Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri di dunia diawali dari perkembangan industri di Inggris pada abad
ke-18. Pada dasarnya perkembangan industri atau lebih kita kenal denganrevolusi
industri merupakan penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin. Dorongan
terbesar terjadinya Revolusi Industri  ini saat penemuan mesin uap oleh James
Watt’s tahun 1764. Mesin ini menjadi pendorong utama tenaga mesin penggerak
pada pertanian pabrik. Percepatan Revolusi Industri  terjadi pada tahun 1800
dengan dikembangkannya mesin yang menggunakan bahan bakar dan listrik.
Penemuan mesin–mesin (meski berpenggerak manual) mendorong pemilik
bermodal besar untuk memperkerjakan banyak tenaga-tenaga buruh, dan
mendirikan gedung-gedung besar. Tempat-tempat kerja buruh yang digunakan
untuk berproduksi disebut manufaktur. Manufaktur-manufaktur inilah yang
merupakan langkah awal terjadinya proses industrialisasi. Revolusi industri
adalah awal dari industrialisasi di Inggris. Didukung oleh kekayaan alam ( bijih
besi, batubara ) industrialisasi berkembang semakin cepat. Perkembangan revolusi
industri menorong timbulnya produksi dan pemasaran secara massal, mengawali
timbulnya gagasan automatisasi, serta menimbulkan pergeseran perkembangan
orientasi perekonomian dari produksi barang ke produksi jasa.
Di indonesia era industri dimulai pada jaman kolonial Belanda, yang mana
waktunya berdekatan dengan awal perkembangan Industri di Inggris dan
Amerika, yaitu abad ke-18. Industri di Indonesia dimulai bersamaan dengan awal
perkembangan Pabrik-pabrik Gula di Jawa. Di era saat ini, industri di indonesia
sudah menjalar ke berbagai sektor, tidak hanya dibidang pangan namun menjalar
ke bidang pertambangan dan ESDM, perikanan, kontruksi, manufaktur dll. Salah
satu industri yang mempunyai pertumbuhan pesat adalah indutri manufaktur.
Menurut menteri perindustrian pertumbuhan manufaktur di Indonesia menempati
posisi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. Indonesia mampu mencapai
4,84 persen, sedangkan di ASEAN berkisar 4,5 persen. Di tingkat global,

1
Indonesia saat ini berada di peringkat ke-9 dunia. Berdasarkan data BPS sektor
manufaktur menyumbang PDB mencapai Rp 2.739,4 triliun dari nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 13.588,8 triliun di tahun 2017.
Naiknya pertumbuhan industri manufaktur di indonesia juga dipengaruhi
oleh kualitas hasil produksi manufaktur itu sendiri. Kualitas hasil produksi
manufaktur membuat konsumen percaya terhadap produk tersebut serta
meningkatkan daya beli. Kualitas hasil produksi manufaktur tidak hanya
dipengaruhi oleh mesin-mesin produksi yang digunakan serta manusia yang
mengoperasikan, namun juga dipengaruhi oleh kualitas material itu sendiri.
Dengan mesin produksi yang baik dan dioperasikan oleh sumber daya manusia
yang kompeten serta berasal dari material yang baik maka lahirlah produk yang
berkualitas.
Didalam industri manufaktur, logam merupakan salah satu bahan yang
sangat penting dan paling banyak digunakan dalam memenuhi berbagai kebutuhan
bahan teknik. Hal ini dikarenakan berbagai keunggulan dari sifat logam yang
hampir semua sifat bahan produk dapat dipenuhi oleh sifat logam, disamping
logam yang dapat diperbaiki sifat-sifatnya sesuai dengan kebutuhan sifat produk
yang diinginkan. Keberagaman sifat dan karakteristik produk itulah maka logam
dibentuk sedemikian rupa sebagai bahan baku (raw materials) dengan berbagai
spesifikasi dan komposisi serta cara perbaikan sifatnya yang dapat dipilih sesuai
dengan kebutuhan. Dengan material yang berkualitas maka terjadinya cacat
produksi maupun kegagalan fungsi dari suatu hasil produksidapat di cegah. Salah
satu hal yang bisa menyebabkan kegagalan pada elemen sebuah konstruksi mesin
adalah beban yang bekerja pada elemen mesin besarnya melebihi kekuatan
material. Kekuatan merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap material. Kekuatan
pada material dibagi menjadi dua bagian yaitu kekuatan tarik dan kekuatan mulur.
Kekuatan material bisa diperoleh dari sebuah pengujian yang dikenal dengan
nama uji tarik (tensile test).

2
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan pengujian tarik material?
2) Bagaimana bentuk dan dimensi spesimen uji?
3) Bagaimanakah prinsip pengujian tarik?
4) Apa yang dimaksud dengan hukum hooke (hooke's law)?
5) Apa hubungan tegangan dan regangan berkaitan dengan hukum Hooke?
6) Bagaimanakah bentuk profil uji tarik?
7) Apa sajakah sifat mekanik dari benda uji yang dihasilkan dari uji tarik?
8) Apa yang dimaksud dengan pengujian Impact material?
9) Apa yang dimaksud dengan harga Impact 
10) Apa yang dimaksud dengan Kepatahan (Fracture)
11) Metode apa saja yang di gunakan untuk Pengujian Impact 
12) Bagaimana Prinsip Pengujian Impact

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengujian tarik material.
2) Untuk mengetahui bentuk dan dimensi spesimen uji
3) Untuk mengetahui prinsip pengujian tarik
4) Untuk mengetahui dan hukum hooke (hooke's law)
5) Untuk mengetahui dan memahami hubungan tegangan dan regangan
berkaitan dengan hukum Hooke
6) Untuk mengetahui dan memahami bentuk profil uji tarik
7) Untuk mengetahui dan memahami sifat mekanik dari benda uji yang
dihasilkan dari uji tarik
8) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengujian Impact
material
9) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan harga Impact 
10) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kepatahan (Fracture)
11) Untuk mengetahui metode apa saja yang di gunakan untuk
Pengujian Impact 
12) Untuk mengetahui bagaimana Prinsip Pengujian Impact

3
BAB II
ISI

2.1 Dasar Pengujian Logam


Pengujian bahan merupakan suatu dasar penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui sifat-sifat dari sebuah bahan uji, sehingga penggunaan semaksimal
dan seaman mungkin bisa dilakukan, dan kerusakan yang mengakibatkan
kerugian di dalam bidang teknologi dan ekonomi bisa dihindarkan. Hasil
pengujian sebagai informasi keadaan bahan atau sifat bahan selalu diberikan
kepada industri sebagai pemakai bahan, sehingga penulisan hasil pengujian harus
disesuaikan dengan standar pengujian yang telah ditentukan oleh standar industri
dari masing-masing negara atau standar industri internasional, yang kita kenal
dengan ISO. Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus
mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang
biasa dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji kejut (Impact test), uji tekan
(compression test), dan uji geser (shear test). Dalam tulisan ini kita akan
membahas tentang uji tarik dan uji kejut beserta sifat-sifat mekanik logam yang
didapatkan dari interpretasi hasil uji tersebut.

Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Uji
Tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan.
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis. Pengujian uji
tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis
yang diberikan secara lambat. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat
penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena mengahsilkan data
kekuatan material. Hasil pengujian tarik pada umumnya adalah parameter
kekuatan (kekuatan tarik dan kekuatan luluh), parameter keliatan/keuletan yang
ditunjukkan dengan adanya prosen perpanjangan (e) dan prosen kontraksi atau
reduksi (q) penampang patah dan bentuk-bentuk penampang patah.Dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut

4
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik (gambar 1) ini harus
memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di
seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS
2241. Proses pengujian tarik mempunyai tujuan utama untuk mengetahui
kekuatan tarik bahan uji. Bahan uji adalah bahan yang akan digunakan sebagai
konstruksi, agar siap menerima pembebanan dalam bentuk tarikan. Pembebanan
tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya
yang berlawanan pada benda dengan arah menjauh dari titik tengah atau dengan
memberikan gaya tarik pada salah satu ujung benda dan ujung benda yang lain
diikat.

Gambar 1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.

Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada
kedua arah sumbunya. Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban
yang sama besarnya.

Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan


pada material. Dimana spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan
pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji mengalami peregangan dan

5
bertambah panjang hingga akhirnya patah. Pengujian tarik relatif sederhana,
murah dan sangat terstandarisasi dibanding pengujian lain. Hal-hal yang perlu
diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai yang valid adalah; bentuk dan
dimensi spesimen uji, pemilihan grips dan lain-lain.

2.1.1 Bentuk dan dimensi spesimen uji


Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM
E8 atau JIS Z2201. Bentuk dari spesimen penting karena kita harus
menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau yang
lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak
dan patahan terjadi di daerah gage length.

Gambar 2. Dimensi Uji Tarik ASTM E8

2..1.2 Grip and Face Selection


Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang
tidak tepat, spesimen uji akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam
daerah grip (jaw break). Ini akan menghasilkan hasil yang tidak
valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan yang kontak
dengan grip. Agar spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face.
Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada
pegangan bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran pada benda uji
disesuaikan dengan estándar baku pengujian.

6
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus
menarik suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan
mendapatkan profil pembebanan tarik seperti digambarkan pada Gambar 3.

Gambar. 3 Pembebanan Tarik


Penarikan gaya terhadap bahan akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(deformasi) bahan tersebut. Kemungkinan ini akan diketahui melalui proses
pengujian tarik. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses
pergeseran butiran-butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya
gayaelektromagnetik setiap atom logam hingga terlepasnya ikatan tersebut oleh
penarikan gaya maksimum. Penyusunan butiran kristal logam yang diakibatkan
oleh adanya penambahan volume ruang gerak dari setiap butiran dan ikatan atom
yang masih memiliki gaya elektromagnetik, secara otomatis bisa memperpanjang
bahan tersebut.

Hasil yang diperoleh dari proses pengujian tarik adalah kurva tegangan-
regangan, parameter kekuatan dan keliatan material pengujian dalam prosentase
perpanjangan, kontraksi atau reduksi penampang patah, dan bentuk permukaan
patahannya. Profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva digambarkan dalam
gambar 4, kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan
perubahan panjang. Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinyu dan
pelan-pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan
mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. Kemudian dapat dihasilkan kurva
tegangan dan regangan. Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan
luas penampang mula-mula benda uji.

7
Gambar. 4 Gambaran Pengujian Tarik

2.2 Prinsip Pengujian Tarik

Prinsip pengujian tarik (gambar 5) adalah sebuah batang coba (benda uji)
dengan ukuran yang di standarisasikan, ditekan pada sebuah mesin uji tarik
kemudian dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara perlahan-lahan sampai bahan
uji putus. Selama percobaan/pengujian beban dan regangan batang coba diukur
terus menerus. Kedua besaran ini ditampilkan dalam sebuah gambar diagram.
Skala tegak menunjukkan teggangan tarik dalam mm dan berpatokan pada
penampang batang semula, sedangkan skala mendatar menyatakan regangan
(perpanjangan) yang bersangkutan dalam prosentase terhadap panjang awal.

Gambar 5 Prinsip pengujian tarik

8
Jika beban dinaikkan melampaui batas-batas kekenyalan (batas elastisitas),
maka regangan membesar relatif lebih pesat dan lengkungan segera menunjukkan
sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas, semakin ulet bahan tersebut.
Tegangan dalam pengujian ini dinamakan batas rentang atau batas leleh. Hal ini
merupakan angka ciri bahan yang penting, karena disini bahan uji untuk pertama
kalinya mengalami kelonggaran menetap pada strukturnya yang dapat dikenal
melalui munculnya wujud-wujud leleh pada permukaan batang uji. Pada
pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik
puncaknya seraya melajunya regangan batang uji. Batang uji telah mencapai
pembebanan tertinggi, dan batang uji kini menyusut pada kedudukan yang
nantinya merupakan tempat perpecahan.

2.3 Hukum Hooke (Hooke's Law)

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik,
hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan
perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di
daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai
berikut:

“rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan”


“Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan “
“strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.”
Apabila dibuat menjadi sebuah permasamaan,maka hukum hookedapat
dirumuskan sebagai berikut:

Stress : σ = F/A .................................(1)


Strain : ε = ΔL/L .................................(2)
Dimana :
F = Gaya tarik
A = Luas penampang
ΔL = Pertambahan panjang
L = Panjang awal

9
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E=σ/ε ............................................(3)
Untuk menghitung luas penampang normal (A0) suatu spesimen dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
π 2
A= d ............................................(4)
4
Dimana :
d = Diameter benda uji
Prosentase pertambahan panjang (regangan) diartikan sebagai
perpanjangan tiap satuan panjang, yang diperoleh dengan membagi perpanjangan
panjang ukur ΔL mula-mula benda uji. Hal tersebut dirumuskan sebagai berikut :

∆ L L1−L0
e= = x 100 % .....................(5)
L0 L0
Dimana :
E = Regangan (%)
L1 = Panjang akhir (mm)
L0 = Panjang awal (mm)

Pembebanan tarik dilakukan secara menerus dengan menambahkan beban


sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berupa pertambahan
panjang dan pengecilan serta bila diteruskan akan mengakibatkan kepatahan pada
bahan. Prosentase pengecilan yang terjadi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut :

∆ A A 0− A 1
q= = x 100 % ......................(6)
A0 A0
Dimana :
q = Reduksi Penampang (%)
A0 = Luas Penampang awal (mm2)
A1 = Luas penampang terkecil setelah patah (mm2)

10
Pengujian tarik dilaksanakan dengan mesin pengujian tarik Servopulser
yang selama pengujian akan mencatat setiap kondisi bahan sampai terjadinya
tegangan ultimate ( σU ), juga sekaligus akan menggambarkan diagram tarik dari
benda uji, adapun panjang L1 akan diketahui sete1ah benda uji patah dengan
menggunakan pengukuran secara manual. Tegangan ultimate adalah beban
tertinggi yang bekerja pada luas penampang semula.
Pa
σ u= ...............................................(7)
A0
Dimana :
σu = Tegangan Ultimate (kg/mm2)
P
a = Beban tertinggi yang bekerja (kg)
A0 = Luas penampang semula (mm2)

Tegangan luluh ( σy) hasilnya haruslah lebih kecil dari tegangan maksimal
atau tegangan Ultimate ( σu), dimana tegangan luluh dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut :

Py
σ y= ............................................... (8)
A0
Diamna :
y = Tegangan luluh (kg/mm2)
Py = Beban luluh yang bekerja (kg)
A0 = Luas penampang seula (mm2)

Bahan yang liat biasanya memiliki grafik uji tarik dimana titik yield
langsung dapat diketahui. Bahan yang tidak liat biasanya titik yield-nya tidak
dapat dilihat secara langsung. Dengan memberikan tambahan beban, maka
regangan mulai bertambah. Akibatnya kurva tegangan-regangan akan memiliki
kemiringan (slope) tertentu, kemudian kemiringannya berubah menjadi keeil
sehingga kurvanya mendatar dan terjadi perpanjangan yang besar tanpa tambahan
gaya tarik. Gejala ini dikenal sebagai peluluhan (yielding) bahan dan tegangan
pada daerah ini disebut tegangan luluh (yield stress) atau merupakan kekuatan
luluh bahan. Akhirnya pembebanan mencapai harga maksimum dan tegangannya

11
disebut tegangan tertinggi (ultimate stress) atau merupakan kekauatan tarik bahan.
Kondisi selanjutnya diikuti pengurangan beban dan akhirnya putus (failure).

Apabila suatu bahan seperti paduan aluminium tidak memiliki titik luluh
yang jelas dan masih mengalami regangan-regangan besar setelah batas luluh
terlewati, maka suatu tegangan luluh sembarang dapat ditentukan melalui metoda
offset(offset method) (lihat gambar 6). Disini sebuah garis lurus ditarik sejajar
dengan bagian awal kurva yang linier pada diagram tegangan-regangan yang
berjarak 0,2% sampai 0,35% dari grafik keseluruhan. Perpotongan garisoffset
dengan kurva tegangan-regangan (titik A pada gambar 5) didefinisikan sebagai
tegangan luluh ( y σ).

Gambar 6. Penentuan tegangan luluh dengan metode offset 0,2%

Kebanyakan bahan memiliki suatu daerah awal pada diagram tegangan-


regangan dimana bahan berkelakuan secara elastis dan linier. Jenis kelakuan ini
sangat penting dalam rekayasa dan mesin didesain untuk berfungsi pada tegangan
yang rendah dan agar menghindari terjadinya deformasi plastis. Hubungan linier
antara tegangan dan regangan dikenal sebagai hukum Hooke serta dinyatakan oleh
persamaan :

12
 = E /  ...............................................(9)
Dimana :
 = Tegangan (kg/mm2)
E = Modulus elastisitas (Mpa)
 = Regangan (%)

2.4 Tegangan dan Regangan

Terdapat hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi


hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain). Hubungan tersebut di
gambarkan dalam gambar 7 yang merupakan kurva standar ketika melakukan
eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana
perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama
"Modulus Elastisitas" atau "Young Modulus". Kurva yang menyatakan hubungan
antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).

Gambar. 7 Kurva Tegangan – Regangan

Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata


dari pengujian tarik. Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi
beban yang diberikan dibagi dengan luas awal penampang benda uji. Dituliskan
seperti dalam persamaan berikut:

13
s= P/A0 ...............................................(10)
Dimana :   
s   : besarnya tegangan (kg/mm2)
P   : beban yang diberikan (kg)
A0 : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan-regangan teknik adalah
regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan yang
dihasilkan setelah pengujian dilakukan dengan panjang awal. Dituliskan seperti
dalam persamaan berikut.

........................................ (11)
Dimana :

e   : Besar regangan


L   : Panjang benda uji setelah pengujian (mm)
Lo : Panjang awal benda uji (mm)

Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung


pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastik, laju regangan, temperatur dan
keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang
digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah
kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan dan
pengurangan luas. Dan parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan
dua yang terakhir menyatakan keuletan bahan.

Bentuk kurva tegangan-regangan pada daerah elastis tegangan berbanding


lurus terhadap regangan. Deformasi tidak berubah pada pembebanan, daerah
remangan yang tidak menimbulkan deformasi apabila beban dihilangkan disebut
daerah elastis. Apabila beban melampaui nilai yang berkaitan dengan kekuatan
luluh, benda mengalami deformasi plastis bruto. Deformasi pada daerah ini
bersifat permanen, meskipun bebannya dihilangkan. Tegangan yang dibutuhkan

14
untuk menghasilkan deformasi plastis akan bertambah besar dengan
bertambahnya regangan plastik.

Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai


modulus elastisitas dan dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

........................................(12)

Dimana :

E  : Besar modulus elastisitas (kg/mm2),


e : regangan
σ  : Tegangan (kg/mm2)

Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk
mengimbangi penurunan luas penampang lintang benda uji dan tegangan teknik
(sebanding dengan beban F) yang bertambah terus, dengan bertambahnya
regangan. Akhirnya dicapai suatu titik di mana pengurangan luas penampang
lintang lebih besar dibandingkan pertambahan deformasi beban yang diakibatkan
oleh pengerasan regang. Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu
titik dalam benda uji yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa
beban. Seluruh deformasi plastis berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan
benda uji mulai mengalami penyempitan secara lokal. Karena penurunan luas
penampang lintang lebih cepat daripada pertambahan deformasi akibat pengerasan
regang, beban sebenarnya yang diperlukan untuk mengubah bentuk benda uji akan
berkurang dan demikian juga tegangan teknik akan berkurang hingga terjadi
patah.

Dari kurva uji tarik yang diperoleh dari hasil pengujian akan didapatkan
beberapa sifat mekanik yang dimiliki oleh benda uji, sifat-sifat tersebut antara
lain:

15
a. Kekuatan tarik
b. Kuat luluh dari material
c. Keuletan dari material
d. Modulus elastic dari material
e. Kelentingan dari suatu material
f. Ketangguhan.

St = Kekuatan Patah YP = Titik Luluh


Sb = Kekuatan Tarik X = Titik Patah
SY = Kekuatan Luluh t = Regangan Sebelum Patah

Gambar 8. Kurva Tegangan Regangan Terhadap Berbagai Jenis Bahan

Berdasarkan kurva diatas dapat dijelasakan bahwa bahan yang mempunyai sifat
berbeda akan mempunyai titi luluh serta besar regangan yang berbeda.

a. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastic.Contoh besi cor


b. Bahan ulet dengan titik luluh, misalnya pada baja karbon rendah.
c. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas, misalnya alumunium.
d. Kurva tegangan sesungguhnya regangan – tegangan nominal.

16
Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi
seperti pada gambar 9 berikut.

Gambar 9 Dimensi Spesimen Uji Tarik (JIS Z2201)


Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan
(strain gage) yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada gambar
10. Bila pengukur regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang,
terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian
dikonversi menjadi perubahan regangan.

Gambar. 10 Ilustrasi Pengukur Regangan Pada Spesimen

2.5 Profil Uji Tarik Dan Sifat Mekanik Logam

Sampel atau benda uji ditarik dengan beban continue sambil diukur
pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa perubahan panjang dan
perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik tegangan-
regangan. profil data dari tensile test secara lebih detail dapat digeneralisasi
seperti pada gambar 11.

17
Gambar 11. Profil Kurva Hasil Uji Tarik

Berdasarkan gambar diatas, maka kurva uji tarik dimulai dari titik O
sampai titik D sesuai dengan arah panah. Dari kurva uji tarik tersebut akan
didapatkan beberapa sifat mekanik yang dimiliki oleh benda uji, sifat-sifat
tersebut antara lain:

2.5.1 Elastisitas dan Plastisitas Logam


Bila logam dipengaruhi oleh suatu gaya, akan berubah bentuknya,
yang berarti logam telah mengalami suatu deformasi. Bila gaya yang
bekerja pada logam tersebut dihilangkan, ada logam yang kembali ke
bentuk atau dimensi semula (recoverable), yang disebut dengan deformasi
elastic. Ada juga logam yang tidak kembali ke bentuk atau dimensi semula
(irrecoverable), dapat dikatakan logam telah mengalami deformasi plastis.

2.5.2 Batas elastis σe (elastic limit)


Daerah elastic adalah daerah dimana bahan akan kembali
kepanjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsional

18
merupakan daerah elastic ini. Selanjutnya bila bahan terus diberi tegangan
(deformasi dari luar) maka batas elastic akan terlampaui pada akhirnya
sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata
lain dapat didefinisikan bahwa batas elastic merupakan suatu titik dimana
tegangan yang diberikan aan menyebabkan terjadinya deformasi permanen
(plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas
elastic yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.

Dalam Gambar 11 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan


diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka
bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali
ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam
Gambar 12). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum
Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan.
Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga
masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian
referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal
mengenai nilai ini.

Gambar 12. Deformasi elastik dan deformasi plastik

Sedangkan Batas elastik adalah Dengan bertambahnya ketelitian


pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas
yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara
pengukuran regangan mikro. Dengan ketelitian regangan yang sering

19
digunakan (10-4 inci/inci), batas elastik lebih besar daripada batas
proporsional. Penentuan batas elastik memerlukan prosedur pengujian
yang diberi beban-tak diberi beban (loading-unloading)

2.5.3 Batas proporsional σp (proportional limit)


Batas proporsional adalah tegangan tertinggi untuk daerah
hubungan proporsional antara tegangan-regangan. Harga ini diperoleh
dengan cara mengamati penyimpangan dari bagian garis lurus kurva
tegangan-regangan. Bila dikaitkan dengan hukum hooke, batas
proporsional merupakan titik di mana penerapan hukum Hook masih bisa
ditolerir. Titik ini Merupakan daerah batas dimana tegangan (stress) dan
regangan (strain) mempunyai hubungan proportionalitas satu dengan yang
lainnya. Setiap peambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan
regangan secara proporsional dalam hubungan linier σ = E ε (bandingkan
dengan hubungan y = mx ; dimana y mewakili tegangan ; x mewakili
regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan).
Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas
proporsional sama dengan batas elastis.

