Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TNDAKAN

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pengertian Mendeklamasikan Puisi

Deklamasi berasal dari Bahasa latin yang maksudnya declamare atau declaim yang
membawa makna membaca suatu hasil sastra yang berbentuk puisi dengan lagu atau gerak tubuh
sebagai alat. Gerak yang dikamsud ialah gerak alat bantu yang puitis, yang seirama dengan isi
bacaan.

Umumnya memang deklamasi berkait rapat dan puisi, akan tetapi membaca sebuah
cerpen dengan lagu atau gerak tubuh juga bisa dikatakan mendeklamasikan. Mendeklamasikan
puisi atau cerpen bermakna membaca, tetapi membaca tidak sama dengan mendeklamasikan.
Maksudnya disini bahwa apapun pengertian membaca tentunya jauh berbeda dengan deklamasi.

Deklamasi berasal dari Bahasa inggris “declamation” yang terbentuk dari kata kerja “to
declaim” yang berarti “speak with strong felling”. Sedangkan arti dari seni deklamasi aalah
suatu bentuk Bahasa pengucapan secara lisan dari ungkapan puitis yang memiliki sifat khas dan
memiliki gaya Bahasa sendiri. Seorang yang melakukan deklamasi bisa saja membawakan sajak
dari cerpen sendiri maupun cerpen orang lain di depan umum.

Dengan mengggunakan Bahasa lisan yang baik, penuh dengan penjiwaan, dan perasaan
yang sangat mendalam. Seakan pendeklamasiannya mengerti atau bukan memiliki perasaan
sama persis dengan pencipta sajaknya. Agar penonton bersama-sama dapat menikmati
keindahannya, serta menimbulkan rasa keharusan atau emosional artistic, lebih-lebih mengenai
isinya.

Deklamasi adalah suatu pembeberan fonitis dan motoris untuk menyatakan kehadiran
puisi, secara ernologis dari pada puisi. dengan kata lain deklamasi merupakan reprodosir dari
pada puisi untuk memberi bentuk terhadap konsepsi ideal, agar resep rohani yang dituangkan
oleh penyair dalam puisinya. Setlah dilakukan analisa, disintesiskan kembali dengan secara
keseluruhan, dibawakan menurut alam kenyataan.
Berdeklamasi tidak hanya menghafal sajak saja dengan tidak memperhatikan aturan-
aturan dari beberapa unsur-unsur deklamasi. Karena jika hanya menghafal saja maka hal tersebut
bisa dikatakan jauh dari hakekat dan kriteria ilmu seni deklamasi.

Menurut Abdullah Syukur Ibrahim (2000 : 147) deklamasi sebenarnya merupakan


peristiwa seni, yaitu seni mengungkapkan sebuah puisi kepada pendengarnya dengan gerak-
gerik, mimik, dan sebagainya. Dengan kata lain, deklamasi ialah seni bercerita. Orang yang
melakukan deklamasi disebut “Deklamator” untuk laki-laki dan “Deklamatris” untuk perempuan.
Sedangkan tujuan deklamasi ialah untuk mengutarakan pikiran/kebijakan yang terdapat dalam
sebuah puisi, sehingga nilai-nilai keindahanya terucap keluar dan terdengar oleh orang lain.

Materi yang dideklamasikan biasanya berupa karya sastra, seperti pantun, sajak, atau
puisi. tentu saja tidak semua pantun, sajak atau puisi dapat dideklamasikan, karena sebelum
berdeklamasi kita harus mencari dulu mana sajak, puisi, pantun-pantun yang baik dan menarik
untuk dideklamsikan. Supaya orang dapat melakukan deklamasi dengan baik perlu dipersiapkan
dan latihan jauh sebelumnya. Semua orang dapat melakukan deklamasi, asalkan tahu cara dan
tujuannya.

Fungsi praktis deklamasi adalah menceritakan dan berusaha mendapatkan gambaran yang
oobjektif dari gejala-gejala kejiwaan serta melukiskan olah Bahasa dari puisi itu secara kongkrit.
Oleh karena itu alangkah lebih baiknya sebelum pendeklamasi mendeklamasikan sajaknya
terlebih dahulu menganalisa apa yang terkandung dalam puisi yang akan dipertunjukkan
tersebut. Atau dengan kata lain seorang pendeklamasi tidak hanya menjiwai isi puisi saja, tapi
mencari jiwa puisi yang terkandung di dalamnya. Karena puisi dengan sendirinya sudah
mengandug penjiwaan yang lahir dari penciptanya.

2.1.2 Unsur-unsur deklamasi Puisi :

Unsur-unsur deklamsikan ouisi terdiri dari beberapa unsur :

a. Intonasi : intonasi adalah suatu kesatuan yang trjadi dari jenis-jenis gejala suatu irama,
tekanan dinamik, tekanan nada, tekanan tempo, jeda dan lain sebagaiya. Menurut W.Y.S.
Poerwodaminto intonasi disebut juga sebagai “lagu pengucapan” atau “lagu tutur”
b. Dukungan fungsi psikis; seorang penyaji sajak harus memiliki penjiwaan yang tepat
(fungsi psikis). Salah satu syarat penting bagi seorang yang ingin berdeklamasi adalah
harus mendapat dukungan dari jiwanya.
c. Volume suara; vilume suara menentukan keindahan dari deklamasi. Volume suara yang
tepat dan teratur sesuai dengan sajaknya dapat menggertakan jiwa serta mengharukan
bagi pendengarnya.
d. Jelas suaranya; kejelasan suara merupakan bagian yang penting yang tidak dapat
terabaikan. Seperti kejelasan dan ketetapan bacaan dari seorang deklamator pada tiap
huruf dalam kalimat tiap suatu puisi. Apabila hutuf-hutuf tersebut tidak dibaca dengan
semestinya maka belum dapat dikatakan bahwa deklamasi itu baik.
e. Bayangan sinar air-muka (mimik); mimik muka adalah pencerminan perasasan serta
pencerminan penjiwaan dari deklamator. Karena ini akan nampak jelas kelihatan apalah
kalimat-kalimat yang dibawakan tersebut sungguh-sungguh mendapat dukungan dari
hasil proses profesi fungsi psikis.
Terkait dengan puisi, secra etimologis, kata puisi dalam bahasa yunani berasal
dari poesis yang artinya berarti penciptaan. Dalam bahasa inggris, padanan kata puisi ini
adalah peotry yang erat dengan –peot dan –peom. Mengenai kata peot coulter (dalam
Tarigan, 2012:4) menjelaskan bahwa kata peot berasasl dari yunani yang berarti
mendeklamasikan atau mencipta. Dalam bahasa yunani sendiri, kata peot berarti orang
yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang
suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak
kebenaran yang tersembunyi.

2.1.3 Definisi Puisi menurut para ahli

Shanhin Ahmad (dalam Pradopo, 2013:6) mengumpukan definisi puisi yang pada
umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik inggris sebagai berikut.

a. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-
baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
berhubungannya dan sebagainya.
b. Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam
puisinya, kata-kata dsusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya
yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
c. Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang
imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun auden
mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-
baur.
d. Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupajan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan,
dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-
katanya tepat, dan sebagainya), dan bahsanya penuh perasaan, serta berirama seperti
musik (pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).
e. Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan enimbulkan
keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncakk, percintaan,
bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintainya. Semuanya merupakan
detik-detik yang paling indah untuk direkam

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap
terdapat benanr merah. Shanon Ahmad (dalam Pradopo, 2013:7) menyimpulkan bahwa
pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebanarnya. Unsur-unsur
itu verupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada,, irama, kesan pancaindera, susunan kata,
kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur.

Berdasarkan uraian di atas maka deklamasi pada dasarnya merupakan suatu pembeberan
fonitis dan motoris untuk menyatakan kehadiran puisi, secaa ernologis dari pada puisi.
dengan kata lain deklamasi merupakan reprodosir dari pada puisi untuk memberi bentuk
terhadap konsepsi ideal, agar resep rohani yang dituangkan oleh penyair dalam puisinya.

