Anda di halaman 1dari 110

1

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam melaksanakan penelitian diperlukan hal-hal penting yang digunakan sebagai


dasar dalam pelaksanaannya. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang mengapa
permasalahan ini diangkat, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi penelitian.

1.1 Latar Belakang


Sektor Usaha Kecil Menengah (UMKM ) memiliki peran penting dalam mendorong
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dengan adanya sektor UMKM , pengangguran
akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Sektor
UMKM pun telah terbukti menjadi pilar perekonomian yang tangguh. Kontribusi sektor
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto (PDB)
meningkat dalam lima tahun terakhir. Dari sektor penyerapan tenaga kerja, Serapan tenaga
kerja pada sektor UMKM tumbuh dari 96,99 persen menjadi 97,22 persen dalam periode
lima tahun terakhir. (Safir Makki, CNN-Indonesia, November 2016).
Untuk mengembangkan UMKM di Indonesia, masih terdapat permasalahan utama yang
menjadi kendala bagi perkembangan UMKM tersebut. Sudaryanto (2012) mengemukakan
bahwa beberapa yang menjadi permasalahan bagi UMKM di Indonesia adalah dari segi
pemenuhan kebutuhan infrastruktur bagi UMKM itu sendiri, kemudian dengan adanya
pemberlakuan ACFTA (Asean China Free Trade Area) oleh pemerintah mengakibatkan
UMKM mengalami kesulitan dalam bersaing, dikarenakan kesiapan kualitas produk, harga
yang kurang bersaing, kesiapan pasar dan kurang jelasnya peta produk impor sehingga
positioning persaingan kurang jelas.
Kota Malang merupakan salah satu kota dengan jumlah UMKM yang cukup besar, data
Dinas Perkoperasian Kota Malang pada tahun 2013 menunjukkan bahwa terdapat 499
UMKM di Kota Malang yang tersebar pada 5 kecamatan, kemudian pada tahun 2016
meningkat menjadi 2.764 UMKM di Kota Malang (NN, Malang Exspres, Januari 2017).
Sama seperti UMKM yang ada di kota-kota lain, UMKM di Kota Malang juga memiliki
beberapa permasalahan. Diantaranya adalah seperti yang dikatakan oleh Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Malang, mengenai beberapa aspek

1
2

yang menjadi masalah UMKM di Kota Malang, yaitu sumber daya manusia yang masih
membutuhkan pelatihan, peralatan yang terbatas, dan akses permodalan yang terbatas. (Nur
Aini, Republika, 15 Oktober 2015). Selain itu permasalahan UMKM juga dipaparkan oleh
Penggiat UKM Kuliner Malang raya, Roni dalam MoU Peduli Usaha kecil dan menengah
malang raya antara UMKM Kota Malang dan Universitas Merdeka Malang, ada tujuh faktor
utama yang menjadi permasalahan UMKM di Malang Raya, antara lain : kurangnya
keterampilan, ketersediaan bahan baku, proses yang tidak standar, sistem pemasaran yang
kurang efektif, Administrasi yang tidak tercatat dengan baik, pengemasan yang kurang
menarik,dan sulitnya permodalan.(Unmer, 5 April 2016).
Dari beberapa masalah yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu masalah yang
menjadi permasalahan UKM di Malang raya adalah mengenai kemasan yang kurang
menarik. Perkembangan teknologi telah merubah fungsi kemasan. Menurut Kartajaya
(1996) mengemukakan bahwa teknologi membuat packaging merubah fungsi kemasan yang
awalnya “kemasan melindungi apa yang dijual, menjadi menjual apa yag dilindungi”, selain
itu Klimchuk dan Krasovec (2007) mengemukakan bahwa kemasan merupakan salah satu
faktor pencipta suatu image tertentu yang ingin dibangin oleh produk, yaitu kemasan
berfungsi untuk membungkus, melindungi, mengirim, menyimpan, mengidentifikasi dan
membedakan sebuah produk dalam pemasarannya. Selain itu menurut Julianti (2014:15)
kemasan yang menarik juga dapat menjadi pemicu minat beli dengan merangsang lima
pancaindra konsumen, hingga mengakibatkan keputusan membeli dan menggunakan
produk, selain itu kemasan adalah wadah untuk meningkatkan nilai dan fungsi sebuah
produk. Faktor kemasan yang tidak tepat juga menjadi salah satu alasan mengapa produk
didalamnya ditolak oleh pasar, Tabel 1.1 memperlihatkan perbandingan persepsi mengenai
kemasan produk makanan ringan antara konsumen, produsen, dan distributor.

Tabel 1.1
Perbandingan Persepsi Mengenai Kemasan Produk Makanan Ringan
Data Konsumen Produsen Distributor
Bahan - Plastik tipis - Plastik kurang tebal - Plastik kurang tebal
Kendala Desain

- Cara menutup tidak - Harga bahan yang mahal


benar
Desain - Belum punya label - Ganti desain, produk - Label Fotokopi
- Tidak punya komposisi yang laku tetap - Produk rnsk tetapi
grafis kemasan tidak bagus
- Belum punya ciri khas untuk dipajang
3

Tabel 1.1
Perbandingan Persepisi Mengenai Kemasan Produk Makanan Ringan
Data Konsumen Produsen Distributor
Kelebihan - Kemasan yang baik - Adanya izin lebih - Mampu meyakinkan
produk bila persepsi produk yang amantidak khawatir ada pembeli
dikemas baik operasi bagi penjual
- Terjamin Keamanan, - Bagus dirak pajangan
kesehatan dan
keselamatan
Kemasan yang - Ada simbol dan logo - Tulisan besar - Kemasan yang baik
diharapkan yang khas - Tidak terlihat sisi dalam disertai kualitas produk
- Kemasan menarik - Banyak warna, terdapat - Kemasan yang
tetapi tidak seragam info bahan baku, menguntungkan daerah
- Kemasan punya warna komposisi, bentuk unik, pemasaran
kontras, merk dan memenuhi standar
tampilan bagus, efisien kesehatan
, bergengsi, punya ciri - Mampu meyakinkan
khas, ramah pembeli
lingkungan, steril, - Ada segel yang
mudah dibaca dan mempunyai legalitas
dimengerti,
penggunaan bahasa
asing dihindari
- Kemasan yang inovatif
- Kemasan yang
menunjang pariwisata
Harapan umum - Banyak yang diekspor - Tempat khusus untuk - Produk makin laku
- Peningkatan kualitas menjual produk
produk dan kemasan - Pelatihan
- Sinergi dinas dan - Dengan kemasan yang
akademis baik, penjual tetap
untung

Berdasarkan hasil dari kuesioner mengenai kepetingan desain kemasan yang menarik
pada produk makanan dan minuman UMKM kota Malang, yang disebarkan kepada 50
konsumen oleh-oleh khas kota Malang di sentra oleh-oleh khas Malang yang tersebar di
Kota Batu, Kota Malang dan Kabupaten Malang. Hasil dari kuesioner tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1.1.

Pentingnya kemasan yang menarik dalam


produk mamin UMKM
30
(konsumen)

25
Respinden

20
15
10
5
0
Sangat Cukup Kurang
Penting
Penting penting Penting
Tingkat Kepentingan 19 24 5 2

Gambar 1.1 Rekap Hasil Kuesioner Kepentingan Kemasan yang Menarik dalam Produk UMKM
4

Dari hasil Kuesioner mengenai pentingnya kemasan yang menarik dalam produk
makanan UMKM, diketahui sebagian besar responden menyebutkan bahwa kemasan yang
menarik dalam produk makanan dan minuman UMKM adalah penting, diketahui responden
yang menyatakan sangat penting berjumlah 19, penting 24, cukup penting 5,dan kurang
penting 2. Dari hasil kuesioner tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pentingnya kemasan
yang menarik dalam produk makanan dan minuman bagi konsumen produk UMKM, sebagai
tindak lanjut atas permasalahan yang ada di kuisioner sebelumnya, dan dari hasil kuesioner
mengenai kepentingan kemasan maka penulis melakukan survey mengenai produk yang
menurut konsumen kurang memuaskan dari segi kemasan. Dari kuesioner yang disebarkan
pada 50 responden, dimana setiap responden berhak untuk menyebutkan lebih dari satu jenis
produk yang dirasa kurang memuaskan dari segi kemasan, hasilnya dapat dilihat pada
Gambar 1.2.

Kemasan Produk yang kurang menarik


40
35
30
(Konesumen)
Responden

25
20
15
10
5
0
Keripik Olahan
Keripik
Olahan susu Strudel Lainnya
Tempe
Buah KUD
Jenis produk makanan 34 16 10 6 1

Gambar 1.2 Rekap Hasil Kuesioner Kemasan Produk yang Kurang M enarik

Dari hasil kuesioner mengenai kemasan produk yang kurang menarik, didapatkan
bahwa responden menyebutkan keripik tempe merupakan produk yang kurang menarik dari
segi kemasan, dibandingkan dengan produk yang lain. Sebanyak 34 responden menyebutkan
bahwa Keripik olahan dari tempe, kurang menarik dari segi kemasan. Dalam pembuatan
kemasan, UMKM juga harus menyesuaikan dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah
melalui badan pengawas obat dan makanan, serta CPBB-IRT pada tahun 2016. Ada 7 hal
yang harus ada dalam kemasan produk makanan. Diantaranya adalah Nama produk (sesuai
dengan IRT), daftar bahan/komposisi, berat bersih, tanggal kadaluarsa, kode produksi,
alamat IRTP, dan nomor PIRT. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap desain dari
kemasan keripik tempe yang telah beredar dipasaran, dengan mengambil 3 sample secara
5

acak kemasan produk olahan keripik tempe untuk perbandingan apakah sesuai dengan
anjuran kemasan produk makanan dari CPPB-IRT dan BPOM. Hasil dari perbandingan 3
produk keripik tempe dengan standar kemasan CPPB-IRT ada pada Tabel 1.1.

Tabel 1.2
Perbandingan kemasan keripik tempe dengan standar kemasan CPPB-IRT dan BPOM

Label Keripik A Keripik B Keripik C


Nama Produk (sesuai IRT)   

Daftar bahan/komposisi   

Berat bersih -  

Tanggal Kadaluarsa   

Kode Produksi - - -

Alamat IRTP  - 

Nomor PIRT   -

Dari hasil perbandingan 3 kemasan produk keripik tempe dengan standar kemasan yang
ditetapkan oleh CPPB-IRT dapat diketahui bahwa beberapa kemasan keripik tempe yang
beredar, tidak sesuai dengan rekomendasi kemasan dari CPPB-IRT dan BPOM.
Dari beberapa permasalahan tersebut, yang terdiri dari pentingnya kemasan yang
menarik bagi konsumen, kemudian produk yang menurut konsumen kurang menarik dari
segi kemasan, serta kemasan yang beredar tidak sesuai dengan rekomendasi kemasan dari
CPBB-IRT dan BPOM. Peneliti memutuskan untuk membuat desain kemasan yang baru
untuk produk UMKM Kota Malang, untuk kemasan produk yang akan di re-design oleh
peneliti adalah kemasan produk keripik olahan dari tempe, hal tersebut berdasarkan dari
respon konsumen pada kuesioner kedua, dengan tujuan peneliti mampu memenuhi
kebutuhan pelanggan dan masalah dari UMKM Kota Malang dengan membuat model
kemasan yang baru untuk produk UMKM.
Dalam perancangan desain kemasan, menurut Julianti (2014), ada beberapa tahapan
yang harus dilakukan, yang dimulai dari tahapan idea, design, feasibility, capabilty, dan
launching. Pada tahapan Idea Phase adalah menentukan ide atau atribut yang ada dalam
kemasan berdasarkan keputusan konsumen, Salah satu metode yang digunakan untuk
mendapatkan atribut dan ide desain kemasan adalah dengan metode kansei engineering,
metode kansei engineering adalah metode yang dipakai untuk mengidentifikasi aspek
psikologis yang dimiliki oleh konsumen saat berinteraksi dengan produk, dengan cara
menerjemahkan perasaan konsumen ke dalam kansei words sebagai dasar untuk
6

pengembangan produk baru. Selain metode kansei engineering terdapat metode cultural
ergonomics sebagai salah satu cara untuk membentuk citra produk dengan memanfaatkan
unsur budaya sekitar, sehingga untuk desain packaging kemasan yang baru nantinya dengan
memperhatikan aspek budaya dan aspek psikologis yang dimiliki oleh konsumen dapat
diwujudkan dengan menggunakan metode kansei engineering dan cultural ergonomics.
Selain itu kualitas kemasan ditinjau dari segi fungsional, emosional, dan segi hukum. Dari
segi fungsional meliputi aspek kemasan yang sesuai dengan fungsinya yaitu untuk
melindungi apa saja yang ada didalamnya yang meliputi bentuk kemasan dan bahan
kemasan. Dari segi emosional ditinjau dari segi warna, layout, posisi eye mark, artwork,
serta toleransi warna. Sedangkan dari segi hukum/legal ditinjau dari hal yang harus ada pada
label kemasan, yaitu nama produk, berat neto, bahan yang digunakan, nama perusahaan yang
memproduksi, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa. Pada penelitian ini untuk spesifikasi
desain dari segi fungsional didapatkan dari metode kansei engineering, sedangkan untuk
spesifikasi desain dari segi emosional dan legalitas didapatkan dari metode cultural
ergonomics. Setelah itu dari beberapa spesifikasi desain yang didapatkan dari kansei
enginnering dan cultural ergonomics dikombinasikan dengan pembuatan beberapa
alternatif konsep. Hasil dari alternatif desain konsep tersebut kemudian diwujudkan dalam
bentuk model nyata. Model nyata yang telah tercipta nantinya dapat digunakan sebagai
pertimbangan oleh pihak UMKM dalam memilih alternatif kemasan untuk produk UMKM.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Diantara dari beberapa permasalahan UMKM di Kota Malang adalah pengemasan yang
kurang menarik, sebagian besar konsumen juga menganggap penting unsur kemasan
yang menarik dalam produk olahan makanan dan minuman.
2. Dari masalah pengemasan yang kurang menarik, diantara produk yang kurang menarik
adalah produk olahan dari keripik tempe, sehingga diperlukan desain produk berupa
kemasan baru yang menarik sesuai dengan kebutuhan konsumen sesuai rekomendasi
dari CPPB-IRT dan BPOM.
7

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi malasah, rumusan masalah pada penelitian ini adalah
1. Atribut apa saja yang ada dalam spesifikasi desain kemasan produk keripik olahan
tempe dengan menggunakan metode kansei engineering ?
2. Atribut apa saja yang ada dalam spesifikasi desain kemasan produk keripik olahan
tempe dengan menggunakan metode cultural ergonomics ?
3. Bagaimana desain kemasan produk olahan tempe yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan konsumen ?

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan spesifikasi desain kemasan produk keripik olahan tempe dengan
menggunakan metode kansei engineering.
2. Menghasilkan spesifikasi desain kemasan produk keripik olahan tempe dengan
menggunakan metode cultural ergonomics.
3. Menghasilkan rekomendasi berupa alternatif desain kemasan produk keripik olahan
tempe Kota Malang.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah dengan adanya hasil spesfikasi desain kemasan produk
untuk UMKM keripik olahan tempe di Kota Malang, sehingga mendapatkan desain fisik
kemasan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen yang memiliki ciri khas keunikan
dan citra serta sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh Badan POM.

1.6 Batasan Masalah


Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian berfokus pada desain kemasan produk UMKM produk makanan yang ada
diproduksi di Kota Malang.
2. Metode yang digunakan adalah metode kansei engineering dan cultural ergonomics
dengan pendekatan perancangan produk.
3. Pengembangan desain kemasan tidak memperhatikan besar biaya produksi kemasan.
4. Penilaian dan klasifikasi atribut dilakukan berdasarkan tanggapan dan jawaban dari
responden yang didapatkan dari penyebaran kuesioner.
8

1.7 Asumsi Penelitian


Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Kondisi psikologis responden tidak berubah selama penelitian berlangsung, yaitu
perilaku dan perspektif dari responden sendiri terhadap kemasan.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pelaksanaan penelitian, diperlukan beberapa teori atau referensi yang


dipergunakan sebagai dasar argumentasi ilmiah terkait konsep permasalahan dan analisis
penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa dasar teori dan argumen yang dapat
mendukung penelitian ini.

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan akan
dijadikan acuan untuk penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian terdahulu yang
digunakan sebagai acuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Guna (2011) mengembangkan kursi roda untuk lansia dengan metode Kansei
engineering, dengan tujuan mengembangkan desain kursi roda dengan mendefinisikan
keinginan konsumen menjadi kata-kata. Dari pengujian tersebut peneliti mendapatkan 14
pasang kansei word yang mewakili kata-kata yang tepat dengan mempertimbangkan
produk yang ditawarkan. Hasil analisa conjoint yaitu bahan kerangka dari besi,sistem
penggerak yang otomatis,memiliki sarana pendukung berupa pispot, bahan sandaran
woven polyester dan warna polos.
2. Nora, dkk (2012) mengembangkan desain prototipe meja dan kursi pantai portbael
dengan integrasi pendekatan Ergonomi, Value Engineering dan Kansei engineering,
dengan analisa kansei engineering sebagai metode pengolah nilai, dan kansei engineering
sebagai input menjadi atribut produk sebagai output. Dengan tahaapan awal berupa
pengumpulan informasi , kemudian tahap pengembangan dan kreativitas dengan
memetakan fungsi atribut, kemudian penyusunan konsep dan pembuatan prototipe.
Dengan output berupa beberapa atribut pada produk yang dibuat yaitu pada atribut
kebutuhan pengunjung berupa tampilan desain meja, kepraktisan, kualitas, kenyamanan
dan kebersihan. Kemudian atribut dari pemilik urmah makan adalah tampilan desain,
kepraktisan, kualitas, kenyamanan, dan kerapian. Kedua atribut tersebut dikembangkan
dengan konsep bentuk combination/modular yang diwujudkan dalam bentuk prototipe.
3. Adelia (2015) mengenmbangkan kemasan dengan meredesign kemasan bandeng kota
semarang melalui pendekatan kansei engineering dan kano model, dengan tujuan
10

meningkatkan kualitas dan daya beli produk, dengan menggunakan konsep kansei
engineering untuk menangkap kansei word dari konsumen, dan modifikasi model kano
sebagai model mengkalsifikasikan faktor-faktor preferensi konsumen. Dari hasil analisa
konsumen menginginkan kemasan yang kuat, inovatif, kreatif, daman dan praktis.
4. Septian (2015) mengembangkan kemasan kripik tempe mocaf dengan menggunakan
Kansei engineering, untuk mendesain packaging dengan mendefinisikan keinginan
konsumen teridentifikasi melalui kata-kata kansei ke dalam desain produk. Dari kansei
words sendiri tersebut dilakukan analisa conjoint sehingga konsep desain tersebut
terpilihlah bahas kertas laminasi, tampilan desain kompleks, bentuk segitiga, warna
gradasi orange kuning, dengan ukuran kecil.
5. Sin, dkk (2016) menggabungkan budaya sekitar sebagai dasar dalam pemgembangan
produk,dengan pertimbangan hal tersebut nantinya
9 akan dikombinasikan dengan desain
yang interaktif untuk meningkatkan pengalaman pengguna selama menggunakan produk.
Sebagai Objek dari penelitian yaitu linak sebagai produk dari kebudayaan yang berasal
dari salah satu suku di taiwan. Dengan output produk yang memperhatikan segi budaya
dan ergonomi yang memanfaatkan antropometri dalam perwujudannya.

Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
Karakteristik Penelitian
No Peneliti Objek Metode Hasil
Penelitian Penelitian
1. 14 pasang kansei words kemudian
dilakukan analisa konjoin sehingga
terpilih beberapa kategori , yaitu
Kursi Roda untuk bahan kerangka dari besi, sistem
1. Guna (2011) Kansei Egineering penggerak otomatis, memiliki
lansia
sarana pendukung pispot,dan bahan
sandaran woven polyester dan
warna polos

1. Didapatkan hasil bahwa terdapat 2


atribut yaitu masing masing oleh
kebutuhan pengunjung dan pemilik
rumah makan, dimana didapatkan
Penelitian desain spesifikasi berupa tampilan desain
Penelitian desain dengan pendekatan meja, kepraktisan, kualitas,
2. Nora ,dkk (2012) prototipe meja dan ergonomi, value kenyamanan dan kebersihan
kursi pantai portable engineering, dan sedangkan dari atribut pemilik
kansei engineering rumah makan adalah tampilan
desain, kepraktisan, kualitas,
kenyamanan dan kerapian yang
diwujudkan dalam bentuk modular
11

Karakteristik Penelitian
No Peneliti Objek Metode Hasil
Penelitian Penelitian
1. Dengan metode kansei engineering
didapatkan bahwa keinginan
Perancangan Mendesain kemasan konsumen adalah konsep desain
3. Septian(2015) kemasan kripik dengan metode dengan bahan kertas laminasi,
tempe mocaf kansei engineering tampilan desain kompleks, bentuk
segitiga, warna gradasi orange
kuning, dan ukuran yang kecil

1. Dari hasil dari kansei engineering


yang dikombinasikan dengan
modifikasi model kano sebagai
Dengan metode
Kemasan bandeng model pengkasifikasian faktor-
4. Adelia (2015) kansei engineering
duri khas semarang faktor preferensi konsumen,
dan model kano
didapatkan hasil bahwa konsumen
menginginkan kemasan yang kuat,
inovatif, kreatif, aman dan praktis
Cultural 1. Dengan objek produk yaitu linak
ergonomics in sebagai obyek kebudayaan, dengan
interactional and output produk yang memanfaatkan
experiental desigign Dengan metode antropometri dalam menentukan
5. Sin ,dkk (2016)
, conceptual cultural ergonomics dimensi antara objek linnak,
framework and case sehingga memperhatikan segi
study of the budaya dan ergonomi.
Taiwanese twin cup

2.2 Pengertian Produk


Menurut Kotler yang diterjemahkan oleh Hendra Teguh, SE, Ak. (1997:53) produk
memiliki pengertian yang luas yaitu segala sesuatu yang ditawarkan, dimiliki, dipergunakan
atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan termasuk didalamnya
adalah fisik, jasa, orang, tempat, organisasi serta gagasan. Menurut Kotler (2002) produk
dapat diklasifikasikan menjadi barang dan jasa berdasarkan wujudnya yaitu barang dan jasa.
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh,
dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan pelakuan fisik lainnya. Sedangkan jasa
merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi
pihak lain) atau jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu
pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun.
12

2.3 Kemasan
2.3.1 Definisi Kemasan
Menurut Julianti (2014:15) dalam bukunya The Art of Packaging menjelaskan bahwa
definisi kemasan adalah wadah untuk meningkatkan nilai dan fungsi sebuah produk, dimana
kemasan tersebut sifatnya mampu memberikan positioning baru dan daya ungkit sebuah
produk. Sedangkan menurut Kotler dan keller (2009) Pengemasan (packaging) sebagai
semua kegiatan merancang dan memproduksi wadah untuk sebuah produk. Kemasan adalah
sebagai wadah untuk mempromosikan suatu produk dan menjadikannya lebih mudah dan
lebih aman untuk digunakan (Lamb dkk, 2001). Menurut William J.Stanton dalam bukunya
Sunyoto (2012) kemasan dapat didefinisikan sebagai sebuah kegiatan merancang dan
memproduksi bungkusan atau kemasan suatu produk.
Ada tiga alasan kemasan diperlukan:
1. Memenuhi sasaran keamanan dan kemanfaatan
2. Membantu program pemasaran perusahaan
3. Meningkatkan volume dan laba perusahaan

2.3.2 Fungsi Kemasan


Kemasan mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Melindungi kualitas produk
2. Membuat produk tahan lama
3. Sebagai sarana komunikasi produk dan branding kepada konsumen
4. Membantu distribusi produk dari produsen sampai ke tangan konsumen
5. Membuat produk dapat diproduksi secara massal
6. Menjadi pemicu minat beli dengan merangsang lima pancaindra konsumen,yaitu
melihat , mendengar, membau, meraba, merasa, sehingga ada kepusan membeli atau
menggunakan produk
Untuk kemasan sebagai pelindung produk, Julianti (2014) menjelaskan ada beberapa
pertimbangan dalam menentukan material dan desain sebelum desain kemasan ditetapkan,
yang pertama adalah apakah produk atau bahannya sensitif terhadap temperatur, yang kedua
adalah apakah produk akan dipasarkan sebagai makanan beku, yang ketiga adalah apakah
bila terjadi penyerapan udara atau moisture akan menyebabkan produk tidak laku dijual,
yang keempat adalah apakah produk akan mudah rusak karena hentakan atau guncangan,
dan yang terakhir adalah berapa lama kemasan tersebut harus melindungi produknya.
13

2.3.3 Komponen Kemasan


Sebuah produk umumnya didukung oleh beberapa komponen kemasan, setiap
komponen bisa jadi memiliki komponen yang berbeda, komponen kemasan dibagi menjadi
dua, yang pertama adalah kemasan primer,dan yang kedua adalah kemasan sekunder.
Kemasan primer adalah kemasan yang langsung bersinggungan dengan produknya,
yaitu keseluruhan yang di-display dan yang membuat konsumen memutuskan untuk
membeli produk tersebut. Contohnya adalah botol,tube,dan tutup yang disebut kemasan
primer karena langsung bersingungan dengan produk. Kemasan primer sangat penting dari
segi fungsinya untuk melindungi protection , mengawetkan preservation , komunikasi ke
pelanggan communication , dan termasuk fungsi artistik supaya komsumen yang melihat
tertarik untuk membeli.
Kemasan sekunder diperlukan untuk melindungi kemasan primer selama dalam
penyimpnan digudang serta saat didistribusikan ke pelanggan, disebut juga dengan transport
packaging. Fungsi kemasan sekunder ini tidak kalah pentingnya dengan kemasan primer,
sesuai dengan fungsinya kemasan sekunder dapat berbentuk tatakan tray, pembungkus
wrapper , pengikat blinder, dan dapat terbuat dari bahan karton, plastik, tali, film
pembungkus. Sementara karton tray untuk multipack,pembungkus serta karton gelombang
disebut sebagai secondary packaging atau kemasan penunjang.
Baik kemasan sekunder maupun kemasan penunjang berfungsi menjamin supaya
kemasan primer sampai ke tangan konsumen dalam keadaaan baik. Oleh karena itu, kemasan
sekunder dan kemasan penunjnag harus didesaisedemikian rupa agar kemasan primernya
selalu aman, tidak berdebu,dan tidak terkelupas dan berubah warna.

2.3.4 Ragam Kategori Kemasan


Julianti dalam bukunya yang berjudul The Art of Packaging (2014:29) membagi
kemasan berdasarkan penggunaannya, kemasan pada umumnya dapat dibagi menhadi tiga
kategori : pertama dalah kemasan untuk konsumen, kedua adalah kemasan untuk industri,
dan yang ketiga adalah kemasan untuk militer.
Kemasan untuk konsumen biasanya berupa kemasan kecil yang langsung dipakai oleh
kosnumen dan biasanya jumlahnya cukup besar. Kemasan untuk konsumen memberi
kemudahan saat pemakaian produknya, baik saat konsumen membeli,dipakai,disimpan dan
habis dipakai. Kemasan untuk konsumen dapat dibagi lagi menjadi kemasan untuk
makanan,farmasi ,alat-alat yang lunak,perkakas dan kosmetik.
14

Sedangkan kemasan untuk industri memiliki karakteristik kemasan besar,berat, dengan


grafis standar, dan penekanannya pada fungsi untuk menunjang keperluan industri.Kemasan
untuk industri tidak memerlukan grafis yang menarik, dan hanya dilengkapi oleh beberapa
beberapa tanda yang memuat karakteristik dari barang yang ada didalamnya,misalkan untuk
proses loading unloading, berisi bahan berbahaya, mudah terbakar,mudah meledak dan
sebagainya.
Kemasan untuk militer, kategori untuk kemasan ini sangat spesifik,spesial, yang
digunakan untuk melindungi produk-produk militer. Kemasan harus memenuhi aturan-
aturan di negara yang bersangkutan serta didokumentasikan dengan benar dan tepat.

2.3.5 Proses Pembuatan Kemasan


Dalam proses pembuatan kemasan dibagi menjadi beberapa tahapan, beberapa tahapan
tersebut adalah idea phase,design phase, feasibilty phase,capability phase, dan launching
(Julianti,2014).
Idea phase,yaitu fase pada mengenali produk dan pasar dari produk yang ingin di
branding kemasannya, meliputi mendekati konsumen dengan menanyakan apa yang
dipikirkan konsumen tentang produk yang bersangkutan, bagaimana cara mereka
menggunakan produk, melalui interaksi dengan konsumen diharapkan terbukanya peluang
pasar yang baru yang biasanya disebut dengan berdasarkan consumer insight. Setelah
melalui tahapan consumer insight tahapan selanjutnya adalah penggalian ide, penggalian ide
dapat dilakukan dari pihak manapun, dari konsumen, atau karyawan, komplain
konsumen,gaya hidup konsumen, tren pasar untuk kategori produk tersebut. semua ide
didiskuiskan, kemudiakan disharing, ide-ide mana yang akan dilanjutkan sesuai dengan
kebutuhan bisnis. Kemudian ide yang lain disimpan karena kemungkinan bisa dipakai
dikemudian hari.
Design phase, yaitu fase dimana format produk yang sudah ditentukan, semua informasi
yang didapatkan oleh desainer dituangkan dalam packaging design brief, packaging design
brief ini dibuat sedemikian rupa agar tidak mengerdilkan ide kreatif dari desainer. Pada tahap
desain terbagi lagi menjadi 3 tahapan, yaitu conceptual design, Embodiment design, dan
detail design. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai 3 tahapan tersebut :

1. Conceptual design meliputi tahapan proses pembuatan berbagai macam konsep


desain untuk memenuhi semua tujuan dari desain itu sendiri. Konsep desain ini
bertujuan agar konsumen dapat menggunakan secara praktis. Dari konsep desain
15

yang bermacam-macam dipilih yang cocok, kemudian dilanjutkan ke tahap


embodiment design.
2. Embodiment design, yaitu pada tahap ini merupakan pengembangan lanjutan dari
desain konsep yang dipilih. Konsep desain yang sudah dipilih harus diberikan bentuk
atau body. Bentuk atau body ini meliputi bentuk geometri,komponen kemasan,dan
material yang diperlukan. Dalam hal ini,perlu dipertimbnagkan apakah desain
kemasan tersebut dapat dibuat. Setelah melalui tahap ini,tahap selanjutnya adalah
tahap detail design.
3. Detail design, yaitu pada tahap ini bentuk ,ukuran ,dan toleransi kemasan ditentukan,
beserta material dan metode yang digunakan dalam proses pembuatannya.
Selain itu juga dilakukan penjelasan yang diberikan dalam bentuk brief design yang
meliputi :
- Brand personality
- Profil kompetitr termasuk kemasan yang sekarang beredar dipasaran
- Format produk
- Cara pemasaran di supermarket,pasar tradisional atau keduanya
- Cara display produk
- Ukuran kemasan dan teknologi kemasan yang tersedia
- Target konsumen yang meliputi umur,kelas,gender,keluarga
- Target mengenai harga dan performance dari kemasan

Feasibilty phase, yaitu pada fase ini semua komponen kemasan dibuat pilot mouldnya
atau printing plate nya, dengan menggunakan bahan dan peralatan yang sedemikian rupa
dengan kondisi aktualnya. Pengetesan harus dilakukan pada setiap komponen dan kriteria
sukses tidaknya suatu kemasan ditentukan pada tahap ini.
Capability phase, yaitu semua komponen kemasan masih dilakukan tes final dengan
menggunakan mesin produksi yang sebenarnya.
Launhing phase, yaitu pada tahap ini produksi massal sudah dilakukan dan semua
persiapan peluncuran produk disiapkan, baik contoh untuk customer,iklan, dan alat-alat
merchandising harus disiapkan.
16

2.3.6 Prinsip Desain Kemasan Efektif


Pada desain kemasan terdapat beberapa fokus desain yang berbeda, terdapat 6 prinsip
dalam kemasan makanan yang efektif dimana hal tersebut berfokus pada fungsi dasar
kemasan makanan Althai (2010). Penjelasan dari 6 prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1. Visibility
Desain kemasan yang efektif adalah desain kemasan yang dapat terlihat menonjol
ketika disandingkan dengan kemasan produk lainnya yang serupa.
2. Shopability
Desain kemasan yang efektif adalah desain kemasan yang dapat merangsang
pembeli untuk membeli produk tersebut, diamana banyak produk yang diluncurkan
setiap hari sehingga keunikan dan kelebihan dari desain kemasan dapat menarik
konsumen untuk membeli produk tersebut,
3. Differentiation
Desain kemasan yang efektif adalah desain kemasan yang berbeda dengan desain
kemasan kebanyakan kompetitor, sehingga dapat mempengaruhi konsumen untuk
membelinya
4. Messaging
Pada aspek ini apa yang ada didalam kemasan harus simpel dan jelas sehingga dapat
menarik perhatian dari konsumen secara langsung
5. Consumption
Pada aspek ini desain kemasan dapat menarik konsumen yang telah membeli untuk
membeli barang lagi yang serupa
6. Sustainability
Desain dari kemasan dapat menarik konsumen apabila kemasan tersebut memiliki
dampak negatif yang minim terhadap lingkungan

2.4 Perancangan dan Pengembangan Produk


Proses perencanaan produk dilakukan sebelum suatu proyek pengembangan produk
secara formal disetujui, sumber daya yang penting dipakai dan sebelum tim pengembang
yang lebih besar dibentuk Ulrich (2001). Perencanaan produk merupakan suatu kejadian
yang mempertimbangkan portofolio suatu proyek, sehingga suatu organisasi dapat
mengikuti dan menetukan bagian apa dari proyek yang akan diikuti selama periode tertentu.
Setiap proyek terpilih dilengkapi dengan tim pengembang produk. Tim ini harus mengetahui
misi proyek sebelum dimulai pengembangan. Rencana produk mengidentifikasi portofolio
17

produk-produk yang dikembangkan dan waktu pengenalan ke pasar. Proses perencanaan


mempertimbangkan peluang-peluang pengembangan produk, yang diidentifikasi oleh
banyak sumber, mencakup usulan bagian pemasaran, penelitian, pelanggan, tim
pengembangan produk dan analisis keunggulan para pesaing. Rencana produk perlu
diperbarui secara berkala agar dapat mengakomodasi perubahan dan perkembangan yang
ada. Suatu proses pengembangan yang terdefinisi dengan baik berguna karena alasan
berikut:
1. Jaminan kualitas
Proses pengembangan menggolongkan tahap-tahap proyek pengembangan yang
dilalui serta melalui butir-butir pemeriksaan. Bila fase-fase dan titik-titik
pemeriksaan ini dipilih secara bijaksana, mengikuti proses pengembangan
merupakan sebuah cara untuk menjamin kualitas dan produk yang dihasilkan.
2. Koordinasi
Proses pengembangan yang diterjemahkan secara jelas berlaku sebagai rencana
utama yang mendefinisikan aturan-aturan untuk tiap pemain pada tim
pengembangan. Rencana ini menginformasikan kepada anggota tim kapan
kontribusi mereka dibutuhkan dan dengan siapa mereka harus bertukar informasi
3. Perencanaan
Suatu proses pengembangan terdiri dari tolak ukur yang sesuai dengan penyelesaian
tiap fase. Penentuan waktu dari tolak ukur mengikuti jadwal kesuluruhan proyek
pengembangan.
4. Manajemen
Suatu proses pengembangan merupakan alat ukur untuk memperkirakan kinerja dari
usaha pengembangan yang berlangsung dengan membandingkan peristiwa-
peristiwa aktual dengan proses yang dilakukan, seorang manajer dapat
mengidentifikasi kemungkinan lingkup permasalahan.
5. Perbaikan
Pencatatan yang cermat terhadap proses pengembangan suatu organisasi sering
membantu untuk mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan.

Proyek pengembangan produk dikelompokkan menjadi empat tipe:


18

1. Platform produk baru


Tipe proyek ini melibatkan usaha pengembangan utama untuk merancang suatu
kumpulan produk baru berdasarkan platform yang baru dan umum. Kumpulan
produk baru akan memasuki kategori pasar dan produk yang sudah dikenal.
2. Turunan dari platform produk yang telah ada
Proyek ini memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki
pasar yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru.
3. Peningkatan perbaikan untuk produk yang telah ada
Proyek ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa detail
produk dari produk yang telah ada dalam rangka menjaga lini produk yang ada
pesaingnya.
4. Pada dasarnya produk baru
Proyek ini melibatkan produk yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan
mungkin membantu untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru.
Karena tahap pengembangan konsep dalam proses pengembangan membutuhkan lebih
banyak koordinasi dibandingkan fungsi-fungsi lainnya, banyak metode pengembangan yang
dikembangkan pada saat ini, salah satu contoh proses pengembangan konsep dari awal
hingga akhir ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Pernyataan Mendesain Rencana


Identifikasi Menetapkan Memilih Menguji Menetapkan
MIsi Konsep- Rencana Alur Pengembangan
Kebutuhan Spesifikasi & Konsep Konsep Spesifikasi
konsep Pengembangan
Pelanggan Targetnya Produk Produk Akhir
Produk

Proses Analisa Ekonomis Produk

Benchmark Produk Kompetitor

Membangun Model Pengujian dan Prototype Produk

Gambar 2.1 Tahap Pengembangan Konsep


Sumber : Ulrich & Eppinger, 2001

2.5 Kansei Engineering


2.5.1 Definisi Kansei Engineering
Kansei engineering didefinisikan sebagai teknologi penerjemahan perasaan konsumen
(kansei) tentang produk yang akan datang (baru). Menjadi sebuah elemen desain, dengan
deginisi ini kansei engineering berusaha memproduksi produk baru berdasarkan perasaan
dan permintaan konsuen. Tujuan dari penelitian kansei engineering adalah untuk mencari
struktur emosi yang ada dibawah sikap atau tingkah laku manusia.
19

Kansei engineering adalah jenis teknologi yang menerjemahkan perasaan pelanggan


kedalam spesifikasi desain (Nagamachi & Lokman, 2011). Dengan mengambil perasaan
pelanggan, dengan nama kansei; menganalisa data menggunakan metode psikologi,
ergonomi, kedokteran, atau metode rekayasa; dan mendesain produk baru berdasarkan
analisis informasi. Kansei/affective engineering adalah teknologi dan proses rekayasa dari
data kansei kedalam spesifikasi desain.
Terdapat tiga titik fokus Kansei engineering, yaitu (Nagamachi (2001) dalam Schutte
(2002)):
1. Bagaimana cara memahami konsumen secara akurat?
2. Bagaimana mencerminkan dan menerjemahkan pemahaman Kansei ke dalam
desain suatu produk?
3. Bagaimana menciptakan sistem dan organisasi desain yang berorientasi Kansei?

Kansei engineering berhubungan dengan empat hal yaitu :


a. Untuk menangkap perasaan konsumen tentang produk menurut istilah ergonomis
dan estimasi psikologis. Semantic Differential (SD) yang dikembangkan oleh
Osgood merupakan teknik utama untuk menangkap kansei konsumen (Jayne Al
Hindawe, 1991). Penjelasan konsep mengenai Semantic Differential dapat
ditunjukkan oleh gambar 2.2

Gambar 2.2 Semantic Differential Kansei Egineering


Sumber : Nagamachi, 1999

b. Untuk mengidentifiksi karakteristik desain produk dari kansei konsumen.


c. Untuk membangun Kansei engineering sebagai sebuah teknologi ergonomis.
d. Untuk menyesuaikan desain produk dengan perubahan sosial yang sedang terjadi.

2.5.2 Metode Kansei Engineering


Ada 6 metode Kansei engineering yang digunakan oleh nagamichi yaitu :
1. Kansei engineering Type-I Category Classification
20

Pada Kansei Type-I langkah pertama adalah menentukan strategi produk dan
menciptakan konsep dalam rancangannya. Kemudian mengumpulkan kata-kata
Kansei yang berkaitan dengan konsep. kata-kata Kansei bisa didapatkan dengan cara
wawancara, studi literatur, quesioner, dsb. Diagram proses mengenai Kansei
engineering type I adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Diagram Kansei engineering type I


Sumber : Nagamachi, 1999

Selanjutnya Kansei words yang telah terkumpul kemudian dikategoikan dan


dikolektifkan berdasarkan sifatnya, dan langkah terakhir mereduksi kansei words
tersebut berdasarkan levelnya, level tertinggi merupakan kansei words yang terpilih
dan mewakili kelompok kansei wordsnya. Kansei Type-I lebih dikenal dengan
sebutan konsep zero level yang terdiri dari beberapa subkonsep. Berikut ini
merupakan langkah- langkah dalam metode kansei engineering tipe 1:
1. Decision of strategy (Company Strategy)
Kansei engineering bermula dari keputusan strategi perusahaan, perusahaan ingin
menciptakan produk baru yang produk khususnya menggunakan kansei
engineering. Perusahaan mesti mempunyai konsep tertentu atau strategi untuk
produk baru. Sehinga seorang yang berpengalaman di bidang kansei engineering
mengamati dan mengerti dari apa yang diinginkan perusahaan. Seingga
perusahaan mendapatkan apa yang perusahaan inginkan pada pengembangan
produk baru hasil dari kansei engineering tersebut.
2. Collection of kansei words
Setelah mengetahui apa yang diinginkan oleh perusahaan, langkah awal yang
dilakukan peneliti adalah mengkoleksi kata kansei berkaitan dengan konsep
21

produk baru (mengenai 20-30 kata kansei). Dari kansei words yang telah ada
kemudian direduksi menjadi beberapa kata kansei yang relevan dan penting.
3. Setting of SD Scale
Setelah kansei words telah terkumpul, maka tahapan selanjutnya adalah
mengembangan skala semantic differential, Ada berapa skala yang bisa digunakan
pada metode kansei engineering, 5 skala, 7 skala, 9 skala, atau 11 skala, namun 5
skala merupakan skala yang paling mudah dipahami oleh responden dan paling
mudah untuk di interpretasikan.
4. Collection of other product sample
Untuk membandingkan diantara produk yang sama dari perusahaan dan pembuat
lainnya. sample adalah koleksi dari perbedaan-perbedaan perusahaan yang
dimasukkan ke dalam benchmark . Misalkan perusahaan ingin mengembangkan
mengenai botol sampo, maka peneliti mengunmpulkan sampel berupa produk
botol sampo (terdiri dari 20-25 sample).
5. List item/category
Item atau kategori menggambarkan spesifikasi desain tentang produk sample yang
dikumpulkan. semua sifat produk dijelaskan. untuk warna, bentuk, ukuran, merek,
logo dan lain-lain. Peneliti harus hati-hati mengenai item dan kategori produk,
karena item dan katgeori produk yang terdefinisi dengan baik akan mengahilkan
desain yang baik dan sesuai.
6. Evaluation experiment
Pada tahap evaluasi ini, setiap subjek/responden mengevaluasi setiap sampel yang
telah dibuat dengan evaluasi semantic differential yang telah dibuat sebelumnya.
7. Statistical Analysis
Evaluasi data adalah analisa dari metode statistik, terutama dengan menggunakan
analisis statistik multivariat. Pada tahapan ini untuk mengukur korelasi/hubungan
dari setiap kansei words terhadap elemen desain.
8. Interpretation Of The Analyzed Data
Semua data harus dianalisis dari sudut pandang kansei engineering. Dengan
tujuan untuk mencari hubungan antara kansei manusia dan produk. dari data yang
dianalisis didapatkan hubungan kansei dengan spesifikasi desain. Kemudian dari
peneliti akan mengintrepretasikan hasil dari data kedalam desain produk.
22

9. The Explanation Of Data


Interprestasi data harus menjelaskan kepada perancang desain membuat desain
baru dengan bantuan dari pihak perusahaan, sehingga didapatkan konsep desain
yang baru.
10. Check The New Design Idea
Pada tahapan ini peneliti mengevaluasi dari desain baru yang telah dibuat, apakah
desain yang baru sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen, jika tidak
sesuai maka dari desainer dan peneliti harus memiliki ide yang lebih baik
mengenai desain yang telah dibuat.
2 . Kansei engineering System
Kansei engineering system adalah sebuah sistem dengan bantuan komputer yang
mendukung perasaan dan citra konsumen ke dalam elemen desain secara fisik. Dalam
hal ini komputer membantu dengan menghubungkan permintaan emosional dari
konsumen terhadap kerangka produk secara statistik, pada kansei engineering system
memiliki 4 basis data yaitu , basis data kansei words, basis data citra, basis
pengetahuan, dan basis data desain dan warna.
3. Hybrid Kansei engineering
Pada sistem kansei hibrid, sistem dari kansei ini sama seperti KES yaitu dengan
berbasis komputer, akan tetapi pada tipe hybrid ini dapat memprediksi kansei yang
timbul dari suatu produk, Pada sistem kansei hibrid ini terdiri dari 4 modul dan 5
database, 4 modul tersebut adalah modul design processing, inference, kansei word
processing, dan system cotroller. Kemudian pada database adalah database desain,
grafik, pengetahuan, citra dan database kansei words.
4. Pemodelan Kansei Enginerring
Pada pemodelan kansei engineering, berdasarkan pada model matermatis yang telah
dibangun, dari model matematis yang telah dibangun maka akan menafsirkan
perasaan dari setiap konsumen.
5. Virtual Kansei engineering
Pada tipe kansei engineering virtual, dilakukan dengan suatu presentasi virtual
dengan mengkombinasikan teknik virtual reality dengan sistem pengumpulan data,
dengan memberikan presentasi dari produk nyata
23

2.5.3 Pengembangan Metode Kansei engineering


Pada tahun 2004, Simon Schutet, Jorgen Eklund, dan Nagamachi mengembangkan
metode kansei engineering, dalam pengembangan metode kansei engineering ini dengan
melakukan pendeketan yang berbeda pada metode kansei engineering, apabila sebelumnya
terdapat 6 tipe kansei engineering yang berbeda dimana dalam metode tersebut melalui
tahapan yang kompleks, sehingga pada pengembanagan metode kansei engineering ini
hanya menggunakan prosedur/skema yang umum dalam kansei engineering. Pengembangan
konsep metode kansei engineering terdapat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Konsep kansei engineering


Sumber : Schttei,2004

Dari pengembangan konsep kansei engineering sekilas tidak ada yang berbeda dengan
kansei pada umunya. Langkah-langkah pada kansei engineering menunurut Schteei dan
nagamicihi adalah sebagai berikut :

1. Choosing the product domain


Pada tahapan ini adalah tahapan untuk melakukan seleksi pada grup atau pasar
mengenai produk yang akan diproduksi, dengan cara mengumpulkan beberapa
sampel produk yang merepresentasikan produk yang akan dibuat dengan metode
kansei engineering. Pada tahap ini adalah mendefinisikan produk dan mencari
representatif dari model bentuk tersebut.
2. Spanning the semantic space
Pada tahap spanning the semantic space ini ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, diantaranya adalah measuring the kansei. Pada tahapan measuring the
kansei adalah untuk sebuah metode yang digunakan untuk intrepretasi citra dari
konsumen terhadap suatu produk. Beberapa cara untuk menginterpretasikan adalah
24

melalui fisiologi, tingkah laku seseorang, dan dengan kata (kansei). Pada kansei
engineering ini dilakukan dengan cara kata. Sehingga dalam spanning the semantic
space ini terdapat 3 tahapan lagi, yaitu collection of kansei words, selection of kanse
words, dan compiling data. Pada collection of kansei words, adalah dengan cara
mengoleksi kata kansei yang didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya adalah
dari studi literatur, penelitian sebelumnya, pengguna, dan orang yang berkompeten
di bidangnya. Selanjutnya adalah tahapan selection of kansei words, pada tahapan ini
kansei words yang telah dikumpulkan direduksi dengan analisis faktor atau bisa
dilakukan dengan inspeksi secara manual dari peneliti.
3. Spanning the space of product properties
Pada tahapan ini mencari atribut yang berhubungan dengan produk yang akan dibuat,
pada saat menari atribut yang berhubungan bisa dilakukan dengan beberapa hal,
diantaranya adalah dengan cara manual yaitu atribut dari produk tersebut diperoleh
dari seleksi secara manual, kemudian cara yang lain juga adalah dengan
menggunakan focus grup discussion untuk menentukan elemen-elemen dari product
properties.
4. Synthesis
Pada tahap sintesis ini semantic space dan space of product properties dihubungkan,
mencari hubungan antar setiap kansei words dengan elemen daari product
properties, untuk mencari sintesis antara keduanya bisa dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan kualitatif dan kuantittif. Pada kualitatif dilakukan dengan cara peneliti
berdiskusi dengan desainer untuk mencari hubungan antara kansei dan item. Pada
kuantitatif dilakukan dengan metode statistik yang memanfaatkan model matematis
untuk menangkap apa yang diinginkan oleh konsumen
5. Test of Validity
Pada tahap ini model kansei telah dibuat, tetapi belum diuji apakah model yang telah
dibuat valid. Pada tahap ini bisa dilakukan dengan cara membandingakn hasil dari
kansei words sebelumnya dengan model yang telah selesai dibuat.
6. Model Building
Pada tahapan model building ini, ketika hasil dari validasi memuaskan maka dari
sintesis yang dilakukan bisa digunakan sebagai model dalam pengembangan produk
yang telah dibuat.
25

2.6 Analisis Faktor


Analisis faktor merupakan salah satu metode multivariate yang digunkan untuk
menganalisis variabel-variabel yang diduga memiliki keterkaitan satu sama lain sehingga
keterkaitan tersebut dapat dijelaskan dan dipetakan atau dikelompokan pada faktor yang
tepat (Imam, 2006).
Metode ini bertujuan untuk mereduksi sejumlah variabel menjadi lebih sedikit. Selain
itu, metode ini juga dapat menjelaskan tentang variabel yang bersifat dominan dalam suatu
permaslahan. Tujuan utama dari analisis faktor adalah mendeskripsiikan hubungan antara
variabel yang salung independen antara satu dengan yang lain, sehingga dapat dibuat
beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awalnya. Secara umum
terdapat dua tujuan dalam teknik analisis faktor yaitu, Data summarization dan data
reduction, yaitu untuk mengenali atau identifikasi adanya hubungan antar variabel dengan
melakukan uji korelasi, dan meringkas informasi yanng terkandung dalam sejumlah variabel
awal menjadi sebuah set faktor yang hanya terdiri dari beberapa faktor saja.

2.7 Analisis Konjoin


Analisis konjoin (conjoint analysis) adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat kepentingan atribut suatu produk, dan untuk mengetahui tanggapan
konsumen terhadap perubahan kombinasi atribut suatu produk (Simamora, 2005). Analisis
konjoin berguna untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap suatu produk yang
diluncurkan di pasar. Menurut Green & Krieger (1991) analisis konjoun dapat digunakan
untuk :
1. Merancang harga
2. Memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk, menguji coba konsep
produk baru
3. Segmentasi preferensi
4. Merancang strategi promosi
Analisis konjoin merupakan teknik multivariasi yang digunakan secara spesifik untuk
memahami bagaimana respoden mengembangkan pilihan produk-produk atau servis-servis.
Tahapan dalam analisis konjoin secara umum adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah
2. Mengkonstruksi stimulus
3. Menentukan bentuk data input
4. Membuat prosedur analisa konjoin
26

5. Menafsirkan hasil
6. Menguji relaibilitas dan validitas

2.8 Semantic Differential


Skala semantic differential merupakan cara yang efektif dan mudah untuk mendapatkan
sikap-sikap dari sebuah sampel besar. Sikap ini bisa diukur arah maupun intensitasnya.
Serangkaian tanggapan total memberikan gambaran komprehensif makna dari sebuah
obyek. Ini merupakan teknik dasar yang mudah diulang serta meniadakan masalah distorsi
tanggapan yang seringkali ditemukan dalam metode langsung (Cooper dan Sclinder, 2006).
Skala semantic differential dikembangkan oleh Osgood pada tahun 1957 untuk mengukur
makna psikologis dari sebuah objek terhadap seseorang. Pada 30 tahun kemudian semantic
differential ini menjadi pondasi dalam kansei engineering, Metode ini menggunakan rating
skala bipolar (dua kutub). Katakteristik bipolar mempunyai tiga dimensi dasar sikap
seseorang terhadap obyek, yaitu
a. Evaluatif
Evaluatif yaitu hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu obyek,
biasanya mengandung kata-kata yang berpasangan misalkan baik-buruk, tepat waktu
– tidak tepat waktu, benar-salah.
b. Potensi
Potensi yaitu kekuatan atau atraksi fisik suatu obyek untuk suatu perubahan,
misalkan kata besar-kecil, kuat-lemah.
c. Aktivitas
Aktivitas yaitu pada faktor ini menunjukkan tingkatan atau suatu perubahan,
misalkan kata cepat-lambat, panas-dingin, dan sebagainya.

2.9 Sampel
2.9.1 Definisi Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili secara kesueluruhan sifat dan
karakter populasi. Sebuah populasi dengan jumlah yang besar dapat diwakili dengan sampel
yang memiliki sifat sama atau kualitas yang sama seperti populasi (Sugiyono,2010). Dalam
pengambilan sampel terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar sampel memiliki
seluruh kriteria dari populasi, yaitu presisi dan akurasi. Presisi merupakan pertimbangan
mengenai estimasi yang mungkin muncul dalam pengemabilan data yang diakibatkan oleh
sampel. Akurasi merupakan sifat dan karakter sampel yang digunakan terhadap populasi.
27

2.9.2 Ukuran Sampel


Untuk pengukuran ukuran sampel pada dasarnya tidak ada aturan baku mengenai ukuran
dari sampel selama sampel dapat mewakili karakteristik dari populasi, namun menurut
roscoe dalam Sugiyono (2010) ukuran sampel dapat dibedakan menjadi 4, yaitu
1. Ukuran sapel lebih dari 30 dan kurang dari 5000 adalah tepat untuk penelitian
2. Jika sapel dipecah menjadi subsampel, ukuran sampel minimum setiap kategori
adalah 30
3. Dalam penelitian multivariate, ukuran sampel yang baik adalah sebesar 10x dari
jumlah variabel dalam penelitian
4. Untuk penelitian eksperimental dengan kontrol berupa eksperimen, penelitian yang
sukses adalah dengan sampel 10-20 sampel.

