Anda di halaman 1dari 31

KINERJA PERBANKAN SYARIAH

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Syariah

Dosen Pengampu : Dr. Rini, S.E.Ak., M. Si.

Oleh:

Nadhil Novarel 21200850100017

Yunita Alnanda Sarawatari 21200850100021

Vera Nurhasna Zain 21200850100027

MAGISTER PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, pemakalah panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah
kelompok yang berjudul Kinerja Perbankan Syariah.

Dalam penyusunan makalah ini, pemakalah banyak mendapat tantangan


dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan tersebut
bisa teratasi. Pemakalah mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa
pemakalah mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Rini, S.E.Ak., M. Si selaku
dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Syariah.

Pemakalah menyadari bahwa makalah kelompok ini masih jauh dari


kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Pemakalah
berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Akhir kata pemakalah berharap semoga makalah kelompok ini dapat


berguna serta bermanfaat bagi semua pihak untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan mengenai Kinerja Perbankan Syariah.

Tangerang Selatan, 8 November 2021

Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, bank syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat pesat, hal ini dikarenakan selama ini bank syariah mampu membidik
pasar syariah loyalis, yaitu konsumen yang meyakini bahwa bunga bank itu
haram. Selain itu, bank syariah sedang mengalami kondisi persaingan yang
sangat ketat karena semua pihak yang terlibat dalam perbankan sama-sama
bergerak di pasar rasional yang sensitif terhadap bunga. Para depositor sendiri
sangat memperhatikan return atau keuntungan yang mereka peroleh ketika
menginvestasikan uangnya di bank. Haron dan Azmi (2005) menunjukkan
bahwa deposit pricing berfungsi untuk memproteksi dan meningkatkan profit
dari bank dibandingkan untuk menambah nasabah baru dan merebut market
share dari kompetitornya karena pada kenyataannya ketika dibuka satu jenis
deposit plan baru oleh bank, maka para depositor akan membandingkan
keuntungan yang akan mereka peroleh.
Harapan stakeholder terhadap bank syariah tentu berbeda dengan bank
konvensional. Hal ini didasari oleh kesadaran bahwasannya bank syariah
dikembangkan sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha
sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam, yakni tidak hanya
terfokus pada tujuan komersil yang tergambar pada pencapaian keuntungan
maksimal semata, tetapi juga mempertimbangkan perannya dalam
memberikan kesejahteraan secara luas bagi masyarakat, yang merupakan
implementasi peran bank syariah selaku pelaksana fungsi sosial. Perbedaan
yang dominan pada bank syariah dan bank konvensional adalah pada sistem
bunga yang digunakan.
Tingginya harapan stakeholder menuntut pihak perbankan untuk selalu
menilai kinerjanya terutama yang terkait dengan kinerja keuangannya. Hal ini
dimaksudkan agar perusahaan dapat selalu going concern. Makalah ini akan
membahas kinerja perbankan syariah. Dari metode pengukuran kinerja apa
saja yang lazim digunakan, bagaimana penggunaan laporan keuangan untuk
mengukur kinerja, bagaimana tingkat kesehatan bank syariah. Makalah ini
juga akan sedikit memaparkan riset yang meneliti tentang kinerja perbankan
syariah.

B. Rumusan Masaalah
1. Bagaimana metode pengukuran kinerja?
2. Bagaimana penggunaan laporan keuangan untuk untuk mengukur kinerja?
3. Bagaimana tingkat kesehatan bank syariah?
4. Bagaimana riset mengenai kinerja perbankan syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode pengukuran kinerja.
2. Untuk mengetahui penggunaan laporan keuangan untuk untuk mengukur
kinerja.
3. Untuk mengetahui tingkat kesehatan bank syariah.
4. Untuk mengetahui riset mengenai kinerja perbankan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metoda Pengukuran Kinerja


Kinerja perusahaan adalah ukuran tingkat keberhasilan manajemen dalam
mengelola sumberdaya keuangan perusahaan, terutama pada pengelolaan
investasi sebagai upaya untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham
(Elizabeth, 2000). Artinya kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan
prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan
manajer/pengusaha. Sedangkan menurut Gibson (1998) kinerja merupakan
hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Jadi kinerja organisasi
merupakan hasil yang diinginkan organisasi dari perilaku orangorang di
dalamnya.
Pengertian kinerja seperti yang disampaikan oleh Kuncoro (2007) adalah
hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri di mana hasil
biasa diidentikan dengan besarnya penguasaan pasar atau besarnya
keuntungan suatu perusahaan di dalam suatu industri. Namun agar lebih
terinci, kinerja dapat pula tercermin melalui efisiensi, pertumbuhan (termasuk
perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan
personalia, dan kebanggaan kelompok. Pada praktiknya, ukuran kinerja dapat
bermacam-macam, tergantung pada jenis industrinya. Pertama, ukuran kinerja
berdasarkan sudut pandang manajemen, pemilik, atau pemberi pinjaman.
Sehingga ukuran yang digunakan dapat berupa kinerja operasional seperti
profit margin. Kedua, kinerja dalam suatu industri dapat diamati dengan nilai
tambah, produktivitas, dan efisiensi.
Penilaian kinerja organisasi dapat ditinjau dari rasio keuangan perusahaan.
Menurut Brigman (1995) profitabilitas merupakan ukuran keberhasilan
operasi perusahaan. Perusahaan dianggap mempunyai keunggulan bersaing
apabila mempunyai tingkat laba yang tinggi dari rata-rata tingkat laba normal.
Tingkat laba ini dinyatakan dalam beberapa rasio seperti: rasio pengembalian
aset (Return On Assets = ROA), rasio pengembalian modal sendiri (Return On
Equity = ROE) dan rasio pengembalian penjualan (Return On Sale = ROS).
Namun saat ini pengukuran kinerja sudah lagi tidak terbatas pada pengukuran
kinerja keuangan saja, namun lebih lengkap pada aspek non-keuangan, seperti
kepuasan pelanggan dan karyawan serta internal proses bisnis. Artinya
pengukuran kinerja bagi perusahaan masa depan telah diukur dengan berbagai
aspek internal dan eksternal sehingga lebih komprehensif dan terintegrasi pada
setiap aspek pengukurannya. Menurut Neely et. al. (1995), saat ini, ada tiga
model sistem pengukuran kinerja terintegrasi yang populer dan digunakan
secara luas di dunia industri yaitu: Balanced Scorecard dari Harvard Business
School, Integrated Performance Measurement System (IPMS) dari Centre for
Strategic Manufacturing University of Strathclyde, dan Performance Prism
dari kolaborasi antara Accenture dengan Cranfield School of Management.
Ketiganya memenuhi keriteria pengukuran yang cukup lengkap yaitu
komprehensif, intergratif, dan menilai aspek internal dan eksternal
perusahaan.

