Anda di halaman 1dari 2

BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Nama = Muhammad Ali Abilawa


NIM = 211910301084
Kelas = Bahasa Indonesia 01
Berbahasa Indonesia yang baik berarti bahwa kita harus menggunakan bahasa
Indonesia sesuai dengan konteks berbahasa yang selaras dengan nilai sosial masyarakat.
Peraturan ini berkaitan penggunaan ragam bahasa secara tulis dan lisan untuk kebutuhan
berkomunikasi. Ragam bahasa dari sisi penggunaan bahasa ada dua, yaitu ragam formal dan
ragam nonformal. Ada dua hal yang kita perhatikan dalam kalimat ini. Pertama, berbahasa
sesuai dengan konteksnya dan, kedua, berbahasa selaras dengan nilai sosial masyarakat. Hal
itu yang menjadi alasan mengapa Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan berbasis teks
dalam pengajaran berbahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa lainnya. Bahasa
diperkenalkan kepada siswa dalam konteksnya dan tidak sebagai satuan-satuan kata yang
berdiri sendiri. Dengan demikian, siswa dihadapkan dengan konsep-konsep bahasa sejak
awal. Misalnya, perbedaan penggunaan kata cuma dan hanya. Adapun, bahasa Indonesia
yang baik berkaitan dengan nilai sosial masyarakat. Artinya, pada saat menggunakan bahasa,
wajib diperhatikan kepada siapakah kita berkomunikasi. Berkomunikasi dengan teman tentu
akan berbeda dengan berkomunikasi dengan orang tua. Kata aku digunakan kepada teman-
teman dan kata saya digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang dihormati. Dalam hal
ini, kesantunan berbahasa mulai diajarkan.
Berbahasa Indonesia yang benar berarti bahwa harus digunakan bahasa Indonesia
yang sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia meliputi
kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, dan kaidah pembentukan istilah. Kaidah tata bahasa dan
kaidah pembentukan istilah berkaitan dengan bahasa Indonesia lisan dan tulis. Penggunaan
bahasa yang tidak memperhatikan kaidah tata bahasa akan membingungkan. Misalnya,
kesalahan tata bahasa dalam kalimat “Karena sering kebanjiran, gubernur melarang
pembangunan gedung di sana”. Apakah “gubernur” yang sering kebanjiran atau “suatu
daerah”? Kesalahan seperti itu sering terjadi dalam kalimat majemuk. Kaidah
ketatabahasaannya adalah “Dalam kalimat majemuk bertingkat, subjek dalam anak kalimat
dapat dihilangkan jika induk kalimat dan anak kalimat mengandung subjek yang sama”.
Dalam kalimat contoh, subjek pada induk kalimat tidak sama dengan subjek pada anak
kalimat. Akibatnya, subjek pada anak kalimat wajib hadir. Kaidah pembentukan istilah
berkaitan penggunaan kata serapan. Seringkali, ditemukan ucapan “Selamat pagi. Selamat
menjalankan aktifitas hari ini”.
Pengguna bahasa tidak secara cermat membedakan penulisan aktif dan aktivitas
karena dalam bahasa Indonesia bunyi [f] dan [v] tidak membedakan arti. Contoh lainnya,
dalam kalimat Pengakuannya menunjukkan sisi gentle dari dirinya. Seharusnya, istilah yang
digunakan adalah gentlemen. Kedua kata sifat ini berbeda arti. Kata gentle berarti ‘lemah
lembut’, sedangkan gentlemen berarti ‘lelaki yang memiliki etika, moral, dan berbudi bahasa
halus’. Penggunaan istilah asing, sebaiknya, disertai dengan pengetahuan tentang bahasa
asing yang digunakan.
Adapun kaidah ejaan hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia tulis dan
berkaitan dengan dua hal. Pertama, kaidah ejaan berkaitan dengan penulisan kata, misalnya
sekadar bukan *sekedar; di antara bukan *diantara sebaliknya ditonton bukan *di tonton.
Kedua, kaidah ejaan berkaitan dengan penggunaan tanda baca. Misalnya, “Yuk, kita makan,
Eyang” akan berbeda artinya dengan “Yuk, kita makan Eyang”. Kalimat pertama ‘mengajak
eyang untuk makan bersama’, sedangkan kalimat kedua berarti ‘mengajak kita untuk
memakan eyang’. Penggunaan koma yang kecil menghasilkan perbedaan arti yang besar.
Lalu, apakah itu berarti bahwa kita harus selalu berbahasa ragam formal? Pada saat
kita berbicara dengan tukang sayur atau kepada teman, kita tentu tidak perlu menggunakan
ragam formal. Permasalahannya adalah apakah pada saat berbahasa ragam nonformal, kita
harus tetap mengindahkan kaidah berbahasa? Jawabannya adalah ya! Menggunakan kaidah
dalam ragam nonformal berarti menggunakan pilihan kata yang sesuai dan tepat serta
menggunakan kaidah tata bahasa yang benar. Misalnya, pada saat membeli bakso, jangan
mengatakan, “*Bang, saya bakso pake bihun.” Kalimat itu bukan kalimat yang benar. Saya
bukan bakso, saya orang. Untuk menjadi kalimat yang baik dan benar, hanya dibutuhkan satu
kata, yaitu “mau” menjadi “Bang, saya mau bakso pake bihun.”
Jadi, berbahasa Indonesia yang baik dan benar berarti menyampaikan pikiran dengan
informasi yang lengkap secara teratur. Ragam bahasa yang digunakan dapat berupa ragam
bahasa formal atau nonformal, bergantung pada konteksnya.

Anda mungkin juga menyukai