Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian Bayi Baru Lahir (Neonatus)
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah bayi berusia
satu jam yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya
2.500-4000 gram, merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru
saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian
diri dari kehidupan intrauterin ke ke hidupan ekstrauterin (Dewi, 2010).
2. Fisiologi Bayi Baru Lahir
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010) adaptasi fisiologis yang
terjadi pada bayi baru lahir di luar uterus, diantaranya:
a. Perubahan pernapasan
Pernapasan pertama pada bayi normal dalam waktu 30 menit
pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk
mempertahankan tekanan alveoli, selain karena adanya surfaktan juga
karena adanya tarikan napas dan pengeluaran napas dengan merintih
sehingga udara bisa tertahan di dalam. Cara neonatus bernapas dengan
cara bernapas diafragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi
dan dalamnya bernapas belum teratur. Apabila surfaktan berkurang,
maka alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku sehingga terjadi
atelektasis.
b. Sirkulasi darah
Pada masa fetus, peredaran darah dimulai dari plasenta melalui
vena umbilikalis lalu sebagian ke hati dan sebagian lainnnya langsung
ke serambi kiri jantung, kemudian ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri
darah di pompa melalui aorta ke seluruh tubuh, sedangkan yang dari
bilik kanan darah dipompa sebagian ke paru dan sebagian melalui
duktus arteriosus aorta.
Sedangkan setelah bayi lahir, paru akan berkembang yang akan
mengakibatkan tekanan arteriol dalam paru menurun yang diikuti
dengan menurunnya tekanan pada jantung kanan. Kondisi ini
menyebabkan tekanan jantung kiri lebih besar dibandingkan dengan
tekanan jantung kanan, sehingga menyebabkan foramen ovale
menutup.

c. Perubahan termoregulasi
Setelah bayi lahir pengaturan suhu tubuhnya belum berfungsi
secara sempurna, sehingga berisiko mengalami hipotermi. Empat
mekanisme yang dapat menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas
tubuhnya yaitu konduksi, konveksi radiasi dan evaporasi.
d. Perubahan pada traktus digestivus
Pada BBL traktus digestivus mengandung zat berwarna hitam
kehijauan yang terdiri dari mukopolisakarida atau disebut mekonium.
Pengeluaran mekonium biasanya pada 10 jam pertama kehidupan.
3. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir
a. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-
4000 gram, umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis,
bergerak aktif, kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak
ada cacat bawaan (Kementerian Kesehatan RI,2010).
Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar
dada 30-38 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-
160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, kulit kemerahmerahan dan licin
karena jaringan subkutan yang cukup, lanugo tidak terlihat dan rambut
kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR
>7, gerakan aktif, bayi lahir langsung menangis, refleks-refleks sudah
terbentuk dengan baik rooting (mencari putting susu dengan
rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut), sucking (hisap dan
menelan), morro (gerakan memeluk bila dikagetkan), grasping
(menggenggam), organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah berada
pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan
uretra berlubang serta adanya labia minora dan mayora, mekonium
sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Dewi,
2010).
a. Tanda bayi sakit
Sesak napas, frekuensi pernapasan 60 kali/ menit, gerak retraksi di
dada, malas minum, panas atau suhu badan bayi rendah, kurang aktif,
berat lahir rendah (1500-2500 gram) dengan kesulitan minum
(Prawiroharjo, 2009).
b. Tanda bayi sakit berat
Apabila terdapat salah satu atau lebih tanda-tanda yaitu sulit
minum, sinosis sentral (lidah biru), perut kembung, periode apneu,
kejang/ periode kejang-kejang kecil, merintih, perdarahan, sangat
kuning, berat badan lahir < 1500 gram (Prawiroharjo, 2009).
4. Klasifikasi Neonatus
Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam beberapa kasifikasi menurut
Marmi (2015) , yaitu :
a. Neonatus menurut masa gestasinya :
1) Kurang bulan (preterm infant) : < 259 hari (37 minggu)
2) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu)
3) Lebih bulan (postterm infant) : > 294 hari (42 minggu atau lebih)
b. Neonatus menurut berat badan lahir :
1) Berat lahir rendah : < 2500 gram
2) Berat lahir cukup : 2500-4000 gram
3) Berat lahir lebih : > 4000 gram
c. Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan
ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan) :
1) Nenonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB)
2) Sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. APGAR Score

