Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DOKTRIN TRINITAS

DISUSUN OLEH:
CINDY PURNAMA GULO
2105081066
CHINTYA ADE PUTRI MARBUN
2105081082
AMOSIAN INSANI SIHOMBING
2105081090

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa ucapan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Makalah “Doktrin Trinitas” ini ditunjukkan sebagai penyelesaian tugas pada mata kuliah
agama . Bila ada kesalahan kata atau hal yang kurang tepat dapat dikritik dan diberi saran
agar kedepannya dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.terimakasih dan maaf atas
kekurangan yang menurut pembaca tidak sesuai.

Medan, 26 september 2021

CINDY PURNAMA GULO

2105081066

CHINTYA ADE PUTRI MARBUN

2105081082

AMOSIAN INSANI SIHOMBING

2105081090

2
3
Daftar Isi

Kata pengantar……………………………………………………… 2
Daftar isi……………………………………………………………... 3
Pendahuluan…………………………………………………………. 4
Latar belakang……………………………………………………….. 6
Pengertian TRINITAS……………………………………………… 9

Keberadaan dan hakekat TRINITAs …………………………….. 12

Kesimpulan…………………………………………………………… 14
Refleksi ……………………………………………………………….. 15
Daftar pustaka……………………………………………………….. 17

4
PENDAHULUAN
Gereja tentang Trinitas – sebagaimana sekarang ini – tidak terjadi begitu saja: butuh proses
yang panjang dalam perjalanan sejarah Gereja. Gereja berkembang dan bertumbuh dalam
sejarahnya. Kita tahu bahwa pada awalnya lingkungan agama Kristiani yang asali, yaitu
agama Yahudi, amat ketat monoteismenya. Monoteisme dipeluk bersama-sama oleh orang
Kristen dan orang Yahudi meskipun sebenarnya dengan pemahaman yang berbeda-beda.

Selain percaya akan Allah dalam arti YHWH, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, orang
Kristen juga percaya akan Yesus Kristus. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa lewat peristiwa
Inkarnasi-lah (Allah yang menjadi manusia dalam Diri Yesus Kristus) titik tolak munculnya
persoalan trinitaris dalam Gereja. Memang dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tidak ada
“rumusan baku” tentang Allah Tritunggal. Akan tetapi, akar-akar ajaran Trinitas dapat
ditemukan dalam Kitab Suci. Khususnya dalam Perjanjian Baru terdapat benih ataupun akar
suatu konsep tentang Allah yang cocok untuk dikembangkan dan dijelaskan lebih lanjut
menurut garis-garis doktrinal menjadi apa yang di kemudian hari disebut “ajaran Trinitas”.
Pemahaman akan Kristus yang sedang berkembang dalam lingkungan umat purba ditentukan
juga oleh Roh Kudus sebagai nilai pengalaman lain di samping Bapa.
Tidaklah mengherankan bila dalam perjalanan awal sejarah, Gereja mengalami jatuh bangun
dalam merumuskan siapa Allah Tritunggal. Kadang-kadang mereka menempuh jalan yang
kemudian hari disadari sebagai keliru, lantas mereka merasa perlu menelusuri kembali
langkahnya, dan mulai lagi menempuh jalan yang benar. Dan, Gereja awal menyadari bahwa
mengulang-ulangi ayat Kitab Suci yang menyebut Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus
tidaklah mencukupi. Dari pada mengulangi triade-triade alkitabiah tadi, Gereja perlu
mengembangkan imannya lebih lanjut. Dan, hal itulah yang memang terjadi dalam abad-abad
selanjutnya.
Ketika menjalani masa TOP (Tahun Orientasi Pastoral) di Paroki St. Pius X – Aekkanopan,
penulis berhadapan dengan banyak soal-soal teologis menyangkut pribadi Tritunggal.
Sebenarnya pertanyaan mereka sudah sangat umum: Bagaimana bisa dimengerti Allah itu
satu tetapi tiga. Maka makalah sederhana ini berupaya untuk membahasakan rumusan
trinitaris 1=3 dan 3=1 dalam bingkai dan latar belakang pengalaman TOP tadi, kendati
penulis berhadapan dengan ambivalensi: di satu pihak rumusan itu penting, tapi di lain pihak
sulit menemukan bahasa sederhana untuk memaparkannya.

5
Memang, memahami rumusan Trinitaris tadi tidaklah gampang, namun menantang juga.
Menantang, karena sebagaimana disebut tadi, Iman Gereja yang baku seperti sekarang, tidak
terjadi begitu saja. Dibutuhkan proses yang panjang dalam sejarah. Dalam perjalanan sejarah
Gereja itulah, salah satu pemikiran tokoh sejarah Gereja yang penting yakni Origenes
diuraikan di sini. Origenes adalah salah satu teolog kuno pertama dalam sejarah Gereja yang
mencoba merumuskan hakikat Allah Tritunggal tersebut. Seberapa pentingkah ia dan
ajarannya dalam perkembangan Gereja selanjutnya? Apa sumbangan pemikiran Origenes itu
bagi ilmu teologi, khususnya teologi Trinitas? Pertanyaan-pertanyaan ini mengusik hati
penulis untuk mendalami secara khusus pemikiran Trinitaris Origenes.

6
Latar Belakang
Abad I: Munculnya Pemikiran tentang Trinitas
             Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tidak ada ajaran tentang Allah Tritunggal. Hal ini
tidak mengherankan sebab pada umumnya kitab suci Perjanjian Baru kurang bermaksud
menyampaikan ajaran tertentu. Tujuan utamanya adalah memaklumkan Kerajaan Allah.
Namun, akar-akar ajaran Trinitas dapat ditemukan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tersebut.
Akar-akar ajaran Trinitas itu bisa dipahami demikian.
Allah Perjanjian Baru adalah Allah Yang Esa. Lingkungan agama kristiani yang asali, yaitu
agama Yahudi, amat ketat monoteismenya. Berlawanan dengan politeisme yang dianut oleh
bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal YHWH. Monoteisme dipeluk bersama-sama oleh
orang Kristen dan orang Yahudi meskipun pemahaman yang berbeda-beda.
Selain percaya akan Allah dalam arti YHWH, Allah Abraham dan Allah Ishak, orang Kristen
juga percaya akan Yesus Kristus. Berkat terjadinya peristiwa Yesus dalam sejarah umat
manusia, kita diperkenalkan dengan misteri Trinitas. Bisa dikatakan bahwa setelah Yesus dari
Nazareth hilang dari panggung sejarah mulailah berkembang sesuatu yang boleh diistilahkan
sebagai “kristologi”. Mereka yang dahulu menjadi pengikut Yesus mulai memikirkan,
mengkonseptualkan dan membahasakan Yesus dan pengalaman mereka dengan Yesus.
Kesadaran akan situasi itu hanya bisa menimbulkan rasa kagum atas prestasi teologis yang
menjadi jasa unggul dua-tiga generasi kristen pertama seperti yang tercantum dalam
karangan-karangan Perjanjian Baru.
Kita tahu bahwa iman para murid berakar dalam peristiwa kebangkitan. Yesus yang telah
bangkit itu dikenal sebagai Anak Allah (Rm 1:4). Hanya dalam rangka kepercayaan akan
Allah, Sang Bapa, maka pengakuan iman akan Yesus itu memperoleh bobotnya.

Kristus yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa itu diyakini sebagai Juru Selamat yang
bersatu dengan Bapa secara tak terpisahkan dan tak terbandingkan, dan dengan cara itu juga
menjadi gambar Allah (2 Kor 4:4; Kol 1:15). Dalam diri Yesuslah, Logos ilahi yang pada
awal mula bersama-sama dengan Allah telah menjelma menjadi manusia. Dengan demikian
ditegaskan di sini bahwa Yesus Kristus itu pra-ada: Ia sudah ada sebelum Ia di bumi ini (Yoh
1:1-18). Juga beberapa teks lain menyebutkan atau mengandaikan pra-eksistensi Kristus itu
(Flp 2:5-11; Rm 8:32; 2 Kor 8:9). Pelbagai pengarang Perjanjian Baru berpikir tentang Yesus
sebagai Allah, tanpa melepaskan keyakinan bahwa Yesus pun seorang manusia sejati.

7
Pemahaman akan Kristus yang sedang berkembang dalam umat purba itu ditentukan juga
oleh Roh Kudus sebagai nilai pengalaman yang lain di samping Bapa. Roh hanya dapat
didekati melalui Kristus, dan Kristus melalui Roh. Maka, Roh Kudus tidak dapat disamakan
dengan Bapa maupun dengan Putera. Menyadari bahwa dalam ketiga nama ilahi
termaktublah seluruh tindakan penyelamatan, Paulus merumuskan ucapan berkah: ”Kasih
karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu
sekalian” (2 Kor 13:13).

Dalam tulisan lain Perjanjian Baru masih terdapat beberapa teks lain yang menyebutkan
triade Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dalam arti yang ketat, rumus ini belum dapat dikatakan
”trinitaris” karena ketiga nama itu hanya dideretkan saja tanpa merefleksikan keesaan Allah.
Juga Ef 4:4-6 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut walaupun menekankan kata ”satu”:
orang kristen percaya akan satu Allah, bukan tiga allah. Begitu pula perintah untuk
membaptis dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus (Mat 28:19) tidak memaksudkan
tiga nama melainkan satu, sebagaimana tampak dari bentuk tunggal dari kata
Yunani onoma  (nama). Pengakuan akan Allah yang satu itu rupanya tidak menghindari Santo
Paulus untuk juga mengakui Tuhan yang satu (1Kor 8:6;bdk. Gal 3:20; 1Tim 2:5) dan Roh
yang satu (1Kor 12:11-13).
 

8
Abad II: Inkulturasi Pemikiran Yahudi ke Dunia Hellenis
Pada abad kedua, titik berat Gereja berpindah dari lingkungan Palestina (Yahudi) ke alam
pikiran Yunani. Dengan demikian, Gereja dihadapkan pad masalah inkulturasi: perlu
mengungkapkan iman kepercayaannya ke dalam suatu ”bahasa” yang dapat dimengerti oleh
mereka yang berbudaya Hellenis.

Pemikiran Yunani berbeda dari pemikiran Ibrani. Bagi orang Israel kebenaran Allah
diwahyukan dalam sejarah, sedangkan bagi orang Yunani kebenaran itu didasarkan pada
tatanan ontologis, yaitu hal ”mengada”. Inkulturasi tadi mengakibatkan bahwa cara bicara
alkitabiah yang konkrit itu diganti dengan konsep-konsep metafisis yang berpusatkan
masalah ”mengada”. Para apologet Gereja perdana bertindak sebagai perintis inkulturasi
ketika mereka mempersatukan konsep Yunani logos dengan gagasan Logos   dalam Prakata
Injil Yohanes (1:1-18) dan memandangnya sebagai kepribadian tersendiri.
Pada abad kedua ini, kaum monarkian berusaha membela ke-tunggal-an Allah (monoteisme).
Gereja kurang tertarik dengan jalan yang ditempuh oleh kaum monarkian tersebut meskipun
tujuan Monarkianisme patut dipuji, yakni mempertahankan monoteisme. Monarkianisme
dinamistik cenderung ke arah pemahaman bahwa Yesus Kristus bukan sungguh-sungguh
Allah (semi-Allah). Sementara monarkianisme modalistik berusaha menghilangkan
perbedaan-perbedaan antara Bapa dan Putera.
Selain aliran monarkianisme, pelbagai sistem gnostik juga turut mempengaruhi pembentukan
ajaran Gereja tentang Allah Tritunggal. Menurut pandangan hidup gnosis, dunia secara
dasariah buruk. Ia merupakan hasil kekeliruan besar. Dunia seadanya suatu penipuan belaka,
yang berpancar dari sesuatu yang buruk. Dunia yang sesungguhnya, dunia sejati ialah dunia
ilahi, suatu prinsip ilahi yang tidak terjangkau dan tidak tercapai. Antara dunia, prinsip ilahi
terpasang berbagai tingkat atau lapis lain yang memang berpangkal pada yang ilahi, tetapi
semakin rendah tingkatnya semakin buruk. Tingkat terbawah, tingkat material yang dialami
manusia ialah tingkat yang paling buruk. Manusia sejati, manusia sebenarnya berciri ilahi,
semacam bunga api yang tercetus dari yang ilahi. Tetapi manusia sejati itu terjatuh dan
terkurung dalam dunia material ini dengan segala keburukan dan hawa nafsunya.
Penyelamatan manusia justru pembebasannya dari kurungan itu dan kembalinya manusia
sejati kepada asal-usulnya, yang ilahi. Hanya manusia sejati sudah lama lupa akan asal-

9
usulnya sehingga malah tidak tahu lagi siapa dirinya dan apa itu penyelamatannya dan betapa
buruk situasinya. Supaya selamat manusia membutuhkan ”pengetahuan” (gnosis).
Yang Ilahi tidak lupa akan apa yang berasal dari dirinya, yaitu manusia. Maka yang ilahi dari
tingkat teratas mengutus seorang penyelamat, Manusia asli sejati, yang membawa gnosis
yang perlu, menyampaikan ”wahyu” yang membuka mata manusia yang buta dan lupa itu.
 

Abad II-III: Unsur-unsur Awal Ajaran Trinitas


Gnosis yang tersebar luas pada umat Kristen selama abad II sungguh membahayakan
identitas kepercayaan Kristen dan identitas Yesus Kristus yang menjadi tokoh mitologis
belaka. Maka gnosis itu tidak dapat tidak memancing reaksi dari pihak Kristen. Beberapa
tokoh layak disebut di sini: Agrippa Castor, Philippus dari Gortyna, Rhodon, Candidus,
Apion, Sextus, Heraklitos, Heggesippus, dan terutama Ireneus dan Tertullianus. Oleh karena
kedua tokoh terakhir ini paling gigih menghadapi gnosis, maka kedua tokoh ini akan
dipaparkan secara khusus sebelum Origenes. Suatu keuntungan dari gnostisisme itu adalah
bahwa umat Kristen dipaksa memperdalam imannya. Dapat dikatakan bahwa baru pada abad
II dan sepanjang abad III menjadi lebih jelas bagaimana sebenarnya paham Kristiani tentang
Allah.

Pengertian Trinitas
Doktrin Kristen atau Kristiani tentang Tritunggal atau Trinitas (kata Latin yang
secara harfiah berarti "tiga serangkai", dari kata trinus, "rangkap tiga") menyatakan
bahwa Allah adalah tiga pribadi atau hipostasis yang sehakikat (konsubstansial)—
Bapa, Putra (Yesus Kristus), dan Roh Kudus—sebagai "satu Allah dalam tiga Pribadi Ilahi".
Ketiga pribadi ini berbeda, tetapi merupakan satu "substansi, esensi, atau kodrat"
(homoousios). Dalam konteks ini, "kodrat" adalah apa Dia, sedangkan "pribadi"
adalah siapa Dia.

10
Allah Anak (juga disebut Allah Putra) adalah pribadi kedua dari Trinitas dalam teologi
Kristen. Doktrin Trinitas mengidentifikasikan Yesus sebagai Allah Anak, yang satu dalam
esensi tetapi berbeda secara pribadi dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus (pribadi
pertama dan pribadi ketiga dalam urutan penyebutan).

Istilah Allah Anak ("God of the Son") ini dibedakan dari istilah "Anak Allah" ("Son of
God"), yang ditemui dalam Alkitab.

Pandangan Yohanes Calvin

Yohanes Calvin menjelaskan bahwa Allah Anak memiliki perbedaan dengan Allah


Bapa dan Allah Roh Kudus. Ia berpendapat bahwa Allah Anak memiliki kekhasan tersendiri
yang membedakannya dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus, karena yang keluar
dari Bapa adalah Anak, bukannya Roh Kudus dan yang mati dan menderita juga bukanlah
Bapa maupun Roh Kudus, melainkan Anak.

11
Peran Anak Dalam Kristus Yesus yaitu Pelaksana rencana Allah Bapa Ef. 1:7-12
 Peran Sang Anak adalah menjalankan rencana kerelaan Sang Bapa, untuk
mengasihi menusia yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Bapa, dan untuk itu rela
menjadi manusia, rela untuk disiksa, dihina, dicemoohkan, disalibkan, dan pada
hari yang ketiga Dia bangkit dari antara orang mati.
 Tujuan penebusan adalah mempersatukan kita dengan Kristus sebagai kepala,
yaitu sebagai gereja dengan jemaat-Nya, selama masih di dunia, maupun
dipersatukan sebagai warga Kerajaan Allah dan keluarga Allah baik di bumi &
Sorga, menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya, melalui kesaksian hidup kita yang
berkenan di hadapan Allah. Tetapi, penebusan yang dilakukan Sang Anak perlu
diteguhkan. Kita harus mati di dalam Kristus dan dilahirkan kembali oleh Roh
Kudus.

Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. Roh Kudus (dalam bahasa


Ibrani ‫רוח הקודש‬ Ruah Haqodesh) hanya dipercayai oleh umat Kristiani dan adalah pribadi
yang Maha Menolong dan pemimpin serta pendamping hidup baik rohani dan jasmani, dalam
bentuk Roh (pneuma bahasa Yunani: πνεύμα) yang dijanjikan oleh Yesus Kristus sebelum
kenaikan-Nya ke Surga.[1]

Menurut ajaran Kristiani, seorang Kristen memiliki Roh Kudus di dalam dirinya. Roh Kudus


merupakan Roh Elohim yang menolong, memimpin, menghibur, dan menjadi Teman Yang
Setia. Roh Kudus menuntun umat Kristiani agar hidup sejalan dengan kehendak Tuhan. Roh
Kudus juga merupakan penghubung antara umat Kristiani dengan YHVH.

12
Keberadaan dan Hakekat Trinitas

Mari kita lihat pada diri kita sendiri. ‘Substansi’ (kadang diterjemahkan sebagai hakekat/
kodrat) dari diri kita adalah ‘manusia’. Kodrat sebagai manusia ini adalah sama untuk semua
orang. Tetapi jika kita menyebut ‘pribadi’ maka kita tidak dapat menyamakan orang yang
satu dengan yang lain, karena setiap pribadi itu adalah unik. Dalam bahasa sehari-
hari, pribadi kita masing-masing diwakili oleh kata ‘aku’ (atau ‘I’ dalam bahasa Inggris), di
mana ‘aku’ yang satu berbeda dengan ‘aku’ yang lain. Sedangkan, substansi/ hakekat kita
diwakili dengan kata ‘manusia’ (atau ‘human’). Analogi yang paling mirip (walaupun tentu
tak sepenuhnya menjelaskan misteri Allah ini) adalah kesatuan antara jiwa dan tubuh dalam
diri kita. Tanpa jiwa, kita bukan manusia, tanpa tubuh, kita juga bukan manusia. Kesatuan
antara jiwa dan tubuh kita membentuk hakekat kita sebagai manusia, dan dengan sifat-sifat
tertentu membentuk kita sebagai pribadi.

Dengan prinsip yang sama, maka di dalam Trinitas, substansi/hakekat yang ada adalah satu,
yaitu Tuhan, sedangkan di dalam kesatuan tersebut terdapat tiga Pribadi: ada tiga ‘Aku’, yaitu
Bapa. Putera dan Roh Kudus. Tiga pribadi manusia tidak dapat menyamai makna Trinitas,
karena di dalam tiga orang manusia, terdapat tiga “kejadian”/ ‘instances‘ kodrat manusia;
sedangkan di dalam tiga Pribadi ilahi, terdapat hanya satu kodrat Allah, yang identik dengan
ketiga Pribadi tersebut.  Dengan demikian,  ketiga Pribadi Allah mempunyai kesamaan
hakekat Allah yang sempurna, sehingga ketiganya membentuk kesatuan yang sempurna.
Yang membedakan Pribadi yang satu dengan yang lainnya hanyalah terletak dalam hal
hubungan timbal balik antara ketiganya.

Trinitas adalah suatu misteri, dan Tuhan menginginkan kita berpartisipasi di dalam-Nya agar
dapat semakin memahami misteri tersebut

Memang pada akhirnya, Trinitas hanya dapat dipahami dalam kacamata iman, karena ini
adalah suatu misteri (KGK 237.), meskipun ada banyak hal juga yang dapat kita ketahui
dalam misteri tersebut. Manusia dengan pemikiran sendiri memang tidak akan dapat
mencapai pemahaman sempurna tentang misteri Trinitas, walaupun misteri itu sudah
diwahyukan Allah kepada manusia. Namun demikian, kita dapat mulai memahaminya
dengan mempelajari dan merenungkan Sabda Allah dalam Kitab Suci, pengajaran para Bapa

13
Gereja dan Tradisi Suci yang ditetapkan oleh Magisterium (seperti hasil Konsili), juga
dengan bantuan filosofi dan analogi seperti diuraikan di atas. Selanjutnya, pemahaman kita
akan kehidupan Trinitas akan bertambah jika kita mengambil bagian di dalam kasih
Trinitas itu, seperti yang dikehendaki oleh Tuhan.

Di sinilah pentingnya peran Sakramen dan doa: Sakramen Pembaptisan merupakan rahmat


awal, ‘gerbang’ yang memungkinkan kita mengambil bagian dalam kehidupan ilahi.
Kemudian, Sakramen Ekaristi mengambil peranan utama, karena di dalamnya kita
menyambut Kristus sendiri, dan dengan demikian kita mengambil bagian di dalam kehidupan
Allah Tritunggal melalui Yesus. Memang, pada dasarnya 2 sakramen itu adalah ‘sarana’ yang
diberikan oleh Allah kepada kita, agar kita dapat mengambil bagian di dalam kehidupan ilahi-
Nya. Akhirnya, kitapun perlu memeriksa kehidupan doa kita, apakah kita setia dalam
menyediakan waktu untuk Tuhan dan menghayati kesatuan denganNya di dalam kehidupan
rohani kita? Bagaimana sikap kita terhadap sakramen- sakramen yang dikaruniakan Allah?
Adakah kita cukup menghargai dan merindukannya? Pertanyaan ini memang kembali kepada
diri kita masing-masing.

14
Kesimpulan
Melihat begitu dalamnya kehidupan batin Allah, hati kita melimpah dengan ucapan syukur.
Sebab kehidupan batin tersebut tidak hanya ‘tertutup’ bagi Allah sendiri, namun Ia
‘membuka’ kehidupan-Nya agar kita dapat mengambil bagian di dalamnya. Ya, Allah
sesungguhnya tidak ‘membutuhkan’ kita, sebab kasihNya telah sempurna di dalam kehidupan
Tritunggal Maha Kudus. Namun justru karena kasih yang sempurna itu, Ia merangkul kita
semua, jika kita mau menanggapi panggilan-Nya. Mari bersama kita berjuang, agar
lebih menghargai rahmat Allah yang terutama dinyatakan di dalam 2 sakramen,
terutama sakramen Ekaristi, sehingga kita dapat semakin menghayati persatuan kita
dengan Kristus, yang membawa kita kepada persatuan dengan Allah Tritunggal: Bapa,
Putera dan Roh Kudus. Dengan persatuan dengan Allah ini, kita mencapai puncak
kehidupan spiritualitas, di mana kita dimampukan oleh Allah untuk mengasihi Dia dan
sesama.

15
REFLEKSI
Percaya kepada Satu Allah, Tiga Pribadi

            Pertanyaan fundamental mata kuliah ”Trinitas” ini adalah bagaimana dibahasakan ke-

satu-an Trinitas dan ke-tiga-an Trinitas? Dengan kata lain, bagaimana dipahami ke-tiga-diri-

an Allah dalam keesaan-Nya? Gereja Timur mencoba merefleksikannya dengan istilah

”perichoresis Tritunggal” yakni saling melengkapi dan meresapi antara Bapa, Putera dan

Roh-Kudus secara sempurna. Ada kesatuan cinta (circumcessio). Sementara Gereja Barat

mengemukakan ”misteri Trinitas” yakni Allah yang ’tiga’ itu adalah satu. Dan, Trinitas

kontemporer yang dipelopori oleh, misalnya, K. Rahner, von Balthasar menekankan bahwa

Trinitas ekonomia=Trinitas imanen dan Trinitas imanen=Trinitas ekonomia.

Persoalan Trinitaris 1=3 dan 3=1 hendak menggaris bawahi bahwa pada prinsipnya Allah itu

satu mono + theis): satu substansi Ilahi yang mempunyai tida pribadi (Bapa, Putera dan Roh-

Kudus). Tiga pribadi itu memang berbeda tetapi tida berbeda secara terputus. Maka,

persoalan utama bukan unitas-multisitas (cenderung modalistik), melainkan unisitas-unitas

(persekutuan dan kesatuan/relasi atau kesatuan yang ke-tiga-an).

Justru kesatuan Allah inilah yang sebenarnya mau diperjuangkan oleh Origenes kalau kita

lihat uraian di atas. Allah itu satu dengan tiga hypostasis/triade: Bapa, Putera, dan Roh-

Kudus. Namun, masing-masing pribadi memiliki kekhasan: Bapa sebagai sumber keilahian,

Putera sebagai Pengantara, dan Roh-Kudus sebagai Pengudus.

Iman Kristen mengakui ”Allah itu esa”, tetapi ”esa pula Dia yang menjadi pengantara antara

Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1Tim 2:4).   ”Tidak ada seorang pun yang

datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”      (Yoh 14:6). Yesus tidak hanya

memperkenalkan Allah Bapa kepada manusia,             melainkan juga ”di dalam Dia kita

beroleh keberanian dan jalan masuk kepada       Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman

kita kepada-Nya” (Ef 3:12). Iman     akan Allah yang mahaesa dihayati dalam Kristus dan

oleh Roh-Kudus. Sebagaimana Allah mendatangi kita dalam Kristus, begitu kita pun

16
menghadap      Allah dalam Kristus dan mengakui Dia sebagai ”Bapa Tuhan kita Yesus  

Kristus” (2 Kor 1:3). Maka, bersama dengan Yesus Kristus kita mengakui bahwa ”Tuhan itu

esa” (Mrk 12:29). Sekaligus kita mengakui Yesus Kristus             sebagai Dia ”yang

dikuduskan Bapa dan diutus ke dalam dunia” (Yoh 10:36).       Orang yang percaya kepada

Yesus sebetulnya tidak percaya kepada Yesus saja,             melainkan juga kepada Dia yang

mengutus Yesus (bdk. Yoh 12:44). Oleh       karena anugerah Roh-Kudus, dalam kesatuan

dengan Kristus, orang beriman Kristen percaya kepada Allah Yang Maha Esa.

17
DAFTAR PUSTAKA

Tritunggal - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


https://id.wikipedia.org

picture search by google

18

Anda mungkin juga menyukai