1. Balanced Scorecard
Balanced Scorecard dikembangkan di Harvard Business School
oleh Kaplan dan Norton (1992). Sampai saat ini Balanced Scorecard
adalah model terpopuler untuk sistem pengukuran kinerja baru yang telah
dikembangkan (Neely et al., 1995). Kerangka kerja Balanced Scorecard
menggunakan empat perspektif dengan titik awal strategi sebagai dasar
perancangannya. Adapun keempat perspektif tersebut meliputi: financial
perspective, customer perspective, internal business process perspective
dan learning and growth perspective. Keterkaitan antarobjektif dan ukuran
kinerja dinyatakan dengan cause-and-effect relationship, di mana terjadi
kulminasi kinerja pada financial perspective.
Balanced Scorecard memberikan para eksekutif sebuah kerangka
kerja menyeluruh yang menerjemahkan visi perusahaan dan strategi
perusahaan dan strategi usaha ke dalam sejumlah ukuran. Sistem ini
menterjemahkan misi dan strategi perusahaan menjadi tujuan dan measure,
serta mengorganisirnya menjadi empat perspektif yang berbeda (Kaplan
dan Norton, 1992) yaitu: 1) Perspektif Finansial; 2) Perspektif Pelanggan;
3) Perspektif Proses Bisnis Internal; dan 4) Perspektif Proses Belajar dan
Pertumbuhan.
Penjelasan masing-masing perspektif adalah sebagai berikut: (1)
Finansial diperlukan untuk memberikan ringkasan dari konsekuensi
ekonomi akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah diambil.
Aspek finansial ini erat hubungannya dengan profitabilitas, contoh
pemasukan operasional, return on capital dan economic added value. (2)
Pelanggan diperlukan untuk mengidentifikasi segmen pasar dan konsumen
dimana unit kerjaakan saling bersaing dan tolak ukur yang akan dipakai
untuk mengukur segmen yang diinginkan. (3) Bisnis Internal diperlukan
untuk mengidentifikasi internal business process yang kritis dan harus
ditingkatkan. (4) Belajar dan Pertumbuhan diperlukan untuk
mengidentifikasi infrastruktur dari organisasi yang harus dibangun untuk
menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.

2. Performance Prism
Sistem pengukuran kinerja model Performance Prism merupakan
penyempurnaan model-model sebelumnya diantaranya Balanced
Scorecard. Model ini tidak hanya didasari oleh strategi tetapi juga
memperhatikan kepuasan dan kontribusi stakeholder, proses, dan
kapabilitas perusahaan (Nelly dan Adam, 2000). Memahami atribut apa
yang menyebabkan stakeholder (pemilik dan investor, supplier, konsumen,
tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat sekitar) menjadi puas atas kinerja
perusahaan adalah langkah penting dalam model Performance Prism. Dan
untuk dapat mewujudkan kepuasan para stakeholder tersebut secara
sempurna, maka pihakmanajemen perusahaan perlu juga
mempertimbangkan strategi-strategi apa saja yang harus dilakukan,
proses-proses apa saja yang diperlukan untuk dapat menjalankan strategi
tersebut, serta kemampuan apa saja yang harus dipersiapkan untuk
melaksanakannya.
Berbeda dengan sistem pegukuran kinerja Balance Scorecard, yang
berpedoman pada ukuran kinerja harus diturunkan secara ketat dari strategi
adalah tidak benar. Seharusnya, kebutuhan dan keinginan dari para
stakeholders-lah yang harus diperhatikan pertama kali. Kemudian, baru
strategi dapat diformulasikan. Hal ini karena Performance Prism
mempunyai pandangan yang lebih komprehensif terhadap stakeholders
(seperti investor, pelanggan, karyawan, peraturan pemerintah dan supplier)
dibanding kerangka kerja lainnya. Metoda pengukuran kinerja ini
menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangun tiga dimensi yang
memiliki lima bidang sisi, yaitu dari sisi kepuasan stakeholder, strategi,
proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder.
Dari sisi kepuasan stakeholder, siapa saja stakeholder organisasi
dan apa saja keinginan dan kebutuhan mereka? Stakeholder yang
dipertimbangkan di sini meliputi konsumen, tenaga kerja, supplier,
pemilik/investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar. Penting bagi
perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang diinginkan
dan dibutuhkan stakeholder-nya serta melakukan komunikasi yang baik
dengan mereka.
Dari sisi strategi, strategi apa yang dibutuhkan untuk memberikan
kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan para stakeholder? Strategi
dalam hal ini sangat diperlukan untuk mengukur kinerja organisasi sebab
dapat dijadikan sebagai monitor (acuan) sudah sejauh mana tujuan
organisasi telah dicapai, sehingga pihak manajemen bisa mengambil
langkah cepat dan tepat dalam membuat keputusan untuk
menyempurnakan kinerja organisasi.
Dari sisi proses, proses-proses apa saja yang dibutuhkan untuk
meraih strategi yang sudah ditetapkan? Proses di sini diibaratkan sebagai
mesin dalam meraih sukses: yaitu bagaimana caranya agar organisasi
mampu memperoleh pendapatan yang tinggi dengan pengeluaran serendah
mungkin melalui pemampatan fasilitas serta pengoptimalan saluran-
saluran pengadaan (procurement) dan logistik.
Dari sisi kapabilitas, kemampuan-kemampuan apa saja yang
dibutuhkan untuk menjalankan proses yang ada? Kapabilitas atau
kemampuan di sini maksudnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh
organisasi meliputi keahlian sumber dayanya, praktek-praktek bisnisnya,
pemanfaatan teknologi, serta fasilitas-fasilitas pendukungnya.
Kemampuan organisasi ini merupakan pondasi yang paling dasar yang
harus dimiliki oleh organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi-
organisasi lainnya.
Dari sisi kontribusi stakeholder, kontribusi apa yang dibutuh dan
diinginkan dari para stakeholder untuk mengembangkan kemampuan yang
perusahaan miliki? Untuk menentukan apa saja yang harus diukur yang
merupakan tujuan akhir pengukuran kinerja dengan metoda Performance
Prism ini, maka organisasi harus mempertimbangkan hal-hal apa saja
diinginkan dan dibutuhkan dari para stakeholdernya. Sebab organisasi
dikatakan memiliki kinerja yang baik jika mampu menyampaikan apa
yang diinginkannya dari para stakeholder yang sangat mempengaruhi
kelangsungan hidup organisasi mereka.

3. Integrated Performance Measurement System (IPMS)


IPMS adalah model sistem pengukuran kinerja yang
dikembangkan di Center for Strategic Manufacturing (CSM) dari
University of Strathclyde, Glasgow. Tujuan dari model IPMS agar sistem
pengukuran kinerja lebih robust, terintegasi, efektif dan efisien. Berbeda
dengan dua model sebelumnya, model ini menjadikan keinginan
stakeholder menjadi titik awal di dalam melakukan perancangan sistem
pengukuran kinerjanya. Stakeholder tidak berarti hanya pemegang saham
(shareholder), melainkan beberapa pihak yang memiliki kepentingan atau
dipentingkan oleh organisasi seperti konsumen dan karyawan.
Model IPMS membagi level bisnis suatu organisasi menjadi 4
level, yaitu: Business (Corporate – Bisnis Induk), Business Unit (Unit
Bisnis), Business Process (Proses Bisnis), dan Activity (Aktivitas Bisnis).
Sehingga perancangan sistem penilaian kinerja dengan model IPMS harus
mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut: identifikasi stakeholder dan
requirement, melakukan External Monitor (Benchmarking), menetapkan
objectives bisnis, mendefinisikan measure atau Key Performance
Indicators (KPI), melakukan validasi KPI, dan spesifikasikan KPI.

B. Penggunaan Laporan Keuangan untuk Mengukur Kinerja


Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber yang penting
di samping informasi lain. Laporan keuangan menurut IAI dalam SAK
(2009:1-2) merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan
keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan
perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam beberapa cara seperti
misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian dari laporan
keuangan. Sedangkan laporan keuangan menurut Munawir (2007:2) adalah
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan
pihak-pihak yang bersangkutan dengan data atau aktivitas perusahaan
tersebut.
Menurut Prastowo dan Yulianti (2005:57), tujuan analisis laporan
keuangan mencakup empat hal yaitu :
1. Sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau
merger.
2. Sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan di
masa datang.
3. Sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen operasi
atau masalah lainnya.
4. Sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.
Bagi manajer atau pimpinan perusahaan, laporan keuangan sangat
berguna untuk membantu pelaksanaan, perencanaan, dan pengendalian
jalannya operasi perusahaan.
1. Bagi pemerintah, berkepentingan untuk dijadikan dasar penetapan pajak
atau tujuan-tujuan lain dalam rangka perumusan kebijakan tertentu.
2. Bagi investor, penanaman modal berkepentingan terhadap risiko dan
hasil yang melekat atas pengembangan dari investasi yang mereka
lakukan. Pemegang saham juga tertarik pada analisis laporan keuangan
guna menilai kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.

Metode analisis laporan keuangan yang digunakan tergantung dari


tujuan dilakukannya analisis. Tujuan dari setiap metode dan teknik analisis
mudah dipahami. Ada dua cara dalam membandingkan financial perusahaan
yaitu Metode Cross Section dan Metode Time Series.
Teknik analisis yang dapat digunakan dalam analisis laporan keuangan
menurut Munawir (2007:36-37) adalah sebagai berikut :
1. Analisis perbandingan laporan keuangan.
2. Trend Percentage Analysis. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan
keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam persantase (trend
percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisa untuk
mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya.
3. Laporan dengan prosentase per komponen (common size statement),
adalah suatu metode analisis untuk mengetahui prosentase investasi
pada masing-masing aktiva tetap terhadap total aktivanya, juga untuk
mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang
terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualan.
4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatu analisa
untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau
untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode
tertentu.
5. Analisis sumber dan penggunaan kas (cash flow statement analysis),
adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah
uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang
kas selama periode tertentu.
6. Analisis rasio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan
dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu
atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
7. Analisis perubahan laba kotor (gross profit analysis), adalah suatu
analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu
perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor
suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
8. Analisis break-even adalah suatu analisa untuk menetukan tingkat
penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan
tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh
keuntungan. Dengan analisis break-even ini juga akan diketahui
berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat
penjualan.

C. Tingkat Kesehatan Bank


Kesehatan bank merupakan kemampuan bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi kewajiban
dengan baik dan dengan cara-cara yang sesuai peraturan perbankan yang
berlaku (Santoso, 2006:51 dalam Lasta, Heidy, dkk., 2014).
Sedangkan menurut Kasmir (2010) tingkat kesehatan bank dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan
baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum tersebut
merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia
No.13/1/PBI/2011, yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian
sendiri (self assessment) tingkat kesehatan bank dengan menggunakan
pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating) baik secara individual maupun
secara konsolidasi. Selain itu, dalam Surat Edaran (SE) tersebut terdapat
prinsip- prinsip yang digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank, yaitu
sebagai berikut berorientasi risiko, materialitas dan signifikansi, komprehensif
dan terstruktur.

1. Metode CAMEL
Metode ini merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk
menentukan suatu kondisi bank sebagaimana tertera pada Peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan
bank umum berdasarkan prinsip syariah, terdiri dari aspek permodalan
(Capital), aspek kualitas asset (Assets), aspek kualitas manajemen
(Management), aspek rentabilitas (Earnings), aspek likuiditas (Liquidity),
aspek sensitifitas pada risiko pasar (Sensitivity to Market Ratio).
a. Penilaian Aspek Permodalan (Capital)
Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh
bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum
bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequacy
Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (Kasmir, 2004).
Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan pemerintah, maka CAR perbankan untuk tahun 2002 batas
minimalnya adalah 8%, bagi bank yang memiliki CAR dibawah 8%
harus segera memperoleh perhatian yang serius untuk segera
diperbaiki.
b. Penilaian Kualitas Aset (Assets)
Aspek yang selanjutnya perlu dinilai adalah aspek kualitas terhadap
jenisjenis aset yang dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai
dengan peraturan Bank Indonesia, yaitu meliputi komponen-
komponen sebagai berikut: (6/10/PBI/2004) a. Kualitas aktiva
produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva
produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva
produktif (PPAP) b. Kecukupan kebijakan dan prosedur, system kaji
ulang (review) internal, system dokumentasi, dan kinerja penanganan
aktiva produktif bermasalah. Rasio- rasio tersebut dapat dilihat dari
neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.
c. Penilaian Aspek Kualitas Manajemen (Management) Penilaian yang
ketiga meliputi penilaian kualitas manajemen bank. Untuk menilai
kualitas bank dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam mengelola
bank namun dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen
permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum,
manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Penilaian
selanjutnya yang dinilai dalam aspek manajemen adalah kepatuhan
bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Bank
Indonesia atau pihak lainnya. Merkusiwati (2007) dalam penelitiannya
menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen
melalui rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh
kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum,
manajemen resiko dan kepatuhan bank pada akhirnya akan
mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba.
d. Penilaian Aspek Rentabilitas (Earnings) Penilaian aspek rentabilitas
merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam
suatu periode. Kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang jika diukur secara
194 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam Vol. 6, No. 2 (Oktober
2018) rentabilitas terus berada dan meningkat diatas standar yang
telah ditetapkan. (Kasmir, 2004, hal. 4) Komponen-komponen yang
dinilai dalam aspek rentabilitas adalah sebagai berikut:
(6/10/PBI/2004) a. Pencapaian return on assets (ROA), return on
equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi bank. b.
Perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan
prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan
prospek laba operasional.
e. Penilaian Aspek Likuiditas (Liquidity) Suatu bank dapat dikatakan
likuid, apabila bank yang bersangkutan mampu membayar semua
hutangnya terutama hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang
dimaksud hutang jangka pendek adalah simpanan masyarakat seperti
simpanan tabungan, giro dan deposito. Dikatakan likuid jika pada saat
ditagih bank mampu membayar. (Kasmir, 2004, hal. 44-45)
Komponenkomponen yang dinilai dalam aspek ini adalah: a. Rasio
aktiva atau pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to
Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan.
b. Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and
liabilities management/ALMA), akses kepada sumber pendanaan dan
stabilitas pendanaan.
f. Penilaian Aspek Sensitifitas terhadap Risiko Pasar Penilaian ini
dimaksudkan untuk menilai kemampuan keuangan bank dalam
mengantisipasi perubahan risiko pasar yang disebabkan oleh
pergerakan nilai tukar. Penilaian sensitivitas atas risiko pasar
dilakukan dengan menilai besarnya kelebihan modal yang digunakan
untuk menutup risiko bank dibandingkan dengan besarnya risiko
kerugian yang timbul dari pengaruh perubahan risiko pasar (Ihsan,
2015). Hasil penilaian terhadap analisis CAMEL kemudian
dituangkan dalam bentuk angka yang diberikan bobot sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Bobot nilai ini diartikan sebagai nilai
kredit. Dari bobot nilai ini dapat dipastikan kondisi suatu bank. Batas
minimal dan maksimal untuk menentukan predikat suatu bank dapat
dilihat dalam tabel berikut ini. (Kasmir, 2004, hal. 44-45).
Nilai Kredit Predikat
81-100 Sehat
66 - < 81 Cukup Sehat
51 - < 66 Kurang Sehat
0 - < 51 Tidak Sehat

2. Metode RGEC
Metode RGEC merupakan pengembangan dari metode terdahulu yaitu
CAMELS. Dalam metode RGEC terdapat risiko inheren dan penerapan
kualitas manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan
terhadap delapan (8) faktor yaitu, risiko kredit, risiko pasar, risiko
likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko
kepatuhan, dan risiko reputasi. Manajemen dalam metode CAMELS
diubah menjadi Good Corporate Governance.
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank Indonesia telah
menetapkan sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank berbasis risiko.
Menurut POJK No. 8/POJK.3/2014 faktor-faktor penilaian dalam metode
RGEC yaitu sebagai berikut:
a. Risk Profile (Profil Risiko)
Berdasarkan PBI Nomor 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Pasal 7 yang berisi tentang penilaian
terhadapa profil risiko terhadap delapan jenis risiko yaitu: risiko kredit,
risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko
stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Faktor Risk Profile
dengan menggunakan indikator pengukuran pada faktor risiko kredit
(dengan menggunakan rumus Non Performing Loan/NPL), risiko pasar
(dengan menggunakan rumus Interest Rate Risk/IRR), dan risiko
likuiditas (dengan menggunakan rumus Loan to Deposit Ratio/LDR,
Loan to Assets Ratio/LAR, dan Cash Ratio) saja dikarenakan pada
risiko tersebut peneliti dapat memperoleh data kuantitatif yang tidak
dapat diperoleh pada faktor risiko operasional, risiko hukum, risiko
stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi.
b. Good Corporate Governance
Pengertian good corporate governance menurut Bank Dunia
(World Bank) adalah sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-
kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-
sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang
saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Effendi, 2009).
Good Corporate Governance (GCG) adalah mekanisme penting yang
diharapkan dapat mendorong praktik bisnis yang sehat. Penilaian
faktor good coorporate governance (GCG) merupakan penilaian
terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip
GCG (Mulazid, 2016). Faktor Good Corporate Governance dengan
menganalisis Laporan Good Coporate Governance berdasarkan atas
aspek penilaian yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
mengenai Bank Umum.
c. Rentabilitas (Earnings)
Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh
hasil bersih (laba) dengan modal yang digunakannya. Rentabilitas
dapat dihitung dengan membandingkan laba usaha dengan jumlah
modalnya (Gilarso, 2003). Penilaian faktor rentabilitas bertujuan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Faktor
rentabilitas ini meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-
sumber rentabilitas, kesinambungan rentabilitas, dan manajemen
rentabilitas. Tujuan penilaian rentabilitas adalah untuk mengevaluasi
kemampuan rentabilitas bank untuk mendukung kegiatan operasional
dan permodalan bank (Pramana, 2015). Earning yaitu penilaian
kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan
rasio Return on Aseets (ROA) dan Net Interest Margin (NIM).
d. Permodalan (Capital)
Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap
kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan.
Dalam melakukan perhitungan permodalan, bank wajib mengikuti
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum. Bank juga harus memenuhi Rasio
Kecukupan Modal yang disediakan untuk mengantisipasi risiko
(Pramana, 2015). Capital (permodalan), yaitu metode penilaian bank
berdasarkan permodalan yang dimiliki bank dengan menggunakan
rasio Capital Adequacy Ratio (CAR).

Peringkat Komposit Keterangan


PK 1 Sangat Sehat
PK 2 Sehat
PK 3 Cukup Sehat
PK 4 Kurang Sehat
PK 5 Tidak Sehat

Langkah-langkah Analisa Metode RGEC


1. Analisis profile Risiko (Risk Profile)
a. Risiko Kredit
Dengan menghitung rasio Non-Performing Loan Sumber:):

Sumber: Jumingan, (2011:245)

b. Risiko Pasar
Dengan menghitung rasio Interest Rate Risk:
Sumber: (SE BI 13/24/DPNP/2011)

c. Risiko Likuiditas
Dengan menghitung rasio-rasio sebagai berikut:
• Loan to Deposit Ratio (LDR)

Sumber: Irmayanto dkk, (2009:90)

• Loan to Asset Ratio (LAR)

Sumber: Jumingan, (2011:244)

• Cash Ratio

2. Analisis Good Corporate Governance (GCG) Dengan menganalisis


laporan Good Corporate Governance berdasarkan atas aspek penilaian
yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Umum
yang terdiri dari:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite
d. Penanganan benturan kepentingan
e. Penerapan fungsi kepatuhan bank
f. Penerapan fungsi audit intern
g. Penerapan fungsi audit ekstern
h. Penerapan fungsi manajemen risiko dan pengendalian intern
i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan Debitur
Besar (large exposures)
j. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan
pelaksanaan GCG dan laporan internal
k. Rencana strategis bank.
3. Analisis Rentabilitas (Earnings)
a. Return on Assets (ROA)

Sumber: Siamat, (2005:213)

b. Net Interest Margin (NIM)

Sumber: Taswan, (2010:559)

4. Analisis Permodalan (Capital)


Analisa permodalan (Capital) yaitu dengan CAR:

D. Riset mengenai Kinerja Perbankan Syariah


1. Riset yang pertama tentang kinerja perbankan syariah yaitu penelitian
yang ditulis oleh Nurul Huda, Ivo Sabrina & Efendy Zain pada tahun 2013
tentang Pengukuran Kinerja Perbankan Syariah dengan Pendekatan
Balance Scorecard. Penelitian ini mengambil 4 sampel dari keseluruhan
bank syariah yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah
dan BCA Syariah. Di dalam penelitian ini, kinerja bank syariah dilihat
dengan Balanced Scorecard dengan empat perspektif yang digunakan,
yaitu: keuangan, kegiatan perbankan serta perspektif bisnis internal,
pembelajaran dan pertumbuhan. Namun dalam penelitian ini hanya tiga
perpsektif yang digunakan, minus perspektif pelanggan. Ketiga perspektif
ini di transformasikan pada lima komponen yang menjadi variabel
pengukuran kinerja perbankan. Kelima komponen tersebut adalah (1)
Kinerja kepatuhan syariah, legalitas dan kelembagaan (2) kinerja
manajemen (3) kinerja keuangan (4) pelaksanaan prinsip syariah. Hasil
penelitian ini menunjukkan sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penilaian kinerja keempat Bank Umum Syariah


ini, maka sebagai kesimpulan dapat dibuat peringkat. Dari tabel ini dapat
lihat bahwa peringkat terbaik kinerja prima dapat dilihat ialah Bank
Syariah Mandiri. Hal ini terjadi salah satunya karena Bank Syariah
Mandiri didukung sepenuhnya oleh Bank Mandiri selaku bank induknya.
Apabila kita perbandingkan dengan Bank Muamalat yang saat ini telah
menjadi milik asing jika melihat dari komposisi saham yang ada, tentu
perkembangannya pun menjadi kurang fleksibel.
Penelitian ini berkesimpulan bahwa kinerja bank syariah tersebut
dilihat dengan balanced scorecard diperoleh penilaian kinerja dari hasil
penelitian mengenai nilai kinerja empat bank umum syariah dengan
menggunakan metode yang sama. Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, untuk kinerja kepatuhan syariah, legalitas dan kelembagaan,
masing-masing memiliki nilai sangat baik, kinerja manajemen memiliki
nilai baik. Kinerja penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan
jasa dalam perspektif layanan perbankan pelaksanaan prinsip syariah,
masing-masing bank memiliki nilai baik. Perspektif keuangan pada
laporan keuangan dan kinerja legitimasi sosial, masing masing memiliki
nilai kenerja baik.

2. Riset yang kedua ditulis oleh Miftahur Rahman Hakim, Nur Kholidah, dan
Ayesha Nur Salma pada tahun 2021 tentang Analisis Perbandingan
Kinerja Bank Syariah Mandiri dan Bank BJB Syariah Pendekatan
Maqosid Syariah Index Tahun 2015-2018. Maqashid Syariah Index dapat
mengukur tingkat pencapaian perusahaan yang sesuai syariah serta
berkualitas pada nilai-nilai syariah. Maqosid syariah juga
mempertimbangkan aspek sustainability indikator penilaiannya indeks ini
memperhatikan kesejahteraan bank itu sendiri dengan melakukan rasio
pengukuran laba pada tujuan kepentingan masyarakat. Penelitian ini
melakukan kajian pengukuran tingkat pencapaian maslahah
(kesejahteraan), yang meliputi: Tahzib al-Fard, Establishing Justice (al-
‘Adl), Public Interest (Al-Maslahah) studi kasus pada Perbankan Syariah
yang ada di Indonesia. Bank Syariah yang menjadi objek dari penelitian
ini adalah Bank Syariah Mandiri dan Bank BJB Syariah. Hasil penelitian
ini menunjukkan sebagai berikut :

Dari hasil penilaian kinerja Maqosid Syariah Index yang dilakukan


pada Bank Syariah Mandiri dan Bank BJB Syariah, Bank yang memiliki
kinerja terbaik dari Educating Individual Tahzib al-Fard yaitu Bank BJB
Syariah sebesar 3.1%. Pada aspek Establishing Justice (al-‘Adl) atau
tujuan keadilan, ada Bank Syariah Mandiri paling besar pada tahun 2018
sebesar 23% dan Bank BJB Syariah pada tahun 2015 sebesar 17%. Dan
pada aspek Public Interest (Al-Mashlahah) atau tujuan kesejahteraan, pada
Bank Syariah Mandiri mengalami penurunan pada tahun 2018 yaitu
sebesar 0.35% dibandingkan tahun tahun sebelumnya sebesar 0,69%
sedangkan BJB Syariah juga mencatatkan penurunan pada tahun 2015
sebesar 0.74% menjadi 0.16% pada tahun 2018.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat Bank Syariah Mandiri
mendapat rangking 1 penilaian maqasih syariah index pada tahun 2018
sebesar 23.4 % dan paling rendah atau peringkat 4, dan Peringkat 1 pada
Bank BJB Syariah yaitu pada tahun 2015 sebesar 17,7 % dan terendah
pada tahun 2016 sebesar 11.4%. Perbandingan antara Bank Syariah
Mandiri dan Bank BJB Syariah nilai maqasid Syariah index lebih besari
dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri pada tahun 2018.

3. Riset yang ketiga ditulis oleh Supriyanto, Khaira Amalia Fachrudin,


Handy Octavianus, Juli Meliza, Dina Hastalona dan Taslim pada tahun
2021 tentang Indeks Malmquist : Studi Literatur dan Kajian Kinerja
Perbankan Syariah. Pengukuran kinerja Perbankan Syariah menggunakan
Indeks Malmquist banyak dibahas oleh peneliti dari berbagai negara.
Indeks Malmquist merupakan bagian metode Data Envelopment Analysis
(DEA) yang digunakan untuk mengolah data non parametrik untuk
mengukur perubahan produktivitas Decision Making Unit (DMU).
Indeks Malmquist selain digunakan untuk mengukur tingkat
produktivitas perbankan, juga dapat digunakan untuk menganalisis
perubahan kinerja perbankan, baik Bank Syariah maupun Bank
Konvensional dari waktu ke waktu. Berdasarkan kajian dari 12 artikel
ilmiah tersebut, setelah dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) sub kajian yang
terdiri dari (1) Wilayah Operasional Bank Syariah, (2) Periode waktu
pengambilan data serta (3) Perbandingan dengan Bank Kovensional, dapat
diketahui bahwa berdasarkan wilayah operasional perbankan Syariah yang
diteliti diketahui bahwa kinerja perbankan Syariah mengalami fluktuasi,
namun secara umum kinerja perbankan Syariah cukup baik terutama Bank
Syariah di Kawasan Asia Tenggara, selanjutnya merujuk pada periode
waktu pengambilan data, pada rentang waktu tahun 1998 – 2017, diketahui
bahwa produktivitas perbankan Syariah mengalami pertumbuhan yang
cukup baik, meskipun mengalami penurunan pada saat krisis keuangan
global. Apabila dibandingkan dengan kinerja Bank Konvensional, dapat
diasumsikan bahwa kinerja perbankan Syariah relatif lebih baik.

4. Riset yang keempat ditulis oleh Pipin Lestari pada tahun 2020 tentang
Analisis Komparatif kinerja keuangan perbankan Syaria di Indonesia dan
Malaysia dengan Pendekatan metode Camel Periode 2014-2018.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan alat analisis
rasio keuangan dengan pendekatan CAMEL dan uji hipotesis dengan uji
beda. Uji beda atau independent sample t-test dilakukan untuk
menganalisis data dan membandingkan kinerja perbankan negara
Indonesia dan Malaysia.
Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat perbedaan yang
menonjol pada tingkat kesehatan perbankan syariah di Indonesia dan
Malaysia dilihat dari peringkatan rata-rata keenam rasio selama lima tahun
berturut-turut dengan metode CAMEL. Akan tetapi, dari hasil analisis data
dengan uji Independent t-test tiga variabel yaitu (NPF, NPM, BOPO)
menunjukan perbedaan yang signifikan, sedangkan variabel (CAR, ROA,
dan FDR) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perbankan
Indonesia dan Malaysia.

5. Riset yang kelima yaitu penelitian dari Rolia Wahasusmiah dan


Khoiriyyah Rahma Watie pada tahun 2018 tentang Metode RGEC:
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Pada Perusahaan Perbankan Syariah,
menjelaskan bahwa berdasarkan analisis kesehatan bank menggunakan
pendekatan RGEC dapat menghasilkan informasi bank yang termasuk
dalam kondisi sangat sehat, sehat, cukup sehat, atau tidak sehat.

Berdasarkan tabel diatas dijelaskan Penilaian Tingkat Kesehatan


pada Bank Umum Syariah di Indonesia dengan menggunakan metode
RGEC ini menunjukkan predikat kesehatan bank tersebut sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, untuk periode 2014
dapat disimpulkan bahwa BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Bukopin
Syariah dan BRI Syariah dengan peringkat komposit sangat sehat. Hal ini
dikarenakan masing-masing bank umum syariah telah menerapkan Good
Corporate Governance dengan sangat baik dan kecukupan modal atau
CAR masing-masing bank umum syariah sangat sehat sehingga telah
mempengaruhi tingkat kesehatan bank umum syariah untuk masuk ke
dalam peringkat sangat sehat, dan pada periode 2015 dengan kesimpulan
peringkat komposit sangat sehat adalah BRI Syariah, Bank Syariah
Mandiri, BCA Syariah dan Bank Bukopin Syariah.
Hal ini mengindikasikan kondisi bank yang secara umum sangat
sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang
signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya serta
masing-masing bank umum syariah yang masuk kedalam peringkat sangat
sehat dinilai memiliki perkembangan yang sangat baik dari sisi kredit
bermasalah, dana pihak ketiga, laba yang dihasilkan, pendapatan bunga
dan modal, pada periode 2016 dengan kesimpulan peringkat komposit
sangat sehat adalah Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah,
Bank Muamalat, dan BCA Syariah.
Bank Umum Syariah juga secara keseluruhan banyak mengalami
peringkat komposit terendah pada variabel-variabel seperti, Risk Profile
pada risiko likuiditas yaitu rasio asset likuid primer dan sekunder,
Earnings (Rentabilitas) pada Return On Asset (ROA), dimana dari variabel
tersebut Bank Umum Syariah masih banyak yang mendapatkan predikat
kurang sehat dan tidak sehat dari beberapa variabel yang masuk kedalam
peringkat tidak sehat tidak mempengaruhi tingkat kesehatan bank secara
keseluruhan. Hal ini dikarenakan adanya variabel-variabel lain yang
mendukung tingkat kesehatan bank, yaitu dari variable Risk Profil pada
risiko kredit (NPF), risiko likuiditas (FDR), Asset likuid primer dan
sekunder terhadap total aset, dan variabel Good Corporate Governance,
Ernings (Rentabilitas) dan Capital (Permodalan) dan Tingkat kesehatan
BJB Syariah cukup berfluktuatif. Hal ini dibuktikan pada tahun 2014 BJB
Syariah masuk kedalam peringkat sangat sehat, kemudian pada tahun 2015
menurun masuk dalam peringkat cukup sehat, tetapi pada tahun 2016 BJB
Syariah membali memasuki peringkat sangat sehat kembali. Tingkat
Kesehatan Bank ditinjau dari aspek Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earning dan Capital pada Tujuh Bank Umum Syariah di
Indonesia selama periode 2014-2016 mayoritas berpredikat sehat.

6. Riset yang keenam yaitu dari Umiyati dan Queenindya Permata Faly tahun
2015 tentang Pengukuran Kinerja Bank Syariah dengan Metode RGEC,
menjelaskan bahwa hasil uji statistik non parametrik wilcoxon testpada
kinerja keuangan Bank Panin Syariah menunjukkan terdapat perbedaan
yang signifikan pada rasio CAR, sedangkan pada rasio rasio NPF, FDR,
ROA, ROE, dan NIM tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
terhadap kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go public, yaitu:
a. Faktor R (risk profile) yaitu rasio NPF dan FDR. Berdasarkan hasil
pengujian terhadap rasio NPF (Non Performing Financing) tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah
sebelum dan setelah go public yaitu dengan melihat nilai signifikansi
0,2325 lebih besar dari derajat kesalahan 0,05. Dan pada rasio FDR
(Financing to Deposit Ratio) tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go public yaitu
dengan melihat nilai signifikansi 0,3575 lebih besar dari derajat
kesalahan 0,05.
b. Faktor G (Good Corporate Governance) yaitu dilihat dari laporan
pelaksanaan GCG Bank Panin Syariah dari hasil self assessment
terhadap pelaksanaan Good Corporate Governance tahun 2013 atau
sebelum go public memperoleh predikat sangat baik dengan nilai
komposit 1,35. Dan pada tahun 2014 atau setelah go public, bank
memperoleh predikat sangat baik dengan nilai komposit sebesar 1,40.
Perbedaan 0,05 tidak berpengaruh besar karena perbedaan nilai
tersebut cenderung sangat kecil.
c. Faktor E (Earnings) yaitu rasio ROA, ROE, NIM. Berdasarkan hasil
pengujian terhadap rasio ROA (Return On Asset) tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum
dan setelah go public yaitu dengan melihat nilai signifikansi 0,2325
lebih besar dari derajat kesalahan 0,05. Dan pada rasio ROE (Return
On Equity) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank
Panin Syariah sebelum dan setelah go public yaitu dengan melihat nilai
signifikansi 0,2325 lebih besar dari derajat kesalahan 0,05. Serta pada
rasio NIM (Net Interest Margin) juga tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go
public yaitu dengan melihat tingkat signifikansi 0,3575 lebih besar dari
derajat kesalahan 0,05.
d. Faktor C (Capital) yaitu rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) terdapat
perbedaan yang signifikan pada kinerja Bank Panin Syariah sebelum
dan setelah go public yaitu dengan melihat tingkat signifikansi 0,034
lebih besar dari derajat kesalahan 0,05.
Perbedaan kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go public
dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean) pada rasio NPF, FDR, ROA, ROE,
NIM, dan CAR. Rasio yang mengalami peningkatan atau berpengaruh positif
terhadap kinerja bank adalah rasio NPF, FDR, dan CAR, sedangkan rasio
yang mengalami penurunan adalah rasio yang terdapat pada faktor earnings,
yaitu ROA, ROE, dan NIM.
BAB III
KESIMPULAN

Kinerja perbankan syariah dapat diukur dengan berbagai metode


diantaranya Balanced Scorecard berupa sebuah kerangka kerja menyeluruh yang
menerjemahkan visi perusahaan dan strategi perusahaan dan strategi usaha ke
dalam sejumlah ukuran. Metode kedua, Performance Prism berupa
penyempurnaan dari metode Balanced Scorecard yang tidak hanya didasari oleh
strategi tetapi juga memperhatikan kepuasan dan kontribusi stakeholder, proses,
dan kapabilitas perusahaan. Metode ketiga, Integrated Performance Measurement
System, model ini menjadikan keinginan stakeholder menjadi titik awal di dalam
melakukan perancangan sistem pengukuran kinerjanya.
Penggunaan laporan keuangan dalam mengukur kinerja bank berperan
sebagai diagnosis awal terhadap masalah-masalah manajemen operasi atau
masalah lainnya, kondisi dan kinerja keuangan bank serta kemampuan bank
dalam membayar deviden dll.
Tingkat kesehatan bank syariah dapat diukur dengan berbagai metode,
diantaranya : metode CAMELS yaitu dengan melihat aspek permodalan (Capital),
aspek kualitas asset (Assets), aspek kualitas manajemen (Management), aspek
rentabilitas (Earnings), aspek likuiditas (Liquidity), aspek sensitifitas pada risiko
pasar (Sensitivity to Market Ratio). Metode RGEC yakni pengembangan dari
metode CAMELS. Dalam metode RGEC terdapat risiko inheren dan penerapan
kualitas manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap
delapan (8) faktor yaitu, risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Erika dkk., 2018. “PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK:


PENDEKATAN CAMEL DAN RGEC (Studi Pada Bank Maybank Syariah
Indonesia Periode 2011-2016)”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam, Vol.
6 No. 2, 189-207.
Effendi, Muh. Arief, 2009. “The Power of Good Corporate Governance”: Teori
dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.
Gilarso, T .2003 “Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro”. Yogyakarta: Kanisius.
Hakim, Miftahur Rahman, dkk. 2021. “Analisis Perbandingan Kinerja Bank
Syariah Mandiri dan Bank BJB Syariah Pendekatan Maqosid Syariah Index
Tahun 2015-2018”. Robust : Research Business and Economics Studies,
Vol. 1 No. 1, 62-72.
Haryanti, Caecilia Sri., 2015. “Analisis Perbandingan Laporan Keuangan Untuk
Menilai Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Telekomunikasi (Studi Kasus
BEI)”, Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, Vol. 4 No. 2, 52-86.
Huda, Nurul dkk. 2013. “PENGUKURAN KINERJA PERBANKAN SYARIAH
DENGAN PENDEKATAN BALANCE SCORECARD”, Jurnal Etikonomi,
Vol. 12 No. 1, 21-32.
Ifada, Luluk M. dan Maya Indriastuti. 2015. Analisis Sistem Pengukuran Kinerja
Perbankan Syariah. 2nd Conference in Business, Accounting, and
Management, Vol. 2 No. 1, 309-319.
Irmayanto, Juli dkk. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Universitas
Trisakti.
Jumingan. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kasmir. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Rajawali Press
Lasta, Heidy Arrvida dkk., 2014. “Analisis Tingkat Kesehatan bank dengan
menggunakan pendekatan RGEC”, Jurnal Administrasi Bisnis, Universitas
Brawijaya
Lestari, Pipin. 2020. “Analisis Komparatif kinerja keuangan Perbankan Syariah di
Indonesia dan Malaysia dengan Pendekatan Metode CAMEL Periode 2014-
2018”. Jurnal Masharif al-Syariah : Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah
Vol.5 No.2, 175-193.
Mulazid, Ade Sofyan. 2016. Jurnal. Pelaksanaan Sharia Compliance pada Bank
Syariah (Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri, Jakarta). Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Pramana, Agita Putra dan Irni Yunita. 2015. Jurnal. Pengaruh Rasio-Rasio Risk-
Based Bank Rating (RBBR) terhadap Peringkat Oblogasi. Universitas
Telkom. Jakarta
Simbolon, Freddy. 2015. “Perbandingan Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan”,
BINUS Business Review, Vol. 6 No. 1, 91-100
Supriyanto, dkk. 2021. “Indeks Malmquist : Studi Literatur dan Kajian Kinerja
Perbankan Syariah”, Journal of Education, Humaniora and Social Sciences,
Vol 4, No.2, 1257-1265.
Umiyati dan Queenindya Permata Faly. 2015. “PENGUKURAN KINERJA
BANK SYARIAH DENGAN METODE RGEC”. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Islam Vol. 2, No. 2, 185-201.
Wahasusmiyah, Rolia dan Khoiriyyah Rahma Watie. 2018. “METODE RGED :
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PERUSAHAAN
PERBANKAN SYARIAH”. I-FINANCE, Vol. 04, N. 02, 170-184.

Anda mungkin juga menyukai