Anda di halaman 1dari 17

BAB II

(PEMBAHASAN)

2.1 Pengertian Perencanaan Kapasitas

Perencanaan kapasitas merupakan komponen strategis utama dalam mendesain sistem.


Perencanaan kapasitas meliputi banyak keputusan dasar dengan konsekuensi jangka panjang bagi
organisasi. Perancangan jangka panjang meliputi perencanaan kapasitas, fasilitas dan tata letak
ruang. Rancangan kapasitas berpengaruh pada hal-hal seperti biaya operasi, kondisi titik impas,
tingkat pelayanan, kebutuhan investasi, risiko organisasi.

Kapasitas menurut Heizer & Render (2015:348) adalah suatu “terobosan” atau sejumlah unit
yang mana tempat fasilitas dapat menyimpan, menerima, atau memproduksi dalam periode
waktu tertentu. Sedangkan menurut Sumayang, Lalu (2003:100) kapasitas merupakan tingkat
kemampuan produksi dari suatu fasilitas.

Perencanaan kapasitas produksi adalah proses untuk menentukan kapasitas produksi yang
dibutuhkan oleh suatu perusahaan manufaktur untuk memenuhi perubahan permintaan terhadap
setiap produknya. Menurut (Ma'arif & Tanjung , 2003) Perencanaan kapasitas produksi adalah
rencana sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan target produksi
teretentu.

Dalam kasus fluktuasi permintaan, perusahaan mengalami kesulitan dalam memenuhi


permintaan. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Tujuan
utama dari perencanaan kapasitas produksi adalah penjadwalan manajemen produksi yang
strategis untuk menghasilkan kapasitas yang efektif.

Peramalan permintaan yang akan datang akan memberikan pertimbangan untuk merancang
kapasitas. Perbedaan antara kapasitas yang ada dengan permintaan pasar akan memerlukan
penyesuaian terhadap kapasitas tersebut atau menyesuaikan strategi operasi dengan perbedaan.
Sasaran perencanaan kapasitas strategis adalah mencapai kesesuaian antara kemampuan
organisasi jangka panjang dengan prediksi tingkat permintaan jangka panjang.

Organisasi membutuhkan perencanaan kapasitas karena berbagai alasan diantaranya adalah


perubahan permintaan, perubahan teknologi, perubahan lingkungan, serta ancaman/peluang yang
dirasakan. Kesenjangan antara kapasitas saat ini dengan kapasitas yang diinginkan
mengakibatkan kapasitas yang tidak seimbang. Kelebihan kapasitas menyebabkan biaya operasi
menjadi terlalu tinggi, sedangkan kekurangan kapasitas menyebabkan sumberdaya dipaksakan
dan kehilangan pelanggan.

2.1.1 Proses Perencanaan Kapasitas Produksi

Menurut (Buffa, 2006), hal – hal yang dilakukan pada proses perencanaan kapasitas produksi
adalah sebagai berikut :

1. Memprediksi permintaan dimasa yang akan datang


2. Mempersiapkan kebutuhan material atau bahan baku dalam bentuk fisik
3. Mengatur jadwal produksi yang terencana dengan kebutuhan
4. Mengkaji pertumbuhan ekonomi
5. Menentukan jadwal pengoperasian fasilitas produksi

2.2 Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek dan Panjang

Perencanaan kapasitas (capacity planning) merupakan keputusan perencanaan strategis


jangka panjang yang ditujukan untuk mengadakan seluruh sumber daya produktif yang
dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat dipakai menghasilkan level produksi tertentu. Jangka
waktu di sini harus cukup panjang sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan untuk
membangun atau mengadakan bangunan pabrik baru, pemasangan mesin pabrik yang baru, atau
membangun fasilitas untuk menangani pengerjaan produk baru.

Jangka waktu yang dimaksud mungkin satu atau beberapa tahun, tergantung pada jenis bisnis
yang dikelola oleh perusahaan. Selanjutnya, dalam hal ini level produski dimaksudkan sebagai
perencanaan agregat untuk menghasilkan volume keluaran tertentu secara tetap (constant level
basis), fluktuasi permintaan diharapkan dipenuhi melalui sediaan, khususnya sediaan pengaman.
Sehubungan dengan itu, maka dalam perencanaan kapasitas, kemampuan menghasilkan yang
akan dibangun atau diadakan ialah sebesar estimasi volume produksi yang diharapkan dapat
menjawab permintaan pasar dalam jangka waktu tertentu, satu tahun atau lebih di masa yang
akan datang.

Ada dua macam perencanaan berdasarkan waktu yang digunakan, yakni sebagai berikut :


2.2.1 Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek

Perencanaan kapasitas jangka pendek digunakan untuk menangani secara ekonomis hal-hal
yang sifatnya mendadak di masa yang akan datang, misalnya untuk memenuhi permintaan
yang bersifat mendadak atau seketika dalam jangka waktu pendek. Kebanyakan perusahaan tidak
beroperasi penuh selama 24 jam per hari dan tidak pernah beroperasi penuh tujuh hari per
minggu. Jika perusahaan beroperasi selama delapan jam per hari (satu shift) dan lima hari per
minggu, maka kapasitas normal jam kerja perusahaan adalah 40 jam per minggu. Namun
demikian 40 jam per minggu bukanlah kapasitas maksimum yang dimiliki. Dalam banyak
kasus perusahaan dimungkinkan untuk bekerja melebihi kapasitas normal, sehingga kapasitas
output maksimumnya lebih dari 40 jam kerja.

Menghadapi kondisi seperti ini, untuk menambah atau menurunkan kapasitas mungkin
perusahaan akan melakukan penambahan dan pengurangan jam kerja, melakukan sub-kontrak
dengan perusahaan lain apabila terjadi perubahan permintaan. Untuk meningkatkan kapasitas
jangka pendek terdapat lima cara yang dapat digunakan perusahaan yakni :

a. Meningkatkan jumlah sumber daya, yaitu :


 Penggunaan kerja lembur
 Penambahan regu kerja
 Memberikan kesempatan kerja secara part-time
 Sub-kontrak
 Kontrak kerja
b. Memperbaiki penggunaan sumber daya, yaitu:
 Mengatur regu kerja
 Menetapkan skedul
c. Modifikasi produk, yaitu:
 Menentukan standar produk
 Melakukan perubahan jasa operasi
 Melakukan pengawasan kualitas
d. Memperbaiki permintaan, yaitu:
 Melakukan perubahan harga
 Melakukan perubahan promosi
e. Tidak memenuhi permintaan, yaitu dengan tidak mensuplai semua permintaan.

2.2.2 Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang

Perencanaan kapasitas jangka panjang merupakan strategi operasi dalam menghadapi segala


kemungkinan yang akan terjadi dan sudah dapat diperkirakan sebelumnya. Misalnya, rencana
untuk menurunkan biaya produksi per unit yang dalam jangka pendek sangat sulit untuk dicapai
karena produk yang dihasilkan masih berskala kecil. Tetapi dalam jangka panjang rencana
tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kapasitas produksi.

Persoalan yang timbul adalah berapa jumlah produk yang harus dihasilkan agar biaya
produksi seminimum mungkin. Penentuan jumlah produksi yang dapat menghadirkan biaya
minimum perlu diperhatikan berbagai faktor seperti pola permintaan jangka panjang dan siklus
kehidupan produk yang dihasilkan.

Dalam kaitannya dengan kapasitas jangka panjang, terdapat dua strategi yang dapat


ditempuh perusahaan, yaitu:

1. Strategi melihat dan menunggu (wait and see strategy), strategi ini dikatakan


pula sebagai strategi hati-hati, karena kapasitas produksi akan dinaikan apabila
yakin permintaan konsumen sudah naik. Strategi ini dipilih dengan pertimbangan
bahwa setap kali terjadi kelebihan kapasistas, perusahaan harus menanggung
risiko karena investasi yang dilakukan hanya ditanggung dalam jumlah unit yang
sedikit, akibatnya biaya produksi menjadi tinggi.
2. Strategi ekspansionis, yaitu kapasitas selalu melebihi atau diatas permintaan.
Dengan strategi ini perusahaan berharap tidak terjadi kekurangan produk di
pasaran yang dapat menyebabkan adanya peluang masuknya produsen lain. Selain
itu perusahaan berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik dengan cara
menjamin tersedianya produk di pasaran.

2.3 Metode Perencanaan Kapasitas Produksi

Jumlah dan jenis yang menghasilkan keuntungan maksimum atau biaya minimum sering
disebut sebagai kapasitas produksi optimum atau luas produksi optimum. Untuk menentukan
kapasitas produksi optimum, terdapat berbagai macam faktor yang harus diperhatikan. Faktor-
faktor tersebut pada umumnya disebut sebagai faktor-faktor produksi seperti:
a. Kapasitas bahan baku, yaitu jumlah bahan baku yang mampu disediakan dalam waktu
tertentu. Jumlah ini dapat diukur dari kemamuan para suplier untuk memasok maupun
kemampuan penyediaan dari sumber bahan baku.
b. Kapasitas jam kerja mesin, yaitu jumlah jam kerja normal mesin yang mampu
disediakan untuk melaksanakan kegiatan produksi.
c. Kapasitas jam tenaga kerja, yaitu jumlah jam tenaga kerja normal yang mampu
disediakan. Jumlah jam tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja dan jam
kerja yang berlaku apakah satu shift (8 jam), dua shift (16 jam), atau tiga shift (24 jam)
d. Modal kerja, yaitu kemampuan penyediaan dan untuk melaksanakan proses produksi,
misalnya untuk membeli bahan baku membayar upah dan lain sebagainya.
e. Kapasitas permintaan.

Dari berbagai macam faktor tersebut, diusahakan untuk memperoleh kombinasi jumlah dan
jenis produksi yang akhirnya dapat menghasilkan keuntungan atau biaya minimum. Dalam
perencanaan kapasitas terdapat skala produksi atau luas produksi yakni, merupakan kuantitas
unit produk yang seharusnya dihasilkan pada satu periode tertentu, misalnya satu semester, satu
tahunan dalam rangka untuk mencapai optimalisasi keuntungan.

Konsep yang paling sederhana dalam menentukan skala operasi (luas produksi) adalah
tergantung pada kemungkinan perkembangan pangsa pasar (market share) yang dapat diraih dan
kapasitas mesin serta perlatan yang dimiliki perusahaan. Di samping itu, yang perlu diperhatikan
adalah kualitas dan kuantitas SDM dalam proses produksi, kemampuan keuangan perusahaan
dan kemungkinan adanya perubahan teknologi di masa yang akan datang.

Metode yang dapat digunakan untuk mengkombinasikan berbagai faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
2.3.1 Metode Break Even Point (BEP)
Metode break even point (BEP) dapat digunakan untuk menentukan kapasitas produksi
optimum. BEP dapat diartikan suatu keadaan dimana total pendapatan besarnya sama dengan
total biaya (TR = TC). Dapat pula diartikan laba sama dengan nol, atau marginal income atau
contribution margin sama dengan biaya tetap (MI = FC), atau biaya tetap dibagi dengan
marginal income per unit (FC/MI), atau biaya tetap dibagi marginal income ratio (FC/MIR),
atau biaya tetap dibagi satu min variable cost (FC/1 – VCR). Pemanfaatan BEP dalam
menentukan kapasitas produksi optimum dapat dilihat pada contoh berikut ini:
Biaya tetap selama satu tahun sebesar Rp 400.000,- sedangkan biaya variabel Rp 600,- per
unit. Harga jual produk ditetapkan Rp 1.000,- per unit. Kapasitas bahan baku (a) mampu untuk
menghasilkan sebanyak 2.500 unit produk, kapasitas jam tenaga kerja (b) dapat menghasilkan
sebanyak 3.000 unit, jam kerja mesin (c) memilki kapasitas sebanya 3.500 unit, sedangkan
permintaan (d) diperkiarakan sebanyak 4.000 unit. Dari data tersebut BEP tercapai pada tingkat
produksi sebanyak 1.000 unit dengan perhitungan sebagai berikut:
Biaya tetap 400.000
BEP= = =1.000 unit
( harga jual )−(biaya varibel) 1.000−600

Dari unit BEP dan kapasitas masing-masing faktor produksi, dapat dibuat grafik BEP seperti
disajikan berikut ini:
Penjualan/
biaya (000)
(d)

TR
(c)

(b)

(a)
TC

BEP
1.000

FC
400

1 2 2,5 3 3,5 4
Unit (000)

Dalam gambar tersebut menunjukkan bahwa meskipun jumlah permintaan sebesar 4.000
unit, tetapi perusahaan tidak dapat memenuhinya, karena kapasitas bahan baku hanya mampu
untuk menghasilkan produk sebanyak 2.500 unit. Oleh karena itu, kapasitas produksi optimum
adalah 2.500 unit yang ditentukan dari jumlah bahan baku yang mampu disediakan. Apabila
perusahaan merencanakan untuk memenuhi jumlah permintaan atau menaikkan kapasitas
produksi optimum, maka penambahan faktor produksi yang diprioritaskan adalah penambahan
kemampuan penyediaan jumlah bahan baku kemudian jam tenaga kerja dan jam mesin.
Dengan berproduksi sebanyak 2.500 unit, perusahaan akan memperoleh keuntungan
sebesar Rp 600 {2.500(1.000) - 400.000}. Tetapi perusahaan memiliki kelebihan kapasitas
terutama untuk jam tenaga kerja dan jam mesin di samping permintaan yang tidak dapat dipenuhi
sebanyak 1.500 unit.
Selain contoh di atas, untuk memberikan ilustrasi sederhana penerapan analisis BEP
(Break Even Point) berikut diberikan contoh kasus pada PT. Bintang Malang. PT. Bintang
Malang ingin merencanakan luas produksi sehubungan dengan rencana produksi perdananya.
Data berikut menunjukkan informasi yang berhubungan dengan PT. Bintang Malang:
Biaya tetap (FC) Rp 800.000,-
Biaya variabel per unit (VC) Rp 40.000,-
Harga jual per unit (S) Rp 200.000,-
Untuk menentukan berapa kuantitas minimum yang harus dijual agar PT. Bintang
Malang dalam kondisi impas dapat menggunakan formulasi sebagai berikut:
FC
Q=
S−VC
Jika data di atas dimasukkan dalam formulasi di atas maka:
800.000
Q=
200.000−40.000
Q=5.000 unit
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat dinyatakan jika PT. Bintang Malang
merencanakan produksi dan menjual di bawah 5.000 unit akan mengalami kerugian, sedangkan
jika memproduksi dan menjual di atas 5.000 unit akan memperoleh keuntungan.

Menurut T. Hani Handoko, untuk menghitung titik break-even, perlu ditentukan


terlebih dahulu biaya-biaya tetap dan variabel untuk berbagai volume penjualan. Ini dapat
dilakukan untuk operasi keseluruhan atau proyek-proyek individual. Titik break-even
merupakan titik di mana penghasilan total sama dengan biaya total. Atau dalam bentuk
rumusan menjadi:
PxQ=F+(VxQ)
dengan keterangan
P = harga per unit
Q = kuantitas yang dihasilkan
F = biaya tetap total
V = biaya variabel per unit
Akan sama dengan formula berikut ini:
PQ = F + VQ
F = ( P – V ) Q; dengan demikian maka:
F
Q=
P−V

Sebagai contoh, harga penjualan produk A adalah Rp 100.000,- per unit, dan biaya bahan mentah
dan tenaga kerja langsung sebesar Rp 80.000,- per unit, dan biaya tetap per bulan Rp
20.000.000,-. Titik break-even dalam unit keluaran dapat dihitung sebagai berikut:

20.000 .000
Q= =1.000unit
100.000−80.000

Istilah (P-V) disebut “kontribusi”, yaitu jumlah kelebihan atau selisih harga jual per unit di atas
biaya variabel per unit (atau penghasilan total melebih variabel total). Dalam contoh kita, harga
jual satu produk A memberikan kontribusi sebesar Rp 20.000,- terhadap penutupan biaya tetap
sampai titik break even tercapai. Di atas 1.000 unit, kontibusi Rp 20.000,- akan berupa laba
sebelum pajak.

Hubungan-hubungan ini dapat digunakan oleh para manajer dalam perencanaan kapasitas
mereka. manajer dapat menentukan, sebagai contoh, pengaruh pada laba (atau rugi) perubahan-
perubahan kuantitas yang dihasilkan. Bila manajer ingin mengetahui volume berapa laba akan
sebesar Rp 5.000.000,-, maka cara termuda adalah membagi Rp 5.000.000,- dengan Rp 20.000,-
dan mendapatkan 250 unit di atas volume break even, atau 1.250 unit dalam total, yang akan
harus dihasilkan. Dalam bentuk rumusan, jumlah yang dihasilkan total adalah:

F+ laba yang diinginkan


Q=
P−V

20.000 .000+5.000 .000


Q=
100.000−80.000

25.000 .000
Q=
20.000

Q = 1.250 unit

Rumus BEP lainnya untuk mengetahui berapa BEP dengan rupiah atau berdasarkan jumlah
penjualan dengan laba yang diinginkan adalah sebagai berikut:
F+ laba yang diinginkan
Q=
V
1−( )
P
Maka, soal di atas dapat dijawab seperti di bawah ini:
F+ laba yang diinginkan
Q=
V
1−( )
P
20.000 .000+5.000 .000
Q=
80.000
1−( )
100.000
25.000 .000
Q=
1−0,8
Q=125.000 .000

Contoh-contoh di atas merupakan contoh perhitungan BEP pada produksi single product.
Untuk mengetahui bagaimana BEP pada produksi multi product yakni produksi dengan lebih
dari satu produk, makan kita harus mengetahui data produksi meliputi jumlah unit yang
diproduksi (Q), harga jual per unit (P) dan biaya variabel per unit (CV) setiap produk tersebut.
Pada BEP multi product, perlu diketahui:
a. Rasio margin kontribusi (RMK), dengan rumus:
Margin kontribusi
RMK= x 100 %
Totak penjualan
Dimana, rumus dalam mencari margin kontribusi
∑ (Qi x Pi) - ∑ (Qi x VCi)
b. Presentase margin kontribusi keseluruhan (MKK), dengan rumus:

MKK=
∑ ( Qi x Pi )−∑ (Qi−VCi)
(Qi x Pi)
Sedangkan rumus BEP multi product penjualan keseluruhan adalah sebagai berikut:
TVC
BEP=
Rasio MKK

Di mana, TVC = total biaya variabel; MKK = margin kontribus keseluruhan. Berikut
adalah contoh kasus perhitungan BEP multi product pada sebuah pabrik roti. Pabrik roti Calista
Bakery adalah suatu usaha kecil menengah yang memproduksi roti tawar sebagai produk
utamanya dan produk sampingannya ada roti coklat, keju dan strawaberi dengan data produksi
sebagai berikut:
Roti
Roti Roti Roti
Produk Strawber
Cokelat Keju Tawar
i
Unit yang dijual/bulan (Q) 3.000 2.500 2.000 4.000
Harga jual/unit (P) Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 3.000 Rp 5.000
Variable Cost/unit (VC) Rp 3.260 Rp 3.384 Rp 2.752 Rp 3.234
Margin Kontribusi Keseluruhan:
Produk (Qi x Pi) (Qi x VCi)
Roti Cokelat Rp 13.500.000 Rp 9.780.000
Roti Keju Rp 11.250.000 Rp 8.460.000
Roti Strawberi Rp 7.000.000 Rp 5.504.000
Roti Tawar Rp 20.000.000 Rp 12.936.000
TOTAL Rp 51.750.000 Rp 36.680.000
Maka,
Margin kontribusi = ∑ (Qi x Pi) - ∑ (Qi x VCi)
= Rp 51.750.000 - Rp 36.680.000
= Rp 15.070.000 per bulan
Setelah margin kontribusi diketahui, maka rasio persentase Margin Kontribusi Keseluruhan
dihitung sebagai berikut:
Margin kontribusi
Rasio Margin Kontribusi Keseluruhan = x 100%
Total penjualan
Rp 15.070 .000
= x 100%
Rp 51.750 .000
= 29,1 %
Total Biaya Variabel(TVC )
Jadi, BEP penjualan keseluruhan =
Rasio MKK
Rp 36.680 .000
=
0,291
= Rp 126.048.110
2.3.2 Metode Linear Programming

Programasi linear adalah suatu model optimasi pemasaran linear berkenaan dengan keadaan-
keadaan linear yang dihadapinya, masalah programasi linear berarti adalah masalah pencarian
nilai-nilai optimum (maksimum atau minimum) sebuah fungsi linear pada suatu sistem sehimpun
kendala linear. Fungsi linear yang hendak dicari nilai optimumnya, berbentuk sebuah persamaan,
disebut fungsi tujuan. Sedangakn fungsi-fungsi linear yang harus terpenuhi dalam optimisasi
fungsi tujuan tadi, dapat berbentuk persamaan maupun pertidaksamaan, disebut fungsi kendala.

Agar suatu masalah optimisasi dapat diselesaikan dengan programasi linear, ada beberapa
syarat atau karakteristik yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Masalah tersebut harus dapat diubah menjadi permasalahan matematis. Ini berarti bahwa
masalah tadi harus bisa dituangkan ke dalam bentuk model matematik, dalam hal ini
model linear, baik berupa persamaan maupun pertidaksamaan.

2. Keseluruhan sistem permasalahn harus dapat dipilih-pilih menjadi satuan-satuan aktivitas


sebagai misal : α11X1 + α12X2 ≤ k1 dimana X1 dan X2 ada aktivitas.

3. Masing-masing aktivitas harus dapat ditentukan dengan tepat baik jenis maupun letaknya
dalam model programasi.

4. Setiap aktivitas harus dapar dikuantifikasikan sehingga masing-masing nilainya dapat


dihitung dan dibandingkan.

Dengan demikian di dalam suatu masalah programasi linear harus terdapat rangkaian
“kendala-aktivitas-tujuan” atau “masukan-aktivitas-keliaran”. Perumusan model programasi
linear dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan aktivitas

2. Menentukan sumber-sumber (masukan)

3. Menghitung jumlah masukan dan keluaran untuk setiap satuan aktivitas


4. Menentukan kendala-kendala aktivitas

5. Merumuskan model, yakni membentuk fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendalanya.

Berikut ini adalah contoh perumusan model programasi linear:

Andaikan sebuah perusahaan yang menghasilkan dua macam keluaran, yaitu barang A
dan barang B, menggunakan dua bahan mentah yakni R dan S sebagai masukannya. Baik barang
A maupun barang B masing-masing menggunakan masukan R dan masukan S dalam proses
produksinya. Setiap unit keluaran A memerlukan 4 unit masukan R dan 3 unit masukan S,
sedangkan setiap unit B memerlukan 2 unit R dan 4 unit S. Harga jual produk A dan B masing-
masing Rp 5.000,00 dan Rp 6.000,00 per unit. Jumlah persediaan masukan R dan masukan S
yang dimiliki oleh perusahaan ini masing-masing 100 unit dan 120 unit. Berapa unit A dab B
harus dihasilkan agar penerimaan perusahaan maksimum, dengan keterbatasan atau kendala
bahwa penggunaan masukan R dan masukan S masing-masing tidak melebihi 100 unit dan 120
unit?

Masalah programasi linear yang muncul disini ialah memaksimumkan penerimaan, yakni
menentukan kombinasi jumlah barang A dan jumlah barang B yang sebaiknya dihasilkan
sehubungan dengan kondisi-kondisi yang dihadapi. Agar dapat diselesaikan dengan model
programasi linear, permasalahannya haruslah dituangkan ke dalam bentuk model tersebut, berarti
harus dirumuskan fungsi tujuan yang hendak dioptimumkan dan fungsi-fungsi kendala yang
dihadapi. Misalkan z melambangkan penerimaan perusahaan sedangka α dan b masing-masing
melambangkan jumlah A dan jumlah B, maka :

Fungsi tujuannya : z = 5000a + 6000b

Fungsi kendalanya : 4a + 2b ≤ 100

3a + 4b ≤ 120

Fungsi kendala yang pertama berkenaan dengan masukan R; karena setiap unit A
memerlukan 4 unit R dan setiap unit B memerlukan 2 unit R, padahal jumlah masukan R yang
dapat digunakan tidak mungkin melebihi (berarti boleh kurang atau sama dengan) 100 unit, maka
haruslah 4a + 2b ≤ 100, sedangkan fungsi kendala yang kemudian berkenaan dengan masukan
atau bahan mentah S; karena setiap unit A membutuhkan 3 unit S dan setiap unit B
membutuhkan 4 unit S, padahal jumlah masukan S yang dapat dipakai tidak mungkin lebih dari
(berarti boleh kurang dari atau sama dengan) 120 unit, maka haruslah 3a + 4b ≤ 120. Perumusan
fungsi tujuan dan fungsi kendala ini akan lebih mudah dilakukan dengan menggunakan bentuk
tabel permasalahannya, yang berisi keterangan-keterangan tentang masukan dan keluaran serta
kendalanya masing-masing.

2.3.3 Metode Grafik

Penyelesaian dengan moetode grafik atau geometri dilakukan dengan menggambarkan


fungsi-fungsinya (fungsi kendala maupun fungsi tujuan) pada sistem sumbu silang, di mana
sumbu-sumbu horizontal dan vertikal masing-masing mencerminkan jumlah setiap keluaran.
Contoh kasus dalam penyelesaian penentuan kombinasi jumlah produk guna memperoleh profit
maksimum.

Seandainya kita menghadapi masalah seperti yang terdapat di dalam contoh perumusan
model sebelumnya, yakni:

Maksimumkan fungsi tujuan z = 5.000a + 6.000b terhadap kendala-kendala

4a + 2b ≤ 100

3a + 4b ≤ 120

a,b ≥ 0

Grafik yang dapat digambarkan adalah seperti di bawah ini:


b

J (0,50)

4a + 2b ≤ 100
K
(0,30)
L (16,18)

3a + 4b ≤ 120
Area
Laik
a
O M N
(0, 0) (25,0 (40,0)

Area penyelesaian yang laik (feasible area) bagi masalah yang dihadapu oleh perusahaan
ini adalah di bidang OKLM. Menghasilkan kombinasi jumlah A dan B di atas/kanan bidang
OKLM merupakan hal yang tidak mungkin dapat dilakukannya, mengingat keterbatasan sumber
daya atau masukan (dalam hal ini bahan mentah) yang dimiliki. Area di luar bidang OKLM
disebut area tak laik (unfeasible area).

Titik L ini merupakan perpotongan antara kedua garis fungsi tujuan dan kendala, terletak
pada kedudukan a = 16 dan b = 18. Berarti penyelesaian optimalnya adalah memproduksi barang
A sebanyak 16 unit dan barang B sebanyak 18 unit. Penerimaan maksimum yang diperoleh
dengan kombinasi ini adalah z = 5.000 (16) + 6.000 (18) = 188.000.

Bila perlu, hasil penyelesaian ini dapat diuji kebenarannya. Pengujian dilakukan terhadap
kendala-kendala yang ada, guna membuktikan optimalitasnya. Pengujian terhadap kendala:

4a + 2b ≤ 100 → 4(16) + 2(18) ≤ 100 terpenuhi

3a + 4b ≤ 120 → 3(16) + 4(18) ≤ 120 terpenuhi

Karena ruas kiri fungsi kendala mencerminkan jumlah masukan yang terpakai dan ruas
kanan menunjukkan jumlah masukan yang tersedia. Maka dengan membandingkan kedua ruas
dapat diketahui jumlah masukan yang tersisa atau tidak terpakai. Dalam kasus ini, baik masukan
R maupun masukan S, semuanya terpakai habis dan tidak ada yang tersisa. Berdasarkan
pengujian terhadap kendala-kendala ini terbukti bahwa kombinasi produksi 16A dan 18B adalah
laik (mungkin).

Pengujian terhadap optimalitasnya adalah:

K (0,30) → z = 5.000 (0) + 6.000(30) = 180.000

L (16,18) → z = 5.000 (16) + 6.000(18) = 188.000

M (25,0) → z = 5.000 (25) + 6.000(30) = 125.000

Titik O(0,0) tidak perlu diuji karena jelas z = 0. Sedangkan titik J dan N juga tidak perlu
diuji karena di luar area laik (mungkin). Berdasarkan pengujian optimalitas ini terbukti bahwa
titik L, kombinasi produksi 16 A dan 18 B adalah yang terbaik.

2.3.4 Meetode Simplex

Metode simplex dikerjakan secara sistematik bermula dari suatu penyelesaian dasar yang laik
(feasible basic solution) ke penyelesaian dasar yang lain berikutnya. Hal ini dilakukan berulang-
ulang hingga akhirnya ditemukan penyelesaian yang optimal. Dengan pengerjaan secara simplex
ini peranan matrix berikut kaidah-kaidahnya sangat berarti.

Seperti halnya dengan metode aljabar, di sinipun terlebih dahulu harus dilakukan standarisasi
rumusan model, sebelum tahap penyelsaian awal dikerjakan. Fungsi-fungsi kendala yang masih
berbentuk pertidaksamaan harus diubah dulu menjadi berbentuk persamaan, yakni dengan
menambahkan “variabel senjang” (slack variable) pada fungsi kendala yang ≤, dan
mengurangkan “variabel surplus” (surplus variable) pada fungsi kendala yang bertanda ≥. Secara
umum, fungsi-fungsi kendala yang standar dapat dituliskan sebagai berikut:

a 11 x1 + a12 x 2+ ¿.......+ a1 n x n ± s1 = b1

a 21 x1 + a22 x 2+ ¿.......+ a2 n x n ± s2 = b2
a m 1 x 1+ am 2 x2 +¿.......+ amn x n ± sm = bm

Hasil-hasil perhitungan pada setiap tahap pengerjaan disajikan ke dalam bentuk tablo
(tabel matriks). Berdasarkan angka-angka yang muncul di tablo inilah dilakukan analisis dan
ditarik kesimpulan. Contoh gambar tablo yang sering muncul dalam pembahasan metode
simplex di beberapa buku adalah metode simplex dengan tablo berbaris c j−z j adalah sebagai
berikut:
c1 c2 .... cn 0 0 .... 0
Program Tujuan Kuantitas
x1 x2 .... xn s1 s2 .... sn
s1 0 a 11 a 12 .... a 1n 1 0 .... 0 b1
s2 0 a 12 a 22 .... a 2n 0 1 .... 0 b2
. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .
sn 0 am 1 am2 .... a mn 0 0 .... 1 bm

zj
c j−z j

Untuk mempelajarinya lebih jelas, maka dianjurkan untuk mendalami matriks dan
pengoperasian kaidah-kaidahnya dalam pembelajaran lainnya.

Anda mungkin juga menyukai