Anda di halaman 1dari 3

Tugas Analisis Sevel

Manajemen Pemasaran Internasional

Nama : Aslih Abnuri


NIM : 022001705004
 Ringkasan Kasus Sevel

Pada tanggal 30 juni 2017 pelaku usaha ritel Sevel resmi tutup, Sevel yang
dikelola oleh PT Modern Sevel Indonesia memiliki konsep yang berbeda dari pelaku
usaha ritel lainnya. Sevel berinovasi bahwa bisnis ritel tidak hanya tempat keluar
masuk orang berbelanja akan tetapi sevel mempunyai model usaha bahwa orang bisa
untuk duduk bersantai sejenak setelah belanja maupun datang untuk membeli
makanan dan minuman lalu duduk bersenda gurau dengan teman-temannya, disini
Sevel mengambil sasaran anak muda yang ingin datang nongkrong dengan teman-
temannya. Di fasilitasi oleh wifi dan tempat yang nyaman ternyata Sevel ramai
dikunjungi oleh anak-anak milenial pada saat itu, namun ramainya pelanggan tidak
membuat Sevel bertahan justru Sevel jatuh, hal ini dikarenakan banyaknya orang yang
datang hanya membeli slurpy dengan ukuran small tetapi nongkrong dengan teman-
temannya sangat lama sehingga cost yang dikeluarkan oleh Sevel tidak dapat tertutupi
dengan pendapatannya, nampaknya model usaha yang digunakan Sevel belum pas di
Indonesia Sevel yang menyulap bisnis ritel dengan fasilitas yang nyaman seakan
pengubah pola konsumen yaang awalnya datang ke toko ritel untuk berbelanja tetapi
berubah bahwa dengan adanya Sevel ke sana bukan untuk berbelanja melainkan
nongkrong, disamping itu regulator yang tidak berkembang di Indonesia membuat
batu sandungan terhadap Sevel karena dalam regulator ada yang mempermasalahkan
model usaha Sevel sehingga pola perizinan lama, regulator tidak ada di pihak pemain
baru sehingga sulit bagi pemain baru dapat berkembang dan regulator tidak pula
mendorong pemain lama untuk berinovasi.

Analisa Kasus
Salah satu permasalahan tutupnya Sevel adalah tidak pasnya model usaha yang
diterapkan dikarenakan budaya dari masyarakat Indonesia sendiri yang menginginkan
fasilitas yang mumpuni dengan harga yang murah, Sevel sangat fatal karena mereka tidak
memberlakukan minimum pembelanjaan pelanggannya untuk dapat menikmati fasilitas wifi
dan tempat nongkrong yang nyaman sehingga banyak yang kesana hanya sekedar membeli
roti dan slurpy duduk bersantai menikmati wifi sehingga cost yang dikeluarkan besar tidak
sebanding dengan pendapatan yang didapatnya. Dalam hal ini nampaknya sevel belum siap
dan belum melakukan riset budaya yang ada di Indonsesia dan perilaku konsumen yang ada
sehingga membuat kesalahan fatal dalam membuat model bisnisnya.
Lalu adanya kebijakan pemerintah dengan regulasinya yang menghambat pendatang
baru, nampaknya pemerintah pada saat itu terlalu mempolitisasi regulasi dengan melindungi
pemain lama dan mempersulit pemain baru untuk terjun usaha sehingga ini menjadi batu
sandungan untuk Sevel sendiri dan nampaknya Sevel belum siap dengan mereka menganggap
bahwa membuka gerai di Indonesia sama dengan membuka gerai di Amerika nampaknya
salah banyaknya regulasi dan birokrasi yang harus di tempuh di Indonesia membuat
penghambatan dan ketidaksiapan Sevel. Kelabilan pemerintah dalam membuat keputusan
akan hadirnya Sevel pun perlu dipertanyakan seberapa baik hukum yang ada di Indonesia
karena hal ini dapat menghambat pelaku bisnis baru dan membuat tidak berkembang.
Dan hal yang membuat Sevel gulung tikar lainnya yaitu tidak membuat global price
sehingga pelanggan di Indonesia mendapatkan harga yang lebih murah untuk fasilitas yang
sama pada gerai Sevel di Amerika yang mana di Amerika sendiri tidak terbilang murah untuk
kalangan masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai