Anda di halaman 1dari 4

Materi debat : MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Kita mengenal moto penggunaan bahasa Indonesia, yaitu gunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Kita sering mengartikannya sebagai penggunaan bahasa Indonesia yang baik pada situasinya
dan benar pada kaidahnya. Namun, bahasa Indonesia yang baik tidaklah sederhana. Banyak aspek
yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Bahasa Indonesia
yang baik mempertimbangkan aspek situasi, mitra, sarana, lokasi, dan pokok bahasan. Lalu, bahasa
Indonesia yang benar berdasarkan pada aspek kaidah yang berlaku.

Penggunaan bahasa Indonesia yang hanya berdasarkan kaidah tidaklah cukup. Jika hanya
berdasarkan kaidah, komunikator pengguna bahasa Indonesia akan sangat kaku dan sulit terjadinya
umpan balik dari komunikan. Komunikasi pun tidak akan berjalan dengan baik, bahkan bisa terjadi
kesalahpahaman. Hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah aspek situasi. Situasi penggunaan
bahasa terdiri atas dua, yaitu situasi resmi dan nonresmi. Pada situasi resmi, bahasa Indonesia
dituturkan dalam ragam baku. Ragam baku yang dimaksud tentunya berdasarkan kaidah. Situasi
resmi yang menggunakan bahasa lisan biasa kita lihat pada rapat, simposium, pidato, dan
pertemuan resmi lainnya. Dalam penggunaan bahasa lisan, ciri ragam baku yang dapat dilihat adalah
penggunaan kosakatanya. Sebab, bahasa lisan sangat terbantu dengan mimik, intonasi, dan
sebagainya. Hal itulah yang membedakan dengan bahasa tulis. Bahasa tulis hanya bisa terbantu
dengan pemakaian tanda baca, penggunaan huruf, dan penulisan kata. Situasi resmi yang
menggunakan bahasa tulis biasa kita lihat pada penulisan surat resmi, karya ilmiah, perundang-
undangan, dan naskah resmi lainnya. Tentu, tidak sepatutnya penggunaan bahasa nonresmi
digunakan pada situasi yang resmi, misalnya kata gaul bro digunakan sebagai sapaan pada surat
antar-instansi atau pidato kenegaraan. Situasi yang tidak bisa dibayangkan jika hal itu terjadi.

Dalam beberapa kasus kebahasaan, aspek situasi dan mitra dapat saling terkait. Kedua aspek itu juga
terkait dengan aspek sarana. Aspek sarana yang dimaksud adalah bahasa tulis dan lisan. Di atas,
telah disebutkan perbedaan bahasa tulis dan lisan. Perbedaan itulah yang menyebabkan bahasa tulis
harus lebih berhati-hati. Banyak kasus ujaran kebencian melalui media sosial melalui status, pesan,
atau twit. Sebagian kasus diakhiri dengan permohonan maaf dikarenakan hal itu tidak disengaja atau
niatnya hanya bercanda. Namun, kita harus ingat bahwa bahasa tulis tidak bisa dibantu dengan
intonasi dan mimik, melainkan hanya bisa dibantu dengan tanda baca, penulisan kata, dan
penggunaan huruf. Kita perlu memilih kata yang tepat dalam menggunakan bahasa Indonesia yang
baik.

Pemilihan kata yang baik perlu juga mempertimbangkan konteks nonkebahasaan seperti kelayakan
geografis. Hal itu selaras dengan aspek yang mempertimbangkan lokasi penggunaan bahasa
Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari penggunaan kata “butuh”. Pada daerah tertentu, kata itu dekat
dengan makna ‘kemaluan laki-laki’. KBBI juga menyebutkan kata “butuh” dalam ragam kasar
memiliki makna ‘kemaluan laki-laki; zakar’. Jika kata itu harus digunakan di daerah itu dan dirasa
harus diganti, penutur bahasa Indonesia yang baik bisa juga memilih kata “perlu”.

Aspek terakhir yang menjadi pertimbangan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik
adalah pokok bahasan. Kita sering mendengar bahasa jurnalistik, bahasa hukum, bahasa ilmiah, dan
bahasa-bahasa lainnya. Padahal, semua itu hanyalah laras dalam bahasa Indonesia. Namun, masing-
masing memiliki ciri yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia laras hukum, khususnya perundang-
undangan, kita akan menemui banyak istilah asing bidang hukum. Biasanya istilah asing itu belum
ada padanan yang sesuai. Namun, penulisannya tetap harus mengikuti Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia (PUEBI), yaitu ditulis miring. Selain itu, terdapat juga penggunaan frasa baku yang
tidak bisa dipertukarkan anggota frasanya, yaitu frasa “dalam Pasal” dan “pada ayat”. Selanjutnya,
dalam bahasa jurnalistik, kalimat-kalimat digunakan sangat pendek tetapi jelas. Sebab, hal itu
biasanya mempertimbangkan kolom penulisan dalam surat kabar. Komposisi struktur beritanya pun
harus berstruktur piramida terbalik. Penggunaan bahasa Indonesia laras hukum dan jurnalistik
merupakan contoh sebagian dari laras-laras dalam bahasa Indonesia lainnya, seperti laras ilmiah
hingga sastra yang juga memiliki ciri tersendiri. Meski memiliki ciri tersendiri, kata-kata yang
tersusun di dalamnya merupakan kata baku. Tidak hanya itu, laras dalam Indonesia yang memiliki
tingkat keresmiannya tinggi akan sangat patuh pada PUEBI.

PUEBI merupakan salah satu acuan dasar dari penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Dalam
PUEBI, telah diatur beberapa ketentuan mengenai pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian
tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Acuan penggunaan bahasa Indonesia yang benar tidak
hanya berdasarkan PUEBI. Penggunaan bahasa Indonesia yang benar dapat mengacu pada Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah.

Bahasa Indonesia yang baik dan benar bukanlah sesuatu yang rumit, tetapi juga tidak sederhana.
Pengutamaan bahasa Indonesia juga tidak kalah pentingnya. Namun, bukan berarti kita
menggunakan bahasa Indonesia seadanya. Sebab, pada suatu saat kita akan berada pada situasi
yang memerlukan penggunaan bahasa Indonesia dalam ragam atau laras tertentu. Oleh karena itu,
gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Berbahasa Indonesia yang baik berarti bahwa kita harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai
dengan konteks berbahasa yang selaras dengan nilai sosial masyarakat. Peraturan ini berkaitan
penggunaan ragam bahasa secara tulis dan lisan untuk kebutuhan berkomunikasi. Ragam bahasa
dari sisi penggunaan bahasa ada dua, yaitu ragam formal dan ragam nonformal. Ada dua hal yang
kita perhatikan dalam kalimat ini. Pertama, berbahasa sesuai dengan konteksnya dan, kedua,
berbahasa selaras dengan nilai sosial masyarakat. Hal itu yang menjadi alasan mengapa Kurikulum
2013 menggunakan pendekatan berbasis teks dalam pengajaran berbahasa, baik bahasa Indonesia
maupun bahasa lainnya. Bahasa diperkenalkan kepada siswa dalam konteksnya dan tidak sebagai
satuan-satuan kata yang berdiri sendiri. Dengan demikian, siswa dihadapkan dengan konsep-konsep
bahasa sejak awal. Misalnya, perbedaan penggunaan kata cuma dan hanya. Adapun, bahasa
Indonesia yang baik berkaitan dengan nilai sosial masyarakat. Artinya, pada saat menggunakan
bahasa, wajib diperhatikan kepada siapakah kita berkomunikasi. Berkomunikasi dengan teman tentu
akan berbeda dengan berkomunikasi dengan orang tua. Kata aku digunakan kepada teman-teman
dan kata saya digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang dihormati. Dalam hal ini,
kesantunan berbahasa mulai diajarkan.

Berbahasa Indonesia yang benar berarti bahwa harus digunakan bahasa Indonesia yang sesuai
dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia meliputi kaidah tata bahasa,
kaidah ejaan, dan kaidah pembentukan istilah. Kaidah tata bahasa dan kaidah pembentukan istilah
berkaitan dengan bahasa Indonesia lisan dan tulis. Penggunaan bahasa yang tidak memperhatikan
kaidah tata bahasa akan membingungkan. Misalnya, kesalahan tata bahasa dalam kalimat “Karena
sering kebanjiran, gubernur melarang pembangunan gedung di sana”. Apakah “gubernur” yang
sering kebanjiran atau “suatu daerah”? Kesalahan seperti itu sering terjadi dalam kalimat majemuk.
Kaidah ketatabahasaannya adalah “Dalam kalimat majemuk bertingkat, subjek dalam anak kalimat
dapat dihilangkan jika induk kalimat dan anak kalimat mengandung subjek yang sama”. Dalam
kalimat contoh, subjek pada induk kalimat tidak sama dengan subjek pada anak kalimat. Akibatnya,
subjek pada anak kalimat wajib hadir. Kaidah pembentukan istilah berkaitan penggunaan kata
serapan. Seringkali, ditemukan ucapan “Selamat pagi. Selamat menjalankan aktifitas hari ini”.

Pengguna bahasa tidak secara cermat membedakan penulisan aktif dan aktivitas karena dalam
bahasa Indonesia bunyi [f] dan [v] tidak membedakan arti. Contoh lainnya, dalam kalimat
Pengakuannya menunjukkan sisi gentle dari dirinya. Seharusnya, istilah yang digunakan adalah
gentlemen. Kedua kata sifat ini berbeda arti. Kata gentle berarti ‘lemah lembut’, sedangkan
gentlemen berarti ‘lelaki yang memiliki etika, moral, dan berbudi bahasa halus’. Penggunaan istilah
asing, sebaiknya, disertai dengan pengetahuan tentang bahasa asing yang digunakan.

Adapun kaidah ejaan hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia tulis dan berkaitan
dengan dua hal. Pertama, kaidah ejaan berkaitan dengan penulisan kata, misalnya sekadar bukan
*sekedar; di antara bukan *diantara sebaliknya ditonton bukan *di tonton. Kedua, kaidah ejaan
berkaitan dengan penggunaan tanda baca. Misalnya, “Yuk, kita makan, Eyang” akan berbeda artinya
dengan “Yuk, kita makan Eyang”. Kalimat pertama ‘mengajak eyang untuk makan bersama’,
sedangkan kalimat kedua berarti ‘mengajak kita untuk memakan eyang’. Penggunaan koma yang
kecil menghasilkan perbedaan arti yang besar.

Lalu, apakah itu berarti bahwa kita harus selalu berbahasa ragam formal? Pada saat kita berbicara
dengan tukang sayur atau kepada teman, kita tentu tidak perlu menggunakan ragam formal.
Permasalahannya adalah apakah pada saat berbahasa ragam nonformal, kita harus tetap
mengindahkan kaidah berbahasa? Jawabannya adalah ya! Menggunakan kaidah dalam ragam
nonformal berarti menggunakan pilihan kata yang sesuai dan tepat serta menggunakan kaidah tata
bahasa yang benar. Misalnya, pada saat membeli bakso, jangan mengatakan, “*Bang, saya bakso
pake bihun.” Kalimat itu bukan kalimat yang benar. Saya bukan bakso, saya orang. Untuk menjadi
kalimat yang baik dan benar, hanya dibutuhkan satu kata, yaitu “mau” menjadi “Bang, saya mau
bakso pake bihun.”

Jadi, berbahasa Indonesia yang baik dan benar berarti menyampaikan pikiran dengan informasi yang
lengkap secara teratur. Ragam bahasa yang digunakan dapat berupa ragam bahasa formal atau
nonformal, bergantung pada konteksnya.
Bahasa yang baik belum tentu benar dan bahasa yang benar belum tentu baik. Maksudnya adalah,
jika kita berbicara/berkomunikasi yang menurut kita baik, tapi belum tentu susunan atau
ejaannya benar.

Apa itu bahasa Indonesia yang baik tetapi tidak benar?

Bahasa Indonesia yang sifatnya tidak baik namun benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan
pada situasi yang keliru meskipun sesuai dengan kaidah kebahasaan yang berlaku. Contohnya adalah
saat seseorang menggunakan bahasa formal dan baku di situasi non-formal.

Mengapa bahasa gaul lebih banyak dipakai daripada bahasa Indonesia yang baku?

Karena bahasa gaul yang begitu mudah untuk digunakan berkomunikasi dan hanya orang tertentu
yang mengerti arti dari bahasa gaul, maka remaja lebih memilih untuk menggunakan bahasa gaul
sebagai bahasa sehari-hari.

Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap penggunaan bahasa Indonesia?

Dampak negatif globalisasi terhadap bahasa Indonesia: Masyarakat Indonesia tidak menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar atau lebih sering menggunakan bahasa Indonesia populer.
Banyak masyarakat yang lebih bangga dan membangga-banggakan menggunakan bahasa negeri
orang lain.

Indonesia sebagai bahasa nasional, yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran
sebagai penyampai informasi. Namun, pemakaian Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari
mulai bergeser digantikan oleh pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan bahasa gaul.
Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan Bahasa Indonesia dalam situasi resmi
yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak benar.

bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang mudah dimengerti.

bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang mengikuti kaidah-kaidah kebahasaan.

bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang mudah dimengerti sekaligus
mengikuti kaidah kebahasaan yang berlaku.

bahasa yang baik cenderung menggunakan kosakata bahasa yang tidak baku dan selalu
menanggalkan imbuhan yang ada (ragam lisan nonformal).

ragam bahasa yang benar selalu menggunakan kosakata yang baku dan memiliki pola kalimat
dengan fungsi sintaksis yang lengkap dan menggunakan imbuhan (ragam lisan formal)

terampil dalam membaca situasi adalah kunci sukses berbahasa yang baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai