Kelompok : 92
Anggota:
i
Yogyakarta, 31 Desember 2021
Mengetahui,
dr. Widyandana, MHPE., PhD., Sp.M. (K) dr. Nandyan N. Wilastonegoro, MSc.IH
NIP. 197903262012121001 NIK KU 0011006
Disetujui Oleh,
ii
Identitas dan Uraian Umum
1. Judul Program : Cegah Keluarga dari Demam Berdarah
2. DPL
Nama (lengkap dengan gelar) : dr. Nandyan Nurlaksana Wilastonegoro, MSc.IH
Jabatan : Ketua II
Bagian : CFHC-IPE
Alamat Surat : Perumahan The Paradise Kav R6, Jatirejo,
Sendangadi, Mlati, Sleman DIY
Telepon/HP. : +6281328843888
Faksimil :
E-mail (jika ada) : nandy_wilasto@ugm.ac.id
3. Tim Program
iii
Daftar Isi
Bab 1. Pendahuluan
a. Latar Belakang ………………………………………………………………….. 1
b. Identifikasi masalah kesehatan melalui data dalam kunjungan lapangan ………. 2
c. Penitipan prioritas masalah ……………………………………………………… 2
d. Rumusan masalah ………………….……………………………………………. 2
e. Tujuan program ……………….…………………………………………………. 2
f. Luaran yang diharapkan ………………………………………………………… 2
1.1 Gambaran Wilayah Dasawisma Mitra ………………………………………………. 3
1.2 Gambaran Demografi Dasawisma Mitra …………………………………….……… 3
1.3 Gambaran Kondisi Kesehatan Dasawisma Mitra …………………………………… 3
1.4 Gambaran Masalah Kesehatan Prioritas …………………..………………………… 4
iv
Abstrak
v
Bab 1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Masalah kesehatan masyarakat sampai saat ini masih menjadi perhatian bagi
pemerintah. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih rendah. Perilaku
masyarakat yang masih tidak higienis ditambah lagi dengan tidak adanya sarana dan
prasarana lingkungan yang mendukung berdampak pada kesehatan masyarakat yang
tinggal pada permukiman kumuh tersebut. Banyak masalah kesehatan masyarakat yang
mungkin akan timbul akibat perilaku masyarakat dan kondisi lingkungan yang tidak
memperhatikan kesehatan. Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan berdasarkan
teori klasik H. L. Bloom secara berturut-turut, yaitu: gaya hidup (life style), lingkungan
(sosial, ekonomi, politik, budaya),pelayanan kesehatan; dan faktor genetik (keturunan).
Keempat determinan tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi status kesehatan
seseorang.
Berdasarkan artikel yang dipublikasikan oleh Dinas Kesehatan DIY, musim hujan
di yogyakarta dimulai pada bulan November. Pemerintah menghimbau masyarakat
khususnya warga DIY untuk waspada terhadap risiko penyakit yamg sering terjadi
selama musim penghujan seperti diare, influenza, demam berdarah, malaria, tipes,
leptospirosis, dan penyakit kulit. Penyakit-penyakit tersebut memiliki insidensi yang
berbeda di setiap daerah, sehingga untuk menentukan prioritas masalah utamanya perlu
dilakukan pengukuran.
Untuk menilai keberadaan masalah kesehatan di komunitas, data tentang kejadian
penyakit tersebut perlu dikumpulkan. Data tersebut dapat diperoleh secara primer
(misalnya dengan survei pendahuluan atau rapid assessment) maupun secara sekunder
(dengan memanfaatkan data yang sudah ada di puskesmas, posyandu, kelurahan,
kecamatan, desa, rumah sakit, dan sebagainya), ataupun kombinasi data sekunder dan
data primer. Data yang telah dikumpulkan kemudian dapat dianalisis untuk menentukan
prioritas masalah kesehatan pada komunitas.
1
b. Identifikasi masalah kesehatan melalui data dalam kunjungan lapangan
Identifikasi masalah kesehatan didapatkan melalui metode wawancara yang
kemudian diterjemahkan ke dalam tabel multivoting. Dari hasil multivoting tersebut,
kemudian dijumlah total skor dari masalah kesehatan di dasawisma tersebut.
d. Rumusan masalah
1. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat dalam mengenali penyebab, faktor
risiko, dan gejala demam berdarah?
2. Bagaimana tingkat kesiapan masyarakat dalam mencegah dan menangani kasus
demam berdarah pada lingkungan sekitar?
e. Tujuan program
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda-tanda demam berdarah dan
pertolongan yang dibutuhkan.
2. Masyarakat mampu melakukan Tindakan pencegahan demam berdarah
berdasarkan faktor risiko yang tampah di lingkungan.
3. Memberikan edukasi dan menghilangkan kekhawatiran masyarakat untuk
mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan dalam masa pandemi.
2
1.1 Gambaran Wilayah Dasawisma Mitra
Pedukuhan Blendangan merupakan salah satu dari 26 pedukuhan yang dibagi
dalam 15 wilayah administratif yang terletak pada Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyarakta. Wilayah Desa Tegalrejo sendiri
memiliki luas 524 hektar yang terdiri dari persawahan, perkebunan, dan rumah penduduk.
Terdapat pula sungai dengan mata air yang terletak pada wilayah wisata dusun
Blendangan, kedua objek ini memiliki nilai tradisi yang signifikan bagi masyarakat.
3
1.4 Penetapan Masalah Kesehatan Prioritas
Penetapan masalah berupa demam berdarah diperoleh dari informasi yang
didapatkan dari wawancara dengan keluarga mitra serta diskusi mengenai
kegawatdaruratan dan keperluan masyarakat terutama pada musim penghujan ini bersama
dosen pembimbing.
4
Bab 2. Tinjauan Pustaka
Menurut Utama et al., 2019 pada jurnal yang berjudul Dengue viral infection in
Indonesia: Epidemiology, diagnostic challenges, and mutations from an observational cohort
study, Demam Berdarah (DB) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus yang
ditularkan oleh nyamuk dan dapat menyebar dengan cepat. Kemudian menurut Sasmono et al.,
2019 pada jurnal yang berjudul Multiple introductions of dengue virus strains contribute to
dengue outbreaks in East Kalimantan, Indonesia, in 2015–2016, Dengue adalah infeksi virus
sistemik yang disebabkan oleh virus dengue (DENV), anggota famili Flaviviridae. Demam
berdarah menyebabkan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di daerah tropis dan
subtropis di dunia, termasuk Indonesia (Sasmono et al., 2019). Demam Berdarah menjadi salah
satu dari penyakit yang terabaikan (neglected tropical disease) di dunia dan insidensinya
meningkat kembali (re-emerging) (Maulana, Fuad, and Utarini, 2018).
Demam berdarah tersebar luas di seluruh daerah tropis, dengan variasi risiko lokal
yang dipengaruhi oleh curah hujan, suhu, dan urbanisasi. Kejadian demam berdarah telah
meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. Sebagian
besar kasus tidak menunjukkan gejala dan karenanya jumlah aktual kasus Demam berdarah
dengue dilaporkan (WHO, 2011). Infeksi oleh salah satu dari 4 serotipe virus Dengue (DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat menyebabkan kondisi subklinis hingga penyakit yang
mengancam jiwa. Indonesia menjadi salah satu negara yang hiper-endemik sehingga semakin
tinggi risiko untuk terkena penyakit DB. Infeksi Dengue menjadi sebab utama dari penyakit
febril akut yang harus dirawat di rumah sakit di Indonesia (Utama et al., 2019). Ada empat
serotipe DENV (DENV-1, 2, 3, dan − 4) yang beredar dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes
[8, 12]. Manifestasi klinis dengue bervariasi; dapat berupa penyakit demam akut, demam dengue
klasik (DD) atau demam berdarah dengue (DBD). DBD kemudian dapat berkembang menjadi
dengue shock syndrome (DSS) (Sasmono et al., 2019).
Jumlah infeksi dengue diestimasikan mencapai 390 juta kasus yang tersebar di 128
negara, meskiupun secara global hanya 3,2 juta kasus yang dilaporkan pada WHO di tahun 2015.
Regio Asia-Pasifik memiliki beban penyakit demam berdarah tertinggi dibandingkan daerah
5
lainnya di dunia. Pola infeksi virus dengue sudah meningkat pada daerah semi-urban. Masalah
pengendalian
5
vektor penyakit seperti perkembangan urban yang tidak direncanakan, penyimpanan air yang
kurang baik, dan sanitasi yang buruk dapat menjadi faktor penyebabnya. Asia Tenggara menjadi
salah satu daerah endemic dengue, dimana pada tahun 2015 terdapat sekitar 415.422 kasus
dengue (sekitar 14,11% dari total kasus di dunia). Kasus dengue di Indonesia pertama kali
dilaporkan pada tahun 1968 dan sejak saat itu dikategorikan sebagai daerah hiperendemik. Pada
tahun 2004 hingga 2010, Indonesia menjadi negara dengan kasus dengue tertinggi kedua setelah
Brazil. Pada tahun 2015, jumlah kasus dengue di Indonesia sebanyak 129.650 kasus. Indonesia
menderita beban ekonomi tertinggi akibat dengue di antara negara-negara lain yang terdapat di
Asia Tenggara (Maulana, Fuad, and Utarini, 2018).
Infeksi DENV memiliki manifestasi klinis yang luas, dari subklinis hingga yang
berpotensi mengancam jiwa. Presentasi atipikal dikategorikan sebagai sindrom dengue yang
diperluas. Diagnosis infeksi DENV di Indonesia biasanya didasarkan pada presentasi klinis,
evaluasi laboratorium umum, dan tes diagnostik cepat. Konfirmasi laboratorium DENV spesifik
biasanya tidak dilakukan. Karena perawatan untuk infeksi DENV bersifat suportif,
ketidaktepatan diagnostik dapat mengakibatkan pengobatan yang tidak tepat, termasuk
pemberian antibiotik yang tidak perlu untuk kasus-kasus yang dikaitkan dengan infeksi lain dan
penghentian antibiotik yang diperlukan ketika infeksi lain dianggap sebagai demam berdarah.
Manajemen klinis yang tidak tepat dan penggunaan antimikroba yang tidak tepat dapat
berkontribusi pada peningkatan morbiditas, mortalitas dan biaya pengobatan, serta meningkatkan
resistensi antibiotic (Utama et al., 2019).
Program pengendalian vektor dengue di kawasan Asia Tenggara secara umum mencatat
keberhasilan yang rendah. Upaya sebelumnya bergantung hampir secara eksklusif pada
penyemprotan insektisida di ruang angkasa untuk pengendalian nyamuk dewasa. Namun,
penyemprotan ruang membutuhkan operasi khusus yang sering tidak dipatuhi, dan sebagian
besar negara juga menganggap biayanya mahal. Selanjutnya, pengurangan sumber dengan
kampanye pembersihan dan/atau larvasida dengan insektisida telah dipromosikan secara luas.
Namun, keberhasilan mereka terbatas karena variabel tingkat kepatuhan oleh masyarakat dan
tidak dapat diterimanya pengobatan larvasida baik karena bau busuk dari larvasida yang
digunakan atau kekhawatiran yang melekat tentang hal itu yang lazim di beberapa komunitas.
6
Untuk mencapai keberlanjutan program pengendalian vektor DF/DHF yang sukses, penting
untuk fokus pada
6
pengurangan sumber larva sambil bekerja sama erat dengan sektor non-kesehatan—seperti
lembaga swadaya masyarakat, organisasi sipil, dan kelompok masyarakat—untuk memastikan
pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam implementasi. Oleh karena itu, ada kebutuhan
untuk mengadopsi pendekatan terpadu untuk pengendalian nyamuk dengan memasukkan semua
metode yang tepat (lingkungan, biologi dan kimia) yang aman, hemat biaya dan dapat diterima
lingkungan. Ae. Program pengendalian aegypti harus melibatkan kemitraan antara instansi
pemerintah dan masyarakat. Pendekatan yang dijelaskan di bawah ini dianggap perlu untuk
mencapai pengendalian Ae. Aegypti (Utama et al., 2019).
Program pencegahan dan pengendalian DBD telah ditempatkan secara nasional oleh
Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular sejak
tahun 1968 dengan tujuan utama untuk mencegah dan menurunkan angka kesakitan dan
kematian DBD di tingkat keluarga dan masyarakat. Pada tahun 1970-an, Indonesia mulai
menerapkan strategi penyemprotan peri-fokal dan pendidikan kesehatan di wilayah yang terbatas
dan pada tahun 1980, selain penyemprotan peri-fokal, diadopsi larvasida massal. Pada tahun
1992, upaya masyarakat yang terorganisir dilakukan di tingkat desa melalui Pokja Demam
Berdarah Dengue. Kelompok ini termasuk salah satu anggota dari Kelompok Kesejahteraan
Pemberdayaan Perempuan. Pada tahun yang sama, serangkaian undang-undang dan undang-
undang tentang Program Pencegahan dan Pengendalian Dengue diterbitkan. Sejak tahun 2000,
strategi program pengendalian DBD difokuskan pada partisipasi masyarakat dalam pengurangan
sumber tempat perkembangbiakan (Harapan et al., 2018).
Space Sprays mengaplikasikan tetesan kecil insektisida ke udara dalam upaya untuk
membunuh nyamuk dewasa. Space Sprays telah menjadi metode utama pengendalian DF/DHF
yang digunakan oleh sebagian besar negara di kawasan Asia Tenggara selama 25 tahun. Studi
terbaru menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki sedikit efek pada populasi nyamuk dan
penularan demam berdarah. Selain itu, ketika penyemprotan dilakukan di suatu komunitas, hal
ini akan menciptakan rasa aman yang salah di antara penduduk, yang memiliki efek merugikan
pada program pengurangan sumber berbasis komunitas. Penyemprotan insektisida (fogging) di
ruang angkasa tidak boleh digunakan kecuali dalam situasi epidemi. Namun, operasi harus
dilakukan pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan sesuai dengan instruksi yang
7
ditentukan dengan cakupan maksimum sehingga efek penetrasi fogging cukup lengkap untuk
mencapai hasil yang
7
diinginkan. Secara umum, ada dua bentuk semprotan ruang yang telah digunakan untuk Ae.
aegypti, yaitu “kabut termal” dan “kabut dingin”. Keduanya dapat dikeluarkan oleh mesin yang
dipasang di kendaraan atau dioperasikan dengan tangan (WHO, 2011).
8
Bab 3. Metode Pelaksanaan
9
9
3.4 Rencana Penggunaan Anggaran
Total Rp 500.000
10
10
Daftar Pustaka
Harapan, H., Rajamoorthy, Y., Anwar, S., Bustamam, A., Radiansyah, A., Angraini, P., Fasli, R.,
Salwiyadi, S., Bastian, R., Oktiviyari, A., Akmal, I., Iqbalamin, M., Adil, J., Henrizal, F.,
Darmayanti, D., Pratama, R., Setiawan, A., Mudatsir, M., Hadisoemarto, P., Dhimal, M., Kuch,
U., Groneberg, D., Imrie, A., Dhimal, M. and Müller, R., 2018. Knowledge, attitude, and
practice regarding dengue virus infection among inhabitants of Aceh, Indonesia: a cross-
sectional study. BMC Infectious Diseases, 18(1).
Maula, A., Fuad, A. and Utarini, A., 2018. Ten-years trend of dengue research in Indonesia and
South-east Asian countries: a bibliometric analysis. Global Health Action, 11(1), p.1504398.
Sasmono, R., Kalalo, L., Trismiasih, S., Denis, D., Yohan, B., Hayati, R. and Haryanto, S., 2019.
Multiple introductions of dengue virus strains contribute to dengue outbreaks in East
Kalimantan, Indonesia, in 2015–2016. Virology Journal, 16(1).
Utama, I., Lukman, N., Sukmawati, D., Alisjahbana, B., Alam, A., Murniati, D., Utama, I.,
Puspitasari, D., Kosasih, H., Laksono, I., Karyana, M., Karyanti, M., Hapsari, M., Meutia, N.,
Liang, C., Wulan, W., Lau, C. and Parwati, K., 2019. Dengue viral infection in Indonesia:
Epidemiology, diagnostic challenges, and mutations from an observational cohort study. PLOS
Neglected Tropical Diseases, 13(10), p.e0007785.
WHO, 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. New Delhi, pp. 27-132
https://id.wikipedia.org/wiki/Tegaltirto,_Berbah,_Sleman
11