“ PENERAPAN Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) PADA
PRODUKSISURIMI BEKU IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) “
Disusun oleh :
Nama : NABILA DYAH NINGRUM NIM. 141911233119
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2021 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat perkembangan teknologi dan informasi yang menimbulkan
timbulnya pasar bebas dunia sehingga persaingan ketat di pasar internasional utamanya pada industri pangan hasil perikanan. Menghadapi pasar bebas menjadi alasan penting untuk industri pangan di Indonesia agar dapat meningkatkan mutu serta jaminan keamanan produk olahan perikanan. Produk hasil perikanan yang bermutu dan aman di Indonesia dapat menjaga pasaran dan kontinuitas usahanya, apabila diekspor menambah devisa bagi negara.
Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006) dalam Perdana (2018)
karakteristik yang harus dipertimbangkan untuk produk olahan pangan yang aman antara lain: mutu bahan baku, metoda proses, kontaminasi pasca proses dan penentuan titik kendali kritis. Unsur-unsur bahaya ini mencakup racun biologis, hasil reaksi kimia serta kontaminasi terhadap fisik pangan, dan dapat diidentifikasi melalui komponen analisis bahaya dari HACCP. HACCP (Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis) adalah sistem yang mengendalikan keamanan pangan mulai dari penerimaan bahan baku sampai menjadi bahan siap santap. Sistem ini menekankan pentingnya pemilihan teknologi yang tepat dan bagaimana cara melakukan validasi terhadap teknologi tersebut.
Menurut Rahayu & Wibisono (2016) bahan baku perikanan merupakan
produk pangan yang bersifat sangat peka terhadap bahaya mikrobiologi, mempunyai resiko sebagai penyebab penyakit dan keracunan karena sangat mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme pathogen serta mudah rusak karena komponen penyusunnya yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga diperlukan penanganan yang baik untuk mencegah resiko ini. Cara penanganan dan pengolahan yang baik dapat berjalan dengan optimal jika penerapan GMP dan SSOP berjalan sesuai prosedurnya.
Good Manufacturing Practice (GMP) adalah merupakan suatu pedoman
cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Food and Drug Administration, 2019).
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah pedoman
persyaratan sanitasi unit pengolahan ikan. Sanitasi dan hygiene adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan (Food and Drug Administration, 2019).
Penerapan konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
harus diterapkan dalam seluruh rangkaian proses penanganan dan pengolahan hasil perikanan, mulai pra panen, pasca panen hingga siap untuk didistribusikan. Dalam penerapannya melibatkan seluruh masyarakat perikanan secara langsung maupun tidak langsung sehingga proses produksi dapat dikendalikan dan menghasilkan produk yang bermutu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
Klasifikasi ikan kurisi menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Malacopterigii Famili : Nemipteridae Genus : Nemipterus Species : Nemipterus nematophorus
Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) memiliki badan agak bulat
memanjang, tertutup sisik yang mudah tanggal atau lepas. Selain itu, ciri khas laindari ikan ini adalah sirip perut dan sirip ekor bagian atas memanjang seperti benang (threadfin). Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) memiliki ciri khusus lain yaitu warna badan yang cerah dan merah kekuningan. Ikan kurisi (Nemipterusnematophorus) memiliki nama lokal yaitu Trisi, Kerisi, Gurisi, Ili Pasir, Juku Eja, Kambayan (Wiadya, 2012).
2.2 Surimi Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
Salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan ikan kurisi adalah dengan mengembangkan surimi. Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product) berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan pembekuan. Surimi merupakan konsentrat dari protein miofibrilar yang mempunyai kemampuan pembentukan gel, pengikatan air, pengikat lemak dan sifat-sifat fungsional yang baik. Surimi memiliki potensi untuk pembuatan berbagai produk makanan berbasis surimi (surimi based- product) seperti daging kepiting tiruan, kamaboko, chikuwa, satsumiage/tempura, bakso ikan, sosis ikan, dan lain-lain (Latifa, dkk., 2014).
2.3 Persyaratan Dasar dalam Penerapan HACCP
Cara berproduksi yang baik dan benar atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah implementasi untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas, menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu (wholesomeness) dan keamanan pangan (food safety) (Pusat Sertifikasi Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, 2014). Persyaratan penting yang harus diperhatikan dalam penerapan GMP yaitu persyaratan bahan baku dan persyaratan produk akhir harus sesuai dengan persyaratan keamanan dan mutu yang berlaku (KKP, 2019). Unit pengolahan ikan harus melaksanaan prosedur Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) untuk mencegah kontaminasi terhadap produk yang diolah (Kadarisman & Muhandri, 2016). BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Good Manufacturing Practices merupakan persyaratan kelayakan dasar
yang kedua yang harus dipenuhi oleh Unit Pengolahan Perikanan (UPI) agar dapat memproduksi produk yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi (Astutik, 2015).
Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP) atau prosedur operasi
standar sanitasi yang diterapkan di PT Bintang Karya Laut menurut Astutik (2015) sebagai berikut:
1. Keamanan Air dan Es
Air yang digunakan dalam proses produksi produksi surimi di PT Bintang
Karya Laut adalah air yang berasal dari air tanah yang telah dilakukan treatment dengan reserve osmosis (RO) yang telah teruji aman untuk digunakan. Penggunaan air telah memenuhi persyaratan, baik air yang digunakan untuk proses produksi, cuci tangan, cuci kaki, peralatan, lantai dan sebagainya.
Es yang digunakan untuk proses produksi produksi surimi di PT Bintang
Karya Laut PT Bintang Karya Laut menggunakan ice flake (es lempeng) yang dibuat sendiri oleh pihak pabrik menggunakan bantuan mesin pembuat es atau ice flake machine. Pemeriksaan terhadap kualitas air dan es dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Dinas Kesehatan Semarang setiap enam bulan. Sedangkan pengujian kualitas air dan es oleh perusahaan dilakukan setiap satu bulan.
2. Kebersihan Permukaan yang Kontak Langsung dengan Pangan
Peralatan yang digunakan pada proses produksi di PT Bintang Karya Laut
peralatan yang digunakan dalam produksi surimi yaitu meja stainless steel, pisau stainless steel, baskom stainless steel, merupakan peralatan yang halus, tahan air dan anti karat. Sanitasi peralatan dilakukan sebelum dan setelah proses oleh karyawan sanitasi. Sanitasi meja kerja dilakukan dengan cara menyemprot meja menggunakan air yang dicampur chlorine 100 ppm.
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Tata letak ruang produksi berhubungan erat dengan terjadinya kontaminasi
silang terhadap pangan. Ruang produksi di PT Bintang Karya Laut diberi sekat untuk setiap ruang proses seperti ruang penerimaan bahan baku, sortasi, pemotongan kepala, leaching, pengepakan dan penyimpanan sehingga dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi silang dan tidak menggangu kelancaran serta aktivitas karyawan.
4. Fasilitas cuci tangan, sanitasi dan toilet
Fasilitas cuci tangan di PT Bintang Karya Laut ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau seperti di sebelah pintu masuk ruang produksi, di dalam ruang produksi dan di sebelah toilet. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan sabun cair untuk cuci tangan dan lap tangan. Sedangkan fasilitas footbath ditempatkan sebelum memasuki ruang produksi dan sebelum memasuki laboratorum fisik. 5. Pelabelan dan Penyimpanan Bahan Kimia Pemberian label pada bahan kimia penting dilakukan guna mencegah kesalahan dan memonitor penggunaan. Bahan pembersih dan sanitaizer disimpan dalam ruang sanitasi dan diberi label, untuk cara penggunaan ditempel di ruang sanitasi. 6. Pengendalian Hama PT Bintang Karya Laut menggunakan alat yang berbeda untuk mengendalikan binatang pengerat dan serangga di dalam dan di luar ruang produksi. Pengendalian serangga di luar ruang produksi dengan memasang insect killer pada pintu masuk dan di dekat ruang penerimaan bahan baku, sedangkan di dalam bangunan dipasang Fliestop Station pada pintu masuk ruang produksi, sisi pintu area receiving dan sisi pintu ruang packing. Terdapat pula alat penangkap lalat sebanyak 17 titik yang terbuat dari sedotan dan lem serangga. 7. Penanganan Limbah Limbah yang dihasilkan dari proses produksi surimi di PT Bintang Karya Laut meliputi limbah cair dan padat. Limbah cair berasal dari air yang digunakan selama proses produksi dan berasal dari air pencucian surimi. Penanganan limbah cair di dalam ruang produksi yaitu dengan cara membuat selokan kecil yang diatasnya terdapat celah-celah kecil sehingga limbah yang masuk hanya limbah cair. 8. Kesehatan Karyawan Pengendalian kondisi kesehatan karyawan yang dapat mengakibatkan kontaminasi mikrobiologi pada pangan, bahan kemasan pangan dan permukaan peralatan yang dipakai langsung untuk pangan. Ketentuan bagi karyawan yang sakit, jadwal pemeriksaan kesehatan rutin, imunisasi& pengujian penyakit tertentuyang dilaksanakan setiap bulan sekali. BAB IV PENUTUP
Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP) atau prosedur operasi
standar sanitasi yang diterapkan di PT Bintang Karya Laut diantaranya ialah keamanan air dan es, kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan pangan, pencegahan kontaminasi silang, fasilitas cuci tangan, sanitasi dan toilet, pelabelan dan penyimpanan bahan kimia, pengendalian hama, penanganan limbah, dan kesehatan karyawan. DAFTAR PUSTAKA
Astutik, K. W. (2015). Produksi Surimi Beku Berbahan Baku Ikan Kurisi
(Nemipterussp.) Di PT. Bintang Karya Laut Rembang Jawa Tengah (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA). Food and Drug Administration. (2019). Fish and Fishery Product Hazard and Control Guidance. Florida Sea Grant IFAS - Extension Bookstore University of Florida P.O. Box 110011 32611-0011 (800) 226-1764 (fourth edi). Florida Sea Grant: Department Of Health and Human Services, Public Health Service, Food and Drug Administration, Center For Food Safety and Applied Nutrition, Office Of Food Safety. Latifa, B. N., Darmanto, Y. S., & Riyadi, P. H. (2014). Pengaruh Penambahan Karaginan, Egg White Dan Isolat Protein Kedelai Terhadap Kualitas Gel Surimi Ikan Kurisi (Nemipterus Nematophorus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4), 89-97. Kadarisman, D., & Muhandri, T. (2016). Pengendalian Mutu pada Industri Pangan. Universitas Terbuka. Kementrian Kelautan dan Perikanan. (2019). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (Nomor 17/PERMEN-KP/2019). KKP. Perdana, W. W. (2018). Penerapan Gmp Dan Perencanaan Pelaksanaan Haccp (Hazard Analysis Critical Control Point) Produk Olahan Pangan Tradisional (Mochi). Agroscience, 8(2), 231-267. Pusat Sertifikasi Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. (2014). Petunjuk Teknis Inspeksi Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) Berdasarkan Konsepsi HACCP pada Unit Pengumpul/Supplier. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Rahayu, W. P., & Wibisono, W. (2016). Penerapan good logistic practices untuk produk perikanan. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, 3(2), 129- 147. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta. 507 hlm. Wiadya, dan D. Setyohadi. 2012. Mata Kuliah PKIP/Subsistem Alamiah : Sumberdaya Ikan. Fakultas Perikanan & Ilmu Pengetahuan. Universitas Brawijaya. Lampiran