Anda di halaman 1dari 22

DAYA SAING ORGANISASI

PERUSAHAAN YANG GAGAL BERSAING DALAM INDUSTRI


STUDI KASUS PADA 7 – ELEVEN DI INDONESIA

Disusun Oleh:
Kelompok 1 (RM-5/M)
Mhd Erison 2010526051

M. Daffa Ramadhanu 2010526060

Muhammad Fetra Alfandi 2110526001

Siti Aisyah Putri Wirda A 2110526002

Tasya Ridho Ananda 2110526003

Rohadatul Engracia 2110526005

Sherly Cecilia 2110526007

Dosen Pengampu:
Rebi Fara Handika, SE. M.Sc

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN INTAKE D3


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
BAB I
LATAR BELAKANG
a. Profil Perusahaan 7-Eleven
7-Eleven adalah sebuah perusahaan convenience store (toko kelontong) yang
beroperasi 24 jam yang berasal dari Amerika Serikat dan kepemilikannya dipegang oleh
Seven & I Holdings Co yang merupakan sebuah perusahaan Jepang dan ahli dalam
menjalankan bisnis convenience store. Pada tahun 2004 saja, lebih dari 26.000 gerai 7-
Eleven sudah tersebar ke 18 Negara dengan pasar terbesarnya adalah Amerika Serikat
dan Jepang. 7-Eleven pertama kali didirikan pada tahun 1927 di Oak Cliff sebagai ‘ice
house”. Orang-orang membutuhkan balok es untuk “ice boxes” mereka dan Perusahaan
mereka dan Perusahaan Es Southland memutuskan untuk membuka gerai mereka pada
tahun tersebut namun mereka memutuskan untuk tidak hanya menjual es tetapi
memudahkan pelanggan dengan menjual berbagai produk seperti telur, susu, roti dan
sejenisnya.

Gambar 1 Logo 7-Eleven

Pada tahun 1964, nama 7-Eleven pertama kali digunakan sesuai dengan jam
bukanya yaitu pukul 7-11 malam namun tepat pada tahun 1962, toko ini buka selama
24 jam setiap harinya dan dimulai pada gerai yang berlokasi di Austin, Texas. Setiap
gerai 7-Eleven menjual berbagai macam produk makanan, minuman dan layanan
lainnya. Di beberapa negara tersedia juga layanan pembayarak tagihan serta penjualan
makanan khas dari negara itu sendiri.
Produk khas dari 7-Eleven yang sangat mendunia ialah “Slurpee” sebuah
minuman es dan “Big Gulp” sebuah minuman soft drink berukuran besar. Di Indonesia
sendiri, 7-Eleven sangat viral pada saat itu dan menjadi sebuah gerai yang digemari
oleh seluruh kalangan dikarenakan makanan serta minumannya yang unik ditambah
gerai toko ini buka 24 jam di Indonesia.
7-Eleven menawarkan berbagai macam produk contohnya ialah café select yang
menyediakan beraneka minuman panas seperti the dan kopi dengan berbagai macam
ukuran. Selain itu konsumen sendiri dapar meracik minuman sesuai dengan selera
karena 7-Eleven meenyediakan berbagai bahan tambahan minuman yang dikonsumsi
sesuai dengan keinginan dari konsumen sendiri. Selain kopi dan teh, setiap gerai juga
menyediakan menu minuman lainnya seperti coklat panas dan teh tarik. Untuk
mendampingi produk minuman yang dijual maka 7-Eleven juga menyediakan beberapa
produk makanan berupa roti, ayam goreng, ayam katsu, sandwich dengan berbagai
variasi isian seperti daging sapi, ayam, tuna dan lainnya. Selanjutnya setiap gerai jyga
menyediakan berbagai menu yang diolah dan fresh untuk dapat menambah variasi
konsumen ketika melakukan pembelian pada setiap gerai.
Pada awal tahun 2009-an, 7-Eleven memasuki pasar indonesia dan menjalankan
kegiatan bisnisnya dengan menjual berbagai macam produk pada setiap gerainya
namun terjadi perselisihan internal antara pemegang franchise yang mana hal tersebut
mengakibatkan tidak berjalan lancarnya kegiatan operasional 7-Eleven di Indonesia, 7-
Eleven mengumumkan bahwa akan berencana untuk mengembangkan kembali
usahanya di Indonesia dengan melakukan perjanjian berbentuk Master Franchise di
Indonesia yang akan dikelola oleh PT. Modern Putra Indonesia yang merupakan anak
perusahaan dari PT Modern International dan dikenal sebagai sebagai distributor
Fujifilm di Indonesia.
Gerai 7-Eleven pada tahun 2012 terkhusus daerah Jakarta sudah mencapai 73
gerai yang mana hal tersebut merupakan gerai yang terhitung banyak dalam usaha
convenience store dan melayani sekitar 75.000 konsmen per hari. Namun terkait dengan
adanya regulasi yang ditetapkan oleh Pemernintah Indonesia untuk mengawasi gerai
convenience store maka terbitlah Undang-Undang yang menyatakan bahwa
kepemilikan waralaba harus dari pihak lokal sehingga pada tanggal 30 Juni 2017 7-
Eleven harus menutup seluruh gerainya yang sejalan dengan batalnya akuisisi oleh PT.
Charoen Pokphand Restu Indonesia dengan beberapa kendala lain yang dialami 7-
Eleven dalam menjalankan kegiatan bisnisnya di Indonesia.
b. Overview Kasus
7-Eleven pada pertengahan Juni 2017 resmi menutup seluruh gerainya di
Indonesia dan tidak beroperasi lagi di Indonesia. Terbilang 7-Eleven hanya mampu
bertahan menjalankan kegiatan bisnisnya selama 8 tahun di Indonesia yang mana
hingga akhir tahun 2014, 7-Eleven dikatakan baik mengembangkan ritel bisnisnya
hingga mampu memiliki 190 gerai yang mana itupun hanya di DKI Jakarta belum pada
daerah lainnya.
Penutupan gerai 7-Eleven ini dikarenakan perusahaan mengalami kerugian dan
persaingan ketat yang membuat kegiatan bisnisnya mengalami kerugian yang cukup
besar. Persaingan bisnis yang ketat dengan beberapa ritel dengan konsep bisnis yang
sama seperti Lawson, Family Mart, Indomaret Point membuat mereka tidak dapat
bersaing secara penuh dan mereka harus mengakui keunggulan dari ritel-ritel itu
sendiri.
Dikarenakan hal itu, penjualan toko tidak mencapai target dan akhirnya
menjadikan sebuah beban biaya bagi gerai dan kewajiban membayar pajak yang tinggi.
Hal yang lain membuat gerai tutup ialah salah target sasaran serta market penjualan
yang salah yang berujung gerai 7-eleven di Indonesia mengalami kerugian terus-
menerus. Cost operasional yang dibilang tinggi tanpa pemasukan yang tidak sebanding
dengan pendapatan ditambah dengan adanya regulasi pemerintah terkait larangan
penjualan minuman beralkohol juga menjadi salah satu 7-Eleven ditinggalkan oleh
masyarakat. Sempat ada isu bahwa mereka akan diakuisisi oleh PT Charoen Pokphand
Indonesia (CPI) melalui PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) dengan nilai 1
Triliun Rupiah dan tertuang dalam Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA).
Namun hal ini tidak terjadi dan membuat 7-Eleven harus tutup selamanya ini dipastikan
oleh PT Moden Internasional Tbk (MDRN) melalui keterbukaan informasi di bursa
saham. Informasi akuisisi yang batal dilakukan itu disebabkan oleh adanya
ketidaksepakatan sehingga berujung pada penutupan gerai-gerai yang dimiliki 7-Eleven
di Indonesia. Hal tersebut tentu sangat disayangkan oleh konsumen penggemar produk
7-Eleven yang mana banyak produk yang ditawari oleh 7-Eleven tidak dimiliki oleh
kompetitornya.
BAB II
STUDI LITERATUR

