Anda di halaman 1dari 3

Kasus 7-Eleven

Bisnis convenience store dari PT. Modern Sevel Indonesia yang telah eksis di
Indonesia sejak tahun 2009. 7-Eleven merupakan pelopor convenience store pertama di
Indonesia dan diikuti oleh beberapa kompetitor lainnya. Pelayanan dan kenyamanan yang
diberikan kepada pelanggan oleh 7-Eleven sendiri adalah salah satunya dengan memberikan
jaringan internet gratis. Oleh karena itu, 7-Eleven selalu diramaikan oleh pengunjung dari
kalangan pelajar hingga orang-orang kantoran. Namun, pada tanggal 30 Juni 2017, 7-Eleven
resmi ditutup karena beberapa alasan, salah satunya adalah keterbatasan sumber daya yang
dimiliki Perseroan dalam menunjang kegiatan operasional toko.

Penyebab lain ditutupnya 7-Eleven ini adalah ekspansi secara cepat dan agresif.
Direktur Keuangan Modern International, Chandra Wijaya, menyadari bahwa ekspansi gerai
7-Eleven dilakukan cepat di awal. Ekspansi ini dibiayai oleh pinjaman sehingga untuk
operasional bisnis justru digunakan untuk membayar pinjaman beserta bunga yang jumlahnya
sangat signifikan sehingga dapat mengganggu modal kerja. Selain itu, biaya operasional
berlebih juga menjadi penyebabnya. Sebelum memulai bisnis, 7-Eleven telah melakukan
pembayaran sewa tempat untuk 5-10 tahun ke depan yang biayanya sudah dibayarkan
dimuka. 7-Eleven juga melakukan renovasi besar-besaran untuk memenuhi standar 7-Eleven
Inc. Hal ini berdampak negatif pada kas perusahaan yaitu modal yang seharusnya digunakan
untuk operasional justru terpakai di awal untuk biaya sewa yang seharusnya dapat dibayarkan
perbulan atau pertahun.

Pembengkakan laporan keuangan juga terjadi pada 7-Eleven diamana biaya beban
operasional membengkak dalam laporan keuangannya. Menurut laporan keuangan
konsolidasian MDRN, pada kuartal 1 2017 7-Eleven mengalami kerugian hingga Rp447,9
miliar yang mana pada kuartal 1 2016 7-Eleven masih mendapatkan laba sebesar Rp21,3
miliar.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengaku bahwa pada lebaran 2017 lalu
telah terjadi penurunan daya beli masyarakatyang disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat
yang semakin cerdas dalam menggunakan uang. Ditambah lagi kompetitor 7-Eleven yang
semakin menyebar dan menawarkan bisnis serupa dengan harga yang lebih murah yang
semakin membuat 7-Eleven kehilangan pelanggan dan akhirnya resmi ditutup.
Sumber : https://www.google.co.id/amp/s/www.jurnal.id/id/blog/2017/4-penyebab-tutupnya-
bisnis-7-eleven-di-indonesia.amp%3flocale=id.

Pembahasan kasus :

Dalam kasus 7-Eleven ini, terdapat pengendalian biaya yang buruk dalam bisnis yang
dijalankan. Pihak manajemen 7-Eleven malah menggunakan biaya operasional yang mana
merupakan biaya variabel dalam proses bisnisnya sebagai biaya tetap dalam membayar uang
sewa tempat usahanya. Hal ini mengakibatkan proses operasional dalam usahanya menjadi
terhambat. Selain itu juga, akibat ekspansi yang dilakukan secara besar-besaran membuat 7-
Eleven ini harus meminjam uang sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk biaya
operasional dijadikan sebagai pembayaran hutangnya.

Dalam kasus 7-Eleven ini juga terjadi pembengkakan laporan keuangan di biaya
operasional sehingga pada kuartal 1 2017 mengalami kerugian sebesar Rp447,9 miliar. Hal
ini dikarenakan manajemen biaya perusahaannya sangat kacau. Anggaran biaya dan analisis
biaya yang seharusnya digunakan untuk mengendalikan dan mengatur biaya guna
memperbaiki laba bersih perusahaannya malah tidak berfungsi dikarenakan penganggarannya
dilakukan untuk ekspansi tadi.

7-Eleven dalam usahanya melakukan renovasi secara besar-besaran untuk memenuhi


standar dari 7-Eleven Inc. Elemen yang berpengaruh dalama menentukan keberhasilan atau
kegagalan suatu sistem biaya adalah standar yang digunakan sebagai kriteria kinerja. Dalam
renovasi besar-besaran yang dilakukan ini tentunya memerlukan biaya yang sangat besar
untuk mencapai standar yang ditetapkan oleh pihak 7-Eleven Inc. Hal ini lah yang membuat
sistem biaya yang diterapkan oleh 7-Eleven ini menjadi sangat buruk dan akhirnya
perusahaan lama-lama tidak bisa memberikan pelayanan yang nyaman kepada pelanggan
seperti dulu dikarenakan harus banyak berhutang, dan pelanggan pun lebih cerdas dalam pola
konsumtifnya.

Dampak dari kasus terhadap perusahaan 7-Eleven :

Akibat dari terjadinya manajemen biaya dan pengendalian biaya yang sangat buruk
dalam perusahaan 7-Eleven ini dan banyaknya pesaing yang muncul dan memberikan harga
yang lebih terjangkau dan pelayanan yang sama, akhirnya pelanggan semakin meninggalkan
bisnis ini dan beralih ke para pesaingnya. Hal ini membuat 7-Eleven tidak bisa produktif lagi
dan akhirnya resmi ditutup pada tanggal 30 Juni 2017.
Tanggapan terhadap kasus :

Menurut kami, seharusnya pihak manajemen 7-Eleven harus lebih menerapkan


manajemen biaya dan pengendalian biaya yang lebih efektif dan efisien bagi kemajuan
perusahaannya. Banyak kompetitor sejenis yang bermunculan untuk menyaingi bisnis 7-
Eleven ini sehingga seharusnya mereka melakukan inovasi untuk bisa tetap memberikan
pelayanan yang nyaman dan dengan harga yang terjangkau beserta kualitas yang terjamin.
Selain itu, perusahaan ini haruslah bisa membedakan mana yang harus digunakan sebagai
biaya operasional dan yang mana biaya tetap agar proses operasional dalam perusahaannya
dapat tetap berjalan.

Anda mungkin juga menyukai