Anda di halaman 1dari 18

Konstruksi Keindonesiaan Dalam Film Tjokroaminoto

Ahmad Toni
Universitas Budi Luhur, Jakarta
ahmad.toni@budiluhur.ac.id

ABSTRACT
This study uses critical discourse analysis method that aims to reveal the meaning of
Indonesian keynthones in Tjokroaminoto Guru Bangsa film. The results show that the
representation of meaning at Indonesian level at the text level is a representation of
the dominance of ethnic or racial tribes of Europe and Arabia and subordinan tribes
or races of Javanese, Chinese, Sundanese and do not have citizenship. At the messo
level the purpose of the film production system is the goal of Tjokroaminoto's
historical reconstruction based on the spirit of Islam as the basis for the struggle. At
the macro level shows the construction of national leadership is a rational effort in
order to fulfill party politics based on the spirit of keindonesiaan. Keindonesiaan is
the essence of the teachings of cultural Islam that upholds human values in order to
realize the concept of hijra or civil society in Indonesia.

Key Words: Representation of Meaning of Indonesianness, Film of Tjokroaminoto


Guru Bangsa

ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis yang bertujuan untuk
mengungkapkan konstruki makna keindonesiaan di dalam film Tjokroaminoto Guru
Bangsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi makna keindonesiaan pada
level teks merupakan representasi dominasi suku atau ras Eropa dan Arab dan
subordinan suku atau ras Jawa, Tionghoa, Sunda, dan tidak mempunyai
kewarganegaraan. Pada level messo tujuan sistem produksi film merupakan tujuan
rekonstruksi sejarah Tjokroaminoto yang didasari oleh semangat Islam sebagai dasar
perjuangan. Pada level makro menunjukkan konstruksi kepemimpinan nasional
merupakan usaha rasional dalam rangka pemenuhan politik kepartaian yang didasari
semangat keindonesiaan. Keindonesiaan merupakan hakikat ajaran Islam Kultural
yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan guna mewujudkan konsep hijrah atau
masyarakat madani di Indonesia.
Kata Kunci: Representasi Makna Keindonesiaan, Film Tjokroaminoto Guru
Bangsa

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 18


PENDAHULUAN tujuan utamanya ialah memanusiakan
Wacana keindonesiaan selalu manusia.
menjadi persoalan yang dinamis dalam
kehidupan berbangsa pasca reformasi KERANGKA PEMIKIRAN
1998 yang membawa sistem Teori Wacana
demokratisasi dalam berbagai bidang Diskurstheorie atau teori
kehidupan. Reformasi dimaknai bagi diskursus dalam pandangan Habermas
sebagian warga negara sebagai ialah ‘Mengarahkan perhatiannya
kebebasan murni tanpa memandang kepada kondisi-kondisi komunikasi
nilai keberagaman sebagai ciri khas yang memungkinkan sebuah praksis
bangsa ini. Pluralitas bangsa dimaknai pencapaian konsensus dapat dilakukan
sebagai wahana kepentingan golongan secara bebas dan fair’ (Hardiman,
mayoritas dan menyingkirkan ruang- 2016: 24). Pandangan tentang kondisi
ruang keterbukaan bagi golongan komunikasi dan pencapaian konsensus
minoritas, terutama dalam ruang publik didasarkan pada konsepsi tentang
dan ruang politik. masyarakat modern yang terbelanggu
Wacana yang dibangun oleh media dengan aturan-aturan politis. Teori
massa terutama televisi dipenuhi wacana mampu mengarahkan manusia
dengan kepentingan kapitalisme yang sebagai satu kesatuan secara
beriorientasi pada nilai ekonomis dan keseluruhan untuk mencapai tujuan
representasi ideologi golongan tertentu tertentu, dengan menata kembali
semata. Televisi menjadi alat kehidupan mereka kepada tujuan hidup
hegemoni kepentingan dan sumber- bersama. Teori wacana bukan
sumber komoditi bagi pemodal dalam menempatkan manusia untuk mencapai
rangka menumbuhkan dan tujuan tetapi menempatkan manusia
mempengaruhi khalayak untuk kepada bagaimana manusia melakukan
menjadi masyarakat konsumtif. Media cara-cara atau prosedur-prosedur untuk
massa alternatif yang diwujudkan mencapai tujuan yang diinginkan
sebagai media identitas bangsa, yakni secara bersama-sama.
film. Film sebagai media dan identitas Pendapat Hardiman (2009: 23-
bangsa membawa isu-isu permasalahan 24) tentang teori wacana ialah ‘Teori
sosial dan politik dalam rangka diskursus menawarkan sebuah
menumbuhkan kesadaran berbudaya radikalisasi prosedur komunikasi
melalui hiburan. Film sebagai ‘ruang politis untuk mencapai konsensus
publik politis’ dijadikan sebagai alat dasar atau disebut dengan
rekonstruksi pemikiran Tjokroaminoto grundkonsens yang memperkokoh
dalam rangka melawan penjajah, integritas masyarakat dalam suatu
merintis kemerdekaan bangsa yang negara’. Esensi teori diskursus ialah
memberikan sebuah gambaran cara-