2.1.4 Unsur-unsur Puisi

Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.


a. Richards (dalam tarigan, 2021) mengatakan bahwa unsuru puisi terdiri dari (1) hakikat
puisi yang meliputi tema, rasa, amanat, nada, serta (2) metode puisi yang meliputi diksi,
imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima
b. Waluyo (2012) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang
disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan striktur batin puisi yang berupa n\ungkapan
batin pengaran
c. Altenberg dan Lewis (dalam Badrun 2011:6) meskipun tidak menyatakan secara jelas
tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya sifat pusi,
bahsan puisi, imajeri, bahasa kiasan, saarana retorika, bentuk : nilai bunyi, verifikasi,
bentuk, dan makna, isi : narasi, emosi, dan tema.
d. Dick Hartoko (dalam Waluyo, 2012:27) menyebut adanya unsur dalam puisi, yairu unsur
tematik atau unsur semantik dan unsur sintaksis puisi. unsur tematik puisi lebih menunjuk
ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menujuk ke arah struktur fisik puisi.
e. Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi diksi, imajeri, bahasa kiasan, simbol, bunyi,
ritme, bentuk.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi
tema, nada, rasa, amanat, diksi, imaji, bahsa figratif, kata konkret,ritme dan irama. Unsur-
unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilih menjadi dua struktur,
yaitu strutur batin puisi (tema, nada, rasa, amanat) dan strujtur fisik puisi (diksi, imerji,
bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima).

Berdarakna pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-


unsur puisi sebagai berikut.

a. Struktur fisik puisi


Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
1. Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, engaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat
menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2. Diksi, yaitu emilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena
puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam
puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutaan kata.
3. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendenaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi 3
yaitu suara, imaji penlihatan, dan imaji raba atau sentuh. Imaji dapat mengakibatkan
pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami
penyair.
4. Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungibkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata
kongkret “rawa-rawa” dapat dilambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi,
kehidupan, dll.
5. Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek
dan menimbulkan konotasi (Soeditjo, 2012:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna
(Waluyo, 2012:83). Bahasa figuratif disebt juga majas
6. Verifikasi, yaitu menyangkut rima, rtime, dan metrum, rima adalah persamaan bunyi
pada puisi, baik di awal, tenga dan akhir baris puisi. Rima mencakup anomatope
(tiruan terhadap bunyi, misalnya /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi sutadji
S.B), bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal,
sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi (kata), dan sebgainya
(Waluyo, 187:92)), dan pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah,
panjang, pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan
puisi.
b. Struktur batin pisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Tema/makna : media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun
makna keseluruhan.
2. Rasa, yaitu sikap penyair terhadap pokok permaslahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan
pengetahuan. Kedalaman pengungkapan dalam menyikapi suatu msalah tidak
bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahsa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
3. Nada, yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan
tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte,
bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah
begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, mengangap bodoh dan rendah
pembaca, dan lain-lain.
4. Amanat/tujuan/maksud; sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi,
maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Berdasarkan uraian diatas adalah bagian dari karya sastra yang digunakan untuk
mengemukakan perasaan. Ahmad (2012:21) mengemukakan bahwa puisi adalah
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh tata puitika. Bahasa yang padat, penuh
metafora adalah ciri umum dari puisi. setiap orang dapat menulis puisi dengan
berbagai cara dan dapat dilakukan kapan pun. Biasanya seseorang yang sedang jatuh
cinta lebih mudah menulsikan bait-bait pusi di bandingkan dengan seseorang yang
tidak sedang jatuh citna. Ini karena kepekaan hati yang dimiliki setiap orang berbeda.
Maka tidak slaah jika puisi diartikan sebagai ekpresi hati. Banyak puisi-puisi yang
dihasilkan oleh penyair-penyair Indonesia berlatar alam, menceritakan alur gerak
perpolitikan, atau bahkan puisi lahir dari sebuah bencan. Kejadian tsunami telah
menghasilkan berpuluh-puluh ribu pisi yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan.
Ahmad (2012:2) mengemukakan bahwa menulis puisi dapat dlakukan dengan
cara sebagai berikut pertama, tuliskan kata aa saja yang sedang ada di pikian, kedua
mengolah kata sedemikian rupa dengan suasana, ketiga berusaha menciptakan
keindahan kata-kata, terakhir adalah berlatih dan terus berlatih hingga menghasilkan
suatu kalimat yang bernilai estetis. Proses mencipta pusisi tidaklah mudah, seorang
penyair besar pun selalu mersa belum apa-apa ketika puisi dimuat di suatu media.
Akhirnya setiap karya diserahkan pada pembaca untu diapresiasi dan dikritisi.
Dengan memperhatikan uraian diatas maka deklamasi puisi adalah kemampuan
dalam menyampaikan puisi di depan umum dengan menggunakan naskah puisi yang
sudah dihafalkan, mampu mengekspresikan amanat puisi melalui orasi, ekpresi,
pantomimik, sehingga memberikan kesan yang estetis dan menjiwan puisi yang
sedang di deklamasikan.