2.9.3 Jenis dan Metode Sampling


Sampling dapat dibedakan menjadi dua, yaitu probability sampling dan non
probability sampling. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan
peluang yang sama bafu setiap anggota populasi, sedangkan non probability sampling adalah
teknik sampling yang tidak memberi peluang yang sama untuk setiap anggota dari populasi
(Sugiyono 2010). Berikut ini merupakan jenis-jenis dari probability sampling menurut
Sugiyono (2010):
1. Simple random sampling
Simple random sampling merupakan pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata atau tingkatan dalam populasi tersebut.
2. Proportionate stratified random sampling
Proportionate stratified random sampling merupakan teknik pengambilan sampel
yang digunakan jika populasi memiliki beberapa tingkatan atau strata.
3. Disproportionate stratified random sampling
Disproportionate stratified random sampling merupakan teknik pengambilan
sampel yang digunakan jika populasi memeiliki beberapa tingkatan tetapi tidak
proporsional
4. Cluster sampling
Cluster sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang digunakan jika
populasi tidak terdirid ari individu-idividu tetapi terdiri dari kelompok-kelompok
antar individu.
28

Selain itu berikut ini merupakan jenis-jenis dari non probability sampling menurut
Sugiyono (2010) :
1. Sampling sistematis
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan urutan dari
anggota yang telah diberi nomer urut
2. Quota sampling
Quota sampling adalah teknik untuk menentukan ukuran sampel dari populasi yang
memiliki ciri-ciri tertentu hingga batas kuota yang diinginkan
3. Sampling aksidental
Sampling aksidental merupakan penentuan sampel secara kebetulan, yaitu siapa
saja yang bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel apabila sesuai
dengan sumber data
4. Purposive sampling
Puropsive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu, yaitu pemilihan sekelompok objek sampling yang disesuaikan dengan
kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitan

2.10 Ergonomi
2.10.1 Definisi Ergonomi
Menurut organisasi asosiasi ergonomi internasioanl (IEA) ergonomi atau human factor
adalah sebuah disiplin keilmuan yang memiliki fokus dalam memahami interaksi antara
manusia dan elemen lainnya didalam sebuah sistem. Ergonomi adalah pekerjaan yang
mengaplikasikan teori,prinsip,data dan metode didalam mendesain dengan tujuan
optimalisasi keberadaan manusia dan keseluruhan performa dalam suatu sistem. Ergonomi
memberikan kontribusi kepada desain dan evaluasi aktivitas kerja, pekerjaan, produk,
lingkungan dan sistem dengan tujuan membuat semua itu sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan dan keterbatasan manusia.Sedangkan menurut Suma’mur (1989) , Ergonomi
adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan
terhadap orang atau sebaliknuua, dengan tujua tercapainya produktivitas kerja dan efisiensi
yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia dengan optimal. Ergonomi
adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup yang anata lain meliputi penyerasian
perkejaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja.
Ergonomi menurut Bridger (1995), Ergonomi merupakan ilmu yang memiliki perhatian
pada desain dari sistem dimana manusia melakukan sebuah aktivitas pekerjaan. Asal kata
29

ergonomi berasal dari bahasa yunani , yaitu ergon yang berarti bekerja dan nomos yang
berarti hukum. Ergonomi bertujuan untuk memastikan kebutuhan manusia akan keselamatan
dan efisiensi pekerjaan selama merka berrada dalam lingkungan kerjanya.

2.10.2 Ruang Lingkup Ergonomi


Menurut organisasi asosiasi ergonomi internasional (IEA) ergonomi adalah sebuah
disipilin ilmu yang berorientasi terhadap sistem, yang sekarang telah berkembang meliputi
semua aspek didala kehidupan manusia. Mengaplikasikan ergonomi, haruslah memiliki
pemahaman yang luas mengenai seluruh lingkup dari keilmuan ini. Ilmu ergonomi memliki
beberapa domain spesialisasi, diantaranya adalah :
a. Fisikal ergonomi yaitu keilmuan yang memiliki fokus pada anatomi manusia,
antropometri, psikologi dan biomekanik karakteristik yang terkait dengan aktivitas fisik.
b. Kognitif ergonomi yaitu keilmuan yang memiliki fokus pada proses mental, seperti
persepsi, ingatan, alasan dan respon motorik yang merupakan hasil dari interksi antara
manusdia dengan elemen lain didalam sebuah sistem.
c. Organisasional ergonomi adalah keilmuan yang memiliki fokus pada optimalisasi
sistem sosioteknik, termasuk struktur organiasai , kebijakan dan proses.

2.10.3 Cultural Ergonomics


Dalam bukunya yang berjudul Culture Ergonomics, Jackson (2014) menjelaskan bahwa
cultural ergonomics merupakan pendekatan terhadap desain sebuah produk, pengembangan
dan evaluasi terhadap sistem yang ada.Tahapan pengembangan desain dari aspek ergonomi
dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.5

Gambar 2.5 Pengembangan desain dari aspek ergonomi


Sumber : Kreifeld dan Hill, 1976
30

Tujuan dari cultural ergonomics adalah untuk memastikan sistem atau produk yang
dibuat didesain sesuai dengan kebutuhan oleh orang yang merasakannya. Dimana sebuah
produk dapat bermanfaat bagi semua individu yang terlibat, akibat dari keragaman budaya
yang ada pada suatu tempat yang mengakibatkan adanya integrasi antara individu yang
memiliki budaya yang berbeda satu sama lain. Dalam desain sebuah produk culture
ergonomics adalah sebuah pendekatan untuk variasi interaksi dan pengalaman yang
ditawarkan benda tersebut kepada pengguna berdasarkan budaya.
Jackson (2014) menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi alasan pentingnya
pendekatan cultural ergonomics dalam sebuah desain adalah sebagai berikut :
1. Migrasi dari manusia ke wilayah perkotaan, mengenalkan pada beberapa pekerjaan baru
dan sistem kerja yang baru misalnya pada industri, jasa, pendidikan, pelayanan
kesehatan, transportasi dan wisata.
2. Meningkatnya dominasi dari sistem kerja yang “informal” karena penyesuaian dari
keadaan sekitarnya, contohnya adalah tidak adanya regulasi yang tetap mengenai sistem
kerja, teknologi yang digunakan, dan praktek dari pekerjaan ( pekerja imigran, pekerja
musiman, buruh dan pembantu rumah tangga )
3. Perubahan secara global yang meliputi musim, tragedi kemanusiaan, konflik, bencana
dan kerjasama antar negara
4. Tren yang berkembang di masyarakat mengenai kesehatan, pola hidup konsumtif yang
mengarah pada proporsional bentuk tubuh dan meningkatnya berat badan.
Tahapan dalam cultural ergonomics adalah yang pertama adalah menerjemahan dari
suatu budaya yang ada, yaitu dengan cara identifikasi aspek aspek budaya apa saja yang ada
pada daerah tersebut, kemudian yang kedua adalah dengan menerjemahkan aspek budaya
tersebut kedalam suatu desain barang,yang berupa infromasi desain tersebut dan elemen
elemen yang ada pada desain tersebut. Kemudian yang ketiga atau tahap yang terakhir adalah
dengan implementasi konsep desain tersebut terhadap desain yang akan dibuat sehingga
tercipta suatu produk yang memiliki atau mengandung nilai cultural ergonomics. Secara
keseluruhan tahapan dalam cultural ergonomics ada pada gambar 2.6
31

Gambar 2.6 Cultural ergonomics in interactional and experiental design


Sumber : Desmert dan Heckert, 2007

2.10.4 Peran Culture Ergonomics pada Desain Produk Konsumen


Suh dan Kwon (2002) mengemukakan bahwa beberapa konsumen dari sebuah produk
yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda memiliki opini tersendiri dari
sebuah produk tersebut, dan produk memiliki nilai yang berbeda bagi tiap konsumen yang
memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Evers dan Day (1997) mengemukakan bahwa
kebudayaan adalah sebuah hal yang kompleks yang memiliki banyak dimensi, Hofstede
(1984) mengemukakan bahwa penelitian yang dilakukan pada lebih dari 50 negara mengenai
sebuah kebudayaan, kebudayaan dapat diukur denan 5 dimensi, yaitu kesamaan hak,
individualisme, feminisme, tujuan jangka panjang, dan penanganan ketidakpastian. Selain
itu juga terdapat beberapa hal yang mempengaruhi yaitu umur, perilaku konsumsi, sosio
ekonomis.
Lamb, Hair, dan McDaniel (2008) membagi produk konsumen menjadi tiga bagian,
yaitu convenience products,shopping products, dan specialty products. convenience
products adalah produk yang dikonsumsi dan dibeli secara reguler, seperti makanan,
minuman, obat-obatan. shopping products merupakan produk yang dibeli pada periode
tertentu saja, konsumen lebih banyak melakukan pengamatan pada barang tersebut sebelum
membeli, dan pembelian barang tersebut juga dipengaruhi oleh aktualisasi dari kelas sosial
konsumen, seperti produk elektronik, perabotan rumah dan pakaian. specialty products
adalah produk dengan range harga paling mahal diantara dua jenis produknya, walaupun
terkadang produk ini dibeli unutk kebutuhan sehari hari, misalnya kendaraan mewah,
minuman dan makanan kelas atas, dan beberapa produk dari selebritas.
32

Dalam bukunya cultural ergonomics, Jackson (2014) menjelaskan terdapat beberapa


metode yang bisa digunakan untuk memahami peran dari culture ergonomics pada produk
konsumsi secara keseluruhan, dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.7 Matrix pengambilan data kualitatif dan kuantitatif


Sumber : Cultural ergonomics:Jackon, 2014

Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa metode yang bisa digunakan dalam
cultural ergonomics :
1. Survey
Dengan survey dilakukan untuk beberapa tujuan, diantaranya adalah untuk memperoleh
gambaran deskriptif, penjelasan, dan eksplorasi mengenai hal tersebut. Survey dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu yang pertama dengan kuisioner dan yang kedua
dengan interview.
2. Diskusi grup
Dengan diskusi grup, untuk mendengarkan dan mendapatan informasi yang diperoleh,
dengan cara mengumpulkan 5-10 orang yang ada di bidangnya kemudian saling
bertukar pendapat yang dipimpin oleh moderator. Diskusi grup juga dapat digunakan
untuk tahapan tes prototype dari sebuah produk sekaligus evaluasi terhadap produk
tersebut.
3. Observasi
Pada tahapan observasi dapat dilakukan dengan cara pengamatn langsung keadaaan
yang ada dilapangan. Dengan mempelajari perilaku masyarakat dan kebudayaannya.
Observasi merupakan teknik yang ideal untuk daerah yng mengalami asimilasi
multietnik dengan beragam budaya yang ada.
33

BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam penelitian yang akan dilaksanakan diperlukan dasar-dasar argumentasi ilmiah


yang berhubungan dengan konsep-konsep yang diperlukankan dalam penelitian dan akan
dipakai dalam analisis. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa dasar-dasar argumentasi
atau teori yang digunakan dalam penelitian.

3.1 Jenis Penelitian


Menurut Mohammad Ali (2006), penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu
dengan melalui penyelidikan atau melalui usaha mencari bukti-bukti yang muncul
sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sehingga diperoleh
pemecahannya. Sedangkan menurut Sugiyono (2010), terdapat beberapa jenis metode
penelitian yang dikelompokkan sebagai metode untuk karya ilmiah, yaitu:
1. Metode penelitian eksperimental
2. Metode deskriptif
3. Metode evaluatif
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluatif, evaluasi merupakan
salah satu penerapan dari penelitian yang digunakan untuk menentukan berhasil atau
tidaknya atau apakah ada manfaat/nilai dari suatu program atau kebijakan dalam pendidikan.
(McMillan dan Schumacher, 2010).
Objek dari penelitian ini adalah packaging makanan oleh oleh khas Kota Malang.
Melalui tahap pertama dalam penelitian ini menentukan produk mana yang akan dijadikan
objek penelitian, kemudian tahap keduanya adalah mengumpulkan sample dari pembeli dan
menjelaskan spesifikasi dari produk, tahap ketiga adalah melakukan proses penggalian ide
dari desain yang dilakukan dengan dua metode yaitu dari metode kansei engineering dan
cultural ergonomics. Selanjutnya adalah dilakukan dengan mengkombinasikan dari setiap
hasil yang didapat pada metode kansei engineering dan cultural ergonomics sehingga
didapatkan beberapa desain alternatif produk yang diwujudkan dalam suatu model nyata
desain kemasan, sehingga dari alternatif desain tersebut dapat digunakan sebagai
pertimbangan UMKM Keripik Tempe dalam memilih kemasan untuk produk dari UMKM
tersebut.

33
34

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Kota Malang dengan respondennya adalah para pembeli
oleh-oleh khas dari UMKM yang ada di Kota Malang. Penelitian dilakukan dari tanggal 1
Maret 2017 hingga tanggal 1 Agustus 2017.

3.3 Tahapan Penelitian


Penelitian ini memiliki beberapa tahap yaitu tahap pendahuluan, tahap pengumpulan
data, tahap pengolahan data serta tahap analisis dan pembahasan.

3.3.1 Tahap Pendahuluan


Adapun tahap pendahuluan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Metode studi literatur ini merupakan salah satu metode yang mana mengambil data atau
memperoleh informasi dari buku, jurnal ilmiah, penelitian- penelitian terdahulu, dan
literature bacaan yang lain. Dari studi literatur tersebut akan didapatkan informasi-
informasi mengenai kondisi umkm saat ini, kansei engineering, cultural ergonomics,
tahapan perancangan produk, perancangan kemasan, dan repositioning dalam
pemasaran, selanjutnya adalah informasi mengenai metode apa saja yang bisa
digunakan untuk mewujudkan desain dari kemasan ,dan jenis dari metode kansei
engineering yang akan digunakan.
2. Studi Lapangan
Metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi dari lingkungan secara langsung dari
permasalahan yang diteliti. Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui
kondisi permasalahan yang diteliti, yaitu : interview, brainstorming, observasi,
dokumentasi dan eksperimen.
3. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk mengetahui permasalahan awal dengan cara
melakukan pengamatan terhadap kondisi packaging yang ada di pasaran secara
langsung kemudian serta mengetahui perilaku konsumen terhadap pembelian terhadap
oleh-oleh UMKM khas Kota Malang berdasarkan aspek packaging. Informasi dari
penelitian-penelitian sebelumnya mengenai produk UMKM khas Kota Malang juga
digunakan untuk mengetahui permasalahan awal.
35

4. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dilakukan setelah mengidentifikasi masalah, masalah yang telah
teridentifikasi kemudian dibandingkan dengan keadaan nyata yang ada sehingga dari
perilaku konsumen akan diidentifikasikan menjadi citra atau kebutuhan dari konsumen.
5. Penetapan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian memuat uraian yang menyebutkan secara spesifik maksud atau tujuan
yang hendak dicapai dari penelitian dan berdasarkan perumusan masalah yang telah
disebutkan, yaitu mengetahui prioritas atribut-atribut yang menjadi keinginan
konsumen kemudian diwujudkan dalam sebuah produk barupa kemasan yang baru.

3.3.2 Tahap Pengumpulan Data


Data-data yang telah disebutkan sebelumnya diperoleh dengan berbagai metode.
Berikut adalah data yang digunakan dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini:
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari pengambilan data secara langsung oleh peneliti. Data primer
yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil wawancara dengan pihak UMKM,
hasil kuisioner dari pembeli. Data primer ini adalah kansei words yang didapatkan pada
saat wawancara, dan hasil dari sematic differential saat kuisioner dibagikan kepada
responden.
2. Data Sekunder
Data yang telah disediakan oleh Pemerintahan kota malang mengenai UMKM , Studi
literatur dan Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya. Beberapa aspek Kansei
words dan cultural ergonomics didapatkan dari penelitian serupa sebelumnya.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu metode
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan :
1. Metode penelitian kepustakaan (Library Research)
Metode penelitian kepustakaan merupakan metode dalam pencarian, mengumpulkan
dan menganalisis sumber data untuk diolah dan disajikan, sumber kepustakaan bisa
berupa penelitian- penelitian terdahulu dan buku-buku bacaan, dalam penelitian ini
literatur berhubungan dengan kansei engineering dan cultural ergonomics, mengenai
data kansei words serta preferensi dalam cultural ergonomics pada produk kemasan.
36

2. Metode penelitian lapangan (Field Research)


Metode ini digunakan dalam pengumpulan data secara langsung pada objek penelitian,
teknik penelitian lapangan yang dipakai dalam penelitianini adalah sebagai berikut:
a. Interview atau Wawancara dan Kuesioner
Suatu metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara mengajukan
pertanyaan kepada orang yang bersangkutan. Data yang diperoleh dari teknik
wawancara dan kuisioner ini adalah merupakan tanggapan dari konsumen mengenai
packaging yang ada dalam produk yang diteliti. Pengambilan sample yang digunakan
pada penelitian ini adalah dengan cara puposive sampling yaitu dengan mengambil
sample yang memiliki karakteristik, ciri, dan kriteria sample tertentu yang dinilai
sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian dalam sebuah populasi. Peneliti
menentukan siapa saja yang pantas menjadi sample, dimana sample yang digunakan
adalah para konsumen produk UMKM keripik tempe.
b. Observasi
Suatu metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara mengadakan
pengamatan langsung terhadap keadaan yang sebenarnya. Data yang diperoleh dari
teknik observasi ini adalah gambaran mengenai produk yang dijual kepada konsumen
dan kondisi packaging yang ada saat ini.

3.3.3 Tahap Pengolahan Data


Data yang terlah dikumpulkan selanjtunya akan diolah dan analisis. Adapun langkah-
langkah yang digunakan untuk melakukan pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan data kansei engineering
a. Pengujian kelayakan kuesioner
Dalam proses ini, data yang telah dikumpulkan di uji terlebih dahulu untuk
mengetahui kelayakan kuesioner, yaitu uji reliabilitas dan validitas.
b. Analisis Statistik
Dalam proses ini data yang telah dikumpulkan diolah (analisis faktor dan analisis
konjoin) dengan menggunakan software pengolah statistik. Analisis faktor
digunakan untuk mereduksi kata kansei menjadi lebih sederhana, sedangkan
analisis konjoin digunakan untuk mengetahui hubungan dan kombinasi antara
kata kansei dan elemen desain.
37

Untuk proses analisis faktor melalui beberapa tahapan yaitu :


1. Melakukan uji korelasi antar variabel.
2. Uji kelayakan dan kecukupan dengan melakukan uji Bartlett’s test dan KMO.
3. Melakukan factoring dari variabel yang telah lolos pada uji variabel dengan
component analysis
4. Melakukan proses factor rotation, untuk memperjelas variabel yang masuk ke
faktor terntu.
5. Setelah faktor terbentuk, dimulai dengan memberikan penamaan pada faktor
dengan cara melihat variable apa saja yang menyususn faktor tersebut.
Untuk proses analisis konjoin adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah
2. Mengkonstruksi stimulus
3. Menentukan bentuk data input
4. Membuat prosedur analisa konjoin
5. Menafsirkan hasil
6. Menguji reabilitas dan validitas
c. Sintesis kansei words dengan product properties
Hasil dari setiap kansei words pada analisis faktor kemudian dilakukan sintesis
secara kualitatif dengan product properties, sedangkan sintesis secara kuantitif
dilakukan pada analisis konjoin. Dari kedua sintesis tersebut didapatkan spesifikasi
desain dari metode kansei engineering.

2. Pengolahan data cultural ergonomics


a. Identifikasi
Pada tahapan identifikasi ini, dilakukan identifikasi pada faktor faktor yang
berpengaruh terhadap cultural product, khususnya pada aspek kemasan makanan.
b. Translate
Dari hasil identifikasi faktor fakotr yang berpengaruh terhadap cultural product,
kemudian diterjemahkan ke dalam konsep desain kemasan.
c. Implementasi
Dari konsep desain kemasan tersebut kemudian diimplementasikan pada bentuk
model nyata dari desain kemasan tersebut.
38

3. Perbandingan dan Kombinasi dari hasil metode kansei engineering dan cultural
ergonomics
Hasil dari kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dan dikombinasikan untuk
membentuk desain kemasan berdasarkan 3 aspek, yaitu fungsional, tampilan, dan
legalitas, kemudian hasil dari kombinasi diseleksi dengan matriks penyaringan konsep
untuk mencari desain kemasan yang memiliki kombinasi paling sesuai dengan
keinginan konsumen.

3.3.4 Tahap Analisis dan Pembahasan


Tahap analisis dan pembahasan dilakukan setelah tahap pengolahan data selesai
dilakukan. Tahap analisis ini dilakukan setelah diketahui preferensi konsumen mengenai
kemasan yang diinginkan, kemudian dilakukan pembuatan beberapa alternatif produk.
1. Analisis dan Pembahasan
Setelah melakukan pengolahan data, kemudian hasil dari pengolahan data tersebut
dianalisis dan dibahas. Hasil dari pengolahan data dianalisis dan dibahas untuk
menentukan atribut yang dipakai dalam desain packaging beserta pertimbagan dari
aspek cultural ergonomics. Setelah itu dibuat beberapa alternatif konsep produk yang
dilanjutkan dengan pengujian alternatif produk, sehingga didapatkan alternatif produk
yang terpilih.
2. Penarikan Kesimpulan dan Saran
Setelah melakukan seluruh tahapan sebelumnya, kemudian penulis menyimpulkan hasil
pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Kesimpulan dan saran merupakan tahapan
akhir dari penelitian yang mencangkup semua hal yang sudah dilakukan dalam
penelitian.Kesimpulan pada penelitian ini adalah berupa alternatif produk berupa
kemasan yang terpilih dari kansei words dan masukan dari cultural ergonomics.

3.4 Diagram Alir Penelitian


Pada Gambar 3.1 berikut ini merupakan diagram alir penelitian dari awal dlakukan
penelitian hingga akhir dari penelitian.
39

Mulai

Studi Lapangan

Studi Literatur
Identifikasi Masalah
Tahap
Pendahuluan Perumusan Masalah

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Pengumpulan Data
Data Primer
Tahap 1. Kansei Words
Pengumpulan Data 2. Aspek Cultural Ergonomics

Data Sekunder
1. Kansei Words

Data Primer diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada responden,


sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian sebelumnya dan studi
kepustakaan

Identifikasi Spesifikasi Desain Dari Aspek Fungsional Kemasan Identifikasi Spesifikasi Desain Dari Aspek Penampilan dan Legalitas

Metode Kansei Engineering Metode Cultural Ergonomics

1. Pengumpulan data berupa kansei words 1. Pengumpulan data berupa penelitian mengenai perilaku pelangan
2. Penentuan kansei words yang relevan pada sematic differential terhadap kemasan
3. uji validitas dan reliabilitas, serta analisis faktor 2. Data dari pelanggan ditrasnformasukan menjadi alternatif desain
4. Peembuatan item dan kategori kemasan label kemasan
5. sintesis secara kualitatif dan kuantitif 3. Konsumen memilih label sesuai dengan keinginan
6. Pengumpulan kategori yang terpilih pada kasei enginnering

Perbandingan dan Kombinasi Hasil antara Kansei Engineering dan


Cultural Ergonomics dalam Aspek Design Brief

Tahap
Pembuatan Desain Alternatif konsep produk
Pelaksanaan penelitian

Pembuatan model nyata produk

Rencana pengembangan produk

Tahap Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


40

( Halaman ini sengaja dikosongkan)


41

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penjelasan tentang data-data yang akan
dikumpulkan. Selain itu, terdapat penjelasan tentang pengolahan data menggunakan teori
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, serta pembahasan dari hasil penelitian untuk
menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian.

8.1 Identifikasi Spesifikasi Desain Kemasan


Tahapan pertama dari penelitian pengembangan produk kemasan keripik tempe adalah
dengan melakukan identifikasi spesifikasi desain kemasan. Pada tahap ini dilakukan
penggalian ide kepada konsumen, ide yang diberikan oleh konsumen kemudian diolah
melalui metode kansei engineering dan cultural ergonomics. Dari metode kansei
engineering didapatkan beberapa spesifikasi desain dari segi fungsional, bentuk,bahan dan
corak kemasan secara keseluruhan didapatkan dari metode kansei engineering. Dari metode
cultural ergonomics didapatkan beberapa spesifikasi desain dari segi tampilan dan legalitas,
bentuk layout dan artwork serta informasi yang tertulis pada kemasan didapatkan dari
identifikasi faktor yang berhubungan dengan aspek cultural.

8.2 Analisis Kansei Engineering


Dalam analisis melalui metode kansei engineering, dimana pada metode ini
menerjemahkan perasaan pelanggan ke dalam spesifikasi desain, dilakukan dengan beberapa
tahapan. Tahapan pertama dari analisis ini adalah pengumpulan kansei words.

8.2.1 Pengumpulan Kansei Words


Tahap awal dalam metode kansei engineering adalah dengan mengumpulkan kansei
words, data yang dikumpulkan adalah kansei words yang berhubungan dengan kemasan
keripik tempe, data ini diperoleh dari wawancara, kuesioner terbuka, buku, dan jurnal.
Berdasarkan proses tersebut didapatkan 101 kansei words. Dari 101 kansei words tersebut
dilakukan strukturisasi, yaitu kansei words yang memiliki makna yang sama dikelompokkan
kemudian diwakili oleh satu kansei words yang dianggap representatif. Kansei words yang
optimal untuk mendapatkan konsep produk yang baik adalah 20-30 kata. Dari hasil

41
42

observasi didapatkan 22 kansei words yang berhubungan dengan kemasan keripik tempe.
Hasil kansei words ada pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1
Kansei words yang Didapat dari Observasi

1. Dekoratif – Praktis 8. Kompleks-Sederhana 16. Halus – Kasar


2. Moderen – Tradisional 9. Cerah - Gelap 17. Menarik – Membosankan
3. Tebal – Tipis 10. Lunak – Keras 18. Variaitf – Satu macam
4. Khas – Umum 11. Besar – Kecil 19. Berkualitas – tidak
5. Maksimalis – Minimalis 12. Fleksibel – Kaku berkualitas
6. Ergonomis – Tidak 13. Elegan – Biasa 20. Berwarna – Polos
ergonomis 14. Inovatif – monoton 21. Detail – Tidak detail
7. Polos – Berwarna 15. Terbuka – Rapat 22. Kasual – Formal

8.2.2 Penyusunan Kuesioner Pertama ( Semantic Differential )


Setelah mendapatkan kansei words, maka dilakukan evaluasi kuesioner pertama dengan
menyebarkan kuesioner kepada responden, setiap responden memberikan nilai pada setiap
kansei words, dimana setiap responden diberikan skala 5 semantic differensial seperti yang
disarankan oleh nagamchi untuk mempermudah evaluasi, pemberian skala ini digunakan
untuk membantu mengukur citra atau maksud dari psikologis konsumen terhadap desain
kemasan keripik tempe, dengan dimensi masing-masing skala yang dijelaskan pada Tabel
4.2.

Tabel 4.2
Skala Preferensi Konsumen dengan Semantic Differential
Skor Penjelasan
1 Jika citra produk yag diinginkan sangat berkaitan erat dengan kansei word disisi kiri skala
2 Jika citra produk yang diinginkan berkaitan erat dengan kansei word disisi kiri skala
3 Jika citra produk yang diinginkan berkaitan erat dengan kedua kansei words di kedua sisi skala
4 Jika citra produk yag diinginkan berkaitan erat dengan kansei word disisi kanan skala
5 Jika citra produk yag diinginkan sangat berkaitan erat dengan kansei word disisi kanan skala

Pada kuesioner pertama, ditambahkan beberapa gambar mengenai kemasan hasil


observasi untuk menstimulus preferensi perasaan konsumen terhadap kemasan, dalam
penilaian kansei words dilakukan dengan membuat 2 sisi yang berlawanan, yaitu pada
sebelah kiri yaitu positif, dan pada sebelah kanan merupakan kebalikan dari kansei words
43

yang ada pada sebelah kiri. Contoh kuesioner pertama terdapat pada Lampiran 1. Untuk
lebih jelasnya, penyusunan skala terhadap kansei words dijelaskan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3
Kuesioner Kansei words
No Kansei words 1 2 3 4 5 Kansei words
1 Dekoratif Praktis
2 Moderen Tradisional
3 Tebal Tipis
4 Khas Umum
5 Maksimalis Minimalis
6 Ergonomis Tidak Ergonomis
7 Berwarna Polos
8 Kompleks Sederhana
9 Cerah Gelap
10 Empuk Keras
11 Besar Kecil
12 Fleksibel Kaku
13 Elegan Biasa
14 Rapi Berantakan
15 Inovatif Tidak Inovatif
16 Terbuka Rapat
17 Halus Kasar
18 Visual Tekstual
19 Variatif Monoton
20 Berkualitas Tidak berkualitas
21 Detail Tidak detail
22 Kasual Formal

8.2.3 Uji Kecukupan Data


Data observasi dilakukan pada 110 responden konsumen keripik tempe khas kota
malang. Hasil dari observasi kuesioner 1 terdapat pada Lampiran 2. Ukuran sampel yang
dibutuhkan pada penelitian ini menggunakan metode liniar time function, karena ukuran
populasi yang tidak diketahui jumlahnya. Berikut ini merupakan persamaan linear time
function :
𝑇 −𝑇𝑜
𝑁= ...(3-1)
𝑇𝑖

Dengan

N = Jumlah sampel
T = Waktu yang tersedia untuk penelitian
To = Waktu pengambilan sampel
Ti = Jumlah waktu yang digunakan responden untuk pengisian kuesioner
Sehingga
240−160
𝑁= = 97,5 ~ 98
0,82
44

Dimana
N = Jumlah sampel
T = Waktu yang tersedia untuk penelitian ( waktu yang tersedia dengan 12 jam setiap
harinya, dan hari efektif 5 hari selama seminggu dan penelitian yang dilakukan
selama 1 bulan atau 4 minggu )
T = (12 x 5 x 4) = 240 jam
To = Waktu pengambilan sampel ( waktu yang digunakan untuk pengambilan sampel
adalah 8 jam setiap hari )
To = ( 8 x 20 ) = 160 jam
Ti = Jumlah waktu yang digunakan responden untuk pengisian kuesioner ( waktu yang
digunakan untuk mengisi kuesioner adalah selama 2 menit setiap kansei words,
dimana ada 22 kansei words, ditambah dengan menjelaskan bagian tata cara
pengisian dan penjelasan kuesioner selama 5 menit )
Ti = ( 22 x 2 ) = 44 menit + 5 menit = 49 menit
Karena nilai n’ > n, 110 > 98, maka jumlah sampel yang didapatkan telah mencukupi
karena melebihi dari jumlah sampel yang dibutuhkan. Penentuan 110 responden tersebut
dilakukan dengan cara puposive sampling yaitu dengan mengambil sample yang memiliki
karakteristik, ciri, dan kriteria sample tertentu yang dinilai sesuai dengan tujuan atau masalah
penelitian dalam sebuah populasi. Peneliti menentukan siapa saja yang pantas menjadi
sample, dimana sample yang digunakan adalah para konsumen produk UMKM keripik
tempe, baik yaang digunakan untuk konsumsi sehari hari atau buah tangan. Para konsumen
terdiri dari mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, dan wiraswasta yang berdomisili di Kota
Malang dan sekitarnya.

8.2.4 Uji Validitas


Setelah dilakukan pengumpulan data, maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji
validitas kuesioner, pengujian tersebut dilakukan dengan software statistik. Pada uji validitas
yang pertama ini jumlah kansei words adalah sebesar 22. Variabel bisa dikatan valid apabila
nilai Corrected Item Total Correlation lebih besar daripada nilai r Tabel (0,179), dengan df
= n -2 , dimana df = (110-2) = 118 dengan nilai taraf signifikansi 5% atau 0,05. Berikut ini
merupakan hasil Iterasi pertamanya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
45

Tabel 4.4
Iterasi Pertama Uji Validitas
No Kansei words Corrected Item Total Correlation Keterangan
1 Dekoratif - Praktis 0,228 Valid
2 Moderen - Tradisional 0,543 Valid
3 Tebal – Tipis 0,413 Valid
4 Khas – Umum 0,726 Valid
5 Maksimalis - Minimalis 0,044 Tidak Valid
6 Ergonomis - Tidak ergonomis 0,625 Valid
7 Berwarna - Polos 0,509 Valid
8 Kompleks - Sederhana 0,384 Valid
9 Cerah – Gelap 0,518 Valid
10 Lunak - Keras 0,348 Valid
11 Besar – Kecil 0,414 Valid
12 Fleksibel - Kaku 0,536 Valid
13 Elegan - Biasa 0,694 Valid
14 Rapi - Berantakan 0,762 Valid
15 Inovatif - Tidak Inovatif 0,748 Valid
16 Terbuka - Rapat 0,314 Valid
17 Halus - Kasar 0,658 Valid
18 Visual - Tekstual 0,716 Valid
19 Variatif - Monoton 0,758 Valid
20 Berkualitas – tidak berkualitas 0,332 Valid
21 Detail - Tidak detail 0,646 Valid
22 Kasual - formal 0,652 Valid

Dari hasil output iterasi pertama kansei words, diketahui bahwa terdapat 21 kansei
words yang valid, dan 1 kansei words yang tidak valid. 21 kansei words yang valid adalah
dekoratif, moderen, tebal, khas, ergonomis, berwarna, kompleks, cerah, lunak, besar,
fleksibel, elegan, rapi, inovatif, terbuka, halus, visual, variatif, berkualitas, detail, dan kasual.
Sedangkan untuk kansei words yang tidak valid adalah kata maksimalis. Karena pada iterasi
pertama terdapat data yang tidak valid, maka dilakukan tahapan iterasi kedua, yaitu dengan
menghilangkan kata yang tidak valid. Hasil perhitungan iterasi kedua terdapat pada Tabel
4.5

Tabel 4.5
Iterasi Kedua Uji Validitas Kansei Words 1-10
No Kansei words Corrected Item Total Correlation Keterangan
1 Dekoratif - Praktis 0,228 Valid
2 Moderen - Tradisional 0,543 Valid
3 Tebal – Tipis 0,413 Valid
4 Khas - Umum 0,726 Valid
5 Ergonomis - Tidak ergonomis 0,625 Valid
6 Berwarna - Polos 0,509 Valid
7 Kompleks - Sederhana 0,384 Valid
8 Cerah - Gelap 0,518 Valid
9 Lunak - Keras 0,348 Valid
10 Besar - Kecil 0,414 Valid
46

Tabel 4.6
Iterasi Kedua Uji Validitas Kansei Words 11-21
No Kansei words Corrected Item Total Correlation Keterangan
11 Fleksibel – Kaku 0,536 Valid
12 Elegan – Biasa 0,694 Valid
13 Rapi - Berantakan 0,762 Valid
14 Inovatif - Tidak Inovatif 0,748 Valid
15 Terbuka - Rapat 0,314 Valid
16 Halus – Kasar 0,658 Valid
17 Visual - Tekstual 0,716 Valid
18 Variatif - Monoton 0,758 Valid
19 Berkualitas – tidak berkualitas 0,332 Valid
20 Detail - Tidak detail 0,646 Valid
21 Kasual - formal 0,652 Valid

Dari hasil output iterasi kedua kansei words, didapatkan bahwa seluruh data valid,
sehingga tidak perlu dilanjutkan untuk tahapan iterasi ketiga. Sehingga kansei words yang
valid adalah sebanyak 21 kata, yaitu dekoratif, moderen, tebal, khas, ergonomis, berwarna,
kompleks, cerah, lunak, besar, fleksibel, elegan, rapi, inovatif, terbuka, halus, visual,
variatif, multilayer, detail, dan kasual. Untuk hasil tes iterasi pertama dan kedua terdapat
pada lampiran 3.

8.2.5 Analisis faktor


Setelah melakukan tahapan uji validitas dan uji reliabilitas, maka tahapan selanjutnya
dalam penelitian ini melakukan analisis faktor. Analisis faktor digunakan untuk
memfokuskan ruang tujuan dalam menentukan item dan kategori desain produk kemasan
berdasarkan citra dari perasaan konsumen dalam kansei words. Melalui analisis faktor,
kansei words disederhanakan tanpa menghilangkan informasi yang berarti.
Pada analisis faktor dilakukan beberapa tahapan, diantara tahapan dalam melakukan
analisis faktor adalah dengan membangun matriks korelasi, kemudian elakukan uji
kelayakan dan kecukupan data (menggunakan basis faktor) untuk mementukan data sudah
bisa dilakukan analisis faktor dengan tes nilai KMO (Kaiser – Meyer – Okun) dan tes
bartlett. Dilanjutkan dengan analisa Matrix Anti Image, Proses extraction, dan factor
rotation.

4.2.6.1 Penilaian Kelayakan Variabel


Data input analisis faktor adalah kansei words hasil dari uji validitas dan reliabilitas
pada iterasi kedua. Hasil dari tes KMO dan Bartlett terdapat pada Tabel 4.7.
47

Tabel 4.7
Hasil Tes KMO dan Bartlett
KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,843


Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 960,725

df 210

Sig. ,000

Berdasarkan dari Tes KMO dan Bartlett diketahui bahwa pada Tabel KMO dan bartlett's
test di atas terlihat angka KMO Measure of sampling Adequacy (MSA) adalah 0.843. Karena
nilai 0.568 ('> 0.5). Hal ini menunjukkan kecukupan dari sampel. Angka KMO dan Bartlet's
test (yang terdapat pada nilai chi-square) sebesar 960,725 dengan nilai signifikansi 0.000.
hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antar variabel dan layak untuk dianalisis lebih
lanjut. Sedangkan untuk output dari Anti-Images Matrices didapatkan Measures Sampling
of Adequacy (MSA) yang dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8
Rekapitulasi Nilai MSA
No Kansei words Nilai MSA Keterangan
1 Dekoratif - Praktis 0,416 Tidak Layak
2 Moderen - Tradisional 0,819 Layak
3 Tebal - Tipis 0,860 Layak
4 Khas - Umum 0,892 Layak
5 Ergonomis - Tidak ergonomis 0,944 Layak
6 Berwarna - Polos 0,794 Layak
7 Kompleks - Sederhana 0,549 Layak
8 Cerah - Gelap 0,864 Layak
9 Lunak - Keras 0,698 Layak
10 Besar - Kecil 0,606 Layak
11 Fleksibel - Kaku 0,835 Layak
12 Elegan - Biasa 0,833 Layak
13 Rapi - Berantakan 0,898 Layak
14 Inovatif - Tidak Inovatif 0,911 Layak
15 Terbuka - Rapat 0,550 Layak
16 Halus - Kasar 0,906 Layak
17 Visual - Tekstual 0,903 Layak
18 Variatif - Monoton 0,877 Layak
19 Berkualitas – tidak berkualitas 0,608 Layak
20 Detail - Tidak detail 0,901 Layak
21 Kasual - formal 0,863 Layak

Hasil dari pengamatan nilai pada Anti-Images Matrices diketahi bahwa variabel dapat
diproses lebih lanjut apabila semua nilai MSA > 0,5 , sedangkan pada data hasil pengamatan
terdapat salah satu kansei words yang nilai MSA < 0,5 yaitu kansei words Dekoratif-Praktis.
Sehingga perlu dilakukan iterasi kedua dengan mengeluarkan variabel/kansei words
48

tersebut. Hasil dari Iterasi kedua pada pengamatan nilai Anti-Images Matrices terdapat pada
Tabel 4.9.

Tabel 4.9
Rekapitulasi Nilai MSA Kansei Words 1-15
No Kansei words Nilai Keterangan
MSA
1 Moderen - Tradisional 0,817 Layak
2 Tebal - Tipis 0,871 Layak
3 Khas - Umum 0,888 Layak
4 Ergonomis - Tidak ergonomis 0,956 Layak
5 Berwarna - Polos 0,799 Layak
6 Kompleks - Sederhana 0,619 Layak
7 Cerah - Gelap 0,889 Layak
8 Lunak - Keras 0,703 Layak
9 Besar - Kecil 0,602 Layak
10 Fleksibel - Kaku 0,832 Layak
11 Elegan - Biasa 0,842 Layak
12 Rapi - Berantakan 0,897 Layak
13 Inovatif - Tidak Inovatif 0,912 Layak
14 Terbuka - Rapat 0,555 Layak
15 Halus - Kasar 0,917 Layak
16 Visual – Tekstual 0,901 Layak
17 Variatif – Monoton 0,875 Layak
18 Berkualitas – tidak berkualitas 0,624 Layak
19 Detail - Tidak detail 0,898 Layak
20 Kasual – formal 0,863 Layak

Hasil dari pengamatan nilai pada Anti-Images Matrices diketahi bahwa variabel dapat
diproses lebih lanjut apabila semua nilai MSA > 0,5. Pada hasil iterasi diketahui bahwa
semua kansei words memiliki nilai MSA > 0,5 sehingga semua variabel/kansei words dapat
dianalisis lebih lanjut.

4.2.6.2 Proses Factoring/Extraction


Tahapan selanjutnya setelah penilaian kelayakan variabel dengan tes KMO dan Bartlett,
adalah proses melakukan ektraksi, yaitu dengan melakukan proses ekstraksi terhadap
variabel yang ada sehingga terbentuk menjadi beberapa faktor. Metode yang digunakan
dalam software statistik ini adalah metode PCA atau Principal Component Analysis. Hasil
dari proses ektraksi terhadap 20 kansei words dapat dilihat pada Tabel 4.10.
49

Tabel 4.10
Hasil Proses Ekstraksi Nilai Communalities

Pada Tabel 4.10 telah dihasilkan nilai communalities dari proses ekstraksi, dimana nilai
communalities sendiri menunjukkan keeratan hubungan antara variabel / kansei words
dengan faktor yang terbentuk. Misalnya pada kansei words moderen menunjukkan nilai
ekstraksi sebesar 0,558, hal ini menunjukkan bahwa kontribusi variabel / kansei words
moderen terhadap faktor yang terbentuk sebesar 0,58 %. Pada proses factoring / extraction
juga dapat diketahui berapa faktor yang terbentuk. Hasil dari berapa faktor yang terbentuk
berdasarkan nilai eigenvalues dapat dilihat pada Tabel 4.11.
50

Tabel 4.11
Hasil Proses Ekstraksi Total Variance Explained

Pada Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa berdasarkan nilai eigenvalues yang didapatkan
terdapat adalah 5 faktor yang terbentuk dari 20 variabel / kansei words yang dimasukkan.
Terdapat hanya 5 faktor yang terbentuk karena nilai eigen values yang kurang dari 1 tidak
dimasukkan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk.

4.2.6.3 Proses Rotation Matrix


Setelah melalui tahapan proses ekstraksi, tahapan selanjutnya adalah dengan melalui
tahapan proses rotasi. Sebelum proses rotasi dilakukan, sebearnya terdapat hasil dari nilai
component matrix. Nilai component matrix dapat dilihat pada Tabel 4.12. Hasil dari
component matrix dilakukan rotasi karena untuk memudahkan atau menghilangkan
keraguan yang muncul pada saat akan menentukan suatu variabel akan masuk dalam
kelompok faktor yang mana sehingga dilakukan proses rotasi. Nilai dari rotated component
matrix dapat dilihat pada Tabel 4.13.
51

Tabel 4.12
Nilai Component Matrix

Tabel 4.13
Nilai Rotated Component Matrix

Setelah nilai dari component matrix dilakukan rotasi faktor dengan metode varimax,
maka diperoleh hasil yang terdapat pada Tabel 4.12 Terdapat perbedaan nilai korelasi
variabel dengan setiap faktor sebelum dan sesudah dilakukan rotasi varimax dengan Kaiser
52

Normalizastion terdapat pada Tabel 4.13. Terlihat pula bahwa setiap variabel hanya
berkorelasi kuat dengan salah satu faktor saja. Angka yang terdapat dalam tabel tersebut
disebut dengan factor loadings, sehingga nilai factor loadings yang paling besar
menunjukkan korelasi yang paling besar antara variabel / kansei words tersebut dengan
faktor yang telah terbentuk. Misalkan pada variabel / kansei words moderen memiliki nilai
korelasi dengan faktor 1 sebesar (0,637), dengan faktor 2 sebesar (0,181), dengan faktor 3
sebesar (0,082), dengan faktor 4 sebesar (-0,239), dan faktor 5 sebesar (-0,237). Dari nilai
korelasi terhadap faktor tersebut dapat dikatakan bahwa variabel/kansei words moderen
termasuk dalam faktor 1 karena memiliki nilai loading paling besar dengan faktor 1, yaitu
sebesar (0,637). Demikian juga untuk variabel / kansei words yang lain untuk menentukan
faktor dari variabel tersebut dengan cara mencari nilai loading yang paling besar diantara 5
faktor tersebut. Hasil pengelompokkan tiap variabel / kansei words kedalam 5 faktor terdapat
pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14
Hasil Pengelompokkan Analisis Faktor
Faktor
1 2 3 4 5
Moderen Kompleks Berwarna Tebal Berkualitas
Khas Lunak Terbuka Besar
Ergonomis Fleksibel
Cerah
Elegan
Rapi
Inovatif
Halus
Visual
Varitif
Detail
Kasual

Dari hasil pengelompokkan analisis faktor seperti yang ada pada Tabel 4.14, tahapan
selanjutnya adalah pemberian nama pada masing-masing faktor untuk memudahkan sintesis
antara kansei words dan product properties. Untuk faktor 1 dengan kansei words (Moderen,
Khas, Ergonomis, Cerah, Elegan, Rapi, Inovatif, Halus, Visual, Variatif, Detail, dan Kasual)
diberi nama user feeling. Kemudian untuk faktor 2 dengan kansei words (Kompleks, Lunak,
dan Fleksibel) diberi nama fungsional. Kemudian untuk faktor 3 dengan kansei words
(Berwarna, Terbuka) diberi nama model. Kemudian untuk faktor 4 dengan kansei words
(Tebal,Besar) diberi nama ketahanan, dan yang terkahir faktor 5 dengan kansei words
berkualitas diberi nama practical purpose. Dari hasil analisis faktor tersebut tahapan
selanjutnya adalah menentukan product properties dari kemasan keripik tempe.
53

8.2.6 Span The Space Properties


Setelah analisis faktor pada kansei words, tahapan selanjutnya adalah identifikasi dari
produk yang diteliti. Identifikasi yang dimaksud dalam span the space properties ini adalah
melakukan pengamatan pada contoh kemasan kemudian mengumpulkan semua atribut yang
ada, dan mencari atribut mana yang mempunyai hubungan yang erat dengan kansei words
yang telah dianalisis sebelumnya. Pengetahuan mengenai produk yang akan diteliti akan
sangat membantu dalam mengidentifikasi Product Properties dari kemasan. Pada proses
pemilihan atribut ini ditentukan sendiri oleh desainer dalam menentukan product properties.

8.2.7 Identifikasi Product Properties


Product properties merupakan hal-hal yang berkaitan erat dengan produk, dimana dalam
hal ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan produk kemasan keripik tempe. Dalam proses
identifikasi product properties kemasan keripik tempe, dilakukan berdasarkan pengetahuan
peneliti mengenai produk tersebut, hasil studi literatur, dan pendapat dari konsumen. Untuk
pengamatan dan pendapat dari konsumen dilakukan dengan membandingkan antar stimuli
dan mengidentifikasi dari setiap elemen desainnya. Menurut Nagamichi (1995) untuk
stimuli didapatkan dari 20-25 sampel.
Dari hasil studi literatur, didapatkan bahwa suatu kemasan dapat ditinjau dari 3 aspek,
yaitu segi fungsional, segi emosional dan penampilan, dan dari segi hukum legal
(Julianti;2014). Dari segi fungsional, kemasan ditinjau dari fungsi untuk melindungi
produknya, yang dibedakan menjadi struktur bentuk kemasan, kemasan penunjang selama
distribusi, penjualan sampai end user, cara penyimpanan, fungsi penunjang dan material
yang digunakan dalam kemasan tersebut. Material kemasan yag dapat digunakan dalam
produk makanan terbagi menjadi beberapa bahan, diantaranya adalah kertas karton, plastik
rigid, plastik semi rigid dan kemasan fleksibel ( alumunium foil, plastik, dan baking paper).
Sedangkan fungsi penunjang meliputi cara konsumen menyimpan produk dan distribusi
barang, cara konsumen menggunakan produk dan cara membuangnya setelah produk selesai
digunakan,dan cara produsen memasarkannya.
Dari segi emosional dan penampilan, kemasan ditinjau dari segi warna, layout, posisi
eye mark, artwork, toleransi warna, ketahanan warna dan bahan lainnya. Sedangkand ari
segi hukum/legalitas suatu kemasan harus memuat beberapa hal yaitu brand,varian produk,
berat neto, bahan yang digunakan, claims yang digunakan, nama perusahaan yang
memasarkan, nomor BPOM dan sertifikasi halal apabila sudah dilakukan, dan tanggal
produksi serta tanggal kadaluarsa.
54

Dari pengamatan peneliti dan pendapat dari konsumen, kemasan pada keripik tempe
dapat diidentifikasi dari segi bentuk, bahan/material kemasan yang digunakan, dan asesoris
tambahan yang ada dalam kemasan. Kemudian dari aspek desain meliputi dekorasi yang
menarik pada bagian kemasan yaitu warna,motif, dan label yang akan digunakan pada
kemasan keripik tempe.
Hasil dari pengamatan, wawancara, dan studi literatur kemudian dibandingkan dengan
kebutuhan penelitian. Pada penelitian ini hanya dilakukan untuk merancang kemasan keripik
tempe, sehingga yang perlu diperhatikan adalah hal-hal yang berpengaruh pada kemasan
keripik tempe saja, tidak memperhatikan kemasan pada saat proses distribusi dan proses
transportasi. Dari hasil perbandingan mengenai product properties didapatkan elemen
desain kemasan dibagi menjadi 5 item, yaitu bentuk, bahan, motif/label ,warna, dan sarana
pendukung kemasan.
Dari klasifikasi dari 5 item tersebut, tiap item dibedakan menjadi beberapa kategori.
Klasifikasi dari tiap item terhadap kategori adalah sebagai berikut, Bentuk dibedakan
menjadi bentuk kotak, pouch, dan tabung/segi enam. Bahan dibedakan menjadi alumunium
foil plastik, dan kertas printing. Selanjutnya label dan warna digabungkan menjadi aspek
corak warna yang dibedakan menjadi warna warni,bermotif dan polos. Kemudian yang
terakhir adalah sarana pendukung kemasan yang dibedakan menjadi handle dan window.
Untuk warna dan label tidak dijabarkan lebih detail karena aspek dari warna dan label akan
dijelaskan lebih lajut pada tahap analisis aspek cultural ergonomics pada desain kemasan
keripik tempe. Klasifikasi dari setiap item dan kategori kemasan keripik tempe terdapat
pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15
Klasifikasi Item dan Kategori dari Desain Kemasan Keripik Tempe
No Item No Kategori Kode
1 Kotak X11
1 Bentuk 2 Pouch X12
3 Segi enam/tabunng X13
1 Alumunium Foil X21
2 Bahan 2 Plastik X22
3 Kertas printing X23
1 Polos X31
3 Warna 2 Warna-warni X32
3 Bermotif X33
1 Window X41
4 Sarana pendukung
2 Handle X42
55

8.2.8 Sintesis antara Kansei Words dan Product Properties


Pada tahapan sintesis antara kansei words dan product properties, dapat dilaksanakan
dengan dua cara. Yang pertama dengan metode kualitatif, dan yang kedua dengan metode
statistik. Metode kualitatif digunakan karena seringkali desainer lebih memperhatikan apa
yang dibutuhkan oleh konsumen daripada konsumen itu sendiri, sedangkan metode statistik
digunakan agar konsumen dapat dengan mudah untuk menentukan apakah produk yang
sudah dibuat sesuai dengan kebutuhannya. Pada penelitian perancangan desain kemasan
keripik tempe UMKM khas Kota Malang, peneliti menggunakan dua metode tersebut, yaitu
metode kualitatif dan kuantititf. Hasil dari kedua metode tersebut yang berupa alternatif
desain akan dibandingkan dengan hasil dari aspek cultural ergonomics sebelum dilakukan
pengujian dengan market research untuk melihat desain mana yang lebih disukai oleh
konsumen.

8.2.8.1 Sintesis Kansei Words dan Product Properties dengan Metode Kualitatif
Pada tahapan sintesis antara kansei words dan product properties dengan metode
kualitatif, maka setiap kansei words dihubungkan dengan masing-masing elemen dari
product properties yang merpresentasikan dari kansei words tersebut. Pendekatan sintesis
dengan metode kualitatif ini dilakukan karena terkadang desainer lebih mengetahui apa yang
dibutuhkan oleh konsumen daripada konsumen itu sendiri. Pada sistesis dengan metode
kualitatif ini peneliti melakukan sintesis setiap kansei words dan product properties dengan
metode brainstorming. Brainstorming dilakukan dengan para desainer pada bidang
packaging, yaitu dengan para desainer tatarupa. Tatarupa sendiri merupakan salah satu
komunitas seni yang fokus terhadap packaging dari produk umkm khususnya Kota
Surabaya. Pada tahap brainstorming ini setiap desainer mengemukakan hubungan antara
kansei words dan product properties yang dalam bentuk tabel, setiap kansei words yang
berhubungan dengan item product properties, ditandai dengan tanda checklist kemudian
disertai dengan masukan untuk pengembangan produk dari masing-masing desainer. Hasil
dari brainstorming pada setiap faktor terhadap komponen produk menghasilkan 5 alternatif
konsep produk, yaitu :
Pada sintesis dengan metode kualitatif antara kansei words faktor 1 atau faktor user
feeling (moderen, khas, ergonomis, cerah, elegan, rapi, inovatif, halus, visual, variatif, detail,
dan kasual) dan product properties terdapat pada Tabel 4.16.
56

Tabel 4.16
Sintesis antara Kansei Words Faktor 1 dan Product Properties dengan Metode Kualitatif
Bentuk Bahan Warna Sarana pendukung
Kansei Words
Kotak Pouch Segi enam Foil Plastik Kertas Polos Warna warni Bermotif Window Handle
Moderen √ √ √
Khas √
Ergonomis √ √
Cerah √ √ √
Elegan √ √
Rapi √ √ √
Inovatif √ √
Halus √
Visual √ √ √
Variatif √ √
Detail √ √
Kasual √ √

Berdasarkan hasil sintesis, untuk faktor 1 atau user feeling memiliki kombinasi bentuk
kotak, bahan terbuat dari plastik dan kertas, berwarna warna warni dan bermotif, dan sarana
pendukung berupa handle. Berdasarkan masukan dari desainer, bahan terbuat dari plastik
dan kertas adalah untuk bungkus luar berupa kertas dan bungkus dalam yang bersentuhan
langsung dengan makanan terbuat dari plastik, kemudian untuk keperluan label saat digital
print menggunakan laminasi untuk menambah kesan menarik dan kasual bagi konsumen.
Selanjutnya pada sintesis dengan metode kualitatif antara kansei words faktor 2 atau faktor
fungsional (kompleks, lunak, dan fleksibel ) dan product properties terdapat pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17
Sintesis antara Kansei Words Faktor 2 dan Product Properties dengan Metode Kualitatif
Bentuk Bahan Warna Sarana pendukung
Kansei Words
Kotak Pouch Segi enam Foil Plastik Kertas Polos Warna warni Bermotif Window Handle
Kompleks √ √ √ √
Lunak √
Flkesibel √ √ √

Berdasarkan hasil sintesis, untuk faktor 2 atau fungsional memiliki kombinasi bentuk
pouch, bahan terbuat dari foil /alumunium foil, berwarna warna warni dan bermotif dan
sarana pendukung berupa window dan handle, berdasarkan masukan dari desainer untuk
memudahkan proses konsumsi oleh konsumen, pada alumunium foil ditambahkan dengan
ziplock pada bagian atas. Selanjutnya pada sintesis dengan metode kualitatif antara kansei
words faktor 3 atau faktor model (berwarna dan terbuka ) dan product properties terdapat
pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18
Sintesis antara Kansei Words Faktor 3 dan Product Properties dengan Metode Kualitatif
Bentuk Bahan Warna Sarana pendukung
Kansei Words
Kotak Pouch Segi enam Foil Plastik Kertas Polos Warna warni Bermotif Window Handle
Berwarna √ √ √ √
Terbuka √ √ √
57

Berdasarkan hasil sintesis, untuk faktor 3 atau model memiliki kombinasi bentuk kotak,
bahan terbuat dari palstik dan kertas, memiliki warna berwarna warni dan bermotif, dengan
sarana pendukung berupa window dan handle. Berdasarkan masukand ari desainer karena
bahan terdiri dari 2 bahan, maka menggunakan material utama kertas kemudian pada window
menggunakan bahan dari plastik, dan pembungkus yang bersentuhan langsung dengan
makanan dari plastik. Kemudian untuk menambahkan kesan berwarna pada pembungkus
plastik bisa ditambakan aksesoris berupa mini stiker untuk memberikan identitas pada
makanan. Selanjutnya pada sintesis dengan metode kualitatif antara kansei words faktor 4
atau faktor ketahanan (tebal dan besar) dan product properties terdapat pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19
Sintesis antara Kansei Words Faktor 4 dan Product Properties dengan Metode Kualitatif
Bentuk Bahan Warna Sarana pendukung
Kansei Words
Kotak Pouch Segi enam Foil Plastik Kertas Polos Warna warni Bermotif Window Handle
Tebal √ √ √ √
Besar √ √ √ √ √

Berdasarkan hasil sintesis, untuk faktor 4 atau ketahanan memiliki kombinasi bentuk
segi enam, bahan terbuat dari palstik dan kertas, memiliki warna berwarna warni dan
bermotif, dengan sarana pendukung berupa window dan handle. Berdasarkan masukan ari
desainer karena bahan terdiri dari 2 bahan, maka menggunakan material utama kertas
kemudian pada window menggunakan bahan dari plastik, dan pembungkus yang
bersentuhan langsung dengan makanan dari plastik. Kemudian untuk menambahkan kesan
besar warna yang digunakan atau motif yang digunakan bisa menggunakan warna yang
cerah agar memberi kesan mengisi ruang. Selanjutnya pada sintesis dengan metode kualitatif
antara kansei words faktor 5 atau faktor practical purpose (berkualitas) dan product
properties terdapat pada Tabel 4.20

Tabel 4.20
Sintesis antara Kansei Words Faktor 5 dan Product Properties dengan Metode Kualitatif
Bentuk Bahan Warna Sarana pendukung
Kansei Words
Kotak Pouch Segi enam Foil Plastik Kertas Polos Warna warni Bermotif Window Handle
Berkualitas √ √ √ √

Berdasarkan hasil sintesis, untuk faktor 5 atau practical purpose memiliki kombinasi
bentuk pouch, bahan terbuat dari foil, memiliki warna polos, dengan dengan sarana
pendukung handle. Berdasarkan masukan dari desainer untuk menambahkan kesan produk
yang berkualitas kombinasi warna yang digunakan sebaiknya tidak terlalu banyak, kemudian
untuk label digital print menggunakan kertas laminasi.
Berdasarkan hasil sintesis antara kansei words dan product properties dengan metode
kualitatif diketahui terdapat 5 alternatif konsep desain yang dihasilkan beserta masukan dari
58

tim desainer kepada peneliti. Kemudian dari alternatif konsep desain yang dihasilkan
sintesis antara kansei words dan product properties baik metode kualitatif dan kuantitaitf
akan dibandingkan hasil dari analisis desain kemasan metode kansei engineering dengan
metode cultural ergonomics sebelum dilanjutkan pada tahapan pengembangan desain.

8.2.8.2 Sintesis Kansei Words dan Product Properties dengan Metode Statistik
Pada tahapan sintesis antara kansei words dan product properties dengan metode
statistik, maka metode yang digunakan adalah dengan melakukan analisis konjoin. Analisis
konjoin dilakukan untuk mengetahui hubungan antara item dan kansei words melalui
kuesioner semantic differential. Kuesioner semantic differential yang digunakan pada
metode analisis konjoin berbeda dengan kesioner semantic differential yang pertama.
Kuesioner semantic diffferential yang pertama responden hanya mengavaluasi kansei words
yang sesuai dengan keinginannya sedangkan kuesioner semantic differential yang kedua
responden mengevaluasi masing- masing sampel produk terhadap kansei words.
Tujuan dari evaluasi masing-masing sampel produk terhadap kansei words adalah untuk
mengalisan hubungan antara kansei words dengan item dalam kemasan keripik tempe. Pada
analisis konjoin terbagi menjadi beberapa tahapan, yang pertama adalah dengan menyiapkan
sampel produk dengan card design, yang kedua adalah evaluasi dengan semantic
differential, dan yang terakhir adalah pengolahan data analisis konjoin.

8.2.8.2.1 Menyiapkan Sampel Produk dengan Card Design


Dalam analisis konjoin dilakukan dengan menggunakan software pengolah statistik,
tahap awal dari analisis konjoin adalah dengan menyiapkan sampel produk dengan card
design, stimuli/sampel dari produk kemasan keripik tempe ini disusun berdasarkan data yang
didapatkan dari penentuan item dan kategori pada saat identifikasi product properties. Tahap
pertama dalam menyiapkan sampel produk adalah dengan membuat file konjoin untuk
mendapatkan sampel kombinasi desain kemasan keripik tempe kemudian memasukkan
perintah syntax pada program pengolah statsitik seperti pada Gambar 4.1 :
59

ORTHOPLAN
/FACTORS=
BENTUK 'bentuk' ('Kotak' 'pouch' 'Tabung/segienam')
BAHAN 'bahan' ('Alumunium foil' 'Plastik' 'Kertas Printing')
WARNA 'warna' ('Polos' 'warna warni' 'bermotif')
LABEL 'label' ('Digital printing' 'Kertas stiker')
/HOLDOUT=0.
SAVE OUTFILE='D:\CONJOINT SOAL 2.SAV'.

Gambar 4.1 Perintah syntax card design software pengolah statistik

Dari hasil perintah syntax didapatkan kombinasi dari setiap sampel produk. Total
kombinasi yang didapatkan adalah sebanyak 9 sampel produk Dari 9 sampel produk akan
digunakan untuk evaluasi eksperimen dengan semantic differential, akan tetapi menurut
Aaker (2003), jumlah stimuli yang terlalu banyak akan menimbulkan kesulitan bagi
responden untuk menilai setiap profil stimuli yang ditanyakan, sehingga responden bisa
mengacuhkan variasi stimuli yang kurang penting serta membutuhkan waktu yang lama
untuk menjawabnya”. Sehingga dari jumlah stimuli/sampel yang terlalu banyak bisa
dilakukan pengurangan stimuli.sampel dengan ketentuan stimuli minimal. Berikut ini
merupakan rumus unuk menghitung jumlah minimum stimuli :

Minimum stimuli = Jumlah level - Jumlah faktor + 1 ....(3-2)


Sumber : Santoso (2010)

Minimum stimuli = 11 – 4 + 1 = 8

Dari perhitungan jumlah minimum stimuli didapatkan hasil berupa jumlah minimum
stimuli sebesar 8 sampel, Penulis memilih 9 sampel produk yang akan digunakan utnuk
evaluasi dengan semantic differential. 9 sampel produk yang digunakan untuk evaluasi
dengan semantic differential terdapat pada Tabel 4.21
Tabel 4.21
Sampel Kombinasi Desain Kemasan Keripik Tempe
No Bentuk Bahan Warna Sarana penunjang
1 Tabung/Segienam Kertas Bermotif Window
2 Tabung/segi enam Kertas Polos Handle
3 Pouch Alumunium foil Warna warni Window
4 Pouch Kertas Bermotif Window
5 Pouch Plastik Bermotif Handle
6 Kotak Kertas Bermotif Window
7 Kotak Plastik Polos Window
8 Tabung/segi enam Kertas Warna warni Window
9 Kotak Kertas Polos Handle
60

8.2.8.2.2 Evaluasi Eksperimen dengan Semantic Differential


Setelah mendapatkan kombinasi desain kemasan keripik tempe, maka dilakukan
evaluasi kuesioner kedua dengan menyebarkan kuesioner kepada responden, responden
untuk kuesioner kedua sama seperti responden untuk kuesioner pertama. Setiap responden
memberikan nilai pada setiap kansei words, dimana setiap responden diberikan skala 5
semantic differensial pemberian skala ini digunakan untuk membantu mengukur citra atau
maksud dari psikologis konsumen terhadap masing-masing stimuli/sampel produk yang
diberikan kepada konsumen. Sehingga responden harus menganalisa masing-masing
stimuli/sampel produk terhadap masing-masing kansei words, dimana kansei words yang
digunakan pada kuesioner semantic diiferential yang kedua ini adalah kansei words hasil
analisis faktor pada subbab sebelumnya. Contoh kuesioner kedua terdapat di Lampiran 4.

8.2.8.2.3 Pengolahan Data Analisis Konjoin


Dalam analisis konjoin dilakukan untuk mengetahui hubungan antara setiap kansei
words dengan setiap item dan kategori yang ada di setiap sampel. Pada analisis konjoin
menggunakan perintah Syntax dari program pengolah statistik. Input yang digunakan
merupakan nilai rata-rata setiap kansei words pada setiap sampel. Kansei words yang
digunakan merupakan kansei words hasil dari proses analisis faktor pada subbab
sebelumnya. Tahap pertama dalam pengolahan data analisis konjoin adalah dengan membuat
file konjoin kemudian memasukkan perintah syntax pada program pengolah statsitik seperti
pada Gambar 4.2 :
61

DATA LIST FREE/ QN S1 TO S9.


BEGIN DATA.
101 1,92 2,02 2,34 2,67 2,68 2,35 3,28 2,31 2,64
102 2,65 2,55 3,10 3,07 3,14 2,49 3,09 2,65 2,56
103 2,03 2,05 3,02 2,74 2,96 2,27 3,53 2,35 3,08
104 2,45 2,14 2,86 2,68 2,87 2,83 2,59 2,71 3,14
105 2,35 2,50 2,76 2,73 2,82 2,29 3,54 2,60 2,68
106 2,65 2,62 3,42 3,30 3,31 2,78 3,98 2,63 3,28
107 2,57 2,63 2,51 2,86 2,66 2,60 2,58 2,60 2,59
108 3,26 3,02 2,64 2,59 2,71 3,23 2,96 3,19 3,33
109 3,10 2,95 2,93 3,00 3,03 2,64 3,21 3,01 2,49
110 3,05 3,05 2,64 2,52 2,75 3,33 2,95 3,27 3,33
111 2,41 2,23 3,16 2,84 3,01 2,44 3,54 2,67 3,17
112 2,28 2,15 2,65 2,59 2,47 2,21 2,55 2,30 2,23
113 2,12 2,02 2,99 2,68 2,90 2,30 3,33 2,34 3,07
114 3,26 3,58 3,37 3,30 3,45 3,72 3,57 3,30 3,18
115 2,73 2,71 2,55 2,58 2,82 2,60 2,77 2,77 2,81
116 2,55 2,69 2,67 2,66 2,87 2,48 2,89 2,78 2,83
117 2,28 2,24 3,10 2,89 2,95 2,40 3,43 2,39 3,06
118 2,32 2,30 2,60 2,54 2,90 2,40 3,03 2,47 2,66
119 2,34 2,54 2,83 2,82 2,97 2,54 3,37 2,56 2,69
120 2,67 2,95 2,81 2,80 2,92 3,12 3,01 2,89 3,18
END DATA.
CONJOINT PLAN='D:\CONJOINT1113.SA V'
/FACTORS=
BENTUK 'bentuk' ('Kotak' 'pouch' ' Tabung/segienam')
BAHAN 'bahan' ('Alumunium foil' 'Plastik' 'Kertas Printing')
WARNA 'warna' ('Polos' 'warna warni' 'bermotif')
SARANA 'sarana pendukung' ('window' 'handle')
/SUBJECT=QN
/SCORE= S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9
/UTILITY='D:\CONJOINT1113 UTILITY.SA V'.

Gambar 4.2 Perintah syntax conjoint analysis software pengolah statistik

8.2.8.2.4 Interpretasi Hasil Analisis Konjoin


Hasil dari running syntax mengandung beberapa hal penting, diantaranya adalah nilai
utilities, importance values dan correlation. Nilai utilities menunjukkan tingkat pilihan level
antar atribut. Nilai utilities juga merupakan dasar untuk menentukan nilai kegunaan untuk
item bentuk kemasan, bahan kemasan, corak warna kemasan, dan sarana pendukung
kemasan. Nilai utilities merupakan perbedaan antara rata-rata suatu item terhadap nilai
konstan. Jika perbedaannya negatif, maka sampel sangat berhubungan dengan kata disisi kiri
pasangan kansei words, jika perbedaaannya positif maka sampel sangat berhubungan dengan
sisi kanan pasangan kansei words. Nilai importance value menunjukkan tingkat kepentingan
elemen desain yang ada pada setiap kansei words berdasarkan preferensi konsumen.
Semakin besar nilai importance value menunjukkan semakin besar kepentingan elemen
desain tersebut bagi konsumen. Hasil dari nilai utilities dan nilai importance value pada
setiap kansei words secara keseluruhan terpadat pada Lampiran 6. Berikut ini merupakan
62

contoh interpretasi analisis konjoin pada salah satu kansei words yaitu kansei words
moderen-tradisional.

Tabel 4.22
Nilai Utilities Kansei Words Moderen-Tradisional

Tabel 4.23
Nilai Importance Valuess Kansei Words Moderen-Tradisional

Dari Tabel 4.23 dan Tabel 4.24 dapat diketahui nilai dari utilities dan impotance values
dari kansei words moderen-tradisional. Dari nilai utilities apabila menunjukkan nilai negatif
maka item tersebut sangat berhubungan dengan kansei words yang ada pada sisi kiri skala,
begitu juga sebaliknya. Sehingga untuk kansei words moderen memiliki atribut Bentuk segi
enam, bahan terbuat kertas printing , mempunyai corak warna bermotif, dan memiliki sarana
penunjang berupa handle. Kemudian untuk kansei words tradisional memiliki atribut bentuk
kotak, bahan terbuat dari alumunium foil, mempunyai corak warna polos, dan sarana
penunjang berupa window. Berdasarkan nilai importance value secara berurutan dari nilai
yang paling besar adalah bentuk kemasan, bahan kemasan, corak warna kemasan, dan sarana
penunjang. Hal ini berarti untuk kansei words moderen tradisional bentuk kemasan memiliki
faktor yang paling penting diantara faktor yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa elemen
bentuk kemasan merupakan faktor yang mempengaruhi penambahan citra kansei words
tersebut dibandingkan elemen lainnya.
63

Dalam perhitungan analisa utilitas pada penelitian ini, menggunakan nilai utilitas terbaik
setiap kansei yang bernilai negaitif, hal ini dikarenakan pada saat penyebaran kuesioner
semantic differential 2, kansei words yang positif berada di sebelah kiri skala. Rangkuman
nilai utilitas terbaik pada setiap kansei words terdapat pada Tabel 4.24.

Tabel 4.24.
Rangkuman Nilai Utiliies Terbaik pada Setiap Kansei Words
Kode Kansei Bentuk Bahan Warna Sarana
101 Moderen Segienam Kertas Bermotif Handle
102 Tebal Segienam Kertas Bermotif Handle
103 Khas Segienam Kertas Bermotif Window
104 Ergonomis Segienam Kertas Polos Window
105 Berwarna Segienam Kertas Bermotif Handle
106 Kompleks Segienam Kertas Bermotif Handle
107 Cerah kotak Kertas Bermotif Handle
108 Lunak pouch Foil Polos Window
109 Besar kotak Kertas Berwarna Handle
110 Fleksibel pouch Foil Polos Window
111 Elegan Segienam Kertas Bermotif Window
112 Rapi Segienam Kertas Berwarna Handle
113 Inovatif Segienam Kertas Bermotif Window
114 Terbuka Segienam plastik Berwarna Handle
115 Halus pouch Kertas Bermotif Handle
116 Visual Segienam Kertas Bermotif Window
117 Variatif Segienam Kertas Bermotif Window
118 Berkualitas Segienam Kertas Bermotif Handle
119 Detail Segienam Kertas Bermotif Handle
120 Kasual Segienam Foil Bermotif Window

Pada Tabel 4.22 menunjukkan kombinasi dari setiap kansei words yang mempunyai
kesan bagi konsumen terhadap elemen desain. Misalkan pada kansei words moderen,
konsumen lebih cenderung memilih desain yang berbentuk segienam, berbahan kertas,
dengan corak warna bermotif dan sarana pendukung berupa handle. Untuk menentukan
elemen desain yang sesuai dengan keinginan konsumen, maka peneliti memilih elemen
desain yang paling sering muncul dari 20 kansei words. Elemen desain tersebut adalah
desain kemasan yang memiliki bentuk segienam/tabung kemudian dengan bahan berupa
kertas, memiliki corak warna yang bermotif dan dilengkapi dengan sarana pendukung
berupa handle. Nilai utilities rata-rata pada keseluruhan kansei words terdapat pada Tabel
4.25.
64

Tabel 4.25
Rangkuman Nilai Utilities Keseluruhan

Secara keseluruhan hasil dari nilai utilites, elemen desain dipilih dari nilai yang paling
besar pada setiap item. Elemen desain tersebut adalah desain kemasan yang memiliki bentuk
segienam/tabung kemudian dengan bahan berupa kertas, memiliki corak warna yang
bermotif dan dilengkapi dengan sarana pendukung berupa handle. Selain nilai utilites pada
analisis konjoin juga dapat dilihat nilai importance value pada setiap elemen desain. Nilai
importance setiap elemen desain pada setiap kansei words dapat dilihat pada Lampiran 5.
Rangkuman hasi dari pentingnya setiap elemen desain secara keseluruhan terdapat pada
Tabel 4.26.

Tabel 4.26
Rangkuman Nilai Importance Value

Berdasarkan hasil dari importance value secara keseluruhan pada Tabel 4.25 diketahui
bahwa untuk masing masing nilai importance value, tingkat kepentingan suatu item pada
produk kemasan keripik tempe adalah bentuk kemasan sebesar 39,219%, kemudian bahan
kemasan sebesar 27,798%, warna kemasan sebesar 25,364%, dan sarana penunjang sebesar
7,620%. Konsumen berpendapat bahwa bentuk kemasan merupakan faktor yang paling
penting daripada 3 faktor yang lain, hal ini dapat ditunjukkan bahwa nilai dari bentuk
kemasan memiliki nilai paling tinggi jika dibandingkan dengan nilai dari bahan kemasan,
warna kemasan, dan sarana penunjang kemasan. Hal tersebut memungkinkan karena bentuk
65

yang berbeda dengan bentuk yang ada selama ini lebih menarik perhatian dari konsumen
daripada faktor yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa desain kemasan yang sesuai
dengan keinginan oleh konsumen ditentukan secara berurutan oleh elemen desain berupa
bentuk kemasan, bahan kemasan, warna kemasan, dan sarana pendukung kemasan.
Setelah nilai utilities dan importance values, pada analisis konjoin juga diketahui nilai
output correlation. Nilai output correlation digunakan untuk hubungan antara elemen desain
dengan citra konsumen berupa kansei words. Nilai dari korelasi pearson dan kendall’s tau
digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel estimasi dengan citra
konsumen rata-rata aktual. Dengan kriteria nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan
nilai siginifikansi < 0,05 maka H1 ditolak. Hipotesa dari tes signifikansi berikut adalah :
H0 = Ada korelasi yang kuat antara variabel estimasi dengan citra konsumen (kansei words)
rata-rata aktual
H1 = Tidak Ada korelasi yang kuat antara variabel estimasi dengan citra konsumen (kansei
words) rata-rata aktual
Hasil analisis korelasi pada setiap kansei words dapat terdapat pada Lampiran 3.
Rangkuman hasil analisis kansei words secara keseluruhan terdapat pada Tabel 4.27.

Tabel 4.27
Rangkuman Output Korelasi Setiap Kansei Words
Kode Kansei Words Korelasi Pearson Tingkat Korelasi Kendall’s Tau Tingkat
Value Sig Korelasi value Sig Korelasi
101 Moderen 0,982 0,00 Kuat 0,889 0,00 Kuat
102 Tebal 0,962 0,00 Kuat 0,917 0,01 Kuat
103 Khas 0,980 0,00 Kuat 0,930 0,00 Kuat
104 Ergonomis 0,937 0,00 Kuat 0,722 0,03 Kuat
105 Berwarna 0,933 0,00 Kuat 0,778 0,02 Kuat
106 Kompleks 0,928 0,00 Kuat 0,778 0,02 Kuat
107 Cerah 0,975 0,00 Kuat 1,00 0,00 Kuat
108 Lunak 0,987 0,00 Kuat 0,944 0,00 Kuat
109 Besar 0,915 0,00 Kuat 0,667 0,00 Kuat
110 Fleksibel 0,917 0,00 Kuat 0,686 0,00 Kuat
111 Elegan 0,974 0,00 Kuat 0,944 0,00 Kuat
112 Rapi 0,939 0,00 Kuat 0,722 0,00 Kuat
113 Inovatif 0,983 0,00 Kuat 0,944 0,00 Kuat
114 Terbuka 0,961 0,00 Kuat 0,873 0,00 Kuat
115 Halus 0,988 0,00 Kuat 0,873 0,00 Kuat
116 Visual 1,00 0,00 Kuat 1,00 0,00 Kuat
117 Variatif 0,957 0,00 Kuat 0,889 0,00 Kuat
118 Berkualitas 0,998 0,00 Kuat 0,986 0,00 Kuat
119 Detail 0,976 0,00 Kuat 0,986 0,00 Kuat
120 Kasual 0,914 0,00 Kuat 0,778 0,00 Kuat
66

Dari hasil rangkuman output korelasi setiap kansei words pada Tabel 4.27 diketahui
bahwa setiap kansei words memiliki nilai korelasi yang kuat baik pada korelasi pearson atau
korelasi kendall’s tau karena memiliki nilai > 0,05. Kemudian untuk menguji nilai
signifikansi dari kedua korelasi diatas, kedua korelasi tersebut memiliki nilai signifikansi
cukup kuat karena memiliki nilai dibawah 0,05. Secara keseluruhan nilai korelasi dan nilai
signifikansi yang cukup kuat menunjukkan bahwa dari analisis konjoin dapat diandalkan
penggunaannya dalam memenuhi keinginan konsumen untuk mendesain kemasan keripik
tempe khas Kota Malang.

8.2.9 Alternatif Desain Kemasan Metode Kansei Engineering


Setelah dilakukan sintesis antara kansei words dengan product properties baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, didapatkan alternatif desain kemasan keripik tempe. Pada
tahapan sintesis secara kualitatif didapatkan 5 alternatif yang diidentifikasi dari faktor yang
terbentuk pada analisis faktor. Kemudian pada sintesis secara kuantitatif didapatkan 1
alternatif desain kemasan, yang didapatkan dari hasil analisis konjoin. Pada analisis konjoin
juga didapatkan nilai kepentingan dari setiap faktor/item desain kemasan, dimana pada
desain kemasan keripik tempe nilai kepentingan setiap faktor/item dari yang tertinggi hingga
terendah adalah bentuk kemasan, bahan kemasan, corak warna kemasan, dan sarana
pendukung kemasan. Berikut ini merupakan spesifikasi alternatif desain kemasan :
1. Alternatif 1
Pada alternatif 1 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk kotak, bahan terbuat dari plastik dan kertas, berwarna
warna warni dan bermotif, dan sarana pendukung berupa handle. Berdasarkan
masukan dari desainer, bahan terbuat dari plastik dan kertas adalah untuk bungkus
luar berupa kertas dan bungkus dalam yang bersentuhan langsung dengan makanan
terbuat dari plastik, kemudian untuk keperluan label saat digital print menggunakan
laminasi untuk menambah kesan menarik dan kasual bagi konsumen.
2. Alternaitf 2
Pada alternatif 2 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk pouch, bahan terbuat dari foil /alumunium foil, berwarna
warna warni dan bermotif, dan sarana pendukung berupa window dan handle,
berdasarkan masukan dari desainer untuk memudahkan proses konsumsi oleh
konsumen, pada alumunium foil ditambahkan dengan ziplock pada bagian atas.
3. Alternatif 3
67

Pada alternatif 3 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk kotak, bahan terbuat dari palstik dan kertas, memiliki
corak berwarna warna warni dan bermotif, , dengan sarana pendukung berupa
window dan handle. Berdasarkan masukan dari desainer karena bahan terdiri dari 2
bahan, maka menggunakan material utama kertas kemudian pada window
menggunakan bahan dari plastik, dan pembungkus yang bersentuhan langsung
dengan makanan dari plastik. Kemudian untuk menambahkan kesan berwarna pada
pembungkus plastik bisa ditambakan aksesoris berupa mini stiker untuk memberikan
identitas pada makanan.
4. Alternatif 4
Pada alternatif 4 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk segi enam, bahan terbuat dari palstik dan kertas,
memiliki warna berwarna warni dan bermotif, dengan sarana pendukung berupa
window dan handle. Berdasarkan masukan dari desainer karena bahan terdiri dari 2
bahan, maka menggunakan material utama kertas kemudian pada window
menggunakan bahan dari plastik, dan pembungkus yang bersentuhan langsung
dengan makanan dari plastik. Kemudian untuk menambahkan kesan besar warna
yang digunakan atau motif yang digunakan bisa menggunakan warna yang cerah agar
memberi kesan mengisi ruang.
5. Alternatif 5
Pada Alternatif 5 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk pouch, bahan terbuat dari foil, memiliki warna polos,
dengan sarana pendukung handle. Berdasarkan masukan dari desainer untuk
menambahkan kesan produk yang berkualitas kombinasi warna yang digunakan
sebaiknya tidak terlalu banyak.
6. Pada Alternatif 6 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk segienam/tabung kemudian dengan bahan berupa kertas,
memiliki corak warna yang bermotif dan dilengkapi dengan sarana pendukung
berupa handle.
Selanjutnya dari 6 alternatif konsep desain yang telah terpilih maka akan dibuat bentuk
berupa prototype dari desain yang telah terpilih yang akan dibandingkan dengan desain hasil
dari analisis cultural ergonomics untuk keperluan pengembangan desain lebih lanjut dalam
perancangan produk kemasan keripik tempe khas Kota Malang.
68

8.3 Analisis Aspek Cultural Ergonomics


Setelah melalui tahapan kansei engineering, maka untuk tahapan selanjutnya adalah
analisis aspek cultural ergonomics pada kemasan keripik tempe. Dalam analisis cultural
ergonomics untuk membuat desain yang berorientasi cultural product, ada tiga tahapan yang
harus dilakukan, yaitu tahapan identifikasi, translate, dan implementasi. Pada tahapan
identifikasi, dilakukan identifikasi dari faktor yang berpengaruh terhadap cultural product,
khususnya pada faktor kemasan makanan. Aspek cultural dapat mempengaruhi perilaku
konsumen dalam memilih barang yang akan dikonsumsi, yaitu bagaimana aspek cultural
dalam diri seseorang dapat mempengaruhi perilakunya dalam memilih suatu barang dan
aspek cultural yang berkembang dalam suatu grup tertentu dapat mempengaruhi perilaku
konsumsi dari anggotanya (Sheth, 1991). Sebagai contohnya dengan pendekatan
antropologi, adalah beberapa produk kecantikan setiap negara, dimana di beberapa negara
asia tenggara fokus kepada warna kulit, rambut,dan wajah. Sedangkan untuk negara eropa
dan amerika lebih kepada pakaian yang dipakai. Dari pendekatan estetika yang terdiri dari
warna,bentuk,dan material sebagai contohnya beberapa produk di negara malaysia dan
singapura dengan tema green packaging karena hijau merepresentasikan hutan, sedangkan
pada negara lain misalnya di Negara Mesir hijau melamangkan kematian, dan kriminalitas
di Negara Prancis ( Barber, 1998)
Kemudian pada tahap translate adalah dari masing-masih faktor yang telah
teridentifikasi diterjemahkan ke dalam konsep desain, dan yang terkahir adalah tahap
implementasi yaitu konsep desain yang telah terpilih, diimplementasikan pada konsep desain
kemasan secara keseluruhan. Analisis aspek cultural ergonomics pada tahap identifikasi,
peneliti hanya membandingkan dari pengamatan dan studi literatur sebagai pertimbangan
dalam desain produk kemasan, kemudian dilanjutkan peneliti membuat alternatif elemen
desain kemasan keripik tempe. Elemen desain kemasan yang telah dibuat kemudian
dibagikan kepada para responden, dimana responden melakukan penilaian dan memilih
elemen desain yang paling sesuai dengan keinginan responden.

8.4 Identifikasi Aspek Cultural Ergonomics pada Kemasan


Aspek cultural mengandung banyak dimensi, aspek cultural bisa dipengaruhi oleh
agama, sosioekonomi, etnis, kelompok masyarakat, perturan/hukum, daerah atau bahkan
negara (Hofstede, 1984). Setiap orang yang tumbuh dalam lingkungan yang sama
mempunyai kesamaan dalam hal pengalaman, akibat persamaan dalam hal pengalaman bisa
berarti setiap orang bisa mempunyai kesamaan dalam cara berpikir (Klein, 2004). Dalam
69

bukunya yang berjudul Cultural ergonomics The Methods and Applications, Jackson
menjelaskan aspek cultural juga berpengaruh pada consumer product. Consumer product
terdiri dari berbagai macam jenis produk dari produk yang dikonsumsi untuk kebutuhan
sehari-hari hingga produk yang dikonsumsi untuk keperluan aktualisasi diri. Consumer
product dibedakan menjadi 3 tipe produk, yaitu convience product, shopping product, dan
specialty product. Convenience product merupakan produk yang dikonsumsi sehari hari
seperti makanan dan minuman serta barang untuk kebutuhan rumah tangga, dan berada pada
range harga rendah serta memiliki khas tertentu antar setiap daerah dalam penggunaannya
sedangkan shopping product merupakan produk yang dikonsumsi pada frekuensi tertentu
akan tetapi tidak setiap saat dan berada pada range harga yang lebih tinggi daripada shopping
prodcut seperti barang elektronik, pakaian, dan perabotan. Sedangkan specialty product
merupakan barang yang dikategorikan dalam jenis barang yang mewah dan sigunakan
sebagai kebutuhan aktualisasi diri dan berada pada harga range yang keih tnggi daripada 2
tipe sebelumnya, contohnya adalah pada produk kendaraan mewah.
Keripik tempe khas Kota Malang merupakan salah satu jenis produk yang termasuk
dalam convenience product akan tetapi juga dapat termasuk dalam shopping product, yaitu
pada convenience product karena termasuk produk yang yang memiliki positioning pada
harga ekonomis dan produk lokal yaitu untuk produk oleh-oleh dimana setiap daerah
memiliki oleh-oleh yang berbeda, sedangkan shopping product karena hanya dikonsumsi
pada frekuensi tertentu, akan tetapi tidak termasuk dalam kelas harga yang menengah. Dari
hasil identifikasi aspek tersebut, maka untuk analisis cultural ergonomics pada keripik
tempe, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan desain kemasan
berdasarkan hasil identifikasi aspek tersebut, yaitu desain kemasan untuk produk
convenience dan shopping product, yaitu desain kemasan yang dikonsumsi pada frekuensi
tertentu, memiliki harga pada range bawah dan bersifat lokal (memiliki perbedaan antar
setiap daerah)
Analisis desain kemasan pada cultiral dilakukan karena kemasan dapat mempengaruhi
perhatian konsumen terhadap merek tertentu, meningkatkan citra, dan merangsang persepsi
konsumen tentang produk, dan kemasan juga bisa menyampaikan nilai khas suatu produk
(Underwood, 2003). Dalam membuat kemasan yang efisien, menurut Rita Kuvykaite (2009)
ada enam variabel yang harus dipertimbangkan yaitu bentuk, ukuran, warna, grafis, material
dan rasa. Demikian pula, Kotler (2003) yang membedakan enam elemen yang menurutnya
harus dievaluasi ketika menggunakan keputusan kemasan, yaitu ukuran, bentuk, bahan,
warna, teks dan merek.
70

8.4.1 Item dan Kategori Cultural Ergonomics


Pada tahapan identifikasi aspek cultural ergonomics, langkah yang selanjutnya
dilakukan adalah dengan identifikasi faktor apa saja yang dianggap dapat mempengaruhi
masyarakat dalam memilih produk makanan dan minuman berdasarkan respon dari
konsumen, pengetahuan peneliti dari produk tersebut, dan studi literatur. Dari hasil
identifikasi didapatkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam
membeli barang, diantaranya adalah warna kemasan, Jenis huruf, desain pembungkus,
informasi yang dicetak, gambar dan latar belakang. Berikut ini merupakan penjabaran dari
setiap faktor dalam cultural ergonomics pada desain kemasan makanan.
1. Warna kemasan
Warna memiliki efek yang kuat pada persepsi, oleh karena itu warna kemasan
menjadi hal yang penting. Pilihan warna yang tepat merupakan faktor penting dalam
menciptakan kesan yang diperlukan untuk mempengaruhi merek dan pilihan produk.
Warna kemasan memiliki peran penting dalam membedakan produk antara suatu
perusahaan dengan yang lain (Goffman, 2010). Menurut Cheskin ( 1951) dalam buku
Color For Profit, pemilihan warna dan kombinasi warna merupakan proses yang
diperlukan untuk menciptakan desain kemasan yang baik. Warna merupakan kunci
elemen dari desain, karena jelas dan memberi kesan. Dalam mendesain kemasan,
pemilihan warna sangat penting karena dapat menimbulkan respon tertentu terhadap
konsumen.
2. Desain pembungkus
Kemasan digunakan untuk mengidentifikasi produk. Hal ini memainkan peran
penting dalam menarik konsumen. grafis eye-catching membuat produk menonjol
dirak dan menarik konsumen. Grafis dapat mempengaruhi melalui warna dan garis
yang dicetak pada kemasan dengan tanda-tanda dan symbol yang diletakkan.
Hologram dan kombinasi dari berbagai bahan dapat mendorong konsumen untuk
menyentuh paket, sehingga membuat konsumen untuk mencoba produk (Ulrich R.
Orth, 2009).Desain kemasan juga dapat meningkatkan nilai dan fungsi dari sebuah
produk (Julianti, 2014).
3. Informasi yang dicetak
Informasi tercetak berisi semua informasi yang berhubungan dengan kualitas produk,
harga, deskripsi yang membantu untuk mengidentifikasi merek. Hal ini membantu
pelanggan untuk membuat keputusan yang tepat dan untuk membeli produk. Ini
71

adalah salah satu bagian yang paling terlihat dari produk dan elemen penting dari
bauran pemasaran (Shah et al,2013)
4. Gambar dan latar belakang
Background image adalah gambar yang dibuat dalam pikiran pelanggan yang
membantu untuk mengidentifikasi merek produk. Gambar pada kemasan berupa
situasi menarik (pegunungan, pantai, rumah mewah dan mobil) dapat membantu
memicu aspirasi gaya hidup (Rundh, 2009).
5. Jenis Huruf
Tipografi adalah sebuah ilmu dalam desain grafis yang mempelajari tentang seluk
beluk huruf (Sihombing, 2001,) Tipografi sering digunakan sebagai pedoman untuk
mendesain tulisan yang akan digunakan baik pada iklan maupun kemasan.
(Kusrianto,2007) menuliskan tipe-tipe huruf yang ada di dalam ilmu tipografi. Huruf
adalah elemen penting dari kemasan yang menarik perhatian pelanggan. Informasi
kemasan dapat menciptakan hasil yang bertentangan. Hal ini dapat menyebabkan
informasi yang menyesatkan atau tidak akurat melalui front kecil dan gaya penulisan
padat yang digunakan (Deliya, 2012).
6. Bentuk Garis dan Geometri
Bentuk grafis pada kemasan dapat digunakan untuk membantu mengatur informasi
visual kemasan, membangun perasaan tertentu, mengarahkan mata konsumen saat
membaca teks pada kemasan dan memisahkan tulisan-tulisan yang terdapat pada
kemasan (Klimchuk dan Krasovec, 2007)
Dari setiap faktor yang telah disebutkan yaitu warna kemasan, desain pembungkus,
informasi yang dicetak, gambar latar belakang, dan jenis huruf. Yang dianalisis pada
tahapan cultural ergonomics hanya warna kemasan, informasi yang dicetak, jenis huruf, dan
gambar latar belakang. Karena faktor tersebut merupakan faktor yang terdapat pada aspek
tampilan dan legalitas dari kemasan. Sedangkan dari desain bentuk dan material kemasan
yang dipilih adalah alternatif desain dari metode kansei engineering yang juga berdasarkan
penilaian citra konsumen terhadap suatu produk. Analisis tiap kategori pada metode cultural
ergonomics terdapat pada sub bab berikutnya.

8.4.1.1 Cultural Ergonomics Kategori Warna


Dalam analisis aspek cultural ergonomics pada kategori warna, peneliti menentukan
warna yang akan digunakan dalam kemasan keripik tempe. Warna yang terpilih dalam
tahapan cultural ergonomics ini akan digunakan sebagai warna utama dalam desain kemasan
72

keripik tempe dengan berbagai pertimbangan untuk menentukan komposisi desain terbaik
bagi konsumen. Karena pada warna kemasan makanan juga ditentukan berdasarkan jenis
makanan yang ada di dalamnya. Berikut ini merupakan arti dan makna dari masing-masing
warna menurut Klimchuk dan Krasovec (2007).
a. Merah
Warna merah menggambarkan cinta, api, nafsu, agresi, sifat impulsif, mendebarkan,
berani, kuat, kecanggihan, kesetiaan, keotentikan, keseriusan dan efektifitas.
b. Oranye
Warna oranye melambangkan energi, suka cita, antusiasme, petualangan, ceria dan
kepuasan.
c. Kuning
Warna kuning menggambarkan sebuah kehidupan, kehangatan, idealisme, energi
dan sportif.
d. Hijau
Warna hijau menggambarkan warna yang membumi, damai, hidup, muda, segar,
organik, kesuburan, lingkungan, keberuntungan dan kemakmuran.
e. Biru
Warna biru melambangkan otoritas, harga diri, kesetiaan, kebenaran, kebijaksanaan,
keyakinan, kekuatan, konservatif, kepercayaan, stabilitas dan keamanan.
f. Ungu
Warna ungu melambangkan kepuasan, kebangsawanan, kemewahan, kemakmuran,
kebijaksanaan, spiritual, sensual, misteri, nafsu dan keberanian.
g. Coklat
Warna coklat melambangkan warna yang membumi, dapat dipercaya, nyaman dan
daya tahan.
h. Hitam
Warna hitam menggambarkan keandalan, kekuatan, kebijaksanaan, keberanian,
kewaspadaan, keseriusan, kekayaan, elegan, kesempurnaan dan kemewahan.
i. Putih
Warna putih merefleksikan cahaya serta dapat membuat warna di sekitarnya terlihat
menonjol. Warna putih menggambarkan kemurnian, kesegaran, kesucian,
kebersihan, keefektifan dan kebenaran.
Berdasarkan dari arti dan makna dari masing-masing warna, peneliti membandingkan
dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariesta pada tahun 2013 mengenai
73

persepsi konsumen terhadap warna pada kemasan dengan pendekatan multidimensioanl


scaling didapatkan hasil pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Pemetaan persepsi konsumen terhadap warna pada kemasan


Sumber : Ariesta (2013)

Pada pemetaan persepsi konsumen terhadap warna pada kemasan produk, untuk jenis
produk kelas atas dan elegan berada di sekitar warna pekat, hitam, biru, dan merah.
Kemudian untuk jenis produk kelas menengah adalah warna sejuk, oranye, dan terang.
Sedangkan untuk jenis produk bermutu tinggi dan aman adalah warna gelap dan warna
hangat. Kemudian untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis adalah warna putih, kuning,
hijau, dan pudar. Produk keripik tempe merupakan jenis produk lokal dengan harga yang
ekonomis, berdasarkan dari pemetaan persepsi konsumen terhadap warna pada kemasan
produk maka warna yang sesuai dengan kemasan keripik tempe adalah warna putih, kuning,
hijau dan warna pudar. Warna tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam desain kemasan
keripik tempe, dengan pertimbangan warna coklat pudar yaitu warna dari keripik tempe
untuk keperluan estetika desain dari kemasan keripik tempe.
8.4.1.2 Cultural Ergonomics Kategori Informasi yang Tercetak
Dalam aspek cultural ergonomics pada kategori Informasi yang dicetak berhubungan
dengan label yang ada pada kemasan. Label yang ada pada kemasan harus sesuai dengan
peraturan/hukum yang berlaku dimana produk tersebut dipasarkan. Setiap negara
mempunyai kebijakan masing-masing mengenai kemasan, misalkan di Negara Amerika
untuk peraturan mengenai label ditentukan oleh FDA/Food and Drug Administration
sedangkan di Negara Indonesia peraturan mengenai label ditentukan oleh Peraturan
74

Pemerintah mengenai label dan iklan pangan. UU RI No.7:1996 mendefinisikan label


pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan,
kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada makanan, dimasukkan ke dalam,
ditempelkan atau merupakan bagian dari kemasan pangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 mengenai label dan iklan pangan,
pada bagian utama label sekurang-kurangnya memuat :
- Nama produk
- Daftar bahan yang digunakan
- Berat bersih
- Nama dan alamat yang memproduksi
- Izin Edar
- Keterangan sertifikat halal (bila diperlukan)
Kemudian peraturan mengenai pernyataan khusus yang ada pada label kemasan adalah
sebagai berikut :
- Pernyataan khusus (kandungan makanan, bahan tambahan, bahan radiasi)
- Penyataan menguatkan/memulihkan kesehatan
- Kalimat, kata-kata, gambar yang dapat menyesatkan,mengacaukan atau ditafisrkan
salah perihal asal, sifat, isi, komposisi, mutu dan kegunaan makanan
- Klaim diusahakan sedekat mungkin dengan fakta untuk menjaga integritas brand
- Klaim tidak menyesatkan konsumen.
Berdasarkan dari peraturan-peraturan yang telah dijelaskan maka dalam desain kemasan
keripik tempe harus memperhatikan peraturan mengenai label dan iklan dalam kemasannya.

8.4.1.3 Cultural Ergonomics Kategori Gambar dan Latar Belakang


Dalam analisis cultural ergonomics kategori gambar dan latar belakang pada desain
kemasan digunakan untuk menentukan gambar atau latar belakang kemasan yang sesuai
dengan keinginanan konsumen, sehingga kemasan dapat menarik perhatian konsumen
karena konsumen akan melihat gambar yang ditampilkan terlebih dahulu sebelum melihat
teks yang tertera dalam kemasan. menentukan aspek gambar dan latar belakang yang
dugunakan. Gambar dibedakan menjadi dua kelompok yaitu fotografi dan ilustrasi.
Berdasarkan dari kategori gambar yaitu fotografi dan ilustrasi, peneliti membandingkan
dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariesta pada tahun 2013 mengenai
persepsi konsumen terhadap gambar pada kemasan dengan pendekatan multidimensioanl
scaling didapatkan hasil pada Gambar 4.4.
75

Gambar 4.4 Pemetaan persepsi konsumen terhadap gambar pada kemasan


Sumber : Ariesta (2013)

Dari hasil pemetaan persepsi konsumen terhadap gambar pada kemasan produk, untuk
jenis produk kelas atas dan bermutu tinggi berapa pada jenis gambar produk, kemudian
produk dengan harga ekonomis. produk lokal berdekatan dengan produk yang aman berada
pada jenis gambar fotografi, sedangkan utnuk produk elegan terlatak pada jenis gambar
ilustrasi. Produk keripik tempe merupakan produk lokal dan harga ekonomis, sehingga
berdasarkan pemetaan persepsi konsumen berada pada gambar berupa motif gambar
fotografi dan sedangkan untuk menambahkan unsur elegan pada kemasan akan ditambahkan
berupa gambar ilustrasi untuk mendukung gambar dari fotografi.

8.4.1.4 Cultural Ergonomics Kategori Huruf


Dalam analisis cultural ergonomics kategor huruf yang digunakan pada desain kemasan
digunakan untuk menentukan tipografi yang akan digunakan. Huruf adalah elemen penting
dari kemasan yang menarik perhatian pelanggan. Informasi kemasan dapat menciptakan
hasil yang bertentanga karena ada informasi yang tidak terbaca. Karena huruf adalah salah
satu elemen yang dapat menarik perhatian dari konsumen, maka dilakukan analisis cultural
ergonomics pada kategori huruf.
Dalam menentukan huruf yang digunakan dalam kemasan, Ada tipe-tipe huruf yang
digunakan dalam tipografi, yaitu huruf serif, sans serif, dan script. Huruf serif memiliki
karakteristik garis garis kecil pada setiap ujungnya, kemudian sans serif memiliki
karakteristik tidak memiliki grais-garis kecil di setiap ujung hurufnya, dan huruf script
memiliki karakteristik menyerupai tulisan tangan yang memiliki kesan yang alami. Selain
76

dari tipe huruf, ukuran huruf, kemiringan huruf,dan proporsi huruf juga mempengaruhi
aspek tipografi dalam kemasan.
Berdasarkan dari kategori huruf yaitu tipe huruf, ukuran huruf, kemiringan dan proporsi
huruf , peneliti membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Ariesta pada tahun 2013 mengenai persepsi konsumen terhadap tipografi pada kemasan
dengan pendekatan multidimensioanl scaling didapatkan hasil pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Pemetaan persepsi konsumen terhadap tipografi pada kemasan


Sumber : Ariesta (2013)

Dari hasil pemetaan persepsi konsumen terhadap tipografi pada kemasan produk dapat
dikethaui bahwa produk kelas atas memiliki posisi relatif dekat dengan huruf bold, huruf
besar, dan berukuran besar. Sedangkan untuk produk kelas menengah dan elegan memiliki
posisi yang relatif dekat dengan jenis huruf italic dan tipe script. Kemudian untuk produk
lokal dan aman memiliki posisi yang relatif dekat dengan tipe huruf roman dan sans serif.
Sedangkan untuk produk dengan harga ekonomis berada dekat dengan posisi tipe huruf serif,
ukuran kecil dan serif. Produk keripik tempe merupakan jenis produk lokal dengan harga
ekonomis, maka komposisi tipografi yang akan digunakan dalam desain kemasan keripik
tempe adalah tipe huruf roman,sans serif,dan serf. Huruf dengan ukuran kecil dan huruf
kecil. Peneliti juga melakukan pertimbangan dalam desain yaitu pada satu desain maksimal
terdapat dua jenis huruf dalam tipografi yang akan digunakan pada kemasan keripik tempe.

8.4.1.5 Cultural Ergonomics Bentuk Garis dan Geometri


Dalam analisis cultural ergonomics kategor bentuk garis yang digunakan pada desain
kemasan digunakan untuk menentukan bentuk keseluruhan yang akan digunakan. Bentuk
77

dari garis dapat digunakan untuk membantu mengatur informasi visual pada kemasan,
membangun perasaan tertentu, dan mengrahkan mata konsumen saat membaca teks pada
kemasan dan memisahkan teks pada kemasan (Klimchuk & krasovec, 2007). Bentuk garis
juga memiliki makna yang berbeda beda. Garis lurus mempunyai makna kuat,kokoh,dan
tegas, kemudian garis lengkung dapat melambangkan suatu kelembutan,keanggunan dan
feminisme, selanjutnya garis zigzag yang dapat melambangkan ketajaman dan ketegasan.
Sedangkan bentuk geometris juga memiliki makna yang berbeda beda. Bentuk segitiga
melambangkan energi, kekuatan, dan keseimbangan. Bentuk kotak melambangkan
keteraturan, logis, dan keamanan. Bentuk lingkaran menggambarkan koneksi, keseluruhan,
kesan kewanitaan seperti hangat,nyaman,sensualitas, dan cinta. Karena bentuk grais dan
geometris dapat mempengaruhi perasaan konsumen pada kemasan maka dilakukan analisis
cultural ergonomics pada bentuk garis dan geometri.
Berdasarkan dari kategori garis dan geometri yaitu tipe garis dan bentuk geometris,
peneliti membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariesta
pada tahun 2013 mengenai persepsi konsumen terhadap garis dan bentuk pada kemasan
dengan pendekatan multidimensional scaling didapatkan hasil pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Pemetaan persepsi konsumen terhadap garis dan geometri pada kemasan
Sumber : Ariesta (2013)

Dari hasil pemetaan persepsi konsumen terhadap bentuk garis dan geometri pada
kemasan produk dapat dikethaui bahwa produk kelas dan aman terletak pada sekitar wilayah
bentuk lingkaran, komposisi simetris,dan vertikal. Produk bermutu tinggi terletak
berdekatan dengan bentuk kotak dan garis lengkung. Produk elegan dan kelas menengah
memiliki posisi yang relatif dekat dengan garis zigzag dan miring. Sedangkan untuk produk
78

lokal dan harga ekonomis terletak berdekatan dengan garis lurus, outline lurus, asimetris dan
bentuk segitiga.Produk keripik tempe merupakan jenis produk lokal dengan harga ekonomis,
maka komposisi garis dan bentuk yang sesuai dengan kemasan keripik tempe adalah garis
lurus, outline lurus, asimetris dan bentuk segitiga, sedangkan untuk menambahkan kesan
elegan bisa ditambahkan dengan garis zigzag atau garis miring, dan beberapa elemen.

8.4.2 Menerjemahkan Hasil Identifikasi Cultural Ergonomics


Pada tahapan alternatif desain metode cultural ergonomics dilakukan dengan
memanfaatkan hasil identifikasi tiap item dan faktor kemudian diterjemahkan pada masing-
masing alternatif konsep desain. Alternatif desain pada metode cultural ergonomics tidak
memperhatikan bentuk dan material kemasan, karena hanya memperhatikan aspek
emosional/tampilan dan legalitas. Karena aspek fungsional yaitu desain bentuk dan material
kemasan pada penelitian ini didapatkan dari metode kansei engineering. Pada alternatif
desain dari metode cultural ergonomics hanya memperhatikan konten tampilan dan legalitas
pada label kemasan, yang meliputi warna, informasi yang dicetak, gambar dan latar
belakang, tipografi, bentuk garis dan geometri. Ringkasan mengenai item dan kategori hasil
identifikasi pada tahap metode cultural ergonomics terdapat pada Tabel 4.28.
79

Tabel 4.28
Item dan Kategori Hasil Identifikasi Metode Cultural Ergonomics
No Item Kategori

Untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis, warna


yang sesuai adalah warna putih, kuning, hijau, dan
warna pudar. Sedangkan apabila ingin kemasan
terlihat elegan maka bisa ditambahkan dengan warna
1 Warna Kemasan pekat atau hitam. Pengunaan warna pada kemasan
juga harus memperhatikan isi yang ada dalam
kemasan tersebut, karena biasanya warna kemasan
juga mencerminkan warna dari produk yang ada
didalam kemasan tersebut.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 Tahun


1999 mengenai label dan iklan pangan, pada bagian
utama label sekurang-kurangnya memuat mengenai
label dan iklan pangan, pada bagian utama label harus
memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan,
berat bersih, nama dan alamat produsen, izin edar,
dan keterangan sertifikat halal (bila diperlukan). -
Kemudian mengenai Pernyataan khusus (kandungan
2 Informasi yang dicetak
makanan, bahan tambahan, bahan radiasi), Penyataan
menguatkan/memulihkan kesehatan, Kalimat, kata-
kata, gambar yang dapat menyesatkan,mengacaukan
atau ditafisrkan salah perihal asal, sifat, isi,
komposisi, mutu dan kegunaan makanan, Klaim
diusahakan sedekat mungkin dengan fakta untuk
menjaga integritas brand, Klaim tidak menyesatkan
konsumen.

Untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis,


gambar latar belakang yang sesuai adalah fotografi,
3 Gambar dan latar belakang gambar konsumen target, sedangkan untuk
menambahkan unsur elegan bisa ditambahkan
dengan gambar ilustrasi mengenai produk

Untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis, maka


komposisi tipografi yang bisa digunakan adalah tipe
huruf roman, sans serif, dan serif. Huruf kecil dengan
4 Tipografi ukuran yang kecil, yang disesuaikan dengan ukuran
kemasan agar bisa terbaca. Sedangkan untuk
menambahkan kesan kemasan yang elegan bisa
ditabahkan dengan tipe huruf italic dan tipe script.
80

Tabel 4.28
Item dan Kategori Hasil Identifikasi Metode Cultural ergonomics
No Item Kategori

Untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis, maka


komposisi dalam bentuk garis dan geometri adalah
dengan garis lurus, outline lurus, dan bentuk geometri
5 Bentuk garis dan geometri bentuk segitiga/asimetris. Sedangkan untuk
menambahkan kesan elegan bisa ditambahkan
dengan garis zigzag, garis miring atau beberapa
elemen.

Berdasarkan hasil identifikiasi tiap kategori dan item pada aspek cultural ergonomics,
maka dilakukan perancangan alternatif desain label kemasan berdasarkan aspek cultural.
Pada perancangan alternatif desain, memperhatikan setiap aspek yang didapat pada setiap
item dan kategori. Sehingga dari hasil integrasi antara setiap item dan kategori menghasilkan
beberapa alternatif desain label kemasan. Misalkan untuk menghasilkan alternatif desain 1
(dapat dilihat pada Tabel 4.29) dengan mengkombinasikan pada warna kemasan dengan
warna kuning, putih dan hitam, kemudian pada gambar dan latar belakang dengan gambar
ilustrasi tempe, kemudian pada item tipografi dengan huruf kecil dan serif, dan bentuk
outline lutus dan bentuk geometri asimetris pada item garis dan geometri. Dari hasil integrasi
antara setiap item tersebut dengan item yang lain menghasilkan beberapa alternatif desain
label kemasan, kemudian hasil dari alternatif desain label kemasan akan diberikan kepada
para konsumen/responden dengan tujuan untuk mengetahui respon pilihan responden
mengenai label kemasan yang menarik bagi konsumen terhadap alternatif desain kemasan
yang berbeda-beda. Hasil dari alternatif desain kemasan cultural ergonomics yang terpilih
maka akan dibandingkan dan dikombinasikan dengan hasil alternatif desain kemasan dari
metode kansei engineering sehingga akan tercipta berbagai desain kemasan keripik tempe
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Desain alternatif label kemasan
yang telah terbentuk dari aspek cultural ergonomics dapat dilihat pada Tabel 4.29.

Tabel 4.29
Alternatif Desain Label Kemasan
No Desain Label Komposisi Desain
81

Pada alternatif desain label no.1, desain label


menggunakan warna putih sebagai warna dasar,
kemudian warna kuning sesuai dengan hasil
identifikasi item dan kategori, yaitu untuk produk
dengan harga ekonomis dan produk lokal
menggunakan warna kuning dan putih, sedangkan
warna coklat digunakan karena bentuk makanan
1 keripik tempe yang berwarna coklat. Untuk tipe
huruf yang digunakan peneliti menggunakan tipe
huruf serif, yaitu tipe huruf tanpa garis. Kemudian
untuk bentuk garis dan geometri, peneliti
menggunakan garis lurus dan outline dan bentuk
asimetris. Sedangkan pada aspek gambar peneliti
menggunakan gambar ilustrasi untuk menambah
kesan elegan.

Pada alternatif desain label no.2, desain label


menggunakan warna kuning sebagai warna dominan,
warna putih,hitam, dan coklat digunakan sebagai
kombinasi. Kemudian jenis huruf yang digunakan
adalah jenis huruf roman, yaitu tipe huruf yang
mempunyai garis pada setiap ujungnya. Kemudian
2 untuk bentuk garis yang digunakan peneliti adalah
bentuk garis lurus, dan outline sesuai dengan hasil
identifikasi item dan kategori, dimana untuk produk
harga ekonomis dan bernilai lokal. Pada aspek
gambar, gambar yang digunakan adalah gambar
ilustrasi yang diletakkan pada setiap ujung gambar
untuk menambahkan kesan elegan pada produk.

Pada alternatif desain label no.3, desain label


dominan, warna putih,hitam, dan kuning digunakan
sebagai kombinasi. Kemudian jenis huruf yang
digunakan adalah jenis huruf serif, yaitu tipe huruf
yang tidak mempunyai garis pada setiap ujungnya.
Kemudian untuk bentuk garis yang digunakan
3 peneliti adalah bentuk garis lurus, dan outline sesuai
dengan hasil identifikasi item dan kategori, dimana
untuk produk harga ekonomis dan bernilai lokal.
Pada aspek gambar, gambar yang digunakan adalah
gambar ilustrasi yang diletakkan pada setiap ujung
gambar untuk menambahkan kesan elegan pada
produk.menggunakan warna coklat sebagai warna.
82

Tabel 4.29
Alternatif Desain Label Kemasan
No Desain Label Komposisi Desain

Pada alternatif desain label no.4, desain label


menggunakan warna putih sebagai warna dominan, warna
kuning, hitam, dan coklat digunakan sebagai kombinasi.
Kemudian jenis huruf yang digunakan adalah jenis huruf
roman, yaitu tipe huruf yang mempunyai garis pada setiap
ujungnya. Kemudian untuk bentuk garis yang digunakan
4 peneliti adalah bentuk garis lurus, dan outline sesuai
dengan hasil identifikasi item dan kategori, dimana untuk
produk harga ekonomis dan bernilai lokal. Pada aspek
gambar, gambar yang digunakan adalah gambar produk
yang ada didalamnya, dimana gambar diletakkan pada
setiap gambar depan untuk menarik perhatian konsumen.

Pada alternatif desain label no.5, desain label


menggunakan warna putih sebagai warna dominan, warna
kuning, hitam, dan coklat digunakan sebagai kombinasi.
Kemudian jenis huruf yang digunakan adalah jenis huruf
roman, yaitu tipe huruf yang mempunyai garis pada setiap
ujungnya. Kemudian untuk bentuk garis yang digunakan
5 peneliti adalah bentuk garis lurus, dan outline sesuai
dengan hasil identifikasi item dan kategori, dimana untuk
produk harga ekonomis dan bernilai lokal. Pada aspek
gambar, gambar yang digunakan adalah gambar ilustarsi
untuk menambahkan kesan elegan, dimana gambar
diletakkan pada gambar depan untuk menarik perhatian
konsumen.

Pada alternatif desain label no.6, desain label


menggunakan warna hijau sebagai warna dominan, warna
kuning, hitam, dan coklat digunakan sebagai kombinasi.
Kemudian jenis huruf yang digunakan adalah jenis huruf
serif, yaitu tipe huruf yang mempunyai tidak mempunyai
garis pada setiap ujungnya. Kemudian untuk bentuk garis
6 yang digunakan peneliti adalah bentuk garis lurus, dan
outline sesuai dengan hasil identifikasi item dan kategori,
dimana untuk produk harga ekonomis dan bernilai lokal.
Pada aspek gambar, gambar yang digunakan adalah
gambar produk yang ada didalamnya, dimana gambar
diletakkan pada setiap gambar depan untuk menarik
perhatian konsumen.
83

Tabel 4.29
Alternatif Desain Label Kemasan
No Desain Label Komposisi Desain

Pada alternatif desain label no.7, desain label


menggunakan warna kuning sebagai warna dominan,
warna kuning, hitam, dan coklat digunakan sebagai
kombinasi. Kemudian jenis huruf yang digunakan adalah
jenis huruf roman dan serif. Dua jenis huruf digunakan
pada desain label ini. Kemudian untuk bentuk garis yang
digunakan peneliti adalah bentuk garis lurus, dan outline
7 sesuai dengan hasil identifikasi item dan kategori, dimana
untuk produk harga ekonomis dan bernilai lokal. Pada
aspek gambar, gambar yang digunakan adalah gamb ar
ilustarsi dan gambar produk untuk menambahkan kesan
elegan, gambar diletakkan pada gambar depan untuk
menarik perhatian konsumen.

Pada alternatif desain label no.8, desain label


menggunakan warna kuning sebagai warna dominan,
warna kuning, hijau, dan coklat digunakan sebagai
kombinasi. Warna hijau pada tepi label. Kemudian jenis
huruf yang digunakan adalah jenis huruf roman dan serif.
Kemudian untuk bentuk garis yang digunakan peneliti
8 adalah bentuk garis lurus, dan outline sesuai dengan hasil
identifikasi item dan kategori, dimana untuk produk harga
ekonomis dan bernilai lokal. Pada aspek gambar, gambar
yang digunakan adalah gambar ilustarsi dengan warna
coklat dan putih menambahkan kesan elegan, gambar
diletakkan pada gambar depan untuk menarik perhatian
konsumen.

Pada alternatif desain label no.9, desain label


menggunakan warna putih sebagai warna dominan, warna
kuning, hijau, dan coklat digunakan sebagai kombinasi.
Warna hijau pada tepi label. Kemudian jenis huruf yang
digunakan adalah jenis huruf roman dan serif. Kemudian
untuk bentuk garis yang digunakan peneliti adalah bentuk
garis lurus, dan outline, dan benruk asimetris sesuai
9 dengan hasil identifikasi item dan kategori, dimana untuk
produk harga ekonomis dan bernilai lokal. Pada as pek
gambar, gambar yang digunakan adalah gambar
konsumen dengan gambar ilustrasi keripik tempe warna
coklat untuk menambahkan kesan elegan, gambar
diletakkan pada gambar depan untuk menarik perhatian
konsumen.

Dari hasil alternatif desain label kemasan dibagikan kepada responden, kemudian
responden menentukan desain label kemasan mana yang menurut responden merupakan
desain yang menarik bagi responden, dimana responden diperbolehkan untuk memilih lebih
84

dari 1 desain label yang dianggap oleh responden menarik. Berdasarkan hasil dari vote yang
dilakukan oleh responden pada setiap label gambar, hasilnya terdapat pada Gambar 4.7.

LABEL PILIHAN KONSUMEN


Gambar 9
10% Gambar 1
18%
Gambar 8
9%

Gambar 2
6%

Gambar 7
17% Gambar 3
10%

Gambar 6 Gambar 4
5% 8%
Gambar 5
17%

Gambar 4.7 Perbandingan pilihan konsumen pada setiap label kemasan

Dari gambar 4.7 dapat diketahui perbandingan pilihan konsumen pada setiap alternatif
label kemasan yang telah dibuat oleh peneliti. Dari hasil vote yang dilakukan oleh konsumen
diketahui bahwa gambar 1 merupakan gambar yang paling banyak dipilih oleh konsumen
yaitu sebesar 18%, diikuti dengan gambar 5 dan 7 sebesar 17%, gambar 3 dan 9 sebesar
10%, gambar 8 sebesar 9%, gambar 4 sebesar 8%, dan gambar 2 dan 6 sebesar 6% dan 5%.
Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa gambar 1 merupakan gambar yang paling
banyak dipilih oleh konsumen/dianggap konsumen merupakan label desain kemasan yang
menarik, tetapi sebagai pembanding dalam desain alternatif kemasan yang selanjutnya maka
diperlukan beberapa alternatif desain, sehingga digunakan gambar 5 dan 7 sebagai
pembanding dalam alternatif desain kemasan hasil dari kombinasi antara metode kansei
engineerig dan cultural ergonomics.

8.5 Perbandingan Hasil Kansei Engineering dan Cultural Ergonomics


Berdasarkan hasil pembahasan pada subbab sebelumnya, yaitu analisis aspek kansei
engineering dan cultural ergonomics didapatkan beberapa alternatif desain kemasan, pada
metode kansei engineering desain kemasan berfokus pada material bahan, bentuk kemasan,
corak warna kemasan, bahan label kemasan, dan sarana penunjang. Pada metode cultural
ergonomics desain kemasan fokus kepada label/apa yang dicetak/dicantumkan pada
kemasan yang meliputi komposisi warna kemasan, komposisi garis dan geometri, tipografi
kemasan, gambar yang dicantumkan dalam kemasan, dan ketentuan informasi yang harus
85

ada dalam kemasan. Pada metode kansei engineering terdapat 6 desain alternatif kemasan,
dimana 5 alternatif desain didapatkan dari hasil brainstorming peneliti dengan desainer,
kemudian 1 kemasan didapatkan dari hasil analisis konjoin yang merupakan salah satu
metode statistik untuk mengetahui hubungan antara item dengan citra pelanggan dengan
bantuan sematic differential yang ditentukan oleh konsumen. Alternatif desain kemasan
hasil dari kansei engineering adalah sebagai berikut :
1. Alternatif 1
Pada alternatif 1 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk kotak, bahan terbuat dari plastik dan kertas, berwarna
warna warni dan bermotif, dengan kualitas label digital print, dan sarana pendukung
berupa handle. Berdasarkan masukan dari desainer, bahan terbuat dari plastik dan
kertas adalah untuk bungkus luar berupa kertas dan bungkus dalam yang
bersentuhan langsung dengan makanan terbuat dari plastik, kemudian untuk
keperluan label saat digital print menggunakan laminasi untuk menambah kesan
menarik dan kasual bagi konsumen. Bentuk desain konseptual dari alternatif 1 pada
Gambar 4.8

Gambar 4.8 Bentuk konseptual alternatif 1

2. Alternaitf 2
Pada alternatif 2 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk pouch, bahan terbuat dari foil /alumunium foil, berwarna
warna warni dan bermotif, dengan kualitas label digital print, dan sarana pendukung
berupa window dan handle, berdasarkan masukan dari desainer untuk memudahkan
proses konsumsi oleh konsumen, pada alumunium foil ditambahkan dengan ziplock
pada bagian atas. Bentuk desain konseptual dari alternatif 2 pada Gambar 4.9
86

Gambar 4.9 Bentuk konseptual alternatif 2

3. Alternatif 3
Pada alternatif 3 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk kotak, bahan terbuat dari palstik dan kertas, memiliki
warna berwarna warni dan bermotif, dengan kualitas label digital print, dengan
sarana pendukung berupa window dan handle. Berdasarkan masukan dari desainer
karena bahan terdiri dari 2 bahan, maka menggunakan material utama kertas
kemudian pada window menggunakan bahan dari plastik, dan pembungkus yang
bersentuhan langsung dengan makanan dari plastik. Kemudian untuk menambahkan
kesan berwarna pada pembungkus plastik bisa ditambakan aksesoris berupa mini
stiker untuk memberikan identitas pada makanan. Bentuk desain konseptual dari
alternatif 2 pada Gambar 4.10

Gambar 4.10 Bentuk konseptual alternatif 3

4. Alternatif 4
Pada alternatif 4 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk segi enam, bahan terbuat dari palstik dan kertas,
memiliki warna berwarna warni dan bermotif, dengan kualitas label digital print,
dengan sarana pendukung berupa window dan handle. Berdasarkan masukan ari
desainer karena bahan terdiri dari 2 bahan, maka menggunakan material utama kertas
kemudian pada window menggunakan bahan dari plastik, dan pembungkus yang
bersentuhan langsung dengan makanan dari plastik. Kemudian untuk menambahkan
87

kesan besar warna yang digunakan atau motif yang digunakan bisa menggunakan
warna yang cerah agar memberi kesan mengisi ruang. Bentuk desain konseptual dari
alternatif 4 pada Gambar 4.11

Gambar 4.11 Bentuk konseptual alternatif 4

5. Alternatif 5
Pada Alternatif 3 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk pouch, bahan terbuat dari foil, memiliki warna polos,
dengan kualitas label digital print, dengan sarana pendukung handle. Berdasarkan
masukan dari desainer untuk menambahkan kesan produk yang berkualitas
kombinasi warna yang digunakan sebaiknya tidak terlalu banyak, kemudian untuk
label digital print menggunakan kertas laminasi. Bentuk desain konseptual dari
alternatif 5 pada Gambar 4.12

Gambar 4.12 Bentuk konseptual alternatif 5

6. Alternatif 6
Pada Alternatif 6 hasil dari metode kansei engineering kemasan desain keripik tempe
memiliki kombinasi bentuk segienam/tabung kemudian dengan bahan berupa kertas,
memiliki corak warna yang bermotif dan dilengkapi dengan sarana pendukung
berupa handle. Bentuk desain konseptual dari alternatif 6 pada Gambar 4.13
88

Gambar 4.13 Bentuk konseptual alternatif 6

Pada tahapan cultural ergonomics dilakukan dengan memanfaatkan hasil identifikasi


tiap item dan faktor berdasarkan pada penelitian sebelumnya mengenai hal-hal yang
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kemasan kemudian diterjemahkan pada masing-
masing alternatif konsep desain. Alternatif desain pada metode cultural ergonomics tidak
memperhatikan bentuk dan material kemasan, karena desain bentuk dan material kemasan
didapatkan dari metode kansei engineering. Pada alternatif desain dari metode cultural
ergonomics hanya memperhatikan konten pada label kemasan, yang meliputi warna,
informasi yang dicetak, gambar dan latar belakang, tipografi, bentuk garis dan geometri.
Sebelum mengidentifikasi ditentukan terlebih dahulu mengenai positioning dari produk
makanan keripik tempe pada pasar, untuk produk makanan keripik tempe merupakan jenis
produk lokal dan harga ekonomis. Termasuk dalam produk lokal karena merupakan
makanan khas Kota Malang dan harga ekonomis karena merupakan produk consumer
product yang dapat digunakan sebagai produk konsumsi sehari-hari dan memiliki harga yang
terjangkau pada pasar.
Spesifikasi dari alternatif desain metode cultural ergonomics memperhatikan 5 aspek,
yaitu untuk aspek warna untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis, warna yang sesuai
adalah warna putih, kuning, hijau, dan warna pudar. Pada aspek informasi yang dicetak
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia mengenai label dan iklan pangan,
pada bagia utama label harus memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat
bersih, nama dan alamat produsen, izin edar, dan keterangan sertifikat halal (bila
diperlukan). Pada aspek gambar untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis, gabar latar
belakang yang sesuai adalah fotografi, gambar konsumen target, sedangkan untuk
menambahkan unsur elegan bisa ditambahkan dengan gambar ilustrasi mengenai produk.
Untuk jenis tipografi pada kemasan, untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis, maka
komposisi tipografi yang bisa digunakan adalah tipe huruf roman, sans serif, dan serif. Huruf
kecil dengan ukuran yang kecil, yang disesuaikan dengan ukuran kemasan agar bisa terbaca.
89

Untuk bentuk garis dan geometri untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis, maka
komposisi dalam bentuk garis dan geometri adalah dengan garis lurus, outline lurus, dan
bentuk geometri bentuk segitiga/asimetris. Sedangkan untuk menambahkan kesan elegan
bisa ditambahkan dengan garis zigzag, garis miring atau beberapa elemen. Dari beberapa
faktor diatas kemudian peneliti membuat alternatif konsep yang terdiri dari 9 alternatif
konsep. Alternatif konsep desain label kemasan terdapat pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Alternatif konsep desain label kemasan

Dari desain alternatif yang dibuat, kemudian peneliti membagikan kepada responden
yaitu konsumen keripik tempe untuk memilih label kemasan yang menarik bagi konsumen,
setelah dilakukan tahap voting maka terpilih 3 desain label kemasan yang paling banyak
dipilih oleh konsumen. Label kemasan yang banyak dipilih konsumen terdapat pada Gambar
4.15.

Gambar 4.15 Alternatif konsep desain label kemasan pilihan konsumen


90

8.6 Desain Kemasan Pilihan Konsumen


Pada subbab ini peneliti akan membahas mengenai desain kemasan pilihan konsumen.
Pada subbab ini akan dibuat desain alternatif kemasan yang didapatkan dari hasil dari
kombinasi pada setiap metode, yaitu metode kansei engineering dan metode cultural
ergonomics. Pada metode kansei engineering didapatkan spesifikasi desain berdasarkan
aspek fungsional kemasan, sedangkan pada metode cultural ergonomics didapatkan
spesifikasi desain berdasarkan aspek tampilan dan legalitas kemasan. Untuk membuat desain
kemasan pilihan kemasan selain mempertimbangkan aspek dari konsumen juga
mempertimbangkan saran dari desainer, sehingga diperoleh 5 alternatif desain kemasan yaitu
4 kemasan hasil dari sistesis secara kualitatif dan 1 kemasan hasil sintesis secara kuantitatif.
Tetapi dari 2 metode tersebut berasal dari input yang sama yaitu kansei words yang terbentuk
pada tahap awal kuesioner kansei engineering, hanya saja cara interpretasi dari tiap kansei
berbeda, cara kualitatif dipilih karena terkadang desainer lebih memahami apa yang
dibutuhkan oleh konsumen daripada konsumen itu sendiri. Sedangkan cara kuantitatif
dipilih karena konsumen juga berhak untuk menentukan sendiri spesifikasi apa yang
dibutuhkan oleh mereka.
Dari 5 alternatif kemasan ini memiliki bentuk dan bahan yang berbeda, ada yang
tergolong baru dipasaran, misalkan bentuk tabung/segienam yang tergolong jarang ada
dipasaran atau digunakan untuk produk UMKM. Kemudian ada alternatif desain yang
tergolong bentuk kemasan lama dipasaran misalkan dengan bentuk pouch dengan bahan
alumunium foil karena selama ini produk UMKM menggunakan alumunium foil sebagai
bahan kemasan utama kemudian ditambahkan dengan kertas sticker sebagai identitas dari
produk yang dipasarkan ,tetapi pada desain kemasan alternatif menggunakan alumunium foil
berwarna dengan teknologi printing. Kemudian dari desain alternatif kemasan
dikombinasikan dengan label hasil dari analisis cultural ergonomics, sehingga didapatkan
beberapa embodiment design/modek nyata desain kemasan hasil dari gabungan dua aspek
(kansei-cultural) sebagai desain berorientasi konsumen.
Dari hasil kombinasi antara hasil kedua metode tersebut didapatkan 18 kombinasi
alternatif desain kemasan, dari 18 alternatif desain kemasan tersebut akan dipilih 6 alternatif
desain kemasan. 6 alternatif desain kemasan dipilih berdasarkan hasil dari kansei
engineering, dimana pada metode kansei engineering didapatkan alternatif desain kemasan
berdasarkan aspek fungsional desain kemasan. Untuk mendapatkan alternatif desain
kemasan terbaik maka penyaringan konsep dengan diagram pugh, untuk mendapatkan
konsep yang terbaik pada alternatif kombinasi dari setiap desain kemasan.
91

Berikut ini merupakan matriks penyaringan konsep dengan kombinasi konsep alternatif
1 dari metode kansei engineering dengan alternatif cultural ergonomics dapat dilihat pada
Tabel 4.30.

Tabel 4.30
Matriks Penyaringan Konsep Alternatif 1
Alternatif Konsep
No Atribut
Desain 1 Label 1 Desain 1 Label 5 Desain 1 Label 7
1 Visibility 1 0 0
2 Shopability 1 1 1
3 Differentiation 1 1 1
4 Messaging 0 1 0
5 Consumption 0 1 1
6 Sustainability 0 0 0
Jumlah + 3 4 3
Jumlah - 0 0 0
Total 3 4 3

Dari hasil matriks penyaringan konsep dapat diketahui untuk konsep yang memiliki nilai
paling tinggi berdasarkan atribut kemasan adalah alternatif konsep desain 1 dan label 5.
Selanjutnya adalah perhitungan matriks penyaringan konsep dengan kombinasi konsep
alternatif 2 dari metode kansei engineering dengan alternatif cultural ergonomics dapat
dilihat pada Tabel 4.31

Tabel 4.31
Matriks Penyaringan Konsep Alternatif 2
Alternatif Konsep
No Atribut
Desain 2 Label 1 Desain 2 Label 5 Desain 2 Label 7
1 Visibility 0 0 1
2 Shopability 1 1 1
3 Differentiation 0 0 1
4 Messaging 1 1 0
5 Consumption 0 1 1
6 Sustainability -1 -1 -1
Jumlah + 2 3 4
Jumlah - 1 1 1
Total 1 2 3

Dari hasil matriks penyaringan konsep dapat diketahui untuk konsep yang memiliki nilai
paling tinggi berdasarkan atribut kemasan adalah alternatif konsep desain 2 dan label 7.
Selanjutnya adalah perhitungan matriks penyaringan konsep dengan kombinasi konsep
alternatif 3 dari metode kansei engineering dengan alternatif cultural ergonomics dapat
dilihat pada Tabel 4.32
92

Tabel 4.32
Matriks Penyaringan Konsep Alternatif 3
Alternatif Konsep
No Atribut
Desain 3 Label 1 Desain 3 Label 5 Desain 3 Label 7
1 Visibility 1 0 0
2 Shopability 1 1 1
3 Differentiation 1 0 1
4 Messaging 1 1 0
5 Consumption 0 1 1
6 Sustainability 0 0 0
Jumlah + 4 3 3
Jumlah - 0 0 0
Total 4 3 3

Dari hasil matriks penyaringan konsep dapat diketahui untuk konsep yang memiliki nilai
paling tinggi berdasarkan atribut kemasan adalah alternatif konsep desain 3 dan label 1.
Selanjutnya adalah perhitungan matriks penyaringan konsep dengan kombinasi konsep
alternatif 4 dari metode kansei engineering dengan alternatif cultural ergonomics dapat
dilihat pada Tabel 4.33

Tabel 4.33
Matriks Penyaringan Konsep Alternatif 4
Alternatif Konsep
No Atribut
Desain 4 Label 1 Desain 4 Label 5 Desain 4 Label 7
1 Visibility 1 0 1
2 Shopability 1 1 1
3 Differentiation 0 0 1
4 Messaging 1 1 0
5 Consumption 0 1 1
6 Sustainability -1 -1 -1
Jumlah + 3 3 4
Jumlah - 1 1 3
Total 2 2 3

Dari hasil matriks penyaringan konsep dapat diketahui untuk konsep yang memiliki nilai
paling tinggi berdasarkan atribut kemasan adalah alternatif konsep desain 4 dan label 7.
Selanjutnya adalah perhitungan matriks penyaringan konsep dengan kombinasi konsep
alternatif 5 dari metode kansei engineering dengan alternatif cultural ergonomics dapat
dilihat pada Tabel 4.34
93

Tabel 4.34
Matriks Penyaringan Konsep Alternatif 5
Alternatif Konsep
No Atribut
Desain 5 Label 1 Desain 5 Label 5 Desain 5 Label 7
1 Visibility 1 1 1
2 Shopability 1 1 1
3 Differentiation 1 0 1
4 Messaging 1 1 0
5 Consumption 0 0 0
6 Sustainability -1 -1 -1
Jumlah + 4 3 3
Jumlah - 1 1 1
Total 3 2 2

Dari hasil matriks penyaringan konsep dapat diketahui untuk konsep yang memiliki nilai
paling tinggi berdasarkan atribut kemasan adalah alternatif konsep desain 5 dan label 1.
Selanjutnya adalah perhitungan matriks penyaringan konsep dengan kombinasi konsep
alternatif 6 dari metode kansei engineering dengan alternatif cultural ergonomics dapat
dilihat pada Tabel 4.35

Tabel 4.35
Matriks Penyaringan Konsep Alternatif 6
Alternatif Konsep
No Atribut
Desain 6 Label 1 Desain 6 Label 5 Desain 6 Label 7
1 Visibility 1 1 1
2 Shopability 1 1 1
3 Differentiation 0 0 1
4 Messaging 1 1 1
5 Consumption 0 0 0
6 Sustainability 0 0 0
Jumlah + 3 3 4
Jumlah - 0 0 0
Total 3 3 4

Dari hasil matriks penyaringan konsep dapat diketahui untuk konsep yang memiliki nilai
paling tinggi berdasarkan atribut kemasan adalah alternatif konsep desain 6 dan label 7.
Selanjutnya adalah tahapan untuk membuat layout dan model nyata dari setiap kombinasi
desain kemasan yang telah terpilih pada tahapan penyaringan konsep.
Pada alternatif 1 dengan bentuk kotak, berbahan kertas dan plastik, memiliki corak
warna warna-warni dan bermotif, dengan aksesoris berupa handle dan kualitas hasil printing
laminasi, peneliti menggabungkan dengan label nomor 5. Yaitu label dengan desain label
menggunakan warna putih sebagai warna dasar, kemudian warna kuning , warna hitam dan
coklat, sedangkan warna coklat digunakan karena bentuk makanan keripik tempe yang
berwarna coklat. Tipe huruf roman yaitu bentuk huruf dengan garis pada setiap ujungnya.
Kemudian bentuk garis dan geometri, garis lurus dan outline dan bentuk asimetris, dengan
94

gabar ilustrasi yang dicantumkan pada label. Berikut ini merupakan gambar layout dari
desain kemasan sebelum proses cetak yang terdapat pada Gambar 4.16

Gambar 4.16 Layout desain kemasan alternatif 1 dan label alternatif 5

Dari hasil layout desain kemasan, kemudian melalui proses printing untuk mewujudkan
desain tersebut kedalam model nyata. Perwujudan dari konsep desain ke dalam bentuk model
nyata atau embodiment design merupakan tahapan untuk menilai apakah kemasan tersebut
dapat dibuat dan secara ekonomi dan bisa dilanjutkan pada tahap pengujian desain. Hasil
dari model nyata atau embodiment design terdapat pada Gambar 4.17.

Gambar 4.17 Embodiment design kemasan alternatif 1 dan label alternatif 5

Pada alternatif 2 dengan bentuk pouch, berbahan alumunium foil, memiliki corak warna
warna-warni dan bermotif, dengan aksesoris berupa handle dan window dan digabungkan
dengan ziplock pada bagian atas, peneliti menggabungkan dengan label nomor 7. Yaitu label
dengan desain label menggunakan warna putih sebagai warna dasar, kemudian warna kuning
, warna hitam dan coklat, sedangkan warna coklat digunakan karena bentuk makanan keripik
tempe yang berwarna coklat. Tipe huruf roman yaitu bentuk huruf dengan garis pada setiap
ujungnya dan tipe huruf serif pada bagian merk. Kemudian bentuk garis dan geometri, garis
lurus dan outline dan bentuk asimetris, dengan gambar ilustrasi dan gambar produk yang
95

dicantumkan pada label. Berikut ini merupakan gambar layout dari desain kemasan sebelum
proses cetak yang terdapat pada Gambar 4.18

Gambar 4.18 Layout desain kemasan alternatif 2 dan label alternatif 7

Dari hasil layout desain kemasan, kemudian melalui proses printing untuk mewujudkan
desain tersebut kedalam model nyata. Perwujudan dari konsep desain ke dalam bentuk model
nyata atau embodiment design merupakan tahapan untuk menilai apakah kemasan tersebut
dapat dibuat dan secara ekonomi dan bisa dilanjutkan pada tahap pengujian desain. Hasil
dari model nyata atau embodiment design terdapat pada Gambar 4.19.

Gambar 4.19 Embodiment design kemasan alternatif 2 dan label alternatif 7

Pada alternatif 3 dengan bentuk kotak, berbahan plastik dan kertas, memiliki corak
warna warnawarni dan bermotif, dengan aksesoris berupa handle, peneliti menggabungkan
dengan label nomor 1. Yaitu label dengan desain label menggunakan warna putih sebagai
warna dasar, kemudian warna kuning , warna hitam dan coklat, sedangkan warna coklat
digunakan karena bentuk makanan keripik tempe yang berwarna coklat. tipe huruf serif pada
bagian merk dan keterangan tagline. bentuk garis dan geometri, garis lurus dan outline dan
bentuk asimetris, dengan gambar ilustrasi yang dicantumkan pada label. Berikut ini
96

merupakan gambar layout dari desain kemasan sebelum proses cetak yang terdapat pada
Gambar 4.20

Gambar 4.20 Layout Desain Kemasan Alternatif 3 dan Label Alternatif 1

Dari hasil layout desain kemasan, kemudian melalui proses printing untuk mewujudkan
desain tersebut kedalam model nyata. Perwujudan dari konsep desain ke dalam bentuk model
nyata atau embodiment design merupakan tahapan untuk menilai apakah kemasan tersebut
dapat dibuat dan secara ekonomi dan bisa dilanjutkan pada tahap pengujian desain. Hasil
dari model nyata atau embodiment design terdapat pada Gambar 4.21.

Gambar 4.21 Embodiment Design Kemasan Alternatif 3 dan Label Alternatif 1

Pada alternatif 4 dengan bentuk segienam, berbahan plastik dan kertas, memiliki corak
warna warnawarni dan bermotif, dengan aksesoris berupa handle dan window, peneliti
menggabungkan dengan label nomor 7. Yaitu label dengan desain label menggunakan warna
putih sebagai warna dasar, kemudian warna kuning , warna hitam dan coklat, sedangkan
warna coklat digunakan karena bentuk makanan keripik tempe yang berwarna coklat. Tipe
huruf roman yaitu bentuk huruf dengan garis pada setiap ujungnya dan tipe huruf serif pada
bagian merk. Kemudian bentuk garis dan geometri, garis lurus dan outline dan bentuk
97

asimetris, dengan gambar ilustrasi dan gambar produk yang dicantumkan pada label. Berikut
ini merupakan gambar layout dari desain kemasan sebelum proses cetak yang terdapat pada
Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Layout Desain Kemasan Alternatif 4 dan Label Alternatif 7

Dari hasil layout desain kemasan, kemudian melalui proses printing untuk mewujudkan
desain tersebut kedalam model nyata. Perwujudan dari konsep desain ke dalam bentuk model
nyata atau embodiment design merupakan tahapan untuk menilai apakah kemasan tersebut
dapat dibuat dan secara ekonomi dan bisa dilanjutkan pada tahap pengujian desain. Hasil
dari model nyata atau embodiment design terdapat pada Gambar 4.23.

Gambar 4.23 Embodiment Design Kemasan Alternatif 4 dan Label Alternatif 7

Pada alternatif 5 dengan bentuk pouch, berbahan alumunium foil, memiliki corak warna
polos , dengan aksesoris berupa handle, peneliti menggabungkan dengan label nomor 1.
Yaitu label dengan desain label menggunakan warna putih sebagai warna dasar, kemudian
warna kuning , warna hitam dan coklat, sedangkan warna coklat digunakan karena bentuk
makanan keripik tempe yang berwarna coklat. tipe huruf serif pada bagian merk dan
keterangan tagline. bentuk garis dan geometri, garis lurus dan outline dan bentuk asimetris,
98

dengan gambar ilustrasi yang dicantumkan pada label. Berikut ini merupakan gambar layout
dari desain kemasan sebelum proses cetak yang terdapat pada Gambar 4.24.

Gambar 4.24 Layout desain kemasan alternatif 5 dan label alternatif 1

Dari hasil layout desain kemasan, kemudian melalui proses printing untuk mewujudkan
desain tersebut kedalam model nyata. Perwujudan dari konsep desain ke dalam bentuk model
nyata atau embodiment design merupakan tahapan untuk menilai apakah kemasan tersebut
dapat dibuat dan secara ekonomi dan bisa dilanjutkan pada tahap pengujian desain. Hasil
dari model nyata atau embodiment design terdapat pada Gambar 4.25.

Gambar 4.25 Embodiment design kemasan alternatif 5 dan label alternatif 1

Pada alternatif 6 dengan bentuk segienam/tabung, berbahan kertas, memiliki corak


warna bermotif, dengan aksesoris berupa handle, peneliti menggabungkan dengan label
nomor 7. Yaitu label dengan desain label menggunakan warna putih sebagai warna dasar,
kemudian warna kuning , warna hitam dan coklat, sedangkan warna coklat digunakan karena
bentuk makanan keripik tempe yang berwarna coklat. tipe huruf roman yaitu bentuk huruf
dengan garis pada setiap ujungnya dan tipe huruf serif pada bagian merk. bentuk garis dan
geometri, garis lurus dan outline dan bentuk asimetris, dengan gambar ilustrasi dan gambar
99

produk yang dicantumkan pada label. Berikut ini merupakan gambar layout dari desain
kemasan sebelum proses cetak yang terdapat pada Gambar 4.26.

Gambar 4.26 Layout desain kemasan alternatif 6 dan label alternatif 7

Dari hasil layout desain kemasan, kemudian melalui proses printing untuk mewujudkan
desain tersebut kedalam model nyata. Perwujudan dari konsep desain ke dalam bentuk model
nyata atau embodiment design merupakan tahapan untuk menilai apakah kemasan tersebut
dapat dibuat dan secara ekonomi dan bisa dilanjutkan pada tahap pengujian desain. Hasil
dari model nyata atau embodiment design terdapat pada Gambar 4.27.

Gambar 4.27 Embodiment design kemasan alternatif 6 dan label alternatif 7

8.7 Rencana Pengembangan Produk


Setelah didapatkan alternatif desain baik mata metode kansei engineering dan cultural
ergonomics masing-masing didapatkan berupa alternatif desain kemasan, kemudian
alternatif desain kemasan pada kedua metode tersebut menghasilkan beberapa konsep desain
pada tahapan embodiement design, yaitu konsep desain yang memiliki spesifikasi bentuk
nyata. Alternatif desain kemasan dapat digunakan sebagai pertimbangan oleh UMKM
keripik tempe Kota Malang dalam memilih alternaitf kemasan untuk produk UMKM, karena
alternatif kemasan yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan berasal dari citra produk
100

yang diinginkan oleh konsumen. Bagi UMKM tahapan untuk beralih dari kemasan yang
selama ini digunakan ke desain kemasan yang baru juga perlu memperhatikan beberapa hal,
yaitu dari segi konsumen, segi desain, segi biaya, dan segi dampak bagi lingkungan.

8.7.1 Rencana Pengembangan Produk berdasarkan Segi Komsumen


Dari segi konsumen, desain kemasan yang baru belum tentu bisa diterima oleh
konsumen lama karena terkadang konsumen akan menganggap barang itu palsu apabila
suatu produk yang awalnya biasa kemudian dikemas dengan wadah yang lebih menarik (Sri
Julianti,2014). Dari segi konsumen juga yang harus diperhatikan adalah saat pada tahap
launching produk dengan kemasan yang baru adalah menganai standar kualitas baik dari
produksi, suplier, hingga marketing, Kualitas yang dijagaa mengenai kemasan adalah
mengenai material yang sesuai dan sama pada semua kemasan, sehingga konsumen tidak
mengira bahwa produk yang dibeli dengan kemasan yang baru merupakan produk asli bukan
produk tiruan yang mengalami rebranding saja karena terdapar konsumen lama yang pernah
membeli produk dengan kemasan yang lama. Tetapi hal tersebut bisa diatasi dengan
branding, iklan dan komunikasi yang baik dari produsen pada konsumen

8.7.2 Rencana Pengembangan Produk berdasarkan Segi Biaya


Dari segi biaya, desain kemasan yang baru juga harus memperhatikan aspek biaya dalam
pengembanan desain kemasan , karena berpengaruh juga terhadap harga penjualan. Pada
pengembangan desain kemasan yang baru, tentu juga harga penjualan akan meningkat.
Secara sederhana harga jual adalah biaya keseluruhan ditambahkan dengan biaya
keuntungan tiap produk, tetapi tidak memperhatikan faktor kelangkaan dan barang yang
tersedia. Berikut ini merupakan komponen biaya dalam menentukan harga kemasan yang
baru menurut Sri Julianti (2014).
1. Harga Material
Pada material ini merupakan harga dari material yang digunakan, misalkan pada
kemasan keripik tempe material yang digunakan pada kemasan yang lama adalah
plastik, sedangkan pada kemasan yang baru adalah dengan kertas art paper.
Tentunya memiliki range harga yang berbeda, misalkan untuk kertas art paper
memiliki harga satuan 2000 rupiah jika dibandinkan dengan plastik yang hanya 5000
rupiah untuk setiap meternya.
2. Barang Additive
101

Pada barang additive biasanya merupakan sebagai bahan tambahan yang


ditambahkan pada kemasan, misalkan plastik anti sinar UV yang digunakan pada
kemasan kosmetik, tetapi pada kemasan keripik tempe yang baru bahan tambahan
hanya berupa plastik laminasi yang digunakan untuk mencegah cat kemasan pudar.
3. Kebutuhan pelanggan
Kebutuhan pelanggan juga mempengaruhi biaya kemasan, karena jika membeli
kertas atau mencetak kemasan dalam jumlah banyak tentnunya memiliki ongkos
yang berbeda dibandingkan dengan mencetak satuan.
4. Biaya cetakan
Pada biaya cetakan, yang diperhatikan adalah estimasi dari lamanya proses dari
bahan baku kemudian tahap percetakan hingga kemasan siap diisi dengan produk
keripik tempe.
5. Proses pembuatan
Pada proses pembuaatan yang diperhatikan adalah peralatan penunjang yang dipakai,
misalkan pada kemasan keripik tempe peralatan penunjagnya adalah mesin cut yang
berfungsi untuk memudahkan proses pemotongan dan pelipatan desain kemasan
6. Kemasan pengiriman
Pada kemasan pengiriman adalah aspek yang harus diperhatikan apabila dengan
kemasan yang baru, mempengaruhi biaya pegiriman dari produsen kepada
konsumen, karena pada desain kemasan keripik tempe mengalami peningkatan
volume ukuran sehinggga dapat mempengaruhi ukuran kemasan sekunder yang
biasanya digunakan saat pengiriman dari produsen ke penjual.
7. Biaya Dekorasi dan biaya lainnya
Pada biaya dekorasi adalah apabila kemasan yang digunakan harus mengalami
proses dekorasi sebelum dipasarkan, misalkan dengan tahapan hot stamping atau
pencetakan label kemasan. Pada kemasan keripik tempe tahapan hot stamping
dilakukan saat proses memasukkan keripik tempe kedalam kemasan plastik.
Sedangkan untuk biaya lainnya meliputi biaya assembly, dan biaya keuntungan
tambahan.

Berikut ini merupakan estimasi biaya untuk desain kemasan keripik tempe yang baru
dengan memperhatkann aspek diatas, dengan asumsi mencetak 100 kemasan keripik tempe
yang baru.
102

Tabel 4.36
Perhitungan Komponen Biaya Kemasan Baru
No Komponen biaya Rincian komponen biaya Biaya
1 Material kertas art Biaya cetak kertas dengan material Rp 300.000,00
paper dan biaya art paper sebanyak 100 buah sebesar
laminasi Rp 200.000 kemudian untuk biaya
laminasi perlembar sebanyak 100
buah sebesar 100.000
2 Biaya kemasan Jika kemasan lama, 1 dus berisi 12 Rp 39.000
pengiriman buah kemasan keripik tempe, dengan
kemasan keripik tempe yang baru
berisi 8, dengan biaya kardus Rp
3000 setiap bijinya, maka diperlukan
13 kardus untuk 100 kemasan,
3 Biaya proses Dari percetakan dikenakan biaya Rp. 50.000
pembuatan pemotongan dan pelipatan kemasan
untuk memudahkan proses assembly,
biaya potong dan lipatan dibebankan
pada 100 kemasan
4 Biaya Dekorasi dan Biaya dekorasi meliputi pada saat Rp. 30.000
biaya lainnya proses stamping dimana meliputi
biaya pekerja, misalkan pekerja digaji
sebesar 30.000 untuk stamping 100
kemasan dan biaya assembly
Total Biaya Rp 419.000

Dari total biaya keseluruhan mencapai 419..000 terhadap 100 kemasan keripik tempe,
sehingga untuk setiap produk keripik tempe yang memiliki desain kemasan yang baru
sebesar Rp 4190, secara sederhana dalam penentuan harga keripik tempe yang baru,
misalkan dengan harga lama sebesar Rp 8000 ditambakan dengan harga pembuatan kemasan
yang baru sekitar Rp 4190, maka untuk harga keripik tempe yang baru adalah sebesar Rp
12.190 jika tidak memperhatikan aspek-aspke lainnya selain yang disebutkan diatas, maka
yang diperlukan disini adalah analisis biaya lebih lanjut, apabila dengan kemasan yang baru,
barang yang dapat dijual lebih banyak dan menarik lebih banyak konsumen maka kemasan
dpaat dikembangkan.

4.7.3 Rencana Pengembangan Produk berdasarkan Segi Dampak terhadap


Lingkungan
Dalam desain kemasan yang baru, tentunya harus memperhatikan aspek apakah
kemasan yang baru dibuat ramah bagi lingkungan sekitarnya, pemilihan bahan yang
biodegradable sangat membantu untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan, Dalam
desain kemasan keripik tempe terdapat dua bahan yang digunakan, yaitu plastik dan kertas,
untuk plastik dapat diatas dengan dua hal, yang pertama yaitu dengan memilih jenis plastik
yang dapat terurai secara otomatis dalam jangka waktu tertentu, tentu hal ini juga perlu
memperhatikan tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa. Kemudian yang kedua adalah
103

dengan membuat suatu program dimana setiap plastik/kertas kemasan yang telah selesai
dikonsumsi bisa ditukarkan dengan beberapa produk, akan tetapi kedua hal tersebut
memiliki investasi biaya yang cukup besar untuk pengembanganya. Selain kemasan yang
sudah jadi, proses mengurangi dampak bagi lingkungan sekitar juga dapat dilakukan saat
proses pembuatan kemasan, dimana minimalisir jumlah limbah dapat dilakukan dengan
pengurangan jumlah kertas yang gagal cetak, pengurangan jumlah plastik, dan menyiasati
layout kemasan sehingga satu kertas dapat digunakan untuk beberpa desain kemasan.

4.7.4 Rencana Pengembangan Produk berdasarkan Segi Desain Kemasan


Kemudian untuk tahap pengembangan kemasan ada beberapa hal yang bisa dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan kemasan dikemudian hari , dari hasil
analisis konjoin diketahui nilai imporatnce values setiap elemen dalam kemasan, mulai dari
bentuk kemasan, bahan kemasan, warna kemasan dan sarana pendukung kemasan. Bentuk
kemasan memiliki nilai importance value terbesar dibandingkan dengan elemen lainnya, hal
ini berarti elemen kemasan yang memiliki dampak terbesar dalam persepsi konsumen
mengenai desain kemasan adalah bentuk kemasan, dalam alternatif kemasan yang telah
terbentuk pada alternatif desain memiliki bentuk kotak, tabung/segienam, dan pouch. Bentuk
kemasan seharusnya bisa dieksplorasi lebih lanjut,karena macam-macam bentuk kemasan
yang tersedia di pasar tersedia lebih banyak. Macam bentuk kemasan terdapat pada Gambar
4.27.

Gambar 4.28 Bentuk kemasan

Kemudian selain bentuk kemasan, bahan kemasan juga berpengaruh terhadap


kebutuhan konsumen, hal ini diketahui bahwa nilai importance values terbesar kedua adalah
104

bahan kemasan. Ada banyak bahan untuk kemasan, mulai dari kertas/karton, bahan semi
rigid/PVC, bahan fleksibel seperti plastik, bahan kaca dan sebagainya. Pada bahan kemasan
mengikuti dari apa yang ada didalamnya. Pemilihan bahan kemasan harus sesuai dengan
barang yang dilindungi didalamnya, sesuai dengan barang yang dilindungi didalamnya
adalah bahan kemasan aman bagi produk yang ada didalamnya. Bahan kemasan juga harus
memperhatikan aspek lingkungan yaitu apabila kemasan dibuang, limbah yang dihasilkan
tidak berbahaya atau bisa terurai dengan baik. Kemudian selanjutnya adalah corak warna
kemasan. Corak warna dari kemasan dapat mempengaruhi daya beli konsumen. Kemasan
yang memiliki corak yang eye catching akan lebih menarik perhatian konsumen daripada
kemasan yang memiliki corak biasa saja. Karena setiap kemasan ditinjau dari 3 segi, yaitu
fungsional, emosional, dan hukum/legalitas. Dari segi fungsional terdapat bentuk
kemasan,bahan kemasan , dan sarana penunjang. Sedangkan dari segi emosional terdapat
penampilan kemasan dari segi warna, layout, dan toleransi warna. Macam bentuk corak dari
kemasan terdapat pada Gambar 4.28

Gambar 4.29 Corak warna kemasan

Selain dari bentuk kemasan, bahan kemasan, dan corak warna kemasan yang terakhir
adalah sarana penunjang kemasan. Meskipun nilai dari importance values sarana penunjang
kemasan memiliki nilai yang paling kecil, tentu tidak boleh disepelekan dalam hal
pengembangan desain kemasan. Sarana penunjang dapat digunakan sebagai sarana untuk
menambah nilai jual dari kemasan tersebut terhadap konsumen asal dikembangkan dengan
baik dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh kosumen, misalkan window pada kemasan.
Window berfungsi sebagai sarana konsumen untuk melihat produk apa yang ada didalamnya
tanpa harus menampilkan gambar produk pada label kemasan. Dari beberapa hal tersebut
dapat digunakan oleh desainer atau pihak ukm dalam perencanaan pengembangan kemasan
selanjutnya, kemudian dari setiap alternatif desain kemasan biasanya hanya terpilih 1-3
desain kemasan yang akan digunakan oleh produsen, ide-ide desain kemasan yang terlalu
ekstrem terkadang dimatikan oleh produsen maupun desainer karena bukan menjadi suatu
105

tren pada pangsa pasarnya, akan tetapi Sri Julianti (2014) mengemukakan bahwa ide
kemasan yang radikal atau terlalu ekstrem tidak boleh langsung dimatikan, karena dalam
waktu 4-5 tahun mendatang ide tersebut bisa saja menjadi tren di pasaran.

8.8 Analisis dan Pembahasan


Berdasarkan penelitian mengenai perancangan produk kemasan keripik tempe dengan
metode kansei engineering dan cultural ergonomics yang telah dijabarkan pada bab 4 ini,
berikut ini merupakan ringkasan dari analisis dan pembahasan penelitian secara keseluruhan.
1. Identifikasi Kebutuhan Konsumen
Tahapan pertama dari penelitian pengembangan produk kemasan keripik tempe
adalah dengan melakukan identifikasi kebutuhan konsumen. Pada tahap identifikasi
kebutuhan pelanggan dilakukan penggalian ide kepada konsumen, ide yang
diberikan oleh konsumen kemudian diolah melalui metode kansei engineering.
Kemudian pada analisis cultural ergonomics dilakukan analisis pada setiap faktor
yang berpengaruh terhadap aspek cultural.
2. Analisis kansei engineering
Pada tahapan analisis kansei engineering, tahapan pertama yang dilakukan adalah
dengan pengumpulan kansei words. Dari total 101 kansei words dilakukan
strukturisasi sehingga tersisa 22 kansei words yaitu dekoratif, maksimalis, moderen,
tebal, khas, ergonomis, berwarna, kompleks, cerah, lunak, besar, fleksibel, elegan,
rapi, inovatif, terbuka, halus, visual, variatif, berkualitas, detail, dan kasual.
Kemudian dari kansei words tersebut dilakukan analisis semantic differential yang
diikuti dengan uji validitas dan uji reliabilitas serta analisis faktor sehingga tersisa 20
kansei words. Dari 20 kansei words dilakukan sintesis masing-masing kansei words
dengan product properties baik secara kualitatif dan kuantitatif sehingga didapatkan
6 alternatif desain kemasan. Dari 6 alternatif desain kemasan, 5 alternatif desain
kemasan didapatkan dari sintesis secara kualitatif dengan bantuan desainer yang
berpengalaman pada bidang kemasan, dan 1 alternatif desain kemasan dari dari
sintesis secara kuantittif melalui analisis konjoin.
3. Analisis aspek cultural ergonomics
Pada analisis aspek cultural ergonomics dilakukan analisis pada setiap faktor yang
berpengaruh terhadap aspek cultural, analisis dilakukan pada penelitian sebelumnya
kemudian peneliti membuat konsep desain aspek cultural dalam bentuk label
106

kemasan, yang mempunyai atribut warna, informasi yang tercetak, tipografi, bentuk
geometri kemasan, dan gambar kemasan. Dari hasil cultural ergonomics didapatkan
berupa 9 alternatif desain label kemasan, kemudian konsumen memilih label mana
yang menarik perhatian dari konsumen.
4. Perbandingan hasil kansei engineering dan cultural ergonomics
Pada perbandingan hasil antara kansei engineering dan cultural ergonomics, peneliti
membuat bentuk konsep dari setiap desain, kemudian dua komponen desain dari dua
aspek tersebut digabungkan dari setiap desain hasil kansei engineering pada setiap
desain hasil cultural ergonomics.
5. Desain kemasan pilihan konsumen
Pada tahapan desain kemasan pilihan konsumen, penelti membuat model nyata dari
setiap konsep desain yang dihasilkan pada perbandingan hasil kansei engineering
dan cultural ergonomics, yaitu dari 6 alternatif konsep desain dari kansei engineering
dan 3 desain label terpilih dari cultural ergonomics. Pada tahapan ini juga dilakukan
proses penyaringan matriks pada setiap konsep sehingga dihasilkan 6 desain
kemasan
6. Rencana pengembangan produk
Pada rencana pengembangan produk, peneliti memberikan masukan beberapa hal
yang harus diperhatikan saat mengembangkan produk berupa desain kemasan
keripik tempe, pertimbangan dalam desain kemasan keripik tempe untuk beberapa
tahun mendatang. Tahap pengembangan kemasan ada beberapa hal yang bisa
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan kemasan dikemudian
hari , dari hasil analisis konjoin diketahui nilai imporatnce values setiap elemen
dalam kemasan, mulai dari bentuk kemasan, bahan kemasan, warna kemasan dan
sarana pendukung kemasan. Berikut ini merupakan apa yang bisa dijadikan
pertimbangan dalam desain kemasan dikemudian hari :
- Bentuk kemasan, bentuk memiliki nilai importance value terbesar
dibandingkan dengan elemen lainnya, hal ini berarti elemen kemasan yang
memiliki dampak terbesar dalam persepsi konsumen mengenai desain
kemasan adalah bentuk kemasan, dalam alternatif kemasan yang telah
terbentuk pada alternatif desain memiliki bentuk kotak, tabung/segienam, dan
pouch. Bentuk kemasan seharusnya bisa dieksplorasi lebih lanjut,karena
macam-macam bentuk kemasan yang tersedia di pasar tersedia lebih banyak.
107

- Bahan kemasan, bahan kemasan juga berpengaruh terhadap kebutuhan


konsumen, hal ini diketahui bahwa nilai importance values terbesar kedua
adalah bahan kemasan. Ada banyak bahan untuk kemasan, mulai dari
kertas/karton, bahan semi rigid/PVC, bahan fleksibel seperti plastik, bahan
kaca dan sebagainya. Pada bahan kemasan mengikuti dari apa yang ada
didalamnya. Pemilihan bahan kemasan harus sesuai dengan barang yang
dilindungi didalamnya, sesuai dengan barang yang dilindungi didalamnya
adalah bahan kemasan aman bagi produk yang ada didalamnya. Bahan
kemasan juga harus memperhatikan aspek lingkungan yaitu apabila kemasan
dibuang, limbah yang dihasilkan tidak berbahaya atau bisa terurai dengan
baik. Kemudian selanjutnya adalah corak warna kemasan. Corak warna dari
kemasan dapat mempengaruhi daya beli konsumen. Kemasan yang memiliki
corak yang eye catching akan lebih menarik perhatian konsumen daripada
kemasan yang memiliki corak biasa saja. Karena setiap kemasan ditinjau dari
3 segi, yaitu fungsional, emosional, dan hukum/legalitas. Dari segi fungsional
terdapat bentuk kemasan,bahan kemasan , dan sarana penunjang. Sedangkan
dari segi emosional terdapat penampilan kemasan dari segi warna, layout, dan
toleransi warna.
Alternatif desain kemasan dapat digunakan sebagai pertimbangan oleh UMKM
keripik tempe Kota Malang dalam memilih alternaitf kemasan untuk produk UMKM,
karena alternatif kemasan yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan berasal dari
citra produk yang diinginkan oleh konsumen. Bagi UMKM tahapan untuk beralih
dari kemasan yang selama ini digunakan ke desain kemasan yang baru juga perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu dari segi konsumen dan dari segi biaya. Dari segi
konsumen, desain kemasan yang baru belum tentu bisa diterima oleh konsumen lama
karena terkadang konsumen akan menganggap barang itu palsu apabila suatu produk
yang awalnya biasa kemudian dikemas dengan wadah yang lebih menarik (Sri
Julianti;2014). Tetapi hal tersebut bisa diatasi dengan branding dan komunikasi yang
baik dari produsen pada konsumen. Kemudian dari segi harga, perubahan desain
keamasan akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan, yang tentunya biaya
merupakan aspek yang sensitif bagi usaha kecil dan menengah. Faktor biaya tidak
akan berpengaruh apabila diimbangi dengan kenaikan hasil penjualan, apabila
konsumen senang dengan branding suatu barang dan uang yang dikeluarkan
sebanding dengan apa yang konsumen dapatkan. Dalam desain kemasan yang baru,
108

tentunya harus memperhatikan aspek apakah kemasan yang baru dibuat ramah bagi
lingkungan sekitarnya, pemilihan bahan yang biodegradable sangat membantu untuk
mengurangi dampak terhadap lingkungan .Keempat hal tersebut yang harus menjadi
perhatian pada saat mengganti kemasan lama ke model desain kemasan yang baru.
109

BAB V
PENUTUP

Pada bagian penutup akan dibahas mengenai kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan dan saran yanng diperlukan untuk penelitian berikutnya.

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah :
2. Pada metode kansei engineering didapatkan kansei words yaitu kata moderen, tebal,
khas, ergonomis, berwarna, kompleks, cerah, lunak, besar, fleksibel, elegan, rapi,
inovatif, terbuka, halus, visual, variatif, berkualitas, detail, dan kasual. Dari kansei words
tersebut didapatkan 6 alternatif desain kemasan yang terdiri dari elemen bentuk kemasan,
bahan kemasan, corak warna kemasan, dan sarana penunjang kemasan.
3. Pada metode cultural ergonomics didapatkan faktor dalam aspek cultural adalah warna
kemasan, informasi yang tercetak dikemasan, tipografi, garis dan geometri kemasan, dan
gambar kemasan. Untuk kategori dalam setiap item adalah sebagai berikut, pada warna
kemasan warna yang cocok untuk jenis produk lokal dan harga ekonomis adalah warna
putih, kuning, dan warna pudar. Pada gambar latar belakang adalah gambar yang sesuai
adalah fotografi dan konsumen target, bisa ditambahkan ilustrasi mengenai produk untuk
menambahkan kesan elegan. Kemudian untuk Tipografi yang ada yaitu menggunakan
komposisi tipografi huruf serif dan roman, dan bentuk garis dan geometri adalah
komposisi garis lurus, dan outline lurus serta bentuk segitiga/asimetris.
4. Pada perancangan produk kemasan keripik tempe didapatkan 6 alternatif desain kemasan
yang didapatkan kombinasi dari metode kansei engineering dan cultural ergonomics.
Alternatif desain 1 yaitu kombinasi dari desain 1 dan label 5, alternatif desain 2 yaitu
kombinasi dari desain 2 dan label 7, alternatif 3 yaitu kombinasi dari desain 3 dan label
1, alternatif desain 3 yaitu kombinasi dari desain 3 dan label 1, alternatif desain 4 yaitu
kombinasi dari desain 4 dan label 7, alternatif desain 5 yaitu kombinasi dari desain 5 dan
label 1, dan yang terakhir yaitu alternatif desain 6 yaitu kombinasi dari desain 6 dan label
7.

109
110

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan adalah:
1. Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya penelitian dilanjutkan hingga tahap pengujian
konsep sehingga spesifikasi produk yang dihasilkan bisa langsung diterapkan di pasaran
2. Melibatkan peran pemerintah dan UMKM secara langsung agar mempermudah proses
pengembangan konsep produk pada kemudian hari

Anda mungkin juga menyukai