1) Nilai 1-3 : asfiksia berat


2) Nilai 4-6 : asfiksia sedang
3) Nilai 7-10 : asfiksia ringan (normal)

Tanda APGAR
Skor 0 1 2 Angka
A: Appearance Pucat Badan Seluruh
color (warna Merah, tubuh
kulit). ekstremitas kemerah-
biru merahan
P: Pulse (heart Tidak ada Kurang dari Di atas 100
rate) (frekuensi 100
denyut jantung)
G: Grimace Tidak ada Sedikit Menangis,
(reaksi terhadap gerakan batu/ bersin
rangsangan) mimic
A: Activity Lumpuh Ekstremitas Gerakan
(tonus otot) sedikit fleksi Aktif
R: Respiration Tidak ada Lemah, tidak Menangis
(usaha bernapas) teratur kuat
Jumlah
(Mochtar, 2011).

b. Pengukuran Antropometri
Macam-macam pengukuran antropometri yang dilakukan pada bayi
baru lahir yaitu lingkar kepala, lingkar dada, panjang badan dan berat
badan.
c. Refleks
Macam-macam refleks terdiri dari refleks kedipan (glabelar refleks),
refleks mencari putting (rooting refleks), refleks menghisap (sucking
refleks), tonic neck refleks, grasping refleks, refleks moro, walking
refleks dan babinsky refleks.
6. Tahapan Bayi Baru Lahir
Beberapa tahapan bayi baru lahir menurut Dewi (2010), yaitu :
a. Tahap 1
Terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran.
Pada tahap ini digunakan system scoring apgar untuk fisik dan
scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu.
b. Tahap II
Disebut tahap transisional reaktifitas. Pada tahap II dilakukan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan
perilaku.
c. Tahap III
Disebut tahap priodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam
pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh

7. Program Kunjungan Neonatus


Pada Kemenkes RI tahun 2013 tentang standar pelayanan minimal
KN dibagi menjadi 3, yaitu:
a. KN1 adalah kunjungan pada 0-2 hari. Asuhan yang diberikan yaitu
pemberian vitamin K1 injeksi dan imunisasi hepatitis B0 bila belum
diberikan pada saat lahir, perawatan tali pusat, pencegahan hipotermi,
pencegahan infeksi.
b. KN2 adalah kunjungan 2-7 hari. Asuhan yang diberikan yaitu konseling
perawatan bayi baru lahir termasuk ASI eksklusif dan perawatan tali
pusat, periksa tanda bahaya infeksi, pencegahan hipotermi.
c. KN3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Asuhan yang diberikan yaitu
imunisasi bayi 1 bulan meliputi BCG dan Polio 1, memastikan tidak
terdapat tanda-tanda infeksi, memastikan pemberian ASI ekslusif.
8. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah
transisi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar
dan tidak ada kelainan. Pemeriksaan medis komprehensif dilakukan dalam
24 jam pertama kehidupan. Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir harus
dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi kelainan atau anomali kongenital
yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000 kelahiran,
pengelolaan lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada saat
antenatal, mempertimbangkan masalah potensial terkait riwayat kehamilan
ibu dan kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi kesehatan,
terutama pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS)
(Lissauer, 2013).
Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk
membersihkan jalan napas, memotong dan merawat tali pusat,
mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan infeksi
(Saifuddin, 2008).

Asuhan bayi baru lahir meliputi :

a. Pencegahan Infeksi (PI)


b. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak
dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan
tiga pertanyaan :
1) Apakah kehamilan cukup bulan?
2) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
3) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia
sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada
jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan
RI, 2013).
c. Pemotongan dan perawatan tali pusat
Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi,
dilakukan manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan
bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas
dada atau perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan
pemotongan tali pusat dengan cara menjepit tali pusat dengan klem
pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi. Mendorong isi tali pusat
ke arah distal (ibu) dan melakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal
dari klem pertama. Kemudian melakukan pemotongan dan pengikatan
tali pusat dengan cara mengangkat tali pusat yang telah di jepit
kemudian melakukan pemotongan tali pusat (melindungi perut bayi) di
antara 2 klem tersebut. Selanjutnya mengikat tali pusat dengan
umbilical cord.
. Perawatan tali pusat dilakukan dengan tidak membungkus tali
pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Asiyah dkk (2017) tentang perawatan tali pusat terbuka
sebagai upaya mempercepat pelepasan tali pusat menunjukkan bahwa
waktu lepasnya tali pusat yang dirawat terbuka rata-rata 5-7 hari
sebanyak 15 bayi (75 %), lebih cepat dibandingkan dengan perawatan
tali pusat tertutup.
d. Inisiasi Menyusui Dini
Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera
setelah lahir selama paling sedikit satu jam. Prinsip menyusu/
pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan secara eksklusif
(JNPK-KR, 2008).
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi
tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk
melaksanakan proses IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari,
menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan
berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama
biasanya berlangsung pada menit ke- 45-60 dan berlangsung selama 10-
20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara. Jika bayi belum
menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat
dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60
menit berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu
2 jam, lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya kemudian
dikembalikan lagi kepada ibu untuk belajar menyusu (Kementerian
Kesehatan RI, 2013).
e. Pencegahan kehilangan panas (menjaga kehangatan)
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara
evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi. Mencegah terjadinya
kehilangan panas dapat dilakukan dengan cara mengeringkan tubuh
bayi tanpa membersihkan verniks, meletakkan bayi agar terjadi kontak
kulit ibu ke kulit bayi, menyelimuti bayi dan ibu dan pakaikan topi di
kepala bayi, tidak segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
(BBL dimandikan 6 jam setelah lahir), dan menempatkan bayi di
lingkungan yang hangat (JNPK-KR, 2008).
f. Memberikan salep mata tetrasiklin 1% pada kedua mata
Salep mata untuk mencegah infeksi mata diberikan setelah 1 jam
kontak kulit dan bayi selesai menyusu. Pencegahan infeksi tersebut
mengandung antibiotika tetrasiklin 1%. Salep antibiotika harus tepat
diberikan pada waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan
infeksi mata tidak efektif bila diberikan lebih dari satu jam setelah
kelahiran (JNPK-KR, 2008).
g. Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha kiri
anterolateral setelah Inisiasi Menyusu Dini
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1
(Phytomenadione) injeksi 1 mg IM di paha kiri, setelah 1 jam kontak
kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu untuk mencegah perdarahan
BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL
(Kemenkes Kesehatan RI, 2013).
Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic
disease of the newborn dapat diberikan dalam suntikan yang
memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara oral yang
membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi
dan proteksi yang kurang pasti pada bayi (Lissauer, 2013).
h. Memberikan imunisasi Hb 0
Imunisasi hepatitis B 0,5 ml diberikan secara intramuskular, di
paha kanan anterolateral, diberikan kira-kira 1-2 jam setelah pemberian
vitamin K1 atau batas maksimal 7 hari (JNPK-KR, 2008).
Menurut Varney (2007) apabila HB0 belum diberikan pada saat
lahir, maka diberikan sebelum bayi berumur 7 hari.

i. Pemeriksaan Bayi baru Lahir


Pemeriksaan BBL untuk mengetahui sedini mungkin adanya
kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan
tetap berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar
kematian BBL, saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada
umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
j. Defeksi dan miksi
Keluarnya segera mekonium dan air kencing segera setelah lahir
merupakan tanda bahwa saluran pencernaan dan saluran kencing
baik,sebaliknya bila tidak keluar dengan segera kemungkinan terdapat
kelainan bawaan (Wirakusumah, dkk, 2016).
k. Kehilangan Berat Badan
Selama 3 atau 4 hari pertama bayi boleh dikatakan hampir tidak
kemasukan cairan produksi ASI belum lancar), sdeangkan bayi
mengeluarkan feses, urine dan keringat cukup banyak, tidak heran
apabila berat badannya turun sampai diimbangi oleh air susu yang
cukup.
Kehilangan berta ini ±7 % dari berat badan dan tidak boleh
melebihi 10 % dari berat badannya. Bayi bertambah ±25 gr sehari untuk
bulan-bulan pertama dan pada bulan ke-5 dua kali berat lahir
(Wirakusumah, dkk, 2016).
l. Pemberian ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan
dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai
usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hukum yang
diatur dalam SK Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang
pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai
hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan
perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan
bayi.
Waktu awal kelahiran bayi belum membentuk kkekebalan daya
tahan tubuh secara sempurna, sehingga ASI dapat memberikan zat-zat
kekebalan yang belum dapat dibuat oleh bayi tersebut, sehingga bayi
yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal dari
kehidupannya. Komponen zat anti infeksi yang banyak dalam ASI akan
melindungi bayi dari berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan
oleh bakteri, virus, dan antigen lainnya (Suraatmaja dan Sudaryat,
2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhani, Lubis
dan Edison ( 2013) tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
angka kejadian diare akut pada bayi usia 0-12 bulan di Puskesmas
Kuranji Kota Padang didapatkan hasil bahwa kejadian diare pada bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hasil ini menunjukkan bahwa bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih rentan terhadap diare. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa bayi usia 0-5 bulan 29 hari yang masih
mendapat ASI saja sebanyak 41 bayi (30,4%) dan yang sudah mendapat
campuran lain selain ASI sebanyak 28 bayi (20,7%). Jumlah bayi usia
6-12 bulan dengan ASI eksklusif sebanyak 34 bayi (25,2%) dan 32 bayi
lainnya (23,7%) non ASI eksklusif. Sebanyak 57 bayi (42,2%) pernah
diare dan 78 bayi lainnya (57,8%) tidak pernah. Analisis chi square
mendapatkan p=0,001 dan hasil ini signifikan (p<0,5). Pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan harus ditingkatkan karena mempunyai
hubungan dengan angka kejadian diare akut.

m. Melakukan rawat gabung dengan ibu


Rawat gabung ialah penempatan bayi dalam satu kamar dengan
ibunya,biasanya disamping ibu atau tempat tidur ibunya. Rawat gabung
juga merupakan lanjutan dari ambulasi dini supaya ibu mampu merawat
anaknya karena hubungan kasih sayang antara ibu dan anak akan
terjalin. Dan ibu akan lebih pandai memelihara anaknya setelah keluar
dari rumah sakit (Wirakusumah, dkk, 2016).
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen asuhan kebidanan adalah pendekatan dan kerangka
pikir yang digunakan bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data,
analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Kemenkes RI, 2007).
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah
kebidanan yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, ketrampilan dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang
terfokus pada pasien (Varney,1997 dalam Sulistyawati, 2009).
2. Langkah-langkah Varney
7 langkah manajemen asuhan kebidanan Varney menurut Saminem
(2008) yaitu :
a. Langkah 1 (Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah ini yang dilakukan adalah mengumpulkan data
dasar yang menyeluruh meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhan, meninjau catatan terbaru, meninjau
data hasil laboratorium, dan membandingkan dengan hasil studi.
b. Langkah II (Interpretasi Data)
Pada langkah ini yang dilakukan adalah menginterprestasikan
data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta
kebutuhan perawatan kesehatan.
Diagnosis kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan profesi
(bidan) dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur
diagnosis kebidanan tersebut adalah:
1) Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
2) Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan
3) Memiliki ciri khas kebidanan
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan dapat
diselesaikan dengan pendekatann managemen kebidanan

c. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial)

Pada langkah ini yang dilakukan adalah mengidentifikasi


masalah atau diagnosis potensial berdasarkan masalah dan diagnosis
yang berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan, menunggu
dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul.
d. Langkah IV (Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan
Segera)
Pada langkah ini yang dilakukan adalah mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan.
Dalam melakukan tindakan, bidan harus bisa memprioritaskan masalah/
kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan
yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/ masalah potensial
pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan
kedaruratan atau segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Tindakan
segera bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan
terjadi
e. Langkah V (Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh)
Pada langkah ini yang dilakukan adalah mengembangkan sebuah
rencana yang menyeluruh berdasarkan hasil yang diperoleh dari
langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari
masalah yang berkaitan, tetapi dilihat juga dari apa yang akan di
perkirakan terjadi selanjutnya, apakah dibutuhkan konseling dan
apakah merujuk klien.Setiap asuhan yang direncanakan harus
disetujui oleh kedua pihak yaitu pasien dan bidan. Oleh karena itu,
tugas bidan dalam langkah ini adalah merumuskan rencana asuhan
sesuai dengan hasil pembahasan klien yang kemudian membuat
kesepakatan sebelum melaksanakannya terjadi
f. Langkah VI (Pelaksanaan)
Pada langkah yang dilakukan adalah melaksanakan rencana asuhan
secara menyeluruh. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan
oleh bidan atau dilakukan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan
yang lain. Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan
biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. Bidan sebaiknya
mengkaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan

g. Langkah VII (Evaluasi)

Pada langkah ini yang harus dilakukan adalah memeriksa apakah


rencana asuhan yang diberikan telah benar-benar memenuhi
kebutuhan klien seperti yang diidentifikasi pada diagnosis atau
masalah. Rencana dianggap efektif jika memang benar efektif
pelaksanaannya. Ada kemungkinan sebagian rencana tersebut efektif
sedangkan sebagian belum efektif. Proses penatalaksanaan asuhan ini
merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan sehingga perlu
mengulangi kembali setiap asuhan yang tidak efektif serta melakukan
penyesuaian rencana.
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat
diterapkan dengan metode SOAP. SOAP adalah catatan yang bersifat
sederhana, jelas, logis dan tertulis. SOAP sebagai suatu metode
pendokumentasian asuhan kebidanan, metode ini disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk
mendokumentasikan hasil asuhan klien dalam rekam medis klien sebagai
catatan perkembangan/kemajuan (progress note). SOAP menurut Asrinah
(2010), yaitu :
a. S (Data Subjektif)
Data subjektif adalah data yang diperoleh melalui anamnesis dan
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Varney langkah pertama pengkajian data.
b. O (Data Objektif)
Data objektif adalah data yang diperoleh melalui observasi
dan hasil pemeriksaan, pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Varney langkah pertama pengkajian data.
c. A (Analisa/Assesment)
Analisa merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Varney langkah kedua, ketiga dan keempat,
meliputi diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial
dan kebutuhan segera yang harus diidentifikasi menurut
kewenangan bidan melalui tindakan mandiri, tindakan kolaborasi
dan tindakan merujuk klien.
d. P (Penatalaksanaan/Planning)
Penatalaksanaan yaitu pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh,
meliputi tindakan. antisipasi, tindakan segera tindakan rutin,
penyuluhan, support, kolaborasi, rujukan dan evaluasi.

Tabel Pendokumentasian
Tujuh Langkah dari Helen Lima Langkah SOAP/Note/Progress
Varney Kompetensi Note
Inti Bidan
Indonesia
1. Pengumpulan Data 1. 1. Subyektif
Pengumpulan 2. Obyektif
data
2. Identifikasi 2.Identifikasi 3. Assesmant/Diagosa
Diagnosa/Masalah aktual Diagnosa/
Masalah
3. Antisipasi diagnosa/Masalah
Potensial
4. Menilai perlunya
tindakansegera/konsultasi/rujuk
an
5. Pengembangan rencana 3.Membuat 4.Planning/Rencana
asuhan rencana Tindakan :
tindakan a. Konsultasi/Rujuk
b. Pemeriksaan Diagnosa
c. Pemberian Pengobatan
d. Pendidikan Kesehatan
dan konseling
e. Follow Up
kesehatan
6. Implementasi Asuhan 4.Implementasi
7. Evaluasi efektifitas asuhan 5.Evaluasi

4. Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir


Pengkajian
1) Identitas Bayi
a) Nama Bayi: untuk membedakan dengan bayi lainnya, biasanya
digunakan nama ibu untuk sementara.
b) Tanggal/Jam Lahir: untuk menentukan umur bayi.
c) Jenis Kelamin: untuk membedakan bayi laki-laki dan perempuan
(Wong, 2009).
2) Identitas Orang tua
Tanyakan nama, umur agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat ibu,
bapak bayi
a) Nama: digunakan untuk membedakan identitas pasti klien
(Manuaba, 2007).
b) Umur: untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam golongan
resiko tinggi yaitu umur kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35
tahun
(Manuaba, 2007).
c) Agama: untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan
kepada ibu selama memberikan asuhan.
(Ambarwati, 2009).
d) Pendidikan: berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
(Ambarwati, 2009).
e) Pekerjaan: digunakan untuk mengetahui dan mengukur tingkat
sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut (Ambarwati, 2009).
f) Suku Bangsa: berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari
– hari
(Ambarawati ; 2009).
g) Alamat: ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan (Ambarwati, 2009).
Subyektif (S)
a. Alasan Datang
Tanyakan pada klien alasan datang ke fasilitas kesehatan karena apa
b. Keluhan Utama
Tanyakan kondisi bayi kepada ibu atau keluarganya apakah ada
penyulit atau gangguan pada bayi.
c. Riwayat Kesehatan
Untuk mengidentifikasi kondisi kesehatan yang dapat
mempengaruhi kehamilan atau bayi (Rukiyah, 2009). Riwayat
kesehatan termasuk penyakit dahulu dan sekarang (penyakit
kardiovaskular, hipertensi, diabetes, malaria, penyakit menular seksual
atau HIV/AIDS) (Mandriwati, 2008).
d. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Ibu
1) Dahulu
Untuk menentukan asuhan yang akan diberikan
berdasarkan berapa kali hamil, anak yang lahir hidup, persalinan
tepat waktu, persalinan premature, keguguran, persalinan dengan
tindakan (dengan forcep, vakum, atau seksio sesaria), riwayat
perdarahan pada persalinan, hipertensi pada kehamilan terdahulu,
berat badan bayi kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000 gram.
(Mandriwati, 2008).
2) Sekarang
a) Umur Kehamilan: antara 37 - 42 minggu (Wong, 2009).
b) Riwayat penyakit dalam hamil : kondisi kesehatan yang dapat
mempengaruhi kehamilan atau bayi (Rukiyah, 2009)
c) Kebiasaan selama hamil: yang merugikan kesehatan (ibu/
suami merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang,
memelihara kucing) (Mandriwati, 2008).
d) Riwayat Natal
(1) Berat Badan: normalnya 2500-4000 gram
(2) Panjang Badan: normalnya 48-52 cm
(3) Jenis Kelamin
(4) Lama Persalinan: normalnya kala I fase laten 8 jam, dan
fase aktif 4 jam, Kala II 1 Jam pada multigravida dan 2
jam pada primigravida (Kemenkes RI, 2013).
(5) Komplikasi Persalinan: solusio plasenta, ruptura uteri,
atonia uteri, retensio plasenta, ruptura perineum,
persalinan lama, malpresentasi dan kemacetan bahu
(Saiffudin, 2009).
e) Riwayat Perinatal
Bayi baru lahir cukup bulan yang sehat harus memiliki nilai
APGAR 7 hingga 10 baik pada menit pertama maupun pada
menit kelima kehidupannya (Varney, 2008).
e. Riwayat Imunisasi
Pada usia 6 jam imunisasi yang telah diberikan yaitu imunisasi hepatitis
B yang dapat diberikan pada usia 0-7 hari (Kemenkes, 2010).
f. Pola Kebutuhan Sehari-hari
1) Pola Nutrisi: bayi kemungkinan akan lapar setiap 2-4 jam
sepanjang hari (Varney, 2008). Bayi setidaknya menyusu 10-12
kali dalam 24 jam (Bahiyatun, 2009).
2) Pola Eliminasi: umumnya mekonium keluar dalam 24 jam setelah
lahir. Pastikan bayi sudah buang air kecil dalam 24 jam setelah
lahir (Kemenkes RI, 2013).
Bayi berkemih 6 kali dalam 24 jam dan warna jernih sampai
kuning muda (Bahiyatun, 2009). Bayi dapat defekasi 1 atau 4 kali
perhari (Varney, 2008).
3) Pola Istirahat: bayi baru lahir tidur selama 16 sampai 18 jam sehari
(Wong, 2009).
4) Pola Aktivitas: bayi sehat akan bergerak aktif (Kemenkes RI,
2013).
5) Personal hygiene: kebersihan bayi saat BAK, BAB, mandi (KIA,
2015)