2.5.4 Deformasi plastis (plastic deformation)


Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula.
Pada Gambar 11 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas
proporsional dan mencapai daerah landing. Tegangan ini juga dapat
diartikan sebagai tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh
mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian
besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang
berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastik mulai
terjadi dan sukar ditentukan secara teliti. Telah digunakan berbagai kriteria
permulaan batas luluh yang tergantung pada ketelitian pengukuran
regangan dan data-data yang akan digunakan

20
2.5.5 Titik luluh dan tegangan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus
mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress)
yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut
tegangan luluh (yield stress). Gejala luluh umumnya hanya ditunjukan oleh
logam-logam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk
interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hydrogen, oksigen.
Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet
seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan
titik luluh atas (upper point) Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang
getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk
menentukan kekuatan lulu material seperti ini maka digunakan suatu
metode yang disebut metode offset. Dengan metode ini kekuatan luluh
(yield strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan
memperlihatkan batas penympangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas
tegangan dan regangan (gambar 11). Pada gambar 13, garis offset ditarik
parallel dengan garis yang berwarna merah muda dan perpotongan antara
garis tersebut menunjukkan kekuatan luluh. Umumnya garis offset εp
diambil 0,1 sampai 0,2% dari regangan totol dimulai dari titik O.

Gambar 13. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji


terbuat dari bahan getas

21
Tegangan luluh terbagi menjadi tegangan luluh atas, σuy (upper
yield stress) dan tegangan luluh bawah, σly (lower yield stress). Tegangan
luluh atas merupajan tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase
daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis. Sedangkan tegangan
luluh bawah adalah tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-
benar memasuki fase deformasi plastis, tegangan ini juga sering disebut
tegangan luluh saja.
Tegangan luluh dan titik luluh merupakan sebuah gambaran
kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam
penggunaan structural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik,
tekan bending atau puntiran. Disisi lain, batas luluh ini harus dicapai
ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur
produk-produk logam seperti rolling, drawling, stretching dan sebagainya.
Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
a. Tidak boleh dilewati dalam penggunaan structural (in service)
b. Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming
process)

2.5.6 Kekuatan Tarik


Kekuatan yang biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik
adalah kuat luluh (Yield Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile
Strength). Kekuatan tarik atau kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile
Strength / UTS), adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang
awal benda uji. Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus
dikaitkan dengan beban maksimum dimana logam dapat menahan
sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.
.................................(13)

Dimana :
Su        : Kuat tarik
Pmaks : Beban maksimum
A0   : Luas penampang awal

22
Sedangkan tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan
sebagai hasil suatu uji tarik, tetapi pada kenyataannya nilai tersebut kurang
bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan. Untuk logam-
logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban
maksimum, di mana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan
yang sangat terbatas. Akan ditunjukkan bahwa nilai tersebut kaitannya
dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaannya untuk tegangan yang
lebih kompleks, yakni yang biasanya ditemui. Untuk berapa lama, telah
menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik,
dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai.
Kecenderungan yang banyak ditemui adalah menggunakan
pendekatan yang lebih rasional yakni mendasarkan rancangan statis logam
yang liat pada kekuatan luluhnya. Akan tetapi, karena jauh lebih praktis
menggunakan kekuatan tarik untuk menentukan kekuatan bahan, maka
metode ini lebih banyak dikenal, dan merupakan metode identifikasi bahan
yang sangat berguna, mirip dengan kegunaan komposisi kimia untuk
mengenali logam atau bahan. Selanjutnya, karena kekuatan tarik mudah
ditentukan dan merupakan sifat yang mudah dihasilkan kembali
(reproducible). Kekuatan tersebut berguna untuk keperluan spesifikasi dan
kontrol kualitas bahan. Korelasi empiris yang diperluas antara kekuatan
tarik dan sifat-sifat bahan misalnya kekerasan dan kekuatan lelah, sering
dipergunakan. Untuk bahan-bahan yang getas, kekuatan tarik merupakan
kriteria yang tepat untuk keperluan perancangan.

2.5.7 Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Sterngth)


Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh
material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik
maksimum εuts ditentukan dari beban maksimum F maks dibagi luas
penampang awal Ao. Pada bahan ulet tegangan masksimum ditunjukkan
oleh titik M dan selanjutnya bahan akan terdeformasi hingga titik
perpatahan. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda

23
dimana tegangan maksimum sekaligus perpatahan ada disatu titik yang
sama. Dalam kaitannya dengan penggunaan structural maupun dalam
proses forming bahan, kekuatan masksimum adalah batas tegangan yang
sama sekali tidak bole dilewati.

2.5.8 Kekuatan Putus (Breaking strength)


Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda
uji putus (Fbreaks) dengan luas Ao. untuk bahan yang bersifat ulet pada saat
beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik
putus maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya
suatu deformasi yang terlokalisasi (gambar 14). Pada bahan ulet kekuatan
putus adalah lebih kecil dari pada kekuatan masimumnya sementara pada
bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.

Gambar 14. Proses penciutan (necking) pada benda uji

2.5.9 Keuletan (Ductility)


Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban
pada saat diberikan penetrasi dan akan kembali ke bentuk semula.
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam
menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan atau keuletan bahan juga
dapat dinyatakan sebagai energy yang diadsorb oleh bahan tersebut sampai

24
pada titik patah, yaitu merupakan luas bidang di bawah kurva tegangan-
regangan. Sifat ini, dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan
bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending, stretching,
drawing, hamering, cutting dan sebagainya.
Secara umum pengukuran keuletan dilakukan untuk memenuhi
kepentingan tiga buah hal yaitu :
a. Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam dapat
berdeformasi tanpa terjadi patah dalam suatu proses suatu
pembentukan logam, misalnya pengerolan dan ekstrusi.
b. Untuk memberi petunjuk secara umum kepada perancang
mengenai kemampuan logam untuk mengalir secara pelastis
sebelum patah.
c. Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian
atau kondisi pengolahan

Pengujian tarik mempunyai dua metode pengukuran keuletan


bahan yaitu:
a. Persentase perpanjangan (elongation) Diukur sebagai
penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang
awalnya.
Elongasi, ε (%) = ( Lf – L0 ) / L0 x 100 % ......................(14)

Dimana :
Lf : Panjang akhir
Lo adalah panjang awal dari benda uji.
b. Persentase pengurangan/reduksi penampang. Diukur sebagai
pengurangan luas penampang (cross-section) setelah
perpatahan terhadap luas penampang awalnya.
Reduksi penampangnya, R (%) = (Af – A0) / A0 x 100% ..................(15)
Dimana :
Af : luas penampang akhir
Ao : luas penampang awal.

25
2.5.10 Modulus Elastisitas (E)
Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan
keelastisitasannya. Makin besar modulus, makin kecil regangan elastik
yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.Modulus elastisitas ditentukan
oleh gaya ikat antar atom, karena gaya-gaya ini tidak dapat dirubah tanpa
terjadi perubahan mendasar pada sifat bahannya. Maka modulus elastisitas
salah satu sifat-sifat mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya
sedikit berubah oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas, atau
pengerjaan dingin. Secara matematis persamaan modulus elastic dapat
ditulis sebagai berikut.

.................................................(16)
Dimana :
s : Tegangan
ε : Regangan

Modulus elastisistas atau modulus young merupakan ukuran


kekakuan suatu material (gambar 15) . Semakin besar harga modulus ini,
makamsemakin kecil regangan elastic yang terjadi pada suatu tingkat
pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku
(stiff). Pada grafik tegangan-regangan, modulus kekakuan dapat dihitung
dari slope kemiringan garis elastic yang linier, diberikan oleh:

E = atau E = tan α..................................(17)


Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastic kurva
tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh
energy ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak
dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan.

26
Gambar 15. Kurva stress vs strain dengan titik-titik dan daerah
dari suatu sifat

Tabel 1 Harga modulus elastisitas pada berbagai suhu

2.5.11 Regangan luluh εy (yield strain)

Regangan luluh adalah regangan permanen saat bahan akan


memasuki fase deformasi plastis.

27
2.5.12 Regangan elastis εe (elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat
beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

2.5.13 Regangan plastis εp (plastic strain)


Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

2.5.14 Regangan total (total strain)


Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT =
εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang
ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada
pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

2.5.15 Tegangan tarik maksimum TTM


Pada Gambar 11 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar
tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. UTS (kekuatan tarik
maksimum) sudah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada
kekuatan tarik meskipun dikurangi dengan safety factor yang sesuai. Dari
nilai UTS kita bisa mengetahui sifat kekerasan, meskipun nilai UTS bukan
satu-satunya indicator untuk mengidentifikasikan sifat tersebut. Kita
mengetahui UTS merupakan tegangan maksimum yang dapat dilakukan
oleh material sebelum terjadinya fracture sehingga jika makin besar nilai
UTS suatu material maka makin besar beban yang diperlukan untuk
mendeformasi plastis suatu material hingga terjadi fracture. Hubungannya
dengan kekerasan adalah kekerasan berkaitan dengan kekuatan tarik logam
karena selama selama penjejakan logam pada hardness testing material
mengalami deformasi plastis sehinggaterjadi regangan dengan persentase
tertentu

2.5.16 Kekuatan patah (breaking strength)


Pada Gambar 11 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar
tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.

28
2.5.17 Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat
deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada
uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi
sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas
(brittle) sebagaimana di tunjukkan dalam gambar 16.

Gambar 16. Grafik tegangan dan regangan yang menunjukkan


benda brittle dan ductile

2.5.18 Derajat kelentingan (resilience)


Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan
menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan
Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain
energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus
kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap
energi pada waktu berdeformasi secara elastis dan kembali kebentuk awal
apabila bebannya dihilangkan . Kelentingan biasanya dinyatakan sebagai
modulus kelentingan, yakni energi regangan tiap satuan volume yang
dibutuhkan untuk menekan bahan dari tegangan nol hingga tegangan
luluh σo. Energi regangan tiap satuan volume untuk beban tarik satu
sumbu adalah :

29
Uo = ½ σxеx
Dari definisi diatas, modulus kelentingan dapat dibuat persamaan
sebagai berikut:

..................................(18)
Persamaan ini menunjukan bahwa bahan ideal untuk menahan beban
energi pada pemakaian di mana bahan tidak mengalami deformasi
permanen, misal pegas mekanik, adalah data bahan yang memiliki
tegangan luluh tinggi dan modulus elastisitas rendah.

2.5.19 Derajat ketangguhan (toughness)


Ketangguhan (Toughness) adalah kemampuan menyerap energi
pada daerah plastik. Pada umumnya ketangguhan menggunakan konsep
yang sukar dibuktikan atau didefinisikan. Salah satu menyatakan
ketangguhan adalah meninjau luas keseluruhan daerah di bawah kurva
tegangan-regangan. Luas ini menunjukan jumlah energi tiap satuan
volume yang dapat dikenakan kepada bahan tanpa mengakibatkan pecah.
Ketangguhan (Su) adalah perbandingan antara kekuatan dan kueletan.
Persamaan sebagai berikut.
UT ≈ su ef
atau

................................................(19)
Untuk material yang getas

......................................................(20)
Dimana UT  adalah Jumlah unit volume

ketangguhan juga dapat diartikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap


energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan
Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam gambar 10, modulus
ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.

30
2.6 Uji Kejut (Impact Test)

Beberapa komponen mesin dan transmisi serta bagian-bagian akan


mengalami suatu beban kejutan atau beban secara mendadak dalam
pengoperasianya. Maka dari itu ketahanan suatu material terhadap beban
mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat material tersebut perlu
diketahui dan diperhatikan. Pengujian ini berguna untuk melihat dampak yang
ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor
lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan
suatu bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi
yang diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan bandul dengan
ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi
potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi
yang diserap oleh spesimen.

Uji kejut (impact) merupakan sebuah tes yang dirancang untuk


memberikan informasi tentang bagaimana spesimen bahan yang diketahui akan
merespon tegangan secara tiba-tiba. Banyak komponen yg akan mendapat beban
Impact (dynamic loading) dalam pengoperasian. Uji kejut dikembangkan utk
menentukan kekuatan kejut (Impact toughness) bahan logam dan non logam
terhadap beban kejut. Pengujian Impact merupakan suatu pengujian yang
mengukur ketahan bahan terhadap beban kejut. Pengujian ini merupakan suatu
upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam
perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi
secara perlahan-lahan seperti pada pembebanan tarik. Dasar pengujian Impact ini
adalah penyerapan energy potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu
ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami
deformasi.

31
2.7 Harga Impact

Pada pengujian Impact ini banyaknya energy yang diserap oleh bahan
untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan Impact atau
ketangguhan bahan tersebut. Pada pengujian Impact, energy yang diserap oleh
benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan joule dan dibaca langsung pada skala
(dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji (gambar
17) . Harga Impact (HI) suatu bahan dapat diuji dengan metode Chrapy diberikan
oleh:

HI=E/A.............................................................. (21)
Dimana E adalah energy yang diserap dalam satuan joule dan A luas penampang
dibawah takik dalam satuan mm2. Secara umum benda uji Impact dikelompokkan
dalam dua golongan sampel standart yaitu: batang uji Chrapy, banyak digunakan
di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan
Eropa. Benda uji Chrapy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10x10
mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari
dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm (gambar 18). benda uji diletakkan pada
tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban Impact
dari ayunan bandul.

Gambar 17. Alat Uji Kejut (Impact Test)

32
Gambar 18. Benda uji Chrapy

2.8 Kepatahan (Fracture) Dan Metode Pengujian Impact 

Fracture atau kepatahan pada suatu material dapat digolongkan


sebagai brittle (getas) atau  ductile (ulet). Suatu material yang mengalami
kepatahan tanpa mengalami deformasi plastis dikatakan patah secara brittle.
Sedangkan apabila kepatahan didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan
mengalami ductile Fracture. Material yang mengalami brittle Fracture hanya
mampu menahan energi yang kecil saja sebelum mengalami kepatahan. Perbedaan
permukaan kedua jenis patahan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 19
dibawah ini :

Gambar 19 Pola Patahan Pada Penampang Specimen Uji Impact  

33
Metode pengujian Impact  dibedakan menjadi 2 macam yaitu
Metode Charpy dan Metode Izod.

1. Metode Charpy
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar1.5.a,
spesimen diletakkan mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu
pada suatu landasan. Letak takikan (notch) tepat ditengah dengan arah
pemukulan dari belakang takikan. Biasanya metode ini digunakan di
Amerika dan banyak negara yang lain termasuk Indonesia.
2. Metode izod
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.5.b,
spesimen dijepit pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah
pemukulan dari depan takikan. Biasanya metode ini digunakan di
Negara Inggris. Benda uji izod mempunyai penampang lintang bujur
sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit
(gambar 20).

Gambar 20. Skematik pembebanan Impact benda uji charpy dan izod

Takik (notch) dalam benda uji standar ditunjukan sebagai suatu


konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian
tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45 o, takik dapat pula dibuat dengan
bentuk lubang kunci (key hole). Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam
pengujian Impact Chrapy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk

34
menentukan jenis perpatahan yang tejadi. Secara umum perpatahan digolongkan
menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Perpatahan berserat (Fibrous fracture)


Perpatahan berserat adalah perpatahan yang melibatkan
mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam)
yang ulet (ductile). Ditadai dengan permukaan perpatahan berserat
yang berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan
buram.

2) Perpatahan granular/kristalin
Perpatahan granular adalah perpatahan yang dihasilkan oleh
mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan
(logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan perpatahan
yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi
(mengkilat).

3) Perpatahan campuran
Perpatahan campuran adalah perpatahan yang merupakan
kombinasi dua jenis perpatahan yaitu perpatahan granular dan
berserat.

Selain dengan harga Impact yang ditunjukkan oleh alat uji, pengukuran
ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen
patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji
pada temperature tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka
semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati
permukaan patahan benda uji di bawah mikroskop stereoscan. Informasi lain yang
dapat dihasilkan oleh pengujian Impact adalah temperature transisi. Temperatur
transisi adalah temperature yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan
suatu bahan bila diuji pada temperature yang berbeda-beda. Pada pengujian
dengan temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa benda akan

35
bersifat ulet (ductile) pada temperature tinggi sedangkan pada temperature renda
material akan bersifat rapuh.
Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom pada temperature yang
berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi
kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan ,
hal ini dikarenakan energy panas merupakan suatu driving force terhadap
pergerakan partikel atom bahan. Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu
penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi
kejut/Impact dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan
dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibuthkan energy yang lebih besar untuk
mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur dibawah nol drajat celcius,
vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan
dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan
dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperature transisi
menjadi demikian penting bila suatu material akan didesain utuk aplikasi yang
melibatkan rentang temperature yang besar, dari temperature di bawah nol derajat
celcius hingga temperature tinggi di atas 100 derajat celcius misalnya. Hampir
semua logam berkekuatan rendah dengan struktur Kristal FCC seperti tembaga
dan aluminium bersifat ulet pada semua temperature sementara bahan dengan
kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-
loga BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet
bila temperature dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada
jembatan, kapal, jarigan pipa, dan sebagainya bersifat rapuh pada temperature
rendah.

2.9 Prinsip Pengujian Impact

Terdapatnya cacat pada permukaan bahan (takikan) sangat memperkecil


kekuatan bahan dan dapat mengakibatkan patah karena kelebihan beban. Melalui
percobaan pukul takik, akan ditentukan keuletan takik suatu bahan, yaitu
kemampuan menahan beban mirip pukulan pada kedudukan yang diperlemah
(dibuat takikan) pada daerah tertentu.

36
Sebuah batang uji yang diberi takikan dan distandarisasikan, ditumpu
bebas pada kedua ujungnya dan dipukul dengan sebuah martil bandul yang
dijatuhkan oleh mesin uji pukul takik dari ketinggian tertentu H menuju
kedudukan takikan pada bahan uji. Dalam pada itu dampak bobot martil (akan
mengalami hambatan dan martil akan membubung kembali dibelakang batang uji,
tetapi hanya akan mencapai ketingian h yang lebih rendah. Semakin besar nilai
keuletan takik, akan semakin kecil ketinggian h. dari selisih H-h dapat dihitung
atau dibaca besarnya kerja pemukulan yang terpakai pada mesin uji takik. Cacat
pada permukaan bahan (takikan) bisa memperkecil kekuatan bahan konstruksi
terhadap beban kerjanya, Perlu dilakukan uji pukul takik untuk mengetahui berapa
prosen berkurangnya kemampuan material apabila mengalami takikan.

Gambar 21 Proses uji Impact.

