Anda di halaman 1dari 24

JURNAL PEMBELAJARAN

TUTORIAL B BLOK 10
SKENARIO 1: BAYIKU TIDAK BISA BERAK

ANGGOTA :
Fatma Devyta Nevyliana 172010101114
Moh. Bachtiar Adam 172010101130
Indis Suyanto Putri 202010101006
Primanda Vitarani 202010101012
Wanda Putri Ihsani 202010101018
Andi Muhammad Sayidina Rafi 202010101021
Adinda Cahya Prabasari 202010101027
Lailatus Solihah 202010101050
Angelica Ariza Sartana 202010101057
Bimo Setyaji Dewanto 202010101068
Wulan Lailatul Kiptiyah 202010101071
Muhammad Naufal Hibatullah 202010101110
Yudha Anggito Wicaksono 202010101115

PENGAMPU :
dr. Pulong Wijang Pralampita, Ph.D

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
SKENARIO 1: BAYIKU TIDAK BISA BERAK

Dokter Ani dari Klinik Petani Sehat merujuk seorang bayi baru lahir berjenis kelamin
laki-laki ke Rumah Sakit Agromedis oleh karena bayi tidak mempunyai lubang anus. Bayi lahir
secara spontan (proses persalinan dibantu oleh bidan dan dr.Ani) dengan berat badan lahir 2800
gr, panjang badan 46 cm, apgar score 8/10, lahir cukup bulan (38 minggu), dan tanpa penyulit
saat proses kelahiran. Pada saat melakukan pemeriksaan menyeluruh pada bayi dr.Ani
menemukan adanya beberapa kelainan bawaan yaitu terdapat celah pada bibir bayi sampai ke
langit langit mulut dan tidak ditemukannya lubang anus pada tubuh bayi. Saat ini kondisi tanda
vital bayi adalah heart rate 144 x/menit, respiratory rate 30 x/menit, dan body temperature
36.2o C. Tn. Bejo dan Ny.Misna, merupakan orang tua bayi, bekerja sebagai buruh tani di
perkebunan jeruk yang sehari hari bertugas untuk membersihkan kebun dan melakukan
penyemprotan pestisida.

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. APGAR Score
o Bimo Setyaji Dewanto (202010101068)
Tes Apgar score atau penilaian Apgar merupakan salah satu pemeriksaan fisik
bayi yang dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah bayi lahir. Semakin tinggi
nilai Apgarnya, maka semakin baik. Nilai Apgar yang tinggi menjadi patokan bahwa
kondisi bayi baru lahir sehat dan bugar setelah dilahirkan. Kata ‘Apgar’ sendiri
diambil dari beberapa aspek yang diperiksa, yaitu:
● Activity (aktivitas otot)
● Pulse (denyut jantung)
● Grimace (respons dan refleks bayi)
● Appearance (penampilan, terutama warna tubuh bayi)
● Respiration (pernapasan)
a. Activity (aktivitas otot)
● Skor 2 berarti bayi tampak bergerak aktif dan kuat
● Skor 1 berarti bayi bergerak, tetapi lemah dan tidak aktif
● Skor 0 berarti bayi tidak bergerak sama sekali
b. Pulse (denyut jantung)
● Denyut jantung tentu menjadi penilaian penting dalam Apgar score. Berikut
ini adalah arti dari skor yang diberikan:Skor 2 berarti jantung bayi berdetak
lebih dari 100 denyut per menit
● Skor 1 berarti jantung bayi berdetak kurang dari 100 denyut per menit
● Skor 0 berarti detak jantung tidak terdeteksi
c. Grimace (respons refleks)
● Skor 2 berarti bayi meringis, batuk, atau menangis secara spontan dan dapat
menarik kaki atau tangan ketika diberi rangsang nyeri, seperti cubitan ringan
atau sentilan di kaki
● Skor 1 berarti bayi hanya meringis atau menangis hanya saat diberikan
rangsangan
● Skor 0 berarti bayi tidak menunjukkan respons sama sekali terhadap
rangsangan yang diberikan
d. Appearance (warna tubuh)
● Skor 2 jika warna tubuh bayi kemerahan, ini merupakan warna tubuh bayi
yang normal
● Skor 1 jika warna tubuh normal, tetapi tangan atau kaki kebiruan
● Skor 0 bila seluruh tubuh bayi sepenuhnya berwarna keabu-abuan, kebiruan,
atau pucat
e. Respiration (pernapasan)
● Skor 2 jika bayi menangis kuat dan dapat bernapas secara normal
● Skor 1 jika bayi menangis lemah disertai rintihan dan pola napas yang tidak
teratur
● Skor 0 jika bayi tidak bernapas sama sekali
Setelah hal-hal di atas dinilai, maka nilai dari masing-masing aspek yang
diperiksa akan dijumlahkan dan diperoleh nilai total sebesar 0–10. Berikut ini adalah
hasil interpretasi Apgar score:
● Skor di atas 7 menandakan bahwa bayi dalam kondisi baik atau sempurna
● Skor 5–6 menandakan Si Kecil kurang sehat atau bugar dan mungkin perlu
bantuan pernapasan
● Skor di bawah 5 merupakan keadaan gawat pada bayi yang mengindikasikan
bahwa bayi membutuhkan resusitasi segera

II. RUMUSAN MASALAH


1. Apa gejala yang dialami bayi apabila tidak memiliki lubang anus?
o Wulan Lailatul Kiptiyah (202010101071)
a. Mekonium tidak keluar selama 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar
melalui saluran urin, vagina, atau vistula.
b. Distensi abdomen yang terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama
c. Gangguan dalam buang air besar
d. Ada tanda-tanda obsturksi usus dan konstipasi saat pemeriksaan fisik
e. Bayi akan muntah saat diberi makan pada usia 24-48 jam
f. Lubang anus tidak berada pada tempatnya atau bahkan tidak ada
g. 50% penderita atresia ani diikuti dengan kelainan kongenital lainnya.
o Yudha Anggito Wicaksono (202010101115)
suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan
anus yang tidak sempurna. Kelainan ini menyebabkan tidak sempurnanya
pembentukan saluran dari rektum (tempat penyimpanan feses sementara pada usus
besar) sampai ke anus.

• Tidak ada anus


• Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
• Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
• Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
• Mekonium keluar bersama dengan urin ( Fistula retrouretral regio bulbar)
• Anal dimple ( Fistula retrouretral regio bulbar)
• Perut kembung.
• Distensi abdomen karena mekonium tidak dapat keluar (anus
imperforata)
• Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
• Perineum yang datar ( fistula retrouretral regio prostatika dan
retrovestikal)
• Genitalia tampak kecil, rektum, saluran kemih, dan lubang vagina
bertemu pada satu saluran yang sama (kloaka persisten).
2. Mengapa bayi tidak memiliki lubang anus?
o Moh. Bachtiar Adam (172010101130)
Etiologi pasti belum ada, umumnya multifactorial, masalah pada embriologi,
selaput → membrane (mgg 8-12) tidak ada membrane (progtodium) → anusnya
tidak memiliki selaput yang dapat membuka. Selain itu etiologic dari riwayat
keluarga, syndrome trisomy 12, 13, 21, dihhubungkan dengan syndrome vactrel
(vertebrae, ana defect, cardiac, esofagheal, renal, limb) → minimal 3 defect.
o Muhammad Naufal Hibatullah (202010101110)
Ada yg berpendapat mungkin disebabkan karena mutasi gen, yang berhubungan
dengan faktor lingkungan. Di mana bisa terjadi bersamaan dengan penyakit
kongenital lain.
3. Mengapa bayi memiliki celah pada bibir dan langit-langit ?
o Muhammad Naufal Hibatullah (202010101110)
Cleft lip and palate, orofacial cleft. Bibir terbentuk di antara minggu ke 4 dan 7
kehamilan, sementara palate terbentuk di antara minggu ke 6 dan 9 kehamilan. Cleft
lip dan palate terjadi jika jaringan yang membentuk bibir dan langit mulut tidak
bergabung sebelum lahir. Penyebab sebagian besar tidak diketahui. Beberapa anak
anak dengan cleft lip atau cleft palate disebabkan perubahan gen. Ada yang
menganggap disebabkan oleh kombinasi antara gen dan faktor lain, misalnya
maternal/ibu kontak dengan lingkungan, makanan atau minuman ibu, atau medikasi
tertentu selama masa kehamilan. Beberapa faktor yang meningkatkan peluang bayi
dengan orofacial cleft: wanita yang merokok selama hamil, wanita diabetes selama
hamil, tetapi lebih ke cleft lip tanpa cleft palate, dan medikasi tertentu. Seperti
topiramate atau asam valproic, untuk mengobati epilepsi. Bisa berkaitan dengan
sindrom, misalnya van der woude syndrome yg terjadi mutasi pada gen IRF6.
o Bimo Setyaji Dewanto (202010101068)
Labiopalato = mulut dan langit-langit → etiologic belum jelas. Faktor resiko
karena lingkungan, riwayat keluarga, paparan zat berbahaya. Pekerjaan orang tua
sebagai petani dan penyemprot pestisida → kemungkinan pestisida (teratogenic) →
terjadi gangguan pada masa organogenesis → malformasi.
4. Bagaimana interpretasi PB bayi, BB bayi, apgar bayi, dan usia kelahiran bayi?
o Angelica Ariza Sartana (202010101057)