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 19


cara radikalisasi komunikasi sebagai pandang sosial atas perubahan-
prosedur untuk mencapai kesatuan perubahan yang terjadi di dalam sistem
manusia dalam menggapai tujuan, sosial. Wacana merupakan proses
radikalisasi untuk mencapai transformasi tanda-tanda yang
kesepakatan bersama sebagai dilakukan untuk kepentingan hegemoni
kebutuhan konsensus. Epistimologi kekuasaan. Pendapat selanjutnya
teori wacana Habermas dinyatakan menurut Haryatmoko (2017: 4) Film
sebagai: tindakan komunikatif, sebagai wacana tindakan/act
tindakan komunikatif menjadi dasar merupakan proses semiotik yang
seluruh proyek komunikasinya. Usaha merepresentasikan dunia sosial. Dalam
menerapkan prinsip-prinsip diskursus hal ini film karya Garin Nugroho
pada politik tentang negara hukum merupakan wacana tindakan yang
demokratis. Diskursus dipahami dikonstruksi oleh Garin Nugroho yang
sebagai prosedur dan bagaimana ditujukan kepada khalayak bangsa
prosedur ini dapat diterapkan pada Indonesia melalui medium film dengan
proses pencapaian konsensus atas menggambarkan situasi sosial politik
norma-norma yang masih kontroversial. yang meletarbelakangi sistem
Konsepsi diskursus dilakukan produksinya. Konteks ruang dan waktu
dengan cara-cara: Rasio Prosedural. dan situasi sosio kultural yang
Rasio komunikatif sebagai pengganti melingkupinya perlu ditelaah lebih
rasio praktis. Tindakan komunikatif. mendalam guna mengetahui konstruksi
Lebenswelt, diartikan sebagai dunia- pemikiran dan cara pandang ideologis
kehidupan sebagai pelengkap untuk dari sutradara film. Film karya Garin
konsep tindakan komunikatif. Nugroho sebagai wacana tindakan
Diskursus praktis sebagai sebuah dipergunakan untuk memandang
proses untuk mencapai konsensus. situasi dan kondisi sosio kultural
Wacana sebagai praksis sosial bangsa Indonesia. Film yang
ditampilkan dalam berbagai bentuk dimaksudkan ialah film Tjokroaminoto
medium komunikasi sebagai alat Guru Bangsa yang diproduksi pasca
hegemoni terhadap cara pandang reformasi 1998 dan keterkaitan antara
sistem sosial. Wacana sebagaimana produksi film dengan wacana
dinyatakan oleh Fairclough keindonesiaan yang berkembang pada
(Haryatmoko, 2017: 4) ‘Wacana masa film diproduksi, sehingga tujuan
adalah praksis sosial dalam bentuk produksi film dengan wacana
interaksi simbolis yang bisa terungkap keindonesiaan dapat ditelaah lebih
dalam pembicaraan, tulisan, kial, mendalam.
gambar, diagram, film atau musik’.
Wacana menjadi instrumen yang Wacana dan Keindonesiaan
digunakan untuk tujuan-tujuan sosial, Formulasi makna
termasuk dalam hal membangun cara keindonesiaan dalam masyarakat

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 20


Indonesia ditentukan oleh rasa maka diperlukan kembali tafsir atas
keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan kerangka kebhinekaan dalam
yang menjadi dasar bernegara. kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keindonesiaan didefinisikan sebagai Pendapat Maarif
akumulasi nilai-nilai toleransi dan ‘Keindonesiaan dalam arti kebangsaan
saling menghargai antar sesama serta Indonesia tidak boleh beralih menjadi
menjunjung tinggi kebhinekaan. kebangsaaan yang ekspansif yang tidak
Kebhinekaan Indonesia sebagai sebuah lain dari imperialisme modern, baik
realitas pluralis memerlukan perubahan dalam teori dan praktik nasionalisme
paradigma yang mendasar, dari sikap terkait dengan mesianisme,
yang mau memonopoli kebenaran ekspansionisme, imperialisme, dan
kepada sikap yang mau berbagi perang” (2015: 30-31). Dasar pendapat
kebenaran. Maarif tersebut ialah pernyataan
‘Kebenaran dalam perspektif Soekarno tentang nilai kemanusiaan
kemanusiaan yang bulat dan utuh, yang dinyatakan pada sila
seluruh suku bangsa dan agama merasa ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’
aman dan nyaman hidup di Indonesia. dan pendapat Mahatama Gandhi
Pilar kemanusiaan hanya bisa tegak tentang ‘my nationalism is humanity”.
dengan kuat, jika prinsip keadilan tidak Perspektif kemanusiaan membawa kita
dipermainkan dengan beraneka alasan’ kepada pemahaman tentang cara-cara
(Wahid, dkk, 2015: 20-21)’. kita berbangsa dan bernegara yang
Pemahaman ulang keindonesiaan dilandasi oleh asas ketuhanan dan
untuk menyebut kemanusiaan yang kemanusiaan.
utuh dalam berbangsa dan bernegara
tidak perlu menerapkan makna dan Semiotika Roland Barthes
paham sekterian di dalam kehidupan Mitologi dapat memiliki suatu
sosial. Kehadiran paham sekterian fondasi historis, karena mitos
dalam berbangsa dan bernegara merupakan semacam wicara yang
melahirkan realitas pengkafiran dari dipilih oleh sejarah, mitos tidak
satu golongan kepada golongan mungkin berkembang dari ‘hakikat’
tertentu, atau antar individu dengan pelbagai hal” (2007: 296-297).
individu tertentu. Realitas pengkafiran Sementara pengertian mitos menurut
didalam kehidupan berbangsa dan Danesi (2010: 57) ialah “kata mitos
bernegara telah memasuki ruang berasal dari kata Yunani ‘mythos’ yang
publik media massa, bahkan tanpa artinya ‘kata-kata’, ‘wicara’, ‘kisah
diimbangi dengan filter etika dan para dewa’. Hal ini bisa didefinisikan
moralitas. Kondisi moral masyarakat sebagai narasi yang di dalamnya
yang saling mengkafirkan antara satu karakter-karakter para dewa, makhluk
dengan yang lain membahayakan mistis, dengan plot (alur cerita) asal-
keberlangsungan stabilitas negara usul segala sesuatu atau tentang

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 21


peristiwa metafisis yang berlangsung sistem lain yang telah ada sebelumnya.
di dalam kehidupan manusia, dan Sastra misalnya, merupakan contoh
setting-nya adalah penggabungan paling jelas sistem pemaknaan tataran
dunia metafisis dengan dunia nyata”. kedua yang dibangun di atas bahasa
Mitos bagi Barthes ialah sebagai sistem yang pertama. Sistem
tentang tanda adalah peran pembaca kedua ini oleh Barthes disebut dengan
(the reader). Baginya, konotasi connotatif, yang di dalam Mythologies-
walaupun merupakan sifat asli tanda, nya secara tegas ia bedakan dari
membutuhkan keaktifan pembaca agar denotatif atau sistem pemaknaan
dapat berfungsi. Secara panjang lebar, tataran pertama. Melanjutkan studi
Barthes mengulas apa yang sering Hjelmslev, Barthes menciptakan peta
disebut sebagai sistem pemaknaan tentang bagaimana tanda bekerja
tataran kedua, yang dibangun di atas Cobley & Jansz (Sobur, 2003: 69).

Peta Barthes di atas terlihat mengandung kedua bagian tanda


menunjukkan bahwa tanda denotatif denotatif yang melandasi
(3) terdiri atas: penanda (1) dan keberadaannya. Sesungguhnya, inilah
petanda (2). Akan tetapi, pada saat sumbangan Barthes yang sangat berarti
bersamaan, tanda denotatif adalah juga bagi penyempurnaan semiologi
penanda konotatif (4). Dengan kata Saussure, yang berhenti pada
lain, hal tersebut merupakan unsur penandaan dalam tataran denotatif.
material: hanya jika kita mengenal
tanda “singa”, barulah konotasi seperti Film
harga diri, kegarangan, dan keberanian Film yang dimaksudkan ialah
menjadi mungkin (Cobley & Jansz, film fiksi, film fiksi ialah film yang
dalam Sobur 2003: 69). Dalam konsep diproduksi berdasarkan atas ide dan
Barthes, tanda konotatif tidak sekedar gagasan seorang penulis naskah,
memiliki makna tambahan namun juga bentuknya ialah imajinasi murni, hasil

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 22


rekaan ide, dan tidak berdasarkan atas berdasarkan genre (jenis), seperti aksi,
kronologis realitas murni, namun drama, horor, musikal, western dan
dalam beberapa film justeru lahir atas sebagainya”. Film pada dasarnya
dokumentasi pengungkapan realitas dilihat dari isi cerita dalam membagi
kehidupan yang kemudian dilakukan jenis dan klasifikasinya dalam
sistem narasi dramatisir untuk perkembangannya yang mulai banyak
membangun emosi dalam proses diproduksi. Dari masa ke masa film
penceritaan di dalam film. semakin berkembang demikian pula
Sebagaimana dinyatakan oleh Pratista genrenya. Genre lahir dari tren dan
(2008: 6-7) “Film fiksi terikat oleh plot. dihasilkan pada selera masyarakat
Dari sisi cerita, film fiksi yang mewakilinya.
menggunakan cerita rekaan di luar
kejadian nyata serta memiliki konsep
pengadegan (fragmen) yang telah METODE PENELITIAN
dirancang sejak awal. Film fiksi antara Analisis wacana kritis (CDA)
nyata dan abstrak, baik secara naratif memiliki dua model, yaitu CDA model
maupun secara sinematik sering Norman Fairclough yang melihat teks
menggunakan pendekatan (naskah) memiliki konteks dan CDA
dokumenter”. Selanjutnya Pratista dari Ruth Wodak yang menilai teks
(2008: 9-10) “Adapun metode yang (naskah) mempunyai sejarah’ (Hamad,
paling mudah kita gunakan untuk 2008:17-20).
mengklasifikasi film adalah

Gambar 3. CDA Norman Fairclough (Hamad, 2005: 228)

Analisis wacana menurut 1. Struktur sosial yang didasarkan


Fairclough (2010: 74-75) meliputi: pada sistem semiotik
(languages)

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 23


2. Praktik sosial, wacana lain dari dengan konteks dan praktik-praktik
wacana dirinya, yaitu sistem wacana yang melingkupinya.
produksi wacana dan tujuan Penelitian ini menggunakan analisis
dari produksi wacana. wacana dan guna menganalisis teks
3. Acara khusus (special event), menggunakan analisis semiotik untuk
tipe wicara atau pembicaraan menelaah tentang jenis wacana-wacana
yang terjadi dalam suatu sistem yang berorientasi pada hubungan
sosial yang dilaksanakan untuk wacana antar teks, aksi pragmatik,
tujuan atau agenda khusus. representasional, identifikasi makna
Analisis wacana kritis Menurut yang terdapat pada bentuk-bentuk teks
Fairclough menempatkan level teks karya film Garin Nugroho, serta
dapat dilakukan dengan pendekatan hubungan teks dengan konteks sosial.
analisis semiotik dengan berbagai
varian analisisnya sesuai dengan
dimensi persoalan yang berhubungan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Teks Film

No Visual Representasi Etnis/Suku Bangsa


Adegan Penjara Kalisasak Van Dijk: Belanda
Tjokroaminoto: Jawa/Pribumi
Abdul Abda: Arab

1 1. Kekuasaan dominan yang dimiliki


oleh bangsa Belanda dan subordinan
etnis Jawa/Pribumi.
2. Dominasi bangsa Arab dan
subordinan etnis Jawa/Pribumi

Mitos: Raja Jawa tanpa mahkhota/ Satria Piningit

No Visual Representasi Etnis/Bangsa


Adegan Bentrok Etnis Jawa Tjokroaminoto: Jawa
dan Tionghoa Para Pemuda: Tionghoa

Kekuasaan dominan dan pengaruh


2 Tjokroaminoto terhadap etnis Tionghoa
Surabaya

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 24


Mitos: Satria Piningit

No Visual Representasi Etnis/Bangsa


Adegan Stella menanyakan Tjokroaminoto: Jawa
nama bangsa yang Stella: Campuran, Bali dan Belanda
diperjuangkan Tjokroaminoto

Jawa sebagai etnis dominan dan identitas


3 anak yang tidak memiliki kewarganegaraan

Mitos: Satria Piningit

No Visual Representasi Etnis/Bangsa


Adegan Pertemuan Agus Salim Agus Salim: Melayu
dan Tjokroamnoto Tjokroaminoto: Jawa

4 Dominasi pengaruh etnis Jawa terhadap etnis


Melayu

Mitos: Satria Piningit

No Visual Representasi Etnis/Bangsa


Adengan Pemecatan Buruh Mandor Kebun: Sunda
Kebun di Garut

5 Dominasi pengaruh etnis Jawa terhadap


etnis Sunda

Mitos: Satria Piningit

Signifikansi Pertandaan Tjokroaminoto dan Mitos Satria Piningit

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 25


Tokoh Tjokroaminoto ditandainya dengan semangat
direpresentasikan sebagai ‘Satria Tjokroaminoto yang tidak
Pinggit” sebuah tokoh mitos yang memperbolehkan setiap manusia yang
mampu membawa rakyat Jawa kepada menyembah manusia. Sebagai orang
zaman bebas dari penderitaan, yang yang membawa semangat
mampu mensejajarkan dan menghapus kemerdekaan atas bangsa penjajah,
kelas sosial, memerdekaan rakyat dari Tjokroaminoto ditempatkan sebagai
penderitaan dan kesengsaraan. Hal ini Raja Jawa yang tidak bermahkhota.

Signifier Signified
Anak dari Kiyai Bagoes
Seorang Laki-laki Kesan Basri
Sign/Signifier (2) Signified (2)
Melawan penjajah untuk
Oemar Said Tjokroaminoto memerdekakan bangsaanya

Sign (2)
Satria Pinggit

Pertandaan dalam makna sistem politik, perserikatan, koperasi


denotatif Seorang Laki-laki (Singifier) dan pencetak generasi muda bangsa
putera dari Kiyai Bagoes Kesan Basri yang brilian, dengan latar belakang
(Signified) ialah ‘Tjokroaminoto’ ideologi dan paham yang dianutnya.
(Sign). Dalam makna tataran konotatif Ia sebagai tanda dari ‘Satria
‘Tjokroaminoto’ (Sign) yang Pinggit’ yang mampu memenuhi
melakukan perlawanan kepada keinginan dan harapan rakyat Jawa
penjajah (Belanda) merupakan akan datangnya sosok penyelamat
representasi dari ‘Satria Pinggit’. yang diyakini muncul dari kalangan
Sebagai sebuah tanda perlawanan Rakyat Jawa itu sendiri. Hal ini
kepada bangsa penjajah, menjadi proses pertandaan yang rumit
‘Tjokroaminoto’ juga dan menyeluruh (holistic) yang
merepresentasikan kepemimpinan menempatkannya berada pada wilayah
Islam yang membumi, ia meletakan rasionalitas dan wilayah mistis.
dasar-dasar paham memanusiakan Hubungan yang menempatkan dirinya
manusia seutuhnya. Pada sisi lain sebagai tanda seorang Jawa yang
tanda ‘Tjokroaminoto’ merupakan mampu melawan penjajah,
representasi kekuatan Jawa untuk mensejajarkan derajat manusia, dan
melakukan perlawanan kepada bangsa memerdekakan hak-hak bangsa,
penjajah. Selanjutnya, ‘Tjokroaminoto’ mewujudkan impian dan cita-cita
direpresentasikan sebagai bapak setiap warga negara untuk bebas dan
bangsa, yang meletakan dasar-dasar merdeka dari penjajahan. Satria

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 18


panggit sebagai sebuah metafora dalam penghormatan ala raja terdahulu, ia
penandaan ‘Tjokroaminoto’ meletakan dasar berdiri sama tinggi,
kesepadanan pertandaan yang bersifat namun yang perlu ditekankan dalam
spiritual, di mana beliau dicitrakan sistem sosial pada zaman itu ialah
sebagai entitas yang konkret, yang pemikiran yang rasionalitas untuk
termanifestasikan dari perilaku dan mengusir penjajah dari Indonesia.
tindakan yang dilakukan untuk Justeru ‘Tjokroaminoto’ pada sisi ini
bangsanya. Beliau merupakan menjadi makna kepemimpinan modern
kecakapan wicara dalam perilaku sebagai upaya mempostulasikan diri
(parapraxis, neurosis), ia dan segala kepada upaya pembacaaan dan atau
perilakukanya didefiniskan sebagai pemahaman (reading) sebagai sebuah
second order system dari tanda realitas Indonesia, realitas
asisoatif antara konsep raja Jawa dan kepemimpinan yang bersifat empiris
citra yang memerdekan bangsanya dan rasionalis.
sendiri dari hegemoni kekuasaan Sebagai sebuah tanda untuk
penjajah. representasi Raja Jawa, sosok
‘Satria Pinggit’ sebagai bahasa ‘Tjokroaminoto’ meninggalkan
kedua, atau metabahasa (penghalusan) kemungkinan-kemungkinan rasionalis,
untuk menunjuk tanda untuk mengkosongkan makna ‘Raja
‘Tjokroaminoto’ (bentuk) sebagai Jawa’ yang sudah bersifat laten dalam
tanda global dan universal, terma ini sistem sosial masyarakat Jawa dan
meminjamkan dirinya kepada mitos Indonesia. Ia dengan pemikirannya,
Raja Jawa. Fungsinya adalah untuk perilakunya, sikap kepemimpinannya
penandaan (Signifying) yang mengacu mulai berupaya mengkikis semua
kepada harapan semua orang. Namun keyakinan tersebut dengan melakukan
sebagaai sebuah mitos yang tindakan yang abnormal pada
ditampilkan untuk sebuah harapan, jamannya. Tentunya hal ini mendapat
‘Tjokroaminoto’ berada pada sebuah penolakan dari keluarga, lingkungan
keambiguan makna. Pada satu sisi ia dan orang-orang yang secara sosial
tampil sebagai makna Raja yang dalam mempunyai kedudukan dan kekuasaan,
paham rakyat Jawa wajib disembah termasuk juga Belanda dan Jepang
sebagai penghormatan kepada titisan yang berkuasa pada saat itu. Karena
Tuhan, paham yang selama ini mereka tindakan ‘Tjokroaminoto’ yang
yakini sebagai sebuah doktrin sosial. abnormal pada masanya tersebut akan
Namun disisi lain ‘Tjokroaminoto’ menjadi ancaman bagi kelanggengan
ditampilkan kosong dari makna kekuasaan yang mereka miliki.
tersebut. ‘Tjokroaminoto’ justeru Akan tetapi prinsip dasar
membangun makna sebagai pemimpin memanusiakan manusia Indonesia
modern yang rasional dan sebagai prinsip hakiki yang dinyatakan
meninggalkan semua bentuk-bentuk ‘Tjokroaminoto’ dan upaya-upaya

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 19


tindakan dan perilakunya sebagai yang mampu memimpin rakyat untuk
pemiskinan makna Raja Jawa, makna bersatu, berserikat, berdikari dalam
raja yang mulai kehilangan nilainya, bidang ekonomi dan menjadi
untuk menjinakkan realitas dengan konstituen partai politik yang kritis
sistem kelas sosial, dan mendefiniskan terhadap persoalan-persoalan bangsa.
dirinya sebagai pemimpin baru yang Pemikirannya tentang partai politik
modern. yang tidak mampu menuntaskan
Citra ‘Tjokroaminoto’ sebagai persoalan ekonomi konstituennya
‘Satria Pinggit’ menjadi pudar untuk adalah bentuk pembodohan yang nyata.
mengisi makna kepemimpinan bagi Artinya kepemimpinan merupakan
bangsa Indonesia modern dan rasional, bentuk penghalusan makna dan tanda
tentunya hal ini disertai dengan segala untuk ‘Satria Pinggit’ atau Raja Jawa,
bentuk kegiatan yang dilakukannya konsep kepemimpinan ini muncul
untuk membuktikan bahwa sebagai sebuah kesadaran rasional
kepemimpinan modern Bangsa yang benar-benar menandakan
Indonesia ini dibangun berdasarkan (Signifying) bagi setiap warga negara
pada rasionalitas dalam hal berpolitik, Indonesia bisa menjadi pemimpin
berdikari dalam bidang ekonomi dengan syarat-syarat kepemimpinan
dengan menggalakan perserikatan, yang digagasanya.
Serikat Dangang Islam (SDI) menjadi Implikasi moral dan spiritual
Serikat Indonesia (SI), membangun dari mekanisme yang telah digagas
koperasi, dan melakukan perlawanan oleh ‘Tjokroaminoto’ melampaui
kepada bangsa penjajah bukan dengan batas-batas rasionalitas bangsa
kekerasan tetapi dengan cara-cara Indonesia. Ia menunjukan keberadaan
diplomasi dan berpolitik. Bahkan ia sikap kemajemukan dan keragaman
selalu menegaskan bahwa politik itu bangsa ini untuk dihubungkan dengan
jangan pernah dilumuri dengan darah. konsep identitas bangsa yang plural.
Hubungan yang menyatu antara Penjelasan tersebut berdasarkan pada
kepemimpinan baru ‘Tjokroaminoto’ wacana kepemimpinan Indonesia
dengan kosep mitos ‘Satria Pinggit’ modern meminta keterangan
atau Raja Jawa secara hakiki (interpellant) bagi semua warga negara
merupakan hubungan deformasi. sebagai penanda dan sekaligus tanda
Bahwa telah terjadi kegagalan citra kepemimpinan Indonesia. Sementara
‘Satria Pinggit’ atau Raja Jawa pada realitas wacana “Satria Pinggit” atau
keyakinan masyarakat Jawa dan Raja Jawa dibekukan dengan sejumlah
Indonesia. Kemudian makna tersebut alasan yang digagas oleh
akan menjadi kabur atau semu, disusul ‘Tjokroaminoto’ untuk menjadi
dengan makna lain tentang wacana yang netral bahkan tidak
kepemimpinan bagi bangsa Jawa dan bernilai karena sistem sosial politik
bangsa Indonesia itu adalah pemimpin,

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 20


yang sudah tidak kontekstual dengan ini tercermin dalam film dan disebut
keadaan. empat (kali) oleh ‘Tjokroaminoto’.
Gagasan dalam membangun Nilai-nilai kemanusiaan dan makna
wacana kepemimpinan Indonesia kemanusiaan menjadi perhatian utama
modern dalam film ini sangat cerdas. dalam narasi film. Sementara paham
Hal ini dibuktikan dengan realitas yang Islam yang direpresentasikan oleh
dipolitisasi sebagai sebuah narasi cerita. dialog ‘hijrah’ ‘Tjokroaminoto’
Bahwa realitas ‘Satria Pinggit’ atau disebut dalam film sebanyak dua puluh
Raja Jawa sebagai wacana terbesar lima kali sepanjang narasi film,
sepanjang masa sejarah tanah Jawa sementara kata ‘Iqra’ disebut sebanyak
dimunculkan sebagai sebuah persoalan empat (4) kali sepanjang film.
ideologi Jawa yang menjunjung tinggi Sementara ‘Tjokroaminoto’ dipandang
nilai-nilai kelas sosial. Namun untuk sebagai perwujudan ‘Satria Pinggit”
mengkikis makna itu, sutradara Raja Jawa tanpa mahkota yang mampu
mengajukan argumentasi-argumentasi membawa nilai-nilai keadilan “ratu
rasional yang digagas oleh adil’ menjadi paham yang tertanam
‘Tjokroaminoto’ dengan gagasan besar dalam semua benak rakyat. Dalam
tentang berdirinya bangsa Indonesia. konteks Islam sebagai agama dan Nabi
Tentunya gagasan-gagasan Muhammad diutus untuk memuliakan
‘Tjokroaminoto’ yang ditampilkan akhlak manusia, memanusiakan
menjadi alat untuk membekukan manusia. Konsep pemuliaan manusia
makna mitos tentang kepemimpinan ini yang berasal dari gagasan dan
Indonesia prakemerdekaan menuju pembacaan Tjokroaminoto atas realitas
bangsa Indonesia yang merdeka. (iqra) menjadi dasar bagi
Karena mitos adalah realitas dan perjuangannya tentunya menjadi
wacana yang berkembang dalam sejalan dan menjadi pengtahuan yang
sebuah realitas dan didepolitisasi oleh padu dengan konteks sosial Indonesia
kepentingan ideologi yang berkuasa yang pluralis.
pada zamannya. Gagasan-gagasan Dalam tafsir multikultural
‘Tjokroaminoto’ yang dikemukakan ‘Tjokroaminoto’ meletakan persamaan
dalam film sebagai justifikasi alami hak dan kewajiban kepada semua
dan abadi, merupakan pernyataan fakta orang, dengan latar belakang etnis
sejarah (statement of fact) tentang yang beragam, suku, ras dan bangsa
berbagai kolonialisme. termasuk memanggap kaum penejajah
Ideologi yang diusung oleh sebagai manusia seutuhnya.
tokoh ‘Tjokroaminoto’ ialah ideologi Sebagaimana persoalan etnis yang
bagaimana manusia Indonesia terjadi dalam konteks bangsa ini
dipandang sebagai manusia yang utuh, berdiri, mereka sebagai etnis minoritas
bukan dipandang sebagai seperempat selalu disudutkan. Kesadaran nilai
manusia, paham tentang kemanusiaan ‘Tjokroaminoto’ yang memuliakan

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 21


etnis China, anak-anak yang lahir dari kesadaran masyarakat terhadap
bangsa Eropa menjadi keberagaman ide/gagasan Tjokroaminoto. Kedua,
gagasan besarnya”. Sementara nilai- pesan dalam film dapat
nilai nasionalisme yang diusung dalam membangkitkan kembali pemikiran
film ini ialah bagaimana gagasan besar Tjokroaminoto tentang kebangsaan.
negara ini berdiri serta peletakan dasar- Ketiga, tafsir lain atas pemikiran
dasar berkumpul dan berorganisasi, Tjokroaminoto dapat berkembang
mendirikan basis ekonomi melalui menjadi sumber pengetahuan bagi
sistem koperasi bagi para petani, masyarakat Indonesia. Selain tujuan
pedagang dan lain-lain menjadi keluarga besar Tjokroaminoto, film ini
rujukan bagaimana kecintaan tokoh ini pula memberikan ruang alternatif
menjadi dasar peletakan bangsa pemikiran tentang nilai sejarah bangsa
Indonesia untuk merdeka dari kaum Indonesia yang digagas berdasarkan
penjajah. cara pandang dan kepentingan
multikultural. Landasan semangat
Sistem Produksi kebangsaan ini menjadi pemikiran
Tujuan produksi film layar bersama generasi muda Indonesia
lebar/bioskop bukan untuk mencari dalam mewujudkan keadilan sosial.
keuntungan tetapi lebih kepada misi Sehingga proses membangun bangsa
keluarga besar HOS Tjokroaminoto Indonesia ke depan menjadi bangsa
dan Yayasan Keluarga Besar yang menjunjung tinggi semangat dan
Tjokroaminoto untuk memberikan nilai-nilai plural.
informasi tentang gagasan-gagasan
Tjokroaminoto kepada generasi muda Konteks Sosio Kultural
Indonesia. Keputusan untuk Konteks sosiokultural bangsa
menggunakan media film layar Indonesia dalam hal kepemimpinan
lebar/bioskop terjadi setelah beberapa selalu menjadi wacana berbagai
kali mengadakan rapat pertemuan kalangan untuk menemukan format
untuk membahas media yang tepat pemimpin Indonesia masa depan. Hal
untuk melakukan transformasi ini ditandai di setiap menjelang
gagasan-gagasan Tjokroaminoto pemilihan Predisen dan Wakil Presiden
mengenai kepemimpinan, maka terjadi sebagai representasi atas
kesepakatan diantara keduanya, kepemimpinan bangsa Indonesia.
kesepakatan media film layar lebar Esensi kepemimpinan nasional selalu
sebagai media yang tepat untuk merujuk kepada etnis mayoritas Jawa
melakukan transformasi gagasan- yang hampir menguasai seluruh lini
gagasan Tjokroaminoto kepada kehidupan berbangsa dan bernegara,
generasi muda bangsa. sedangkan bangsa ini mempunyai
Tujuan produksi film Tjokroaminoto ratusan etnis lain yang dalam konteks
Guru Bangsa meliputi: Pertama, berdemokrasi, etnis minoritas yang

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 22


jumlahnya ratusan ini pun mempunyai pilpres, sebagai bukti kapabilitas
hak yang sama untuk menjadi seorang pemimpin yang mampu
pemimpin Indonesia. Kehadiran Jawa membawa perubahan bangi bangsa
dalam wacana pemimpin nasional Indonesia. Berikut data presiden
menjadi magnet bagi segenap berdasarkan kepada etnis dan agama
pembicaraan lima tahunan menjelang yang melatarbelakanginya:

Nama Etnis Keyakinan


/Agama
Ir. Soekarno Jawa Islam
Jawa Timur
Soeharto Jawa Islam
Yogykarta
Bachruddin Jusuf Habibie Sulawesi Islam
Selatan
Abdurahman Wahid Jawa Islam
Jawa Timur
Megawati Soekarnoputri Jawa Islam
Susilo Bambang Yudhoyono Jawa Islam
Jawa Timur
Joko Widodo Jawa Islam
Jawa Tengah
Data diolah: www.profil.merdeka.com dan www.bio.or.id
Kepemimpinan Indonesia aspek kehidupan bangsa ini sifatnya
didominasi oleh etnis Jawa, mereka ialah menggantikan Soeharto yang
yang berasal dari Jawa ialah Ir. digoyang dan dituntut mundur oleh
Soekarno, Soeharto, Megawati berbagai kalangan. Secara esensi
Soekarnoputri, Susilo Bambang dominasi Jawa dalam kepemimpinan
Yudhoyono dan Joko Widodo. Dua nasional bangsa ini dibuktikan oleh
nama terakhir dilahirkan dari sistem pengangkatan dan pemilihan orang
pemilihan secara langsung oleh Rakyat Jawa sebagai pemimpin bangsa
Indonesia melalui Pemilihan Presiden Indoensia.
tahun 2004 dan Pemilihan Presiden Dominasi kepemimpinan
kedua pada tahun 2009 yang secara keyakinan agama Islam sebagai
mengantarkan Susilo Bambang pembuktian atas mayoritas agama yang
Yudhoyono sebagai presiden dua dianut oleh penduduk Indonesia
periode, sedangkan Pemilihan Presiden menempatkan agama Islam sebagai
pada tahun 2014 yang mengantarkan agama dominan dalam kepemimpinan
Joko Widodo sebagai presiden pilihan nasional. Agama menjadi magnet
rakyat secara langsung. Sementara BJ tersendiri bagi berbagai kalangan
Habibie yang menggantikan Soeharto untuk menentukan pemimpin bangsa
dan membawa reformasi di segala ini, terlebih lagi pascareformasi 1998

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 23


isu agama menjadi isu sensitif dan kepemimpinan nasional yang
terpenting untuk melahirkan pemimpin mempunyai integritas baik dalam
nasional. Agama dijadikan sebagai alat berbangsa dan bernegara, isu
perjuangan untuk melahirkan formalitas Islam menjelang pemilu
pemimpin bagi bangsa ini, dalam presiden bukan isu utama untuk
berbagai kampanye dan pendekatan melahirkan kepemimpinan nasional
kekuasaan bagi terbentuknya sikap dari umat Islam, melainkan bagimana
pemimpin bangsa yang multikultural isu-isu berbangsa dan bernegara dalam
ini. perspektif keindonesiaan mampu
sejalan dengan konsepsi
Kepemimpinan Islam Dan Etnis kepemimpinan Islam sebagai
Mayoritas mayoritas penduduk bangsa ini. Isu
Perolehan suara partai Islam berbangsa merupakan sikap atas
membawa implikasi dalam berbagai pemenuhan aspirasi konstituen umat
kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam dan regulasi politik Indonesia
Persoalan kepemimpinan mayoritas dan kebijakan penyelenggaraan negara
dalam berbangsa sebenarnya dalam sistem demokrasi terbuka
memberikan potensi umat Islam yang pascareformasi.
menjadi dominasi elemen masyarakat Kepemimpinan dalam
Indonesia, potensi untuk mewujudkan perspektif Islam meliputi:
kepemimpinan Islam sampai saat ini, a. Sikap terhadap golongan Islam,
pascareformasi belum terwujud dengan yang mampu mengakomodir
baik. Dimana sistem liberal kepentingan dari berbagai
perpolitikan di Indonesia tidak golongan Islam di Indonesia,
melahirkan kepemimpinan mayoritas seperi: Muhammadiyah,
berdasarkan pada faktor agama, secara Nahdlautul Ulama sebagai
suku, Jawa menjadi dominasi organisasi masyarakat terbesar
kepemimpinan nasional. Artinya di negara ini, tentunya dapat
kuantitas penduduk muslim di merangkul golongan-golongan
Indonesia belum mampu melahirkan lain.
kepemimpinan nasional yang mampu b. Sikap sesama umat Islam yang
membawa bangsa ini kepada civiel mempunyai keadilan dan
society (masyarakat madani). kejujuran sejalan dengan nilai
Disamping itu umat Islam agama untuk kepentingan
harus memperkuat peran politik dalam bersama yang berkeadilan.
liberalisasi demokrasi untuk c. Sikap sebagai pemimpin
melahirkan kepemimpinan nasional bangsa yang
yang dilahirkan dari umat Islam. Di diimplementasikan dalam
mana partai politik Islam menjadi pilar wujud amanah bagi semua
utama dalam membentuk kepribadian golongan, suku, ras, agama dan

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 24


lain-lain untuk melahirkan Islam kepada minoritas akan
masyarakat madani. melahirkan Civiel Society”. Dalam
Civiel society dalam diskursus konteks keindonesiaan potensi nilai-
Islam dalam politik nasional nilai kultural bangsa ini mampu
merupakan perubahan sosial politik berkontribusi dalam proses konsolidasi
yang ditandai dengan pertumbuhan demokratis. Persingungan utama Islam
ekonomi dan pembangunan, dan demokrasi ialah pemahaman
kemunculan kelas menengah yang ajaran-ajaran keagamaan yang dapat
signifikan sebagai indikator diwujudkan dalam sistem demokrasi
pengentasan kemiskinan, kebangkitan dalam berbagai aspek kehidupan dan
Islam melahirkan pimpinan yang teraplikasikan dalam tataran normatif
mampu mengayomi semua kelompok berbangsa. Keragaman organisasi
minoritas, sistem demokratisasi yang Islam di Indonesia sebagai modal
melahirkan keinginan publik terpenuhi sosial yang mampu melahirkan
dalam berbagai bidang kehidupan, kepemimpinan mayoritas Islam dalam
dimana nilai-nilai kewargaan dan pentas politik nasional.
kehidupan menjadi orientasi utamanya. Gagasan utama civiel society
Seiring dengan dilahirkannya sistem adalah nilai pluralisme, demokrasi, hak
keterbukaan politik, keterbukaan asasi manusia untuk memperjuangkan
informasi, munculnya partai politik nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini sejalan
berasaskan Islam, peran organisasi dengan konsep civiel society dalam
masyarakat Islam yang besar dalam perspektif Islam, di mana dasar
kebijakan negara, harus disertai dengan kemanusiaan dan penghargaan
ekspresi politik Islam yang dapat terhadap diferensiasi, suku, ras yang
menunjukkan penerimaan semua beragam untuk saling memahami dan
lapisan masyarakat dengan agenda visi mengasihi. Gagasan ini diaplikasikan
dan misinya yang mampu diterima oleh organisasi masyarakat yang
oleh semua kalangan. berlandaskan Islam, NU dan
Pada esensinya partai-partai Muhammadiyah yang banyak pada
politik Islam berpartisipasi dalam pesta pemberdayaan masyarakat yang
demokrasi secara prosedural yang dilakukan melalui pelayanan kesehatan,
memunculkan kepemimpinan Islam pendidikan, organisasi pengkaderan
dengan mengembangkan dan dan kepemudaan untuk menunju
mengimplementasikan nilai-nilai kesadaran masyarakat yang memiliki
demokrasi. Manurut Hikam (1996: peran penting bagi terselenggaranya
230) “perwujudan nilai-nilai Islam sistem sosial yang lebih baik. Sebagai
yang berhubungan dengan sikap sebuah gerakan kultural,
toleransi, perlindungan hak dasar yang pemberdayaan ini mestinya mampu
berkeadilan, tradisi komunitas Islam membangun wacana sosial budaya
dan kemandirian penguasa, pemihakan yang secara substansi sebagai gerakan

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 25


perlawanan terhadap kultur yang eksekutif, terutama pada pemilihan
menghegemoni dominasi paham- presiden secara terbuka.
paham yang melawan negara dalam
berkehidupan bangsa. Pembumian KESIMPULAN
gagasan ini sebagai resistensi Peran civiel society dalam
pertentangan kultural antara paham- perspektif Islam untuk memunculkan
paham kontra negara yang banyak kepemimpinan Islam sebagai
terjadi dalam pemikiran umat Islam di mayoritas perlu diintegrasikan kembali
kalangan bawah dan kurang terdidik. dalam konsolidasi demokrasi di
Sementara Muhammadiyah dalam Idonesia. Dalam konteks politik
posisi organisasi keagamaan yang Indonesia persoalan struktural pada
memfokuskan pada pendidikan dan proses penyelenggraaan negara, pada
kesehatan serta pemberdayaan lainnya sistem masyarakat, di mana kekuatan
baik kepemudaan dan pengkaderan kultural berjalan searah dengan sistem
harus juga mampu menanamkan nilai demokrasi yang menyuburkan praktek-
demokrasi, toleransi, perlindungan ptaktek korupsi yang melibatkan tokoh
kaum minoritas dan nilai-nilai dan figur yang dilahirkan dari partai
pluralisitas lain. Islam. Sejalan dengan hal itu,
Dengan demikian secara memunculkan sikap apatisme dari
sistematis, organisasi kemasyarakatan berbagai kalangan Islam lainnya yang
seperti NU dan Muhammadiyah memupuk fenomena radikalisme Islam
mampu memberikan kontribusi besar sebagai sebuah gerakan untuk
bagi bangsa ini untuk memandang mewujudkan kepemimpinan dan
demokratisasi dan regulasinya baik negara Islam sebagai wujud
dalam pemilu maupun pilpres mampu ketidakpuasan atas kepemimpinan dan
melahirkan pemimpin nasional yang demokrasi bernegara. Peran dan
terstruktur, bukan berdasarkan pada kontribusi umat Islam yang
moment politik pesta demokrasi yang mempunyai kapasitas dan kemampuan
dilakukan berdasarkan koalisi partai untuk dapat mempengaruhi iklim
politik Islam. Hal ini menandai politik nasional dan pengambilan
bagaimana cara kerja NU dan kebijakan, sebagai bentuk penentu roda
Muhammadiyah menunjukkan sikap kepemimpinan nasional melalui partai
dan posisinya sebagai organisasi politik Islam. Islam sebagai agen
masyarakat Islam secara modern konsolidasi dari terwujudnya civiel
menunjung tinggi nilai-nilai society memiliki tanggung jawab besar
kebangsaan yang tercerminkan melalui dan mampu memainkan peranan yang
kader yang dipersiapkan untuk menjadi lebih besar dalam mendorong sistem
pemimpin nasional, baik dalam demokratisasi yang berlandaskan nilai
keterwakilan di legislatif maupun di pluralitas kebangsaan yang
diimplementasikan dalam bentuk

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 26


kontributif melahirkan kepemimpinan Hardiman. F. Budi. 2016. Demokrasi
nasional. Deliberatif, Menimbang
Negara Hukum dan
Ruang Publik dalam
Teori Diskursus Jurgen
Habermas. Yogyakarta:
Arief, M. Sarief. 2010. Politik Film di Kanisius.
Hindia Belanda. Depok: _______________. 2016. Kritik
Komunitas Bambu. Ideologi, Menyingkap
____________. 2010. Politik Film. Pertautan Pengetahuan
Depok. Komunitas dan Kepentingan
Bambu. Bersama Jurgen
Barthes, Roland, 2007. Petualangan Habermas. Yogyakarta:
Semiologi, Yogyakarta: Kanisius.
Pustaka Pelajar. _______________. 2016. Ruang
_____________, 2005. Membedah Publik, Melacak
Mitos-Mitos Budaya Demokrasi dari Polis
Massa, Yogyakarta: Sampai Cyberspace.
Jalasutera. Yogyakarta. Kanisius.
Danesi, Marcel, 2010. Semiotika ________________. 2015. Menuju
Media: Pengantar Masyarakat Komunikatif,
Memahami Semiotika, Ilmu Masyarakat, Politik
Yogyakarta: Jalasutera. dan Postmodernisme
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Menurut Jurgen
Realitas Politik Dalam Habermas. Yogyakarta:
Media Massa, Sebuah Kanisius.
Studi Critical Discourse Haryatmoko. 2017. Analisis Wacana
Analysis Terhadap Kritis, Landasan Teori,
Berita-Berita Politik. Metode dan Penerapan.
Jakarta: Granit. Jakarta: Rajawali Pers.
___________. 2010. Komunikasi Maarif, Ahmad Syafii. 2015. Islam
Sebagai Wacana. Jakarta: dalam Bingkai
La Tofi Enterprise. Keindonesiaan dan
___________. 2005. Konstruksi Kemanusiaan. Bandung:
Realitas Politik Dalam Penerbit Mizan.
Media Massa: Studi Pratista, Himawan. 2008: Memahami
Critical Disourse Film. Yogyakarta:
Analysis Terhadap Homerian Pustaka.
Berita-berita Politik. UI

Jurnal Communication Volume 9 Nomor 1 April 2018 27

Anda mungkin juga menyukai