2.1.5 Pengertian Modelling

Istilah modelling merupakan istilah umum untuk menunjukkan terjadinya proses belajar
melalui pengamatan dari orang lain dan perubahan yang terjadi karenannya melalui peniruan.

Perry dan Furukawa (dalam Abimanyu dan Manrihu 1996) mendefinisikan modelling
sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari seorang individu atau
kelompok, sebagai model, berperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap, atau
tingkah laku sebagai bagian dari individu yang lain yang mengobservasi model yang ditampilkan

Menurut Feist (2008:21) terdapat empat proses yang terlibat dalam pembelajaran melalui
pendekatan modeling, yaitu perhatian, pengendapan, reproduksi motorik, dan penguatan.

a. Perhatian, yang artinya kita memperhatikan seperti apa perilaku atau tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh orang yang akan ditiru.
b. Pengendapan, dilakukan setelah mengamati perilaku yang akan ditiru dan menyimpan
setiap informasi yang di dapat dalam ingatan, kemudian mengeluarkan ingatan
tersebut saat diperlukan.
c. Reproduksi motori, hal ini dapat menegaskan bahwa kemampuan motorik seseorang
juga mempengaruhi untuk dapat memungkinkan seseorang meniru suatu perilaku
yang dilihat baik secara keseluruhan atau hanya sebagian.
d. Penguatan, penguatan ini sangat penting. Karena dapat menentukan seberapa mampu
kita nantinya melakukan peniruan tersebut, namun penguatannya dari segi motivasi
yang dapat memacu keinginan individu tersebut untuk memenuhi tahapan belajarnya.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah faktor biologi. Faktor biologi juga
sangat penting dalam penunjangan proses pembelajaran midelling secara penuh.
Karena apabila faktor biologi kita tidak mendukung, maka proses pembelajaran yang
akan dilakukan juga akan mengalami kendala.

2.1.6 Ciri-ciri Teori Permodelan

Menurut Feist (2008:35) ciri-ciri teori permodelan :

a. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan


b. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai, dan lain-lainnya
c. Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai
model
d. Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh dan penguatan yag positif
e. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniru, dengan tingkah laku atau
timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif

Menurut Feist (2008:41) terdapat beberapa jenis peniruan (modelling) :

1. Peniruan langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert
Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modelling, yaitu suatu fase dimana
seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu
keterampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui
proses perhatian. Contoh : meniru gaya penyanyi yang dicintai.
2. Peniru tidak langsung
Peniru tak langsung adalah melalui imajinasi atau perhatian secara tidak langsung.
Contoh: meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru
mengajarkan rekannya.
3. Peniruan gadungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yabg berlainan yaitu
oeniruan langsung dan tidak langsung. Contoh: pelajar meniru gaya gurunya melukis dan
cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan sesaat/seketika
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh: meniru gaya
pakaian di tv, tetapi tidak boleh dipakai disekolah.
5. Peniruan berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh: pelajar meniru
gaya bahasa gurunya.

Teknik modelling ini adalah suatu komponen dari suatu strategi dimana konselor
menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi tujuan.

Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2009:292) menyatakan bahwa jenis-jenis modelling


ada empat yaitu :

1. Modelling tingkah laku baru


Melalui teknik modeling ini siswa akan dapat memeproleh tingkah laku baru. Ini
dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimulasi tingkah laku model
ditransformasi menjadi gambaran mental dan symbol verbal yang dapat diingat
dikemudian hari. Keterampilan kognitif simblik ini mendeklamasikan orang
mentransformasi apa yang didapat menjadi tingkah laku baru.
2. Modelling mengubah tingkah laku lama
Dua macam dampak modelling terhadap tingkah laku lama. Pertama tingkah laku model
secara sosial memperkuat respon yang sudah dimiliki. Kedua, tingkah laku model yang
tidak diterima secara sosial dapat memeperkuat atau memperlemah tingkah laku yang
tidak diterima itu. Bila diberi suatu hadiah maka orang akan cenderung meniru tingkah
laku itu, bila dihukum maka respon tingkah laku akan melemah.
3. Modelling simbolik
Modelling yang berbentuk simbolis biasanya di dapat dari dilm atau televisi yang
menyajikan contoh tingkah laku yang dapat mempengaruhi pengamatannta, salah satu
sepertinya tayangan film “Pada Zaman Dahulu” yang menggambarkan kesderhanaan
kehidupan di desa yng penuh dengan tingkah laku anak-anak yang pemeran utamanya
menonjolkan tingkah laku yang penuh dengan aturan keagamaan, disini diharapkan
pemirsa khususnya anak-anak yang suka meniru akan terbawa dalam tingkah laku
kesehariannya dan akan meninggalkan kebiasaan buruk teman yang berbuat kejelekkan.
4. Modelling kondisioning
Modelling ono banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional. Pengamat observasi
model tingkah laku emosional yang mendapat panutan. Muncul respon emosional yang
sama di dalam diri pengamat, dan respon itu ditunjukkan ke objek yang ada di dekatnya
daat dai mengamati model itum atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan objek
yang menjadi sasaran emosional yang diamati.

Dengan memeperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa modelling adalah


kegiatan dalam menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain),
dengan melakukan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, meggenalisir
berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif sehingga terjadi proses replikasi
kemampuan atau kompetensi dalam melaksanakan sesuatu sesuai hasil pengamatan.

Berdasarkan definsi tersebut maka indikator atau aspek yang diukur dalam modelling
adalah sebagai berikut : a. kemampuan memperagakan, b. kreativitas dalam memeragakan
sesuatu, dan c. kemampuan dalam menarik perhatian pada saat meragakan sesuatu.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang meingkatkan kemampuan siswa dalam mendeklamasikan puisi melalui


modelling, telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya :

1. Adi Setiawan. 2012. Upaya meningkatkan kemampuan siswa membaca puisi melalui
teknik modelling di kelas IV SDN 2 Pontolo Jaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada siklus 1 siswa tuntas individu sebanyak 17 dari 23 siswa dengan rata-rata nilai 73,91
dan ketuntasan klasikal 79,21% dan pada hasil tes siklus 11, siswa yang tuntas indivisu
sebanyak 23 siswa dari 23 siswa dengan nilai rata-rata 87,93 dan ketentuan klasikan
100%. Dan pada hasil observasi kegiatan guru dan siswa dalam kegiatan belajar siklus 1
kategori cukup (C) dan siklus II dalam kategori sangat baik (A). Berdasarkan hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui teknik modeling membaca puisi
siswa kelas IV di SDN 2 Polanto Jaya dapat ditingkatkan
2. Ramlah Mula. 2012. Dalam penelitiannya yang berjudul meningkatkan kemampuan
siswa membaca puisi melalui teknik modelling di kelas 3 SDN 8 Limboto Kabupaten
Gorontalo. Hasil kemampuan siswa membaca puisi melalui teknik modelling dapat
ditingkatkan, yang ditunjukkan dengan indikator kinerja untuk kemampuan siswa dalam
membaca puisi minimal 70% dari 26 orang jumlah seluruh siswa yang dineai tindakan.
Hal ini ditunjukkan oleh hasil capaian siswa rata-rata memperoleh nilai minimal 70.
2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoritis yang telah diuraikan maka yang menjadi hipotesis tindakan
dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jika melalui teknik modelling, maka kemampuan
siswa mendeklamsikan puisi akan meningkat.

2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan hasil observasi peneliti, siswa yang memiliki kemampuan mendeklamsikan


puisi baik hanya 37.04% dari jumlah siswa. Oleh karenanya yang menjadi indikator keberhasilan
dalam penelitian ini adalah jika kemampuan siswa dalam mendeklamasikan puisi berkembang
menjadi 85% dari keseluruhan jumlah siswa yang ada dikelas 3 SDN 13 Telaga Biru.

Anda mungkin juga menyukai