di Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI)
mengakuisisi PT Modern Sevel Indonesia (MSI) yang dikenal sebagai pemilik
jaringan toko waralaba modern 7-Eleven dengan nilai transaksi senilai Rp1
triliun.
Sampai September 2016 lalu, jumlah jaringan 7-Eleven di Indonesia tercatat 166
gerai sementara sepanjang tahun 2016, MDRN telah menutup sebanyak 25
gerai.
CPRI, perusahaan unggas yang telah melantai di bursa saham, berafiliasi dengan
konglomerasi Thailand Grup Charoen Pokphand yang memang memegang
trademark dan mengoperasikan 9500 gerai 7-Eleven di negara tersebut. Dikutip
dari Indonesia-Investments, CPRI akan menciptakan konsep baru untuk 7-Eleven
di Indonesia.
Proses akuisisi 7-Eleven ini ditargetkan tuntas sebelum atau pada tanggal 30 Juni
2017, apabila prasyarat pelaksanaan Transaksi terpenuhi, antara lain:
Seven-Eleven and other foreign convenience store chains operate under a restaurant format in
Indonesia and have struggled to compete with local food vendors, as well as the top two local
convenience store brands: Alfamart and Indomaret. The industry leaders each run around
14,000 stores across the archipelago.
Indonesia's 2015 decision to ban alcohol sales at small retail stores also dealt a major blow to
7-Eleven. Modern Sevel said it closed around 25 locations in 2016.
In a news release, Modern Internasional -- Modern Sevel's listed parent -- said it decided to
sell "because the business suffered losses in recent years as a result of high market
competition, and because the development of the business required substantial capital in the
future."
CP Indonesia is the country's top poultry producer, logging 38.25 trillion rupiah ($2.9 billion)
in revenue in 2016. The company has been expanding into the beverage segment in recent
years, and the acquisition is expected to boost its downstream business.
In Thailand, CP's listed retail unit CP All operates the world's second-largest network of 7-
Elevens after Japan, with more than 9,500 outlets.
Jakarta - Sebanyak 30 gerai 7 Eleven (Sevel) tutup di awal tahun 2017 ini.
Jumlah gerai yang ditutup itu meningkat dari tahun 2016 sekitar 20 gerai. Apa
alasannya?
Tiga puluh gerai Sevel yang tutup ini tersebar di Jakarta, salah satunya di cabang
Bursa Efek Indonesia (BEI). Corporate Secretary PT Modern Putra Indonesia, Tina
Novita, mengatakan sejumlah gerai yang tutup di awal tahun ini karena ada
beberapa toko tidak dapat mencapai target perusahaan.
"Kebanyakan karena penjualannya turun karena waktu itu tahun 2015 ekonomi
sedang tidak bagus kan, daya saing tinggi, konsumer belinya rendah jadi
angkanya itu performanya menurun," ujar Tina, ketika dihubungi detikFinance,
Rabu (1/3/2017).
Ia mengatakan ada juga sebagian toko yang masa sewanya habis tahun ini di
tambah kinerjanya tidak sesuai target. Dengan begitu, perusahaan melakukan
review atau evaluasi ulang sehingga menurutnya penutupan ini adalah hal yang
wajar.
"Ada juga yang masa sewanya habis. Gerai tutup sudah dari 2015, itu sesuai
strategi perusahaan, ada konsolidasi, kita me-review gerai-gerai yang
performanya tidak baik, kalau itu untuk mengurangi biaya operasi," ujar Tina.
(ang/ang)
Charoen Pokphand Indonesia to Acquire Convenience Store 7-Eleven
22 April 2017 |
Modern Internasional
7-Eleven
Acquisition
Franchise
Tjiu Thomas Effendy, President Director of Charoen Pokphand Indonesia, said the
acquisition will be financed using the company's internal cash reserves. Based on the
agreement, the acquisition should be completed before 30 June 2017 provided all
requirements have been met.
As new owner of the franchise (if the deal is approved by Modern Internasional's
shareholders), Charoen Pokphand Indonesia wants to create a new concept for the 7-Eleven
chain in Indonesia in an effort to push the convenience store out of losses. Modern
Internasional Director Chandra Wibawa said his company is eager to sell its 7-Eleven
business segment because it had not contributed to any profit over the past couple of years. In
fact it had become unprofitable business.
While originally being a convenience store, 7-Eleven outlets in Indonesia added a fast-food
concept where the stores would sell ready-to-eat snacks (and drinks) under the ownership of
Modern International. However, the 7-Eleven stores struggled to compete with other
convenience stores (specifically industry leaders Alfamart and Indomaret that each run
around 14,000 outlets across Indonesia). Moreover, 7-Eleven's ready-to-eat snacks and drinks
segment struggled to compete with the many local food vendors on the streets of the bigger
Indonesian cities.