a. Faktor Internal dan Eksternal


Prioritas untuk mencapai keunggulan kompetitif dapat didefinisikan sebagai
serangkaian karakteristik kinerja yang konsisten yang dapat berkontribusi untuk
meningkatkan daya saing perusahaan (Castro, Santos & Silva 2008). Faktor daya
saing dapat dilihat sebagai konfigurasi perhatian dan alasan nyata keberadaan
perusahaan. “Alasan dasar” atau “alasan keberadaan” ini adalah aspek yang setelah
diidentifikasi dengan jelas dapat membantu meningkatkan organisasi, atau lebih
khusus lagi meningkatkan kinerjanya. Dapat dikatakan bahwa faktor daya saing
sesuai dengan variabel di mana organisasi harus berkinerja baik untuk bertahan dan
menonjol di pasar. Pengamatan faktor daya saing sangat penting bagi perusahaan
untuk meningkatkan kinerjanya dan dengan demikian mewujudkan misi, tujuan
strategis dan visi masa depan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi daya saing suatu organisasi, diantaranya
ialah faktor internal dan eksternal yang dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1 Faktor Internal Daya Saing

Faktor Internal
Faktor Variabel Pengertian
Manajemen rantai pasokan
telah menjadi cara untuk
meningkatkan daya saing,
Supply Chain Management dengan mengurangi
ketidakpastian dan
meningkatkan layanan
pelanggan.
Gerry mendefinisikan
kepemimpinan sebagai
proses mempengaruhi suatu
Integration organisasi atau kelompok
dalam suatu
organisasi dalam upayanya
untuk mencapai tujuan.
Managing Stakeholder
Sarah menjelaskan
kepemimpinan sebagai
tindakan memimpin
sekelompok orang atau
organisasi atau
memiliki kemampuan untuk
memimpin . Fielder
mendefinisikan
kepemimpinan sebagai
proses dari
mengarahkan,
mengkoordinasikan
pekerjaan anggota
kelompok.

Para pemimpin yang efektif


seharusnya
menjadi terampil, dan
mampu menerapkan strategi
dan membangun secara
efektif
sistem manajemen internal
organisasi dan
memanfaatkannya dengan
lebih baik
kemampuan inti organisasi
untuk mencapai efisiensi dan
menjadi
kompetitif atas para
pesaingnya
Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa
eksekutif menganggap
manajemen talenta sebagai
Staff Perfomance
faktor pembeda utama antar
perusahaan, menjadikannya
-Human Capital
prioritas strategis yang
penting.
Investasi dan pengembangan
kompetensi berkorelasi
Development of Competencies
positif dan signifikan dengan
daya saing.
Kualitas mendasari prinsip-
prinsip yang mencoba
memenuhi harapan
pelanggan mengenai produk
Quality Quality Management
dan layanan dan kebutuhan
teknis organisasi:
pengurangan kesalahan dan
biaya terkait. Indikatornya
mengungkapkan cara
organisasi mendapatkan
standar kualitas dalam proses
dan produk mereka dan
memenuhi harapan
pelanggan mereka, dengan
mengadopsi program untuk
mengurangi kesalahan dan
ketidaksempurnaan dalam
proses dan produk. Ini
mencakup kualitas produk
melalui peningkatan
berkelanjutan. Ini terkait
dengan faktor-faktor seperti:
sertifikasi kualitas, lingkaran
kualitas, kontrol kualitas,
manajemen kualitas,
manajemen kualitas
pemasok, produk
berkualitas, program
manajemen kualitas, teknik
kualitas dan kontrol kualitas
total (TQC).
Manajemen pengetahuan
menggabungkan inisiatif
teknis dan organisasi untuk
menghasilkan pengetahuan
terstruktur dan tidak
terstruktur, berkontribusi
untuk meningkatkan
efisiensi dengan cara
Knowledge Management
mempertahankan dan
menggunakan kembali
Knowledge
pengetahuan. Kemanjuran
organisasi ditingkatkan
dengan menggunakan
kembali pengetahuan untuk
meningkatkan pengambilan
keputusan.
Modal intelektual (merek,
paten, sistem bisnis, dan
Intellectual Capital
pelanggan dasar adalah
elemen kunci dari
keunggulan kompetitif
organisasi dan kinerja.
Dalam ekonomi berbasis
pengetahuan, modal
intelektual tetap menjadi aset
utama organisasi,
penggunaan dan penyebaran
sumber daya semacam itu
sama pentingnya dengan
sumber daya lainnya
Rantai pasokan yang efektif
untuk menciptakan daya
saing bergantung pada
pengiriman produk
berkualitas tinggi dan
layanan kompetitif yang
cepat, dengan biaya yang
masuk akal dan melibatkan
mitra dalam bisnis (Hewitt,
Reasonable and Lower Cost
1994; Hobbs et al., 1998;
Easton, 2002).

Fokus praktik bisnis yang


baik adalah mengurangi
limbah dan meningkatkan
Financial
daya saing melalui respons
Management
yang lebih cepat dan biaya
yang lebih rendah.
Sumber daya keuangan
adalah sumber daya dasar
diperlukan dan digunakan
untuk memperoleh sumber
daya lainnya. pendanaan
yang cukup
Financial Capabilities sangat diperlukan,
kemampuan keuangan
organisasi
memungkinkannya
memperoleh peralatan
modern, teknologi, tanah,
bangunan dan manusia
sumber daya untuk
operasinya yang mengarah
ke yang lebih lengkap [18].
Sumber daya keuangan
dilihat dari segi modal, kas,
debitur dan
pemasok uang [37].
Kemampuan pertumbuhan
akhir dari suatu organisasi
merupakan indikator kunci
dari daya saingnya
Norma koperasi dapat secara
positif mempengaruhi
kepuasan pelanggan. Melalui
norma kooperatif, mitra
bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama
(Siguaw, Simson & Baker,
1998). Hubungan kerja sama
itu menurunkan biaya
Organizational Structure and transaksi dan memungkinkan
Strategy penyelesaian perselisihan
secara damai, serta
membantu menghadapi
kemungkinan lain yang
melekat pada bisnis tertentu
Organizational (Claro, Hagelaar & Omta,
Management 2003). Selain itu, norma
kooperatif dapat mencegah
perilaku oportunistik dalam
suatu hubungan.
Kompetensi budaya
mencakup semua
keterampilan manusia dan
faktor organisasi yang
mempromosikan dan
mendorong penggunaan
Organizational Capabilities
modal budaya dalam
interaksi antara manusia dan
produksi. Jika tujuannya
adalah untuk
mempromosikan kreativitas
dan inovasi dalam bisnis,
interaksi budaya harus
dipertimbangkan sebagai
faktor yang dapat mengarah
pada kualitas ini
Penilaian kinerja sangat
penting bagi setiap
organisasi yang bercita-cita
untuk mencapai tingkat
efisiensi dan daya saing yang
tinggi. Dalam berbagai
bentuknya, evaluasi kinerja
Perfomance benar-benar mewakili nilai
tolok ukur yang memberi
tahu orang bagaimana
mereka telah bertindak dan
dengan demikian
memotivasi mereka untuk
mencapai tujuan yang lebih
tinggi.
Untuk menghadapi
tantangan daya saing perlu
bertindak berdasarkan
inovasi dan pengetahuan.
Bagi perusahaan untuk
meningkatkan daya saing
mereka mengenai konsepsi
Innovation and Technology
produk, kualitas dan
pengiriman yang cepat, perlu
berinovasi untuk
menghasilkan dengan
efisiensi maksimum (Sahay,
2000; Zylbersztajn et al.,
2003).
Dalam suasana kompetitif,
penting untuk menggunakan
sumber daya perusahaan
dengan cara yang tepat dan
Corporate Environmental Strategy untuk tujuan yang layak.
Sustainability
and Social Responsibility Tantangan sebenarnya
adalah merancang strategi
tanggung jawab sosial
perusahaan sedemikian rupa
sehingga membantu
mengatasi masalah sosial dan
juga memberikan
keuntungan bisnis bagi
perusahaan.
Penggunaan teknologi bersih
telah menyebarkan dampak
sosial dan ekonomi yang
mencakup peningkatan
Clean Practices, Products and
substansial dalam
Technologies
produktivitas dan daya saing,
selain keunggulan kualitas
lingkungan.

Sistem informasi adalah


bagian mendasar dari strategi
global karena data dalam
jumlah besar dapat
ditransmisikan melalui jarak
jauh secara instan. Oleh
karena itu, pengelola yang
berada di benua berbeda
dapat berbagi data dan
aplikasi yang sama dengan
mudah dan cepat. Tren ini
merupakan peluang baru
bagi para manajer untuk
mendesain ulang organisasi
mereka dan hubungan
mereka dengan mitra
komersial.

Investasi dalam teknologi


Information and Information Management and
informasi dan komunikasi
Communication Systems
merupakan faktor kunci tidak
hanya karena alasan
efisiensi, tetapi juga karena
alasan strategis. Usaha kecil
dapat menggunakan
Teknologi ini untuk
meningkatkan hubungan
dengan mitra mereka,
sehingga memperluas
pengaruh mereka pada
strategi mitra ini dan
menawarkan cara kerja yang
lebih efisien dan efektif.

Tabel 2 Faktor Eksternal Daya Saing

Faktor Eksternal
Faktor Pengertian
Regional or industry policies Kebijakan industri yang berfokus pada
penciptaan aglomerasi keterampilan khusus,
pengetahuan, institusi, dan bisnis yang saling
terkait dapat menyebabkan pengaruh positif
daya saing perusahaan, yang menguntungkan
lingkungan lokal dan konsentrasi regional.
(Falck, Heblich & Kipar (2010)
Quality of infrastructure Infrastruktur merupakan faktor penting bagi
pembangunan ekonomi daerah; Kualitas
faktor ini mempengaruhi daya saing
perusahaan berdasarkan aksesibilitas sumber
daya sebagai layanan publik, dampak pada
biaya operasional dan produktivitas
perusahaan Iimi (2011); NaAllah (2012).
Industry conditions Kondisi industri mempengaruhi daya saing
suatu perusahaan, menjadi satu-satunya cara
untuk bertahan dalam lingkungan yang
berubah dengan persaingan yang tinggi. Porter
(1979); Bai & Sarkis, (2012)
Institutionality of the industry Kelembagaan suatu industri dapat
mempengaruhi dan mempengaruhi daya saing
perusahaan peserta pasar tertentu, mengingat
pengaruh infrastruktur, pendidikan, pasar
tenaga kerja, antara lain, yang penting.
karakteristik untuk mendorong pengembangan
daya saing organisasi. Camison & Fores
(2015); Eriksson & Lindgren (2009);
Rodríguez-Pose & Hardi (2016).
Link between academia-government-firms Intensitas hubungan dan dukungan antara
akademisi, pemerintah dan perusahaan
meningkatkan peningkatan daya saing
organisasi yang merupakan dasar untuk
jaringan, penelitian dan pengembangan,
inovasi dan aksesibilitas ke sumber-sumber
swasta dan publik, undangundang dan
kebijakan seputar pengembangan kegiatan
ekonomi dan dukungan dari pemerintah
kepada perusahaanperusahaan dalam suatu
industri. Marek & Blazek (2016); Kveton &
Horak (2018); Roxas, Chadee & Pacoy (2013)
Networking and cooperation between Kemitraan dan kerjasama antara perusahaan
companies menawarkan koneksi strategis, aliansi dan
hubungan, menjadi signifikan untuk
mengembangkan daya saing organisasi.
Jaringan di antara perusahaan perusahaan
dalam suatu industri dapat mengarah pada
peningkatan daya saing organisasi yang
berfokus pada kegiatan inti dan peluang yang
mungkin ada di pasar Cao, Li, Wang, Luo &
Tan, (2018); Buciuni, G., Coro, G., & Micelli,
S (2013); Hinkkanenn& Vaatanen (2011);
Mazola, Brukoleri & Perrone (2009)

b. Resource Based View (RBV)


Pandangan berdasarkan sumber daya atau biasa dikenal dengan Resource Based
View (RBV) ialah salah satu metode pendekatan yang digunakan agar dapat mencapai
keunggulan kompetitif dari suatu organisasi yang mana organisasi tersebut diharuskan
memiliki pandangan ke dalam perusahaan untuk dapat mengetahui ataupun
menemukan sumber keunggulan kompetitif daripada melihat lingkungan yang lain
diluar dari perusahaan atau biasa dinamakan lingkungan eksternal perusahaan. Untuk
itu dapat diketahui bahwa RBV merupakan elemen kunci yang dapat digunakan untuk
mencapai kinerja perusahaan yang unggul dibanding dengan kompetitornya salah
satunya dengan menunjukkan penggunaan VRIO maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan memungkinkan untuk dapat dan mempertahankan keunggulan kompetitif.
Berikut kerangka model Resource Based View:
Gambar 2 Kerangka Model RBV

