Anda di halaman 1dari 14

“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!

Pertamina Retail: “Bright Day, Bright Business!”

Di penghujung bulan Maret itu, Toharso, Direktur Utama Pertamina Retail (PTPR), mengundang
seluruh jajaran manajemen PTPR untuk hadir pada business review meeting di ruang pertemuan lantai 8
Wisma Tugu, Wahid Hasyim Jakarta, tempat manajemen PTPR berkantor sehari-hari. Pertemuan kali ini
adalah tindak lanjut dari hasil audit kinerja keuangan sepanjang 2015 yang dilakukan oleh auditor
eksternal. Toharso mengapresiasi seluruh jajaran atas pencapaian perusahaan yang berhasil
membukukan pertumbuhan pendapatan usaha sebesar Rp 10,511 miliar, meningkat 14% dibandingkan
tahun sebelumnya. Meskipun demikian, ia meminta seluruh jajaran selalu waspada mengenai tekanan
industri dan pengaruh iklim global pada perkembangan bisnis non fuel yang semakin meningkat. Realisasi
penjualan senilai 87% di tahun 2015 harus direspon melalui penyesuaian strategi yang mengacu kepada
rencana jangka panjang perusahaan.
Bisnis non fuel yang dijalankan Pertamina Retail mendapat perhatian serius dari manajemen dan
induk perusahaan, PT. Pertamina (Persero). Perusahaan induk berharap bahwa bisnis non fuel Pertamina
akan mampu menjadi kontributor pendapatan terbesar bagi perusahaan di masa mendatang. Pertumbuhan
bisnis minyak (fuel business) saat ini sudah semakin banyak tantangan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
harga komoditas energi (migas dan batubara), mineral, dan logam akibat melemahnya permintaan
(demand) atas berbagai komoditas tersebut. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) terpuruk atau bernilai negatif. Pada tahun 2015, sektor ESDM ini mengalami
pertumbuhan negatif yaitu 5,6% (year on year). Ditambah lagi pasar otomotif nasional juga mengalami
penurunan antara 15-20% dibanding tahun 2014 yang juga berpengaruh terhadap sektor ESDM khususnya
bisnis minyak dan gas yang menjadi tulang punggung pendapatan Pertamina.
Sebagai anak perusahaan yang memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan bisnis
perusahaan induk, Pertamina Retail dituntut untuk mampu memanfaatkan peluang besar untuk
mengembangkan bisnis di bidang non minyak, khususnya bisnis ritel. Meskipun pertumbuhan industri ritel
melambat, namun pertumbuhannya masih mampu mencapai kisaran 8-10% di tahun 2015. Hal ini
setidaknya masih memberi sinyal positif bagi Pertamina untuk meningkatkan investasi di industri ini.
Pelambatan yang terjadi di segmen ritel ini lebih disebabkan oleh konsumen yang menahan konsumsi
akibat kondisi ekonomi Indonesia yang sedang bergejolak dan mempengaruhi daya beli masyarakat.

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 1
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

Harapan besar ini menjadi tantangan di pundak Aribawa, Vice President Non-Fuel Pertamina
Retail. Di bawah koordinasi Aribawa, lini bisnis Bright diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan
baru bagi PTPR. Harapan ini menjadi semakin nyata ketika Toharso mengungkapkan bahwa sepanjang
tahun 2016 ini, PTPR akan meningkatkan pertumbuhan bisnisnya, terutama untuk bisnis Bright melalui
berbagai jenis usahanya.
Melalui bisnis convenience store, café, penjualan pelumas, dan pencucian mobil, bisnis Bright
diharapkan mampu menjadi harapan baru bagi pengembangan usaha Pertamina Retail ke depan. Wujud
komitmen pada bisnis dituangkan pada rencana strategi jangka panjang perusahaan. Sambil menunjukkan
data, Toharso mengungkapkan bahwa Bright akan menjangkau sebagian besar SPBU yang berada di
seluruh Indonesia. Prioritas perusahaan ialah membangun Bright C Store, mini market yang menjadi
andalan untuk SPBU yang dikelola oleh Pertamina Retail, baik secara langsung maupun swakelola.
“Hingga tahun 2020 nanti, kita memproyeksikan akan ada 2000 bright store yang sudah beroperasi
di seluruh Indonesia” Ujar Toharso yakin. Namun, Ia juga khawatir, capaian besar dari rencana strategis
perusahaan tersebut akan gagal jika tidak didukung dengan kinerja pemasaran yang baik.
Kekhawatiran Toharso yang disampaikan dalam rapat itu menjadi topik serius yang membuat
pertemuan kali ini berjalan lebih lama. Lilik Eko Pramono, Manajer Marketing Pertamina Retail, menjadi
orang yang paling diharapkan untuk memberi solusi bagi peningkatan kinerja pemasaran perusahaan. Lilik
berjanji, dia bersama timnya akan segera menyusun langkah pemasaran strategis untuk meningkatkan
brand awareness bisnis Bright di tengah masyarakat. Lantas, apa yang harus ia lakukan? Rencana
marketing apa yang paling tepat untuk menjawab tantangan ini? Mampukah tim marketing Pertamina Retail
menciptakan sebuah kreasi strategi untuk meningkatkan brand awareness Bright dalam waktu yang tidak
lama?

Perjalanan PT. Pertamina Retail


Terlahir sebagai anak perusahaan BUMN Industri Strategis dan Manufaktur yaitu PT Pertamina
(Persero), PT. Pertamina Retail bergerak di bidang usaha ritel produk Pertamina. Perusahaan yang
awalnya bernama PT. Pertajaya Lubrindo (bergerak di bidang usaha pelumas) memiliki bisnis utama
menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Perusahaan
berganti nama menjadi PT. Pertamina Retail untuk menghadapi perubahan pasar ritel khususnya bisnis

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 2
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

SPBU di Indonesia menuju pasar bebas dunia. Sejak Maret 2006, perusahaan mulai mengelola dan
mengoperasikan SPBU.
Memasuki usia ke 10 tahun, PT. Pertamina Retail yang mengemban visi “menjadi perusahaan ritel
terdepan”, terus berupaya mencapai rencana jangka panjangnya yang bertujuan untuk menjadi
perusahaan ritel global yang berkelas dengan memberikan nilai dari diversifikasi bisnis ritel bahan bakar
dan non-bahan bakar melalui produk dan jasa yang terintegrasi. PT. Pertamina Retail akan
mengoptimalkan dan terus mengembangkan aset dan infrastruktur yang dimiliki demi mempertahankan
keunggulan kompetitif untuk menjadi perusahaan yang memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan induk
dan negara, dan tetap terus berpegang kepada komitmennya sebagai perusahaan yang menjunjung
profesionalisme, akuntabilitas, dan berorientasi pada kenyamanan dan kepuasan pelanggan.
Toharso sadar, pedapatan dari usaha ritel bahan bakar akan menghadapi tekanan dari supply dan
harga minyak dunia sehingga akan mempengaruhi laba perusahaan. Dari data perusahaan menunjukkan
net profit margin tumbuh sangat tipis yang dihasilkan bisnis ritel bahan bakar tahun 2014 (0,4%) dan 2015
(1,03%). Tentunya margin yang sangat rendah ini akan meningkatkan risiko produktivitas perusahaan
dalam menghasilkan laba dan menurunkan kepercayaan investor atas kepemilikan modalnya di
perusahaan.
Melihat tren dan pengalaman perusahaan, perusahaan yakin bahwa melalui terobosan di bisnis
ritel-non fuel, perusahaan akan mampu mendongkrak kinerja di masa depan. Hingga saat ini, Pertamina
Retail mengelompokkan bisnis mereka ke dalam dua kategori bisnis utama, yakni usaha Bisnis Bahan
Bakar Minyak (BBM) atau Fuel Retail Business dan Bisnis Non BBM atau Non Fuel Retail Business.
Sepanjang tahun 2015, Fuel Retail Business telah mengelola SPBU COCO (corporate owned
corporate operated) hingga 120 unit, meningkat 16% dibandingkan tahun 2014 dan telah tersebar di
berbagai kota besar di Indonesia. SPBU dan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas untuk Umum)
dikelompokkan menjadi lima macam yaitu SPBU Umum, SPBU Self Service, SPBU Pertamax Series,
SPBU Transportable, dan SPBG.
Beberapa jenis produk yang dipasarkan perusahaan adalah premium, pertalite, pertamax,
pertamax plus, pertamax racing, pertamina DEX, bio solar, CNG, dan v-gas. Saat ini PT Pertamina Retail
memiliki ± 150 konsumen korporasi menengah dan besar di seluruh Indonesia dalam program kerjasama
penyediaan Bahan Bakar Minyak (PSO) ataupun Bahan Bakar Khusus (Non PSO). Beberapa di antaranya
adalah PT Telkomsel, PT CIMB Niaga, TRAC (Toyota Rent a Car), Panorama Group serta instansi
pemerintah seperti Kementerian BAPPENAS, Ditjen Pajak & Kantor Layanan Pajak.

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 3
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

Pada bisnis Non BBM, perusahaan menawarkan berbagai layanan terintegrasi sesuai dengan
kebutuhan pelanggan dan masyarakat sekitar SPBU. Adapun layanan usaha untuk Bisnis Non BBM terdiri
dari bisnis BRIGHT (meliputi Bright Convenience Store dan Bright Café, Bright Carwash, dan Bright
Olimart), Property Management, Periklanan dan Media Luar Ruang, Promosi dan Kerjasama dengan Pihak
Ketiga, ATM dan EDC, serta keagenan dan LPG. Hingga tahun 2015, jumlah gerai Bright yang dikelola
perusahaan mencapai 387 gerai yang tersebar di berbagai SPBU di tanah air. SPBU yang dikelola
perusahaan sebagai factory outlet produk-produk Pertamina menyediakan berbagai produk LPG, yaitu
LPG 3 kg, LPG 12 kg, Bright Gas, dan Ease Gas. Saat ini, PT Pertamina Retail telah menjadi Agen Khusus
Pelumas Nasional dan Agen LPG 3 kg khususnya untuk wilayah Jabodetabek, dengan wilayah jual SPBU
COCO, Bright Store, dan Bright Olimart.

Kinerja Usaha
Selama ini bisnis utama perusahaan terfokus pada Fuel Retail Business. Sejalan dengan kebijakan
strategis korporasi, perusahaan berupaya meningkatkan kinerja usahanya sesuai dengan rencana jangka
panjang yang telah ditetapkan. Pada tahun 2015 perusahaan mengalami pertumbuhan perdapatan
sebesar 14%. Secara nominal, pendapatan yang diperoleh perusahaan senilai Rp 10,511 miliar. Dari
seluruh pendapatan yang telah dibukukan periode tahun 2015, 98% pendapatan perusahaan dihasilkan
dari lini bisnis Fuel Retail Business atau bisnis BBM.
Perusahaan juga mampu mengukuhkan laba bersih tahun 2015 senilai Rp 108,7 miliar. Nilai
tersebut mengalami kenaikan 81% dari dari Laba Bersih tahun 2014. Laba bersih dihasilkan dari Fuel
Retail Business pada tahun 2015 adalah Rp 89.868 miliar. Demikian juga peningkatan signifikan pada aset
perusahaan sebesar 81% atau Rp 200,8 miliar dibandingkan posisi tahun 2014. Tercatat jumlah aset
perusahaan Rp1,064 triliun pada tahun 2015, lebih besar dibandingkan dengan posisi neraca pada akhir
tahun 2014 dengan jumlah Rp863,3 miliar.
Kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan pada tahun tahun 2015 berorientasi pada
pengembangan jaringan SPBU, pembangunan SPBU Mini dan SPBU-T, pengembangan outlet Bright,
pengembangan investasi di bisnis NFR dan infrastruktur teknologi informasi (IT). Perusahaan juga telah
melakukan ekspansi dengan menambah jumlah unit bisnisnya seperti SPBU COCO Pertamina (Persero)
sebanyak 11 unit, SPBU COCO Pertamina Retail sebanyak 5 unit, SPBU KSO sebanyak 18 unit, SPBU-T
sebanyak 25 menit, SPBU Mini sebanyak 23 unit, SPBG 2 unit, dan gerai Bright sebanyak 86 unit.

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 4
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

Sepanjang tahun 2014-2015, perusahaan terus berupaya menghadapi tekanan makro dan industri
dengan melakukan efisiensi dalam memperoleh laba. Pertumbuhan laba tahun 2014-2015 ini masih di
bawah pertumbuhan laba periode sebelumnya tahun 2013-2014 sebesar 29,2%. Komponen beban pokok
penjualan tahun 2015 yang masih tinggi senilai 84% terhadap pendapatan, berdampak pada net profit
margin dan gross profit margin perusahaan. Net profit margin yang dihasilkan di perusahaan pada tahun
2015 hanya pada kisaran 1%, yang artinya laba yang dihasilkan perusahaan 1% dari total pendapatan
perusahaan. Sedangkan, gross profit margin yang mampu dihasilkan perusahaan senilai 1,75%.
Jika membandingkan produktivitas laba dari bisnis ritel bahan bakar dan non bahan bakar, net
profit margin yang dihasilkan bisnis ritel Bright selama empat (4) tahun terakhir hingga tahun 2015
mencapai rata-rata kisaran 3,6%, jauh lebih besar dibandingkan bisnis ritel bahan bakar yang hanya
kisaran 0,5%. Tentunya, apabila perusahaan dapat mengembangkan lini bisnis ini, perusahaan berpeluang
meningkatkan kontribusi laba yang diperoleh di masa mendatang. Apalagi, kehadiran bisnis ritel Bright juga
diharapkan mampu meningkatkan service level terhadap konsumen SPBU sesuai dengan konsep
convenience store.

Jalan Panjang PT. Pertamina Retail


Menatap ke depan, perusahaan meyakini tekanan industri dan pengaruh iklim global semakin
besar pada sektor industri migas. Tekanan terhadap harga minyak mentah global terus berlanjut di tahun
2015 dan menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan energi dunia, termasuk
Pertamina Retail. Sejak akhir tahun 2014, harga minyak internasional menurun cukup tajam dan terus
menurun sampai akhir tahun 2015. Hal ini disebabkan oleh dinamika internal OPEC, kondisi ekonomi
global, dan turunnya permintaan minyak mendorong perusahaan menjalankan beberapa strategi baru guna
meminimalisir risiko yang dihadapi.
Meski begitu, tidak semua sektor migas turut dirugikan oleh penurunan harga minyak dan gas.
sektor hilir migas justru diuntungkan. Rendahnya harga migas membuat biaya pengadaan PSO, BBG, dan
bahan baku industri petrokimia menjadi lebih murah. Penurunan harga migas berpengaruh terhadap
pemangkasan biaya energi yang membantu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pada tren 4 tahun terakhir, PT. Pertamina Retail sadar bahwa kontribusi laba 98% dari Bisnis BBM
akan dihadapkan pada tantangan yang semakin besar dan rentan terhadap risiko. Ditambah lagi, pada
tahun 2015 perusahaan mencatat margin keuntungan dari lini bisnis ini hanya sebesar 0,5% rata-rata sejak

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 5
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

empat tahun terakhir. Berdasarkan pengalaman tersebut, perusahaan selalu berupaya meningkatkan
efisiensi dan lebih agresif meningkatkan kinerja bisnis ritel non BBM dengan harapan mampu
meningkatkan pendapatan dan margin usaha.
Untuk meningkatkan peran bisnis Pertamina Retail di tengah pasar, banyak hal yang harus
diperhatikan oleh perusahaan, terutama pengaruh kondisi makro eksternal. Tahun 2014-2015, kondisi
ekonomi Indonesia dihadapkan pada tantangan yang cukup berat dari kondisi global dan domestik.
Peraturan Pemerintah yang mengatur usaha minyak dan gas bumi di Hulu dan Hilir belum dapat menjamin
investasi di sektor minyak dan gas bumi akan masuk, karena masih banyak masalah lain yang menjadi
hambatan bagi terealisasinya investasi. Masalah tersebut antara lain peraturan perpajakan dan lingkungan
hidup serta otonomi daerah yang menyulitkan bagi perusahaan minyak asing beroperasi. Tentunya hal ini
juga berpengaruh pada kinerja bisnis ritel bahan bakar Pertamina secara langsung.
Hal lain yang berdampak pada kinerja perusahaan adalah konsumsi minyak bumi (BBM) di dalam
negeri sudah melebihi kapasitas produksi. Dalam beberapa tahun belakangan ini penyediaan BBM dalam
negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, hampir 20-30% kebutuhan minyak
bumi dalam negeri sudah harus diimpor dari luar negeri. Kebutuhan impor minyak bumi ini diperkirakan
akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dan
pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang diharapkan semakin membaik di tahun-tahun mendatang. Di
samping itu, jumlah kendaraan yang masih beroperasi di seluruh Indonesia pada 2014 mencapai 115,674
juta unit, naik 10,9% dari tahun 2013 sebesar 104,211 juta unit. Rincianya ialah sepeda motor sejumlah
87,333 juta unit, mobil penumpang 11,69 juta unit, dan mobil barang (truk, pikap, dan lainnya) 5,723 juta
unit. Setidaknya, peningkatan jumlah kendaraan ini memberi peluang bagi pengembangan bisnis ritel BBM
dan Non BBM di SPBU Pertamina.

Harapan Baru: Bisnis Ritel Bright!


Sejak tahun 2013, inisiasi bisnis baru, pengukuhan kemitraan baru, dan hasil sinergi penjualan
antar unit bisnis dan pelanggan PTPR telah membantu memberikan keuntungan yang berkesinambungan
bagi perusahaan. Salah satu lini bisnis yang yang diharapkan mampu mendukung pencapaian visi
perusahaan tersebut adalah Bisnis Ritel BRIGHT.
Bisnis ritel Bright sendiri terbagi ke dalam tiga unit usaha yaitu Bright Convenience Store & Café,
Bright Olimart, dan Bright Car Wash. Bright Convenience Store & Café yang terintegrasi di jaringan SPBU

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 6
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

Pertamina, menawarkan berbagai macam produk termasuk makanan dan minuman siap saji. Walau hadir
dengan banyak produk termasuk produk premium, Bright C Store & Café tetap menyajikan produk dengan
harga terjangkau serta mengedepankan suasana berbelanja yang mudah, aman, nyaman, serta didukung
oleh lokasi yang strategis.
Selama ini, pengembangan gerai Bright C Store & Cafe dilakukan dengan skema Swakelola, yakni
dilakukan langsung oleh PT. Pertamina Retail, dengan target pengembangan di SPBU COCO (Company
Owned and Company Operated) dan SPBU DODO (Dealer Owned and Dealer Operated). Hingga akhir
tahun 2014, terdapat 8 region yang dilayani oleh PT. Pertamina Retail, dengan rincian Region I melayani
D.I Aceh, Region II melayani daerah Sumatera, Region III melayani Jawa Barat, Region IV melayani Jawa
Tengah, Region V melayani Jawa Timur, Region VI melayani daerah Kalimantan, Region VII melayani
Sulawesi, dan Region VIII melayani daerah Papua.
Adanya pertumbuhan convenience store yang semakin banyak dari tahun ke tahun, perusahaan
berencana mengoperasikan 2000 gerai Bright pada tahun 2020. Tantangan demi tantangan akan terus
dihadapi, terutama dengan meningkatnya biaya operasional SPBU yang berhubungan dengan sumber
daya manusia seiring dengan meningkatnya upah minimum pekerja. Di samping itu biaya utilitas seperti
listrik dan telfon yang meningkat secara bertahap ikut berpengaruh terhadap meningkatnya biaya operasi
per liter.
Perusahaan juga telah berupaya meningkatan jumlah gerai bright 29% ditahun 2015 sehingga
jumlah gerai yang dimiliki 387 gerai. Melihat kinerja perusahaan yang masih penuh tantangan, manajemen
dihadapkan pada berbagai alternatif strategi bisnis terkait pengembangan lini bisnis non BBM. Lini bisnis
Bright yang menjadi andalan bisnis Non Minyak juga masih dihadapkan pada beberapa pilihan strategi
pengembangan. Bright C Store & Cafe, Bright Carwash, dan Bright Olimart merupakan unit bisnis yang
masih perlu penataan untuk menjadi bisnis unggulan.
Aribawa, VP Non Fuel PTPR mengungkapkan bahwa semua lini bisnis Bright akan dikembangkan
secara maksimal, namun perhatian korporasi memang perlu diutamakan bagi Bright C Store. Bisnis
convenience store ini diharapkan menjadi bumerang untuk mengembangkan lini bisnis Bright yang lainnya.
Apalagi, pertumbuhan industri ritel dan convenience store yang berkembang pesat menjadi sebuah
peluang yang harus segera ditangkap oleh manajemen PTPR melalui Bright C Store & Café.
Jumlah penjualan produk Bright C Store juga meningkat dari tahun 2014 ke 2015. Perolehan
tersebut menembus angka Rp 202.357.000.000, meningkat 20% dari tahun 2014 (Rp 169.064.000.000).
Lebih lanjut, penjualan Bright bersumber dari berbagai hal, di antaranya adalah produk Bright Convenience

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 7
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

Store, café, Merchandise, Distribution Center (DC), Pelumas, LPG, dan Dex Kemasan. Di antara semua
itu, produk dari convenience store adalah sumber penjualan yang terbesar.
Kinerja margin laba bersih yang dihasilkan Bright sejak 2012-2014 rata-rata 3,9%. Nilai tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan margin laba bersih (0,8%) dan juga lini bisnis BBM (0,5%). Meskipun, terjadi
penurunan margin laba bersih tahun 2015, hal ini disebabkan karena penambahan aset besar-besaran
yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari strategi jangka panjang. Di samping itu, pertumbuhan
penjualan yang hanya 20% tidak sebanding dengan beban pokok penjualan senilai 22% serta beban
operasi dan overhead yang mencapai 43%. Perusahaan terus menerus berupaya melakukan efisiensi
untuk meminimalkan biaya dan beban operasi. Namun, dengan melakukan penetrasi pasar yang cukup
luas, pertumbuhan biaya tidak dapat dihindarkan walau jumlah asset mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.

Peta Kompetisi Bisnis Ritel dan Convenience Store


Dalam peta persaingan, bisnis convenience store tidak bisa dilepaskan sepenuhnya dari industri
ritel, seperti supermarket dan minimarket. Perbedaan di antara kedua industri ini tidak terlalu signifikan, di
mana mini market ataupun supermarket menjual barang kebutuhan pokok konsumen sehari-hari,
sedangkan convenience store lebih menekankan kepada kenyamanan konsumen dalam melakukan
pembelian sehingga menawarkan produk siap saji. Ciri utama convenience store ialah adanya berbagai
jenis produk ready to eat (RTE) dan ready to drink (RTD). Untuk akses, convenience store beroperasi 24
jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Bahkan, di beberapa negara, convenience store juga
menjual bahan bakar dan terintegrasi dengan SPBU.
Di Indonesia, Alfamidi, Indomaret Point, Circle K, Watson, Bonjour, dan Sevel Eleven merupakan
pemain mayoritas dalam industri ritel convenience store ini. Circle-K merupakan pesaing terberat bagi
Bright C Store karena keberadaannya yang juga mendominasi SPBU. Bahkan, Circle K tidak hanya berada
di dalam SPBU tetapi juga beroperasi di lokasi lain yang strategis. Belum lagi jika membahas mengenai
merek lain seperti Ministop, Family Mart, dan lainnya yang juga semakin agresif membuka gerai baru di
berbagai lokasi.
Selain pesaing yang serupa, dalam industri convenience store ini juga dikenal produk substitusi
yang turut mengancam, yaitu gerai mini market yang semakin agresif jumlahnya, seperti Alfamart dan
Indomaret. Kehadiran minimarket ini menjadi ancaman bagi eksistensi Bright C Store di berbagai wilayah di

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 8
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

seluruh Indonesia. Sebaran lokasi kedua mini market tersebut telah mendominasi market share industri
ritel dan convenience store Tanah Air. Pada tahun 2009, market share convenience store dan minimarket
didominasi oleh Alfamart dengan 40,3%, diikuti oleh Indomaret 34%, Alfa Midi 4,7%, dan Circle K 2%
(USDA, 2012).
Peta persaingan usaha juga semakin sengit jika kita melihat perilaku konsumen ritel dan
convenience store dalam berbelanja. Beberapa hal yang mempengaruhi konsumen untuk berbelanja di
minimarket tertentu adalah terkait ketersediaan barang yang dicari (product availability), kelengkapan
service yang ditawarkan, kemudahan dalam sistem pembayaran, dan kemudahan akses serta lokasi yang
strategis. Faktor ini menjadi pertimbangan utama bagi pelaku industri untuk mengembangkan bisnis
mereka, serta menjadi kunci sukses dalam memenangi persaingan usaha.
Secara makro, pertumbuhan gerai ritel modern di Indonesia terus mengalami peningkatan
sehingga menuntut perusahaan untuk lebih agresif mengambil peran sebagai pemain ritel yang berdaya
saing. Pada tahun 2013, pertumbuhan industri ritel rata-rata mencapai 17,6% (www.marketing.co.id).
Pertumbuhan jumlah gerai juga diikuti pertumbuhan pendapatan perusahaan ritel. APRINDO (Asosiasi
Perusahaan Ritel Indonesia) mencatat pertumbuhan ini berkisar 10-15% per tahun. Namun, jika melihat
kondisi yang ada, penetrasi pasar grosir tradisional di Indonesia masih mendominasi 84% (Euromonitor,
2014). Ini menjadi kesempatan bagi convenience store modern di Indonesia untuk terus tumbuh dan
melakukan penetrasi. Saat ini penetrasi convenience store adalah terbesar kedua sebesar 7% setelah
grosir tradisional.
Circle K merupakan pesaing terdekat Bright C Store saat ini. Convenience Store asal Amerika ini
sudah beroperasi di Indonesia lebih dari 25 tahun dan memiliki lebih dari 500 gerai di seluruh Indonesia di
7 kota (Jakarta, Bali, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Batam). Selain memiliki gerai di area
manapun, pada tahun 2010, Circle K resmi bekerjasama dengan Shell untuk membentuk sebuah aliansi
strategis dengan merancang konsep baru Toko Serba Ada di SPBU Shell. Dengan mengusung visi untuk
menjadi Convenience Store no. 1 untuk belanja harian, Circle K secara konsisten menawarkan berbagai
macam produk dan layanan berkualitas secara cepat, ramah, dengan lingkungan yang bersih. Dengan
fokus menarget karyawan dan mahasiswa, Circle K mengusung konsep convenience store yang mudah
diakses bagi remaja hingga eksekutif muda.
Selain menjual produk umum yang bisa ditemui di traditional maupun modern market, Circle K juga
menjual aneka ready to eat dan ready to drink dengan private brand-nya, yaitu Circle K. Produk-produknya

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 9
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

meliputi minuman, baik kopi dan non-kopi, makanan berat, maupun kudapan yang bisa dinikmati oleh
konsumen kapanpun dan di manapun, terutama bagi konsumen yang sedang dalam perjalanan.
Selain jenis produk yang beraneka ragam dan sesuai dengan target marketnya, Circle K memiliki
serangkaian kegiatan promosi dan loyalty program yang bertujuan untuk meningkatkan revenue dan
branding, di antaranya yaitu menjadi chanel bagi pembayaran iuran bulanan maupun konter penjualan
tiket, serta melakukan serangkaian marketing campaign seperti rally dan kampanye kesehatan. Hal ini
secara berkelanjutan dilakukan di berbagai kota di Indonesia untuk semakin memperkuat brand image
kepada konsumennya. Kegiatan promosi inipun ditambah dengan serangkaian kegiatan sales promotion
dan loyalty program yang bisa meningkatkan penjualan produk-produk RTD dan RTE Circle K.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh Bright C Store?
Agresivitas Circle K dan convenience store lainnya menjadi ancaman bagi pengembangan bisnis
Bright C Store & Café ke depannya. Walau beroperasi di SPBU yang berbeda, namun rivalitas usaha
antara kedua perusahaan tidak bisa dihindarkan. Tentu, dengan strategi bisnis yang unggul, masing-
masing perusahaan akan mampu berkembang optimal di segmen pasar sendiri.

Gambar 1. Suasana Bright C Store

Jika kita menlusuri lebih jauh keberadaan Bright C Store di SPBU Pertamina, product availability
dan faktor penentu persaingan usaha lainnya telah mampu dipenuhi oleh manajemen. Produk yang
tersedia dalam Bright C Store sangat beraneka ragam, dari makanan, minuman, tisu, dan serangkaian
produk yang dibutuhkan konsumen secara cepat, baik produk manufaktur perusahaan, maupun produk

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 10
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

RTE dan RTD. Selain itu, Bright C Store juga menyediakan beberapa kebutuhan utama rumah tangga, di
antaranya adalah minyak goreng dan beras yang merupakan kerjasama dengan BULOG. Tak hanya itu,
untuk memudahkan konsumen mencari barang kebutuhan yang terkait dengan bahan bakar, Bright C
Store juga menyediakan bright gas, oli bright, bahkan juga sekumpulan CD music dari penyanyi ternama
Indonesia.
Bright C Store pada tahun 2015 melakukan peluncuran menu baru dan air minum dalam kemasan
yang bisa menjadi pilihan para konsumen. Belum lagi usaha-usaha promosi secara regular yang dilakukan
PTPR dalam rangka menarik minat masyarakat, baik sebagai konsumen produk Bright C Store, maupun
sebagai investor, salah satunya adalah berpartisipasi dalam arena Pekan Raya Jakarta dan Roadshow
IFBC (Info Franchise and Business Concept). Selain itu, peluang kerjasama pun kerap dibuka dalam
rangka mempermudah transaksi yang dilakukan oleh konsumen, salah satunya adalah kerjasama dengan
PT. Pos Indonesia untuk layanan pengiriman barang, dan cash card dengan Bank Mandiri dan Bank BNI.

Gambar 2. Launching Air Minum Dalam Gambar 3. Launching Menu Baru Bright C Store
Kemasan Bermerk Bright

Selain itu, dengan sebagian produk bermerk sendiri, Bright C Store & Café juga akan mampu
meningkatkan daya saing di tengah industri convenience store tanah air. Melalui Bright Café, pengunjung
SPBU akan dimanjakan dengan layanan premium namun tetap dengan harga yang terjangkau. Tidak itu
saja, dalam jangka panjang, integrasi Bright C Store, Bright Café, Bright Olimart, dan Bright Carwash di
berbagai SPBU akan mampu menciptakan sebuah pengalaman bertransaksi yang beda bagi pelanggan
SPBU Pertamina.
Namun, saat ini tantangan utama bagi Bright C Store ialah mengenai brand awareness yang perlu
ditingkatkan. Dengan pengalaman yang lebih 25 tahun beroperasi di Indonesia, tentu Circle K memiliki

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 11
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

brand awareness yang lebih unggul dibandingkan Bright C Store. Namun, dengan sebaran SPBU
Pertamina yang luas di Indonesia, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat nanti Bright C Store akan
menjadi convenience store andalan di areal SPBU. Keunggulan jaringan dan nama besar Pertamina akan
bisa berpengaruh terhadap peningkatan brand awareness bisnis Bright. Namun, lagi-lagi, potensi itu akan
mampu dioptimalkan jika didukung dengan rencana strategi yang baik.

Tantangan 12 Langkah!
Peluang bisnis ritel yang dijalankan oleh Bright C Store semakin terbuka lebar. Selain peluang
industri makro yang ada, kekuatan jaringan SPBU yang telah dimiliki oleh Pertamina bisa menjadi kekuatan
besar dalam pengembangan bisnis Bright. Rencana strategis Bright untuk beroperasi di lebih 2000 lokasi di
masa yang akan datang bisa diwujudkan tanpa kendala besar.
Namun, lagi-lagi Toharso menekankan bahwa tim marketing yang menangani Bright harus lebih
responsif dan agresif dalam menjalankan kegiatan pemasaran. Pria yang telah lama berkarir di Pertamina
ini selalu berujar bahwa Bright berpeluang besar untuk tumbuh dan berkembang, namun belum tentu bisa
menjadi top of mind bagi masyarakat luas jika tim marketing tidak bekerja optimal.
“Saya yakin bahwa Bright memiliki peluang besar dan mampu menjadi revenue gerator baru bagi
Pertamina. Tapi, sebelum semua itu terwujud, PR utama kita adalah membuat Bright lebih dikenal di
tengah masyarakat!” Ujarnya menambahkan.
PR besar itulah yang harus dipecahkan oleh Aribawa, VP Non Fuel dan Lilik Eko Permono,
Manajer Marketing PTPR. Ari menyatakan bahwa tantangan besar bisnis Bright bisa diibaratkan dengan 12
langkah yang menentukan. Dalam pertandingan bola, tendangan 12 langkah adalah sebuah strategi yang
menegangkan untuk meraih kemenangan di kotak pinalti. Begitu pula dengan strategi Bright C Store, 12
langkah yang menentukan tersebut ialah jarak antara posisi pompa pengisian SPBU dengan pintu masuk
Bright C Store yang berada di lingkungan SPBU yang sama.
“Tantangan 12 langkah inilah yang menjadi PR besar kami. Walau hanya berjarak 12 langkah, tapi
belum semua pelanggan SPBU yang mau melangkahkan kakinya menuju pintu masuk Bright C Store yang
hanya 12 langkah itu. Nah, itulah tantangan yang harus kami pecahkan!” Ujar Aribawa yang diaminkan
Lilik.
Lebih lanjut Lilik menjelaskan bahwa upaya menarik perhatian pelanggan SPBU agar turut
bertransaksi di Bright C Store dan bisnis Bright lainnya menjadi sebuah tantangan dalam mengembangkan

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 12
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

bisnis Bright. Upaya ini bisa diukur dengan melihat jumlah conversion rate yang terjadi dari pelanggan
SPBU menjadi pelanggan Bright C Store dan bisnis Bright lainnya. Saat ini, menurut Lilik, tingkat
conversion rate Bright C Store berada pada kisaran 3-4%. Hal ini berarti, dari 100 orang pelanggan SPBU,
hanya 3-4 orang yang menjadi pelanggan Bright C Store.
“Angka ini memang masih rendah, tapi kan jumlah pelanggan SPBU itu ribuan. Nah, setidaknya,
angka ini bisa kita naikkan menjadi 15% melalui strategi marketing yang baik. Inilah yang menjadi
perhatian besar kita saat ini” Ujar Lilik menjelaskan.
Target conversion rate dari 4% menjadi 15% adalah sebuah tantangan yang besar bagi
manajemen Bright C Store. Diperlukan strategi marketing yang baik untuk mencapai target besar itu. Saat
ini saja, PTPR telah berupaya mendukung strategi marketing tersebut, salah satunya dengan mendesain
ulang denah SPBU. Salah satu upaya untuk meningkatan trafik pengunjung SPBU ke Bright C Store,
beberapa SPBU telah didesain ulang dengan menempatkan akses toilet SPBU melalui Bright C Store.
Upaya ini diharapkan akan mampu menambah jumlah transaksi Bright C Store dan juga akan
meningkatkan conversion rate pelanggan.
Selain itu, upaya promosi lainnya juga telah dilakukan untuk meningkatkan jumlah transaski Bright
C Store sekaligus meningkatkan conversion rate tersebut. Program diskon dan bonus bagi pelanggan
SPBU yang bertransaksi di Bright C Store juga telah dijalankan. Namun, semua program tersebut masih
dalam tahap pengembangan dan belum memperlihatkan hasil yang signifikan.
Ribuan bahkan jutaan orang yang menjadi pelanggan SPBU tiap harinya adalah pelanggan
potensial Bright C Store dan bisnis Bright lainnya. Inilah yang menjadi peluang sekaligus tantangan besar
Bisnis Bright agar terus meningkatkan brand awareness mereka. Bright telah memiliki peluang besar, tapi
belum ditangkap maksimal. Perlu sebuah terobosan baru dalam upaya marketing dan peningkatan brand
awareness Bisnis Bright tersebut.
Lantas, apa upaya menjawab tantangan 12 langkah itu?
Let’s be bright!

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 13
“Pertamina Retail: Bright Day, Bright Business!”

LAMPIRAN 1
Tabel Profitabilitas PT. Pertamina Retail tahun 2014-2015 (dalam satuan rupiah)

Uraian 2015 2014 Perubahan

Pendapatan 10,511,309,258,553 9,188,708,470,539 14%


Beban Pokok Penjualan 10,327,793,387,582 9,050,991,450,913 14%
Laba Kotor 183,515,870,971 137,717,019,626 33%
Beban operasi&Overhead 76,466,175,590 62,755,596,916 22%
Laba Usaha 107,049,695,381 74,961,422,710 43%
Laba Bersih 108,674,010,964 60,494,723,934 80%
Gross Profit Margin 1.75% 1.50% 16%
Net Profit Margin 1.0% 0.7% 57%
Sumber: data diolah dari laporan keuangan PT. Pertamina Retail 2015

Tabel Profitabilitas Non-Fuel Retail (NFR) tahun 2014-2015 (dalam jutaan rupiah)

Uraian 2015 2014 Perubahan


Penjualan 88,910 48,139 85%
Beban pokok penjualan 48,399 20,143 140%
Laba Kotor 40,511 27,996 45%
Beban operasi&Overhead 11,184 9,341 20%
Depresiasi & Amortisasi 2,913 508 473%
Laba Usaha 26,414 18,147 46%
Pendapatan lain 1,646 1,823 -10%
Pajak 490 332 48%
Laba Bersih 27,581 15,992 72%
Sumber: data diolah dari laporan keuangan PT. Pertamina Retail 2015

Tabel Profitabilitas Bisnis Bright tahun 2014-2015 (dalam jutaan rupiah)

Uraian 2015 2014 Perubahan

Pendapatan 202,357 169,064 20%


Beban Pokok Penjualan 140,751 115,571 22%
Laba Kotor 61,606 53,493 15%
Beban operasi&Overhead 63,503 44,434 43%
Depresiasi & Amortisasi 6,843 5,208 31%
Laba Usaha (8,740) 3,851 -327%
Pajak - - - -
Laba Bersih (8,740) 3,851 -327%
Sumber: data diolah dari laporan keuangan PT. Pertamina Retail 2015

Kasus ini ditulis oleh Noveri Maulana, MM., Yanuar Andrianto MM., dan Anggun Pesona Intan MM.,
serta dikaji oleh Dr. Ningky Sasanti Munir MBA., 14

Anda mungkin juga menyukai