Another setback for 7-Eleven was Indonesia's ban on sales of alcohol in the nation's smaller
retail stores. Through Trade Regulation No. 06/M-DAG/PER/1/2015 on the Control and
Supervision of Procurement, Distribution, and Sale of Alcoholic Beverages the Indonesian
government implemented this ban in April 2015, hence making it much more difficult for
consumers to purchase light alcoholic beverages. Sales of alcohol contributes about 10
percent of total sales of 7-Eleven stores.
In 2016 Modern Internasional closed down 25 under-performing 7-Eleven stores, hence per
September 2016 there are 166 7-Eleven outlets in Indonesia (mainly the Greater Jakarta
region).
Charoen Pokphand Indonesia President Director Effendy did not explain what the new
concept for 7-Eleven in Indonesia would be. However, he did say that Charoen Pokphand
Indonesia wants to add 7-Eleven outlets across the island of Java, especially in crowded areas
such as gas stations.
So far this year shares of Charoen Pokphand Indonesia, listed on the Indonesia Stock
Exchange, climbed 6.80 percent to IDR 3,300 a piece.
Pada 2015, penjualan Sevel turun dan untuk pertama kalinya ada
penutupan gerai
Sevel aja.
Di Sevel, kita bisa duduk dan ngobrol berlama-lama dengan hanya membeli
kacang dan minuman soda. Tak ada pelayan yang mengusir secara halus dengan
mengangkat piring dan gelas kosong atau bertanya Ada tambahan pesanan,
Kak?
Di Sevel, kita juga bisa duduk-duduk minum alkohol dengan harga murah meriah
dan nongkrong sampai pagi. Buat kamu yang pantang minum alkohol, di Sevel
juga ada kopi atawa teh panas lengkap dengan Pop Mie. Kalau mau ngetik tugas,
skripsi, atau surat cinta, Sevel menyediakan kebutuhan sumber listrik komputer
jinjing dan gawai kita.
Begitu kira-kira deskripsi Sevel bagi anak muda Jakarta di awal kedatangannya.
Sevel merevolusi fungsi toko peritel. Ia bukan sekadar tempat membeli beberapa
barang lalu pulang. Lebih dari itu, ia menjadi tempat bertemu dan
membincangkan sesuatu.
Sevel masuk ke Indonesia pada tahun 2008. Ia dikelola oleh PT Modern Sevel
Indonesia, anak dari PT Modern International Tbk. Sevel merupakan hasil
transformasi bisnis dari Modern Grup, setelah bisnis fotonya mengalami
kelesuan. Di tengah kelesuan bisnis, Grup Modern akhirnya memutuskan untuk
membeli lisensi waralaba 7-Eleven alias Sevel. Langkah itu terbukti sukses
menyelamatkan bisnis Grup Modern.
Sejak awal masuk sampai sekarang, Sevel hanya ada di Jakarta. Kota-kota besar
lain seperti Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Balikpapan, dan Palembang
sejauh ini masih dijadikan rencana ekpansi, tetapi belum terealisasi.
Gerai Menyusut
Konsep Sevel di Indonesia dan negara-negara lain tidaklah sama. Di sini, setiap
Sevel menyediakan tempat duduk dan meja dengan harga yang sedikit lebih
mahal. Di Australia, Sevel hanya sekadar minimarket pada umumnya, tetapi
harganya sama saja, tidak lebih mahal. Di Malaysia, beberapa gerai Sevel mulai
menerapkan konsep yang sama dengan Indonesia, tetapi kursi dan meja yang
disediakan tak sebanyak gerai-gerai di jakarta.
Setiap tahun, ada sekitar 30 sampai 60 gerai Sevel baru dibuka di Jakarta. Ini
membuat jumlah gerai Sevel terus bertambah. Tahun 2011, hanya ada 50-an
gerai Sevel. Tahun 2012, jumlahnya bertambah hampir dua kali lipat.
Sampai tahun 2014, jumlah gerai Sevel di Jakarta mencapai 190. Di tahun itu
juga, sebanyak 40 gerai baru Sevel dibuka. Penjualan bersih pun naik 24,5
persen menjadi Rp971,7 miliar dari tahun sebelumnya yang hanya Rp778,3
miliar. Tahun itu bisa disebut sebagai puncak kejayaan Sevel.
Tahun berikutnya, penjualan Sevel menurun, pun begitu dengan jumlah gerainya.
Tahun 2015 itu, total penjualan bersih Sevel turun menjadi Rp886,84 miliar.
Untuk pertama kalinya Sevel melakukan penutupan gerai. Tahun itu, ada 20
gerai yang ditutup. Sementara gerai baru hanya dibuka 18, angka terkecil
penambahan gerai sejak 2011.
Sejak pelarangan itu, gerai-gerai Sevel dan sejenisnya tak bisa lagi menjual bir.
Bir dan minumal beralkohol lainnya hanya boleh dijual di supermarket. Aturan ini
dibuat untuk menghindari konsumsi alkohol oleh anak-anak dan remaja.
Aturan ini pun dijadikan kambing hitam menurunnya penjualan Sevel yang
berakibat pada tidak dibagikannya dividen kepada pemegang saham induknya,
PT Modern International Tbk.
"Sebelum ada aturan tersebut, minuman alkohol memberikan kontribusi antara
8% hingga 12% dari total pendapatan. Artinya cukup signifikan, karena ketika
mereka beli minuman beralkohol kan otomatis beli yang lain seperti kacang dan
makanan lainnya," ujar Tina Novitam Sekretaris Perusahaan, PT Modern
Internasional Tbk, seperti dikutip dari Kontan.
Ada juga Family Mart yang masuk Indonesia pada tahun 2013. Gerai-gerai milik
Family Mart terhitung sedikit dari segi jumlah. Tetapi harga yang dibanderol lebih
murah dari Sevel dan ia punya gerai dengan ukuran yang jauh lebih besar dari
Sevel. Maka jika ada gerai Sevel dan Family Mart bersebelahan, Sevel akan
tampak seperti pecundang yang pelanggannya direbut orang.
Dengan persaingan yang ketat, gerak ekspansi Sevel di Jakarta memang akan
semakin sulit. Untuk itu, Grup Modern harus berpikir keras lagi untuk merombak
bisnis Sevel agar tetap bisa bersaing. Apalagi, pangsa pasar anak nongkrong di
ibukota sedemikian besar.
Baca juga artikel terkait SEVEL atau tulisan menarik lainnya Wan Ulfa Nur Zuhra
(tirto.id - wan/nqm)
Beritaenam.com, Jakarta - Umur 7-eleven terbilang pendek. Masuk ke Indonesia pada 2008
silam, menghebohkan pasar dalam negeri dengan konsepnya, hingga harus menelan pil pahit
atas kerugian beruntun dalam dua tahun terakhir.
"Kesalahan 7-eleven adalah tidak berkembang," kata Konsultan Bisnis Djoko Kurniawan,
Selasa (25/4/2017).
Waralaba yang dikenal dengan sebutan sevel ini tadinya memiliki kekuatan pada konsep.
Sevel hadir berbeda di tengah dominasi Alfamart, dan Indomaret serta Circle K. Di mana
tidak hanya menjual produk, namun juga memberikan tempat untuk bersantai berupa kursi,
meja hingga wifi.
Pada 2011 lalu, memang baru 50 gerai yang tersedia, akan tetapi setahun kemudian
meningkat menjadi dua kali lipat. Dua tahun kemudian, jumlah gerai sevel di Jakarta dan
sekitarnya sudah mencapai 190 gerai.
Cepatnya progres bisnis sevel sempat membuat para kompetitor sulit bernafas. Pemain lama
bahkan meniru cara sevel menyediakan fasilitas dengan sangat spesifik. Meskipun namanya
berbeda. Ada juga pemain baru, seperti Lawson, Family Mart.
Sayangnya ketika mendapatkan perlawanan, sevel hanya diam. Tidak ada sesuatu yang baru
dimainkan sevel sejak awal kemunculan di Indonesia. Maka bukan suatu yang aneh bila
kemudian lapak sevel disalip oleh kompetitor.
"Awalnya konsep itu milik sevel, tapi ditiru oleh yang lain dan sevel tidak ada perkembangan.
Padahal dalam strategi bisnis ketika bisa mendapatkan momentum maka harus terus
dikembangkan," jelasnya.
Kondisi semakin buruk akibat regulasi pemerintah, salah satunya larangan penjualan alkohol
di minimarket. Tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-
DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran,
dan Penjualan Minol.
Pada sisi lain, ekonomi juga tengah dalam perlambatan. Sehingga kemampuan masyarakat
untuk belanja juga berkurang. Kondisi ini yang memunculkan ungkapan banyak orang
nongkrong di sevel tapi enggak jajan. Ujungnya, 30 gerai sevel ditutup.
Djoko menambahkan, kesalahan lain dari sevel adalah tidak main di luar Jabodetabek.
Indomaret, kata Djoko yang meniru konsep sevel melalui nama Indomaret Point justru
sekarang lebih berkembang pesat.
"Konsep sevel sudah disamai oleh Indomaret Point. Bahkan lebih bagus karena berani main
sampai ke daerah-daerah," terangnya.