Untuk mencapai keunggulan kompetitif dan memenangkan kompetisi dalam bisnis,


perusahaan diharuskan memiliki kiat-kiat yang sesuai dan tepat agar cakap serta unggul
bersaing secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan tetap fokus pada sumber
daya dan kemampuan yang dimiliki terkait dalam menerapkan konsep RBV dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya. Dengan penerapan RBV maka perusahaan dapat unggul
dalam bersaing secara berkesinambungan dengan kompetitornya dengan mengendalikan aset-
aset yang dimiliki secara strategis baik yang tangible ataupun yang intangible yang mana kedua
aset tersebut harus terus diperhatikan secara seksama oleh perusahaan.
Yang menjadi fokus untuk memperhatikan konsep RBV ialah masalah sumber daya
internal yang dimiliki perusahaan untuk itu Barney (1991) berpendapat bahwa untuk mencapai
organisasi yang berhasil dan unggul maka ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki dari sisi
internal perusahaan dan terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
1. Sumber daya yang bermodalkan fisik dari suatu organisasi contohnya ialah pabrik
berikut peralatannya, teknologi, lokasi serta saluran ke bahan mentah
2. Sumber daya yang bermodalkan manusia, contohnya seluruh pegawai, pelatihan yang
diadakan organisasi, pengalaman dari pegawai ataupun organisasi yang telah
dijalankan, penilaian pada karyawan, keterampilan, kemampuan dan wawasan yang
dimiliki pekerja pada organisasi.
3. Sumber daya yang bermodalkan organisasi, contohnya ialah struktur dari organisasi itu
sendiri, sistem pada perencanaan, pengendalian dan koordinasi, sistem informasi serta
hubungan antara organisasi dan lingkungan persaingan selain itu termasuk juga
dalamnya Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh organisasi. Ketika organisasi
ataupun perusahaan menerapkan konsep RBV dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya maka harus mampu mengelola sumber daya internal yang dimiliki
dengan meniti berbagai macam strategi yang dapat dijadikan penopang sehingga
mampu bersaing dalam jangka waktu yang lama.
Berdasarkan hal diatas maka organisasi harus memiliki sumber daya yang dapat
dikendalikan dan diperiksa atributnya seperti heterogeneity (keunikan) dan immobility (sumber
daya tidak bergerak atau berpindah). Dapat dikatakan jika dua organisasi yang memiliki
sumber daya dan menyusun strategi yang sama maka kedua organisasi tersebut akan
menaikkan efisiensi dan efektivitas yang dimiliki berdasar tipe yang sama dan tingkat yang
sama. Selain itu Barney (1991) berpendapat bahwa dalam organisasi untuk memiliki
kesanggupan dalam mencapai keunggulan berlanjutan maka sumber daya harus memiliki
empat atribut yaitu:
1. Value, yang artinya suatu organisasi harus bernilai dalam hal memberikan
peluang atau menetralisir ancaman terhadap lingkungan organisasi.
2. Rare, berarti suatu organisasi harus memiliki sumber daya yang langka diantara
pesaing organisasi serta memiliki hal yang potensial
3. Imitability, dapat dikatakan bahwa sumber daya yang dimiliki akan susah
ditiru, dibeli ataupun digantikan oleh perusahaan sejenis dalam tingkat
persaingan
4. Organization, langkah terakhir dalam kerangka analisis VRIO yang
mengatakan bahwa suatu organisasi harus melewati ketiga persyaratan yaitu
Value, Rare, Imitability sehingga juga sumber daya telah melewati ketiga hal
tersebut perusahaan harus mampu mengorganisir faktor organisasi yang ada
sehingga dapat mencapai keunggulan kompetitif diantara pesaing.
BAB III
PEMBAHASAN

a. Analisa Kondisi Industri


7-Eleven selain menjual produk dari jenis consumer good juga menjual berbagai
macam produk buatan rumah atau homemade seperti slurpee, big gulp, big bite yang
mana produk-produk tersebut adalah menu fast food paling banyak diminati para
konsumen dan hal tersebut membuat 7-eleven terlihat berbeda dengan para
kompetitornya. Perbedaan yang kuat atau paling menonjol dirasakan ialah pelanggan
dapat dengan bebas beracik bahan dan komposisi makanan ataupun minuman yang
akan dibeli sehingga dapat menarik konsumen akibat keunikannya tersebut.
Di 7-Eleven sendiri harga yang ditawarkan cukup terjangkau, lalu untuk bahan
makanannya pun masih ‘fresh’ serta tersedia setiap saat hal ini sesuai dengan targetnya
yaitu didominasi oleh anak muda. Selain itu 7-Eleven juga memiliki beberapa
keunggulan dengan pemilihan tempat didaerah pemukiman strategis dengan
pelayanannya yang konsisten pada setiap cabang. Henri Honoris selaku Presiden
Direktur PT. Modern Putra Indonesia mengatakan bahwa strategi perusahaan untuk
mempromosikan produknya ialah melalui social media seperti facebook, instagram dan
twitter untuk menjangkau semua tingkatan konsumen.
Teknologi yang digunakan 7-Eleven memiliki beberapa pertimbangan seperti
cost saving dan efesiensi dengan menggunakan CISCO System yang berhubungan
dengan pos warehousing dan stock inventory. Dalam hal kerja sama, 7-Eleven juga
mengadakan partisipasi kerja yang dilakukan dengan Amazon Credit selanjutnya
strategi pemasaran corporat dan setiap gerai diwajibkan untuk memperhatian perilaku
konsumen. 7-Eleven konsisten menjaga hubungan dengan konsumen dengan
menwarkan berbagai program yang menarik terkait dengan acara dan program promosi
khusus. Salah satu contohnya ialah setiap tanggal 11 di bulan Juli maka semua outlet
akan mengadakan program “7 Eleven Days” dan acara tersebut dipromosikan melalu
media sosial agar dapat diketahui lebih banyak kalangan konsumen dengan
menggunakan hashtag #7ElevenDay atau #FreeSlurpeeday yang mana minuman yang
disebutkan akan dibagikan secara gratis. Pengaturan layout dari masing-masing gerai
merupakan salah satu penentu konsumen akan berbelanja secara impulsif contohnya
dengan pemasangan promosi “free slurpe” dan lokasi produk yang dipromosikan
secara strategis yang dapat dilihat konsumen. Selain produk asli dari 7-eleven, di setiap
gerai juga dapat ditemui produk-produk lokal pada setiap daerah gerai contohnya ialah
craft beer yang ditawarkan berbeda-beda pada setiap gerai 7-Eleven.
Terdapat tujuh strategi yang digunakan 7 eleven dalam mengembangkan
bisnisnya yaitu sebagai berikut:

• Mengimplementasikan program-program terbaru dari makanan dan


minuman segar dengan meluncurkan fresh noodle serta penambahan
produk fast food seperti ayam goreng dan lainnya. Hal ini merupakan
langkah berupa strategi pengembangan format untuk gerai baru yang
telah beroperasi.
• Menawarkan layanan yang dapat memudahkan konsumen seperti
layanan digital kios, contohnya ialah pembelian tiket konser,
pembayaran kartu telepon, tiket kereta api listrik serta lainnya. 7-Eleven
juga mengimplementasikan layanan kerja sama dalam hal sistem
delivery order agar dapat memudahkan konsumen ketika melakukan
pembelian. Selain itu 7-Eleven juga memiliki program CSR dengan
memberdayakan warga sekitar gerai untuk mengantarkan pesanan
konsumen.
• Berekspansi dengan membuka gerai-gerai yang ada disekitar keramaian
dan sangat dibutuhkan konsumen contohnya dengan gerai yang lebih
kecil dan terletak di stasiun-stasiun, apartement, ataupun bisa di lokasi
lebih besar seperti Mall dan pusat perbelanjaan.
• Berkerja sama dengan JV dan Warabeya Nichiko Co Ltd Japan untuk
meningkatkan mutu dan kualitas perusahaan dengan melakukan
pengembangan keahlian agar dapat mengembangkan produk yang
dimiliki, penambahan variasi menu yang sudah ada agar tidak tertinggal
dari kompetitor, peningkatan kualitas yang sudah ada serta memperbaiki
kemasan dari setiap produk yang dijual.
• Salah satu yang menjadi fokus 7-Eleven ialah membangun fasilitas
infrastruktur gudang dan pabrik makanan agar dapat menungjang
keberadaan dan pengembangan dari setiap gerai yang dimiliki.
• Mengembangkan training center dan fasilitas lainnya yang mendukung
rekrut karyawan serta pelatihan karyawan secara berkala.
• Melakukan strategi-strategi pemasaran yang intensif dengan
menjalankan berbagai kegiatan promosi sehingga berdampak pada
peningkatan jumlah gerai yang dimiliki.

b. Analisa Faktor-Faktor Daya Saing Penyebab Kegagalan


Perusahaan 7-Eleven yang di bawah naungan PT Modern International Tbk
mengalami kebangkrutan sehingga mereka mengharuskan untuk menutup gerai
yang ada di Indonesia tepatnya pada tahun 2017. Berikut ini adalah beberapa
penyebab kegagalan daya saing 7-Eleven:
1. Faktor Internal
• Pengetahuan, yaitu pengelolaan pengetahun
Penutupan usaha atau gerai yang dilakukan oleh 7-Eleven terjadi karena tidak
adanya kejelasan perbedaan diantara konsep 7-Eleven dengan konsep dari
restoran skala menengah, dan juga cepat saji. Ini terjadi tidak lain dikarenakan
konsep dari 7-Eleven itu sendiri menggunakan konsep Convenience Store,
namun yang terjadi dilapangan 7-Eleven menjual produk cepat saji, wi-fi, dan
tempat duduk bagi pelanggannya. Ini secara tidak langsung membuat 7-Eleven
mengalami kesulitan dalam menghadapi kompetitor yang sejenis.
• Pengelolaan Keuangan, yaitu kemampuan finansial
1) Perluasan yang dilakukan oleh 7-Eleven dinilai terlalu awal atau terlalu
cepat. Sehingga perusahaan mengalami kekacauan dalam aktifitas modal
kerjanya. Dana yang awalnya diperuntukkan untuk operasional perusahaan,
tetapi digunakan untuk membayar suku bunga dan pinjaman ke bank.
2) Pembengkakan Laporan Keuangan
Dari data laporan keuangan 7-Eleven, diketahui bahwasanya ada
pembengkakan pada beban biaya operasional. 7-Eleven mengalami
kerugian yang ditaksir senilai Rp 447,9 miliar pada kuartal 1 tahun 2017.
• Pengelolaan Keuangan, yaitu profitabilitas kinerja
7-Eleven mengeluarkan banyak sekali biaya operasionalnya untuk membayar
sewanya dan melakukan renovasi besar-besaran. Pengeluaran pada biaya
operasional ini berpengaruh terhadap arus kas dari perusahaan. Seharusnya
perusahaan menggunakan biaya operasional tersebut untuk membayar sewa
gerai pertahun saja, tidak harus untuk 5-10 tahun kedepan. Agar dana yang
tersisa bisa digunakan untuk hal yang lainnya.
2. Faktor Eksternal
• Regional or industry policies
7-Eleven mengalami kegagalan dalam mempertahankan bisnisnya di Indonesia
salah satu penyebab yang paling utama adalah terdapatnya larangan keras dari
pemerintah mengenai penjualan minuman beralkohol. Di Indonesia terdapat
batasan-batasan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 06/M-
DAG/PER/1/2015. Tidak hanya itu, terdapat ketidakjelasan 7-Eleven dalam
memperoleh perizinan mendirikan usaha, 7-Eleven dinilai lebih cocok sebagai
toko ritel dengan kategori minimarket, namun menurut peraturan yang berlaku
kategori ini tidak diperbolehkan dimiliki oleh asing.
• Kondisi industri
Banyaknya kompetitor atau pesaing yang bermunculan dengan bisnis yang
sama dan menawarkan harga yang murah membuat para pelanggan 7-Eleven
mulai berpindah ke kompetitor. Selain itu juga dipengaruhi oleh menurunnya
daya beli dari masyarakat di tahun 2017, sehingga menyebabkan pola konsumsi
dari masyarakat yang mulai berbeda.

