalam-soal-administrasi-kependudukan/ Pada Tanggal 16 Desember 2019.
9
Wawancara langsung dengan Bapak Kurdiyanto Ketua Persada Provinsi DKI di Sanggar
Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
88

catatan yang menyangkut dengan kolom agama maka diisi dengan Islam

(Contoh: KK (Kartu Keluarga)).10

Sedangkan menurut Warjo, sebenarnya dari dulu KTP dikosongkan itu

sudah bisa. Hanya saja, kurangnya sosialisasi dari pemerintah yang membuat

masyarakat tidak paham tentang kebijakan yang undang-undang yang sudah

diberikan. Warjo mengatakan “kadang-kadang ada masalah dulu, baru nanti

undang-undang diterapkan”. Ketika ada masalah dia baru paham sebenarnya

undang-undang No 23 Tahun 2006 itu sudah bisa melayani penghayat. Akan

tetapi, karena setiap daerah itu berbeda-beda, dan dikarenakan kurangnya

sosialisasi dari pihak pemerintah sendiri, banyak penghayat yang memilih

mengosongkan kolom agama dan tidak sedikit juga yang diisi dengan Islam.

Warjo sendiri setelah paham adanya undang-undang yang

membolehkan kolom agama di KTP dikosongi, ia mengajukan KTP yang

kedua, KTP pertama yang dia miliki masih diisi dengan Islam itu pun dari

pihak kecamatan yang mengisi agama Islam. Pengajuan KTP yang kedua

warjo sudah meminta untuk kolom agama dikosongi, namun pada praktiknya

ternyata tetap diisi dengan Islam. Menurutnya tidak masalah jika harus diisi

dengan Islam, yang terpenting masyarakat sudah memahami bahwa dia adalah

Penghayat Sapta Darma. Warjo sendiri menambahkan semua kembali kepada

daerah masing-masing, peraturannya sudah ada tinggal mereka akan

mengubah atau tidak. Karena di Bali sendiri ia mengatakan mayoritas

10
Wawancara langsung dengan Galih Sekti Adjie di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada
Tanggal 30 November 2019.
89

Penghayat Sapta Darma masih memiliki KTP dengan kolom agama diisi

dengan Hindu. Namun untuk di daerah Brebes sendiri karena banyak

bermasalah lebih baik jika secepatnya bisa dirubah.11

Rahayu salah seorang penghayat kepercayaan Sapta Darma, asal Desa

Petunjungan Kecamatan Bulakamba mengaku kesulitan saat akan mengurus

administrasi agar pada kolom agama penghayat dicantumkan di E-KTP.

“Sudah berkali-kali datang ke kantor Dinas Kependudukan Catatan Sipil


(Disdukcapil) di sini, tetapi tetap saja belum bisa. Padahal, keputusan MK
sudah jelas memperbolehkan pengisian kolom agama penghayat kepercayaan
di E-KTP,” ucap Rahayu.12
Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan tentang kolom agama

yang dikosongi pada dasarnya menimbulkan stigma. Menurut Warjo,

pengosongan kolom agama di KTP menimbulkan polemik untuk para

penghayat kepercayaan khususnya Sapta Darma. Fenomena kosongnya kolom

agama di KTP menurut Warjo menjadikan para penghayat mendapat sikap

negatif dari masyarakat seperti dicap sebagai Ateis, dan tidak jarang yang

menganggap sesat. Padahal jika merujuk pada Undang-Undang No. 23 Tahun

2006 Pasal 61 dan 64, sudah dijelaskan bahwa bagi penghayat kepercayaan

kolom agama tidak diisi atau dikosongi tetapi tetap dicatat dan dilayani hak-

hak sipilnya. Walaupun demikian para penghayat tetap mendapat masalah-

masalah dari masyarakat yang membuat mereka merasa tidak nyaman.13

11
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
12
Dikutip dari: https://kumparan.com/panturapost/urus-pemakaman-dan-e-ktp-masih-jadi-
kendala-bagi-penghayat-kepercayaan-1qwXRjqwAWt Pada Tanggal 17 Desember 2019.
13
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
90

Maryanto juga mengungkapkan dengan kosongnya kolom agama di

KTP merupakan salah satu kendala, hal itu menjadikan mereka dianggap

seperti tidak memiliki keyakinan, dan tidak memiliki Tuhan. Mereka merasa

disisihkan sebagai warga negara, padahal pada dasarnya di mata hukum

mereka semua memiliki hak-hak yang sama. Tuntutan yang diajukan oleh

aliran Sapta Darma, adalah mereka ingin diakui bahwa mereka itu ber -

Ketuhanan dan mereka tidak ingin dibedakan dengan semua agama yang

sama-sama memiliki Tuhan.14

2. Pelayanan Perkawinan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Bab

I, Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah sah, apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”.

Sedangkan pada Ayat (2) menyebutkan: “Tiap-tiap perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Kalimat “hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”

merupakan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan

agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan dalam

undang-undang ini. Dalam hal ini jelas bahwa kata “kepercayaan” yang

dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan tersebut merujuk pada kata

“kepercayaan” yang ada pada Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945, yang

berarti Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian,

14
Wawancara langsung dengan Bapak Maryanto Tuntunan Sapta Darma Provinsi DKI di
Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
91

maka sesungguhnya Kelompok Penghayat Kepercayaan berhak melakukan

perkawinan dengan tata cara nya sendiri.15

Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan. Para Penghayat Kepercayaan khususnya Sapta

Darma bisa melakukan perkawinan dengan tatacara nya sendiri. Kemudian

dilayani oleh pemerintah dan mendapatkan akta dari Kantor Administrasi

Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Perkawinan penghayat dilakukan di

hadapan pemuka Penghayat Kepercayaan. Dengan merujuk pada peraturan

perundang-undangan tersebut, warga masyarakat Penghayat Kepercayaan

khususnya Sapta Darma dapat melaksanakan perkawinan dengan baik dan

lancar. Meskipun demikian, pelaksanaan perkawinan masih mengalami

kendala di masyarakat. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh Damin

Penghayat Sapta Darma.

Damin adalah warga masyarakat Desa Swaduh, Kecamatan Trangkil,

Kabupaten Pati yang melaksanakan perkawinan menurut tatacara

Kepercayaan Sapta Darma. Pada saat itu, petugas Kantor Pencatatan Sipil

Kabupaten Pati tidak mau mencatat atau menolaknya karena merasa tidak ada

aturannya. Akhirnya, ia tidak melaksanakan pencatatan melalui Kantor

Catatan Sipil, melainkan perkawinan dan pencatatan nikah melalui KUA

setempat.16

15
Sulaiman, Problem Pelayanan Terhadap Kelompok Penghayat Kepercayaan Di Pati,
JawaTengah, (Jurnal SMaRT Studi Masyarakat, Religi dan Tradisi Volume 04 No. 02 Desember
2018), h. 214.
16
Sulaiman, Problem Pelayanan Terhadap Kelompok Penghayat Kepercayaan .., h. 215.
92

Dalam hal pelayanan perkawinan, masih banyak petugas di lapangan

yang belum mengetahui peraturan yang mengatur tentang perkawinan

penghayat kepercayaan. Seperti kasus lain yang terjadi di Indramayu, pada

Tahun 2011, pernikahan penghayat Sapta Darma tidak bisa dilaksanakan

secara ketentuan Sapta Darma. Akhirnya, pernikahan tersebut terpaksa

dilakukan dengan tata cara salah satu agama resmi.17

“Dulu, sekitar tahun 1984 juga sudah ada, kalau tidak salah namanya pak
sukamto, itu sudah nikah secara Sapta Darma, dan di catat di Disdukcapil,
dan bisa dikatakan relatif mudah. Tapi setelah reformasi muncul isu-isu
aliran sesat baru kesininya nemuin beberapa masalah. Karena banyaknya
organisasi yang belum terkontrol oleh pemerintah, makanya terjadi gesekan-
gesekan sosial. Yang lebih menyakitkan itu, ketika warga Sapta Darma yang
mau mengawinkan anaknya, padahal anaknya itu sudah diserahkan
sepenuhnya mau nikah secara Islam ngikut suaminya ya silahkan, tapi orang
tuanya tidak boleh jadi wali. Padahal orang tua nya masih hidup, tapi malah
memakai wali hakim. Bagi saya, itu sudah termasuk pelecehan,” ucap
Warjo.18
Warjo sendiri merupakan penghayat Sapta Darma yang sudah dua kali

menikahkan seseorang secara Sapta Darma. Ketika kakak dari Warjo akan

menikahkan anaknya dia juga ditanya apakah anak kakaknya tersebut akan

dinikahkan secara Islam atau Sapta Darma. Warjo mengatakan ada beberapa

kelebihan dan kekurangan, di sisi lain jika menikahkan secara Sapta Darma

mungkin keluarga nya kurang berkenan, hal tersebut harus di diskusikan

dengan kedua belah pihak. Karena pada dasarnya perkawinan itu menyatukan

17
Herman Hendrik , Permasalahan Dalam Pelayanan Kepada Penghayat
KepercayaanTerhadap Tuhan Yang Maha Esa, (Jurnal Inovasi Vol. 16 No. 1, Mei 2019), h. 42
18
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
93

dua keluarga. Kelebihan nya di dalam Sapta Darma tidak ada istilah tidak

boleh mewakilkan pernikahan, apapun agama orang tuanya boleh mewakilkan

dan tanda tangan di surat pernikahan Sapta Darma. Akan tetapi, jika menikah

secara Islam dia mengatakan “kang, sampean masih hidup tapi ora bisa dadi

wali nikah. Anak sampean kan perempuan, wes akeh kejadian sing kaya gitu,

ya nek sampean ikhlas ya silahkan”.19

Dalam hal ini terkait pelayanan pernikahan untuk Sapta Darma masih

perlunya pemahaman atau sosialisasi yang dilakukan di masyarakat. Hal

tersebut bagi Warjo merupakan pelecehan dan penghinaan, bukan terhadap

keyakinan nya tetapi lebih kepada sikap individunya. Tidak

mempertimbangkan bagaimana dampak ke depannya, sehingga hal tersebut

yang akhirnya menjadikan image buruk terhadap Islam sendiri.

3. Pelayanan Pendidikan

Layanan pendidikan juga merupakan salah satu permasalahan yang

harus dihadapi penghayat Sapta Darma. Sebelum adanya peraturan terkait

dengan pendidikan aliran kepercayaan, peserta didik penghayat kepercayaan

khususnya Sapta Darma harus mengikuti salah satu jenis pendidikan agama di

sekolah, seperti Islam.

Kasus masalah pendidikan pernah dialami oleh Yudi, seorang

penghayat Sapta Darma dan sebagai bapak yang sudah memiliki anak.

Sewaktu ia sekolah, ia harus merasakan perilaku diskriminasi yang memaksa

19
Artinya: kak, kamu masih hidup tapi tidak bisa menjadi wali nikah. Anak kamu kan
perempuan, sudah banyak kejadian yang kaya gitu, kalau kamu ikhlas ya silahkan.
94

dirinya harus berbohong dengan mengikuti pelajaran-pelajaran agama lain.

Perilaku diskriminasi tersebut semakin dirasakan saat Yudi memiliki anak.

Sebelum adanya aturan Kemendikbud soal pelajaran agama bagi penghayat

kepercayaan turun, dia merasa bingung anaknya akan belajar agama apa di

sekolah. Dia tidak ingin jika harus menuntut anaknya berbohong dengan

mengikuti pelajaran agama lain. Kasus tersebut juga dirasakan oleh Naen

Soeryono, ketua presidium Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa Indonesia (MLKI) Pusat. Sebagai keluarga yang menganut

kepercayaan Sapta Darma, dia merasakan diskriminasi tersebut dan juga

ketika anaknya mengenyam pendidikan sekolah. Putri Naen harus

bersembunyi selama dua jam agar tidak perlu mengikuti pelajaran agama yang

tidak dianut nya.20

Dalam praktik di lapangan, setelah turunnya keputusan Permendikbud

No 27 Tahun 2016, tidak langsung menunjuk guru sebagai PNS (Pegawai

Negeri Sipil) yang membidangi penghayat Kepercayaan. Namun, Warjo

mengungkapkan hal tersebut dapat dimaklumi, karena kebutuhan setiap

daerah itu berbeda-beda dan penghayat kepercayaan di setiap daerah tidak

hanya satu. Akan tetapi, warjo mengatakan bahwa guru yang mengajar untuk

penghayat kepercayaan khususnya Sapta Darma yang di daerah tidak

mendapatkan bayaran, ia merasa kasihan karena mereka memiliki tanggungan

keluarga tetapi mereka tetap mengajar dengan sukarela walaupun jarak yang

20
Dikutip dari https://pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20171109/282531543679308
PadaTanggal 17 Desember 2019.
95

ditempuh cukup jauh. “si penyuluh nya itu mobile, karena memang beda-beda

kecamatan, kadang di kumpulin juga di satu titik tengah, atau misal bisa

dilakukan di sekolah ya dilakukan disitu” urai nya.21

Untuk di daerah Jakarta menurut Kurdiyanto khususnya di lingkungan

yang ia tinggali, ada tenaga pendidiknya akan tetapi belum ada peserta yang

akan di didik. Satu-satunya peserta didik Sapta Darma hanya anak dia sendiri,

“ ya kalau anak saya doang kan nanggung yah, soalnya cuman satu, gurunya

sih ada anak didiknya aja yang belum ada, entah memang belum siap

menerima pelajaran Sapta Darma” ungkapnya. Yang merepotkan menurut

Kurdiyanto adalah ketika anaknya tidak tau agama yang dipelajari, dari SD

(Sekolah Dasar) sampai SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) anaknya harus

sekuat tenaga dan berpikir lebih untuk menerima pelajaran agama Islam.22

Maryanto menambahkan, dulu sewaktu ia sekolah juga masih mengikuti

pelajaran agama lain seperti Islam. Menurutnya sepintar-pintar si anak

didiknya saja untuk menerima pelajaran selain pelajaran khususnya Sapta

Darma.23

Galih salah seorang remaja Sapta Darma yang baru lulus sekolah

tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) mengaku bahwa ia juga sebelumnya

harus mengikuti pelajaran Islam. Akan tetapi setelah adanya Permendikbud, di

kampungnya yang di Lampung Tengah, sudah ada pelajaran untuk Sapta


21
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
22
Wawancara langsung dengan Bapak Kurdiyanto Ketua Persada Provinsi DKI di Sanggar
Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
23
Wawancara langsung dengan Bapak Maryanto Tuntunan Sapta Darma Provinsi DKI di
Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
96

Darma. Kebetulan ibunya juga merupakan pendidik yang mengajarkan Sapta

Darma ke peserta didiknya. “Kalau di kampung saya sih per materi khusus

Sapta Darma untuk SD sampai SMP digabung jadi satu kelas, misalnya 3

sekolahan muridnya dikumpulin dan dijadikan di satu kelas atau kadang juga

bisa dikumpulin di rumah siapa. Kalau SMA itu ada sendiri kelasnya. Untuk

jadwalnya tidak ditentukan pas jam pelajaran, misalnya hari minggu ya berarti

belajar di hari itu, baru nanti hasilnya di serahkan ke masing-masing sekolah

untuk nilai pelajaran kepercayaan,” ungkapnya.24

4. Pembangunan Sanggar

Masalah lain yang dihadapi penghayat Sapta Darma adalah terkait

dengan pembangunan Sanggar. Kasus pertama, pada tanggal 10 November

2015, Sanggar Sapta Darma di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dibakar

sekelompok massa. Tempat ibadah penganut Penghayat Sapta Darma di

Dukuh Blando, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, dibakar saat sedang

dalam proses pembangunan candi yang diberi nama Candi Busono. Sebelum

dibakar, pengelola Sanggar Sapta Darma mengaku di intimidasi pelaku.

Mereka ditekan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Umat

Islam (FUI) Desa Plawangan supaya menghentikan renovasi pembangunan

sanggar. Aparat pemerintah tidak mampu memberikan perlindungan, bahkan

kepala desa dan camat meminta agar renovasi sanggar dihentikan. Padahal,

pembangunan telah mendapat izin Kepala Kesbangpol Kabupaten Rembang.25


24
Wawancara langsung dengan Galih Sekti Adjie di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada
Tanggal 30 November 2019.
25
Choirul Anam, Muhammad Felani, dkk,. Upaya Negara Menjamin Hak-Hak Kelompok
Minoritas di Indonesia (Sebuah Laporan Awal), (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
97

“Saya ditekan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Umat


Islam (FUI) Desa Plawangan, supaya menghentikan renovasi pembangunan
sanggar. Mereka menyodorkan surat pernyataan, tapi saya menolak karena
saya sudah sesuai dengan undang-undang,” kata Sutrisno Ketua Persatuan
Sapta Darma (Persada) Kabupaten Rembang. 26

Kasus kedua, aksi pengrusakan terhadap salah satu sanggar milik

penghayat Sapta Darma di Dukuh Pereng Kembang Balecatur, Gamping,

Sleman, Yogyakarta. Aksi tersebut lagi-lagi dilakukan oleh massa Front

Pembela Islam (FPI) Yogyakarta pada hari Sabtu 11 Oktober 2008. Dampak

dari aksi yang dilakukan oleh massa FPI itu mengakibatkan warga Sapta

Darma sempat mengalami trauma. Menyikapi aksi tersebut Persada Pusat

sudah melayangkan surat ke pemerintah melalui Direktorat Penghayat

Kepercayaan. Isi surat tersebut ialah meminta perlindungan hukum.27

Kasus ketiga juga dialami oleh Galih Sekti, “Dulu sih waktu saya di

kampung, ketika mau melakukan pembangunan sanggar kurang diterima

masyarakat sekitar dengan alasan takut membawa dampak negatif, sampai

warga di kampung manggil polisi dikira Sapta Darma ini musyrik,” urai nya.

Namun, ia mengatakan jikalau sekarang sudah tidak dipermasalahkan

kembali. Karena masyarakat sudah memahami bahwa keyakinan yang ia anut

sama dengan agama yang lainnya bukan ajaran yang menduakan Tuhan.28

Republik Indonesia, 2016), h. 66.


26
Dikutip dari: https://elsaonline.com/sanggar-sapta-darma-rembang-dihentikan-paksa/ Pada
Tanggal 17 Desember 2019.
27
Artikel ini diakses dari Kompas.com dengan judul "Sapta Darma Bukan Aliran Sesat",
https://nasional.kompas.com/read/2008/10/14/20390080/sapta.darma.bukan.aliran.sesat?page=all Pada
Tanggal 17 Desember 2019.
28
Wawancara langsung dengan Galih Sekti Adjie di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada
Tanggal 30 November 2019.
98

5. Pelayanan Pemakaman

Permasalahan lain yang sering dialami oleh Penghayat Sapta Darma

adalah dalam hal pelayanan pemakaman. Persoalan penolakan pemakaman

penghayat Sapta Darma masih sering terjadi di berbagai wilayah.

Penolakan pemakaman terjadi karena jasadnya ditolak dimakamkan oleh

warga di tempat pemakaman umum. Banyak warga yang beragama islam, dan

terkadang  ada juga pemerintah desa setempat menganggap makam desa

adalah milik makam muslim, sehingga orang yang tidak beragama dinilai

tidak berhak untuk dimakamkan.

Pada wilayah Kabupaten Pati, pernah terjadi kasus pemakaman warga

Penghayat Kepercayaan yang ditolak oleh masyarakat. Hal ini terjadi pada

keluarga Muri di Dukuh Tlogowiru, Desa Tegalharjo, Kecamatan Trangkil,

Pati. Ayah Muri yang bernama Marto Mardin meninggal dan ditolak

pemakamannya. Dia meninggal dunia pada tanggal 3 November 2012,

sementara ibunya yang bernama Dasilah meninggal satu tahun sebelumnya.29

Kasus tersebut menimbulkan ketegangan antara pihak keluarga

penghayat dan masyarakat desa, sehingga melibatkan banyak pihak, antara

lain pejabat desa (lurah), modin30, tokoh-tokoh agama Islam, tokoh-tokoh

Penghayat Kepercayaan, bahkan pejabat Koramil dan Polsek Kecamatan

Trangkil. Pada satu sisi, masyarakat berpandangan bahwa orang yang bukan

Islam tidak boleh dimakamkan di tempat pemakaman itu. Tetapi di sisi lain,
29
Nazar Nurdin, Potret “Suram” Kematian Penghayat Sapta Darma, (Diakses dari :
https://www.academia.edu/ ) Pada Tanggal 17 Desember 2019.
30
Secara administratif seorang modin disebut dengan istilah Kaur Kesra (Kepala Urusan
Kesejahteraan Rakyat).
99

kelompok Penghayat Kepercayaan merasa dijamin oleh peraturan perundang-

undangan, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan

dan Pariwisata Nomor 43 dan Nomor 41 Tahun 2009, Pasal 8 Ayat (1) dan

(2), yang berbunyi: “Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia

dimakamkan di tempat pemakaman umum”.31

Atas dasar kejadian tersebut, mereka mengadakan musyawarah yang

dipimpin oleh Kepala Desa Tegalharjo, Kecamatan Trangkil. Dengan

musyawarah tersebut disepakati bahwa jenazah almarhum dapat dimakamkan

di tempat pemakaman tersebut manakala keluarga almarhum membuat “surat

pernyataan” di depan pejabat desa dan tokoh-tokoh agama serta tokoh-tokoh

masyarakat bahwa almarhum beragama Islam. Hal ini disebabkan bahwa

tempat pemakaman tersebut merupakan tanah wakaf. Dengan pernyataan

tersebut, jenazah almarhum dapat dimakamkan di tempat pemakaman itu

sesuai dengan tatacara ajaran Islam.

Kasus-kasus penolakan jenazah penghayat Sapta Darma juga banyak

di temukan di daerah Brebes Jawa Tengah. Catatan Pemerintah Kabupaten

(PEMKAB) Brebes, pada tahun 2017 ada sekitar 200 orang yang menganut

aliran kepercayaan Sapta Darma di Brebes. Mereka tersebar di beberapa

kecamatan yakni di Larangan, Tanjung, Losari, dan Kecamatan Brebes.

Kasus-kasus tersebut diwarnai dengan kasus penolakan jenazah sampai kasus

pembongkaran makam. Warga melarang penghayat Sapta Darma

memakamkan keluarganya di tempat pemakaman umum (TPU) desa

31
Sulaiman, Problem Pelayanan Terhadap Kelompok Penghayat Kepercayaan .., h. 213.
100

setempat. Dikarenakan kasus penolakan terus terjadi, sehingga tidak sedikit

penghayat kepercayaan ini yang akhirnya memakamkan keluarga mereka di

tanah pekarangan.32

“Kejadian yang pernah dialami penghayat Sapta Darma saya ingatnya sih
sekitar Tahun 2007 itu di Dukuh Kalenpandan, Desa Pamulihan, Kec
Larangan. Terus di Desa Cikandang Kec Kersana Tahun 2010, kemudian di
Desa Siandong Kec Larangan bulan Desember 2014, terus juga ada lagi yang
terbaru di Jepara itu sekitar Tahun 2016 atau 2017, cuman saya tidak terlalu
hafal nama dan alamat lengkapnya,” ucap Warjo.
Sementara itu, di Desa Sikancil, Kecamatan Larangan, Brebes pada

Tahun 2011 kasus penolakan jenazah tersebut diwarnai dengan kasus

pembongkaran makam. Makam penghayat Sapta Darma yang dibongkar di

tempat pemakaman umum dilakukan oleh masyarakat setempat yang tidak

ingin ada jasad penghayat dimakamkan di tempat pemakaman yang mayoritas

berisi makam umat Islam. Para penghayat akhirnya diminta untuk membuat

pemakaman sendiri. 33

Kasus semacam ini membawa akibat buruk tetapi juga ada dampak

baik kepada Penghayat Kepercayaan, khususnya Penghayat Kepercayaan

Sapta Darma. Warjo mengatakan banyak penghayat yang menyatakan keluar

dan aktif menjalankan agama Islam, tetapi ada juga warga yang berfikir dan

akhirnya masuk Sapta Darma. Namun, bagi keluarga Warjo sendiri hal

32
Dikutip dari: https://www.murianews.com/2017/12/04/132626/penganut-sapta-darma-ditolak-
dimakamkan-di-tpu-pemkab-brebes-ambil-sikap.html Pada Tanggal 17 Desember 2019.
33
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
101

tersebut dianggap biasa saja, karena perjalanan Wahyu ajaran memang ada

ujian untuk maju ke depan.

C. Respon Aliran Sapta Darma Terhadap Regulasi Pemerintah Terhadap

Aliran Kepercayaan

Aliran kepercayaan dalam sejarahnya seringkali mengalami diskriminasi

dari kaum mayoritas karena dianggap sesat. Diskriminasi ini mengakibatkan

timbulnya perlawanan untuk mendapatkan kesetaraan. Diskriminasi dalam buku

“Menjadi Indonesia Tanpa Diskriminasi” diartikan sebagai berikut: Diskriminasi

adalah prasangka atau perilaku yang membedakan seseorang hanya karena ia

berasal dari sebuah identitas sosial (agama, etnis, ras, gender, orientasi seksual).

Hanya karena identitas sosialnya berbeda, ia dipandang atau diperlakukan lebih

buruk. Misalnya, ia dilarang atau tidak diberikan perlindungan hukum atau hak

hukum yang sama dibandingkan warga negara lain yang berasal dari identitas

sosial berbeda.34

Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia

Indonesia dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1

Ayat (3) tentang Hak Asasi Manusia yang isinya: “ Diskriminasi adalah setiap

pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung

didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnis,

kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan

34
Denny J.A., Menjadi Indonesia Tanpa Diskriminasi, Data, Teori, Dan Solusi,(Jakarta:
Inspirasi.co, 2014), h. 6.
102

pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,

hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya”.35

Sapta Darma merupakan salah satu aliran kepercayaan yang sering

mendapatkan permasalahan. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah

tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Dengan adanya putusan

Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan seluruh gugatan para penganut

kepercayaan. Para Penghayat Kepercayaan akhirnya dapat mencantumkan nama

kepercayaan mereka dalam kolom agama di Kartu Tanda Penduduk dan Kartu

Keluarga, dan memperoleh hak-hak kewarganegaraan mereka. Selama ini, para

Penghayat Kepercayaan tidak dapat mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda

Penduduk dan Kartu Keluarga mereka dikarenakan tidak terdapat pilihan agama

lain selain enam agama mayoritas di Indonesia. Putusan tersebut pastinya

disambut dengan suka cita oleh para penghayat kepercayaan, termasuk respon

dari penghayat Sapta Darma.

Warjo yang mengaku sebagai saksi dari pemohon IV tersebut, mengatakan

bahwa dari Mahkamah Konstitusi (MK) memang sudah menyetarakan antara

kepercayaan dengan agama. Artinya status para penghayat sudah setara secara

hukum dengan agama yang diakui di Indonesia. Namun, pada saat gugatan

mereka dikabulkan terdapat beberapa hal yang masih membuat tidak nyaman

terkait pencantuman nama di kolom agama. Waktu itu, adanya diskusi dengan

ketua MUI yaitu Kyai Ma’ruf Amin, tidak memperbolehkan pencantuman nama

35
Lihat pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
103

kepercayaan di kolom agama (contoh; Agama: Sapta Darma), tetapi yang

diperbolehkan adalah “Kepercayaan: Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha

Esa”.36

Menurut Warjo, seharusnya jika merujuk pada gugatan yang dikabulkan

MK hal tersebut diperbolehkan minimal “Agama: Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa” jika memang itu sudah mewakili penghayat kepercayaan. Warjo

menilai bahwa lagi-lagi negara kalah dengan salah satu organisasi (sebut MUI),

dan pertimbangan dasar hukum masih kalah dengan perorangan. Menurutnya

akhirnya diperbolehkan kolom “Kepercayaan: Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa”. Jadi, bagi kepercayaan maka kolomnya diisi “Kepercayaan”

dan tidak ada kolom “Agama”, sebaliknya bagi agama maka hanya ada kolom

“Agama” dan tidak ada kolom “Kepercayaan”. Warjo menyimpulkan penghayat

kepercayaan tetap kembali dibedakan.37

Sedangkan menurut Maryanto Kurdiyanto mengatakan bahwa yang

mereka dapatkan selama ini yaitu pemerintah melayani dengan baik terkait

Administrasi Kependudukan, pemakaman, perkawinan sudah sesuai dengan

Undang-Undang yang berlaku. Menurut mereka tidak adanya kendala yang

mereka hadapi jika berkaitan dengan hak-hak sipil mereka, dengan lingkungan

sekitar juga mereka tidak mendapati masalah jika menyangkut keyakinannya.38

Terkait pernikahan Maryanto mengatakan bahwa tidak mendapati masalah.


36
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
37
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
38
Wawancara langsung dengan Bapak Maryanto dan Bapak Kurdiyanto di Sanggar Candi
Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
104

Setelah mereka melakukan pernikahan secara Sapta Darma data mereka dicatat

dalam pencatatan sipil. Ditambah lagi setelah putusan MK, maryanto mengatakan

bahwa artinya pemerintah semakin memberikan layanan yang baik untuk para

penghayat kepercayaan khususnya Sapta Darma. Dengan demikian, mereka

diakui dan dilayani dan disetarakan dengan agama lain. Namun, jika menyangkut

pendidikan kendalanya adalah masih belum adanya peserta didik yang siap untuk

menerima pelajaran Sapta Darma. Tetapi kalau dari pemerintah itu sudah bagus

pelayanannya, tinggal dari masing-masing penghayat Kepercayaan siap dan

tidaknya menjalankan layanan yang sudah diberikan.39

Maryanto dan Kurdiyanto mengungkapkan untuk di daerah tempat tinggal

mereka jika terkait dengan layanan pemerintah selama kolom agama mereka

dikosongi tidak menemukan adanya masalah, mereka tetap dilayani sebagai mana

warga negara yang lain. Apalagi, di daerah Jakarta sendiri termasuk lingkungan

yang “cuek, bodoamat, lo lo gue gue”. Kalaupun ada masalah itu karena unsur

politik, tapi jika di kehidupan sehari-hari mereka tidak memiliki masalah. Mereka

menambahkan, mungkin di luar Jakarta seperti di daerah-daerah kampung bisa

jadi masih memiliki kendala, karena jika dibandingkan, Jakarta termasuk daerah

yang dekat dengan pusat-pusat pemerintahan. 40

Dalam hal kasus-kasus seperti kasus pemakaman untuk Sapta Darma,

pada dasarnya kasus-kasus tersebut bisa diselesaikan. Menurut Maryanto

sebenarnya hal tersebut dikarenakan ketidaktahuan dari aparat pemerintah


39
Wawancara langsung dengan Bapak Maryanto Tuntunan Sapta Darma Provinsi DKI di
Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
40
Wawancara langsung dengan Bapak Maryanto dan Bapak Kurdiyanto di Sanggar Candi
Busono Ganefo Pada Tanggal 30 November 2019.
105

khususnya aparat desa sehingga menimbulkan asumsi-asumsi bahwa aliran

tersebut adalah sesat. Tetapi setelah diberikan pemahaman maka masyarakat akan

paham, bahkan orang tua Maryanto sendiri ketika meninggal tidak ada masalah

menyangkut pemakaman, orang tua nya dikuburkan di Tempat Pemakaman

Umum (TPU), dan yang mengurusi pemakaman tersebut adalah orang Islam.

Menurutnya jika mereka baik terhadap lingkungan, maka masyarakat juga akan

menghormati mereka.

Galih yang merupakan remaja asal Lampung mengatakan, bahwa sejauh

ini layanan yang diberikan oleh pemerintah sudah sangat baik terkait administrasi

kependudukan, permasalahan seperti KTP, KK, catatan pernikahan, dan yang

lainnya sudah disediakan dan dilayani dengan baik, jika dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya galih mengaku bahwa pencatatan atas hak-hak penghayat

masih sulit. Berbicara tentang kolom agama yang diisi dengan agama (sebut:

Islam), Galih mengatakan bahwa hal tersebut tidak menjadikan masalah di

lingkungan sekitarnya. Walaupun kolom agama diisi dengan Islam, akan tetapi

masyarakat paham bahwa Galih adalah penghayat Kepercayaan Sapta Darma.41

Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi ia merasa senang, karena

akhirnya ia bisa mengubah pada kolom agama diisi dengan “Kepercayaan”.

Walaupun pada praktik di lapangan, masih ada yang diisi dengan Islam termasuk

KTP Galih sendiri. Perubahan kolom agama dari Islam menjadi Kepercayaan

masih dalam proses dan menurutnya hal tersebut tetap tidak menjadi masalah.

41
Wawancara langsung dengan Galih Sekti Adjie di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada
Tanggal 30 November 2019.
106

Galih mengatakan bahwa perubahan yang masih dalam proses tersebut bukan

berarti layanan yang diberikan pemerintah itu buruk. Galih juga mengungkapkan,

jika sebelumnya layanan yang diberikan sudah baik menjadi semakin baik ketika

adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Dia menganggap bahwa dengan putusan

tersebut pemerintah semakin peduli dan mengakui keberadaan para penghayat

kepercayaan khususnya Sapta Darma di seluruh Indonesia tanpa membedakan

dengan agama mayoritas lainnya. Sejauh ini juga setelah putusan tersebut galih

merasa tidak ada lagi kendala dan masyarakat pun sudah tidak membeda-bedakan,

dan sudah bisa bersosialisasi dengan baik seperti pada umumnya. Galih berharap

pemerintah akan terus memberikan layanan yang baik dan tidak ada yang

dibedakan antara agama yang satu dengan yang lainnya, supaya Bhineka Tunggal

Ika itu benar-benar nyata keberadaannya.

Warjo juga mengatakan secara keseluruhan layanan yang sudah diberikan

pemerintah sudah sangat baik dan tidak ada kendala. Namun, masih perlunya

sosialisasi di masyarakat agar praktiknya di lapangan lebih baik lagi. Akan tetapi,

untuk peraturan terbaru terkait putusan MK masih belum maksimal

mengaplikasikan di lapangannya dengan alasan masih dalam perubahan sistem.

Jadi, keseragaman perubahannya masih kurang, misal seperti perubahan kolom

agama ada yang sudah bisa berubah, ada juga yang masih kosong, bahkan masih

ada juga yang berisi agama lain. “baru-baru ini mas eko sama ratih juga selang

satu tahun setelah putusan MK pas bikin di Jakarta jadinya kosong juga di KTP,”

ucap Warjo. Menurut Warjo, ia sepenuhnya menyerahkan kembali kepada

pemerintah, karena semua kembali kepada aturan-aturan pemerintah.


107

Terlepas dari hal-hal diatas menurutnya hal tersebut tidak menjadi

masalah, semuanya dikembalikan dan bagian dari proses. Setidaknya setelah

adanya putusan MK, memiliki dampak yang positif, salah satunya yaitu

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengaktifkan kembali tim PAKEM yang selama

ini tidak aktif. Tetapi terlepas dari putusan tersebut di Tegal Jawa Tengah juga

tim PAKEM memiliki kinerja yang bagus untuk para penghayat kepercayaan

khususnya Sapta Darma. Selain itu juga, Warjo sangat berterimakasih tentang

aturan Permendikbud. Walaupun praktik di lapangan masih memprihatinkan,

tetapi itu sifatnya pendapat individu dan relatif. Dia juga menambahkan bahwa

regulasi dari pemerintah untuk aliran kepercayaan sangatlah penting, yang berarti

bahwa aliran kepercayaan dilindungi oleh undang-undang dan aliran kepercayaan

bukan aliran sesat. Kemudian, hak-hak para penghayat kepercayaan khususnya

Sapta Darma itu bisa dilayani, kalaupun ada permasalahan itu bisa diselesaikan.

Sejauh ini pemerintah sudah sangat cukup dan baik jika menyangkut peraturan

yang sudah diberikan, walaupun pelaksana dari pemerintahan terkadang masih

ada yang mengabaikan. Harapannya ke depannya, semua peraturan yang sudah

diberikan bisa terlaksana dengan lebih baik lagi dalam melayani penghayat

kepercayaan khususnya Sapta Darma. Karena sebenarnya pemerintah sudah

sangat baik, hanya saja pelaksana dari pemerintah tersebut yang terkadang masih

lalai dan mengabaikan. 42

42
Wawancara langsung dengan Bapak Warjo di Sanggar Candi Busono Ganefo Pada Tanggal 8
Desember 2019.
108

Anda mungkin juga menyukai