Oleh :
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia sosial, manusia sangat membutuhkan komunikasi untuk terus
berhubungan dengan manusia yang lainnya. Menurut Agus M. Hardjana (dalam Ivony,
2017a) komunikasi merupakan kegiatan penyampaian pesan antara satu orang dengan
yang lainnya menggunakan media. Komunikasi yang dominan menggunakan media
disebut dengan komunikasi massa. Salah satu macam media komunikasi massa yaitu
media elektronik yang meliputi radio, televisi, internet, dan komputer. Pada media
elektronik berupa komputer dan internet, komunikasi mengutamakan isi pesan yang
bersifat umum. Selain itu, media ini juga memiliki kecepatan penyebaran pesan yang
tinggi dengan proses komunikasinya bersifat satu arah ataupun dengan umpan balik
(Kurniawan, 2020b). Maka dari itu, tidak mengherankan jika internet banyak diminati
oleh seluruh populasi dunia termasuk masyarakat Indonesia.
Saat ini, penggunaan internet di Indonesia dapat digolongkan menjadi suatu gaya
hidup. Pasalnya berdasarkan laporan terbaru dari We Are Social, pengguna internet di
Indonesia telah mencapai 175,4 juta jiwa dari 272,1 jiwa pada tahun 2020. Dari total
tersebut, 160 juta pengguna juga merupakan pengguna media sosial (Haryanto, 2020).
Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein (dalam Kurniawan, 2020c), media sosial
sendiri merupakan sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang memungkinkan
adanya pertukaran dan penciptaan suatu konten karya dari pengguna. Salah satu contoh
media sosial yang kerap digunakan masyarakat Indonesia adalah Instagram, dengan
persentase pengguna sebesar 76% dari 160 juta pengguna aktif media sosial berdasarkan
laporan terbaru dari We Are Social (Jayani, 2020). Fakta tersebut selaras dengan laporan
Good News From Indonesia yang menyatakan bahwa, dominasi pengguna Instagram di
Indonesia berusia 18 tahun sampai dengan 34 tahun (Iman, 2020). Hal juga dapat
diartikan bahwa dominan pengguna Instagram di Indonesia merupakan generasi
millenial. Generasi milenial sendiri memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap
perkembangan media sosial khususnya Instagram. Pengaruh yang kuat ini rata-rata
dihasilkan oleh masyarakat yang berstatus sebagai mahasiswa.
Platform Instagram merupakan media sosial yang memiliki fokus terhadap konten
foto dan video. Seiring dengan perkembangan media massa, Instagram semakin
memperbaharui fitur-fiturnya yang dapat mendukung dan mendorong kreativitas
penggunanya. Beragam fitur yang dapat diakses di Instagram meliputi filter instagram,
instagram story, IGTV, dan yang terbaru adalah fitur pelangi yang mendukung Pride
Day atau hari kebebasan. Pride Day merupakan hari yang ditujukan untuk mendukung
kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Fitur tersebut dapat digunakan
dengan menuliskan tagar #pride atau menggunakan sticker khusus saat akan mengunggah
story instagram. Sehingga, ketika story telah terunggah maka warna sampul story
menjadi pelangi yang melambangkan simbol kaum LGBT (Detik.com, 2020). Peluncuran
fitur tersebut menjadi bukti nyata bahwa Instagram semakin menegaskan bahwa
perusahaan internasional tersebut mendukung LGBT. Selaras dengan pernyataan dari
Tara Bedi, Manajer Kebijakan Publik dan Penjangkauan Komunitas Instagram. Beliau
menyatakan bahwa, Instagram ingin membantu untuk melakukan perayaan virtual dan
memperoleh dukungan online selama pandemi berlangsung (Parahyangan, 2020).
Berdasarkan pernyataan Tara Bedi, dapat ditarik kesimpulan bahwa dunia saat ini
masih perlu untuk memaksimalkan dukungannya terhadap kaum LGBT. Bahkan di
Indonesia sendiri cukup banyak kontroversi terkait isu tersebut. Berdasarkan survei oleh
Wahid Foundation bersama Lembaga Survei Indonesia pada Maret sampai April 2016,
masyarakat Indonesia paling intoleran dengan kaum LGBT. Kaum LGBT memperoleh
tingkat intoleran sebesar 26,1% dengan total responden 1.520 di 34 provinsi yang
berbeda (Tempo.co, 2017). Selain itu, hasil data dari survei oleh Lembaga Legatum
Institute di 167 negara menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi ke-63 sebagai
negara yang memiliki toleransi terhadap kaum LGBT pada tahun 2019 (Katumiri, 2019).
Tak hanya itu, setelah perusahaan-perusahaan internasional besar menunjukan
dukungannya kepada kaum LGBT seperti Unilever, Indonesia selalu menjadi salah satu
negara yang kerap melontarkan protes. Melalui postingan di media sosial, dominan
masyarakat Indonesia menyatakan akan mengambil sikap boikot terhadap produk
Unilever (Widiarini, 2020). Data-data tersebut cukup menjadi fakta bahwa fenomena
Indonesia minim akan toleransi yang merupakan wujud dari kesadaran sosial khususnya
terhadap kaum LGBT benar adanya. Namun, walaupun Indonesia merupakan salah satu
negara yang intoleran terhadap isu LGBT, rupanya terdapat satu daerah di Indonesia yang
dijuluki “the city of tolerance”. Daerah yang dimaksud yaitu Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Menurut Satyawati (2019), secara historis, Yogyakarta merupakan
tempat pergelaran kongres lesbian dan gay di Indonesia pada tahun 1993. Selain itu,
Yogyakarta juga merupakan cikal bakal terbentuknya The Yogyakarta Principles yang
mencakup hak yang wajib diperoleh kaum LGBT dan dipenuhi negara tanpa
mengucilkan orientasi seksualnya pada tahun 2006.
Melihat fenomena Yogyakarta sebagai “city of tolerance”, Penulis tertarik untuk
membuktikan apakah mahasiswa Yogyakarta benar-benar aware akan isu LGBT melalui
penelitian trend fitur “Pride Day” di Instagram sebagai bentuk penyebaran awareness
dan dukungan untuk LGBT berpengaruh terhadap tingkat kesadaran sosial yang
dihasilkan oleh mahasiswa Yogyakarta. Mengingat mahasiswa merupakan dominan
pengguna di Instagram di negara Indonesia sebagai salah satu media sosial teraktif dan
Yogyakarta merupakan daerah dengan toleransi tinggi terhadap isu LGBT.
Teori stimulus organism response ini sesuai dengan problematika yang diangkat
pada penelitian ini terkait bagaimana publik melakukan perubahan perilaku dalam
menyikapi informasi yang tersebar di media sosial khususnya Instagram. Teori ini
membahas mengenai proses belajar dalam perubahan perilaku atau tindakan
seseorang atau masyarakat dunia berdasarkan pada sebuah stimulus pesan yang
diberikan. Fenomena penggunaan tagar #pride yang mendukung kaum LGBT tentu
akan mendapatkan pandangan tersendiri dari setiap individu penggunanya baik
pengguna fitur tersebut atau hanya sebagai pengguna Instagram. Beberapa orang
yang belum mengetahui terkait isu tersebut kemudian dapat mengetahuinya setelah
fitur ini diluncurkan, beberapa orang yang sudah mendukung LGBT kemudian akan
lebih terbantu oleh fitur yang menyuarakan dukungannya terhadap kaum LGBT.
Sehubungan dengan teori ini, maka bisa terjadi suatu perubahan perilaku atau
tindakan pada masyarakat atau individu melalui penggunaan tren fitur ‘pride day’ di
Instagram dalam menyikapi isu terkait kaum LGBT. Yaitu dengan memberikan
respon seperti, bisa menerima adanya kaum LGBT dengan tetap mengutamakan
sikap saling menghargai dan nilai toleransi terhadap kaum LGBT. Selain itu,
memberikan kebebasan dan dapat mengakui bahwa kaum LGBT layak untuk
mendapatkan perhatian yang sama dengan individu pada umumnya.
6. Teori Uses and Gratification
Teori selanjutnya yang digunakan Penulis untuk menjadi landasan dalam
penelitian ini adalah teori uses and gratification. Teori ini merupakan salah satu teori
komunikasi massa yang berfokus pada khalayak atau audiens yang menggunakan
media karena adanya needs (kebutuhan) dan interest (kepentingan atau minat). Katz
dan Blumer (dalam Humaizi, 2018) adalah pencetus teori uses and gratification.
Mereka menekankan pada peran aktif dari pengguna media untuk memilih dan
menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Maka dari itu,
teori ini beranggapan bahwa khalayak atau audiens sebagai penikmat sekaligus
pengguna media memiliki motif tertentu yaitu kebutuhan dan kepentingan tersebut
dalam menggunakan media (Arifin, 2013). Kemudian, apabila media dapat
memenuhi kebutuhan dan minat penggunanya, maka media tersebut dapat dikatakan
sebagai media yang efektif.