• Usia kehamilan normal berkisar antara 37 hingga 42 minggu. Bila bayi lahir
sebelum minggu ke-37, maka dihitung sebagai premature. Jika bayi lahir lebih
dari 42 minggu maka dihitung sebagai postmature
• Apgar score 8/10 → normal
o Primanda Vitarani (202010101012)
• Berat Badan Lahir normal berkisar antara 2,5 - 4 kg. Berat Badan Lahir Bayi
pada skenario diketahui 2800 gram atau 2,8 kg yang berarti normal. Pada
statistik dalam epidemiologi, bayi yang lahir dengan berat badan lebih dari 2,5
kg itu lebih banyak.
• Panjang bayi normal berkisar antara 45,6 - 53,4 cm. Panjang bayi pada skenario
diketahui 46 cm yang berarti normal.
5. Apakah ada hubungan dengan ditemukannya kelainan berupa adanya celah pada
bibir dan tidak ada lubang pada anus?
o Fatma Devyta Nevyliana (172010101114)
Mungkin memiliki hubungan karena pada embriologi facialis, pada minggu
ke-4 bakal membentuk prosessus facialis, lalu pada minggu ke-5 akan membentuk
plakoda nasalis atau membentuk lekukan calon lubang hidung dan juga terbentuk
processus mandibula dan maxilaris. Terus nanti processus nasalis ini nanti
dipisahkan oleh processus maxilaris. Nah plakoda nasalis itu nanti ada bagian lateral
dan medial. Pada minggu ke-7 pada bagian medial itu nanti berfusi membentuk batas
dari hidung, jika ada gangguan di minggu ke 7 maka nanti fusinya terganggu.
Akhirnya membentuk celah. Pada minggu ke 6-12 itu biasanya akan terbentuk
palatum. Tapi jika pada minggu 6-12 ini ada gangguan, biasanya akan terjadi rongga
di palatum, yang biasa kita sebut palatokisis.
Lalu kalau yang tidak ada lubang anus. Jadi pada minggu ke-4 ini ada kloaka
dan membrane kloaka. Nanti pada minggu ke 4-6 ini terjadi pergerakan dari septum
urorektal. Nah septum urorektal ini lah yang memisahkan antara system urogenital
dan juga system pencernaan. Selain itu juga dari minggu ke 6-8 ada lipatan genital
dari luar yang kita sebut dengan proktodium. Jadi dari luar membrana kloakalis ini
juga, dia itu menjorok ke dalam. Nah sehingga membentuk perineum, akhirnya
perineum ini dia bertemu dengan septum urorektal. Nah pertemuannya itu tadi,
memisahkan antara saluran system urogenital dan juga saluran pencernaan. Nah
kalau misal ada gangguan pada pemisahan oleh septal urorektal, terutama pada
minggu ke 7, ini biasanya akan terjadi atresia ani yang tinggi. Sedangkan jika ada
gangguan di minggu ke 9 berarti biasanya cenderung ke yang atresia ani yang
rendah, karena sudah terbentuk membrana analis. Faktor penyebab bayi mengalami
kelainan bawaan :
• Nutrisi: Ibu yang kekurangan asam folat dari nutrisinya dapat menyebabkan
janinnya lahir dengan cacat pada tabung saraf ( neural tube defect). Kadar asam
folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil agar janinnya terhindar dari cacat tabung
saraf adalah 400 mikrogram per hari.
• Konsumsi obat: Ibu hamil yang sering menderita keputihan dan diobati dengan
obat antifungal. Namun, konsumsi obat antifungal fluco-nazole diketahui dapat
menimbulkan celah bibir dan langit-langit.
• Usia orang tua
• Kelainan genetic dan kromosom: Jadi kelainan genetic pada ayah atau ibu
kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya.
Diantara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum mendel, tetapi dapat
pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan atau kadang-
kadang sebagai unsur resesif.
• Infeksi: Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulakn
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama
disamping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus rubella (bayi akan
menderita kelainan kongenital pada mata seperti katarak, kelainan system
pendengaran dan kelainan jantung bawaan). Infeksi virus sitomegalovirus pada
bulan ketiga atau keempat, kelainan kongenital yang mungkin dijumpai seperti
hidrosefalus, retardasi mental.
• Pestisida: Jadi pestisida larut ke tanah dan air lalu air terkontaminasi, masuk
ketubuh akhirnya berpengaruh ke bayi.
o Andi Muhammad Sayidina Rafi 202010101021
Sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara tingkat kejadian labio
palatoskisis dengan atresia ani. Namun secara hubungan pembentukan embrio tidak
ada kaitan langsung dikarenakan atresia ani berada pada segmen inferior sedangkan
labiopalatoskisis ada di segmen superior
Saat di akhir minggu ke-7, membran kloaka ruptur dan menciptakan pembukaan
pada anal untuk hindgut dan pembukaan pada bagian ventral untuk sinus urogenital,
dan terbentuk korpus perienalis diantara daerah ini. Kelainan hindgut seperti
malformasi anorektal muncul ketika membran anal gagal untuk melakukan
pemecahan (apoptosis) sehingga tidak terdapatnya lubang anus.
pestisida menjadi zat teratogenik yaitu zat yang dapat menyebabkan kelainan
perkembangan janin dalam kandungan. pestisida dapat menyebabkan stress oksidatif
pada tubuh seseorang terlebih disini adalah ibu hamil yang akan menyebabkan
kelainan pada proses organogenesis yang terjadi di trimester pertama kehamilan.
pembentukan mulut yaitu pada minggu ke 4-7, palatum pada minggu ke 4-9, hindgut
pada minggu ke 5-7.
Penyebab kelainan kongenital antara lain penyebab genetik (kelainan
kromosom, defek gen tunggal, pewarisan autosomal dominan atau resesif, dan lain-
lain), kondisi ibu selama kehamilan (infeksi, penyakit kronis ibu, merokok, obat-
obatan, gizi buruk, faktor lingkungan, TORCHZ (toksoplasmosis). , lainnya, rubella,
cytomegalovirus, virus herpes simpleks, dan virus Zika), hipertermia, alkohol dan
penggunaan narkoba), penyebab multifaktorial (genetik plus lingkungan), dan
etiologi yang tidak diketahui.
6. Bagaimana interpretasi TTV pada bayi? Apa faktor yang menyebabkan hasil ttv
pada bayi?
o Adinda Cahya Prabasari (202010101027)
Frekuensi heart rate 144x/menit = normal (100x/ menit - 160x/ menit). ●
Frekuensi respiratory rate 30x/ menit = normal (30x/ menit - 60x/ menit). ● Body
temperature 36,2°C = normal (36°C - 37°C).
Suhu normal bayi adalah antara 36,5-37,5 °
C. Hipotermia dibagi menjadi tiga jenis yaitu stres dingin, hipotermia sedang, dan
hipotermia berat. Batasan stres dingin suhu antara 35,5-36,4 ° C, hipotermia sedang
suhu antara 32-35,4 ° C, dan hipotermia berat dekat suhu kurang dari 32 ° C.
Bila tubuh dan hangatitas maka interpretasinya adalah normal. Bila tubuh
teraba hangat tapi ekstremitas teraba dingin maka berarti bayi mengalami
stres dingin. Sedangkan bila tubuh dan ekstremitas teraba dingin berarti
bayi mengalami hipotermia. Pada perabaan tidak dapat ditentukan
gradasi hipotermia. (IDAI, 2016)
o Wanda Putri Ihsani (202010101018)
Kondisi tanda vital bayi pada scenario :
● Frekuensi heart rate 132x/menit = normal (100x/ menit - 160x/ menit).
● Respiration rate : 30 x/mnt – Normal (30-60 x/mnt)
● Suhu : 36,2 °C – Kurang normal (sedikit dingin), karena <36,5°C
Segera berikan penghangatan pada bayi dengan infant warmer atau
diselimuti dengan kain yang hangat dan kering. (Normal : 36,5-37,5 °C)
Tidak ada faktor patologis yang menyebabkan tanda vital bayi seperti
di skenario karena bisa dilihat bahwa tanda vital bayi memenuhi indikator
normal.Hanya saja,suhu tubuh bayi yang menunjukan 36,2 C diduga
diakibatkan karena kelainan kongenital pada bayi yaitu atresia ani. Sehingga
pengukuran suhu tubuh bayi yang seharusnya di anus bayi menjadi diukur
di lokasi lain dan tidak se spesifik ketika diukur di anus. Padahal untuk
memperoleh hasil yang cukup akurat biasanya pada bayi dilakukan pada
lubang anus, jika diperiksa pada ketiak dan bagian tubuh lainnya akan
cenderung memperoleh hasil yang lebih rendah.
o Lailatus Solihah (202010101050)
• HR 144 x /menit → Normal ( 100-160 )
• RR 30 x /menit → Normal ( 30-60 )
• Suhu 36,2 derajat C → Normal ( 36,5-37 )
Respiratory Rate bayi pada skenario normal → Karena faktor yg
menyebabkan RR normal yaitu RR berkaitan dengan pusat pernafasan dan tidak
ada kaitannya dengan bentuk mulut bayi pada skenario yang memiliki celah
pada bibir sampai ke langit-langit mulutnya ( Labiopalatoschisis ) , kemudian
tidak ditemukan sumbatan pada saluran pernafasan bayi di skenario sehingga
RR normal
7. Apa hubungan orang tua bayi yang sering menyemprotkan pestisida dengan
kondisi bayi saat ini?
o Wulan Lailatul Kiptiyah (202010101071)
Pekerjaan mereka dalam menyemprot pestisida meingkatkan resiko mereka
terpapar pestisida setiap harinya, baik melalui dermal (kulit), inhalasi melalui
partikel pestisida yang terhirup saat penyemprotan, atau oral akibat konsumsi air
sumur, sungai, atau sumber yang terkontaminasi oleh pestisida. Pada wanita,
akumulasi pestisida berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang baru lahir, toksin pada pestisida dapat menembus sawar
plasenta, yang dapat menyebaban embriogenesis dan organogenesis abnormal,
yang menghasilkan kelainan kongenital pada bayi.
Selain itu, beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang
dapat menyebabkan atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita yang
juga akan mempengaruhi pertumbuhan janin. Pada pria, akumulasi pestisida
menyebabkan DNA spermatozoa tidak sempurna, perubahan morfologi dan
mobilitas sperma, serta mengakibatkan adanya akumulasi toksin dalam cairan
semen yang juga bisa menjadi salah satu faktor resiko abnormalitas pada proses
organogenesi maupun embriogenesis janin.
Diketahui pula paparan kronis akibat pestisida menyebabkan efek racun yang
bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic
(kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran
anak cacat dari ibu yang keracunan).
Proses pembentukan cacat bawaan pada bayi akibat teratogenik ini disebut
teratogenesis. Ketahanan pada efek teratogenesis pada ibu hamil ini bervariasi
dengan tahap perkembangan embrio, namun pengaruh buruk zat teratogenik ini
selama periode kehamilan kritis terbagi menjadi 3 periode, yaitu :
a. Fase implantasi (umur kehamilan < 3 minggu), pada fase ini zat
teratogenik memberi pengaruh buruk yang dapat menyebabkan
kematian janin, namun bisa juga tidak mempengaruhi sama sekali.
Pada fase ini janin sangat keba terhadap cacat bawaan
b. Fase organogenesis (4-8 minggu setelah pembuahan)
Pada fase ini janin sangat rentan dengan terhadap terjadinya cacat
kongenital , pada fase ini dapat terjadi diferensiasi pertumbuhan
yang mengakibatkan malformasi anatomik akibat pengaruh zat
teratogenik
c. Fase fetal (janin), pada trimester 2 (minggu ke-14 - 27)dan 3
kehamilan (minggu ke-28 – 41)
Pengaruh zat teratogenik terhadap janin memiliki peluang kecil untuk
menyebabkan cacat bawaab, namun tetap dapat menyebabkan perubahan
dalam pertumbuhan dan fungsi organ jaringan yang telah terbentuk
secara normal.
Periode organogenesis merupakan periode yang paling rentan terhadap
paparan zat zat berbahaya pada pestisida karena merupakan periode
pembentukan organ pada janin, sehingga apabila paparan terjadi pada
periode tersebut maka resiko terjadinya kelainan kongenital pada bayi
tinggi.
Contoh agen pestisida yang dapat menyebabkan kelainan
genitourinary pada bayi diantaraya adalah, chlorpyrifos
(organofosfat) yang sering digunakan oleh petani, termasu juga
brominated flame retardants. Selain itu, agen pestisida yang
dapat mengakibatkan terjadinya oral defek adalah dioxins
o Yudha Anggito Wicaksono (202010101115)
Patogenesis terjadinya keracunan pestisida pada petani ibu hamil berawal dari
masuknya pestisida melalui kulit (kontak), saluran pencernaan (oral), dan sistem
pernafasan (inhalasi). Pestisida kemudian masuk ke dalam peredaran darah ibu,
placenta, dan masuk ke dalam janin, sehingga menyebabkan terganggunya
pertumbuhan janin (Sari dkk.,2013).
Penelitian oleh Recio dkk., pada tahun 2001 melaporkan bahwa pestisida
mampu menyebabkan perubahan morfologi sperma dan mobilitasnya serta pada
komponen semen lainnya, sehingga diduga mampu menyebabkan kelainan
kongenital pada keturunan mereka (Ueker dkk., 2016). Mekanisme lain diduga
karena paparan pestisida selama masa ARP pada pria menyembabkan akumulasi
zat toksin pestisida pada semen. Studi lain menyampaikan bahwa paparan
pestisida golongan organofosfat mengakibatkan toksisitas pada sel gamet,.
Toksin organofosfat mampu mengganggu proses migrasi selama meiosis dan
menimbulkan gangguan proses transfer DNA sehingga menyebabkan perubahan
pada gamet pria
8. Apa pemeriksaan penunjang yang tepat untuk bayi tersebut
o Adinda Cahya Prabasari (202010101027)
a. Pemeriksaan Radiologi dan Pencitraan
Untuk mengetahui letak malformasi anorektal secara pasti dapat dilakukan
pemeriksaan:
● Invertogram, untuk mengukur jarak antara kolon terminal dengan perineum.
● Cross table lateral radiography, untuk menentukan letak atresia ani
berdasarkan garis pubococcygeal.
● Rontgen sakrum posteroanterior dan lateral, untuk melihat rasio sakral dan
untuk melihat defek pada sakral, hemivertebra dan massa presakral (dilakukan
sebelum operasi).
Sedangkan untuk mencari kelainan lain yang menyertai sindrom, dilakukan
pemeriksaan pencitraan sebagai berikut :
● USG / MRI abdomen, untuk memeriksa saluran genitourinaria dan untuk
melihat adanya massa lainnya.
● USG / MRI spinal, untuk skrining malformasi spinal.
● Ekokardiografi, untuk skrining malformasi jantung
b. Pemeriksaan Penunjang pada bibir sumbing
Pemeriksaan Ultrasonografi dan MRI : Deteksi dini sumbing saat kehamilan
dapat dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi atau magnetic resonance
imaging (MRI). MRI juga dapat digunakan sebagai deteksi awal adanya celah
submukosa yang dapat terlewat pada inspeksi awal.
c. Evaluasi Genetik
Pemeriksaan genetik dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan adanya sindrom
tertentu yang menyebabkan bibir sumbing. Evaluasi genetik ini dapat
menentukan prognosis, mengantisipasi masalah yang dapat muncul, dan
menentukan risiko pada kehamilan selanjutnya.
Pemeriksaan penunjang lainnya :
Orofacial cleft termasuk cleft lip dengan atau tanpa cleft palate adalah
abnormalitas kongenital yang umum. Namun pada kasus ini dapat dideteksi sejak
dini, deteksi prenatal dapat dilakukan pada minggu ke 22-28.
Transabdominal ultrasonography (TA-US) yang dilakukan pada trimester dua
kehamilan adalah pilihan pertama untuk screening orofacial cleft. TA-US banyak
dilakukan karena mudah dan tidak menimbulkan radiasi. Selain itu ada juga 3-D
US seperti Ultrasonographic surface rendered oro-palatal (SROP) yang adalah
gambaran rekonstruksi 3D dari regio perioral fetal. SROP dapat melihat superior
lip, alveolar ridge, dan palate sekunder dalam satu kali scan. SROP ini digunakan
untuk managemen cleft lip dengan atau tanpa cleft palate, uni atau bilateral yang
telah didiagnosis pada umur gestasi 22-28 minggu. Namun 3-D US lebih jarang
digunakan karena membutuhkan waktu lebih lama. Sehingga orang lebih sering
menggunakan 2-D US. Untuk meningkatkan akurasi dari 2-D US ada
penggunaan aplikasi warna atau power Doppler. Ultrasound konvensional yang
berwarna abu-abu dapat saja melewati adanya cleft palate saat pemeriksaan
karena bayangan dari bony alveolar ridge yang menutupi kecacatan pada palate.
Penggunaan warna atau power Doppler pada potongan sagittal dapat
memperbaiki keakuratan diagnostik dengan mendeteksi aliran lambat cairan
amniotik diantara ruang buccal dan nasal fossa selama bernafas atau menelan.
Selain ultrasound yang biasanya dilakukan pada umur gestasi 25-26 minggu,
dapat juga dilakukan MRI pada umur gestasi 29-30 minggu jika pemeriksaan
secara ultrasound terlalu sulit. Kepastian diagnosis akan terkonfirmasi saat
dilakukan pemeriksaan klinis pada bayi yang sudah lahir.
Computer tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) panggul
telah digunakan untuk visualisasi langsung dari otot sfingterik. Ini telah
digunakan untuk evaluasi struktural otot dasar panggul dan hubungannya dengan
kantong, baik untuk evaluasi pra dan pasca operasi. Lokasi fistula yang tepat dan
hubungannya dengan otot dasar panggul memberikan informasi penting
mengenai pendekatan, apakah diperlukan pendekatan sagital atau pendekatan
melalui rute perut. MRI dan CT scan juga digunakan untuk penilaian
perkembangan struktural mengikuti prosedur yang berbeda untuk ARM dan
dapat membantu dalam perbandingan hasil antara prosedur yang berbeda. MRI
dianggap lebih unggul daripada CT scan karena karakterisasi jaringan lunak yang
sangat baik, pencitraan multiplanar, dan kurangnya radiasi pengion.
o Lailatus Solihah (202010101050)
Untuk pemeriksaan penunjang, hususnya untuk Diagnosis malformasi anorektal
dapat dilakukan melalui beberapa metode pemeriksaan di bawah ini:
• Pemeriksaan fisik
Ketika bayi lahir, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh,
termasuk melihat apakah anus terbuka dan dalam posisi yang tepat.
• X-ray
X-ray bertujuan memberikan gambaran umum letak anatomis malformasi. Tes
ini juga dapat mendiagnosis ada tidaknya kelainan tulang belakang dan sakrum.
• Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan pada perut dan tulang belakang untuk memeriksa saluran kemih
dan tulang belakang.
• MRI
Prosedur MRI mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis kelainan sumsum
tulang belakang atau kelainan tulang belakang lainnya. MRI juga digunakan
untuk membantu menentukan anatomi otot dan struktur panggul
• Barium enema
Barium enema dilakukan dengan memasukkan cairan kontras barium ke dalam
rektum pasien. Tes ini digunakan untuk memeriksa rektum, usus besar, dan usus
halus.Cairan kontras tersebut akan melapisi bagian dalam organ, sehingga
bentuk organnya akan terlihat pada hasil X-ray.
• Barium swallow
Sesuai namanya, barium swallow dilakukan dengan menelan cairan cairan
barium. Tes ini berfungsi memeriksa organ pencernaan bagian atas, yakni
kerongkongan, lambung, dan usus dua belas jari.
• Pemeriksaan urine lengkap : untuk mengecek apakah terdapat meconium ( fistel
+)
• Foto polos abdomen dan pelvis : untuk evaluasi organ lain
9. Apa tatalaksana untuk bayi yang tidak memiliki anus tersebut?
o Indis Suyanto Putri (202010101006)
Anus imperforata umumnya berhubungan dengan kelainan kongenital lain yang
dikelompokkan sebagai VACTERL Syndrome/Associations, yang merupakan
singkatan dari:
• Cacat vertebra – misalnya vertebra hipoplastik kecil atau hemivertebra
• Cacat akhir – atresia anal/anus imperforate
• Defek jantung – misalnya, defek septum ventrikel, defek septum atrium, atau
tetralogi Fallot
• Fistula trakeoesofagus
• Cacat ginjal – genesis ginjal lengkap atau parsial (baik unilateral atau
bilateral), anomali sistem genitourinari lainnya
• Cacat imb L – digit hilang atau tergeser, polidaktili, atau sindaktili (yaitu jari
tangan atau kaki berselaput atau menyatu)
Pengobatan atresia ani bertujuan untuk memperbaiki kondisi anus agar bayi
bisa hidup normal.
• Sebelum dilakukan pengobatan lebih lanjut, bayi yang tidak memiliki lubang
anus akan diberi asupan nutrisi dan cairan melalui cairan infus. Jika ada fistula
yang terbentuk pada saluran kemih yang berisiko meningkatkan terjadinya
infeksi, dokter mungkin akan memberikan antibiotik.
• Konsep tata laksana dari atresia ani ini, tahapan atau tipe tatalaksananya ada
3:
✓ Setelah diketahui, rujuk ke RSU untuk dilakukan colostomy → tatalaksana
awal / akut
✓ PSA/ Posterosagital Anoplasty → definitifnya, pada usia sekitar 6 bulan,
dilanjutkan bouginasi rektal (patensi lubang anus dengan cara memasukkan
alat busi hegar ke dalam anus untuk mendilatasi anus secara permanen
sehingga kolostomi siap untuk ditutup)
✓ Penutupan colostomy → jika anoplasty sukses dilaksanakan.
o Primanda Vitarani (202010101012)
Dilihat dari jenis kelamin, kalau laki-laki kalau ada melformasi anorektal dicek,
yang harus dicek adalah fistulanya melalui inspeksi perineum dan urinalisis, kalau
urinalisisnya ada mikonium berarti ada fistula. Kalau tanpa fistula, dipastikan benar
tidak atau karena mikonium nya nggak keluar. Bisa dipastikan melalui invertogram.
Kalau ada fistula dan kurang. Fistula perinium, Bucket hundle (biasanya cenderung
atresia ani yang letak rendah), stenosis anal ada saluran atau lubangnya tetapi otot-
ototnya kontraksi terul, anal membrann (dilapisi membran tipis) à cukup dilakukan
Posterosagital Anorectal Vaginal Urinaryplasty (PSARP/PSARVUP) karena
letaknya rendah. Kalau letaknya tinggi adanya mekonium pada urin dan udara pada
kandung kemih dapat dilakukan kolostomi. Kolostomi membentuk lubang dari usus
ke perut (dari usus dihubungkan ke luar), sementara feces dikelurkan melalui
kantung, tidak dilakukan anorectal plasty karena kalau pada anak ditakutkan otot-
otot di daerah rektum atau anal akan terganggung pertumbuhannya, jadi biasanya
ditunggu sampai 4-8 minggu dan lebih ideal dilakukan pada usia 9-12 bulan. Kalau
tanpa fistula dan kurang dari 1 bisa dilakukan kolostomi dan pada usia 4-8 minggu
dapat dilakukan PSARP. Kalau lebih dari 1 bisa langsung dilakukan PSARP tanpa
kolostomi. Untuk wanita kurang lebih sama, bedanya pada vagina. Ada tiga saluran
yang menjadi satu lubang, operasinya adalah PSARVUP menunggu 6 bulan. Kalau
di vagina saja bisa dilakukan kolostomi saja.
Setelah mendiagnosis bayi baru lahir dengan atrisia ani, penatalaksanaan awal
harus berfokus pada hidrasi dan menghindari sepsis. Intervensi bedah tidak
diperlukan segera, dan bayi baru lahir harus menjalani evaluasi diagnostik
menyeluruh dalam 24 hingga 36 jam pertama kehidupan. Harus ada penempatan
jalur intravena untuk cairan dan antibiotik, dan selang nasogastrik dimasukkan untuk
dekompresi lambung, dan untuk menghindari kemungkinan muntah dan aspirasi.
Pasien mungkin perlu menjalani kolostomi pengalihan atau perbaikan bedah.
Keputusan ini didasarkan pada kompleksitas malformasi anorektal, anomali terkait,
dan kelainan metabolik yang berkembang segera setelah lahir. Secara umum, ARM
sederhana dengan letak rendah dapat menjalani anoplasti primer, dan malformasi
yang tinggi atau kompleks memerlukan pengalihan kolostomi awal diikuti dengan
perbaikan bedah definitif 4 hingga 8 minggu kemudian. Jika kolostomi pengalihan
diperlukan, kolostomi desenden atau sigmoid lebih disukai dan dikeluarkan melalui
kuadran kiri bawah perut. Kinerja kolostomi menghasilkan pengalihan aliran feses
dan memungkinkan perbaikan tertunda karena masalah obstruksi usus dan / atau
sepsis dari fistula yang mendesak telah diatasi. Ini juga memberikan diagnosis yang
lebih akurat dari tingkat kantong rektal karena kantong kontras tidak mungkin
dilakukan melalui tungkai distal kolostomi.
o Andi Muhammad Sayidina Rafi (202010101021)
• Persiapan Rujukan
Bayi dengan atresia ani dipuasakan dan diberi asupan nutrisi intravena,
kemudian dirujuk ke Rumah Sakit yang memiliki pelayanan bedah anak.
Antibiotik diberikan bila ada tanda infeksi. Bila ada distensi abdomen, dapat
dilakukan dekompresi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT)
• Medikamentosa
Kebutuhan cairan dan nutrisi dipenuhi secara parenteral. Nutrisi enteral
maupun ASI dapat diberikan setelah pembedahan dilakukan. Antibiotik
broad-spectrum digunakan bila ada tanda infeksi, terutama bila dicurigai
adanya fistula rektourinarius atau rektouretra. Medikamentosa lainnya
bergantung pada adanya penyakit yang menyertai.
• Terapi Suportif Setelah Operasi
Terapi suportif pasca operasi yang dibutuhkan adalah:
✓ Pemasangan kateter foley dilakukan pada bayi laki-laki dengan
fistula rektouretra selama sekitar 5-7 hari, kadang lebih lama.
✓ Dua minggu pasca operasi dilakukan dilatasi pada anus baru
menggunakan alat dilator. Dimulai dari ukuran kecil ke besar sesuai
usia anak sampai tercapai ukuran diameter anus yang sesuai usia
anak.
✓ Konstipasi pasca pembedahan diatasi dengan pemberian laksatif
dan pengaturan diet.
10. Apa tatalaksana pada kasus celah pada bibir dan langit-langit bayi tersebut?
o Angelica Ariza Sartana 202010101057
Terapi definitif → intervensi bedah. Perbaikan sering dilakukan secara bertahap,
dengan bibir yang ditangani terlebih dahulu, diikuti oleh langit-langit mulut. Waktu
intervensi bedah pertama didasarkan pada aturan puluhan yang sering dikutip, "10
pons, hemoglobin 10 mg/dL, dan usia > 10 minggu". Ada beberapa teknik untuk
perbaikan bedah celah bibir dan langit-langit. Perbaikan bibir yang paling umum
digunakan adalah teknik kemajuan rotasi Millard (bibir sumbing unilateral) dan
teknik Mulliken (bibir sumbing bilateral). Palatoplasti untuk langit-langit mulut
sumbing yang berhubungan dengan bibir sumbing dan untuk langit-langit mulut
sumbing saja dilakukan kemudian, pada usia 9-15 bulan. Teknik untuk perbaikan
meliputi perbaikan garis lurus, Furlow double Z-plasty, dan VY pushback Veau-
Wardill-Kilner.
Sebelum operasi, untuk langit-langit mulut sumbing yang berhubungan dengan
bibir sumbing, bibir biasanya ditempel dari sekitar satu minggu kehidupan sampai
operasi. Ini membantu mengurangi ukuran celah dan meningkatkan simetri.
Tindakan alternatif dan lebih agresif untuk plester bibir adalah nasoalveolar
moulding (NAM), yang dapat meningkatkan hasil kosmetik dan fungsional setelah
operasi. NAM melibatkan penempatan prostesis yang dipasang dari cetakan rahang
atas dan dipakai 24 jam sehari dan disesuaikan setiap minggu atau dua minggu
sekali. NAM dapat menghasilkan simetri hidung dan keselarasan alveolar yang
jauh lebih baik. Namun, ini adalah komitmen waktu dan upaya yang signifikan bagi
keluarga, dan kepatuhan yang buruk dapat berdampak signifikan pada hasil.
Untuk celah yang sangat lebar, adhesi bibir merupakan alternatif pembedahan
untuk mencapai celah yang lebih sempit pada saat perbaikan. Ini jarang digunakan
karena memerlukan prosedur bedah tambahan. Biasanya dilakukan pada usia 4-6
minggu. Adhesi bibir melibatkan peninggian flap bibir mukoperiosteal persegi
panjang, yang disatukan secara medial dengan jahitan yang dapat diserap.
• Teknik Palatoplasti
Langkah paling kritis dalam salah satu teknik palatoplasti adalah rekonstruksi
otot levator veli palatini, yang berfungsi untuk mengangkat langit-langit saat
menelan. Tidak tepat atau kegagalan untuk memasang kembali otot dapat
menyebabkan insufisiensi velopharyngeal atau kegagalan penutupan
velopharyngeal. Hal ini menyebabkan refluks hidung selama menelan dan
hypernasal speech.
• Two Flap Palatoplasti atau Perbaikan Garis Lurus dengan Veloplasti
Intravelar
Teknik ini melibatkan elevasi flap mukoperiosteal dari vomer di kedua sisi
celah. Flap mukosa hidung dan mukosa oral diangkat ke anterior dari alveolus
maksila menuju palatum molle. Perlekatan mukosa medial flap dibiarkan utuh
di atas soft palate (molle). Flap kemudian diputar ke medial dan ditutup secara
berlapis. Untuk menciptakan kembali selempang otot levator, perlekatan otot
diangkat dari palatum durum (hard palate) dan diposisikan ulang di garis
tengah lebih posterior di palatum molle (soft palate). Teknik ini tidak
memperpanjang palatum yang pendek.
• Furlow Double Z-plasty
Palatoplasti Furlow melibatkan Z-plasty atau transposisi flap otot palatal lunak
(palatum molle) dalam satu lapisan untuk membuat kembali levator sling dan
transposisi flap mukosa di lapisan kedua untuk membuat ulang uvula. Teknik
Z-plasty memungkinkan untuk memperpanjang palatum. Flap mukoperiosteal
garis lurus diangkat untuk menutup celah palatum durum.
• Veau-Wardill-Kilner VY Pushback
Teknik ini melibatkan elevasi flap mukoperiosteal bilateral yang melibatkan
mukosa mulut dari arah anterior ke posterior. Lampiran posterior flaps tetap
utuh. Flap mukoperiosteal kemudian direposisi, atau didorong ke belakang,
dan didekatkan kembali di garis tengah. Hal ini memungkinkan untuk
pemanjangan palatal. Lapisan mukosa hidung tertutup terutama pada posisinya
dan dengan demikian terbuka pada aspek inferior atau oralnya, untuk menutup
dengan maksud sekunder.
o Bimo Setyaji Dewanto (202010101068)
Umur > 10mgg, sebelumnya harus ada tindakan, pemberian nutrisi dengan
kepala miring dengan sudut 45 derajat. Usia 1-2mgg → bayi dapat obturator untuk
menutup celah lubang bibir agar bayi dapat menghisap susu menggunakan dot
khusus agar tidak terjadi aspirasi.
11. Apa saja komplikasi yang dapat dialami bayi karena mengalami bibir sumbing
dan tidak memiliki anus?
o Indis Suyanto Putri (202010101006)
Kegagalan untuk mendiagnosis kondisi ini lebih awal dapat menyebabkan bayi
baru lahir mengalami dehidrasi, muntah, aspirasi, dan sepsis. Infeksi luka operasi,
dan infeksi saluran kemih dapat menyertai sebagian besar operasi perut.
Komplikasi pascaoperasi khusus untuk perbaikan bedah ARM termasuk fistula
berulang atau persisten, stenosis anal, rekonstruksi struktur yang direkonstruksi
lainnya, dan prolaps rektum. Kompleksitas malformasi dan anomali terkait
(misalnya, anomali vertebral) biasanya menentukan hasil jangka panjang. Mereka
yang memiliki anomali vertebral yang signifikan, penarikan sumsum tulang
belakang, atau ARM kompleks dapat lumpuh/mengalami disabilitas selama sisa
hidup mereka.
A. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
B. Obstruksi intestinal
C. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
D. Komplikasi jangka panjang :
- Eversi mukosa anal.
- Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
- Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
- Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
- Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
- Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi
o Wanda Putri Ihsani (202010101018)
• Komplikasi labiopalatoschizis
Terdapat komplikasi lain yang mungkin terkait dengan celah bibir dan celah
langit-langit, termasuk yang berikut :
• Kesulitan memberi makan
Kesulitan makan lebih banyak terjadi pada bayi yang menderita
bibir sumbing. Bayi mungkin tidak dapat mengisap dengan baik
karena langit-langit mulut tidak terbentuk sepenuhnya
• Infeksi Telinga dan Kehilangan Pendengaran
Celah pada langit-langit dapat menyebabkan disfungsi tabung
yang menghubungkan telinga tengah dan tenggorokan. Sehingga,
dapat meningkatkan risiko terkena infeksi telinga (otitis media
akut). Infeksi telinga dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
• Kesulitan bicara
Karena pembukaan atap mulut dan bibir, fungsi otot dapat
menurun, sehingga dapat menyebabkan keterlambatan bicara atau
bicara menjadi abnormal.
• Masalah Gigi
Jika pembukaan atap mulut dan bibir meluas melalui gusi atas,
perkembangan gigi dapat dipengaruhi dan gigi dapat tumbuh tidak
normal.
III. Learning Objective
1. Embriologi GI Tract
2. Anatomi GI Tract
a. Mulut
b. Esophagus
c. Gaster
d. Duodenum
e. Jejunum
f. Ileum
g. Appendix
h. Colon
i. Rectum
j. Anus
3. Histologi GI
a. Mulut
b. Esophagus
c. Gaster
d. Duodenum
e. Jejunum
f. Ileum
g. Appendix
h. Colon
i. Rectum
j. Anus
4. Fisiologi GI Tract
a. Mulut
b. Esophagus
c. Gaster
d. Usus Halus
e. Usus Besar
f. Anus
5. Biokimia GI Tract
a. Sintesis Lipid
b. Protein
c. Karbohidrat
d. Pembusukan makanan
6. Kelainan kongenital GI Tract (definisi, prevalensi, etiologi, patofisiologi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis)
a. Macrognatia
b. Micrognatia
c. Macroglosus
d. Microglosus
e. Labiopalatoschizis
f. Atresia esophagus
g. Akalasia
h. Malrotasi gaster
i. Stenosis pilorus
j. Hernia umbilicalis
k. Hernia diafragmatica
l. Divertikulum Meckel
m. Hirschaprung disease
n. Atresia intestinal
o. Atresia ani
p. Atresia biliar
q. Omphalokel
r. Gastrokisis
7. Upaya edukasi preventif untuk kelainan kongenital GI tract
8. Penyakit kongenital GI Tract di agroindustry
DAFTAR PUSTAKA

1. Imperforate Anus. National Organization for Rare Disorders


2. Imperforate Anus. John hopkins medicine
3. Singh M, Mehra K. Imperforate Anus. [Updated 2021 Aug 30]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549784/
4. Facts about Cleft Lip and Cleft Palate. CDC
5. -Vyas, Tarun et al. “Cleft of lip and palate: A review.” Journal of family medicine and
primary care vol. 9,6 2621-2625. 30 Jun. 2020, doi:10.4103/jfmpc.jfmpc_472_20
6. Phalke N, Goldman JJ. Cleft Palate. [Updated 2021 Oct 1]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563128/
7. Sumber : Phalke, Neelam, and Joshua J. Goldman. "Cleft Palate." StatPearls (2020).
8. Journal of Indian Association of Pediatric Surgeons (Anorectal malformation)

Dosen Pengampu Mahasiswa

dr. Pulong Wijang Muhammad Naufal


Pralampita, Ph.D Hibatullah

Wakil Dekan 1 Koordinator Blok

dr. Pulong Wijang


dr. Ancah Caesarina NM, Ph.D Pralampita, Ph.D

Anda mungkin juga menyukai