Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

USAHA PERUSAHAAN UNTUK MENYIASATI


KETERBATASAN MODAL
(PERUSAHAAN 7-Eleven)

Oleh:
Finnasyifa Nurohmah
(C1C021067)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2022
BAB I

LATAR BELAKANG
Masyarakat yang membutuhkan berbagai barang dan jasa tidak hanya dapat dipenuhi
secara internal suatu negara (Sobri, 2000) melainkan dengan mengadakan hubungan
perdagangan internasional, yang diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi
negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun
jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga
negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara
ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan.
Perdagangan dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas
kehendak atau kesepakatan dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus
mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari sudut
kepentingan masing-masing dan kemudian menetukan apakah ia mau melakukan pertukaran
atau tidak (Boediono, 2000).
Perdagangan internasional dalam memasarkan produk tanpa campur tangan dengan
sistem penjualan melalui menitipkan pada suatu usaha yang telah sukses mengembangkan
usahanya. Satu di antara usaha dengan jaringan bisnis kerjasama adalah Convenience Store
atau disebut juga toko kelontong biasanya beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam,
dengan atmosfir dan desplay toko yang unik serta suasana belanja yang nyaman karena
biasanya dilengkapi dengan tempat duduk dan meja untuk mengkin sumsi barang yang dijual
di convenience store tersebut, jadi dapat dikatakan bahwa barang-barang yang dijual di
convenience store itu lebih banyak barang yang lebih bersifat segera digunakan dan itulah
sebabnya disediakan meja untuk tempat mengkonsumsi barang tersebut. Untuk lokasinya
convenience store banyak tersedia di jalan yang ramai, dekat dengan kampus, dan juga di
Stasun Pengisian Bahan Bakar Umum, dan juga convenience store biasanya didatangi
pelajar/mahasiswa dan karyawan yang ingin membeli produk untuk dikonsumsi saat itu juga.
Perusahaan yang dimaksud adalah 7-Eleven (buka jam 7 pagi sampai 11 malam)
adalah jaringan toko kelontong dengan mengubah jam buka menjadi 24 jam, berasal dari
Amerika Serikat yang sejak tahun 2005 kepemilikannya dipegang Seven & I Holdings Co.,
sebuah perusahaan Jepang. Pada tahun 2004, lebih dari 26.000 gerai 7-Eleven tersebar di 18
negara, antara pasar terbesarnya adalah Amerika Serikat dan Jepang. Didirikan pada tahun
1927 di Oak Cliff, Texas (kini masuk wilayah Dallas), nama 7-Eleven mulai digunakan pada
tahun 1946. Sebelum toko 24 jam pertama dibuka di Austin dan Texas pada tahun 1962 ("7-
Eleven Waco, TX" (PDF), Modal Pasifik). 7-Eleven buka dari jam 7 pagi hingga 11 malam,
dan karenanya bernama 7-Eleven. Tahun 1991, Southland Corporation yang merupakan
pemilik 7-Eleven, sebagian besar sahamnya dijual kepada perusahaan jaringan supermarket
Jepang, Ito-Yokado. Southland Corporation lalu diubah namanya menjadi 7-Eleven, Inc. pada
tahun 1999. Tahun 2005, seluruh saham 7-Eleven, Inc. diambil alih Seven & I Holdings Co.
sehingga perusahaan ini dimiliki sepenuhnya oleh pihak Jepang. Setiap gerai 7-Eleven
menjual berbagai jenis produk, umumnya makanan,minuman, dan majalah. Di berbagai
negara, tersedia pula layanan seperti pembayaran tagihan serta penjualan makanan khas
daerah. Produk khas 7- Eleven adalah Slurpee, sejenis minuman es dan Big Gulp, minuman
soft drink berukuran besar.
Berdasarkan beberapa alasan tersebut maka didapatkan beberapa masalah yang
sekiranya bisa membahas mengenai perusahaan 7-Eleven.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kemunculan 7-Eleven di pasaran Indonesia?
2. Bagaimana alasan bangkrutnya 7-Eleven?
3. Bagaimana perusahaan mengatasi masalah tersebut?

TUJUAN
1. Mengerti bagaimana kemunculan 7-Eleven di Indonesia.
2. Mengerti alasan bangkrutnya 7-Eleven.
3. Dapat mengerti cara perusahaan mengatasi masalah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kemunculan 7-Eleven
Kehadiran toko waralaba 7-Eleven pada 2009 sempat membuat ramai
persaingan bisnis ritel di Indonesia. Convenience store asal Amerika Serikat itu
masuk ke Indonesia menawarkan konsep bisnis ritel yang inovatif dan belum
berkembang di Indonesia. Izin 7-Eleven Indonesia saat ini bernaung di bawah PT
Modern Sevel Indonesia yang merupakan entitas anak usaha dari PT Modern
Internasional Tbk. Posisi Presiden Direktur Modern Internasional ini saat ini dipegang
oleh Sungkono Honoris, seorang pengusaha kelahiran Makassar tahun 1951. 
PT Modern Internasional Tbk pertama kali sendiri didirikan pada 12 Mei
1971, dengan nama awal PT Modern Photo Film Company dengan fokus bisnis
bidang fotografi. Tahun 1988, perusahaan sempat mendirikan Fuji Image Plaza
sebagai pemegang hak distribusi Fuji Film di Indonesia. Pada 1991, perusahaan
kemudian mulai melakukan Penawaran Umum Perdana Saham di pasar saham. Enam
tahun berjalan sebagai perusahaan publik, Sungkono kembali mengubah nama
perseroan menjadi PT Modern Photo Tbk pada 1997. Perusahaan juga berhasil
mendapat lisensi sebagai distributor tunggal peralatan dokumentasi dan fotokopi asal
Jepang, Ricoh. Setelah 40 tahun menjadi distributor Fuji Film di Indonesia, pada
tahun 2000 era digital mulai marak dan produk rol film mulai ditinggalkan oleh
konsumen. Keluarga Honoris pun mulai memutar otak untuk mempertahankan
bisnisnya agar tetap hidup. Pendirian toko waralaba 7-Eleven di Indonesia pun
akhirnya dianggap sebagai peluang emas bagi perusahaan tersebut.
Pada tahun 2007, Sungkono mengubah nama perseroan menjadi PT Modern
Internasional Tbk. Ia kemudian pada 2008 berangkat ke kantor pusat 7-Eleven di
Dallas, Texas Amerika Serikat untuk menandatangani perjanjian awal (Letter of
Intent/LoI) Master Franchise gerai 7-Eleven. Satu tahun kemudian, Modern
Internasional mendirikan anak usaha yakni PT Modern Putra Indonesia dan menunjuk
Henri Honoris sebagai Direktur Utama. Entitas bisnis ini secara resmi menggenggam
hak pendirian 7-Eleven di Indonesia. Gerai 7-Eleven pertama di Indonesia pun resmi
didirikan di Bulungan, Jakarta Selatan di bawah naungan lisensi anak usaha.
Di tangan Henri lah, Sungkono mempercayakan keberlangsungan bisnis
waralaba yang terkenal dengan produk minuman Slurpee itu. Pria kelahiran Jakarta 42
tahun silam itu merupakan lulusan Busines Administration in Marketing and Finance
di Universitas Seattle Amerika Serikat. Ia mengawali karier dengan bekerja di Fuji
Photo Film di New York, Amerika Serikat sebagai market research analyst (1998-
2000). Kemudian ia melanjutkan karier sebagai assistant manager di PT Modern
Indolab (2002-2003). Kariernya makin melejit ketika ia juga merangkap sebagai
Presiden Direktur PT Modern Putra Indonesia yang saat ini telah bersulih nama
menjadi PT Modern Sevel Indonesia (MSI).
Namun bisnis 7-Eleven di Indonesia harus berakhir. Sesuai pengumuman dari
PT Modern Internasional Tbk, seluruh gerai 7-Eleven resmi ditutup pada akhir Juni
kemarin. Penutupan gerai disebut terpaksa dilakukan Modern Internasional antara lain
karena gagalnya akuisisi 7-Eleven yang sebelumnya akan dilakukan PT Charoen
Pokphand Restu Indonesia (CPRI). Nilai akuisisi waralaba tersebut sebelumnya
ditaksir mencapai Rp1 triliun.
Dalam laporan keuangan MSI, pada 2014 berhasil mengantongi penjualan
sebesar Rp 971,8 miliar. Perseroan pun masih bisa mengantongi laba operasi sebesar
Rp 83,8 miliar dan laba tahun berjalan sebesar Rp 5,18 miliar. Namun pada 2015
penjualan MSI mulai menurun ke level Rp 886,15 miliar. Kala itu perseroan
mengalami kerugian operasional Rp 49,58 miliar dan rugi tahun berjalan sebesar Rp
127,7 miliar. Kinerja MSI semakin terpuruk pada 2016, tercatat penjualan semakin
turun menjadi Rp 675,27 miliar. Rugi operasional juga semakin besar menjadi Rp
695,78 miliar dan rugi tahun berjalan meningkat ke level Rp 554,87 miliar.

B. Alasan Bangkrutnya 7-Eleven


Bisnis convenience store dari PT. Modern Sevel Indonesia yang telah eksis di
Indonesia sejak tahun 2009. 7-Eleven merupakan pelopor convenience store pertama
di Indonesia dan mengikuti oleh beberapa kompetitor lainnya. Sebagai salah satu
convenience store, 7-Eleven memberikan kenyamanan bagi pelanggannya, salah
satunya dengan memberikan jaringan Internet gratis untuk pelanggan setia. Oleh
karena itu, 7-Eleven selalu meramaikan oleh pengunjung dari pelajar, mahasisiwa,
hingga orang-orang kantoran. Pelanggan puas berkunjung ke 7-Eleven.
Namun, pada Tanggal 30 Juni 2017, 7-Eleven resmi menutup karena beberapa
alasan, salah satunya adalah keterbatasan sumber daya yang memiliki Perseroan
dalam menunjang kegiatan operasional toko. Berikut beberapa alas an dari
bangkrutnya 7-eleven.
1. Ekspansi Secara Cepat dan Agresif
Ekspansi yang dilakukan oleh 7-Eleven membiayai oleh pinjaman
sehingga dana yang seharusnya dapat menggunakan untuk operasional
bisnis justru mengunakan untuk membayar pinjaman beserta bunga yang
jumlahnya sangat signifikan. Hal ini tentu dapat mengganggu modal kerja.
2. Biaya Operasional Berlebih
Sebelum memulai bisnisnya, 7-Eleven telah melakukan pembayaran sewa
tempat untuk 5-10 tahun ke depan, di mana biaya tersebut telah mereka
bayarkan di muka. Tak hanya itu, 7-Eleven juga melakukan renovasi
besar-besaran untuk mengikuti standar 7-Eleven Inc.
Hal ini tentu memberikan dampak negatif bagi arus kas saat menyiapkan
jurnal penutup perusahaan, yaitu modal yang seharusnya menggunakan
untuk biaya operasional perusahaan justru terpakai di awal untuk biaya
sewa yang seharusnya dapat membayarkan per bulan atau per tahun.
3. Pembengkakan Laporan Keuangan
Beban biaya operasional membengkak dalam laporan keuangan 7-Eleven.
Menurut laporan keuangan konsolidasian MDRN, pada kuartal 1 2017 7-
Eleven mengalami kerugian hingga Rp447,9 miliar. Di mana pada kuartal
1 2016, 7-Eleven masih mendapatkan laba sebesar Rp21,3 miliar.
4. Daya Beli Menurun
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengaku bahwa pada lebaran
2017 lalu telah terjadi penurunan daya beli masyarakat yang menyebabkan
oleh pola konsumsi masyarakat yang semakin cerdas dalam menggunakan
uangnya. Ditambah lagi kompetitor 7-Eleven yang semakin menyebar dan
menawarkan bisnis serupa dengan harga yang lebih murah. Hal ini
semakin membuat 7-Eleven ditinggalkan oleh pelanggannya.
5. Hutang yang terlalu membengkak
Hingga kuartal pertama tahun ini, total utang 7-Eleven pada PT Bank
Mandiri Tbk tercatat sebesar Rp 164,33 miliar. Utang tersebut pun sudah
masuk dalam kategori macet. Berdasarkan laporan keuangan induk usaha
Sevel, PT Modern Internasional Tbk, Modern Sevel memiliki sisa
pinjaman dari Bank Mandiri dalam bentuk kredit modal kerja sebesar
Rp16,88 miliar, serta fasilitas pinjaman transaksi khusus sebesar Rp147,45
miliar.
Kedua jenis pinjaman tersebut dijamin dengan hak tanggungan dari
beberapa bidang tanah dan bangunan, mesin dan peralatan dan persediaan
yang dimiliki oleh MSI serta jaminan pribadi atas nama Sungkono Honoris
dan Henri Honoris. Pinjaman kredit modal kerja kepada Bank Mandiri
sendiri diajukan Sevel pada 2011 untuk menambah modal kerja dan
pengalihan kredit investasi dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI)
sebesar Rp11,5 miliar dengan bunga tahunan 10,75 persen dan provisi 0,5
persen per tahun. Pada kuartal pertama tahun ini, sisa fasilitas pinjaman
transaksi khusus 1 Sevel pada Bank Mandiri tercatat Rp53,92 miliar.
Sementara itu, pada fasilitas pinjaman transaksi khusus 2 tercatat sebesar
Rp93,53 miliar.
6. Kas ada tapi salah model bisnis
Menilai surutnya bisnis ritel 7-Eleven (7-Eleven), yang membuat semua
tokonya ditutup, lantaran bisnis model seperti 7-Eleven tidak terlalu cocok
berkembang di Indonesia. Rata-rata orang yang berbelanja ke 7-Eleven
hanya membeli satu produk, kemudian menghabiskan waktu di 7-Eleven
hingga berjam-jam. Akibatnya, permasukkan 7-Eleven tidak besar, namun
mereka harus menanggung beban yang tidak sedikit.
7. Kurang Dukungan Pemerintah
Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Mande
mengatakan, bangkrutnya 7-Eleven ini tak terlepas dari minimnya
dukungan pemerintah. Akibatnya, 7-Eleven sulit melakukan ekspansi
usaha hingga ke berbagai daerah. "Ada aturan bahwa (minimarket) di
bawah 400 meter persegi harus dimiliki lokal. Aturan ini perlu direvisi
karena retail sulit ekspansi," kata Roy kepada Okezone. Menurutnya,
pemerintah perlu mengeluarkan aturan yang lebih konkret dan mendukung
perkembangan gerai retail modern di Indonesia. Jika tidak, kemungkinan
gerai retail modern lainnya bernasib sama seperti 7-Eleven.
8. Sektor retail tetap Berjaya
Tutupnya waralaba 7-Eleven tidak membawa dampak negatif bagi sektor
ritel sejenis. Bahkan, saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT)
sebagai pemilik gerai Alfamart tampak melaju positif. Analis Bahana
Securities Muhammad Wafi mengatakan model bisnis yang dijalankan
oleh Alfamart lebih sesuai dengan kondisi pasar Indonesia. Hal ini lantas
mendorong kinerja fundamental perusahaan yang menunjukkan performa
cukup baik.

C. Solusi mengatasi masalah bangkrutnya 7-Eleven


Solusi yang kami usulkan adalah solusi yang berkaitan dengan keputusan 7-Eleven
apabila ingin membuka usaha kembali di Indonesia dengan tetap memperhatikan
macroenvironment dan microenvironment yang ada.
1. Pemahaman regulasi dan peraturan
Sebelum membuka gerai di Indonesia, ada hal pertama yang perlu
diketahuiyaitu mengenai regulasi dan peraturan yang berlaku. Karena dengan
memahami regulasi yang ada maka bisa menghindari menjual barang yang sah
secara hukum. Contohnya tentang regulasi larangan penjualan minuman
beralkohol.
2. Strategi produk
Hindari stuck in themiddle atau ketidakjelasan produk. Kejadian ini dialami
oleh 7-Eleven yang terkesan ingin menghadirkan layanan premium tapi tidak
bisa namun dianggap sebagai minimarket juga tidak bisa. Maka
tentukandahulu konsep usaha yang akan dibuka. Mengingat bisnis ritel di
Indonesia sangat berkembang dan banyak pesaing.
3. Konsumen
Karena rata – rata konsumen Indonesia lebih banyak menghabiskan
waktuuntuk menggunakan fasilitas yang ada daripada menghabiskan banyak
uang terhadap produk yang dijual, maka perlu diperhatikan budaya
ini.Perusahaan bisa berfokus untuk menjual barang dengan menyediakan
fasilitas untuk berbincang lebih sempit. Ini juga nantinya dapat menekan cost
perusahaan.
4. Persaingan
Faktor dari lingkungan pemasaran yang paling mengancam 7-Eleven
diIndonesia adalah pesaing. Karena sudah banyak perusahaan ritel yang
terkenal dan sangat disukai konsumen di Indonesia, 7-Eleven harus benar-
benar memikirkan strategi pemasaranyang tepat agar bisa bersaing di
Indonesia. Solusi yang kami usulkan terkait dengan pesaing adalah
memberikan nilai lebih kepada konsumen seperti menawarkan produk yang
eksklusif (Slurpee, Big Gulp, dan lain-lain), memberikan fasilitas yang belum
dimiliki perusahaan ritel lain (misal, fasilitas printing), atau memberikan harga
yang dapat menyaingi tawaran dari pesaing.
5. Penerapan
Strategi Cost-Sharing Manajemen 7-Eleven Indonesia sebenarnya dapat
mengatasi hal ini dengan menerapkan strategi cost sharing dengan
konsumennya. Mereka dapat mengenakan biaya untuk setiap fasilitas yang
dinikmati konsumennya. Misalnya dengan menjual token wifi bagi konsumen
yang hendak menikmati nongkrong di 7-Eleven dengan layanan wifi atau
dengan menjual token listrik bagi konsumen yang hendak menggunakan
layanan charger di 7-Eleven. Dengan demikian, lambat laun, konsumen 7-
Eleven Indonesia akan tersegmentasi dengan sendirinya. Bagi konsumen yang
hanya gemar menikmati produkproduk unggulan 7-Eleven, tentu mereka
hanya akan melakukan pola pembelian take and go. Sementara itu, bagi
konsumen 7-Eleven yang gemar nongkrong, tentu saja mereka harus dengan
’’sukarela” sharing cost dengan 7-Eleven.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari analisa yang telah dijabarkan kesimpulan yang dapat diambil ialah kegagalan
manajemen stategi 7 eleven di Indonesia disebabkan oleh banyaknya faktor mulai dari faktor
internal maupun eksternal, serta manajemen yang gagal dalam menganalisa dan mengatasi
risiko-risiko yang terjadi, jika manajemen berhasil menerapkan strategi yang tepat untuk
memperbaiki kegagalan-kegagalan tersebut besar kemungkinan bahwa 7 eleven di Indonesia
akan berkembang seperti di beberapa negara lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170630211100-97-225020/siapa-
pemilik-7-eleven-di-indonesia.
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-4-penyebab-tutupnya-bisnis-7-eleven-di-
indonesia/
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170630145752-92-224941/utang-
7-eleven-di-bank-mandiri-macet.
https://economy.okezone.com/read/2017/07/06/320/1729922/6-fakta-penting-
bangkrutnya-7-eleven

Anda mungkin juga menyukai