Obyektif (O)

a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
2) Kesadaran: klien sadar akan menunjukkan tidak ada kelainan
psikologis (Manuaba, 2007).
3) TTV
a) Denyut jantung: normalnya 120-160 x/menit
b) Respirasi: normalnya 40-60 x/menit
c) Suhu : normalnya 36,5 ºC – 37,5 ºC (Kemenkes RI, 2013)
b. Pemeriksaan Antropometri
1) Berat Badan: normalnya 2500-4000 gram
2) Panjang Badan: normalnya 48-52 cm
3) Lingkar kepala: normalnya 33-37 cm
4) Lingkar dada: normalnya 30-33 cm (Kemenkes RI, 2013)
c. Fisik
1) Kepala: sutura rapat dan fontanela yang masih paten, tidak ada
massa atau tonjolan tidak lazim, terutama yang dihasilkan oleh
trauma persalinan seperti caput succedaneum atau cephal
hematoma (Wong, 2009).
2) Mata: normalnya mata simetris, tidak ada edema, dan sklera
berwarna putih (Wong, 2009).
3) Hidung: biasanya datar setelah lahir dan memar sering terjadi, tidak
ada sekret/cairan dan pernapasan cuping hidung (Wong, 2009).
4) Mulut: normalnya bibir, gusi, langit-langit utuh dan tidak ada
bagian yang terbelah (Kemenkes RI, 2013).
5) Telinga: normalnya telinga simetris, pina biasanya terletak setinggi
kantus mata (Wong, 2009; h. 239).
6) Leher: normal tidak ada massa abnormal (Wong, 2009).
7) Dada: bentuk normal, tidak massa yang abnormal dan jumlah
puting susu 2 (Wong, 2009).
8) Pulmo: untuk mengetahui suara napas apakah normal, mengi,
ngorok (Wong, 2009).
9) Jantung: denyut jantung normal 120-160 x/menit, teratur
(Kemenkes RI, 2013).
10) Abdomen: normalnya tidak ada perdarahan pada tali pusat
(Kemenkes RI, 2013).
11) Genetalia: bayi perempuan kadang terlihat cairan vagina berwarna
putih atau kemerahan serta labia mayora menutupi labia minora.
Bayi laki-laki terdapat lubang uretra pada ujung penis (Kemenkes
RI, 2013).
12) Punggung: normalnya kulit terlihat utuh, tidak terdapat lubang dan
benjolan pada tulang belakang (Kemenkes RI, 2013).
13) Anus: normalnya berlubang (Kemenkes RI, 2013).
14) Ekstremitas atas dan bawah: normalnya refleks positif, tidak ada
sindaktil atau polidaktil (Wong, 2009).
15) Kulit: saat lahir merah menyala, empuk, lembut, terdapat verniks
caseosa dan lanugo, tidak ada tanda ikterik (Wong, 2009).
d. Refleks
1) Rooting Reflex: positif, sentuhan pada pipi sepanjang sisi mulut
menyebabkan bayi menolehkan kepala ke arah sisi tersebut dan
mulai menghisap, harus sudah menghilang pada usia 3-4 bulan,
tetapi bisa saja menetap sampai usia 12 bulan (Wong, 2009).
2) Sucking Reflex: positif, bayi mulai melakukan gerakan menghisap
kuat, sebagai respon terhadap rangsang, menetap selama masa bayi,
meskipun tanpa rangsang seperti saat tidur (Wong, 2009).
3) Grasp Reflek: sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat
dasar jari menyebabkan fleksi tangan dan jari kaki, genggaman
tangan berkurang setelah usia 3 bulan, diganti gerakan volunter,
genggaman kaki berkurang pada usia 8 bulan(Wong, dkk, 2009).
4) Moro Reflek: positif, goyangan tiba-tiba akan menyebabkan
ekstensi dan abduksi mendadak ekstremitas dan jari megar, dengan
ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf C, diikuti fleksi dan
abduksi ekstremitas, tungkai sedikit fleksi, dan bayi mungkin
menangis, menghilang setelah usia 3-4 bulan, biasanya paling kuat
selama 2 bulan pertama (Wong, 2009).
5) Babinski Reflex: positif, goresan sisi luar telapak kaki ke atas dari
tumit sepanjang bola kaki menyebabkan jari-jari kaki hiperekstensi
dan dorsofleksi (Wong, 2009).

Analisa (A)

Diagnosa : Bayi Ny. X umur............ BBL cukup bulan sesuai masa


kehamilan
Masalah : normalnya tidak ada masalah

Diagnosa Potensial : Tidak ada

Kebutuhan Segera : Tidak ada

Penatalaksanaan (P)

Tanggal : Jam :

1) Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan.


Hasil : ibu dan keluarga mengetahui hasil pemeriksaan
2) Melakukan pemantauan berat badan bayi
Hasil : bayi telah dilakukan penimbangan dengan hasil ......gr
3) Menganjurkan ibu menyusui bayi sesering mungkin sesuai keinginan
bayi setiap 2-3 jam (minimal setiap 4 jam) dan memberitahu ibu
manfaat ASI Eksklusif
Hasil : ibu mnegerti tentang penjelasan yang diberikan dan bersedia
memberikan ASI
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhani, Lubis dan
Edison ( 2013) tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
angka kejadian diare akut pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas
Kuranji Kota Padang didapatkan hasil bahwa kejadian diare pada bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hasil ini menunjukkan bahwa bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih rentan terhadap diare. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa kejadian diare pada bayi yang mendapat ASI
eksklusif sebanyak 9 bayi (26,5%) dan kejadian diare pada bayi tidak
mendapat ASI eksklusif yaitu sejumlah 26 bayi (74,3%). Jumlah bayi
yang tidak pernah diare lebih tinggi pada kelompok bayi yang
mendapat ASI eksklusif yaitu sebanyak 25 bayi (73,58%)
dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif yaitu sebanyak
6 bayi (18,7%).
4) Mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
Hasil : bayi telah diselimuti
5) Memberikan penyuluhan dan mengajarkan tentang perawatan tali
pusat (Kemenkes RI, 2013).
Hasil : ibu mengerti tentang penjelasan yang diberikan
Menurut penelitian yang dilakukan Asiyah dkk (2017) tentang
perawatan tali pusat terbuka sebagai upaya mempercepat pelepasan
tali pusat menunjukkan bahwa waktu lepasnya tali pusat yang dirawat
terbuka rata-rata 5-7 hari sebanyak 15 bayi (75 %), lebih cepat
dibandingkan dengan perawatan tali pusat tertutup.
6) Mendokumentasikan kegiatan
Hasil : dokumentasi telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2009. Asuhan Kebidanan (Nifas). Jogjakarta: Mitra Cendekia.

Asrinah. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Asiyah, dkk. 2017. Perawatan Tali Pusat Teruka Sebagai Upaya Mempercepat
Pelepasan Tali Pusat. Indonesia Jurnal Kebidanan Vol. 1 No. I (2017).
Diakses tanggal 21 Januari 2018. Didapatkan dari
fileCUsersuserDownloads112-592-2-PB.pdf

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: Salemba Medika.
.
JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta:
JNPK - KR.

Kementrian Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

______________________. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
______________________. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

______________________. 2013. Rencana Aksi Percepatan Penurunan AKI


di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Ladewig, Patricia, Marcia dan Sally. 2006. Buku Saku Asuhan Ibu & Bayi Baru
Lahir. Jakarta: EGC.

Mandriwati, G.A. 2008. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: EGC.

Manuaba, I.B.G, I.A. Chandranita Manuaba, I.B.G. Fajar Manuaba. 2007.


Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Prawiroharjo, Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

___________________. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Rahmadhani, Lubis, dan Edison. 2013. Pengaruh Pemberian ASI Ekslusif


dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di
Puskesmas Kuranji Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Diakses
tanggal 30 Januari 2018 http://jurnal.fk.unand.ac.id

Saminem. 2008. Asuhan Kebidanan Kehamilan Normal. Jakarta: EGC.

Saifuddin. 2008. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:


Salemba Medika.

______________. 2009. buku Ajar Suhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.

Varney, Helen. Jan M. Kriebs & Carovln L. Gegor. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. Ed. 4 Volume 1. Jakarta: EGC
. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Ed. 4 Volume 2.
Jakarta: EGC.

Wirakusumah, dkk. 2016. Obstetri Fisiologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi,


Ed.2. Jakarta: EGC

Wong, Donna L, et al. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai