Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/348296842

VIRALITAS KONTEN DI MEDIA SOSIAL

Article · January 2020

CITATIONS READS

0 1,896

1 author:

Lidya Agustina
Ministry of ICT Indonesia
11 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Lidya Agustina on 07 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MAJALAH SEMI ILMIAH POPULER KOMUNIKASI MASSA
ISSN: 2721-6306

VIRALITAS KONTEN DI MEDIA SOSIAL

Lidya Agustina
Peneliti pada Puslitbang Aptika dan IKP, Badan Litbang SDM, Kementerian Kominfo
Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110
lidy001@kominfo.go.id

ABSTRAK
Dewasa ini istilah viral menjadi salah satu hal yang selalu dikaitkan dengan konten-konten yang
ada di media sosial. Konten-konten yang menjadi viral ini seringkali memiliki daya tarik tertentu
yang membuat pengguna media sosial tertarik untuk membagikan ulang (re-share/re-post) konten
tersebut. Tulisan ini berusaha untuk menggambarkan apa yang membuat suatu konten di media
sosial dapat menjadi viral, dan bagaimana dampak dari viralitas konten tersebut. Studi ini
menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif dengan metode pengumpulan data studi
literatur. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa budaya sharing konten pengguna media sosial
merupakan salah satu alasan yang membuat suatu konten dapat viral di media sosial. Selain itu,
konten yang viral memiliki daya tarik emosional yang dapat membuat pengguna media sosial
tertarik untuk menduplikasi atau membagikan konten tersebut. Fenomena viralitas konten di media
sosial ini memberikan dampak pada aktivitas komunikasi di media sosial, khususnya komunikasi
pemasaran.
Kata Kunci: Viral, Media Sosial, Konten, Sharing Behavior

PENDAHULUAN

I
stilah viral menjadi salah satu istilah yang beberapa tahun ini seringkali kita dengar, baik itu di
media sosial ataupun media konvensional. Viral seringkali dikaitkan dengan konten yang
menjadi pembicaraan orang banyak. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu media sosial di
Indonesia ramai membicarakan „Odading Mang Oleh‟. Hal ini berawal dari video unggahan
seorang pria yang mempromosikan makanan kue bantal (odading) dengan menggunakan bahasa
sunda kasar, yang kemudian banyak di re-post atau diunggah kembali oleh pengguna media sosial
lain, konten „Odading Mang Oleh‟ pun menjadi viral di media sosial Twitter dan Youtube
(DetikInet, 2020). Atau, kembali ke tahun 2016, di mana pada tahun itu konten humor “Mukidi”
menjadi salah satu konten yang viral dan banyak dibahas oleh pengguna media sosial Indonesia.
Berawal dari humor yang disebarkan melalui WhatsApp grup, tokoh “Mukidi” kemudian menjadi
viral (Muslimah, 2016).
Lalu, sebenarnya apa arti dari istilah viral itu sendiri? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), istilah viral memiliki arti yang berkaitan dengan virus, atau menyebar luas dan
cepat seperti virus . Istilah ini awalnya merupakan istilah dalam Bahasa Inggris yang kemudian
diserap ke dalam Bahasa Indonesia (Kurniadi, 2020). Istilah ini pun kemudian digunakan untuk
konten-konten media sosial yang cepat tersebar atau banyak diduplikasi oleh pengguna media
sosial. Cohen (2014) menyebutkan bahwa istilah viral sharing merujuk pada penyebaran konten
dari satu orang ke orang lain melalui jejaring sosial yang mereka miliki, dan biasanya merujuk pada
jejaring sosial yang di internet atau mobile technologies.
Menurut Alhabash et al., (2015) pengguna media sosial sebenarnya terfasilitasi oleh
kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), kemudahan untuk
mengakses media sosial, dan juga keterampilan dalam menggunakan perangkat digital. Ketika
mereka terpapar oleh suatu konten yang membuat mereka tertarik, hal ini dapat menimbulkan

149
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 1 No. 2 Desember 2020 Hal : 149 - 160

perilaku viral atau viral behaviors seperti kegiatan untuk likes, shares, dan comments pada konten-
konten tertentu (Alhabash et al. 2015). Kehadiran media sosial memunculkan kebudayaan baru,
yaitu kebudayaan sharing konten yang dilakukan oleh pengguna media sosial. Konten menjadi
suatu komoditas dasar di media sosial, yang diproduksi, disebarluaskan, dan dikonsumsi oleh para
pengguna media sosial (Nasrullah, 2016).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak dapat dipungkiri membuat
para pengguna media sosial dengan mudahnya memproduksi konten, sehingga jumlah konten yang
ada di media sosial saat ini sudah sangat berlimpah. Omnicore Agency mencatat bahwa ada kurang
lebih 50 milyar foto yang di unggah di media sosial Instagram, dan setidaknya 500 juta unggahan
insta stories tiap harinya (Agency, 2020b). Untuk media sosial Youtube, Omnicore Agency
(2020c) mencatat setidaknya ada 50 milyar pengguna yang mengunggah konten setiap harinya.
Sedangkan untuk media sosial Facebook, dalam setiap 60 detik ada 317 ribu unggahan status dan
147 ribu unggahan foto (Agency, 2020a). Data-data tersebut menunjukkan bahwa jumlah konten
yang ada di media sosial selalu bertambah setiap harinya.
Tulisan ini berusaha untuk menggambarkan apa yang membuat suatu konten dapat menjadi
viral, ditengah banyaknya jumlah konten yang diproduksi dan didistribusikan oleh pengguna media
sosial setiap harinya. Tulisan ini akan banyak mengambil beberapa contoh konten yang viral di
media sosial, khususnnya media sosial Youtube dan Instagram. Selain itu, tulisan ini juga bertujuan
untuk memberikan gambaran dampak apa yang terjadi dari viralitasi konten di media sosial.
Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data yang digunakan
adalah adalah studi literatur.

PEMBAHASAN
Pengertian dan Karakteristik Media Sosial
Media sosial yang berkembang saat ini sangat lekat dengan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi. Nasrullah (2016) melihat media sosial sebagai suatu perkembangan dari
hubungan individu dengan perangkat media, termasuk media-media yang memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi. Menurut Nasrullah (2016) media sosial yang ada saat ini bisa
didefinisikan sebagai medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya
maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk
ikatan sosial secara virtual.
Media sosial bisa juga diasumsikan sebagai sekelompok aplikasi yang berbasis internet
(internet based applications) yang berkembang di era web 2.0 serta memberikan keluasaan untuk
penggunanya mengkreasikan konten dan memproduksi konten sendiri (user generated content)
(van Dijck and Poell, 2013). Aplikasi-aplikasi media sosial yang berbasis internet web 2.0 adalah
seperti Facebook, Twitter, Youtube dan Instagram. Menurut Van Dijk dan Poell ( 2013) media
sosial merupakan suatu platform atau wadah yang memfokuskan pada eksistensi pengguna, karena
adanya fasilitas user generated content.
Menurut Nasrullah ( 2016) ada suatu batasan tertentu atau karakteristik yang hanya
dimiliki oleh media sosial dibandingkan dengan media lainnya, seperti user generated content dan
bagaimana masyarakat memahami media sosial ini sebagai bentuk media yang digunakan sebagai
sarana sosial di dunia virtual. Enam karakteristik media sosial menurut Nasrullah ( 2016) adalah
jaringan, informasi, arsip, interaksi, simulasi sosial, dan user generated content. Sedangkan
menurut Van Dijk dan Poell ( 2013) karakteristik yang ada pada media sosial adalah berbasis
program (programmability), dapat meningkatkan popularitas individu (popularity), konektivitas
antar pengguna (connectivity), dan terdapat banyak data di dalamnya (datafication).

150
VIRALITAS KONTEN DI MEDIA SOSIAL
Lidya Agustina

Saat ini jumlah pengguna media sosial sudah sangat banyak. Menurut data dari We Are
Social (, 2020) jumlah pengguna aktif sosial media di Indonesia sebanyak 160 juta pengguna
dengan tingkat penetrasi sebesar 59%. Data dari We Are Social ini juga menunjukkan bahwa media
sosial yang banyak diakses oleh pengguna internet di Indonesia adalah Youtube, Facebook,
Instagram, dan Twitter. Youtube dan Facebook merupakan media sosial yang paling banyak
diakses. Youtube dengan jumlah kunjungan mencapai 1,6 juta kunjungan per bulan, sedangkan
Facebook mencapai 644 ribu kunjungan per bulan, diikuti Instagram dengan jumlah kunjungan 107
ribu kunjungan per bulan dan Twitter sebanyak 90 ribu kunjungan per bulan. Seperti yang
disebutkan sebelumnya, media sosial Youtube dan Facebook memiliki jumlah kunjungan yang
paling banyak tiap bulannya. Sehingga tidak heran jika konten-konten yang menjadi viral di media
sosial seringkali banyak berasal dari media sosial Youtube dan Facebook.
Viralitas Konten
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa media sosial memiliki karakteristik yang
membedakannya dengan media pada umumnya. Beberapa karakteristik seperti user generated
content dan konektivitas antar pengguna. Hal ini menunjukkan bahwa dalam media sosial setiap
pengguna dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya melalui konten-konten yang mereka bagikan
di media sosial. Tidak hanya itu, pengguna media sosial pun dapat membagikan ulang (re-shares)
konten yang dibuat oleh pengguna lain ke media sosial mereka. Fitur shares ini banyak digunakan
di berbagai media sosial, baik itu Facebook, Youtube, Instagram, maupun Twitter.
Suatu konten dapat dikatakan sebagai konten yang viral jika konten tersebut telah
dibagikan berulang kali oleh pengguna media sosial, serta menyebar di jejaring pengguna media
sosial (Deza and Parikh, 2015). Hasil studi yang dilakukan oleh Deza dan Parikh (Deza and Parikh,
2015) menyebutkan bahwa suatu konten yang viral memiliki nilai skor viralitas yang tinggi
dibandingkan dengan konten lainnya. Skor viralitas ini dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang
melihat konten tersebut (views), memiliki lebih banyak jumlah pengguna media sosial yang
menyukai konten tersebut (up votes) dibandingkan konten lainnya, memiliki sedikit jumlah
pengguna yang tidak menyukai konten tersebut (down votes), serta memiliki nilai shares atau
jumlah pengguna yang membagikan ulang konten tersebut lebih banyak dibandingkan konten
lainnya.
Seperti yang disebutkan oleh Van Dijk dan Poell (2013) bahwa media sosial memiliki
karakteristik popularitas, yang mana dapat membuat penggunanya menjadi popular. Popularitas
inilah yang membuat banyak pengguna berlomba untuk memproduksi konten yang dapat menjadi
viral. Tidak jarang para pengguna ini merencanakan pembuatan konten yang diprediksi dapat
menjadi viral. Penelitian yang dilakukan oleh Vallet et al (2015) menyebutkan bahwa suatu konten
dapat diperkirakan viralitasnya dengan menghitung nilai popularitas dan viralitas di media sosial.
Pada studi ini media sosial yang digunakan adalah Youtube dan Twitter. Diketahui bahwa nilai
popularitas konten (views) dilihat dari jumlah orang yang melihat konten tersebut, sedangkan untuk
nilai viralitas dilihat dari jumlah penyebutan (mentions) yang dilakukan oleh pengguna media
sosial. Dapat diketahui pula bahwa suatu konten yang memiliki nilai popularitas dan viralitas tinggi
menjadi konten yang paling banyak diakses.
Budaya Sharing Konten Sebagai Alasan Viralitas Konten di Media Sosial
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Nasrullah (2016) menyebutkan bahwa
kehadiran media sosial memunculkan budaya baru di masyarakat, khususnya masyarakat pengguna
media sosial, yaitu budaya sharing konten. Budaya sharing konten yang ada di media sosial tidak
hanya terkait konten yang diproduksi sendiri oleh pengguna media sosial, tapi juga aktivitas re-post

151
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 1 No. 2 Desember 2020 Hal : 149 - 160

atau re-share konten yang diproduksi oleh pengguna media sosial lainnya. Budaya ini dapat
berkembang karena setiap media sosial memiliki fitur yang memungkinkan penggunanya dengan
mudah membagikan konten yang diunggah oleh pengguna media sosial lainnya. Fitur share ini
biasanya muncul pada setiap unggahan di media sosial.
Aktivitas sharing konten pun menjadi salah satu aktivitas yang paling cepat berkembang di
media sosial, seperti di Facebook. Media sosial seperti Facebook memiliki struktur sistem yang
memudahkan penggunanya untuk membagikan konten ke jejaring sosial mereka, dengan hanya
mengunggahnya di halaman profile mereka di Facebook (Cohen, 2014). Hal ini pun menjadi salah
satu keunggulan media sosial yang belum dapat disaingi oleh media komunikasi lainnya (Nelson-
Field, Riebe and Newstead, 2013). Cohen (2014) menyebutkan bahwa perkembangan teknologi
membuat aplikasi-aplikasi media sosial ikut berkembang dan menjadikan aktivitas sharing konten
menjadi semakin lazim untuk dilakukan oleh penggunanya. Aktivitas sharing konten telah menjadi
bagian dari pengalaman seorang pengguna dalam menggunakan media sosial, sehingga membuat
pengembang media sosial menampilkan tombol yang dapat memudahkan pengguna untuk sharing
konten.
Cohen (2014) menyebutkan bahwa budaya sharing konten ini dapat berkembang karena
aktivitas sharing konten dapat memberikan kepuasan tersendiri kepada pengguna media sosial
yang melakukannya. Kepuasan dari sharing konten ini dapat berkaitan dengan istilah sharing is
caring, yang mana aktivitas sharing konten ini ditujukan untuk membuat seseorang merasa
berguna atau menolong seseorang melalui tindakan sharing konten. Tidak hanya itu, sharing
konten juga bisa memberikan kepuasan yang menghibur pengguna media sosial.
Hasil studi yang dilakukan oleh Bene (2017) pada konten yang viral saat kampanye pemilu
di Hungarian tahun 2014 menunjukkan bahwa konten-konten yang viral memiliki jumlah share
yang lebih tinggi dibandingkan dengan konten lainnya. Hasil studi lainnya, dilakukan oleh Cohen
(2014), menunjukkan bahwa suatu game dapat menjadi viral karena pengguna game tersebut
membagikan konten terkait game tersebut ke jejaring sosial mereka, salah satunya melalui media
sosial. Studi yang dilakukan oleh Cohen (2014) juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk share konten kepada peer-group mereka dibandingkan laki-
laki. Sama halnya dengan viralitas konten „Odading Mang Oleh‟, konten tersebut dapat viral di
media sosial karena dibagikan berulang kali oleh para pengguna media sosial.
Peran Influencer dalam Viralitas Konten di Media Sosial.
Viralitas suatu konten di media sosial dapat juga dipengaruhi oleh peran seorang influencer
atau buzzer di media sosial. Influencer merupakan seseorang yang memiliki popularitas tinggi dan
memiliki jumlah pengikut (followers) yang banyak di media sosial (Maharani, 2019). Selain
influencer, ada juga beberapa orang yang disebut sebagai seorang buzzer. Istilah buzzer sendiri
lebih sering digunakan oleh pengguna media sosial Twitter untuk menyebut akun pengguna Twitter
dengan jumlah followers yang banyak, memiliki keunikan yang dapat menimbulkan suatu dampak
di media sosial Twitter, dan bisa merupakan seorang artis/selebritis ataupun orang biasa
(Febriawan and Herawati, 2013).
Peran seorang buzzer atau influencer dalam viralitas suatu konten adalah pada penyebaran
konten kepada khalayak luas, atau pada media sosial sering disebut juga dengan peningkatan
jangkauan konten (reach). Seperti yang sudah disebutkan bahwa seorang influencer ataupun buzzer
memiliki jumlah pengikut yang banyak di media sosial, dibandingkan dengan pengguna media
sosial lainnya. Tidak hanya itu, menurut Woods (2016) para pengikut atau followers dari seorang
influencer memiliki rasa percaya yang tinggi dan ketertarikan yang sama dengan influencer yang

152
VIRALITAS KONTEN DI MEDIA SOSIAL
Lidya Agustina

mereka ikuti. Hal ini membuat para influencers ini dapat menjadi seorang opinion leader atau
pemimpin opini bagi para pengikutnya.
Konektivitas, salah satu karakteristik pada media sosial, membuat para penggunanya dapat
membangun jejaring sosial di media sosial (Nasrullah, 2016). Pada jejaring sosial ini, seorang
influencer atau buzzer dapat diposisikan sebagai node atau simpul jaringan yang dapat
menyampaikan pesan ke jejaring yang mereka miliki (Razis, Anagnostopoulos and Zeadally,
2020). Dengan jumlah pengikut yang banyak seorang influencer ataupun buzzer dapat
meningkatkan nilai viralitas suatu konten dengan meningkatkan jumlah jangkauan konten (reach)
dan keterlibatan pengguna media sosial lainnya (engagement) dalam membahas suatu konten yang
dapat membuat konten tersebut menjadi viral.
Emosi dalam Konten dan Kaitannya dengan Viralitas Konten di Media Sosial
Setelah sebelumnya dibahas terkait budaya sharing konten yang dapat menyebabkan suatu
konten viral, kemudian muncul pertanyaan, apa sebenarnya yang dapat memotivasi pengguna
media sosial untuk membagikan ulang atau re-share konten, sehingga konten tersebut dapat
menjadi viral. Salah satu alasan utamanya tentu karena pengguna media sosial merasa konten yang
mereka bagikan tersebut memiliki informasi yang berguna, atau ada value yang bermanfaat dan
perlu untuk dibagikan. Pengguna media sosial mungkin membagikan konten yang mereka anggap
bermanfaat dan dapat memberikan nilai lebih untuk jejaring sosialnya, dan sebaliknya, pengguna
media sosial pun berharap untuk mendapatkan nilai tambah dan informasi yang berguna dari
jejaring sosialnya (Berger and Milkman, 2018).
Hasil studi yang dilakukan oleh Dobele et al (2007) menunjukkan bahwa suatu pesan atau
konten yang viral harus memiliki element of surprise, selain itu pesan yang viral tersebut perlu
memiliki emosi yang ada di dalamnya. Emosi yang bisa dimasukkan dalam konten yang viral bisa
berupa emosi yang sifatnya positif ataupun negatif. Berger dan Milkman (2018), dalam studinya,
menyebutkan bahwa konten yang memiliki emosi positif ataupun negatif biasanya lebih viral
dibandingkan dengan konten yang tidak menimbulkan emosi pembacanya. Hasil studi ini pun
menunjukkan bahwa konten dengan emosi positif mendapatkan nilai viralitas yang lebih tinggi
dibandingkan konten dengan emosi negatif. Namun, tidak semua emosi yang negatif memiliki
viralitas yang lebih rendah, ada beberapa emosi negatif yang memiliki pengaruh positif pada nilai
viralitas konten. Studi Berger dan Milkman (2018) menunjukkan bahwa untuk setiap konten yang
dapat memberikan emosi, baik itu positif atau negatif, yang dapat memotivasi seseorang untuk
melakukan sesuatu (activation) memiliki kontribusi positif pada viralitas konten, sedangkan konten
yang tidak memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu (deactivation) memiliki kontribusi
negative, salah satu emosi yang memberikan kontribusi negatif berdasarkan studi Berger dan
Milkman (2018) adalah emosi yang berisi kesedihan (sadness).

Gambar 1. Hasil Studi Berger & Milkman (2018)

153
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 1 No. 2 Desember 2020 Hal : 149 - 160

Gambar 1 merupakan hasil studi dari Berger dan Milkman (2018). Pada Gambar 1 dapat
terlihat bahwa konten dengan muatan emosi negatif seperti kemarahan (anger) dan kegelisahan
atau rasa was-was (anxiety) memberikan kontribusi yang positif pada viralitas suatu konten.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu media sosial di Indonesia, khususnya Youtube, sempat ramai
karena salah satu pengguna mengunggah konten prank memberikan makanan yang ternyata berisi
sampah kepada waria. Konten tersebut menjadi ramai karena dapat membuat para penonton yang
menyaksikan video tersebut marah. Banyak pengguna media sosial yang mengunggah kembali
video tersebut dan memberikan komentar negatif pada postingan video tersebut. Meskipun bernilai
negatif, namun emosi yang dirasakan oleh pengguna media sosial yang mengonsumsi konten
tersebut memotivasi mereka untuk memberikan komentar (comments), meskipun komentar yang
diberikan pun negatif, dan membagikan konten tersebut (shares). Hal ini membuat nilai viralitas
konten tersebut meningkat karena memiliki nilai reach dan shares yang tinggi. Pada Gambar 2,
dapat terlihat bahwa saat video tersebut masih tayang di Youtube jumlah akun yang menonton
video tersebut sampai 45 ribu akun yang menonton (views), dan jumlah pengguna yang mengklik
tombol unlike atau tidak suka sebanyak 7,8 ribu.

Gambar 2. Konten Youtube yang Viral dengan Muatan Emosi Negatif


Hasil studi Berger & Milkman (2018) menunjukkan bahwa konten yang memiliki emosi
positif, seperti practical value, memiliki kontribusi yang positif pada viralitas konten. Sebagai
contoh, penggunaan tagar #10000stepsaday yang sempat viral di media sosial Instagram.
Penggunaan tagar #10000stepsaday sampai hari ini sudah mencapai 62 ribu unggahan. Tagar ini
dapat menjadi viral dan banyak digunakan oleh pengguna Instagram karena memiliki suatu nilai
praktis atau practice value di dalamnya. Pengguna yang mengunggah konten dan menggunakan
tagar #10000stepsaday di Instagram, mayoritas, menggunakan tagar ini pada postingan yang
bertema olahraga. Tidak sedikit pengguna media sosial yang mengunggah perubahan bentuk tubuh
mereka setelah melakukan aktivitas 10 ribu langkah ini, dan menggunakan tagar #10000stepsaday.
Konten dengan tagar ini memotivasi pengguna media sosial lainnya untuk melakukan hal yang
serupa, dan bertujuan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang ideal atau untuk tujuan kesehatan.
Tagar ini menjadi salah satu contoh konten dengan emosi practical value yang menjadi viral
(Gambar 3).
Berger dan Milkman (2018) menyebutkan bahwa konten yang memberikan emosi
kesedihan pada pembacanya memberikan kontribusi negatif pada nilai viralitas konten. Namun,
berbeda dengan hasil studi tersebut, di Indonesia konten-konten yang memiliki nilai kemanusiaan

154
VIRALITAS KONTEN DI MEDIA SOSIAL
Lidya Agustina

atau yang dapat menimbulkan emosi sedih atau iba pada masyarakat yang mengonsumsi konten
tersebut, biasanya memiliki nilai viralitas yang tinggi. Sebagi contoh, unggahan status di Instagram
Stories, atau yang biasa disebut sebagai instastory, salah satu dokter spesialis anak di media sosial
Instagram (@citracesilia) yang viral beberapa waktu lalu. Konten yang dibagikan terkait dengan
pengalamannya sebagai dokter yang menangani pasien COVID-19. Konten tersebut memunculkan
emosi sedih dan iba para pengguna media sosial lainnya, yang kemudian memotivasi mereka untuk
mengunggah kembali atau re-post unggahan tersebut ke akun media sosial masing-masing.

Gambar 3. Konten Media Sosial Instagram dengan Emosi Practical Value yang Viral
Dari beberapa contoh fenomena konten yang viral, dapat terlihat bahwa reaksi emosional
pengguna media sosial yang mengonsumsi konten viral tersebut memberikan pengaruh pada
kecenderungan pengguna media sosial untuk re-share atau re-post konten tersebut. Untuk membuat
suatu konten menjadi viral, menurut Berger dan Milkman (2018), lebih baik untuk fokus
memproduksi konten yang bersifat contagious daripada menargetkan orang-orang tertentu.

Gambar 4. Reproduksi Konten 'Odading Mang Oleh'


Fenomena viralnya konten „Odading Mang Oleh‟ juga menjadi salah satu contoh konten
viral yang dapat membuat penikmat kontennya melepaskan emosi tertentu, dalam hal ini emosi
yang keluar karena unsur humor yang ada dalam konten video tersebut. Fungsi utama dari humor
adalah untuk melepaskan emosi positif, sentiment, dan perasaan (feelings). Humor juga menjadi
salah satu elemen yang penting dalam komunikasi, khususnya komunikasi antar budaya. Sama

155
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 1 No. 2 Desember 2020 Hal : 149 - 160

halnya dengan konten yang viral, humor juga memiliki elemen surprise (Taecharungroj and
Nueangjamnong, 2015). Pada fenomena vide „Odading Mang Oleh‟ yang viral, dapat terlihat
bahwa konten tersebut mengandung humor yang pada akhirnya menghibur para penontonnya. Hal
ini mendorong para pengguna media sosial yang mengonsumsi video tersebut untuk re-share video
tersebut, ada membahas konten tersebut di media sosial mereka. Tidak sedikit pula para content
creator yang mereproduksi konten „Odading Mang Oleh‟ tersebut. Hal ini tentu memberikan
dampak positif, tidak hanya pada konten video namun juga pada orang yang terlibat dalam konten
„Odading Mang Oleh‟ tersebut.
Viralitas Konten dan Dampaknya Terhadap Pengembangan Komunikasi Pemasaran di
Media Sosial
Fenomena viralitas konten merupakan bagian dari fenomena komunikasi dalam media
sosial yang dapat memberikan pengaruh pada aspek sosial, ekonomi, dan politik (Borges-Tiago,
Tiago and Cosme, 2019). Dalam praktik komunikasi pemasaran, sebelumnya, ada istilah word of
mouth (WOM) yang digunakan oleh para marketers atau pelaku usaha sebagai salah satu aktivitas
komunikasi pemasaran. Aktivitas WOM ini membuat masyarakat membicarakan suatu brand atau
produk dari mulut ke mulut. Pada praktik ini, marketers biasanya menggunakan influencer atau
opinion leader untuk mempromosikan brand atau produk mereka. Namun, praktik komunikasi
pemasaran ini membutuhkan biaya yang tinggi karena setiap influencer memiliki tarif tersendiri
(Berger and Milkman, 2018).
Fenomena viralitas konten di media sosial kemudian dikembangkan oleh para marketers
menjadi salah satu praktik komunikasi pemasaran mereka. Istilah viral marketing pun mulai
digunakan untuk pengembangan komunikasi pemasaran tersebut. Viral marketing atau pemasaran
yang viral disebut sebagai suatu proses yang membuat konsumen mau atau tertarik untuk
menyampaikan kembali pesan marketers ke jejaring sosial mereka. Seperti halnya virus, informasi
terkait brand atau produk dapat dengan cepat menyebar dari konsumen potensial satu ke konsumen
potensial lainnya (Dobele et al., 2007).
Kaplan and Haenlein (2011) melihat bahwa word-of-mouth dan viral marketing merupakan
dua konsep dalam komunikasi pemasaran yang memiliki keterkaitan satu sama lain (Gambar 4).
Word-of-mouth dapat terjadi baik secara offline ataupun online (electronic word-of-mouth). E-
WOM memiliki kelebihan dibandingan WOM konvesional, karena dengan teknologi difusi
informasi pemasaran melalui e-WOM akan lebih cepat dibandingkan dengan WOM konvensional.
Kaplan dan Haenlein (2011) mendeskripsikan viral marketing sebagai bentuk dari e-WOM namun
dengan exponential growth. Viral marketing terdiri dari dua aspek, yang pertama yaitu aspek
growth atau reproduksi konten yang membuat konten tersebut dapat passes ke lebih dari satu
orang. Aspek kedua adalah media sosial, menurut Kaplan dan Haenlin (2011) menyebutkan bahwa
viral marketing dapat terjadi karena perkembangan media sosial dengan karakteristik user
generated content yang dapat membuat penggunanya dapat dengan mudah bertukar konten dengan
pengguna media sosial lainnya.
Kembali membahas fenomena viralitas konten „Odading Mang Oleh‟, sebelum video
„Odading Mang Oleh‟ tersebut menjadi viral sebenarnya makanan odading ini sudah dikenal
masyarakat, namun belum setenar saat ini. Makanan odading ini pun merupakan salah satu
makanan yang disukai oleh Presiden ke-6 Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, dan
bahkan menjadi makanan yang disajikan saat George Bush mengunjungi Indonesia
(Tribunnews.com, 2020). Semenjak video „Odading Mang Oleh‟ viral, ada faktor exponential
growth yang membuat makanan odading ini semakin banyak dikenal masyarakat, melalui

156
VIRALITAS KONTEN DI MEDIA SOSIAL
Lidya Agustina

unggahan-unggahan di media sosial, dan membuat pengunjung dan pembeli odading ini menjadi
ramai.
Dobele et al (2007) menyebutkan bahwa pesan yang disampaikan melalui viral marketing
harus dapat membangun hubungan emosional antara campaign dengan penerimanya, dengan tujuan
agar „virus‟ pemasarannya dapat tersebarluaskan. Selain itu, pesan dalam viral marketing perlu
bersifat menarik, lucu, atau unik. Hal ini terlihat pada konten video „Odading Mang Oleh‟, yang
mana pada video tersebut Ade Londok, sosok yang ada dalam video tersebut, mempromosikan
makanan odading dengan cara yang nyeleneh dan menggunakan Bahasa Sunda yang kasar. Hal ini
dilihat sebagai sesuatu hal yang lucu bagi para pengguna media sosial, sehingga banyak yang
membahas video ini dan membuat konten „Odading Mang Oleh‟ menjadi viral.

Gambar 5. Kaitan antara Word-Of-Mouth dengan Viral Marketing (Kaplan & Haenlin, 2011)

Hasil studi Ketelaar et al (2016) menunjukkan bahwa konten pemasaran yang disebarkan
melalui media sosial lebih banyak dipengaruhi oleh faktor perilaku (attitudinal factors) seperti
persepsi dan sikap konsumen terhadap brand tertentu, dibandingkan dengan predictor sosial (social
predictors). Aspek social predictors yang dimaksud oleh Ketelaar et al (2016) adalah sender atau
pengirim pesan pemasaran. Sedangkan menurut Huang et al (2019) suatu campaign atau proyek
pemasaran yang memanfaatkan viral marketing dapat berhasil jika melibatkan aspek social
influence, karena pengguna media sosial memiliki kecenderungan untuk membagikan konten dari
sumber yang mereka percaya.

Gambar 6. Campaign #MerdekakanSenyum di Media Sosial

157
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 1 No. 2 Desember 2020 Hal : 149 - 160

Salah satu contoh viral marketing campaign yang dilakukan dengan memanfaatkan aspek
social influence adalah campaign #MerdekakanSenyum (Gambar 6) yang sempat viral di media
sosial Instagram. Campaign ini merupakan suatu campaign donasi yang dibuat oleh salah satu
brand pasta gigi. Dalam campaign ini, brand mengangkat nilai kemanusiaan untuk membantu para
pemulung yang terkena dampak saat pandemic COVID-19. Donasi diberikan melalui pembelian
produk pasta gigi tersebut. Campaign #MerdekakanSenyum sempat menjadi viral di media sosial
karena banyak influencers dan pengguna media sosial lain yang terlibat dalam kampanye
pemasaran yang viral atau biasa disebut sebagai viral marketing campaign ini. Keberhasilan dari
viral marketing campaign ini melibatkan aspek attitude, karena memasukkan unsur emosi yang
dapat membentuk sikap konsumen terhadap brand, dan juga para influencers untuk meningkatkan
reach dari campaign tersebut.
Studi yang dilakukan oleh Dobele et al (2007) melihat enam elemen emosi yang digunakan
di dalam suatu viral marketing campaign. Enam elemen emosi yang digunakan adalah surprised,
joy, sadness, anger, fear, dan disgust. Dari hasil studinya dapat diketahui bahwa elemen emosi
yang paling banyak digunakan dalam viral marketing campaign adalah elemen emosi surprised,
kemudian elemen joy dan sadness.

Gambar 7. Elemen Emosi dalam Viral Marketing Campaign (Dobele et al, 2007)
Wilson (2000) menyebutkan bahwa terdapat enam strategi viral marketing yang dapat
dilakukan agar suatu kampanye dapat berhasil, yaitu:
a. Giveaway product or services
b. Provides for effortless transfer to others
c. Scales easily from small to very large
d. Exploits common motivations and behaviors
e. Utilizes existing communication networks
f. Takes advantage of others' resources
Giveaway merupakan salah satu bentuk strategi viral marketing yang banyak digunakan
oleh brand lokal di Indonesia. Strategi ini dianggap efektif karena konsumen melihat strategi ini
memberikan keuntungan bagi mereka. Strategi giveaway ini dapat dikategorikan sebagai strategi
viral marketing karena melibatkan konsumen, yang juga merupakan pengguna media sosial, untuk
terlibat langsung. Keterlibatan konsumen dapat berupa memberikan likes, comments, atau
memproduksi konten yang menarik terkait dengan brand tersebut. Data dari Google Primet
menyebutkan bahwa 75% dari partisipan giveaway dapat menjadi konsumen di masa depan, hal ini
tentu menjadi suati konversi yang baik (Techinasia, 2018).

PENUTUP
Istilah viral menjadi salah satu istilah yang saat ini melekat dengan penggunaan media
sosial, tidak hanya itu istilah viral pun sering digunakan di media komunikasi lainnya untuk
menunjukkan suatu fenomena atau konten yang menjadi pembicaraan banyak orang. Fenomena
viralitas konten ini berawal dari budaya sharing konten yang ada di tengah masyarakat pengguna

158
VIRALITAS KONTEN DI MEDIA SOSIAL
Lidya Agustina

media sosial. Budaya sharing ini dapat tercipta karena perkembangan teknologi yang membuat
media sosial ikut berevolusi dan membuat para penggunanya dapat dengan mudah memproduksi,
membagikan konten, dan bahkan mereproduksi konten yang dibuat pengguna media sosial lainnya.
Beberapa studi sebelumnya menyebutkan bahwa suatu konten dapat menjadi viral karena
konten tersebut memiliki aspek emosional, sehingga pengguna media sosial yang mengonsumsi
konten tersebut dapat merasakan emosi yang disampaikan. Emosi yang dapat dimasukkan dalam
konten agar menjadi viral dapat bersifat positif ataupun negatif. Meskipun emosi positif lebih
memiliki kecenderungan untuk memberikan kontribusi pada viralitas suatu konten, namun ada
beberapa emosi yang bersifat negatif yang dapat memberikan kontribusi positif pada viralitas
konten. Emosi tersebut seperti anger dan anxiety. Untuk emosi positif yang dapat dimasukkan
dalam konten untuk menaikkan viralitas konten salah satunya adalah emosi practical value yang
dapat membuat pengguna media sosial merasa bahwa ada nilai tambah yang mereka peroleh dari
konten tersebut.
Fenomena viralitas konten tidak hanya membuat suatu konten dikenal oleh banyak orang,
namun juga berdampak pada berbagai aspek, salah satunya adalah aspek pengembangan strategi
komunikasi pemasaran. Istilah viral marketing pun mulai dikenal dan digunakan oleh para
marketers sebagai salah satu strategi komunikasi pemasaran mereka. Viral marketing dilihat
sebagai suatu bentuk pengembangan dari electronic word-of-mouth yang memiliki aspek
exponential growth yang mampu membuat konten tersebut menjadi viral. Sama halnya dengan
konten-konten viral lainnya, untuk viral marketing campaign, konten yang digunakan pun perlu
memiliki aspek emosional yang dapat membangun hubungan emosional antara brand dengan
konsumen. Emosi yang dapat dimasukkan dalam konten viral marketing campaign pun dapat
bersifat positif atau negatif, sesuai dengan tujuan dari viral marketing campaign tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Agency, O. (2020a) Facebook by the Numbers: Stats, Demographics & Fun Facts. Available at:
https://www.omnicoreagency.com/facebook-statistics/.
Agency, O. (2020b) Instagram by the Numbers: Stats, Demographics & Fun Facts. Available at:
https://www.omnicoreagency.com/instagram-statistics/#:~:text=More than 50 billion
photos,Location Get 79%25 More Engagement.
Agency, O. (2020c) YouTube by the Numbers: Stats, Demographics & Fun Facts. Available at:
https://www.omnicoreagency.com/youtube-statistics/.
Alhabash, S. et al. (2015) „To comment or not to comment?: How virality, arousal level, and
commenting behavior on YouTube videos affect civic behavioral intentions‟, Computers in
Human Behavior. Elsevier Ltd, 51(PA), pp. 520–531. doi: 10.1016/j.chb.2015.05.036.
Bene, M. (2017) „Sharing Is Caring! Investigating Viral Posts on Politicians‟ Facebook Pages
During the 2014 General Election Campaign in Hungary‟, Journal of Information
Technology & Politics. Routledge, 14(4), pp. 387–402. doi:
10.1080/19331681.2017.1367348.
Berger, J. and Milkman, K. L. (2018) „Emotion and Virality: What Makes Online Content Go
Viral?‟, GfK Marketing Intelligence Review, 5(1), pp. 18–23. doi: 10.2478/gfkmir-2014-
0022.
Borges-Tiago, M. T., Tiago, F. and Cosme, C. (2019) „Exploring users‟ motivations to participate
in viral communication on social media‟, Journal of Business Research. Elsevier,
101(November), pp. 574–582. doi: 10.1016/j.jbusres.2018.11.011.
Cohen, E. L. (2014) „What makes good games go viral? the role of technology use, efficacy,
emotion and enjoyment in players‟ decision to share a prosocial digital game‟, Computers
in Human Behavior. Elsevier Ltd, 33, pp. 321–329. doi: 10.1016/j.chb.2013.07.013.
DetikInet (2020) Odading Mang Oleh Viral, Begini Lirik Ngegasnya, inet.detik.com. Available at:
https://inet.detik.com/cyberlife/d-5178659/odading-mang-oleh-viral-begini-lirik-

159
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 1 No. 2 Desember 2020 Hal : 149 - 160

ngegasnya.
Deza, A. and Parikh, D. (2015) „Understanding image virality‟, Proceedings of the IEEE Computer
Society Conference on Computer Vision and Pattern Recognition, 07-12-June-2015, pp.
1818–1826. doi: 10.1109/CVPR.2015.7298791.
van Dijck, J. and Poell, T. (2013) „Understanding social media logic‟, Media and Communication,
1(1), pp. 2–14. doi: 10.12924/mac2013.01010002.
Dobele, A. et al. (2007) „Why pass on viral messages? Because they connect emotionally‟,
Business Horizons, 50(4), pp. 291–304. doi: 10.1016/j.bushor.2007.01.004.
Febriawan, B. and Herawati, F. A. (2013) „Faktor-Faktor Yang Berperan Pada Digital Agency
Dalam Pemilihan Buzzer Di Twitter‟, Jurnal Ilmu Komunikasi, pp. 1–19.
Huang, H. et al. (2019) „Community-based influence maximization for viral marketing‟, Applied
Intelligence. Springer, 49(6), pp. 2137–2150.
Kaplan, A. M. and Haenlein, M. (2011) „Two hearts in three-quarter time: How to waltz the social
media/viral marketing dance‟, Business Horizons. „Kelley School of Business, Indiana
University‟, 54(3), pp. 253–263. doi: 10.1016/j.bushor.2011.01.006.
Ketelaar, P. E. et al. (2016) „The success of viral ads: Social and attitudinal predictors of consumer
pass-on behavior on social network sites‟, Journal of Business Research. Elsevier Inc.,
69(7), pp. 2603–2613. doi: 10.1016/j.jbusres.2015.10.151.
Kurniadi, M. R. P. (2020) Apa sih arti “viral” yang sebenarnya?, medium.com. Available at:
https://medium.com/@mrizkypk/apa-sih-arti-viral-yang-sebenarnya-83061aaf56bd.
Maharani, E. S. (2019) „Dominasi Perempuan sebagai Object Visual dalam Digital Influancer‟,
(September).
Muslimah, S. (2016) Kisah Nama Mukidi yang Lagi Heboh Jadi Bahan Candaan dan Viral,
detiknews.com. Available at: https://news.detik.com/berita/d-3284373/kisah-nama-mukidi-
yang-lagi-heboh-jadi-bahan-candaan-dan-viral.
Nasrullah, R. (2016) Media Sosial: Perspetif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Nelson-Field, K., Riebe, E. and Newstead, K. (2013) „The emotions that drive viral video‟,
Australasian Marketing Journal. Australian and New Zealand Marketing Academy., 21(4),
pp. 205–211. doi: 10.1016/j.ausmj.2013.07.003.
Razis, G., Anagnostopoulos, I. and Zeadally, S. (2020) „Modeling influence with semantics in
social networks: A survey‟, ACM Computing Surveys, 53(1). doi: 10.1145/3369780.
Social, W. A. (2020) DIGITAL 2020: INDONESIA. Available at:
https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia (Accessed: 1 November 2020).
Taecharungroj, V. and Nueangjamnong, P. (2015) „Humour 2.0: Styles and Types of Humour and
Virality of Memes on Facebook‟, Journal of Creative Communications, 10(3), pp. 288–
302. doi: 10.1177/0973258615614420.
Techinasia (2018) Kiat-Kiat Menjalankan Kampanye Giveaway Online. Available at:
https://id.techinasia.com/kiat-giveaway-online.
Tribunnews.com (2020) Sosok Sholeh, Pemilik Odading Mang Oleh yang Viral, Jualan 30 Tahun
& Disukai SBY Hingga Presiden AS. Available at:
https://newsmaker.tribunnews.com/2020/09/17/sosok-sholeh-pemilik-odading-mang-oleh-
yang-viral-jualan-30-tahun-disukai-sby-hingga-presiden-as?page=all.
Vallet, D. et al. (2015) „Characterizing and predicting viral-and-popular video content‟,
International Conference on Information and Knowledge Management, Proceedings, 19-
23-Oct-2015, pp. 1591–1600. doi: 10.1145/2806416.2806556.
Wilson, R. F. (2000) „The six simple principles of viral marketing‟, Web marketing today, 70(1), p.
232.
Woods, S. (2016) „# Sponsored : The Emergence of Influencer Marketing # Sponsored : The
Emergence of Influencer Marketing‟, p. 26.

160

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai