Anda di halaman 1dari 4

Contoh Kasus Franchise yang Gagal

7-ELEVEN (SEVEL)

7-Eleven dikelola oleh PT Modern Putra Indonesia yang merupakan anak


perusahaan dari PT Modern Internasional Tbk (MDRN). MDRN resmi didirikan pada
12 Mei 1971 dan seiring perjalanannya telah beberapa kali bertransformasi nama dan
mengalami perubahan anggaran dasar. Lahir dengan nama PT Modern Photo Film
Company, perusahaan pertama kali berganti nama menjadi PT Modern Photo Tbk
pada 1997.
Seiring dengan perubahan bisnis yang tidak hanya berskala nasional tetapi
merambah ke dunia internasional, nama perusahaan kembali diubah menjadi PT
Modern Internasional Tbk. Tidak hanya mengubah nama, perusahaan juga
mengembangkan sayap usahanya dalam perdagangan beberapa produk di antaranya
peralatan digital fotografi, produk peralatan percetakan untuk industri, dan peralatan
medis serta graphic art. Bahkan, sejak 1971 PT Modern Internasional Tbk ini menjadi
eksklusif distributor untuk seluruh produk Fujifilm Jepang dan 1.200 gerai Fuji di
Indonesia. Perseroan melakukan bisnis secara terfokus dengan mengoptimalkan sumber daya
dan dana sehingga modal yang disertakan tidak hanya untuk berbisnis pada bidang
perdagangan dan perindustrian tetapi juga di berbagai bidang industri dan jasa lainnya,
seperti bisnis ritel.
Melalui entitas anak, PT Modern Putra Indonesia (MPI) yang melakukan pengubahan
nama perusahaan per 2 Juni 2014 dengan Akta No 01 menjadi PT Modern Sevel Indonesia
(MSI). Pengoperasian gerai PT MSI yang dikenal Sevel ini pertama kali menginjakkan
kakinya di Indonesia pada 7 November 2009 dengan mengembangkan jaringan bisnis di
bidang convenience store di Jakarta Selatan, tepatnya di Bulungan.
Sebelum masuk ke Indonesia, Sevel terlebih dahulu membuka gerai di Dallas,
Amerika Serikat pada 2008 yang ditandai dengan penandatanganan Master Franchise
Agreement 7-Eleven. Di negeri paman sam, sejak 2005 kepemilikan 7-Eleven dipegang oleh
Seven & I Holding Co sebuah perusahaan Jepang. Pada 2004, lebih dari 26.000 gerai Sevel
tersebar di 18 negara. Sevel sendiri didirikan pada 1927 di Oak Cliff, Texas. Nama 7-Eleven
mulai digunakan pada 1946. Toko pertama kali dibuka di Austin, Texas pada 1962 dan
belum beroperasi 24 jam, atau buka dari jam 7 pagi hingga 11 malam.
Pada 1991, Southland Corporation yang merupakan pemilik 7-Eleven sebagian besar
sahamnya dijual kepada perusahaan jaringan supermarket Jepang, Ito-Yokado. Southland
Corporation diubah namanya menjadi 7-Eleven, Inc pada 1999. Pada 2009, ada
penandatanganan Master Franchise Agreement 7-Eleven di Tokyo, Jepang. Ekspansi juga
terus dilakukan, di mana pada 2010 kembali melakukan pembukaan gerai 7-Eleven yang ke-
21 di Indonesia. Pada 2011, gerai Sevel Indonesia menjadi 57, dan pada tahun ini juga
dilakukan pembukaan PT Fresh Food Indonesia). Pada 2012 pembukaan gerai 7-Eleven ke-
100, sampai Desember 2014 gerainya menjadi 190 gerai.

Indonesia adalah negara ke-17 di dunia yang membuka bisnis waralaba 7-eleven. MSI
mempunyai misi untuk terus melebarkan usahanya ke beberapa provinsi besar di
Indonesia dalam beberapa tahun mendatang usai resmi beroperasi di Indonesia.
Hingga 31 Desember 2017, jumlah outlet Sevel mencapai 190 gerai.

Pihak MSI juga mengerem niatan ekspansi usahanya di seluruh provinsi di Indonesia dan
memilih untuk memusatkan bisninya di Jakarta. Hingga saat ini sudah banyak bermunculan
pelaku bisnis dalam bidang ritel mulai dari kelas mini market hingga hypermart. Tidak hanya
ritel lokal saja, ritel asing yang masuk melalui sistem kewaralabaan juga mulai bermunculan.

Sevel sendiri dicanangkan pada 2013 sebagai awal dimulainya fresh food destination,
konsep tersebut adalah memposisikan gerai 7-eleven sebagai convenience store yang
menyajikan makanan segar dan kualitas terbaik dengan harga yang terjangkau.

Pada 2014, perseroan fokus membangun dan mengembangkan pabrik makanan tahap
ke-2 yang pembangunannya dimulai pada awal 2017 dan rampung akhir 2017. Pabrik
baru (central kitchen 2) tersebut bagi perseroan menjadi sangat penting, karena pada
2015 perseoran menjadikan tahun lepas landas untuk memperkuat dan merealiasaikan
posisi Sevel sebagai fresh food destination.

Namun, dalam masa pengembangannya yang diimbangi dengan munculnya gerai-gerai


waralaba yang serupa dengan Sevel membuat persaingan bisnis usaha ritel menjadi
kompetitif. Tepat akhir Juni 2017 PT Modern Sevel Indonesia (SMI) resmi menutup
seluruh gerai waralaba 7-eleven (sevel) yang beroperasi di DKI Jakarta. Hal tersebut
telah diumumkan sejak Jumat (23/6/2017) oleh PT Moden Internasional Tbk (MDRN)
melalui keterbukaan informasi di bursa saham.

#FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN 7-ELEVEN GAGAL DALAM


PENGEMBANGANNYA

1. Tutupnya Bisnis Ekspansi Secara Cepat dan Agresif

Chandra Wijaya, sebagai Direktur Keuangan Modern Internasional menyadari


bahwa ekspansi gerai 7-Eleven melakukan terlalu cepat di awal. Ekspansi yang
dilakukan oleh 7-Eleven membiayai oleh pinjaman sehingga dana yang seharusnya
dapat menggunakan untuk operasional bisnis justru mengunakan untuk membayar
pinjaman beserta bunga yang jumlahnya sangat signifikan. Hal ini tentu dapat
mengganggu modal kerja.

2. Tutupnya Bisnis Biaya Operasional Berlebih

Sebelum memulai bisnisnya, 7-Eleven telah melakukan pembayaran sewa


tempat untuk 5-10 tahun ke depan, di mana biaya tersebut telah mereka bayarkan di
muka. Tak hanya itu, 7-Eleven juga melakukan renovasi besar-besaran untuk
mengikuti standar 7-Eleven Inc. Hal ini tentu memberikan dampak negatif bagi arus
kas saat menyiapkan jurnal penutup perusahaan, yaitu modal yang seharusnya
menggunakan untuk biaya operasional perusahaan justru terpakai di awal untuk biaya
sewa yang seharusnya dapat membayarkan per bulan atau per tahun.

3. Pembengkakan Laporan Keuangan

Beban biaya operasional membengkak dalam laporan keuangan 7-Eleven.


Menurut laporan keuangan konsolidasian MDRN, pada kuartal 1 2017 7-Eleven
mengalami kerugian hingga Rp447,9 miliar. Di mana pada kuartal 1 2016, 7-Eleven
masih mendapatkan laba sebesar Rp21,3 miliar.

4. Daya Beli Menurun

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengaku bahwa pada lebaran 2017


lalu telah terjadi penurunan daya beli masyarakat yang menyebabkan oleh pola
konsumsi masyarakat yang semakin cerdas dalam menggunakan uangnya. Ditambah
lagi kompetitor 7-Eleven yang semakin menyebar dan menawarkan bisnis serupa
dengan harga yang lebih murah. Hal ini semakin membuat 7-Eleven ditinggalkan oleh
pelanggannya.

SUMBER REFERENSI

Kusuma, Hendra. (2017). “7-Eleven Hadir di Banyak Negara, Gagal di Indonesia.”.


https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3545156/7-eleven-hadir-di-banyak-
negara-gagal-di-indonesia .

Sari, Elisa Valenta. (2017). “Siapa Pemilik 7-Eleven di Indonesia?”.


https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170630211100-97-225020/siapa-pemilik-
7-eleven-di-indonesia .

Anda mungkin juga menyukai