Anda di halaman 1dari 3

Tugas Kelompok ke-2

Week 4

Sumber LN 4, Hal 3-12, Topik: The COSO ERM Framework

1. Kasus Johnson & Johnson

Anak perusahaan dari Johnson & Johnson, McNeilab.Inc. memperkenalkan Tylenol, sebuah obat
jenis aspirin untuk menyembuhkan sakit kepala pada tahun 1961.Tylenol berkembang menjadi
sebuah produk yang sangat terkenal dan menguntungkan bagi perusahaan, obat tersebut menjadi
penghilang rasa sakit yang paling populer dan sebagai akibatnya memonopoli pangsa pasar yang
besar.Namun, tahun 1982, tujuh orang di wilayah Chicago meninggal setelah mengkonsumsi
Tylenol, karena tablet obat tersebut telah tercampur dengan sianida. Perusahaan pun
membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk menentukan apakah kapsul telah dirusak pada
saat proses manufaktur atau pada saat meninggalkan pabrik. Perusahaan secara cepat melakukan
usaha yang sangat besar, dari tingkat direktur sampai pemasaran, untuk mengatasi krisis tersebut
secara efektif. Beberapa langkah yang diambil oleh Johnson & Johnson dalam mengatasi
masalah ini adalah:

1. Mengungkap dan bertanggung jawab atas kejadian secara langsung; Johnson & Johnson
segera bertindak,dengan secara nasional menarik kembali 31 juta botol aspirin yang
menghabiskan biaya sebesar $ 100 juta, dan menginstruksikan pelanggan untuk tidak
menggunakan produk Tylenol sampai masalah tersebut diselesaikan secara jelas. Johnson
& Johnson menyarankan konsumen untuk menghancurkan atau mengembalikan semua
kapsul Tylenol yang mereka miliki. Masyarakat umum dan medis diperingati atas krisis
atau kejadian yang terjadi, Food and Drug Administration(FDA) telah diberitahu, dan
produksi Tylenol dihentikan.

2. Memberikan informasi secara terbuka dan menjelaskan secara rinci kejadian yang
terjadi;Ketika Johnson & Johnson menghadapi krisis, mereka harus membuat beberapa
keputusan sulit yang akan sangat mempengaruhi masa depan perusahaan. Namun, bukan
berpikir masalah keuangan, CEO James Burke beralih ke credo perusahaan. Ditulis oleh
Robert Johnson pada tahun 1943, sebuah dokumen mendefinisikan fokus dari perusahaan
adalah pelanggan. Menjadikan hal tersebut sebagai inspirasi, Johnson & Johnson
menggunakan media untuk segera mengingatkan orang berbagai potensi bahaya yang
ditimbulkan dari produk.

3. Memilih pemimpin yang sesuai untuk mengatasi masalah yang ada; James E Burke,
ketua dewan, digunakan sebagai juru bicara perusahaan. Namun, yang paling penting,

ACCT6338 – Risk and Internal Control


perusahaan menggunakan upaya perusahaan untuk menyelesaikan krisis secara efektif,
contoh dari ketua pemasaran.

4. Membangun kembali kepercayaan diri; Perusahaan ini menciptakan sebuah program


public relations yang melindungi kepentingan umum dan, karena itu, diberi dukungan
penuh oleh institusi media.

5. Membangun kembali kredibilitas; Perusahaan mengemas ulang Tylenol dengan glued


end flaps, plastic-neck seal dan inner-foil sealdengan label menginstruksikan konsumen
untuk tidak menggunakan produk jika segel pengaman yang rusak.

6. Memenuhi tuntutan undang-undang. Terjadinya insiden gangguan tersebut, membuat


pemerintah federal Amerika Serikat mengharuskan semua produsen paket over-the-
counter untuk obat-obatan dibentuk dalam paket yang bersifat tamper-resistant.Meskipun
pemerintah hanya mewajibkan satu dari tiga langkah-langkah pencegahan, Johnson &
Johnson tidak ingin mengambil risiko dengan memutuskan untuk memasukkan tiga
tindakan pencegahan.

Pertanyaan:

Baca dengan teliti kasus tersebut diatas, kemudian analisa menggunakan pendekatan COSO
Enterpise Risk Management Framework. Jelaskan elemen COSO ERM Framework yang
dilakukan oleh Johnson & Johnson, terutama yang berhubungan dengan risk response, control
activities, information and communication dan monitoring!

2. Kasus Toyota

Toyota merupakan perusahaan automobil internasional Jepang yang telah sukses menerobos
pasar otomotif dunia.Pada tahun 2010, produk baru Toyota Prius dan Lexus HS250 membawa
dampak buruk pada Toyota.Masalah teknis Toyota disebabkan perangkat lunak (software), pedal
gas (accelerator pedal), dan alas lantai (floor mat). Alhasil terjadi penarikan besar-besaran
terhadap Toyota Prius dan Lexus HS250 di Eropa, Amerika, dan Jepang. Software sistem
pengereman mobil dilaporkan tak berfungsi, pedal gas dilaporkan tidak kembali ke posisi semula
setelah diinjak, dan alas lantai dilaporkan mengganggu gerakan pedal gas. Masalah pedal gas
yang melekat telah menyebabkan korban jiwa. Dokumen internal Toyota yang mengatakan
bahwa Toyota dapat menghemat $100 juta dengan menghindari investigasi terhadap cacat
produk juga bocor ke publik. Alhasil terjadi tekanan publik yang menyebabkan penarikan
terhadap 8,5 juta mobil Toyota di seluruh dunia dan Toyota mengalami kerugian hingga US$2
miliar.

Pada tanggal 23 Februari 2010, presiden perusahaan Toyota, Akio Toyoda melakukan kesaksian
(hearing) pada kongres yang dihadiri US Transport Secretary. Kongres ini meningkatkan

ACCT6338 – Risk and Internal Control


pengawasan terhadap produksi mobil di Amerika Serikat, khususnya terhadap produk Toyota.
Toyota melakukan beberapa perubahan setelah kongres ini. Perubahan-perubahan tersebut
berupa: (1) Toyota mengirimkan software kepada NHTSA untuk membaca black box dalam
mobil Toyota; (2) Toyota mengubah prosedur keputusan recall dan berkomitmen untuk
membentuk komite independen sebagai pemegang kewenangan untuk mengeksekusi keputusan
recall; (3) Manajer Toyota diharuskan mengendarai mobil Toyota untuk mempercepat
identifikasi masalah pada produk Toyota; (4) sistem keamanan ganda diterapkan Toyota; (5)
Information sharing dan komunikasi ditingkatkan pada internal perusahaan Toyota. Walaupun
demikian, Toyota tetap memiliki risiko kehilangan reputasi akibat dari masalah penarikan besar-
besaran atas produknya. Kehilangan reputasi tidak hanya menurunkan corporate value, namum
juga menurunkan shareholder value. Oleh karena itu, Toyota menyusun beberapa strategi untuk
mengembalikan kembali organization value-nya.

Untuk mengembalikan kepercayaan konsumennya, langkah pertama yang dilakukan oleh Toyota
adalah melakukan restrukturisasi berskala besar, termasuk grup perusahaan di Jepang seperti
Daihatsu dan Hino Motors.Saat itu, 18 grup pabrik Toyota di Jepang memproduksi beberapa tipe
kendaraan yang berbeda. Pada musim panas, produksi pada tiap pabrik tersebut akan dibagi ke
dalam jenis kendaraan, seperti mobil besar, mobil kecil dan minivan. Toyota bertujuan untuk
membentuk lingkungan yang cocok dalam melaksanakan dan meningkatkan kualitas  melalui
pelurusan produksi untuk setiap tipe kendaraan.

Di pertemuan Special Committee for Global Quality pada 31 Maret 2010, Toyota memutuskan
menyusun jaringan yang lebih dekat untuk mengumpulkan informasi dengan menempatkan tujuh
basis di Amerika Utara dan Eropa, seperti juga enam basis di China, sehingga dapat menanggapi
laporan kecelakaan dengan segera melalui pengiriman ahli ke tempat kejadian. Toyota juga
berencana untuk menyusun strategi yang lebih spesifik di masa yang akan datang.

Pertanyaan:

a. Jelaskan tindakan manajemen resiko berdasarkan COSO ERM Framework yang


dilakukan Toyota ketika terjadi pemasalahan pada produk mobilnya!

b. Analisa kasus tersebut menggunakan pendekatan kelima elemen dalam COSO ERM,
integrating strategy and performance 2017!

ACCT6338 – Risk and Internal Control

Anda mungkin juga menyukai