Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021/2022

NAMA : Filli Yuniarti Tanjoeng

NPM : 51421220033

MATA KULIAH : Advanced Marketing Management

JUDUL : Tutupnya Gerai Seven Eleven di Indonesia


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................1

PENDAHULUAN ..................................................................................................2

ANALISIS...............................................................................................................3

SOLUSI/PEMBAHASAN .....................................................................................6

KESIMPULAN ......................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................10

1
1. Pendahuluan

7-Eleven merupakan bisnis convenience store dari PT. Modern Sevel Indonesia
yang telah eksis di Indonesia sejak tahun 2009. 7-Eleven merupakan pelopor convenience
store pertama di Indonesia dan mengikuti oleh beberapa kompetitor lainnya. Sebagai
salah satu convenience store, 7-Eleven memberikan kenyamanan bagi pelanggannya,
salah satunya dengan memberikan jaringan Internet gratis untuk pelanggan setia. Oleh
karena itu, 7-Eleven selalu meramaikan oleh pengunjung dari pelajar, mahasisiwa, hingga
orang-orang kantoran. Pelanggan puas berkunjung ke 7-Eleven.

PT Modern Sevel Indonesia (MSI) resmi mengibarkan bendera putih tepat pada
30 Juni 2017. Bendera putih tersebut menandakan berhentinya atau tutupnya seluruh
gerai waralaba 7-Eleven (Sevel) yang beroperasi di Indonesia. Usia Sevel di Indonesia
hanya mampu bertahan selama 8 tahun sejak pertama kali beroperasi di Indonesia.
Pengumuman tutupnya seluruh gerai Sevel di Indonesia diumumkan sejak Jumat
(23/6/2017) oleh PT Modern Internasional Tbk (MDRN) melalui keterbukaan informasi
di bursa saham.

Melansir 7elevenid.com, Sabtu (1/7/2017). Sevel melalui PT MSI resmi


mengembangkan jaringan bisnis di bidang convenience store di Jakarta. Indonesia adalah
negara ke-17 di dunia yang membuka bisnis waralaba 7-Eleven. Hingga 31 Desember
2014, jumlah outlet Sevel yang beroperasi di DKI Jakarta telah mencapai 190 gerai. Awal
mula gerai 7-Eleven mendunia pada 2008 yang dilakukan penandatanganan Letter of
Intent Master Franchise gerai 7-Eleven di Dallas, Amerika Serikat. Pada 2009, ada
penandatanganan Master Franchise Agreement 7-Eleven di Tokyo, Jepang.

Pada 2009 juga menjadi awal mula cerita Sevel Indonesia masuk ke Indonesia,
tepatnya pada 7 November 2009, yang membuka di Bulungan, Jakarta Selatan. Pada saat
itu pula, bisnis ritel di Indonesia merupakan bisnis yang memiliki prospek dan peluang
sangat menjanjikan untuk beberapa tahun mendatang. Ekspansi juga terus dilakukan, di
mana pada 2010 kembali melakukan pembukaan gerai 7-Eleven yang ke-21 di Indonesia.
Pada 2011, gerai Sevel Indonesia menjadi 57, dan pada tahun ini juga dilakukan

2
pembukaan PT Fresh Food Indonesia). Pada 2012 pembukaan gerai 7-Eleven ke-100,
sampai Desember 2014 gerainya menjadi 190 gerai.

Meski memiliki banyak gerai, namun perjalanan bisnis usaha PT MSI ini
mengalami persaingan ketat dengan beberapa ritel dengan konsep bisnis yang serupa
seperti Lowson, Family Mart, Indomaret Poin, dan lainnya. Persaingan yang ketat
membuat Sevel mengalami kerugian yang cukup lama. Bahkan, adanya aturan-aturan
seperti larangan penjualan minuman beralkohol juga menjadi salah satu Sevel
ditinggalkan masyarakat.

Usai mengalami kerugian, pada awal 2017 ada isu akuisisi 7-Eleven oleh PT
Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) yang merupakan entitas dari PT Charoen
Pokphand Indonesia (CPI) Tbk. Kedua perusahaan tersebut telah menyepakati akuisisi
dengan nilai Rp 1 triliun, kesepatakan tersebut tertuang dalam Conditional Sales Purchase
Agreement (CSPA). Namun, kabar akuisisi tersebut batal terealisasi dikarenakan adanya
ketidaksepakatan. Informasi itu disampaikan oleh manajemen PT Modern Internasional
Tbk (MDRN) sebagai induk usaha dari PT Modern Sevel Indonesia yang merupakan
pemegang hak master franchise sevel di Indonesia melalui keterbukaan informasi, Senin
(5/6/2017).

Pembatalan akusisi itu juga berujung pada informasi penutupan gerai 7-Eleven di
Indonesia. Akhir bulan Juni 2017, PT Modern Sevel Indonesia (SMI) resmi menutup
seluruh gerai waralaba 7-eleven (sevel) yang beroperasi di DKI Jakarta. Hal tersebut
telah diumumkan sejak Jumat (23/6/2017) oleh PT Moden Internasional Tbk (MDRN)
melalui keterbukaan informasi di bursa saham. Beberapa penyebab tutupnya bisnis 7-
Eleven yaitu, Tutupnya Bisnis Ekspansi Secara Cepat dan Agresif, Tutupnya Bisnis
Biaya Operasional Berlebih, Pembengkakan Laporan Keuangan dan Daya Beli Menurun.

2. Analisis

Tutupnya Bisnis Ekspansi Secara Cepat dan Agresif

Chandra Wijaya, sebagai Direktur Keuangan Modern Internasional menyadari


bahwa ekspansi gerai 7-Eleven melakukan terlalu cepat di awal. Ekspansi yang dilakukan

3
oleh 7-Eleven membiayai oleh pinjaman sehingga dana yang seharusnya dapat
menggunakan untuk operasional bisnis justru mengunakan untuk membayar pinjaman
beserta bunga yang jumlahnya sangat signifikan. Hal ini tentu dapat mengganggu modal
kerja.

Tutupnya Bisnis Biaya Operasional Berlebih

Sebelum memulai bisnisnya, 7-Eleven telah melakukan pembayaran sewa tempat


untuk 5-10 tahun ke depan, di mana biaya tersebut telah mereka bayarkan di muka. Tak
hanya itu, 7-Eleven juga melakukan renovasi besar-besaran untuk mengikuti standar 7-
Eleven Inc. Hal ini tentu memberikan dampak negatif bagi arus kas perusahaan, yaitu
modal yang seharusnya menggunakan untuk biaya operasional perusahaan justru terpakai
di awal untuk biaya sewa yang seharusnya dapat membayarkan per bulan atau per tahun.

Pembengkakan Laporan Keuangan

Beban biaya operasional membengkak dalam laporan keuangan 7-Eleven.


Menurut laporan keuangan konsolidasian MDRN, pada kuartal 1 2017 7-Eleven
mengalami kerugian hingga Rp447,9 miliar. Di mana pada kuartal 1 2016, 7-Eleven
masih mendapatkan laba sebesar Rp21,3 miliar.

Daya Beli Menurun

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengaku bahwa pada lebaran 2017


lalu telah terjadi penurunan daya beli masyarakat yang menyebabkan oleh pola konsumsi
masyarakat yang semakin cerdas dalam menggunakan uangnya. Ditambah lagi
kompetitor 7-Eleven yang semakin menyebar dan menawarkan bisnis serupa dengan
harga yang lebih murah. Hal ini semakin membuat 7-Eleven ditinggalkan oleh
pelanggannya.

Kurangnya Pengalaman dan Strategi Pemasaran. Usaha atau bisnis dalam kontek
usaha masyarakat, tetap perlu ada pengalaman usaha. Kalo sekiranya pemodal dan
pemilik belum pengalaman maka belilah orang untuk dijadikan staf atau partner usaha,
baik secara aktif maupun konsultan. Pengalaman berhubungan dengan bagaimana
menjual,kepada siapa menjual, mengikat pelanggan, menangkap reaksi pelanggan dan

4
lain-lain. Secara umum masyarakat sebagai pelaku usaha, mampu dan giat dalam
produksi, baik dalam usaha kerajinan, makanan, layanan jasa dan lain-lain namun tidak
mempunyai kekuatan dan metode dan konsep pemasaran yang sistematis, ketika hari ini
cukup laku maka tidak memperhitungkan kemungkinan bulan yang akan datang bahkan
tahun-tahun mendatang. Rata-rata tidak mempunyai rencana pemasaran, bahkan rencana
usaha atau bisnis plan, sehingga rencana peningkatan usaha juga tidak bisa dijadwalkan
dan dipacu untuk dicapai.

Selain itu, kondisi ini juga mengemukakan pentingnya model bisnis yang solid
bagi profil kredit peritel. PT Modern Internasional Tbk menyatakan menutup semua gerai
7-Eleven pada 30 Juni 2017 dikarenakan kurangnya sumber daya untuk membiayai
operasional gerai. Pengumuman ini dibuat beberapa pekan setelah kesepakatan menjual
anak usaha yang mengelola 7-Eleven kepada PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk gagal.
Model bisnis Modern Internasional untuk jaringan 7-Eleven terganggu oleh
perkembangan peraturan yang tidak menguntungkan.

Pada tahun 2015, sekira 20 gerai 7-Eleven ditutup. Adapun pada tahun 2016 ada
25 gerai yang ditutup, menyisakan hanya 161 gerai. Penutupan gerai ini menyusul aturan
Kementerian Perindustrian pada April 2015 yang melarang penjualan minuman
beralkohol di gerai ritel modern kecil seperti 7-Eleven. Padahal, minuman beralkohol
menyumbang sekitar 15 persen penjualan Modern Internasional. Penutupan gerai
berdampak pada penurunan penjualan sebesar 28 persen dan kerugian EBITDA pada
tahun 2016. Fitch meyakini, permasalahan bisnis yang dialami 7-Eleven dikarenakan
tidak jelasnya perbedaan antara gerai 7-Eleven dengan jaringan restoran cepat saji dan
restoran skala menengah di Indonesia.

7-Eleven harus menghadapi kuatnya persaingan dengan jaringan restoran cepat


saji dan pedagang makanan tradisional yang masih sangat populer di kalangan konsumen
Indonesia. Profil risiko bisnis ini sangat berbeda dibandingkan minimarket dan
convenience store, seperti Alfamart dan Indomaret, yang lebih menegaskan profilnya
untuk menjual barang kebutuhan sehari-hari dan jaringannya lebih luas. Di samping itu,
gerai-gerai 7-Eleven juga memiliki biaya sewa yang lebih tinggi. Bagaimana tidak, 7-
Eleven menyediakan area duduk yang membutuhkan area luasan toko yang lebih luas.

5
Pun sebagian besar gerai 7-Eleven di Jakarta berlokasi di area utama yang pastinya
memiliki biaya sewa yang lebih tinggi.

3. Solusi/Pembahasan

Kontradiksi penutupan 7-Eleven merupakan hal yang wajar. Alasannya,


bagaimanapun, keberadaan 7-Eleven selama kurang lebih sembilan tahun di Indonesia
telah menjadi bagian dari budaya pop modern remaja, khususnya remaja Jakarta. 7-
Eleven telah menjadi salah satu tempat nongkrong favorit remaja, dengan Slurpee dan
keripik kentang bersaus yang menjadi ciri khas mereka.

Kasus penutupan 7-Eleven menjadi sebuah pelajaran berharga bagi dunia bisnis.
Mengingat, di beberapa negara, 7-Eleven justru sukses bertahan dan berkembang.
Beberapa spekulasi muncul mengenai penyebab gagalnya 7-Eleven di Indonesia. Mulai
faktor internal manajemen 7-Eleven Indonesia sendiri, seperti perumusan model bisnis
yang tidak pas akibat kegagalan memosisikan produknya di pasar, hingga faktor eksternal
seperti aturan usaha yang dipandang tidak mendukung keberadaan gerai 7-Eleven di
Indonesia.

Kegagalan suatu bisnis dalam mengenali dan mengelola sumber daya internal dan
kekuatan industri eksternal merupakan permasalahan mendasar yang umumnya tidak
disadari manajemen dan sering kali menjadi penyebab runtuhnya suatu bisnis. Karena itu,
sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan untuk berpikir dan bertindak secara
strategis.

Di dalam konsep manajemen strategik, terdapat dua kajian teoretis yang paling
menonjol. Yakni, pandangan organisasi industrial (industrial organization/I-O view) yang
dipopulerkan Porter (1980) dan pandangan berbasis sumber daya (resource-based
view/RBV) yang dipopulerkan Barney (1991). Dua kajian ini didasarkan pada dua asumsi
dasar yang berbeda satu dengan lainnya. Hoskisson et al (1999) mengumpamakan evolusi
teori manajemen strategik ini seperti pendulum berayun. Di satu sisi penekanannya
berpusat pada peluang dan ancaman yang berasal dari lingkungan eksternal perusahaan,
di sisi lain penekanannya berpusat pada kekuatan dan kelemahan yang berasal dari
lingkungan internal perusahaan. Dalam pandangan I-O, faktor industri adalah penentu

6
keunggulan bersaing. Sementara itu, dalam RBV, sumber daya perusahaan yang
menentukan keunggulan bersaingnya.

Meski I-O dan RBV merupakan pandangan yang berasal dari dua asumsi yang
sama sekali berbeda, keberadaannya dianggap dapat saling melengkapi dalam
menjelaskan kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan semua strategi yang sukses baik
secara sadar maupun tidak sadar pasti akan melibatkan pendekatan I-O dan RBV. Ketika
terjadi perubahan dalam industri, dibutuhkan pendekatan I-O untuk menganalisis situasi
dan menentukan posisi perusahaan serta di mana posisi perusahaan seharusnya.
Pendekatan RBV dibutuhkan untuk memutuskan sumber daya dan kemampuan
operasional yang dibutuhkannya untuk membawa perusahaan ke posisi baru. Karena itu,
dapat disimpulkan, ketika dua elemen ini secara sadar diperhitungkan dalam penciptaan
strategi, perusahaan dapat dibuat kuat dan cukup dinamis untuk mengatasi lanskap bisnis
yang terus-menerus berubah. Hal inilah yang tidak mampu secara strategis disikapi pihak
manajemen 7-Eleven Indonesia.

Berawal dari izin usaha sebagai waralaba minimarket yang sebenarnya


merupakan core bisnis 7-Eleven yang ternyata tidak bisa dikantongi 7-Eleven Indonesia,
disiasati dengan izin restoran. Hal ini tidak sepenuhnya salah. Sebab, 7-Eleven Indonesia
juga melakukan terobosan diferensiasi dengan mengubah konsep 7-Eleven dari yang
sebelumnya dikenal sebagai minimarket menjadi tempat nongkrong remaja. Konsep ini
terbukti sukses diterapkan 7-Eleven Indonesia. Nongkrong di 7-Eleven menjadi salah
satu budaya pop modern remaja Jakarta. Ekspansi yang masif pun dilakukan pihak
manajemen hingga pesaing dari 7-Eleven Indonesia pun tergelitik untuk mau tidak mau
harus untuk meniru strategi yang sama.

Manajemen 7-Eleven Indonesia melupakan konsep bahwa terobosan diferensiasi


hanya tepat dilakukan apabila perusahaan menarget segmen pasar tertentu. Yaitu, segmen
pasar yang bersedia membayar lebih dengan imbal balik nilai tambah (value added) dari
sebuah produk. Ketika perusahaan menerapkan strategi diferensiasi namun target pasar
yang dituju adalah pangsa pasar masal, yang terjadi adalah biaya operasional yang tinggi,
yang jika tidak diantisipasi dengan strategi yang benar akan menjadi beban bagi
perusahaan.

7
Manajemen 7-Eleven Indonesia sebenarnya dapat mengatasi hal ini dengan
menerapkan strategi cost sharing dengan konsumennya. Mereka dapat mengenakan biaya
untuk setiap fasilitas yang dinikmati konsumennya. Misalnya dengan menjual token wifi
bagi konsumen yang hendak menikmati nongkrong di 7-Eleven dengan layanan wifi atau
dengan menjual token listrik bagi konsumen yang hendak menggunakan layanan charger
di 7-Eleven. Dengan demikian, lambat laun, konsumen 7-Eleven Indonesia akan
tersegmentasi dengan sendirinya. Bagi konsumen yang hanya gemar menikmati produk-
produk unggulan 7-Eleven, tentu mereka hanya akan melakukan pola pembelian take and
go. Sementara itu, bagi konsumen 7-Eleven yang gemar nongkrong, tentu saja mereka
harus dengan ’’sukarela” sharing cost dengan 7-Eleven.

Strategi yang tepat akan mendatangkan konsumen yang tepat bagi perusahaan,
dan dengan kata lain dapat menjamin keberlangsungan hidup perusahaan. Di era di mana
persaingan sudah demikian ketat, layanan dan kepuasan konsumen haruslah merupakan
win-win solution. Memelihara segmen pasar yang salah hanya akan menjadi beban bagi
perusahaan, sedangkan memelihara segmen pasar yang tepat justru akan menjadi bahan
bakar bagi keberlanjutan hidup perusahaan.

Sejak awal berdiri, status Sevel memang terombang-ambing antara convenience


store atau restoran. Patut diketahui, Sevel mengantongi izin usaha berupa rumah makan
dari Kementerian Pariwisata. Tapi kalau kamu masuk ke dalam Sevel, tentu yang kamu
saksikan adalah convenience store. Oleh karena itulah masalah ini kerap jadi perdebatan
hingga ke level pemerintah karena sejatinya convenience store harus mengantongi izin
dari Kementerian Perdagangan. Namun di sisi lain, usaha retail seperti convenience store
harus dikelola 100 persen oleh perusahaan lokal. Dan seperti diketahui, Sevel merupakan
perusahaan kelontong asal Dallas Amerika Serikat, yang sahamnya diambil alih oleh
supermarket Jepang.

4. Kesimpulan

Bangkrutnya 7-Eleven atau tutupnya gerai 7-Eleven di seluruh indonesia


disebabkan karena adanya masalah internal perusahaan seperti yang di sampaikan oleh
menteri Perindustrian Airlangga Hartato bahwa 7-Eleven merupakan perusahaan ritel

8
swasta yang memiliki berbagai macam pemegang saham dan mempunyai jadwal waktu
yang berbeda untuk mengelola investasi lantaran perbedaan tata kelola dari tiap-tiap
pemegang saham, baik dari sisi rencana bisnis, rencana manajemen, hingga orientasi
pasar. Dan juga karena adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki perseroan. Dan
juga dengan bangkrutnya ritel 7-Eleven tidak akan memberi dampak buruk pada industri
ritel indonesia.

Dari masalah ini, kita bisa tarik kesimpulan bahwa ketegasan dalam berbisnis
bakal jadi kunci kelangsungan bisnismu. Pastikan juga model bisnis didukung oleh
regulasi yang berlaku di Indonesia. Manajemen 7 Eleven gak punya strategi yang
mumpuni dalam menghadapi persaingan bisnis. Apalagi sebagai peritel, Sevel tergolong
masih baru. Beda sama Alfamart, Indomaret, atau Circle K.

Pengamat waralaba Tri Rahardjo juga ikut berkomentar terhadap kasus Sevel.
Menurutnya, gak ada pemasukan yang signifikan bagi Sevel. Yang datang ke Sevel untuk
nongkrong jauh lebih banyak ketimbang yang beli sehingga biaya operasional pun gak
ketutup

Ekspansi memang bisa mengubah bisnismu menjadi raksasa, tapi pelaksanaannya


membutuhkan perhitungan yang matang. Ekspansi pun harus disertai dengan penerapan
strategi bisnis yang mumpuni agar kelangsungan bisnismu tetap baik di masa depan.
Ekspansi Sevel bisa dikatakan cukup agresif. Tapi jangan salah, setiap pembukaan gerai
pasti akan menambah biaya operasional. Sedangkan penjualan Sevel pada 2015 mulai
mengalami kemerosotan. Inilah yang menyebabkan Modern International pelan-pelan
mengurangi gerai Sevel. Outlet-nya susut dua unit pada 2015 menjadi 188, dan pada
2016 berkurang lagi hingga 175.

Rugi bersih perusahaan pada 2016 mencapai Rp 638,7 miliar dari sebelumnya
untung Rp 54,8 miliar di tahun 2015. Komisaris Modern International Donny Sutanto
juga mengakui ada beban utang perbankan yang harus ditanggung Sevel dan mereka gak
sanggup melanjutkan operasional.

Dari sini, kita bisa ambil pelajaran kalau ekspansi bisnis harus selalu diimbangi
dengan perencanaan yang matang. Kalau terburu-buru, yang ada keteteran bayar hutang

9
dan biaya operasional. Kasus Sevel menjadi bukti bahwa sebagai pengusaha atau
entrepreneur wajib buatmu untuk tegas dan jeli ketika berbisnis. Tegas dalam memilih
model bisnis apa yang bakal dilakoni, dan jeli ketika melihat adanya hambatan dan
peluang.

Selain itu harus juga sigap dalam menghadapi persaingan. Melihat perkembangan
zaman, kamu harus cepat beradaptasi dengan pasar. Jangan sampai berhenti berinovasi
kalau gak mau tenggelam dalam persaingan.

5. Daftar Pustaka

https://lifepal.co.id

https://www.jawapos.com

https://money.kompas.com

https://apps.detik.com

https://www.jurnal.com

https://docplayer.info

https://putriadinda421.blogspot.com

10

Anda mungkin juga menyukai