Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH PROGRAM KEAMANAN PANGAN DI

SEKOLAH TERHADAP PENGETAHUAN PENJAJA PANGAN


JAJANAN DAN SISWA SEKOLAH DASAR

ANJANI ANGGITASARI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul: Pengaruh Program


Keamanan Pangan di Sekolah terhadap Pengetahuan Penjaja Pangan Jajanan dan
Siswa Sekolah Dasar, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014

Anjani Anggitasari
NIM F24100048
ABSTRAK
ANJANI ANGGITASARI. Pengaruh Program Keamanan Pangan di
Sekolah terhadap Pengetahuan Penjaja dan Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh
WINIATI P. RAHAYU dan YANTI RATNASARI.

Edukasi keamanan pangan bagi penjaja pangan jajanan anak sekolah (PJAS)
merupakan hal yang harus dilakukan guna meningkatkan pengetahuan keamanan
pangan. Hal ini juga penting bagi siswa sekolah dasar (SD), karena pengetahuan
keamanan pangan akan berpengaruh pada pemilihan produk pangan yang akan
dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kategori pengetahuan
penjaja PJAS mengenai keamanan pangan dan pengaruh program keamanan
pangan di sekolah terhadap pengetahuan penjaja PJAS, serta pengaruh
penyuluhan keamanan pangan terhadap pengetahuan keamanan pangan siswa SD.
Data hasil survei dari 20 provinsi di Indonesia diolah menggunakan program
SPSS dengan metode analisis Pearson dan paired sample t-test. Hasil analisis
menunjukkan bahwa 71.96% penjaja PJAS masih memiliki pengetahuan
keamanan pangan yang kurang, dan hanya sebesar 28.04% penjaja PJAS yang
memiliki pengetahuan keamanan pangan baik. Analisis antar variabel
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara program
keamanan pangan, yaitu (1) adanya peraturan keamanan pangan di sekolah dan
(2) pemberian penyuluhan oleh sekolah terhadap pengetahuan keamanan pangan
penjaja PJAS. Bagi siswa SD penyuluhan keamanan pangan memberikan
peningkatan pengetahuan sebesar 19.41%.

Kata kunci: penjaja, pangan jajanan anak sekolah, siswa sekolah dasar.

ANJANI ANGGITASARI. Effect of Food Safety Program in School to


Knowledge of Food Vendors and Elementary School Students. Supervised by
WINIATI P. RAHAYU dan YANTI RATNASARI.

The importance of food safety education in order to enrich food safety knowledge
of food vendor in elementary school (ES) should not be neglected. Not to mention,
for elementary school students that could interfere their preference of food
product. The aim of this study were to determine the level of food safety
knowledge of food vendor, the impact of food safety program to food
understanding, and the influence of food safety education toward ES students'
knowledge. The data gained from 20 provinces in Indonesia were analyzed using
SPSS through pearson analysis method and paired sample t-test. The result
revealed that 71.96% of food vendors possessed a poor knowledge, and only
28.04% had a good knowledge about food safety. The result of analysis between
variable showed that there was no significant effect of food safety programs,
which were (1) the implementation of food safety regulations in school and (2) the
application of food safety extension from school to food vendors. Food safety
extension to ES students increased student knowledge of food safety up to 19.41%.

Keyword: elementary school student, food safety, food vendor


iii

PENGARUH PROGRAM KEAMANAN PANGAN DI


SEKOLAH TERHADAP PENGETAHUAN PENJAJA PANGAN
JAJANAN DAN SISWA SEKOLAH DASAR

ANJANI ANGGITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
v

Judul Skripsi : Pengaruh Program Keamanan Pangan di Sekolah terhadap


Pengetahuan Penjaja Pangan Jajanan dan Siswa Sekolah Dasar

Nama : Anjani Anggitasari


NIM : F24100048

Disetujui oleh

Prof. Dr. Winiati P. Rahayu Yanti Ratnasari, SP, MP


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi tugas akhir yang merupakan bagian dari
magang di BPOM RI ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku dosen pembimbing yang senantiasa
sabar dalam memberikan saran untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk
Ibu Yanti Ratnasari SP, MP. selaku pembimbing lapang di BPOM RI atas
kebaikannya dan bantuannya selama penulis melakukan tugas magang. Terima
kasih juga penulis ucapkan untuk Dr. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si selaku dosen
penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk penulisan tugas akhir.
Selanjutnya terimakasih kepada Mama, Papa dan Nana yang selalu memberikan
do‟a dan support kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa,
terimakasih kepada semua sahabat yang selalu memberikan semangat selama
penyusunan skripsi ini.

Bogor, Oktober 2014

Anjani Anggitasari
vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Perumusan Masalah ................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
METODE PENELITIAN .............................................................................. 3
Bahan Penelitian ........................................................................................ 3
Pengolahan Data ........................................................................................ 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 5
Karakteristik Penjaja PJAS ........................................................................ 5
Pengetahuan Keamanan Pangan Penjaja PJAS ......................................... 6
Penerapan Peraturan Keamanan Pangan di Sekolah ................................. 9
Pemberian Penyuluhan Keamanan Pangan kepada Penjaja PJAS oleh
Pihak Sekolah............................................................................................ 9
Hubungan antara program keamanan pangan terhadap pengetahuan
keamanan pangan penjaja PJAS ............................................................. 10
Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Dasar ........................... 12
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 13
Simpulan .................................................................................................. 13
Saran ........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 14
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 16
DAFTAR TABEL

1 Pengetahuan penjaja PJAS mengenai keamanan pangan…………………….6


2 Hasil pre dan post-test modul Lima Kunci Keamanan Pangan dari 495 siswa
SD...………………………………………………………………………….12

DAFTAR GAMBAR

1 Tingkat pendidikan penjaja PJAS dari 214 sekolah pada 20 provinsi di


Indonesia……………………………………………………………………...5
2 Hubungan penerapan program keamanan pangan di sekolah dengan
pengetahuan penjaja PJAS…………………………………………………..10
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan jajanan merupakan salah satu alternatif asupan pangan yang


digemari oleh masyarakat, terutama anak-anak usia sekolah dasar (SD). Pangan
jajanan yang juga dikenal dengan istilah street food adalah jenis makanan yang
dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta
lokasi yang sejenis. Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dapat berupa pangan
olahan dari industri pangan atau pangan siap saji yaitu makanan dan atau
minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode tertentu, untuk
langsung disajikan dan dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan
lebih lanjut (Rahayu et al. 2005).
Masa usia anak SD seyogianya adalah masa pertumbuhan dan
perkembangan anak menuju masa remaja yang keoptimalan pertumbuhannya
bergantung pada pemberian asupan gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik
dan benar (Judawarto 2010). Pangan jajanan dapat berdampak negatif bagi
kesehatan apabila pada praktiknya, baik proses produksi maupun penyajiannya
tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Sehingga diperlukan pengawasan dan
pemberian pengetahuan mengenai pangan jajanan yang aman, bermutu dan
bergizi baik bagi penjaja PJAS dan siswa SD.
Pada periode 2008-2010 sekitar 40-44% jajanan tidak memenuhi syarat
yang disebabkan oleh penyalahgunaan bahan berbahaya, penggunaan bahan
tambahan pangan (BTP) berlebih, tercemarnya pangan oleh logam berat dan
pestisida, serta buruknya sanitasi dan higiene para penjaja PJAS (BPOM 2011).
Berdasarkan hasil Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan
Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh SEAFAST dan
BPOM RI, sebagian besar (>70%) penjaja PJAS menerapkan praktik keamanan
pangan yang kurang baik (Andarwulan et al 2009). Seiring dengan hasil tersebut,
pada tahun 2009-2012 data nasional menunjukkan bahwa persentase KLB
keracunan pangan yang paling tinggi adalah pada tingkat SD, berturut-turut
sebesar 77, 68, 78 dan 73% (Sparringa 2013).
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan
praktik keamanan pangan penjaja PJAS. Adanya pengetahuan positif mengenai
suatu hal akan menimbulkan niat yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan
praktik sehingga akan menghasilkan produk pangan jajanan yang memenuhi
syarat dan layak untuk dikonsumsi. Pengetahuan mengenai keamanan pangan
dapat diperoleh melalui informasi dan lingkungan, salah satunya yaitu dari pihak
sekolah dimana penjaja PJAS berjualan.
Kasus keracunan pangan akibat pangan jajanan yang bermutu rendah dan
tidak memenuhi syarat tidak semata-mata hanya menjadi tanggung jawab penjaja
PJAS. Siswa SD pun harus pandai dalam memilih pangan jajanan yang sehat,
bermutu dan bergizi. Oleh karena itu, pengetahuan siswa mengenai keamanan
pangan harus diperhatikan dan ditingkatkan.
Upaya pemerintah melalui BPOM dalam meningkatkan PJAS yang aman,
bermutu dan bergizi adalah dengan memprakarsai “Aksi Nasional Gerakan
menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi (AN-
2

PJAS)” pada tahun 2011 dengan harapan bahwa aksi ini dapat menjadi sarana
untuk meningkatkan keamanan PJAS. Aksi nasional ini diikuti oleh instansi di
Pusat maupun Daerah, yaitu Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementerian Kelautan
dan Perikanan serta Badan POM (Rahayu 2010).
Program AN-PJAS ini memiliki lima sasaran utama, yaitu: (1)
Mengembangkan program PJAS, (2) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
PJAS, (3) Mengembangkan capacity Building, (4) Mengembangkan fasilitas
PJAS, (5) Monitoring dan evaluasi program PJAS (BPOM 2011). Salah satu
langkah konkret yang dilakukan BPOM untuk mengimplementasikan AN-PJAS
bagi siswa SD adalah dengan menerbitkan dan mengajarkan modul Lima Kunci
Keamanan Pangan Untuk Anak Sekolah yang berisi langkah-langkah dalam
menjaga keamanan pangan, sebagai berikut
1. Kenali pangan yang aman.
Keamanan pangan merupakan kondisi atau upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan adanya cemaran biologis, kimia dan
fisik yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, siswa
SD harus mengetahui syarat pangan yang aman.
2. Beli pangan yang aman
Cara membeli pangan yang aman adalah dengan memilih tempat dan penjual
yang bersih, memilih makanan yang telah dimasak, membeli pangan yang
dipajang, disimpan dan disajikan dengan baik, serta mengonsumsi pangan
secara benar.
3. Baca label dengan seksama
Label pangan perlu dibaca dengan seksama untuk mengetahui informasi
apakah sesuai dengan pangan yang ingin dibeli. Informasi pada label yang
harus dibaca dan dimengerti adalah nama pangan olahan, berat/isi bersih,
nama dan alamat yang memproduksi, daftar bahan yang digunakan, nomor
pendaftaran pangan, keterangan kedaluwarsa dan kode produksi. Selain itu
juga perlu diperhatikan keterangan kandungan zat gizi, pangan halal, petunjuk
penyimpanan dan peringatan.
4. Jaga kebersihan
Salah satu cara untuk menjaga kebersihan adalah dengan mencuci tangan
dengan cara yang benar dan mengetahui waktu harus mencuci tangan. Selain
itu juga menjaga kantin agar tetap bersih, seperti membuang sampah pada
tempatnya.
5. Catat apa yang ditemui
Pangan jajanan yang ditemukan oleh siswa baik yang sifatnya positif atau
negatif dapat dilaporkan melalui e-notifikasi dalam website klub pompi.
Sistem informasi ini akan membantu pemantauan keamanan pangan jajanan
yang ada di sekolah.
Bentuk upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh BPOM ini diharapkan dapat
meningkatkan keamanan, mutu dan gizi PJAS di Indonesia.
3

Perumusan Masalah

Potensi KLB keracunan pangan yang tinggi pada anak usia sekolah dasar
dapat berujung pada lost generation suatu negara. Sebesar 68% KLB keracunan
pangan terjadi pada siswa SD (Sparringa 2013). Tingginya kasus keracunan
pangan berkaitan erat dengan rendahnya praktik keamanan pangan yang
diterapkan oleh penjaja PJAS. Menurut Yasmin (2010), praktik keamanan pangan
memiliki hubungan dengan pengetahuan, semakin baik pengetahuan yang dimiliki
penjaja maka cenderung akan meningkatkan praktik keamanan pangan.
Pengetahuan keamanan pangan yang dimiliki oleh para penjaja dapat diperoleh
melalui informasi yang diberikan oleh pihak sekolah. Selain itu, pengetahuan
keamanan pangan juga penting bagi anak usia SD sehingga dapat mempengaruhi
sikap mereka untuk memilih pangan PJAS yang aman dan bermutu untuk
dikonsumsi. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui korelasi antara
program keamanan pangan yang diterapkan oleh sekolah yaitu berupa peraturan
dan penyuluhan keamanan pangan terhadap pengetahuan penjaja PJAS dan
penyuluhan materi keamanan pangan dengan topik Lima Kunci Keamanan
Pangan terhadap pengetahuan siswa SD.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pemberian


program keamanan pangan yang terdiri dari peraturan dan penyuluhan keamanan
pangan di sekolah terhadap pengetahuan penjaja PJAS sebelum pelaksanaan
program AN-PJAS. Selain itu adalah untuk mempelajari pengaruh penyuluhan
kepada siswa SD melalui salah satu program keamanan pangan yang
dikembangkan dalam program AN-PJAS. Adapun tujuan khusus dari penelitian
ini adalah:
1. Mengklasifikasikan penjaja PJAS berdasarkan skor pengetahuan keamanan
pangan
2. Menganalisis hubungan antara adanya peraturan keamanan pangan dan
pemberian penyuluhan keamanan pangan oleh pihak sekolah terhadap
pengetahuan keamanan pangan penjaja PJAS
3. Mengetahui efektivitas penggunaan modul Lima Kunci Keamanan Pangan
untuk Anak Sekolah untuk peningkatan pengetahuan siswa SD

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah menyusun kebijakan yang lebih tepat
untuk memberikan informasi, solusi dan metode yang tepat guna meningkatkan
pengetahuan keamanan pangan penjaja PJAS dan siswa SD.

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari sebagian data Survei AN-
PJAS yang dilakukan oleh Badan POM RI pada tahun 2012. Survei tersebut
4

dilakukan di 214 SD pada 20 provinsi di Indonesia sebagai data dasar


dilakukannya AN-PJAS. Tiga set data survei yang digunakan sebagai data
penelitian adalah: (1) data pengetahuan dan persepsi keamanan pangan untuk
pengelola kantin meliputi data karakteristik responden (pendidikan dan jenis
kelamin) serta data mengenai pengetahuan keamanan pangan yang terdiri dari 10
pertanyaan pilihan berganda. Data ini menggambarkan tingkat pengetahuan dan
persepsi pengelola kantin yang berjualan di kantin sekolah, yang selanjutnya
disebut sebagai penjaja PJAS; (2) data kebijakan keamanan pangan di sekolah
yang diperoleh dari kepala sekolah. Data ini berkaitan dengan peraturan sekolah
mengenai PJAS dan kegiatan penyuluhan PJAS oleh sekolah kepada penjaja PJAS
dalam kurun waktu tiga tahun terakhir; (3) data pre dan post-test penggunaan
modul Lima Kunci Keamanan Pangan untuk penyuluhan siswa SD yang terdiri
dari 10 pertanyaan pilihan berganda.

Pengolahan Data

Proses pengolahan data meliputi editing, coding, scoring, entry dan analisis
dengan menggunakan SPSS (Statistical Program for Social Science) for
Macintosh. Pengolahan data hasil formulir pengetahuan keamanan pangan penjaja
dihitung dengan menjumlahkan skor, dimana jawaban benar diberi skor 1 dan
jawaban salah diberi skor 0. Jumlah jawaban benar dari setiap responden
dipersentasekan untuk diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni pengetahuan
baik apabila skor ≥70% dan kurang apabila skor <70%.
Data hasil formulir kebijakan keamanan pangan di sekolah, dikelompokkan
berdasarkan ada/tidaknya peraturan sekolah mengenai PJAS dan penyuluhan yang
diberikan sekolah kepada penjaja PJAS. Dimana kode 1 diberikan untuk jawaban
ada dan kode 0 untuk jawaban tidak ada. Setelah dilakukan coding, data hasil
formulir pengetahuan keamanan pangan penjaja PJAS yang telah dikategorisasi
dan penerapan program keamanan pangan di sekolah dihubungkan satu sama
lainnya dengan merasionalisasi masing-masing jenis program keamanan pangan
di sekolah dan mengaitkannya dengan kategori pengetahuan yang selanjutnya
dijadikan dalam bentuk grafik.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson yang
bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel uji. Apabila hasil uji
menunjukkan nilai signifikansi kurang dari 0.05, maka variabel-variabel uji
dinyatakan memiliki hubungan (Trihendradi 2011).
Sedangkan data pre dan post-test siswa SD diuji dengan metode paired
sample t-test untuk melihat perbedaan skor pengetahuan keamanan pangan siswa
SD sebelum dan setelah penyuluhan. Jumlah skor didapatkan dengan cara
menghitung seluruh pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh siswa SD,
dimana jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Uji ini
digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu grup terhadap
dua sampel yang berhubungan atau dua sampel yang berpasangan dengan melihat
nilai signifikasi uji, dimana nilai signifikansi kurang dari 0.05 menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan antara variabel (Trihendradi 2011).
5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Penjaja PJAS

Tingkat pendidikan penjaja PJAS yang juga merupakan pengelola kantin


sekolah pada 20 provinsi di Indonesia tersebar dari SD hingga perguruan tinggi.
Sebagian besar (79.4%) penjaja PJAS adalah wanita dan memiliki pendidikan
akhir yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1, sebanyak 109
penjaja memiliki pendidikan akhir perguruan tinggi (50.9%) dan hanya sebanyak
8 responden yang berpendidikan akhir SD/sederajat (3.7%).

Gambar 1. Tingkat pendidikan penjaja PJAS dari 214 sekolah pada 20 provinsi
di Indonesia
Tingkat pendidikan merupakan jenjang ilmu pengetahuan yang didapat dari

lembaga pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh oleh responden.


Pendidikan diharapkan dapat memberikan wawasan atau pengetahuan kepada
manusia, salah satunya adalah mengenai keamanan pangan. Menurut
Notoatmodjo (2003), pendidikan merupakan upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
mereka melakukan yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Banyaknya penjaja yang berpendidikan perguruan tinggi diduga berkaitan
dengan kurangnya lapangan perkerjaan di Indonesia. Menurut BPS (2013), pada
tahun 2013 bulan Agustus sebanyak 7.39 juta dari 118.19 juta angkatan kerja di
Indonesia masih mengalami pengangguran, dan sebanyak 441 048 pengangguran
merupakan tamatan perguruan tinggi. Fakta ini memungkinkan para tamatan
perguruan tinggi memilih untuk berwirausaha salah satunya sebagai pengelola
kantin di sekolah. Kemungkinan lain adalah karena guru yang berpendidikan
perguruan tinggi juga merupakan pengelola kantin sekolah.
Wanita yang memilih untuk bekerja adalah untuk mendukung finansial
keluarga. Menurut Hakim (2011), pekerja wanita banyak menempati pekerjaan di
sektor informal yang merupakan lapangan usaha yang tidak resmi yang diciptakan
atau diusahakan sendiri. Jumlah tenaga kerja wanita di sektor informal 4 kali lebih
6

besar dibandingkan pada sektor formal yakni 43.9 juta orang dibanding 13.9 juta
orang (Hakim 2011).

Pengetahuan Keamanan Pangan Penjaja PJAS

Pengetahuan keamanan pangan merupakan aspek penting yang


menunjukkan tingkat pemahaman penjaja mengenai keamanan pangan.
Pengetahuan seseorang akan pentingnya keamanan pangan sangat mempengaruhi
sikap dan praktik keamanan pangan, baik dalam hal pemilihan, pengolahan dan
penyimpanan pangan (Andarwulan et al 2009). Semakin tinggi pengetahuan
keamanan pangan seseorang maka diharapkan akan semakin baik pula sikap dan
praktik keamanan pangannya sehingga mendorong penjaja untuk menjajakan
pangan dengan kualitas dan gizi yang baik. Hasil survei pengetahuan keamanan
pangan pengelola kantin sekolah menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan
keamanan pangan yang dimiliki oleh penjaja PJAS masih tergolong kurang
(71.96%) dan hanya sebesar 28.04% penjaja yang memiliki pengetahuan baik.
Tabel 1 menunjukkan persentase penjaja PJAS yang menjawab dengan benar dari
tiap pertanyaan yang diajukan.

Tabel 1. Pengetahuan penjaja PJAS tentang keamanan pangan


No Topik pertanyaan Persentase penjaja PJAS
yang menjawab dengan
benar (%)
1 Cara penyimpanan minyak goreng 96.7
2 Definisi keamanan pangan 85.0
3 BTP yang diizinkan dalam pengolahan atau 61.2
pengawetan makanan dan minuman
4 Keterangan yang harus ada pada label tepung 52.3
terigu
5 Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum 49.5
menangani pangan
6 Hal yang perlu diperhatikan dalam pemisahan 48.6
bahan pangan mentah dan masak
7 Definisi BTP 46.7
8 Cemaran yang dapat menjadi bahaya kimia pada 41.1
pangan
9 Karakteristik pada mi basah yang menggunakan 34.1
formalin
10 Kisaran danger zone 22.9
Rata-rata 53.81

Persentase penjaja PJAS yang menjawab semua pertanyaan dengan benar


hanya sebesar 53.81%. Penjaja PJAS dapat menjawab pertanyaan mengenai cara
penyimpanan minyak goreng (96.7%), definisi keamanan pangan (85.0%), BTP
yang diizinkan dalam pangan (61.2%), dan keterangan yang harus ada pada label
tepung terigu (52.3%). Secara umum, para penjaja telah mengetahui BTP yang
aman dan definisi dari keamanan pangan. Informasi mengenai dua hal ini
cenderung mudah ditemukan dalam berbagai media massa.
7

Pertanyaan mengenai cara penyimpanan minyak goreng dapat dijawab oleh


hampir 100% penjaja. Pengalaman para penjaja dalam memakai minyak goreng
dalam proses produksi PJAS, membuat mereka mengerti dan dapat menjawab
pertanyaan mengenai cara penyimpanan minyak goreng. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan akan sesuatu dipengaruhi
oleh pengalaman. Menurut Aminah (2010), terdapat beberapa variasi cara
penyimpanan minyak goreng yang dilakukan oleh masyarakat yaitu dengan
dimasukkan ke botol air mineral, dilakukan penyaringan sebelum disimpan untuk
minyak goreng yang telah dipakai, diendapkan pada mangkok, dan tetap dibiarkan
di wajan. Langkah-langkah penyimpanan minyak goreng yang tepat adalah
dengan menyimpannya pada tempat tertutup dan sejuk, menghindari penyimpanan
pada kondisi udara yang terlalu lembab, menghindari dari sinar matahari langsung,
menggunakan wadah yang kedap cahaya, menggunakan wadah dari gelas porselin
atau plastik yang bersih serta memisahkan penyimpanan minyak yang masih
belum digunakan dengan minyak jelantah (Ketaren 2005).
Definisi atau arti sebenarnya mengenai BTP mungkin belum dapat dipahami
oleh para penjaja, namun dalam praktiknya penjaja telah mengetahui BTP yang
aman untuk dikonsumsi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penjaja (61.2%)
yang dapat menjawab dengan benar yang mengenai BTP aman.
Bahan tambahan pangan (BTP) merupakan bahan atau campuran yang
secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan karakter pangan
agar meningkatkan kualitas (Rahayu et al. 2005). Pemakaian BTP yang aman
menjadi penting karena masih ada penyalahgunaan bahan yang dilarang dan
berbahaya oleh para produsen seperti formalin, boraks serta rhodamin B sebagai
pewarna merah. Penggunaan bahan berbahaya akan berdampak pada
terganggunya fungsi organ pada tubuh manusia.
Informasi mengenai keterangan yang harus ada pada tepung terigu telah
diketahui oleh sebagian besar penjaja. Menurut BSN (2009), syarat penandaan
produk tepung terigu sebagai bahan makanan harus diberi label yang sekurang-
kurangnya mencantumkan: tanda SNI, merek/nama dagang, nama produk, bobot
bersih, nama dan alamat produsen, nama dan alamat importir (untuk produk
impor), daftar bahan yang digunakan, senyawa fortifikan, kedaluwarsa, dan kode
produksi.
Kurang dari 50% penjaja PJAS yang dapat menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan hal-hal penting sebelum menangani pangan (49.5%), pemisahan
pangan mentah dan masak (48.6%), cemaran kimia pada pangan (41.1%),
karakteristik pada mi basah yang mengandung formalin (34.1%) dan kisaran
danger zone (22.9%). Hal ini dapat dimengerti karena selama ini, pengetahuan
tersebut mereka dapatkan dengan cara pasif. Informasi mengenai hal tersebut
didapatkan oleh penjaja, salah satunya melalui program keamanan pangan parsial
yang diberikan oleh pihak sekolah untuk penjaja PJAS di kantin sekolah.
Penanganan pangan erat kaitannya dengan keamanan pangan, karena
timbulnya cemaran pangan dapat disebabkan oleh penanganan pangan yang salah.
Bagi para penjamah makanan, termasuk para penjaja harus memperhatikan hal-hal
yang harus dilakukan sebelum melakukan penanganan pangan, antara lain: (1)
memastikan bahwa penjamah makanan tidak menderita penyakit mudah menular,
seperti batuk, pilek, diare dan sejenisnya. (2) menutup luka (pada luka
8

terbuka/bisul atau luka lainnya). (3) menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan
pakaian. (4) menggunakan celemek dan tutup kepala. (5) mencuci tangan setiap
kali hendak menangani makanan. (6) menjamah makanan harus memakai
alat/perlengkapan atau dengan sarung tangan (Depkes RI 2004). Pemisahan
pangan mentah dan masak juga harus diperhatikan karena dapat menimbulkan
kontaminasi silang pada pangan. Pangan mentah harus disimpan pada wadah yang
berbeda dari pangan yang sudah matang karena pencampuran keduanya akan
membuat pangan matang tercemar oleh mikroba yang ada pada pangan mentah.
Cemaran pangan merupakan sumber penyebab ketidakamanan pangan yang
dapat menimbulkan penyakit. Cemaran pangan dibagi menjadi tiga yaitu: (1)
cemaran biologis yang pada umumnya disebabkan oleh rendahnya kondisi higiene
dan sanitasi, seperti Salmonella pada unggas, E.coli O157-H7 pada sayuran
mentah dan Listeria monocytogenes pada makanan beku; (2) cemaran kimia yang
berasal dari lingkungan yang tercemar limbah industri, radiasi dan
penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan, seperti formalin,
rhodamin B, dan boraks. Selain itu cemaran kimia juga dapat berasal dari bahan
pangan itu sendiri; (3) cemaran fisik yang dapat berasal dari bahan pangan,
penjamah makanan (pakaian dan perhiasan), fasilitas dan peralatan yang
digunakan saat pengolahan, seperti rambut, batu, isi staples dan potongan bagian
tubuh serangga (Kemenkes 2011). Hal-hal tersebut seharusnya menjadi
pengetahuan dasar bagi para penjaja dalam produksi PJAS, sehingga
meningkatkan praktik keamanan pangan mereka dan meningkatkan keamanan
pangan PJAS itu sendiri.
Pertanyaan mengenai karakteristik mi basah yang mengandung formalin,
belum dapat dijawab dengan benar oleh seluruh penjaja PJAS. Pertanyaan ini
cenderung bersifat khusus yang seharusnya hanya ditujukan bagi penjaja PJAS
yang menggunakan mi pada dagangannya. Bagi penjaja PJAS yang tidak
menggunakan mi pada dagangannya, pengetahuan mengenai mi berformalin tidak
terlalu berpengaruh pada keamanan pangan yang mereka jajakan. Namun, secara
umum para penjaja PJAS memang harus mengetahui informasi ini untuk
menambah pengetahuan mengenai pangan yang aman. Mi basah yang
mengandung formalin memiliki ciri-ciri sebagai berikut: mi basah tersebut tidak
rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25 oC) dan bertahan lebih dari 15 hari
pada suhu lemari es (10 oC), bau mi agak menyengat dan mi basah ini tidak
lengket lebih mengkilap dibanding mi pada umumnya (Rahayu et al 2011).
Informasi mengenai danger zone merupakan hal umum yang harus
diketahui oleh penjaja PJAS. Danger zone merupakan suhu dimana bakteri dan
virus dapat tumbuh, berkembang dan mencemari produk pangan high risk dengan
karakteristik tertentu sehingga dapat menyebabkan penyakit. Kisaran suhu danger
zone adalah antara 5-60 oC (USDA 2013). Oleh karena itu penyimpanan pangan
harus sangat diperhatikan oleh penjaja PJAS agar tidak menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.
Melalui program keamanan pangan dalam AN-PJAS diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran penjaja akan keamanan PJAS yang
akan mendorong mereka untuk bertindak lebih baik dalam mengolah,
memproduksi dan menangani pangan, sehingga akan menekan risiko terjadinya
pencemaran PJAS.
9

Penerapan Peraturan Keamanan Pangan di Sekolah

Peraturan keamanan pangan yang dibuat oleh pihak sekolah dapat


berpengaruh pada sikap dan perilaku penjaja PJAS dan harus disosialisakan
dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003), bahwa
adanya peraturan yang harus dipatuhi oleh penjaja akan dapat membantu
perubahan perilaku seseorang. Hasil survei menunjukkan bahwa secara umum,
sebanyak 141 dari 214 sekolah (66.4%) telah menerapkan peraturan yang
berkaitan dengan keamanan pangan. Pada penelitian sebelumnya, yang dilakukan
oleh BPOM dan Sucofindo (Andarwulan et al 2009) persentase sekolah yang
telah menerapkan peraturan keamanan pangan hanya sebesar 55%. Dari data
tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan persentase jumlah sekolah yang
menerapkan peraturan mengenai PJAS dari tahun 2008 ke tahun 2012.
Peraturan keamanan pangan tersebut mengatur tentang penjaja PJAS dan
kantin sekolah. Peraturan sekolah harus diiringi dengan adanya pengawasan dan
pemberian sanksi bagi yang melanggar sehingga peraturan akan ditaati dengan
baik oleh para penjaja. Menurut Kemenkes (2011) dalam Pedoman Keamanan
Pangan di SD, terdapat beberapa hal utama yang harus diketahui pihak sekolah
untuk menciptakan keamanan pangan yaitu mengetahui sumber dan penyebab
pangan tidak aman, tanda dan bahaya pangan tidak aman, pencegahan
ketidakamanan pangan saat mengolah, menyajikan, memilih dan mengonsumsi
pangan, serta mengetahui tindakan yang harus dilakukan pihak sekolah ketika
menghadapi keracunan pangan. Pemangku peranan penting dalam keamanan
pangan di sekolah bukan hanya kepala sekolah, tetapi juga guru, peserta didik itu
sendiri, pemilik dan pengelola kantin, penjaja/penjual makanan, komite sekolah,
petugas puskesmas, pengawas pendidikan dan pemerintah daerah. Seluruh
pemangku kepentingan ini harus menjalakan perannya masing-masing dengan
saling mendukung satu sama lain dalam menjamin keamanan pangan di sekolah.

Pemberian Penyuluhan Keamanan Pangan kepada Penjaja PJAS oleh Pihak


Sekolah

Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 155 sekolah (72.4%) telah


memberikan penyuluhan keamanan pangan kepada penjaja. Hal ini menunjukkan
bahwa pihak sekolah telah sadar akan pentingnya keamanan pangan dan berusaha
untuk terus meningkatkan keamanan pangan pada PJAS, salah satunya dengan
cara pemberian penyuluhan kepada penjaja. Tingginya persentase sekolah yang
telah memberikan penyuluhan kepada penjaja PJAS juga didorong oleh sosialisasi
yang dilakukan oleh pemerintah kepada sekolah sehingga meningkatkan
kesadaran pihak sekolah akan pentingnya pangan yang aman.
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk pendidikan non-formal yang dapat
berpengaruh bagi tingkat pengetahuan seseorang yang dilakukan melalui
pendekatan edukatif. Penyuluhan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode,
antara lain metode ceramah, diskusi kelompok, curah pendapat, demonstrasi,
leaflet dan metode seminar.
Menurut Isbandi (2007), kegiatan penyuluhan memiliki sifat dan peranan
tersendiri dalam pembangunan suatu negara, karena pesan yang disampaikan
melalui kegiatan penyuluhan akan berkaitan dengan pembangunan negara tersebut,
10

seperti meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.


Oleh karena itu kegiatan penyuluhan harus selalu berpedoman pada kebijakan
pemerintah. Penerapan penyuluhan yang diberikan oleh pihak sekolah kepada
penjaja diharapkan dapat meningkatkan kesadaran penjaja akan keamanan pangan
dan mengubah sikap dan praktik keamanan pangan yang cenderung masih kurang
baik. Penyuluhan dapat melatih penjaja untuk memproduksi makanan yang aman
dan tidak menyalahgunakan pemakaian bahan berbahaya untuk pangan.

Hubungan antara program keamanan pangan terhadap pengetahuan


keamanan pangan penjaja PJAS

Program keamanan pangan seperti pembuatan peraturan dan penyuluhan


telah diaplikasikan di sekolah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik
keamanan pangan yang dimiliki oleh penjaja PJAS. Gambar 2 menunjukkan
hubungan antara adanya peraturan dan penyuluhan keamanan pangan kepada
penjaja PJAS oleh pihak sekolah dengan tingkat pengetahuan keamanan pangan
penjaja PJAS.

Gambar 2. Hubungan penerapan program keamanan pangan di sekolah dengan


pengetahuan penjaja PJAS
Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat pada sekolah yang mengadakan
penyuluhan keamanan pangan, persentase penjaja PJAS yang berpengetahuan
baik berturut-turut sebesar 29 dan 31%. Nilai ini relatif lebih besar dibandingkan
dengan sekolah yang tidak mengadakan penyuluhan keamanan pangan, yaitu
sebesar 25 dan 23%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya penyuluhan
keamanan pangan pada sekolah akan menurunkan persentase penjaja PJAS yang
berpengetahuan kurang dan meningkatkan persentase penjaja PJAS yang
berpengetahuan baik. Walaupun hasil uji korelasi pearson secara keseluruhan
menunjukkan tidak adanya hubungan antara pemberian penyuluhan keamanan
pangan dengan pengetahuan penjaja PJAS. Hal ini dibuktikan dari nilai
signifikansi yang lebih besar dari 0.05 (p=0.289) dengan nilai korelasi 0.073.
Metode dan jenis penyuluhan keamanan pangan yang diberikan pihak
sekolah kepada penjaja PJAS tidak dapat diidentifikasi dari data yang diperoleh.
Kepala sekolah tidak diminta menjabarkan metode penyuluhan yang telah
11

dilakukannya. Hal ini memungkinkan timbulnya perbedaan persepsi dari tiap


kepala sekolah mengenai definisi dan jenis penyuluhan keamanan pangan. Selain
itu, pemberian penyuluhan keamanan pangan yang diberikan oleh sekolah kepada
penjaja PJAS dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mungkin belum dirasakan
oleh penjaja PJAS yang terlibat dalam survei ini. Oleh karena itu, penyuluhan
keamanan pangan yang dianggap telah diberikan kepada penjaja PJAS dapat
menjadi tidak berpengaruh pada pengetahuan keamanan pangan penjaja PJAS.
Menurut Effendy (2001) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi
ketidakberhasilan suatu penyuluhan, antara lain: (1) faktor penyuluh yang kurang
menguasai materi, membosankan, menggunakan bahasa yang kurang dimengerti
dan penampilan kurang meyakinkan. (2) faktor sasaran seperti tingkat pendidikan
yang terlalu rendah, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan kepercayaan serta
adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit untuk merubahnya dan (3)
faktor proses dalam penyuluhan, seperti kurang tepatnya metode yang digunakan.
Penyuluhan yang dilakukan oleh sekolah seharusnya dilakukan secara berkala,
dan dengan metode yang tepat, sehingga pengetahuan keamanan pangan yang
dimiliki penjaja tetap melekat dan bertambah baik seiring berjalannya waktu.
Menurut Pulungan (2008), metode penyuluhan yang paling berpengaruh
signifikan dengan peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan diantara
beberapa metode, antara lain metode diskusi kelompok, curah pendapat,
demonstrasi adalah metode ceramah dan leaflet. Merujuk dari hasil penelitian
tersebut, metode ceramah dan leaflet juga dapat digunakan sebagai metode
penyuluhan keamanan pangan karena target dari penyuluhan ada kaitannya
terhadap kesehatan.
Lain halnya dengan adanya penyuluhan keamanan pangan di sekolah,
adanya peraturan keamanan pangan di sekolah tidak selalu meningkatkan
persentase penjaja PJAS berpengetahuan baik dan menurunkan persentase penjaja
PJAS yang berpengetahuan kurang. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan
keamanan pangan di sekolah tidak memiliki hubungan dengan skor pengetahuan
penjaja PJAS. Hasil tersebut juga didukung oleh nilai signifikansi uji korelasi
pearson yang lebih besar dari 0.05 (p=0.996) dengan nilai korelasi sebesar 0.00.
Hal ini berbanding terbalik dengan hipotesis yang menyatakan bahwa dengan
adanya peraturan maka pengetahuan akan semakin meningkat.
Peraturan yang diberikan oleh pihak sekolah cenderung tidak memberikan
pengaruh terhadap pengetahuan penjaja PJAS. Hal ini sesuai dengan penelitian
Hidayati (2011) dimana kebijakan sekolah berupa peraturan tidak ada
hubungannya dengan pengetahuan keamanan pangan penjaja. Peraturan keamanan
pangan yang dibuat oleh pihak sekolah nampaknya sangat teoritis sehingga
kurang memberikan pengaruh bagi pengetahuan keamanan pangan. Hal tersebut
mungkin dapat dimodifikasi dengan memberikan peraturan keamanan pangan
yang lebih aplikatif, seperti dengan pembuatan SOP dalam menangani,
memproduksi dan menjajakan PJAS. Pemberian sanksi untuk penjaja PJAS yang
melanggar peraturan juga diperlukan untuk membangun tanggung jawab penjaja
PJAS akan pentingnya keamanan pangan.
12

Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Dasar

Pengetahuan keamanan pangan sangat erat kaitannya dengan kualitas


makanan yang dikonsumsi oleh seseorang, karena pengetahuan akan
mempengaruhi sikap seseorang terhadap hal tersebut. Sebagai contoh,
pengetahuan siswa yang tinggi mengenai keamanan pangan akan berpengaruh
pada pemilihan makanan yang akan dikonsumsi. Mereka akan cenderung memilih
makanan yang baik bagi kesehatan dan mengatur pola makan agar seimbang,
sehingga tidak menimbulkan penyakit dan penurunan kualitas gizi. Oleh karena
itu, edukasi keamanan pangan bagi anak usia SD sangat diperlukan untuk
mengatasi permasalahan pangan yang saat ini marak, yaitu pangan jajanan yang
tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Tabel 2 menyajikan hasil dan
perubahan skor pre dan post-test modul Lima Kunci Keamanan Pangan dari 495
siswa SD di Indonesia.

Tabel 2 Hasil pre dan post-test modul Lima Kunci Keamanan Pangan dari 495
siswa SD
Persentase jawaban benar (%)
No Pertanyaan
Pre-test Post-test Perubahan
1 Jumlah informasi yang harus ada pada
19.6 78.2 58.6
label pangan
2 Tahap mencuci tangan pada kunci ke-4 41.0 86.1 45.1
3 Ciri makanan yang mengandung pengawet 15.6 48.9 33.3
4 Tahap mencuci tangan 76.0 93.9 18.0
5 Jumlah kunci keamanan pangan 84.8 97.6 12.7
6 Makanan yang aman dari bahaya biologis 78.2 90.5 12.3
7 Penulisan tanggal kedaluwarsa 85.7 96.6 10.9
8 Cara mengonsumsi buah segar secara
96.4 99.4 3.0
benar
9 Ciri penjual sehat dan bersih 99.4 99.4 0.0
10 Ciri penjual jajanan yang bersih 96.8 96.6 -0.2
Rata-rata skor 69.3 88.7 19.4

Secara umum terdapat peningkatan rata-rata skor keseluruhan pengetahuan


Lima Kunci Keamanan Pangan yang signifikan, dari hasil pre-test sebesar 69.3%
meningkat menjadi 88.7% pada post-test. Hal ini juga dibuktikan dari hasil
analisis dengan metode paired sample t-test dimana nilai signifikansi kurang dari
0.05 (p=0.00) dengan nilai korelasi sebesar 0.267. Pemberian informasi mengenai
keamanan pangan kepada siswa SD menunjukkan hasil yang positif untuk
meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa.
Pertanyaan mengenai jumlah informasi yang ada pada label pangan, tahap
mencuci tangan pada kunci ke-4, dan ciri makanan yang mengandung pengawet
secara umum masih tidak dapat dijawab oleh siswa pada saat pre-test, namun
dengan penyuluhan menggunakan modul Lima Kunci Keamanan Pangan, jawaban
benar mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut mengalami perubahan yang
signifikan yaitu berturut-turut sebesar 58.6, 45.1, dan 33.3%. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam penyuluhan Lima Kunci Keamanan Pangan, materi-materi ini telah
dijabarkan sangat jelas sehingga mudah dipahami dan dapat meningkatkan
13

pengetahuan siswa. Hasil persentase jawaban benar pada pre-test mengenai tiga
materi tersebut masih cenderung rendah, oleh karena itu materi Lima Kunci
Keamanan Pangan mengenai hal-hal tersebut harus selalu ditekankan setiap kali
penyuluhan kepada siswa SD.
Jawaban benar dari pertanyaan mengenai tahap mencuci tangan, jumlah
kunci keamanan pangan, makanan yang aman dari bahaya biologis, penulisan
tanggal kedaluwarsa dan secara umum mengalami perubahan yang tergolong
sedang, yaitu berturut-turut sebesar 18.0, 12.7, 12.3, 10.9%. Hasil ini
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah mengetahui informasi mengenai
hal ini sebelumnya. Mencuci tangan merupakan hal yang sering dipraktikkan oleh
siswa, sehingga pengetahuan mereka akan hal ini telah tertanam sendirinya.
Begitu pula dengan penulisan tanggal kedaluwarsa yang biasa dilihat pada label
pangan. Tanggal kedaluwarsa merupakan tanggal yang menandakan batas akhir
kualitas produk yang dijanjikan oleh produsen, setelah melewati masa itu kualitas
produk tidak dijamin oleh produsen dan mungkin tidak sesuai dengan perkiraan
konsumen terhadap produk tersebut (Codex 1991).
Hampir seluruh siswa dapat menjawab pertanyaan pada pre-test mengenai
cara mengonsumsi buah segar (96.4%), ciri penjual jajanan yang bersih (96.8%),
dan ciri penjual sehat dan bersih (99.4%) sehingga tidak mengalami perubahan
nilai yang signifikan pada hasil post-test. Pada dasarnya, siswa telah memiliki
pengetahuan akan hal tersebut yang didapatkan baik dari orang tua dan keluarga,
pembinaan atau pelajaran yang diberikan sekolah maupun pemerintah.
Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa mengenai keamanan
pangan tergolong sudah baik. Hanya beberapa pertanyaan dari Lima Kunci
Keamanan Pangan yang masih belum bisa dijawab dengan benar. Pengetahuan
siswa mengenai keamanan pangan juga dapat ditingkatkan dan dikontrol dengan
pendekatan kognitif, salah satunya dengan memberikan informasi-informasi dasar
yang penting dan mudah diingat, seperti informasi Lima Kunci Keamanan Pangan.
Modul Lima Kunci Keamanan Pangan merupakan salah satu langkah nyata untuk
meningkatkan keamanan PJAS. Peningkatan jumlah skor juga dipengaruhi oleh
pemberian metode yang tepat ketika edukasi. Terdapat berbagai metode dalam
pemberian edukasi keamanan pangan bagi siswa yang terbukti dapat
meningkatkan baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Menurut
Maimun dan Rahayu (2012) metode edukasi berupa demonstrasi, simulasi,
penyuluhan berupa penyampaian materi dan pemberian cerita edukatif
menggunakan suatu instrument (boneka, buku saku, dan poster) dapat dipahamai
secara lebih efektif oleh siswa sekolah dasar. Fasilitator edukasi atau penyuluh
juga harus memahami dan menyampaikan materi kepada siswa dengan cara yang
tepat dan menarik sehingga mudah dipahami dan diingat oleh siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 71.96% penjaja PJAS masih


memiliki pengetahuan keamanan pangan yang tergolong kurang dan hanya
sebesar 28.04% penjaja PJAS yang memiliki pengetahuan keamanan pangan baik.
14

Hasil analisis hubungan variabel peraturan dan penyuluhan keamanan pangan dari
pihak sekolah terhadap pengetahuan keamanan pangan penjaja PJAS
menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan. Pemberian penyuluhan
bagi siswa mengenai Lima Kunci Keamanan Pangan memberikan hasil positif
dalam meningkatkan skor pengetahuan keamanan pangan dari 69.33 menjadi
88.71%.

Saran

Penelitian yang disarankan selanjutnya adalah melakukan kajian mengenai


efektivitas penerapan pemberian sanksi kepada penjaja PJAS yang melanggar
peraturan di sekolah serta mencari hubungan antara penerapan sanksi tersebut
terhadap peningkatan pengetahuan keamanan pangan penjaja PJAS. Selain itu,
perlu melakukan kajian mengenai jenis metode penyuluhan yang paling tepat
untuk digunakan oleh sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah S. 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng Sisa Pada
Rumah Tangga di RT V RW III Kedungmundu Tembalang Semarang.
Prosiding Seminar Nasional Unimus 2010. ISBN: 978.079.704.883.9
Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2009. Monitoring dan Verifikasi Profil
Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008.
Bogor: Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology
(SEAFAST-Center-IPB) dan BPOM RI
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Rencana Aksi Nasional:
Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu
dan Bergizi. Jakarta: Badan POM RI.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
2004-2013. Jakarta: BPS
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tepung Terigu sebagai Bahan
Makanan. SNI 3751:2009
Codex Alimentarius. 1991. Codex General Standard for Labelling of Prepackaged
Foods.
Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Hygiene Sanitasi
Makanan dan Minuman. Jakarta: Dirjen PPM PL.
Effendy N. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Fardiaz D. 2011. Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Secara
Total. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya. Jakarta: Badan POM RI.
Hakim L. 2011. Perkembangan Tenaga Kerja Wanita di Sektor Informal: Hasil
Analisa dan Proxy Data Sensus Penduduk. Jurnal Ilmiah Among
Makarti. 4(24):20-24.
Hidayati N. 2011. Penerapan Kebijakan Keamanan Pangan dan Hubungannya
dengan Perilaku pada Pengelola Kantin dan Penjaja Jajanan Anak
Sekolah di Jakarta dan Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi
Manusia. Institut Pertanian Bogor.
15

Isbandi. 2007. Peran Penyuluhan dalam Pengembangan Peternakan Sapi Potong


Rakyat pada Masa Pembangunan Peternakan. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Judawarto W. 2010 Antisipasi Perilaku Makan Anak Sekolah.
http://www.litbang.depkes.go.id [23 Mei 2014]
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman
Keamanan Pangan di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Bina Gizi
Ditjen Bina Gizi dan kesehatan Ibu dan Anak, Kemenkes.
Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.
Maimun MS dan Rahayu WP. 2012. Effectiveness of Wayang Golek „Bang
Tagor‟ as A Food Education Media for Elementary School Children.
Bogor: Bogor Agricultural University.
Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pulungan R. 2008. Pengaruh Metode Penyuluhan terhadap Peningkatan
Pengetahuan dan Siap Dokter Kecil dalam Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) di Kecamatan Helvetia Tahun
2007. [Skripsi]. Medan (ID): Sekolah Pasca Sarjana. Universitas
Sumatera Utara.
Rahayu WP, et al. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor: IPB
Press.
Rahayu WP. 2010. Laporan Tenaga Ahli: Grand Desain Aksi Nasional Pangan
Jajanan Anak Sekolah. Jakarta: BPOM RI
Rahayu WP, Nababan H, Syah D, Nuraida L, Syamsir E, Susigandhawati E, dan
Puspitasari R. 2005. Penyuluhan Keamanan Pangan di Sekolah
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta: Badan
POM RI.
Sparringa R. 2013. Jajanan di SD Paling Berbahaya.
http://antaranews.com/berita/381079/jajanan-di-sd-paling-berbahaya. [2
September 2014]
Trihendradi C. 2011. Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan
SPSS 19. Yogyakarta: Andi Publisher
[USDA] United States Department of Agriculture. 2013. Danger Zone.
Washington DC: USDA.
Yasmin G. 2010. Perilaku penjaja pangan jajanan anak sekolah terkait gizi dan
keamanan pangan di Jakarta dan Sukabumi. Jurnal Gizi dan Pangan.
5(3):154-155.
16

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Anjani Anggitasari,


dilahirkan di Jakarta, 6 Juli 1992. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak
Harso Djawoto dan ibu Lilik Rahayu. Penulis
menyelesaikan jenjang sekolah dasar di SD Dharma
Karya UT, kemudian melanjutkan pendidikan si
Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta.
Setelah tiga tahun menempuh pendidikan di SLTP,
penulis diterima di SMAIT Nurul Fikri Depok dan lulus
pada tahun 2010. Di tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian melalui
jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
keorganisasian antara lain sebagai anggota divisi eksternal Himpunan Mahasiswa
Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011/2012 dan
pada tahun kepengurusan selanjutnya menjabat sebagai ketua divisi eksternal
hingga akhir tahun 2013. Penulis juga mengikuti National Student Paper
Competition yang diikuti oleh seluruh mahasiswa di Indonesia dan berhasil
mendapatkan juara 3 dalam kompetisi tersebut. Selama kuliah, penulis juga
berkesempatan mendapatakan beasiswa Sobat Bumi Pertamina Foundation.
Sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan magang penelitian pada Direktorat
Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan
Makanan pada bulan Februari-Juli 2014.

Anda mungkin juga menyukai