Dasar pengujian Impact ini adalah penyerapan energy potensial dari


pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk
benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Proses pengujiannya adalah
dengan memilih 3 buah sampel dengan jenis yang sama tetapi tiap-tiap sampel
diberikan perlakuan panas yang berbeda, yaitu suhu 47 0C pada sampel ke-1, -40C
pada sampel ke-2 dan dibiarkan pada suhu ruang pada sampel ke-3.

37
Perlakuan suhu yang berbeda ini disebabkan karena Informasi lain yang
dapat dihasilkan oleh pengujian Impact yaitu temperatur transisi bahan.
Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis
perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada
pengujian seperti ini akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan
bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat
rapuh. Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur
yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi
kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan.
Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap
pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/Impact dari luar. Dengan
semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit
sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji.
Sebaliknya pada temperatur dibawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relative
sedikit sehinggga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih
mudah dipatahkan dengan energy yang relative lebih rendah.

Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC


seperti tembaga dan alumunium besifat ulet pada semua temperatur sementara
bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer
dan logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi
rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai
pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada
temperatur rendah.

Pada pengujian Impact banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk
terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan Impact atau ketangguhan
bahan tersebut. Suatu material dikatakan tangguh bila mampu menyerap energi
yang besar tanpa mengalami keretakan atau terdeformasi dengan mudah. Pada
pengujian Impact, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam
satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi
yang terdapat pada mesin penguji. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam

38
pengujian Impact Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk
menentukan jenis perpatahan yang terjadi. Secara umum perpatahan
digolongkan menjadi 3, yaitu :

1) Perpatahan berserat (fibrous fracture)


Perpatahan ini melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang
kristal didalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan patahan yang berserat yang berbentuk dimple yang
menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2) Perpatahan granular/kristalin
Perpatahan ini dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavange) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle).
Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3) Perpatahan campuran (berserat dan granular)
Perpatahan ini merupakan kombinasi dua jenis perpatahan
diatas.

Vibrasi atom pada suatu material mempunyai nilai yang berbeda-beda


apabila berada pada temperature yang berbeda-beda pula, dimana pada
temperature kamar vibrasi atom berada dalam kondisi kesetimbangan dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikan. Hal ini dikarenakan
energi panas merupakan suatu penyebab pergerakan pertikel bahan. Vibrasi atom
inilah yang berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada
saat terjadi deformasi kejut/Impact dari luar. Untuk benda uji dengan perlakuan
panas pada suhu -40 C perpatahan yang terjadi biasanya mempunyai tampilan
yang mengkilap dan memberi pantulan cahaya. Perpatahan jenis ini disebut
perpatahan granular/kristalin dimana perpatahan ini merupakan jenis perpatahan
dari bahan yang bersifat getas. Pembelahan ini dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan pada butir butir dari bahan yang rapuh. Sedangkan benda uji yang
dibiarkan pada suhu kamar terjadi perpatahan berserat.

39
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
dan ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
lambat terhadap bahan/material dengan cara memberikan beban gaya
yang sesumbu.
2. Tujuan uji rarik adalah untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu
bahan.
3. Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinyu dan pelan-pelan
bertambah besar, kemudian dapat dihasilkan kurva tegangan dan
regangan. Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan
luas penampang mula-mula benda uji.
4. Modulus Elastisitas atau Young Modulus adalah perbandingan tegangan
(σ) dan regangan (ε).
5. Sifat – sifat mekanik yang dihasilkan pdari uji tarik antara lain kekuatan
tarik, kuat luluh dari material, keuletan dari material, modulus
elastic dari material, kelentingan dari suatu material, ketangguhan.
6. Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada
saat diberikan penetrasi dan akan kembali ke bentuk semula.
7. Regangan luluh adalah regangan permanen saat bahan akan memasuki
fase deformasi plastis
8. Ketangguhan (Toughness) adalah kemampuan menyerap energi pada
daerah plastik.
9. Impact test adalah suatu tes yang mengukur kemampuan suatu bahan
dalam menerima beban tumbuk menggunakan ayunan bandul dengan
ketinggian tertentu berayun dan memukul benda uji.

40
10. Fracture atau kepatahan pada suatu material dapat digolongkan
sebagai brittle (getas) atau  ductile (ulet).
11. Metode pengujian Impact  dibedakan menjadi 2 macam yaitu
Metode Charpy dan Metode Izod.
12. Perpatahan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu perpatahan berserat
(fibrous fracture), perpatahan granular/kristalin dan perpatahan
campuran (berserat dan granular)

3.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan pengujian tarik dan impact secara acak pada setiap
maaterial untuk menjaga kualitas suatu produk
2. perlu pemerataan ketersediaan alat uji bahan teknik di lembaga
pendidikan dan pelatihan

41
DAFTAR PUSTAKA

Tata surdia. Pengetahuan bahan teknik. Pradnya-\ Paramita.Jakarta.1999


E. P Propov, Mekanika Teknik, Terjemahan Zainul Astamar Msc, Erlangga,
Jakarta, 1984.
.Ferdinand L. Singer, Andrew Pytel, Kekuatan Bahan, Terjemahan Ir. Darwin
Sebayang, Erlangga, Jakarta, 1980 
Hardi Sudjana, Teknik Pengecoran Jilid 2 SMK, Direktorat Pembinaan SMK,
2008
http://www.docstoc.com/docs/22177126/Mengenal-Uji-Tarik-dan-Sifat-sifat-
Mekanik-Logam
http://blog.unsri.ac.id/amir/material-teknik/uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekanik-
logam/mrdetail/5705/
https://sersasih.wordpress.com/2011/07/21/laporan-material-teknik-uji-tarik/
http://hima-tl.ppns.ac.id/Impact-test-pengujian-takik/
http://www.infometrik.com/wp-content/uploads/2009/09/Mengenalujitarik.pdf
http://ft.unsada.ac.id/wp-content/uploads/2008/03/bab4-mt.pdf
http://www.directindustry.com/prod/asli-china-test-equipment-co-ltd/product-
115689-1404579.html
http://dwiardinia.blogspot.com/2015/04/perkembangan-industri-dunia.html
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/02/12/p40ezo383-
pertumbuhan-manufaktur-indonesia-tertinggi-di-asean
https://finance.detik.com/industri/d-3929902/sektor-manufaktur-masih-jadi-
andalan-genjot-pertumbuhan-ekonomi-ri

42

Anda mungkin juga menyukai