Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


POST OP HEMORROID
DI RUANG ICU RSU AMINAH

Untuk memenuhi tugas


Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah I

Oleh:
NAMA : DENIS DWI LUTHFIANIK
NIM : P17230204111

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah di responsi dan disetujui pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post OP Hemorroid

Pembimbing Institusi Pembimbing Ruangan

(Wiwin Martiningsih, M.Kep.,PhDNS) (Revi Setyoningsih., S. Kep. Ns )


NIP. 1977109221996032001 NIP.
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post OP Hemorroid

BAB I
KONSEP DASAR HEMORROID

1.1 Definisi
Hemoroid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien, bukan merupakan suatu
keadaan yang patologis (tidak normal), namun bila sudah mulai menimbulkan keluhan,
harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya. Hemoroid dari kata “haima” dan
“rheo”. Dalam medis, berarti pelebaran pembuluh darah vena (pembuluh darah balik) di
dalam pleksus hemorrhoidalis yang ada di daerah anus. (Murbawani, 2006).
Hemoroid merupakan pembesaran atau pelebaran vena Hemoroidialis yang melalui
kanal anus atau rectum yang disebabkan oleh peradangan pada usus yang ditandai
dengan nyeri dan rasa tidak nyaman yang bermanifestasi perdarahan setelah buang air
besar (Tri Utami dan Ganik Sakitri, 2020)

1.2 Etiologi
Kondisi hemoroid biasanya tidak berhubungan dengan kondisi medis atau penyakit,
namun ada beberapa predisposisi penting yang dapat meningkatkan risiko hemoroid
seperti berikut (Muttaqin & Sari, 2011)
a. Peradangan pada usus, seperti pada kondisi colitis ulseratif atau penyalit crohn.
b. Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal.
c. Konsumsi makanan rendaj serat.
d. Obesitas
e. Hipertensi portal
Hemoroid juga timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
hemorrhoidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar (BAB) yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor abdomen)
d. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal)
e. Usia tua
f. Konstipasi kronik
g. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
h. Hubungan seks peranal
i. Kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur dan buah)
j. Kurang olahraga/imobilisasi.
(Nurarif.A.H. dan Kusuma.H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

1.3 Klasifikasi
Menurut asalnya hemorhoid dibagi dalam :
a. Hemorrhoid Interna
Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar, apabila membesar
terdapat peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang
mendukungnya, dan terjadi pembengkakan vena. Pembengkakan vena pada
pleksus hemorrhoidalis interna disebut dengan hemorrhoid interna. (Isselbacher,
dkk, 2000)
Hemorrhoid interna jika varises yang terletak pada submukosa terjadi
proksimal terhadap otot sphincter anus. Hemorrhoid interna merupakan bantalan
vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Hemorrhoid
interna sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan
belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil terdapat diantara ketiga
letak primer tersebut. (Sjamsuhidajat, 1998). Hemorrhoid interna letaknya
proksimal dari linea pectinea dan diliputi oleh lapisan epitel dari mukosa, yang
merupakan benjolan vena hemorrhoidalis interna. Pada penderita dalam posisi
litotomi terdapat paling banyak pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles disebut:
three primary haemorrhoidalis areas. (Bagian Bedah F.K. UI, 1994) Trombosis
hemorrhoid juga terjadi di pleksus hemorrhoidalis interna. Trombosis akut
pleksus hemorrhoidalis interna adalah keadaan yang tidak menyenangkan. Pasien
mengalami nyeri mendadak yang parah, yang diikuti penonjolan area trombosis.
(David, C, 1994)
b. Hemorrhoid Eksterna
Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka disebut
hemorrhoid eksterna. (Isselbacher, 2000) Letaknya distal dari linea pectinea dan
diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa
benjolan karena dilatasi vena hemorrhoidalis.
Ada 3 bentuk yang sering dijumpai yaitu bentuk hemorhoid biasa tapi
letaknya distal linea pectinea, bentuk trombosis atau benjolan hemorhoid yang
terjepit, dan bentuk skin tags . Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau
penderita disuruh mengedan, tapi dapat dimasukkan kembali dengan cara
menekan benjolan dengan jari. Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya
trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti infeksi, abses perianal atau
koreng. Ini harus dibedakan dengan hemorrhoid eksterna yang prolaps dan
terjepit, terutama kalau ada edema besar menutupinya. Sedangkan penderita skin
tags tidak mempunyai keluhan, kecuali kalau ada infeksi. Hemorrhoid eksterna
trombotik disebabkan oleh pecahnya venula anal. Lebih tepat disebut hematom
perianal. Pembengkakan seperti buah cery yang telah masak, yang dijumpai pada
salah satu sisi muara anus. Tidak diragukan lagi bahwa, seperti hematom, akan
mengalami resolusi menurut waktu. (Dudley, 1992 )
Trombosis hemorrhoid adalah kejadian yang biasa terjadi dan dapat
dijumpai timbul pada pleksus analis eksternus di bawah tunika mukosa epitel
gepeng, di dalam pleksus hemorrhoidalis utama dalam tela submukosa kanalis
analis atau keduanya. Trombosis analis eksternus pada hemorhoid biasa terjadi
dan sering terlihat pada pasien yang tak mempunyai stigmata hemorrhoid lain.
Sebabnya tidak diketahui, mungkin karena tekanan vena yang tinggi, yang
timbul selama usaha mengejan berlebihan, yang menyebabkan distensi dan stasis
di dalam vena. Pasien memperlihatkan pembengkakan akut pada pinggir anus
yang sangat nyeri. (David, C, 1994) 2.
Menurut derajat hemoroid sebagai berikut :
a. Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-)
b. Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan
c. Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual
d. Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali
(Merdikoputro, 2006)
1.4 Pohon Masalah

Post OP Hemoroid

Prosedur Insisi Perdarahan


Pembedahan Abnormal

Prosedur Anestesi Terputusnya Trauma Resiko


kontinuitas Jaringan Perdarahan
jaringan

Luka Post Op Nyeri Akut

Invasi Bakteri

Resiko
Infeksi

SAB

Kelemahan otot
Penurunan Saraf ekstremitas
Blocking Anestesi ekstermitas bawah
Spinal

Gangguan Susah
Menekan laju Mobilitas Fisik Beraktivitas
metabolism
oksidatif

Intoleransi
Hipotermia Aktivitas
1.5 Tanda dan Gejala
Sedangkan tanda dan gejala menurut Lumenta (2006) pasien hemoroid dapat mengeluh
hal-hal seperti berikut:
a. Perdarahan
Keluhan yang sering dan timbul pertama kali yakni : darah segar menetes setelah
buang air besar (BAB), biasanya tanpa disertai nyeri dan gatal di anus.
Pendarahan dapat juga timbul di luar wakyu BAB, misalnya pada orang tua.
Perdaran ini berwarna merah segar.
b. Benjolan
Benjolan terjadi pada anus yang dapat menciut/ tereduksi spontan atau manual
merupakan cirri khas/ karakteristik hemoroid.
c. Nyeri dan rasa tidak nyaman
Dirasakan bila timbul komplikasi thrombosis ( sumbatan komponen darah di
bawah anus), benjolan keluar anus, polip rectum, skin tag.
d. Basah, gatal dan hygiene yang kurang di anus
e. Akibat pengeluaran cairan dari selaput lendir anus disertai perdarahan
merupakan tanda hemoroid interna, yang sering mengotori pakaian dalam
bahkan dapat menyebabkan pembengkakan kulit.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis untuk penyakit hemoroid diperlukan pemeriksaan
penunjang untuk membantu untuk menyingkirkan kemungkinan dari diagnosis banding.
a. Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri jika
derajat hemoroid masih dalam tahap awal, tetapi pemeriksaan colok dubur
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum
(Sjamsuhidajat, 2016).
b. Pasien dengan umur dibawah 50 tahun yang memiliki resiko rendah terkena
hemoroid, dapat dilakukan pemeriksaan fleksibel sigmoidoskopi yang terbukti
sebagai pemeriksaan awal yang tepat (Trompetto dkk, 2015).
c. Kolonoskopi wajib dilakukan pada pasien yang lebih tua dan memiliki sejarah
neoplasma kolorektal baik pribadi maupun keluarga, penyakit radang usus,
perubahan kebiasaan buang air besar, penurunan berat badan yang signifikan
baru-baru ini, dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia defisiensi
besi (Trompetto dkk, 2015).
d. Pemeriksaan dengan anoskopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang
tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati
keempat kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vascular yang
menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit, ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata
(Sjamsuhidajat, 2016).
e. Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi
(Sjamsuhidajat, 2016).
f. Endosonografi anorektal biasanya tidak dilakukan untuk diagnosis penyakit
hemoroid, tetapi dapat bermanfaat untuk menentukan apakah hemoroid
berhubungan dengan penebalan jaringan submukosa dan sfingter anal internal
dan eksternal (Trompetto dkk, 2015).
1.7 Penatalaksanaan
Hemorrhoid merupakan sesuatu yang fisiologis, maka terapi yang dilakukan hanya
untuk menghilangkan keluhan, bukan untuk menghilangkan pleksus hemorrhoidalis.
Pada hemorrhoid derajat I dan II terapi yang diberikan berupa terapi lokal dan
himbauan tentang perubahan pola makan. Dianjurkan untuk banyak mengonsumsi
sayur-sayuran dan buah yang banyak mengandung air. Hal ini untuk memperlancar
buang air besar sehingga tidak perlu mengejan secara berlebihan. Pemberian obat
melalui anus (suppositoria) dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
berarti kecuali sebagai efek anestetik dan astringen. Selain itu dilakukan juga
skleroterapi, yaitu penyuntikan larutan kimia yang marengsang dengan menimbulkan
peradangan steril yang pada akhirnya menimbulkan jaringan parut.

Untuk pasien derajat III dan IV, terapi yang dipilih adalah terapi bedah yaitu dengan
hemoroidektomi. Terapi ini bisa juga dilakukan untuk pasien yang sering mengalami
perdarahan berulang, sehingga dapat sebabkan anemia, ataupun untuk pasien yang
sudah mengalami keluhan-keluhan tersebut bertahuntahun. Dalam hal ini dilakukan
pemotongan pada jaringan yang benarbenar berlebihan agar tidak mengganggu
fungsi normal anus. (Murbawani, 2006)

Penatalaksanaan Koservatif :
a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti kodein.
(Daniel,W.J)
b. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi
efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi
tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun
belum diketahui bagaimana mekanismenya. (Acheson, A.G)
Pembedahan:
Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of
South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain :
(Acheson, A.G)
a. Hemoroid internal derajat II berulang
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif
Permintaan pasien Pembedahan yang sering dilakukan yaitu : (Halverson, A & Acheson,
A.G)
a. Skleroterapi
b. Rubber band ligation
c. Infrared thermocoagulation
d. Bipolar Diathermy
e. Laser haemorrhoidectomy
f. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
g. Cryotherapy
h. Stappled Hemorrhoidopexy
BAB II
KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN
POST OP HEMOROID
2.1 Pengkajian
Data subjektif
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan
3. Keluhan utama
4. Riwaayat kesehatan (sekarang dan dahulu)
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Aktivitas dan istirahat
Data objektif
1. Keadaan umum
2. Glasgow Coma Scale
3. Tanda-tanda vital
4. Pemeriksaan integument
5. Pemeriksaan ekstremitas
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipotermi b.d efek agen farmakologis
2. Risiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d efek agen farmakologis

2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi
Tujuan dan kriteria hasil Tindakan keperawatan
Termoregulasi Manajemen hipotermia
(L.14134) (I.14507)
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 2 jam, 1. Monitor suhu tubuh
maka termogulasi membaik 2. Identifikasi penyebab hipotermia (mis. Terpapar
dengan kriteria: suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan
- Menggigil meningkat hipotalamus, penurunan laju metabolism,
- Kulit merah meningkat kekurangan lemak subkutan)
- Kejang meningkat 3. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
- Akrosinosis meningkat (Hipotermia ringan : takipnea, disartria,
- Konsumsi oksigen menggiggil, hipertensi, diuresis ; Hipotermia
meningkat sedang : aritmia, hipotensi, apatis,kogulopati,
- Piloereksi meningkat reflex menurun, ; Hipotermia berat : oliguria,
- Vsokonstriksi perifer reflex menghilang,edema paru, asam-basa
meningkat abnormal
- Kutis memorata meningkat Terapeutik:
- Pucat meningkat 1. Sediakan lingkungan yang hangat (mis. atur
- Takikardi meningkat suhu ruangan, incubator)
- Takipnea meningkat 2. Ganti pakaian dan/atau linen yang basah
- Bradikardi meningkat 3. Lakukan penghangatan pasif( mis. selimut,
- Dasar kuku sianolik menutup kepala, pakaian tebal)
meningkat 4. Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis.
- Hipoksia meningkat kompres hangat, botol hangat, selimut hangat,
- Suhu tubuh membaik perawatan mode kangguru)
- Suhu kulit meningkat 5. Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infus
- Kadar glukosa darah cairan hangat, oksigen hangat,lavase peritoneal
membaik dengan cairan hangat)
- Pengisian kapiler membaik Edukasi:
- Ventilasi membaik 1. Anjurkan makan/minum hangat
- Tekanan darah membaik
Tingkat perdarahan Pencegahan perdarahan
(L.02017) (I.02067)
Setelah dilakukan intervensi Observasi :
keperawatan selama 2 jam, 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
maka tingkat perdarahan 2. Monitor nilai hematokrit atau hemoglobin
menurun dengan kriteria sebelum dan setelah kehilangan darah
hasil: 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatsik
- Kelembaban membran 4. Monitor koagulasi (mis, prothrombin time (PT)),
mukosa meningkat partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen,
- Kelembaban kulit degradasi vibrin dan atau platelet
meningkat Terapeutik :
- Kognitif meningkat 1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
- Hemoptisis menurun 2. Batasi tindakan invasif, jika perlu
- Hematemesis menurun 3. Gunakan kasur pencegah decubitus
- Hematuria menurun 4. Hindari pengukuran suhu rektal
- Perdarahan anus Edukasi :
menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Distensi abdomen 2. Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi
menurun 3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
- Perdarahan vagina menghindari konstipasi
menurun 4. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Perdarahan pasca 5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
operasi menurun Vit K
- Hemoglobin membaik 6. Anjurkan melapor jika terjadi perdarahan
- Hematokrit membaik Kolaborasi :
- Tekanan darah membaik 1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol
- Denyut nadi apikal perdarahan, jika perlu
membaik 2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
- Suhu tubuh membaik 3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi (I.05173)


keperawatan selama 2 jam, Observasi
maka mobilitas fisik - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnnya
meningkat dengan kriteria - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
hasil: - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
- Pergerakan ekstremitas memulai mobilisasi
meningkat - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
- Kekuatan otot meningkat Terapeutik
- Rentang gerak(ROM) - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu(mis.
meningkat Pagar tempat tidur)
- Gerakan terbatas menurun - Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Nyeri menurun - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
- Kecemasan menurun meningkatkan pergerakan
- Kaku sendi menurun Edukasi
- Gerakan terbatas menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Kelemahan fisik menurun - Anjurkan mobilisasi dini
- Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan(misal duduk di tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
Daftar Pustaka

Zhifei Sun, M. J. (2016). Review of Hemorrhoid Disease: Presentation and Management.


Clinics in Colon and Rectal Surgery, 29, 22-29.
Tim pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Indikator Diagnostik). Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai