Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Syariah
Oleh:
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, pemakalah panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah
kelompok yang berjudul Kinerja Perbankan Syariah.
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, bank syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat pesat, hal ini dikarenakan selama ini bank syariah mampu membidik
pasar syariah loyalis, yaitu konsumen yang meyakini bahwa bunga bank itu
haram. Selain itu, bank syariah sedang mengalami kondisi persaingan yang
sangat ketat karena semua pihak yang terlibat dalam perbankan sama-sama
bergerak di pasar rasional yang sensitif terhadap bunga. Para depositor sendiri
sangat memperhatikan return atau keuntungan yang mereka peroleh ketika
menginvestasikan uangnya di bank. Haron dan Azmi (2005) menunjukkan
bahwa deposit pricing berfungsi untuk memproteksi dan meningkatkan profit
dari bank dibandingkan untuk menambah nasabah baru dan merebut market
share dari kompetitornya karena pada kenyataannya ketika dibuka satu jenis
deposit plan baru oleh bank, maka para depositor akan membandingkan
keuntungan yang akan mereka peroleh.
Harapan stakeholder terhadap bank syariah tentu berbeda dengan bank
konvensional. Hal ini didasari oleh kesadaran bahwasannya bank syariah
dikembangkan sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha
sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam, yakni tidak hanya
terfokus pada tujuan komersil yang tergambar pada pencapaian keuntungan
maksimal semata, tetapi juga mempertimbangkan perannya dalam
memberikan kesejahteraan secara luas bagi masyarakat, yang merupakan
implementasi peran bank syariah selaku pelaksana fungsi sosial. Perbedaan
yang dominan pada bank syariah dan bank konvensional adalah pada sistem
bunga yang digunakan.
Tingginya harapan stakeholder menuntut pihak perbankan untuk selalu
menilai kinerjanya terutama yang terkait dengan kinerja keuangannya. Hal ini
dimaksudkan agar perusahaan dapat selalu going concern. Makalah ini akan
membahas kinerja perbankan syariah. Dari metode pengukuran kinerja apa
saja yang lazim digunakan, bagaimana penggunaan laporan keuangan untuk
mengukur kinerja, bagaimana tingkat kesehatan bank syariah. Makalah ini
juga akan sedikit memaparkan riset yang meneliti tentang kinerja perbankan
syariah.
B. Rumusan Masaalah
1. Bagaimana metode pengukuran kinerja?
2. Bagaimana penggunaan laporan keuangan untuk untuk mengukur kinerja?
3. Bagaimana tingkat kesehatan bank syariah?
4. Bagaimana riset mengenai kinerja perbankan syariah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode pengukuran kinerja.
2. Untuk mengetahui penggunaan laporan keuangan untuk untuk mengukur
kinerja.
3. Untuk mengetahui tingkat kesehatan bank syariah.
4. Untuk mengetahui riset mengenai kinerja perbankan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Balanced Scorecard
Balanced Scorecard dikembangkan di Harvard Business School
oleh Kaplan dan Norton (1992). Sampai saat ini Balanced Scorecard
adalah model terpopuler untuk sistem pengukuran kinerja baru yang telah
dikembangkan (Neely et al., 1995). Kerangka kerja Balanced Scorecard
menggunakan empat perspektif dengan titik awal strategi sebagai dasar
perancangannya. Adapun keempat perspektif tersebut meliputi: financial
perspective, customer perspective, internal business process perspective
dan learning and growth perspective. Keterkaitan antarobjektif dan ukuran
kinerja dinyatakan dengan cause-and-effect relationship, di mana terjadi
kulminasi kinerja pada financial perspective.
Balanced Scorecard memberikan para eksekutif sebuah kerangka
kerja menyeluruh yang menerjemahkan visi perusahaan dan strategi
perusahaan dan strategi usaha ke dalam sejumlah ukuran. Sistem ini
menterjemahkan misi dan strategi perusahaan menjadi tujuan dan measure,
serta mengorganisirnya menjadi empat perspektif yang berbeda (Kaplan
dan Norton, 1992) yaitu: 1) Perspektif Finansial; 2) Perspektif Pelanggan;
3) Perspektif Proses Bisnis Internal; dan 4) Perspektif Proses Belajar dan
Pertumbuhan.
Penjelasan masing-masing perspektif adalah sebagai berikut: (1)
Finansial diperlukan untuk memberikan ringkasan dari konsekuensi
ekonomi akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah diambil.
Aspek finansial ini erat hubungannya dengan profitabilitas, contoh
pemasukan operasional, return on capital dan economic added value. (2)
Pelanggan diperlukan untuk mengidentifikasi segmen pasar dan konsumen
dimana unit kerjaakan saling bersaing dan tolak ukur yang akan dipakai
untuk mengukur segmen yang diinginkan. (3) Bisnis Internal diperlukan
untuk mengidentifikasi internal business process yang kritis dan harus
ditingkatkan. (4) Belajar dan Pertumbuhan diperlukan untuk
mengidentifikasi infrastruktur dari organisasi yang harus dibangun untuk
menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
2. Performance Prism
Sistem pengukuran kinerja model Performance Prism merupakan
penyempurnaan model-model sebelumnya diantaranya Balanced
Scorecard. Model ini tidak hanya didasari oleh strategi tetapi juga
memperhatikan kepuasan dan kontribusi stakeholder, proses, dan
kapabilitas perusahaan (Nelly dan Adam, 2000). Memahami atribut apa
yang menyebabkan stakeholder (pemilik dan investor, supplier, konsumen,
tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat sekitar) menjadi puas atas kinerja
perusahaan adalah langkah penting dalam model Performance Prism. Dan
untuk dapat mewujudkan kepuasan para stakeholder tersebut secara
sempurna, maka pihakmanajemen perusahaan perlu juga
mempertimbangkan strategi-strategi apa saja yang harus dilakukan,
proses-proses apa saja yang diperlukan untuk dapat menjalankan strategi
tersebut, serta kemampuan apa saja yang harus dipersiapkan untuk
melaksanakannya.
Berbeda dengan sistem pegukuran kinerja Balance Scorecard, yang
berpedoman pada ukuran kinerja harus diturunkan secara ketat dari strategi
adalah tidak benar. Seharusnya, kebutuhan dan keinginan dari para
stakeholders-lah yang harus diperhatikan pertama kali. Kemudian, baru
strategi dapat diformulasikan. Hal ini karena Performance Prism
mempunyai pandangan yang lebih komprehensif terhadap stakeholders
(seperti investor, pelanggan, karyawan, peraturan pemerintah dan supplier)
dibanding kerangka kerja lainnya. Metoda pengukuran kinerja ini
menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangun tiga dimensi yang
memiliki lima bidang sisi, yaitu dari sisi kepuasan stakeholder, strategi,
proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder.
Dari sisi kepuasan stakeholder, siapa saja stakeholder organisasi
dan apa saja keinginan dan kebutuhan mereka? Stakeholder yang
dipertimbangkan di sini meliputi konsumen, tenaga kerja, supplier,
pemilik/investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar. Penting bagi
perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang diinginkan
dan dibutuhkan stakeholder-nya serta melakukan komunikasi yang baik
dengan mereka.
Dari sisi strategi, strategi apa yang dibutuhkan untuk memberikan
kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan para stakeholder? Strategi
dalam hal ini sangat diperlukan untuk mengukur kinerja organisasi sebab
dapat dijadikan sebagai monitor (acuan) sudah sejauh mana tujuan
organisasi telah dicapai, sehingga pihak manajemen bisa mengambil
langkah cepat dan tepat dalam membuat keputusan untuk
menyempurnakan kinerja organisasi.
Dari sisi proses, proses-proses apa saja yang dibutuhkan untuk
meraih strategi yang sudah ditetapkan? Proses di sini diibaratkan sebagai
mesin dalam meraih sukses: yaitu bagaimana caranya agar organisasi
mampu memperoleh pendapatan yang tinggi dengan pengeluaran serendah
mungkin melalui pemampatan fasilitas serta pengoptimalan saluran-
saluran pengadaan (procurement) dan logistik.
Dari sisi kapabilitas, kemampuan-kemampuan apa saja yang
dibutuhkan untuk menjalankan proses yang ada? Kapabilitas atau
kemampuan di sini maksudnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh
organisasi meliputi keahlian sumber dayanya, praktek-praktek bisnisnya,
pemanfaatan teknologi, serta fasilitas-fasilitas pendukungnya.
Kemampuan organisasi ini merupakan pondasi yang paling dasar yang
harus dimiliki oleh organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi-
organisasi lainnya.
Dari sisi kontribusi stakeholder, kontribusi apa yang dibutuh dan
diinginkan dari para stakeholder untuk mengembangkan kemampuan yang
perusahaan miliki? Untuk menentukan apa saja yang harus diukur yang
merupakan tujuan akhir pengukuran kinerja dengan metoda Performance
Prism ini, maka organisasi harus mempertimbangkan hal-hal apa saja
diinginkan dan dibutuhkan dari para stakeholdernya. Sebab organisasi
dikatakan memiliki kinerja yang baik jika mampu menyampaikan apa
yang diinginkannya dari para stakeholder yang sangat mempengaruhi
kelangsungan hidup organisasi mereka.
1. Metode CAMEL
Metode ini merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk
menentukan suatu kondisi bank sebagaimana tertera pada Peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan
bank umum berdasarkan prinsip syariah, terdiri dari aspek permodalan
(Capital), aspek kualitas asset (Assets), aspek kualitas manajemen
(Management), aspek rentabilitas (Earnings), aspek likuiditas (Liquidity),
aspek sensitifitas pada risiko pasar (Sensitivity to Market Ratio).
a. Penilaian Aspek Permodalan (Capital)
Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh
bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum
bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequacy
Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (Kasmir, 2004).
Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan pemerintah, maka CAR perbankan untuk tahun 2002 batas
minimalnya adalah 8%, bagi bank yang memiliki CAR dibawah 8%
harus segera memperoleh perhatian yang serius untuk segera
diperbaiki.
b. Penilaian Kualitas Aset (Assets)
Aspek yang selanjutnya perlu dinilai adalah aspek kualitas terhadap
jenisjenis aset yang dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai
dengan peraturan Bank Indonesia, yaitu meliputi komponen-
komponen sebagai berikut: (6/10/PBI/2004) a. Kualitas aktiva
produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva
produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva
produktif (PPAP) b. Kecukupan kebijakan dan prosedur, system kaji
ulang (review) internal, system dokumentasi, dan kinerja penanganan
aktiva produktif bermasalah. Rasio- rasio tersebut dapat dilihat dari
neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.
c. Penilaian Aspek Kualitas Manajemen (Management) Penilaian yang
ketiga meliputi penilaian kualitas manajemen bank. Untuk menilai
kualitas bank dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam mengelola
bank namun dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen
permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum,
manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Penilaian
selanjutnya yang dinilai dalam aspek manajemen adalah kepatuhan
bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Bank
Indonesia atau pihak lainnya. Merkusiwati (2007) dalam penelitiannya
menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen
melalui rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh
kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum,
manajemen resiko dan kepatuhan bank pada akhirnya akan
mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba.
d. Penilaian Aspek Rentabilitas (Earnings) Penilaian aspek rentabilitas
merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam
suatu periode. Kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang jika diukur secara
194 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam Vol. 6, No. 2 (Oktober
2018) rentabilitas terus berada dan meningkat diatas standar yang
telah ditetapkan. (Kasmir, 2004, hal. 4) Komponen-komponen yang
dinilai dalam aspek rentabilitas adalah sebagai berikut:
(6/10/PBI/2004) a. Pencapaian return on assets (ROA), return on
equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi bank. b.
Perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan
prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan
prospek laba operasional.
e. Penilaian Aspek Likuiditas (Liquidity) Suatu bank dapat dikatakan
likuid, apabila bank yang bersangkutan mampu membayar semua
hutangnya terutama hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang
dimaksud hutang jangka pendek adalah simpanan masyarakat seperti
simpanan tabungan, giro dan deposito. Dikatakan likuid jika pada saat
ditagih bank mampu membayar. (Kasmir, 2004, hal. 44-45)
Komponenkomponen yang dinilai dalam aspek ini adalah: a. Rasio
aktiva atau pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to
Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan.
b. Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and
liabilities management/ALMA), akses kepada sumber pendanaan dan
stabilitas pendanaan.
f. Penilaian Aspek Sensitifitas terhadap Risiko Pasar Penilaian ini
dimaksudkan untuk menilai kemampuan keuangan bank dalam
mengantisipasi perubahan risiko pasar yang disebabkan oleh
pergerakan nilai tukar. Penilaian sensitivitas atas risiko pasar
dilakukan dengan menilai besarnya kelebihan modal yang digunakan
untuk menutup risiko bank dibandingkan dengan besarnya risiko
kerugian yang timbul dari pengaruh perubahan risiko pasar (Ihsan,
2015). Hasil penilaian terhadap analisis CAMEL kemudian
dituangkan dalam bentuk angka yang diberikan bobot sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Bobot nilai ini diartikan sebagai nilai
kredit. Dari bobot nilai ini dapat dipastikan kondisi suatu bank. Batas
minimal dan maksimal untuk menentukan predikat suatu bank dapat
dilihat dalam tabel berikut ini. (Kasmir, 2004, hal. 44-45).
Nilai Kredit Predikat
81-100 Sehat
66 - < 81 Cukup Sehat
51 - < 66 Kurang Sehat
0 - < 51 Tidak Sehat
2. Metode RGEC
Metode RGEC merupakan pengembangan dari metode terdahulu yaitu
CAMELS. Dalam metode RGEC terdapat risiko inheren dan penerapan
kualitas manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan
terhadap delapan (8) faktor yaitu, risiko kredit, risiko pasar, risiko
likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko
kepatuhan, dan risiko reputasi. Manajemen dalam metode CAMELS
diubah menjadi Good Corporate Governance.
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank Indonesia telah
menetapkan sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank berbasis risiko.
Menurut POJK No. 8/POJK.3/2014 faktor-faktor penilaian dalam metode
RGEC yaitu sebagai berikut:
a. Risk Profile (Profil Risiko)
Berdasarkan PBI Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Pasal 7 yang berisi tentang penilaian
terhadapa profil risiko terhadap delapan jenis risiko yaitu: risiko kredit,
risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko
stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Faktor Risk Profile
dengan menggunakan indikator pengukuran pada faktor risiko kredit
(dengan menggunakan rumus Non Performing Loan/NPL), risiko pasar
(dengan menggunakan rumus Interest Rate Risk/IRR), dan risiko
likuiditas (dengan menggunakan rumus Loan to Deposit Ratio/LDR,
Loan to Assets Ratio/LAR, dan Cash Ratio) saja dikarenakan pada
risiko tersebut peneliti dapat memperoleh data kuantitatif yang tidak
dapat diperoleh pada faktor risiko operasional, risiko hukum, risiko
stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi.
b. Good Corporate Governance
Pengertian good corporate governance menurut Bank Dunia
(World Bank) adalah sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-
kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-
sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang
saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Effendi, 2009).
Good Corporate Governance (GCG) adalah mekanisme penting yang
diharapkan dapat mendorong praktik bisnis yang sehat. Penilaian
faktor good coorporate governance (GCG) merupakan penilaian
terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip
GCG (Mulazid, 2016). Faktor Good Corporate Governance dengan
menganalisis Laporan Good Coporate Governance berdasarkan atas
aspek penilaian yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
mengenai Bank Umum.
c. Rentabilitas (Earnings)
Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh
hasil bersih (laba) dengan modal yang digunakannya. Rentabilitas
dapat dihitung dengan membandingkan laba usaha dengan jumlah
modalnya (Gilarso, 2003). Penilaian faktor rentabilitas bertujuan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Faktor
rentabilitas ini meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-
sumber rentabilitas, kesinambungan rentabilitas, dan manajemen
rentabilitas. Tujuan penilaian rentabilitas adalah untuk mengevaluasi
kemampuan rentabilitas bank untuk mendukung kegiatan operasional
dan permodalan bank (Pramana, 2015). Earning yaitu penilaian
kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan
rasio Return on Aseets (ROA) dan Net Interest Margin (NIM).
d. Permodalan (Capital)
Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap
kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan.
Dalam melakukan perhitungan permodalan, bank wajib mengikuti
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum. Bank juga harus memenuhi Rasio
Kecukupan Modal yang disediakan untuk mengantisipasi risiko
(Pramana, 2015). Capital (permodalan), yaitu metode penilaian bank
berdasarkan permodalan yang dimiliki bank dengan menggunakan
rasio Capital Adequacy Ratio (CAR).
b. Risiko Pasar
Dengan menghitung rasio Interest Rate Risk:
Sumber: (SE BI 13/24/DPNP/2011)
c. Risiko Likuiditas
Dengan menghitung rasio-rasio sebagai berikut:
• Loan to Deposit Ratio (LDR)
• Cash Ratio
2. Riset yang kedua ditulis oleh Miftahur Rahman Hakim, Nur Kholidah, dan
Ayesha Nur Salma pada tahun 2021 tentang Analisis Perbandingan
Kinerja Bank Syariah Mandiri dan Bank BJB Syariah Pendekatan
Maqosid Syariah Index Tahun 2015-2018. Maqashid Syariah Index dapat
mengukur tingkat pencapaian perusahaan yang sesuai syariah serta
berkualitas pada nilai-nilai syariah. Maqosid syariah juga
mempertimbangkan aspek sustainability indikator penilaiannya indeks ini
memperhatikan kesejahteraan bank itu sendiri dengan melakukan rasio
pengukuran laba pada tujuan kepentingan masyarakat. Penelitian ini
melakukan kajian pengukuran tingkat pencapaian maslahah
(kesejahteraan), yang meliputi: Tahzib al-Fard, Establishing Justice (al-
‘Adl), Public Interest (Al-Maslahah) studi kasus pada Perbankan Syariah
yang ada di Indonesia. Bank Syariah yang menjadi objek dari penelitian
ini adalah Bank Syariah Mandiri dan Bank BJB Syariah. Hasil penelitian
ini menunjukkan sebagai berikut :
4. Riset yang keempat ditulis oleh Pipin Lestari pada tahun 2020 tentang
Analisis Komparatif kinerja keuangan perbankan Syaria di Indonesia dan
Malaysia dengan Pendekatan metode Camel Periode 2014-2018.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan alat analisis
rasio keuangan dengan pendekatan CAMEL dan uji hipotesis dengan uji
beda. Uji beda atau independent sample t-test dilakukan untuk
menganalisis data dan membandingkan kinerja perbankan negara
Indonesia dan Malaysia.
Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat perbedaan yang
menonjol pada tingkat kesehatan perbankan syariah di Indonesia dan
Malaysia dilihat dari peringkatan rata-rata keenam rasio selama lima tahun
berturut-turut dengan metode CAMEL. Akan tetapi, dari hasil analisis data
dengan uji Independent t-test tiga variabel yaitu (NPF, NPM, BOPO)
menunjukan perbedaan yang signifikan, sedangkan variabel (CAR, ROA,
dan FDR) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perbankan
Indonesia dan Malaysia.
6. Riset yang keenam yaitu dari Umiyati dan Queenindya Permata Faly tahun
2015 tentang Pengukuran Kinerja Bank Syariah dengan Metode RGEC,
menjelaskan bahwa hasil uji statistik non parametrik wilcoxon testpada
kinerja keuangan Bank Panin Syariah menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan pada rasio CAR, sedangkan pada rasio rasio NPF, FDR,
ROA, ROE, dan NIM tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
terhadap kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go public, yaitu:
a. Faktor R (risk profile) yaitu rasio NPF dan FDR. Berdasarkan hasil
pengujian terhadap rasio NPF (Non Performing Financing) tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah
sebelum dan setelah go public yaitu dengan melihat nilai signifikansi
0,2325 lebih besar dari derajat kesalahan 0,05. Dan pada rasio FDR
(Financing to Deposit Ratio) tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go public yaitu
dengan melihat nilai signifikansi 0,3575 lebih besar dari derajat
kesalahan 0,05.
b. Faktor G (Good Corporate Governance) yaitu dilihat dari laporan
pelaksanaan GCG Bank Panin Syariah dari hasil self assessment
terhadap pelaksanaan Good Corporate Governance tahun 2013 atau
sebelum go public memperoleh predikat sangat baik dengan nilai
komposit 1,35. Dan pada tahun 2014 atau setelah go public, bank
memperoleh predikat sangat baik dengan nilai komposit sebesar 1,40.
Perbedaan 0,05 tidak berpengaruh besar karena perbedaan nilai
tersebut cenderung sangat kecil.
c. Faktor E (Earnings) yaitu rasio ROA, ROE, NIM. Berdasarkan hasil
pengujian terhadap rasio ROA (Return On Asset) tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum
dan setelah go public yaitu dengan melihat nilai signifikansi 0,2325
lebih besar dari derajat kesalahan 0,05. Dan pada rasio ROE (Return
On Equity) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank
Panin Syariah sebelum dan setelah go public yaitu dengan melihat nilai
signifikansi 0,2325 lebih besar dari derajat kesalahan 0,05. Serta pada
rasio NIM (Net Interest Margin) juga tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go
public yaitu dengan melihat tingkat signifikansi 0,3575 lebih besar dari
derajat kesalahan 0,05.
d. Faktor C (Capital) yaitu rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) terdapat
perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum
dan setelah go public yaitu dengan melihat tingkat signifikansi 0,034
lebih besar dari derajat kesalahan 0,05.
Perbedaan kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go public
dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean) pada rasio NPF, FDR, ROA, ROE,
NIM, dan CAR. Rasio yang mengalami peningkatan atau berpengaruh positif
terhadap kinerja bank adalah rasio NPF, FDR, dan CAR, sedangkan rasio
yang mengalami penurunan adalah rasio yang terdapat pada faktor earnings,
yaitu ROA, ROE, dan NIM.
BAB III
KESIMPULAN