c. Analisa Perspektif Daya Saing


Pada masanya, 7-Eleven merupakan salah satu waralaba yang sangat populer di
Indonesia. Puncaknya pada sekitar 2010an, 7-Eleven mempunyai 190 gerai yang tersebar
diseluruh Indonesia. 7-Eleven selalu melakukan usaha-usaha untuk mengembangkan
usahanya. Salah satu yang dilakukan pihak 7-Eleven ialah melakukan ekspansi yang masif
sehingga 7-Eleven menyebar keseluruh Indonesia. Kemudian, 7-Eleven juga mengembangkan
inovasi baru sehingga orang-orang khususnya remaja bisa nongkrong di 7-Eleven yang mana
hal ini menjadikan kompetitor 7-Eleven merasa terganggu dan mulai menirunya. Selain itu
adapun hal-hal yang dilakukan 7-Eleven sehingga dapat memimpin pasar, diantaranya yaitu :
1. Mempunyai beberapa produk khasnya sendiri. Untuk makanan dan minuman, 7-Eleven
mempunyai beberapa produk khas mereka sendiri yang tidak dapat ditemukan ditempat
lain. Beberapa menu khas tersebut yang dimiliki oleh 7-Eleven antara lain ialah Slurpee,
Café Select, 7 Fresh, Big Gulp, dan Big Bite
2. Adanya tempat nongkrong. Pada masanya, 7-Eleven merupakan suatu swalayan yang
menerapakan adanya tempat nongkrong kepada konsumennya, khususnya remaja
3. Adanya internet gratis. Hal ini membuat orang-orang semakin betah untuk berlama-lama
di 7-Eleven.
Dari beberapa penjelasan diatas bisa kita simpulkan sendiri bahwa 7-Eleven menggunakan
pendekatan RBV (Resource Based View) dalam pendekatannya. Hal ini ditujukan agar dapat
membuat perusahaan menjadi pemimpin pasar dengan memanfaatkan kekuatan internalnya.
Sayangnya, 7-Eleven terpaksa tutup di Indonesia. Hal ini jika dilihat analisis SWOT ialah
sebagai berikut:

Tabel 3 Analisis SWOT pada 7-Eleven

Strength Weakness
1. Lokasi gerai strategis 1. Harga produk yang ditawarkan
2. Memiliki banyak produk untuk cenderung lebih tinggi dibanding
ditawarkan kepada konsumen kompetitornya
3. Tersedianya jaringan internet gratis 2. Lahan parkir yang ada pada setiap
4. Memiliki pelayanan yang lebih gerai tidak luas
ramah dibanding kompetitor 3. Biaya Operasional yang besar
4. Tidak tersedianya minuman
beralkohol sejak 2015
5. Ekspansinya tidak secepat
kompetitor pesaing
Oppurtunity Threat
1. Mempunyai peralatan yang lebih 1. Banyak lokasi usaha yang sama
canggih dibanding kompetitor 2. Banyak usaha dalam industry
2. Membuat usahanya disekitar sekolah 3. Persaingan yang sangat ketat
maupun universitas

Menurut analisis dari kelompok kami, dapat dilihat dari beberapa Weakness tabel diatas
mengapa 7-Eleven gagal di Indonesia. Diantaranya :
1. Harga produk yang ditawarkan cukup tinggi.
Dibanding dengan para kompetitornya seperti Alfamart dan Indomaret, harga produk
yang ditawarkan 7-Eleven cukup tinggi. Hal ini dilakukan 7-Eleven untuk menutupi
baiaya operasionalnya Akan tetapi hal ini membuat konsumen beralih kepada
kompetitor lainnya. Sebaiknya 7-Eleven perlu menurunkan harga produknya agar dapat
bersaing dengan kompetitornya.
2. Lahan parkir yang kecil
Rata-rata pengunjung 7-Eleven ialah remaja yang mana selalu membawa kendaraan.
Hal ini membuat konsumen agak kesulitan dalam memarkirkan kendarannya. Untuk ini
7-Eleven perlu mencari lokasi yang mana tersedianya lahan yang agak besar untuk
dijadikan tempat parkir.
3. Biaya operasional yang besar
Target dari konsumen 7-Eleven ialah remaja, akan tetapi harga produk yang agak tinggi
dibanding kompetitor membuat remaja enggan berbelanja terlalu banyak yang
membuat biaya operasional menjadi tidak tertutupi
4. Tidak tersedianya minuman beralkohol
Pada tahun 2015, Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan nomor 06 tahun 2015
melarang penjualan minuman beralkohol di Convenience Store dan Minimarket. Hal
ini membuat 7-Eleven kehilangan sekitar 24% pendapatannya ditahun berikutnya. Hal
ini sebenarnya bisa disiasati dengan mengandalkan produk minuman yang hanya
terdapat 7-Eleven, akan tetapi pihak 7-Eleven tidak sadar akan hal ini.
5. Ekspansinya tidak secepat kompetitor lainnya.
Dilihat dari kompetitor seperti Alfamart dan Indomaret yang sangat cepat melakukan
ekspansi, sebaiknya pihak 7-Eleven juga melakukan ekspansi yang masif. Akan tetapi,
karena izin yang dikeluarkan oleh pemerintah berbentuk restoran dan bukan izin
swalayan maka pihak 7-Eleven tidak bisa melakukan ekpansi secara masif. Ekspansi
besar-besaran sebenarnya dapat dilakukan oleh 7-Eleven jika surat izin usahanya ialah
swalayan dan bukan restoran.
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
7-Eleven adalah sebuah jaringan convenience store (toko kelontong) yang mulai
membuka bisnisnya di Indonesia pada tahun 2009. 7-Eleven memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan kompetitor sejenis, seperti mempunyai produk
sendiri dengan ciri khasnya yang membuat orang-orang akan kenal bahwa produk
tersebut dari 7-Eleven, dan menyediakan tempat nongkrong dengan fasilitas
internet. Namun masa kejayaan untuk 7-Eleven tidak berlangsung lama. Tepatnya
di tahun 2017, 7-Eleven mengumumkan penutupan semua gerai mereka yang ada
di Indonesia. Penutupan gerai ini terjadi dikarenakan banyaknya faktor baik itu
internal maupun eksternal sehingga membuat 7-Eleven mengambil tindakan untuk
menutup gerai mereka. Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga produk yang
ditawarkan cukup tinggi, lahan parkir yang kecil, biaya operasional yang besar,
tidak tersedianya minuman beralkohol, dan ekspansinya tidak secepat kompetitor
lainnya.

b. Rekomendasi
Saran atau rekomendasi dari penulis pada masalah ini yaitu diharapkan 7-
Eleven dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan pada manajemen mereka
khususnya dibidang perencanaan keuangan, dan menawarkan produk kepada
masyarakat sesuai dengan kondisi negara tersebut. Misalnya jika 7-Eleven yang ada
dinegara lain dengan produknya minuman keras dapat menyumbang hampir
setengah pendapatannya, seharusnya 7-Eleven yang ada di Indonesia juga menjual
produk khasnya yang memang diperuntukkan untuk konsumen Indonesia saja,
karena mengingat minuman keras tidak boleh diperjual belikan di negara ini. Untuk
pada akhirnya 7-Eleven dapat kembali buka di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anisah. 2016. Strategi Adaptasi Convience Store (Studi Kasus 7-Eleven di Indonesia), ADLN
Perpustakaan Universitas Airlangga.
Barney, J. B. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of
Management, Vol. 17, pp.99–120.
Dani Rahadian M. 2017. Penerapan Konsep Resources-Based View (Rbv) Dalam Upaya
Mempertahankan Keunggulan Bersaing Perusahaan. Jurnal Ilmu Administrasi Media
Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi
Detik Finance. Detik Finance. 2017. Perjalanan 7-Eleven di RI, dari Booming Hingga Tutup.
Diakses pada 23 Desember 2022. Tersedia di https://finance.detik.com/berita-ekonomi-
bisnis/d-3545042/perjalanan-7-eleven-di-ri-dari-booming-hingga-tutup
IDN Times. 2017. Beberapa Alasan Kenapa Gerai 7-Eleven Tutup di Indonesia. Beberapa
Alasan Kenapa Gerai 7-Eleven Tutup di Indonesia. Diakses pada 23 Desember 2022.
Tersedia di https://www.idntimes.com/news/indonesia/sarah-apriliana-rosyadi/gerai-
7-eleven-tutup-di-indonesia-c1c2?page=all
Jurnal.id. 2017. “4 Penyebab Tutupnya Bisnis 7-Eleven di Indonesia”, Diakses pada 24
Desember 2022. Tersedia di https://www.jurnal.id/id/blog/2017-4-penyebab-tutupnya-
bisnis-7-eleven-di-indonesia/
Kompas. 2017. “Menurut Fitch Ratings, Ini Penyebab Tutupnya 7-Eleven di Indonesia”,
Diakses pada 24 Desember 2022. Tersedia di
https://money.kompas.com/read/2017/07/04/091000926/menurut.fitch.ratings.ini.peny
ebab.tutupnya.7-eleven.di.indonesia?page=all,
Kontan. 2014. Mau Tahu Strategi Bisnis 7-Eleven di Indonesia?. Diakses pada 24 Desember
2022. Tersedia di https://amp.kontan.co.id/news/mau-tahu-strategi-bisnis-7-eleven-di-
indonesia.
M. Xue, Jennie. 2018. Kejayaan 7-Eleven di Dunia dan Kegagalan di Indonesia. Diakses pada
24 Desember 2022. Tersedia di https://www.jenniexue.com/kejayaan-7-eleven-di-
dunia-dan-kegagalan-di-indonesia/
Pankaj M Madhani. 2010 .Resource Based View (RBV) of Competitive Advantage An
Overview. Diakses pada 25 Desember 2022. Tersedia di
https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1578704
Pressreader. 2017. Belajar dari Strategi Diferensiasi 7-Eleven. Diakses pada 25 Desember
2022. Tersedia pada https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-
pos/20170630/281625305318522
Roman, Darlan., Janaina Piana., Marie Anne Stival Pereira e Leal Lozano., & Nelson De Mello.
2012. "Organizational Competitiveness Factors", Brazilian Business Review, Vol. 9,
No. 1, pp 25-42. DOI:10.15728/bbr.2012.9.1.2

Anda mungkin juga menyukai