Anda di halaman 1dari 13

Hakikat Puisi

Sebuah puisi modern tetap dapat disebut sebagaipuisi ternyata bukan karena
bentuknya, tetapi lebih cenderung karena ada hakikat puisi yang terkandung
didalamnya. Waluyo (1991: 140) berpendapayt bahwa puisi merupakan bentuk
karya sastra yang mengungkapkan perasaan penyair secara imajinatif. Wujud karya
sastra tersebut muncul karena puisi merupakan karya seni yang puitis. Dikatakan
puitis karena membangkitkan perasaan, menarik perhatian, bahkan memancing
timbulnnya tanggapan pembaca.
Sejalan dengan pendapat diatas, Ahmad (dalam Pradopo, 2005: 5) mengemukakan
bahwa unsure-unsur puisi dapat disatukan sehingga dapat diketahui beberapa
unsure berupa emosi,imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan, pancaindra,
susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwaada tiga unsure pokok yang terdapat
dalam puisi, yaitu (1) pemikiran ide, (2) bentuk, dan (3) kesan.

Unsur-unsur Pembentuk Puisi

Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik
berhubungan dengan pemilihan kata yng bermakna tepat dan selaras, yang
penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak
pembaca atau pendengar ( Suroto, 1989: 112).

Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga
ekspresif (Prapodo, 2005: 22). Bunyi disamping hiasan dalam puisi juga mempunyai
tugas untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan
angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.

Rima
Rima adalah persamaan atau pengulanhan bunyi baik diawal larik atau diakhir larik.
Didalamnya masih mengandung berbagai aspek yang meliputi, rima akhir, rima
dalam, rima rupa, rima identik, rima sempurna, asonansi, dan aliterasi.

Irama
Irama adalah panduan bunyi yang menimbulkan efek musikalitas, baik berupa
alunan keras-lunak, kuat-lemah, panjang-pendek, maupun tinggi-renah, yang
kesemuanya dapat menimbulkan kemerduan bunyi, kesan suasana serta makna
tertentu.

Ragam Bunyi
Ragam bunyi meliputi bunyi eufoni , kakofoni, dan onomatope. Penggunaan
kombinasi atau pengulangan bunyi vokal (a, I, u, e, o) dan sengau
(m, n, ng, ny) menimbulkan efek yang merdu dan berirama (eufoni). Bunyi ini
menimbulkan keriangan, vitalitas maupun gerak. Sebaliknya kombinasi bunyi yang
tidak merdu dan terkesan parau (kakafoni) misalnya k, p, t, s, b, p, m terkesan
berirama berat lebih cocok utuk menimbulkan kesan kekuatan, tekanan, kekecauan,
kahancuran, galau, gelisah, dan amarah.

Bahasa Puisi
Bahasa merupakan sarana ekspresi dalam penulisan puisi (Pratiwi, 2005: 78).
Bahasa kias menyebabkan puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran hidup,
dan terutamamenimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 2005: 54)

Tipograf
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan
puisi dengan prosa fiksi dan drama (Jabrohim, 2004: 54). Penulis puisi membuat
puisi dengan cara menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara
visual (Aminudin, 2002: 146; Dermawan, 1999: 44)

Isi Puisi
Menurut Waluyo (2001: 65) isi puisi mencakup tema, perasaan penyair, nada, dan
amanat.
Tema adalah sesuatu yang menjadi pemikiran penulis puisi. Tema juga dapat
dikatakan sebagai ide dasar suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna
puisi.
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Penulis puisi bisa bersikap menggurui,
menasehati, mengejek, menyindir, atau bisa jadi penulis puisi bersikap lugas, hanya
menceritakan sesuatu lepada pembaca

Imaji dan Simbol


Dalam menulis sebuah puisi, biasanya penyair tidak hanya menggunakan kata-kata
yang bermakna lugas atau denotatif, tatapi menggunakan kata-kata yang bermakna
atau mengandung arti lain atau konotatif. Dalam hubungannya dengan arti
konotatif, imaji dan simbol mempunyai hubungan. Persamaanya adalah bahwa baik
citra maupun simbol bermakna konotatif. Adapun perbedaannya adalah terletak
pada cara pengungkapannya.

Hakikat Apresiasi
Secara etimologis, apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciaton kata itu
berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk itu berasal dari kata verja to

appreciate yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Aminudin (1987: 34)


mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui
perasaan atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang
diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap
sungguh-sungguh dan melaksanakan kegiatan apresiasi sebagai bagian hidupnya
dan sebagai statu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya.
Apresiasi dalam suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002:45) membagi
tingkatan apresiasi meliputi, (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3)
tingkat mereaksi, dan (4) tingkat produktif. Pada tingkat menggemari keterlibatan
pembaca batinnya belum kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan batin pembaca
terhadap karya sastra sudah semakin mendalam. Pada tingkat mereaksi, sikap
kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol karena ia mampu menafsirkan
dengan seksama dan ia mampu menyatakan keindahan dan menunjukkan dimana
letal keindahan itu. Pada tingkat produktif, apresiator puisi mampu menghasilkan,
mengkritik, menghasilkan, mendeklamasikan, atau membuat resensi terhadap puisi
secara tertulis.
Untuk melakukan apresiasi khususnya apresiasi puisi, pemahaman mendalam
tentang apresiasi puisi memang perlu dilakukan. Agar tidak salah dalam melakukan
apresiasi puisi, konsep apresiasi perlu dipahami dengan cermat.
Apresiasi puisi terkait dengan sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan puisi.
Aktivitas yang dimaksud dapat berupa kegiatan membaca dan mendengarkan
pembacaan puisi melalui penghayatan sungguh-sungguh (Waluyo, 2003: 19).
Apresiasi merupakan pengalaman liara dan batiniah yang kompleks (Ichsan, 1990:
10). Apresiasi seseorang terhadap puisi dapat dikembangkan dari tingkat sederhana
ke tingkat yang tinggi. Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila seseorang
memahami atau merasakan pengalaman yang ada dalam sebuah puisi. Apresiasi
tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat. Apresiasi
tingkat tiga, pembaca menyadari hubungan kerja sastra denagn sunia luarnya,
sehingga pemahamannya pun lebih luas dan mendalam.
Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sankut pautnya dengan puisi,
yaitu mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguhsungguh, menulis puisi, dan mendeklamasikan. Kegiatan ini menyebabkan
seseorang memahami puisi secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair,
mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung didalam puisi, dan menghargai puisi
sebagai karya sastra seni keindahan dan kelemahan.
Kegiatan apresiasi puisi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman struktur teks puisi.
Kegiatan mengapresiasi puisi dapat dilakukan dengan memahami struktur teks
yang membangun puisi. Dengan demikian, untuk mengenal, memahami, dan
menghargai puisi, dapat dilakukan dengan mengenal struktur bagian puisi tersebut,
baik menyangkut unsur isi maupun bentuk

Pendekatan Apresiasi Puisi


Pendekatan dalam suatu karya sastra meliputi (1) pendekatan mimetik, (2)
pendekatan pragmatik, (3) pendekatan ekspresif, (4) dan pendekatan objektif

(Abrams, 1976: 8-29). Pedekatan mimetik merupakan pendekatan yang menitik


beratkan pada pengarang yang menciptakan karya sastra dengan meniru peristiwa
yang ada disekitarnya. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitik
beratkan pada karya sastra yang memiliki unsur-unsur tertentu yang diciptakan
pengarang untuk mempengaruhi respon pembaca. Pendekatan ekspresif
merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada pengekspresian luapan
perasaan pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Sedangkan pendekatan
objektif menitik beratkan pada unsur karya sastra yang diciptakan berdasarkan
kenyataan atau realita atau objek tertentu.

PUISI: DEFINISI DAN UNSUR-UNSURNYA


PUISI: DEFINISI DAN UNSUR-UNSURNYA
1. Pengertian
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati
penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan poet
dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet
berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet
berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa
atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang
suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran
yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada
umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaikbaiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya,
kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu
seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif,
yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi
itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.

(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan,
dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan katakatanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan
keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan
kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik
yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap
terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa
pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu
berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata
kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
2. Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
(1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi
yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode
puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
(2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut
pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin
pengarang.
(3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas
tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi,
(2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi,
verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu
unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih
menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
(5) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol,
(5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1)
tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9)
ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah

menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik
puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35)
menggambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Puisi sebagai struktur

Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsurunsur puisi sebagai berikut.
2.1 Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi katakata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya
dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69)
menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu
penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan
sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh
kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan
penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji
suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata
kongkret salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata
kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan,
dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain

metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,


pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte,
hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan
terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk
intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang,
sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3)
pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras
lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
2.2 Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial,
kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi
saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema
dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja
kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun
dapat ditemui dalam puisinya.

Puisi : Pengertian dan Unsur-unsurnya 27 Juli, 2009


Posted by abdurrosyid in Hobiku Menulis.
Tags: definisi, pengertian, puisi, unsur
trackback
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara
etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun,
membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti
orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci,
yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya
terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan
yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya
disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan
terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak
mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan
samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua
kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara
padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling
berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi.
Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah
kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan

dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula
sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan
pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses
penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa
merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan
dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang
padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif,
menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa
menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi,
dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa
diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat
menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi
menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa
satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam
sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan
makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi
baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan
oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi
rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh
perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan
kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat
konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah
salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima
maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi
menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi
isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.

Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur
batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi
penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan
dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih
banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk
oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan
tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun
dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana
yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi
hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi katakata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka katakatanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan
makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji
suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat

mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang
dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret
salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret rawarawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain
metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap
bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola
bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh,
sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma
sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

Puisi

oleh: maysya
Pengarang : Sri Suhita

Summary rating: 2 stars (180 Tinjauan)


Kunjungan : 11012

kata:600

Apakah Puisi itu? Puisi termasuk salah satu genre sastra yang berisi ungkapan
perasaan penyair, mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan
kata yang cermat dan tepat. Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang digunakan
serta wujud puisi tersebut. Bahasanya mengandung rima, irama, dan kiasan. Wujud
puisi dapat dilihat dari bentuknya yang berlarik membentuk bait, letak tertata, dan
tidak mementingkan ejaan. Mengenal puisi dapat juga membedakan wujudnya
dengan membandingkan dari prosa. Ada empat unsur yang merupakan hakikat
puisi, yaitu: tema, perasaan penyair, nada puisi, serta amanat.

Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.
Puisi lama lahir sebelum penjajahan Belanda dan masih murni berciri khas Melayu.
Puisi lama terdiri dari: mantra, bidal, pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam,
dan syair.
Puisi baru adalah puisi yang terpengaruh gaya bahasa Eropa. Penetapan jenis puisi
baru berdasarkan jumlah larik yang terdapat dalam setiap bait. Jenis puisi baru
dibagi menjadi distichon, terzina, quatrain, quint, sextet, septina, stanza, serta
soneta.
Puisi modern adalah puisi yang berkembang di Indonesia setelah masa
kemerdekaan. Berdasarkan cara pengungkapannya, puisi modern dapat dibagi
menjadi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
Berdasarkan cara pengungkapannya, dikenal adanya puisi kontemporer dan puisi
konvensional. Yang tergolong puisi kontemporer yaitu: puisi mantra, puisi mbeling,
serta puisi konkret. Selain itu berdasarkan keterbacaan yaitu tingkat kemudahan
memaknainya, puisi terdiri dari puisi diafan, puisi prismatis, dan puisi gelap.
Pendekatan dalam Mengapresiasi Puisi
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi dan prinsip yang berhubungan dengan
sifat-sifat puisi. Pendekatan dalam mengapresiasi puisi terdiri dari pendekatan
terhadap teks puisi serta pendekatan dalam membaca puisi.
a. Pendekatan Parafrasis
Sesuai hakikatnya, puisi mengunakan kata-kata yang padat. Oleh sebab itu, banyak
puisi yang tidak mudah untuk dapat dipahami terutama oleh pembaca pemula. Ada
pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu mengungkapkan kembali gagasan yang
disampaikan penyair dalam bentuk baru yaitu menyisipkan kata atau kelompok kata
dengan tujuan memperjelas makna puisi tersebut. Pendekatan ini bertujuan
menguraikan kata yang padat dan menkonkretkan yang bermakna kias.
b. Pendekatan Emotif
Pendekatan ini berupaya mengajak emosi atau perasaan pembaca, berkaitan
dengan keindahan penyajian bentuk atau isi gagasan. Yang ingin diketahui pembaca
adalah bagaimana penyair menampilkan keindahan tersebut. Pendekatan ini juga
sering diterapkan untuk memahami puisi humor, satire, serta sarkastis.
c. Pendekatan Analitis
Cara memahami isi puisi melalui unsur intrinsik pembentuk puisi. Unsur intrinsik
adalah unsur yang secara langsung membangun puisi dari dalam karya itu sendiri.

Unsur intrinsik puisi terdiri dari tema, amanat, nada, perasaan, tipografi,
enjambemen, akulirik, rima, gaya bahasa, dan citraan.
Citraan merupakan suatu gambaran mental atau suatu usaha yang dapat dilihat di
dalam pikiran (Laurence, 1973). Citraan tersebut termuat dalam kata-kata yang
dipakai penyair. Citraan atau imaji dibagi menjadi:
1) Visual imagery
2) Auditory imagery
3) Smell imagery
4)Tactile imagery
d. Pendekatan Historis
Unsur ekstrinsik dapat terdiri dari unsur biografi penyair yang turut mempengaruhi
puisinya, unsur kesejarahan atau unsur historis yang menggambarkan keadaan
zaman pada saat puisi tersebut diciptakan, masyarakat, dan lain-lain.
e. Pendekatan Didaktis
Pendekatan ini berupaya menemukan nilai-nilai pendidikan yang tertuang dalam
puisi. Agar dapat menemukan gagasan tersebut, pembaca dituntut memiliki
kemampuan intelektual dan kepekaan.
f. Pendekatan Spsiopsikologis
Berupaya memahami kehidupan sosial, budaya, serta kemasyarakatan yang
tertuang dalam puisi. Puisi yang dapat dipahami menggunakan pendekatan
sosiopsikologis serta pendekatan didaktis adalah puisi naratif.
Diterbitkan di: Oktober 11, 2009

Anda mungkin juga menyukai