Lebih lanjut, Katz, Blumer, dan Gurevitch (dalam Humaizi, 2018), dijelaskan
bahwa seiring berjalannya perkembangan, asumsi teori uses and gratification
dijabarkan dalam lima asumsi utama, yaitu:
a. Khalayak berperan aktif
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa dalam teori ini, khalayak
tidak bertindak sebagai penerima informasi dari media secara pasif tetapi
dapat memilih dan menentukan media yang ingin digunakan berdasarkan
tujuan, motivasi, dan kebutuhan lainnya.
b. Kebebasan dalam memilih media
Khalayak diberikan kebebasan dalam menyeleksi dan memilih media yang
sesuai dengan tujuannya yaitu kebutuhannya dapat terpuaskan. Seperti
misalnya memilih media hiburan jika sedang membutuhkan hiburan.
c. Media bukan satu-satunya sumber pemuas
Kebutuhan khalayak tidak hanya dipuaskan oleh media saja melainkan ada
aktivitas lain yang dapat digunakan untuk memuaskan diri, misalnya
berolahraga, berlibur, dan sebagainya. Khalayak yang mudah dipengaruhi
oleh media adalah mereka yang tidak memiliki inisiatif diri sendiri.
d. Tujuan khalayak dalam memilih media dapat disimpulkan pada sebuah
data.
Asumsi keempat adalah konsumen media atau khalayak dapat
memberikan data kepada Peneliti terkait tujuan, motif, dan minat dalam
menggunakan media sehingga dapat memberikan keakuratan bagi Peneliti.
Hal ini juga menerangkan bahwa khalayak sadar akan aktivitas ini.
e. Konten media bersifat global
Konten media harus bersifat global karena pengguna media tersebar secara
global dengan kultur yang berbeda pula.
Dari kelima asumsi dasar teori uses and gratification di atas, dapat dilihat secara
umum bahwa teori ini berfokus pada audiens atau khalayak media. Keputusan untuk
menggunakan media sepenuhnya berada di tangan khalayak untuk tetap
menggunakan atau tidak. Sehingga kemudian teori ini menunjukkan bahwa
permasalahannya terletak pada seberapa besar pengaruh media untuk dapat
memenuhi kebutuhan khalayak bukan pada bagaimana media memengaruhi bahkan
mengubah sikap serta perilaku khalayak.
Penulis melihat teori uses and gratification ini sesuai dengan problematika yang
diangkat pada penelitian ini terkait dengan khalayak yang menggunakan media
sesuai dengan kebutuhannya untuk memuaskan dirinya. Kepuasan khalayak yang
terpenuhi ini nantinya dapat menentukan bagaimana dampak dari media tersebut
kepada khalayak itu sendiri. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan teori difusi inovasi
yang menyatakan bahwa apabila publik semakin puas atas konten yang disajikan
maka semakin tinggi kemungkinannya bagi publik untuk menerima konten tersebut
bahkan untuk dijadikan bahan adaptasi.
F. KERANGKA KONSEP
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Trend Fitur
“Pride Day” di Instagram Terhadap Tingkat Kesadaran Sosial Mahasiswa Yogyakarta
terkait isuu LGBT”, Penulis mengambil konsep “kesadaran” dengan konstruk “kesadaran
sosial terkait isu LGBT”. Sehingga, Penulis menetapkan :
1. Variabel
Intensitas penggunaan trend fitur “Pride Day” di Instagram (Variabel X)
Tingkat kesadaran sosial Mahasiswa Yogyakarta terkait isu LGBT
(Variabel Y)
2. Proposisi
Intensitas seperti emosi, minat, frekuensi, durasi yang dimiliki mahasiswa dalam
melihat intensitas penggunaan trend fitur “Pride Day” di Instagram dapat
memengaruhi tinggi rendahnya tingkat kesadaran sosial mereka.
Berdasarkan variabel yang telah ditetapkan, maka diketahui bahwa hubungan
antara dua variabel diatas adalah intensitas penggunaan trend fitur “Pride Day” di
Instagram dapat mempengaruhi tingkat kesadaran sosial mahasiswa Yogyakarta terkait
isu LGBT. Intensitas penggunaan trend fitur “Pride Day” di Instagram yang dapat
diukur melalui variansi nilai atau sifat yaitu rentang waktu penggunaan fitur “Pride
Day” (durasi), seberapa sering mahasiswa terlibat dalam penggunaan fitur “Pride Day”
(frekuensi), perasaan yang dirasakan individu ketika terlibat dalam penggunaan media
sosial (emosi), dan ketertarikan pada sesuatu karena kebutuhan atau memiliki makna
(minat), dapat mempengaruhi tingkat kesadaran sosial. Sedangkan, tingkat kesadaran
sosial mahasiswa dapat dilihat melalui respon apa saja yang diberikan usai mahasiswa
melihat fitur “Pride Day” di Instagram. Apakah kemudian ia semakin intoleran atau
justru mulai sadar dan mendukung akan keberadaan LGBT.
Keterkaitan antara dua variabel tersebut didasari oleh teori agenda setting yang
menjelaskan tujuan media massa seperti Instagram mencoba untuk memengaruhi publik
dan mengkomunikasi isu apa yang semestinya perlu diperhatikan publik melalui perilisan
fitur “Pride Day” di Instagram. Sedangkan, teori stimulus organism respons dipilih
untuk menjelaskan proses bagaimana stimulus berupa fitur “pride day” memengaruhi
kesadaran sosial individu sebagai organisme dilihat dari respon yang diberikan individu
terhadap stimulus. Selain itu, teori uses and gratification dipilih Penulis sebab sesuai
dengan problematika yang diangkat pada penelitian ini terkait dengan khalayak yang
menggunakan media sesuai dengan kebutuhannya untuk memuaskan dirinya. Oleh karena
itu, teori agenda setting dipilih untuk menjelaskan pengaruh media kepada publik,
sedangkan penerimaan publik terhadap pengaruh yang ingin dikomunikasikan media
dijelaskan melalui teori SOR (Stimulus Organism Respons) dan teori uses and
gratification.
Mahasiswa/i FISIPOL UGM
Yogyakarta
Berdasarkan kerangka teori, maka dapat diturunkan definisi konseptual dari dua variabel,
sebagai berikut :
Definisi Operasional
Definisi
Variabel Skala
Konseptual Dimensi Skor
Pengukuran
1. Frekuensi, 1. Frekuensi
seringnya penggunaan Sangat sering
fitur “Pride Day” (4),
dilakukan sering (3),
Menurut
jarang (2),
Chaplin (2011), 2. Durasi, lama waktu
sangat
Intensitas yang jarang (1).
penggunaan digunakan untuk
media melakukan 2. Durasi
sosial penggunaan fitur lama (3), sedang
merupakan lama “Pride Day” Frekuensi dan
Intensitas (2), cepat (1).
waktu dan
Penggunaan Durasi = interval
tingkat 3. Emosi, perasaan
trend fitur
keseringan yang dirasakan 3. Emosi
“Pride
mengakses individu ketika terlibat Sangat tinggi
Day” penggunaan (4), tinggi (3), Emosi dan
media sosial dalam
rendah (2),
yang media sosial khususnya Minat = ordinal
dipengaruhi ketika diterpa konten sangat rendah
oleh emosi yang yang menggunakan (1).
dirasakan ketika fitur “Pride Day”
4. Minat
mengakses dan
minat yang 4. Minat, ketertarikan Sangat tertarik
diberikan. pada fitur “Pride Day” (4), tertarik (3),
cukup tertarik
sesuatu karena
(2), kurang
kebutuhan
atau memiliki makna. tertarik (1).
Dimensi Frekuensi
Pilihan Jawaban
No Pertanyaan
J SJ S SS
Keterangan :
J = Jarang (1)
S = Sering (3)
Dimensi Durasi
C S L
Berapa lama waktu yang Anda habiskan
3. < 1 jam 1 – 2 jam > 2 jam
ketika menggunakan Instagram?
Keterangan :
C = Cepat (1)
S = Sedang (2)
L = Lama (3)
Dimensi Emosi
TS KS S SS
Dalam menggunakan fitur “Pride day”,
Anda mencoba memposisikan diri sebagai Tidak Kurang Sangat
5. Setuju
LGBT dengan membayangkan perasaan Setuju Setuju Setuju
dan pikiran sebagai seorang LGBT.
Keterangan :
S = Setuju (3)
Dimensi Minat
Keterangan :
S = Setuju (3)
Dimensi Pengertian
Dimensi Sikap
Dimensi Perilaku
Keterangan :
Ya = (1)
Tidak = (0)
DAFTAR PUSTAKA
Abute, E. L. (2019). Konsep Kesadaran Sosial dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan Glasser,
3(2): 186 - 195.
Annistri, A. (2020). Mengulik Sejarah Instagram, Media Sosial Paling Banyak Digandrungi
Masa Kini. Diambil dari https://www.cekaja.com/info/mengulik-sejarah-instagram-
media-sosial-paling-banyak-digandrungi-masa-kini/
Arifin, P. (2013). Persaingan Tujuh Portal Berita Online Indonesia berdasarkan Analisis Uses
and Gratifications. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10(2): 195-211.
Ayu, D. R. (2017, Januari 4). Apa yang Dimaksud dengan Kesadaran Sosial (Social
Awareness)?. Diambil dari https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-
kesadaran-sosial-social-awareness/4561
Deva, A. (2020). 20+ Fitur Instagram Terbaru Paling Update!. Dikutip dari
https://resellerindo.com/fitur-instagram-terbaru/
Griffin. (2010). A First Look at Communication Theory (8 ed.). Boston : McGraw Hill
th
Bungin.
Hasil Survei, Orang Indonesia Paling Intoleran dengan LGBT. (2017, Februari 17).
Tempo.co. Diambil dari https://nasional.tempo.co/read/847431/hasil-survei-orang-
indonesia-paling-intoleran-dengan-lgbt/full&view=ok
Haryanto, A. T. (2020, Februari 20). Riset : Ada 175,2 Juta Pengguna Internet di Indonesia.
Detik.com. Diambil dari https://inet.detik.com/cyberlife/d-4907674/riset-ada-1752-juta-
pengguna-internet-di-indonesia
Jayani, D. H. (2020). 10 Media Sosial yang Paling Sering Digunakan di Indonesia. Diambil
dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/26/10-media-sosial-yang-
paling-sering-digunakan-di-indonesia
Kurniawan, A. (2020a). Pengertian Mahasiswa Menurut Para Ahli Beserta Peran Dan
Fungsinya. Diambil dari https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-mahasiswa/
Kurniawan, A. (2020c). Pengertian Media Sosial - Sejarah, Fungsi, Peran, Jenis, Ciri,
Pertumbuhan, Dampak, Para Ahli. Diambil dari
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-media-sosial/
Katumiri. (2019). Survei Legatum Institute di 167 Negara Mencatat Toleransi Terhadap
Orang-orang LGBT Meningkat. Diambil dari http://www.suarakita.org/2019/11/32980/
Masita, H. (n.d.). 5 Tingkat Kesadaran dalam Psikologi. Diambil dari
https://dosenpsikologi.com/tingkatan-kesadaran-dalam-psikologi
Mulawarman & Nurfitri, A.D. (2017). Perilaku Pengguna Media Sosial beserta Implikasinya
Ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan. Jurnal Buletin Psikologi, 25(1): 36-
44. Dikutip dari https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/22759/pdf
Papilaya, J. O. (2016). Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) dan Keadilan Sosial.
Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma, 3(1): 25-34.
Parahyangan, R. (2020). Tuai Kecaman Netizen, Apa Itu Pride di Instagram. Diambil dari
https://cianjurtoday.com/tuai-kecaman-netizen-apa-itu-pride-di-instagram/
Pengertian Kesadaran Sosial, Bentuk, dan Contohnya. (2019, September 9). Diambil dari
https://dosensosiologi.com/kesadaran-sosial/
Selvi. (2020). Peran, Fungsi, Dan Pengertian Mahasiswa Menurut Para Ahli. Diambil dari
https://www.masukuniversitas.com/mahasiswa/#:~:text=Ciri%2Dciri%20Mahasiswa
%20Menurut%20Kartono%20(dalam%20Ulfah%2C%202010)%20%3A,-Memiliki
%20kemampuan%20dan&text=Dengan%20memiliki%20kesempatan%20yang
%20ada,maupun%20dalam%20dunia%20kerja%20nantinnya
Sticker LGBT di Instagram Dikritik Pengguna. (2020, Juni 27). Detik.com. Diambil dari
https://inet.detik.com/cyberlife/d-5070809/stiker-lgbt-di-instagram-dikritik-pengguna
Suherry., Mandala, E., Mustika, D., Bastiar, R., Novalino, D. (2016). Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender (LGBT) dalam Perspektif Masyarakat dan Agama. Jurnal
Aristo, 4(2): 89-99.
Syafrida, R. (2014). Regulasi Diri dan Intensitas Penggunaan Smartphone terhadap
Keterampilan Sosial. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 8(2): 375-384.
Widiarini, A. (2020, Juni 26). Heboh Unilever LGBT, Ini 20 Perusahaan yang Dukung
LGBT, Ada Google lho. Diambil dari https://www.hops.id/heboh-unilever-ini-20-
perusahaan-yang-juga-dukung-lgbt-ada-google/
Yuniar, G.S & Nurwidawati, D. (2013). Hubungan antara Intensitas Penggunaan Situs
Jejaring Sosial Facebook dengan Pengungkapan Diri (Self Disclosure) pada Siswa-
Siswi Kelas VIII SMP Negeri 26 Surabaya. Character, 2(1). Dikutip dari
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/4588/6894