Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“DIALOG DALAM BERAGAMA”

DISUSUN OLEH :
-FITRIANI (19508189)
-HERWENDI ANDRYAN SAPUTRA (19508212)
-JOVITO POGANT TIFFANI (19508231)
-REFLI PRADANA (19508303)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS WIDYA DHARMA PONTIANAK
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam pendidikan.

Makalah ini dibuat digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
kami dikampus. Dengan makalah ini juga dapat di buat untuk bahan pembelajaran atau
pelengkap buku modul pelajaran pendidikan agama dan etika sosial dalam materi
pembelajaran tentang “Dialog Dalam Beragama”.

Dalam makalah ini dijelaskan juga tentang apa itu dialog dalam beragama, manfaat dialog
antar umat beragama serta harapan dan tantangan dialog antar umat beragama. Harapan saya
semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 Dialog Antar Umat Beragama..................................................................................6
2.2 Manfaat Dialog Antar Umat Beragama....................................................................9
2.3 Harapan dan Tantangan Dialog Antar Umat Beragama............................................9
2.3.1 Harapan............................................................................................................9
2.3.2 Tantangan.......................................................................................................11
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................................15
3.1 Kesimpulan............................................................................................................15
3.2 Saran......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................16
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Di aras Internasional, Indonesia mendapatkan nama baik yaitu dengan adanya pengakuan
internasional tentang keserasian kehidupan antaragama, toleransi dan saling pengertian.
Salah satu dari wujud keserasian yang terjalin adalah adanya kesediaan dari semua pihak
untuk berdialog, sebabdialogitusendirimelibatkanadanyapandangan dan pendekatan
positif suatupihakkepadapihak-pihakyanglain.Denganadanyadialog itu, pada urutannya
sendiri akan menghasilkan pengukuhan keserasian dan saling pengertian.
Dialog antarumat beragama sebenarnya muncul semenjak agama muncul di dunia.
Akan tetapi, dalam sejarah dialog antarumat beragama baru dimulai pada pertengahan
abad ke-20 setelah Perang Dunia Kedua. Pada masa itu, masyarakat dunia merasa haus
akan kebutuhan untuk bertemu muka dan saling berdialog. Bagi mereka kebutuhan
berdialog menjadi kebutuhan yang pokok yang harus segera dipenuhi oleh semua
kalangan agama di dunia.
Di Indonesia sendiri, upaya untuk bisa dilaksanakan dialog antarumat beragama
terjadi di tahun 1965 karena muncul pertentangan dan perdebatan yang sengit antar Islam
dan Kristen mengenai penyebaran agama (dakwah, zending, misi). Pada masa itu, agama
memunculkan dirinya sebagai potensi yang paling menonjol dibanding sektor lain,
misalnya ideologi politik dan orientasi kesukuan.
Demikianlah pada masa itu diupayakan dialog antarumat beragama yang membahas
mengenai persoalan penyebaran agama demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Upaya tersebut barulah terlaksana di tahun 1969 dan 1970, di Aljatoun, Libanon ketika
Sidang Gereja Sedunia (WCC) berkonsultasi untuk mengadakan dialog antarumat
beriman. Menurut Dr. Mukti Ali, dialog antarumat beragama di Indonesia dimulai pada
bulan November 1969 yang dihadiri oleh seorang muslim (ia sendiri), dua orang Katolik,
dan tiga orang Protestan. Dialog pada saat itu membahas mengenai bagaimana cara
Vatikan memperlakukan orang-orang Yahudi dan warga non-Katolik lainnya.
Dialog antarumat beragama dapat dianggap sebagai jawaban tercapainya persatuan
dan kesatuan bangsa kita. Terlebih jika kita menilik kembali ke belakang dan melihat
bahwa pendahulu kita hidup berdampingan dengan dialog-dialog semacam ini. Akan
tetapi, yang menjadi pertanyaan pada era global seperti ini : masih relevankah dialog
antarumat beragama? Masih perlukah dialog semacam itu dilaksanakan untuk dapat
mencapai persatuan dan kesatuan bangsa, terlepas dari sudut pandan pemerintah?
II. RUMUSAN MASALAH
Apa yang akan penulis angkat dalam pembahasan masalah ini :
1) Apa yang mendasari munculnya dialog antarumat beragama : faktor dari dalam dan
faktor dari luar?
2) Apa maksud sesungguhnya dari dialog antarumat beragama?
3) Bagaimana manfaat yang akan dicapai melalui dialog antarumat beragama?
4) Masih perlukah dialog antarumat beragama dilaksanakan di Indonesia dalam era
global ini?
5) Apa harapan yang ingin dicapai dari dialog antarumat beragama?
III. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1) Untuk menjawab apa yang mendasari munculnya dialog antarumat beragama,
2) Untuk menjelaskan apa maksud sesungguhnya dari dialog antarumat beragama,
3) Untuk mengetahui manfaat apa yang akan dicapai melalui dialog antarumat
beragama,
4) Untuk menjawab apakah masih perlu dilakukan dialog antarumat beragama di
Indonesia di era global ini,
5) Untuk mengetahui harapan apa yang ingin dicapai melalui dialog antarumat
beragama.

ISI

Indonesia adalah negara dengan jutaan perbedaan, demikianlah kenyataan yang hidup dalam dunia
keseharian kita. Tiap individu memiliki sudut pandangnya masing-masing; dibesarkan dari ideologi
yang berbeda; dan tumbuh dalam kepercayaan iman yang berbeda. Tidak ada hal yang buruk dari
sebuah perubahan, hanya saja terkadang sikap kita tidak siap untuk menjadi terbuka dan menerima
perbedaan yang ada.
Sebenarnya, perbedaan adalah hal yang membangun sebuah persatuan dan kesatuan. Jika
tangan memiliki kehendak sendiri, mata memiliki keinginan sendiri, dan kaki memiliki keinginan
sendiri, maka mustahil untuk tubuh dapat berjalan. Demikianlah juga halnya dengan agama-agama
yang ada di Indonesia dan kemajuan bangsa. Jika, agama-agama yang ada di Indonesia tidak mau
saling terbuka dan menerima perbedaan yang ada: menghargai dan membuka diri untuk sebuah kerja
sama, maka mustahil untuk sebuah negara bisa berkembang.
Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu persamaan cara pandang, yaitu untuk saling menerima
kepercayaan masing-masing agama dan hidup berdampingan setelahnya. Hal itu hanya bisa dicapai
dengan adanya dialog.
Namun, di sisi lain, Indonesia akhir-akhir ini pun masih sering gencar mengenai isu
keagamaan. Seperti kasus diskriminasi hak minoritas, marjinalisasi kaum minoritas, hingga yang baru
saja terjadi adalah kasus di Aceh-Singkil.
Berikut dalam bab ini akan dibahas mengenai apa saja yang menjadi dasar lahirnya dialog
antarumat beragama, maksud dari dialog tersebut, hingga tujuan dan harapan dilaksanakannya dialog
antarumat beragama.

I. Akar-akar yang Mendasari Lahirnya Dialog Antarumat Beragama


Manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Jasmani adalah segala hal mengenai fisik,
tampak dan nyata. Sedangkan rohani adalah segal a hal yang berkaitan dengan batin
manusia, tidak terlihat namun nyata, karena bisa dirasakan.
Dalam perjalanan umat manusia, peradaban manusia tumbuh dan berkembang karena
dimensi rohani manusia pun berkembang pesat. Misalnya, muncul ide di pikiran manusia,
kemudian manusia membuat ide itu sebagai hal yang nyata. Dimensi rohani sangatlah
mempegaruhi kepribadian manusia dalam segala aspek kehidupannya. Termasuk adalah
apa yang akhirnya membuat dialog antarumat beragama muncul.

a.) Masalah Kekerasan


- Marah
Manusia memiliki tiga segmen dalam hidupnya, yaitu kecakapan intelektual, nafsu, dan
perasaan atau emosional.
Nafsu manusia terdiri dari empat hal, diantaranya manusia mempunyai sifat yang
jahat; nafsu amarah; nafsu kehendak; dan manusia mempunyai sifat yang suci.
Dari keempat hal tersebut, yang sangat akrab dengan manusia adalah kemarahan—
menurut kebatinan Jawa. Di dalam manusia ada dorongan yang tidak mampu
dikendalikan oleh manusia. Saat kita marah, kita biasanya tidak mampu mengendalikan
diri kita, dan kita akan menyalahkan situasi dan bahkan orang disekitar kita. Kemarahan
akan menciptakan musuh jika tidak dikendalikan.
Berkaitan dengan perbedaan yang terjadi di masyarakat, kemarahan biasa muncul
karena perbedaan itu sendiri, dalam hal ini pandangan mengenai teologi atau ilmu ke-
Tuhan-an. Rasa marah pada manusia bisa muncul jika agama satu dengan yang lainnya
saling bersifat eksklusiv dan merasa paling benar. Ia tidak mau menerima agama lain dan
malah justru mengundang perpecahan untuk hadir dalam kehidupan sehari-hari.
Rasa marah juga timbul jika pendapatnya mengenai cara hidup yang benar menurut
agamanya tidak diterima di agama lain.
Hal-hal semacam itu hanya akan menimbulkan efek yang lebih besar di kemudian
hari.
- Balas Dendam
Balas dendam adalah kondisi dimana seseorang melampiaskan kemarahannya dan
membalas pelaku yang membuatnya marah. Balas dendam dalam alkitab diibaratkan
dengan perumpamaan mata ganti mata, gigi ganti gigi, dsb.
Balas dendam adalah tindak lanjut dari rasa marah. Jika kemarahan hanya berbicara
mengenai batiniah dan emosi manusia, balas dendam mengarah ke dimensi jasmani dari
manusia. Balas dendam menyangkut tindakan fisik sebab balas dendam adalah
kemarahan dalam wujud perbuatan.
Contoh dari balas dendam adalah perang. Misalnya, perang yang terjadi di Timur
Tengah antara Israel-Palestina. Sampai saat mereka membahas atau berdialog mengenai
perang itu dan mencapai titik damai, maka diperkirakan perang tersebut akan terus
berlangsung, balas dendam akan terus berlangsung.
b.) Aras Kekerasan
- Aras Personal
Kekerasan ini terjadi karena adanya kecenderungan manusia untuk memenui
keinginannya tanpa memperdulikan sekitarnya. Ia menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan kepuasan dalam pandangannya.

- Aras Sosial
Adalah kekerasan yang terjadi di masyarakat karena adanya masalah di dalam
masyarakat. Kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat ini dapat terjadi pada lingkup
yang kecil, besar, dan menengah. Masalah yang biasa muncul adalah masalah sosial,
ekonomi, politik, budaya, dan agama.
Masalah kekerasan pada aras sosial sudah sangat jelas dan seringkali terjadi di
Indonesia. Misalnya, konflik di Ambon, pemboman di Bali, dsb. Masalah-masalah seperti
ini harus diselesaikan dengan diadakan pertemuan supaya muncul penyelesaian dan
supaya pihak agama lain tidak salah paham mengenai ajaran agama lain.
c.) Masalah Konflik
- Pengertian
Konflik berasal dari bahasa Lantin confliktum, yang berarti menabrakkan satu sama lain,
bertabrakan, berbenturan, bertubrukan, bentrokan, berselisih, berperang, dan bertentangan.
Atau dalam kata lain konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya
perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.
Menurut Clinton F. Fink, konflik memuat dua definisi berbeda namun saling
berkaitan. Definisi tersebut adalah sebagai berikut :
Definisi I :
“Konflik adalah relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan yang
tidak dapat disesuaikan, interes eksklusif dan tidak bisa dipertemukan, sikap
emosional yang bermusuhan dan struktur nilai yang berbeda.”
Definis II :
“konflik adalah interaksi yang antagonistis mencakup tingkah laku lahiriah yang
tampak jelas, mulai dari bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak
langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, perjuangan tidak
terkontrol, benturan laten, pemogokan, huru-hara, makar, gerilya, perang dan
sebagainya.”

Sebagai individu yang berhubungan dengan kebutuhan, cita rasa, pandangan dan nilai
yang berbeda, kita menjumpai konflik. Ada beberapa tanda konflik akan terjadi : krisis,
ketegagan, kesalahpahaman, insiden, perasaan tidak enak.

- Macam-macam Konflik
i. Konflik Negatif
Konflik ini berupa peperangan, perpecahan, dan semua hal yang mengandung
kekerasan. Konflik ini merusak kehidupan peratuan dan kesatuan.
ii. Konflik Positif
Konflik ini adalah sebuah perubahan yang membawa kemajuan. Perubahan ini
awalnya menimbulkan perbedaan dan tamapak seperti perpecahan, namun
perubahan ini mengarah ke hal yang baik. Itulah sebabnya ia disebut sebagai
konflik positif.
iii. Konflik Netral
Konfilik netral adalah akibat dari keanekaragaman individu dengan segala
keunikannya. Konflik ini adalah hal yang biasa dan merupakan bagian dari
kehidupan.
d.) Keinginan untuk Adanya Sebuah Perdamaian atau Rekonsiliasi
Kata “damai” berasal dari bahasa Latin pacem yang berarti penyelenggaraan perdamaian dan
pendamaian.
Sedangkan kata rekonsiliasi erat dengan istilah atonement dalam bahasa Inggris yang
menunjuk kepada suatu perbuahan sikap.
Dalam dunia kita yang plural, seperti sudah di bahas sebelumnya konflik dan
perpecahan sangatlah mudah terjadi. Dunia masa kini sangatlah akrab dengan ancaman
terhadap perdamaian dunia. Sebagai umat yang beragama, seharusnya kita menjadikan
perdamaian dan rekonsiliasi sebagai hal yang pentingg dan patut dikejar. Itulah sebabnya
keinginan untuk mencapai perdamaian menjadi salah satu akar mengapa dialog antarumat
bergama muncul.
Vatikan mengusulkan beberapa butir nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan
perdamaian an rekonsiliasi:
Pertama, harus diingat nilai kemanusiaan yang universal dengan tidak memedulikan
perbedaan agama. Kedua, Deklarasi PBB dan Hukum Internasional sebagai acuan utama
hubungan antarnegara perlu dihormati. Ketiga, tidak satu pun negara yang boleh merasa
sebagai “polisi dunia” demi kepentingan sendiri. Keempat, mengutamakan pembelaan dan
penghormatan kepada nilai-nilai kemanusiaan daripada upaya menjalin hubungan diplomatik
yang baik.
Pada dasarnya kita hidup dengan keunikan kita masing-masing, tiap kepercayaan
dengan keunikannya masing-masing. Perbedaan tersebut jika tidak disikapi dengan baik dapat
menimbulkan kekerasan, konflik, perpecahan, bahkan banyak masalah sosial lainnya.
Sedangkan di sisi lain kita mengharapkan sebuah kedamaian dan rekonsiliasi dalam
kehidupan kita di dunia ini. Maka untuk mengatasi perbedaan dan keunikan antarkepercayaan
tersebut adalah dengan mengkomunikasikannya satu sama lain, supaya timbul saling
pengertian. Dan kita bisa mencapai kehidupan yang damai dan saling mengasihi satu sama
lain.

II. Dialog Antar Umat Beragama


Agama merupakan masalah yang sangat sensitif bagi suatu bangsa, karena agama
merupakan identitas suci dibandingkan identitas sosial lainnya. Ketika terjadi krisis,
agama menjadi simbol pemersatu di satu sisi, dan pada sisi lain agama menjadi faktor
pemecah belah. Krisis multidimensional yang melanda Indonesia sejak 1997 sampai
sekarang menunjukan agama sebagai gejala sosial yang lebih bersifat memecah belah
kesatuan dibanding dengan mempersatukan.1 Seperti yang diungkapkan M. Rasjidi,
bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi diganti.Ia
mengibaratkan bahwa agama tidak seperti rumah atau pakaian yang bisa diganti-ganti
semau hati. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat
dipisahkan darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurutnya bahwa umat beragama
sulit untuk berbicara secara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam
keadaan involved (terlibat)dengan hal tersebut.

Agama merupakan salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat manusia


terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Konghucu dan sebagainya. Potensi
konflik antar mereka tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi pecahnya
konflik antar umat beragama perlu dikembangkan upaya-upaya dialog untuk
mengeliminir perbedaan-perbedaan pembatas di atas.

Dari sudut pandang KBBI sendiri dialog berarti percakapan antara dua pribadi
atau lebih yang menitikberatkan pada keinginan untuk memahami pribadi lain lebih dari
keinginan untuk menjadi pusat perhatian.

Dialog adalah upaya untuk menjembatani bagaimana benturan dan konflik bisa
dieliminasi. Dialog memang bukan tanpa persoalan, misalnya berkenaan dengan standar
apa yang harus digunakan untuk mencakup beragam peradaban yang ada di dunia. Dialog
antar umat beragama merupakan sarana yang efektif menghadapi konflik antar umat
beragama. Pentingnya dialog sebagai sarana untuk mencapai kerukunan, karena banyak
konflik agama yang anarkis atau melakukan kekerasan. Mereka melakukan pembakaran
tempat-tampat ibadah dan bertindak anarki, seperti penjarahan dan perusakkan tempat
tinggal

Di dalam Negara Indonesia yang pluralitas agama, dialog menjadi pilihan


alternatif yang ideal dalam penyelesaian konflik antar umat beragama. Fenomena konflik
antar umat beragama harus ditangai, karena berdampak sangat negatif. Untuk menghadapi
fenomena ini, para pemuka lintas agama tingkat pusat melakukan dialog antar umat
beragama.2

Menurut Azyumardi Azra, ada lima model dialog. Namun kami menemukan
beberapa bentuk dialog antarumat beragama lainnya yang juga sering dilakukan. Oleh
sebab itu, kami menggabungkannya menjadi tujuh model dialog keagamaan:

1
Ani Ayu Sentiani. Makalah : Harapan dan Tantangan Dialog Antarumat Beragama. Hal: 6.
2
Elly Maranatha Bakkara, Leo Fernando Hutabarat. http://dialog-antar-umat-beragama.blogspot.com/.
Diakses pada tanggal 11 November 2015, pukul 01.07 WIB.
- Pertama, dialog parlementer (parliamentary dialogue), yakni dialog yang melibatkan ratusan
peserta, seperti dialog World’s Parliament of Religions pada tahun 1873 di Chicago, dan
dialog-dialog yang pernah diselenggarakan oleh World Conference on Religion and Peace
(WCRP) pada dekade 1980-an dan 1990-an.
- Kedua, dialog kelembagaan (Institutional Dialogue), yakni dialog diantara wakil–wakil
institusional berbagai organisasi agama. Dialog kelembagaan ini sering dilakukan untuk
membicarakan masalah-masalah mendesak yang dihadapi umat beragama yang berbeda.
Dialog seperti ini biasanya melibatkan majelis-majelis agama yang diakui pemerintah seperti
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja
Indonesia (KWI), Parisada Hindu Darmadan Perwalian Umat Budha Indonesia(WALUBI).
- Ketiga, dialog teologi (theological dialogue). Dialog ini mencakup pertemuan-pertemuan
reguler maupun tidak, untuk membahas persoalan-persoalan teologis dan filosofis. Dialog
teologi pada umumnya diselenggarakan kalangan intelektual atau organisasi-organisasi yang
dibentuk untuk mengembangkan dialog antaragama, seperti interfidei, paramadina, LKiS,
LP3M, MADIA, dan lain-lain.
- Keempat, dialog dalam masyarakat (dialogue in community), dialog kehidupan (dialogue of
live), dialog seperti ini pada umumnya berkonsentrasi pada penyelesaian “hal-hal praktis dan
aktual” dalam kehidupan yang menjadi perhatian bersama dan berbangsa dan bernegara.
Dialog dalam kategori ini biasanya diselenggarakan kelompok-kelompok kajian dan LSM
atau NGO.
- Kelima, dialog kerohanian (spritual dialogue) atau bisa disebut dialog pengalaman iman,
merupakan dialog yang berisi mengenai pertukaran pengalaman keagamaan, sehingga
antarpihak yang terlibat dapat membagi nilai masing-masing agama. Dialog ini
bertujuan untuk menyuburkan dan memperdalam kehidupan spritual di antara berbagai
agama.
- Keenam, dialog melalui percakapan atau dialog kehidupan, merupakan dialog yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari manusia. Namun, tetap menitikberatkan pada pemahaman akan
pribadi orang lain melalui pengalaman mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai
nilai agam yang dianutnya..
- Ketujuh, dialog dalam tindakan atau dialog karya. Dialog ini menitikberatkan pada tindakan
nyata yang akan dilakukan setelah dialog dan pada kerja sama antarumat beragama. Dialog
ini kerap kali muncul dalam dialog organisasi-organisasi internasional, nasional, maupun
lokal, dimana para penganut agama yang berbeda-beda mencari jalan keluar untuk mengatasi
masalah kehidupan. Dialog ini terjadi di Indonesia pada tahun 1967, yaitu dialog yang
membahas mengenai respon umat beragama mengenai konflik yang tengah memanas di
masyarakat kala itu. Dialog ini adalah dialog yang tidak dititikberatkan pada agama
melainkan kerjasama antaragama dalam tindakan.

Dalam pelaksanaannya, dialog dibagi kedalam dua klasifikasi, sebagai berikut :

- Dialog Formal
Dialog ini dilakukan melalui kesepakatan bersama antarumat bergama dalam suatu lembaga
atau institusi. Dialog ini juga disebut sebagai dialog institusional. Semua pihak pasti akan
mengirimkan perwakilannya sebagai utusan untuk mengikuti dialg tersebut.
Biasanya, dialog ini menghasilkan hubungan bilateral atau multilateral antaragama
dan antarumat beragama untuk terciptanya kerja sama sosial.
Contoh dialog formal adalah dialog yang diadakan oleh WCC (World Council of
Churches) yang mengadakan dialog antara Kristen dan Islam.
- Dialog Informal
Dialog informal adalah dialog yang dilakukan secara personal (baik perseorangan maupun
kelompok) yang memungkinkan para pesertanya membahas hal-hal praktis dan segera
mendapat hasil untuk dipraktekan dalam hidup sehari-hari. Dialog ini tidak mengatasnamakan
komunitas, fokus dialog ini adalah menjalin hubungan antar pribadi atau kelompok yang
berbeda agama.
Contoh dialog informal adalah percakapan kita sehari-hari dalam masyarakat.
Misalnya, kerja sama antar penganut agama yang berbeda di sebuah kelas di universitas.

Dialog antar umat beragama sejatinya menjadi sebuah langkah yang mampu
meleburkan rasa tidak suka terhadap penganut agama lain, menghapuskan prasangka negatif
yang mungkin muncul terhadap ajaran agama lain.
Perbedaaan seharusnya membawa persatuan dan bukan perpecahan.
III. Prinsip-Prinsip Dialog
- Agama Kristen,
- Agama Katolik,
- Agama Islam,
- Agama Hindu,
- Agama Budha,
- Agama Kong Hu Chu,
IV. Tujuan Dialog antaragama
Apa yang ingin dicapai melalui dialog antarumat beragama bukanlah peleburan agama
menjadi satu atau yang biasa disebut sebagai sinkritisme atau suatu upaya menciptakan
agama baru yang ajarannya merupakan gabungan dari ajaran-ajaran agama yang sudah
berjalan. Tentunya, dialog antarumat beragama tidak bermaksud untuk menghilangkan
perbedaan yang sudah pasti terjadi di masyarakat, justru dialog antarumat beragama
mengingkan adanya keterbukaan terhadap sebuah perubahan.
Adapun tujuan dialog antarumat beragama adalah sebagai berikut :
- Tumbuhnya saling pengertian yang objektif dan kritis, yaitu pengertian yang tidak didasarkan
oleh pengertian kita sendiri melainkan pada kenyataan yang ada.
- Menghilangkan presepsi yang salah mengenai agama lain
- Menciptakan rasa saling menerima satu sama lain dan pengenalan yang lebih mendalam
mengenai agama lain
- Menciptakan kerukunan antar umat beragama
- Menciptakan kerja sama antarumat beragama dalam membangun dunia
V. Manfaat Dialog Antarumat Beragama
Dialog selalu berbicara mengenai banyak pihak, bukan mengenai satu pihak saja. Dan
tidak mungkin dialog dapat berjalan jika tidak memiliki manfaat baik bagi yang
melakukan dialog dan yang menyimak dialog tersebut.
Manfaat dialog menyebar ke dalam tiga arah, antaranya :
- Pada tingkat Pribadi.
Dialog dapat meningkatkan sikap saling memahami, serta mengembangkan kebersamaan dan
saling menghormati.
- Tingkat ditempat kerja.
Yang memberikan manfaat yang dapat membantu kelancaran perencanaan, pelaksanaan
dalam evaluasi kerja.
- Tingkat Masyarakat.
Dialog dapat memjadi sarana untuk saling memahami, menerima, dan kerjasama antar
berbagai kelompok yang berbeda latarbelakang baik dari segi budaya, pendidikan, ekonomi,
idelogi, bahkan kepercayaan atau agama.
- Dalam tingkatan keseluruhan hidup bangsa.
Dapat mencegah masalah nasional merencanakan dan melaksanakan pembangunan bangsa
dan mengambil arah hidup bangsa menuju masa depan.
IV. Syarat-syarat Penyelenggaraan Dialog
Persyaratan di bawah ini, khususnya dipeuntukkan peserta dialog antarumat
beragama dan berfungsi sebagai “kode etik” dalam berdialog :
o Kepribadian yang Utuh
Keprbadian yang utuh menunjukkan sikap yang dewasa sebagai seseorang yang
berdialog. Yaitu, ia sanggup memberi perhatian penuh terhadap orang yang
berbicara dan tidak memperalat dia untuk kepentingan sendiri. Kepribadian utuh
juga berarti memiliki sikap yang terbuka dan mau menerima ungkapan orang lain.
Orang berkepribadian utuh akan konsekuen atas tata tertib dialog dan berbicara
tanpa keluar konteks.
o Dapat Mengatasi Kendala atau Rintangan
Kendala yang dimaksud meliputi bahasa. Misalnya, pemakaian yang sama di
antara dua atau tiga agama, dimungkinkan adanya perbedaan penafsiran sesuai
dengan cara pandang tiap agama.
Kendala yang kedua adalah jika memberi gambaran yang keliru mengenai
agama lain. Gambaran yang keliru biasanya muncul dari rasa curiga dan
prasangka. Hal tersebut harus dihilangkan dalam dialog.
Kendala yang ketiga adalah keinginan untuk membela diri. Dalam dialog
tidak ada yang menang atau kalah, yang ada adalah saling memahami antarumat
beragama. Jadi, para peserta diminta untuk menguasai dirinya masing-masing
agar tercipta dialog yang baik.
o Kesaksian yang Tulus dan Jujur
Setiap peserta dialog diharapkan untuk tidak merahasiakan apapun yang ia
yakini. Hak untuk menyatakan keyakinannya ini dijamin dalam Hak Asasi
Manusia untuk didengar. Dan apa yang ia percayai juga akan dihormati karena
hal itu juga dijamin di dalam HAM.
o Prinsip Kebebasan
Adalah kebebasan tiap individu untuk memeluk agama mereka masing-masing
tanpa harus dikendalikan oleh sistem sosial atau mayoritas yang ada.
o Prinsip Penerimaan
Saat berdialog, setiap peserta diharapkan untuk tidak membandingkan
kekuatannya dengan umat agama lain. Setiap pihak harus saling menerima dan
menghargai. Kita tidak boleh memproyeksikan agama lain menurut agama kita
dan pikiran kita.
o Berpikir Positif dan Percaya
Setiap peserta harus membangun sikap positif terhadap keyakinan lain dengan
percaya bahwa setiap agama memiliki nilai-nilai dan kedalamannya masinh-
masing.
o Sikap Lainnya yang Tidak Kalah Penting
Sikap yang terakhir yang tidak kalah penting adalah sikap rendah hati di hadapan
Tuhan, sikap khidmat dan takjub kepada Tuhan.
V. Ketakutan dan Hambatan Dialog
Dalam menjalankan kerukunan hidup antar umat beragama, tentunya tidak lepas dari berbagai
hambatan. Hambatan-hambatan tersebut yaitu:

1. Hambatan Intern:
a. Sikap saling curiga antar umat beragama.
Sikap ini lahir dari sikap superioritas dalam sebuah agama dan menganggap ajaran agama
lain akan membahayakan agama mereka.
b. Sikap menyamakan semua agama
Menyamakan semua agama bukanlah esensi dari dialog antarumat beragama. Justru
perbedaanlah yang tetap akan ditonjolkan melalui dialog keagamaan, namun dengan
sikap dan penerimaan yang dewasa dan matang.
c. Merasa agamanya yang paling baik dan merasa hanya agamanya saja yang bisa membawa
orang menuju keselamatan
Ini adalah sikap ekslusive dalam sebuah agama. Sikap ini akan memunculkan sikap
tertutup dan tidak mau terbuka dengan pandangan agama lain ataupun cara hidup agama
lain. Sikap ini adalah sebuah pemikiran sempit yang akan membatasi perkembangan umat
manusi.
2. Hambatan Ekstern:
a. Krisis multidimensional
Suatu negara disebut mengalami krisis multidimensional jika negara tersebut sedang
mengalami krisis yang bermacam-macam. Misalnya, krisis agama, krisis politik, krisis
ekonomi, krisis sosial, dsb.
Jika suatu negara sedang mengalami krisis multidimensional, maka sulit untuk
diadakan dialog antarumat beragama sebab sedang ada ketegangan yang pelik di dalam
masyarakat.
b. Menjadikan agama sebagai salah satu kendaraan dalam berpolitik
Agama pada dasarnya adalah apa yang menjadi dasar umat manusia untuk hidup dan
bermasyarakat. Manusia dibesarkan dari ideologi agamanya masing-masing.
Akan tetapi, ada pihak-pihak yang menggunakan agama lebih dari porsi dan letaknya.
Yaitu, menggunakan agama sebagai salah satu alat berpolitik.
Jika hal ini terjadi di Indonesia, maka akan terjadi perpecahan yang lebih besar.
Sebab tidak semua masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan yang sama. Hal ini tidak
akan bisa memunculkan dialog antarumat beragama, malahan akan menimbulkan
kecurigaan yang lebih besar terhadap salah satu agama yang mendominasi melalui
jembatan politik tersebut.
c. Kondisi perekonomian yang sulit. Hal ini membuat mereka hanya ingin memenuhi
kebutuhan ekonomi saja
Dalam krisis, hal pertama yang akan dilakukan adalah menyelesaikan krisis itu sendiri.
Hal ini akan membuat penyelesaian masalah antarumat beragama akan dikesampingkan
sementara, dikarenakan urgensi dari masalah yang lain.

VI. Harapan

Tentu ada sesuatu yang ingin dicapai melalui sebuah dialog antarumat beragama, sesuatu
yang mampu menciptakan dan menjaga perdamaian dalam kehidupan manusia. Harapan-
harapan dari dialog umat beragama tersebut, sebagai berikut :
- Dialog antarumat beragama bukan usaha untuk menghilangkan pluralisme agama,
melainkan supaya kita bisa memahami bahwa pluralitas adalah hal yang positif. Melalui
diaolog antarumat beragama kita bisa menjaga identitas agama kita tanpa meremahkan
kepercayaan lain.
- Melalui dialog antarumat beragama, diharapkan pandangan yang bersifat primordial atau
berpikir bahwa kepercayaannya adalah yang paling sempurna bisa lenyap.
- Melalui dialog antarumat beragama, diharapkan gerbang baru dalam hubungan
antaragama terbuka shingga muncul kerjasama antarumat beragama dan timbul
kedamaian di dunia ini.

VII. Kesimpulan dan Penutup

Di Indonesia, isu keberagaman telah benar-benar mempengaruhi cara pandang


masyarakat kita, terlebih isu keagamaan. Jika kita tidak mau membuka diri untuk
memahami kepercayaan lain, maka perpecahan dan konflik bisa terjadi di lingkungan
kita.
Itulah sebabnya dialog antarumat beragama sangatlah penting. Kita belajar untuk
saling memahami antaragama sehingga terciptalah dunia yang lebih baik, dimana setiap
umat hidup dalam kerukunan dan persatuan.
Hal ini sama seperti mimpi Indonesia dari balik kalimat “Bhineka Tunggal Ika.”
Seiring dengan berjalannya waktu, dialog antarumat beragama akan tetap dan terus
menjadi hal yang sangat perlu untuk dilakukan. Dan selama kita di bumi ini, dialog
antarumat beragama akan tetap terjadi, sampai saat Tuhan memanggil kita satu-persatu.
Biarlah nama Tuhan ditinggikan.

Dengan saling memahami, kita akan belajar untuk benar-benar hidup.


.

Anda mungkin juga menyukai