Sebuah puisi modern tetap dapat disebut sebagaipuisi ternyata bukan karena
bentuknya, tetapi lebih cenderung karena ada hakikat puisi yang terkandung
didalamnya. Waluyo (1991: 140) berpendapayt bahwa puisi merupakan bentuk
karya sastra yang mengungkapkan perasaan penyair secara imajinatif. Wujud karya
sastra tersebut muncul karena puisi merupakan karya seni yang puitis. Dikatakan
puitis karena membangkitkan perasaan, menarik perhatian, bahkan memancing
timbulnnya tanggapan pembaca.
Sejalan dengan pendapat diatas, Ahmad (dalam Pradopo, 2005: 5) mengemukakan
bahwa unsure-unsur puisi dapat disatukan sehingga dapat diketahui beberapa
unsure berupa emosi,imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan, pancaindra,
susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwaada tiga unsure pokok yang terdapat
dalam puisi, yaitu (1) pemikiran ide, (2) bentuk, dan (3) kesan.
Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik
berhubungan dengan pemilihan kata yng bermakna tepat dan selaras, yang
penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak
pembaca atau pendengar ( Suroto, 1989: 112).
Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga
ekspresif (Prapodo, 2005: 22). Bunyi disamping hiasan dalam puisi juga mempunyai
tugas untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan
angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.
Rima
Rima adalah persamaan atau pengulanhan bunyi baik diawal larik atau diakhir larik.
Didalamnya masih mengandung berbagai aspek yang meliputi, rima akhir, rima
dalam, rima rupa, rima identik, rima sempurna, asonansi, dan aliterasi.
Irama
Irama adalah panduan bunyi yang menimbulkan efek musikalitas, baik berupa
alunan keras-lunak, kuat-lemah, panjang-pendek, maupun tinggi-renah, yang
kesemuanya dapat menimbulkan kemerduan bunyi, kesan suasana serta makna
tertentu.
Ragam Bunyi
Ragam bunyi meliputi bunyi eufoni , kakofoni, dan onomatope. Penggunaan
kombinasi atau pengulangan bunyi vokal (a, I, u, e, o) dan sengau
(m, n, ng, ny) menimbulkan efek yang merdu dan berirama (eufoni). Bunyi ini
menimbulkan keriangan, vitalitas maupun gerak. Sebaliknya kombinasi bunyi yang
tidak merdu dan terkesan parau (kakafoni) misalnya k, p, t, s, b, p, m terkesan
berirama berat lebih cocok utuk menimbulkan kesan kekuatan, tekanan, kekecauan,
kahancuran, galau, gelisah, dan amarah.
Bahasa Puisi
Bahasa merupakan sarana ekspresi dalam penulisan puisi (Pratiwi, 2005: 78).
Bahasa kias menyebabkan puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran hidup,
dan terutamamenimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 2005: 54)
Tipograf
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan
puisi dengan prosa fiksi dan drama (Jabrohim, 2004: 54). Penulis puisi membuat
puisi dengan cara menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara
visual (Aminudin, 2002: 146; Dermawan, 1999: 44)
Isi Puisi
Menurut Waluyo (2001: 65) isi puisi mencakup tema, perasaan penyair, nada, dan
amanat.
Tema adalah sesuatu yang menjadi pemikiran penulis puisi. Tema juga dapat
dikatakan sebagai ide dasar suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna
puisi.
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Penulis puisi bisa bersikap menggurui,
menasehati, mengejek, menyindir, atau bisa jadi penulis puisi bersikap lugas, hanya
menceritakan sesuatu lepada pembaca
Hakikat Apresiasi
Secara etimologis, apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciaton kata itu
berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk itu berasal dari kata verja to
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan,
dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan katakatanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan
keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan
kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik
yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap
terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa
pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu
berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata
kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
2. Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
(1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi
yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode
puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
(2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut
pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin
pengarang.
(3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas
tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi,
(2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi,
verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu
unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih
menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
(5) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol,
(5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1)
tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9)
ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah
menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik
puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35)
menggambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Puisi sebagai struktur
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsurunsur puisi sebagai berikut.
2.1 Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi katakata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya
dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69)
menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu
penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan
sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh
kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan
penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji
suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata
kongkret salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata
kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan,
dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain
dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula
sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan
pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses
penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa
merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan
dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang
padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif,
menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa
menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi,
dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa
diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat
menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi
menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa
satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam
sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan
makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi
baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan
oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi
rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh
perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan
kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat
konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah
salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima
maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi
menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi
isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur
batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi
penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan
dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih
banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk
oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan
tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun
dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana
yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi
hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi katakata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka katakatanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan
makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji
suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang
dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret
salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret rawarawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain
metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap
bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola
bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh,
sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma
sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Puisi
oleh: maysya
Pengarang : Sri Suhita
kata:600
Apakah Puisi itu? Puisi termasuk salah satu genre sastra yang berisi ungkapan
perasaan penyair, mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan
kata yang cermat dan tepat. Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang digunakan
serta wujud puisi tersebut. Bahasanya mengandung rima, irama, dan kiasan. Wujud
puisi dapat dilihat dari bentuknya yang berlarik membentuk bait, letak tertata, dan
tidak mementingkan ejaan. Mengenal puisi dapat juga membedakan wujudnya
dengan membandingkan dari prosa. Ada empat unsur yang merupakan hakikat
puisi, yaitu: tema, perasaan penyair, nada puisi, serta amanat.
Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.
Puisi lama lahir sebelum penjajahan Belanda dan masih murni berciri khas Melayu.
Puisi lama terdiri dari: mantra, bidal, pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam,
dan syair.
Puisi baru adalah puisi yang terpengaruh gaya bahasa Eropa. Penetapan jenis puisi
baru berdasarkan jumlah larik yang terdapat dalam setiap bait. Jenis puisi baru
dibagi menjadi distichon, terzina, quatrain, quint, sextet, septina, stanza, serta
soneta.
Puisi modern adalah puisi yang berkembang di Indonesia setelah masa
kemerdekaan. Berdasarkan cara pengungkapannya, puisi modern dapat dibagi
menjadi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
Berdasarkan cara pengungkapannya, dikenal adanya puisi kontemporer dan puisi
konvensional. Yang tergolong puisi kontemporer yaitu: puisi mantra, puisi mbeling,
serta puisi konkret. Selain itu berdasarkan keterbacaan yaitu tingkat kemudahan
memaknainya, puisi terdiri dari puisi diafan, puisi prismatis, dan puisi gelap.
Pendekatan dalam Mengapresiasi Puisi
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi dan prinsip yang berhubungan dengan
sifat-sifat puisi. Pendekatan dalam mengapresiasi puisi terdiri dari pendekatan
terhadap teks puisi serta pendekatan dalam membaca puisi.
a. Pendekatan Parafrasis
Sesuai hakikatnya, puisi mengunakan kata-kata yang padat. Oleh sebab itu, banyak
puisi yang tidak mudah untuk dapat dipahami terutama oleh pembaca pemula. Ada
pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu mengungkapkan kembali gagasan yang
disampaikan penyair dalam bentuk baru yaitu menyisipkan kata atau kelompok kata
dengan tujuan memperjelas makna puisi tersebut. Pendekatan ini bertujuan
menguraikan kata yang padat dan menkonkretkan yang bermakna kias.
b. Pendekatan Emotif
Pendekatan ini berupaya mengajak emosi atau perasaan pembaca, berkaitan
dengan keindahan penyajian bentuk atau isi gagasan. Yang ingin diketahui pembaca
adalah bagaimana penyair menampilkan keindahan tersebut. Pendekatan ini juga
sering diterapkan untuk memahami puisi humor, satire, serta sarkastis.
c. Pendekatan Analitis
Cara memahami isi puisi melalui unsur intrinsik pembentuk puisi. Unsur intrinsik
adalah unsur yang secara langsung membangun puisi dari dalam karya itu sendiri.
Unsur intrinsik puisi terdiri dari tema, amanat, nada, perasaan, tipografi,
enjambemen, akulirik, rima, gaya bahasa, dan citraan.
Citraan merupakan suatu gambaran mental atau suatu usaha yang dapat dilihat di
dalam pikiran (Laurence, 1973). Citraan tersebut termuat dalam kata-kata yang
dipakai penyair. Citraan atau imaji dibagi menjadi:
1) Visual imagery
2) Auditory imagery
3) Smell imagery
4)Tactile imagery
d. Pendekatan Historis
Unsur ekstrinsik dapat terdiri dari unsur biografi penyair yang turut mempengaruhi
puisinya, unsur kesejarahan atau unsur historis yang menggambarkan keadaan
zaman pada saat puisi tersebut diciptakan, masyarakat, dan lain-lain.
e. Pendekatan Didaktis
Pendekatan ini berupaya menemukan nilai-nilai pendidikan yang tertuang dalam
puisi. Agar dapat menemukan gagasan tersebut, pembaca dituntut memiliki
kemampuan intelektual dan kepekaan.
f. Pendekatan Spsiopsikologis
Berupaya memahami kehidupan sosial, budaya, serta kemasyarakatan yang
tertuang dalam puisi. Puisi yang dapat dipahami menggunakan pendekatan
sosiopsikologis serta pendekatan didaktis adalah puisi naratif.
Diterbitkan di: Oktober 11, 2009