Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN MUTU HASIL PERIKANAN

“Penerapan Sisitem Pengendalian Mutu Dan Keamanan Pangan (CPPB –

BPOM) pada Industry Abonindi di Kota Kendari”

OLEH:

NAMA : SAHLAN

NIM : Q1B1 17 009

KELOMPOK : II (DUA)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan perikanan dalam pembangunan ekonomi cukup besar, baik sebagai

penghasil bahan pangan sumber protein maupun sebagai penghasil devisa negara.

Kebutuhan atas komoditi perikanan, yang diketahui sampai saat ini yaitu masih

rendahnya konsumsi ikan penduduk Indonesia rata-rata per tahun mencapai 19

kg/kapita pada tahun 2003. Dengan harapan konsumsi ikan rata-rata nasional akhir

tahun 2004 adalah 22 kg/kapita dan meningkat menjadi 22,7 kg/kapita pada tahun

2005. Apabila nilai ini tercapai maka dalam tahun 2004 diperkirakan dibutuhkan 4,4

juta ton ikan (Marwan Syaukani, 2004 dan Dirjen Pengolahan & Pemasaran Hasil

Perikanan, 2006).

Abon ikan merupakan salah satu bentuk olahan yang umumnya dibuat dari

daging yang disuwir-suwir dan ditambahkan bumbu kemudian dilakukan

penggorengan dan pengepresan. Abon ikan dapat digunakan sebagai alternatif lain

dalam penyajian, selain karena praktis, juga rasanya disukai karena ditambahkan

bumbu-bumbu. Abon ikan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

penganekaragaman produk olahan utamnya untuk bahan pangan yang kurang

diminati seperti ikan air tawar. Flavor merupakan inti dari penerimaan dan penolakan

abon, yang biasanya disebabkan karena bau anyir atau amis ikan masih terasa.

Pembuatan abon ikan relatif mudah dan dapat dijadikan sebagai alternatif sumber

pendapatan keluarga, selain itu dapat dilakukan dalam skala kecil maupun skala

industri.
Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan

adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gisi

(gizi) dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.

Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai kandungan gisi,

tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan standar perdagangan yang

berlaku.

Good Manufacturing Practice (GMP) merupakan pedoman cara berproduksi

pangan yang bertujuan supaya produsen pangan memenuhi persyaratan-persyaratan

yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman

dikonsumsi sesuai dengan tuntutan konsumen. GMP wajib diterapkan oleh industri

yang menghasilkan produk pangan sebagai upaya preventif agar pangan yang siap

dikonsumsi tersebut bersifat aman, layak, dan berkualitas (Anggraini dan Yudhatuti,

2014)

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuannya dilakukannya praktikumini adalah untuk mengetahui pengendalian

muti dan penerapan GMP pada pabrik pengolahan aboninidi di kota kendari

Manfat dilakukanya praktikum ini untuk memahami dan mempelajari

pengendalian muti dan penerapan GMP pada pabrik pengolahan aboninidi di kota

kendari
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abon

Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal banyak orang.

Abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang dibuat dari daging yang

direbus dan disayat-sayat, diberi bumbu, digoreng, kemudian dipres. Pada prinsipnya,

abon merupakan suatu proses pengawetan, yaitu kombinasi antara perebusan dan

penggorengan dengan menambahkan bumbu-bumbu. Produk yang dihasilkan

mempunyai tekstur, aroma, dan rasa yang khas. Selain itu, proses pembuatan abon

merupakan proses pengurangan kadar air dalam bahan daging yang bertujuan untuk

memperpanjang proses penyimpanan. (SNI 01-3707-1995)

Selama ini, abon yang beredar di pasaran dan dikonsumsi masyarakat

adalah abon yang berasal dari daging ikan Masyarakat mengkonsumsi abon sebagai

lauk yang memiliki rasa yang enak dan mempunyai nilai gizi yang tinggi terutama

pada protein dan lemak (SNI 01-3707-1995)

2.2 Standar Mutu Abon

Sebagai salah satu produk hasil olahan daging, abon telah lama dikonsumsi oleh

masyarakat luas. Walaupun terdapat berbagai variasi jenis dan rasa abon, tetapi abon

yang beredar di pasar harus sesuai dengan standar yang berlaku. Beberapa nilai yang

harus dipenuhi adalah kadar air, abu, lemak, protein, gula, cemaran logam, dan

cemaran mikroorganisme. Secara terperinci standar mutu abon disajikan sebagai

berikut :
Tabel Standar Industri Indonesia Untuk Abon No. 0368-80, 0368-85.
Komponen Nilai
Lemak (maksimum) 30 %
Gula (maksimum) 30 %
Protein 20 %
Air (maksimum) 10 %
Abu (maksimum) 9%
Aroma, warna, dan rasa Khas
Logam berbahaya (Cu,Pb,Mg,Zn dan As) Negatif
Jumlah Bakteri (maksimum) 3.000/g
Bakteri bentuk koli Negatif
Jamur negatif
Sumber: Standar Industri Indonesia

Menurut Wisena (1998) yang dikutip oleh Sianturi (2000), semakin tinggi

harga abon, kualitas abon semakin baik, dimana bahan tambahan yang digunakan

sebagai pencampur semakin sedikit atau tidak ada sama sekali.

2.3 Penendalian Mutu

Kegiatan pengendalian mutu mencakup kegiatan menginterprestasikan dan

mengimplementasikan rencana mutu. Rangkaian kegiatan ini terdiri dari pengujian

pada saat sebelum dan sesudah proses produksi yang dimaksudkan untuk memastikan

kesesuaian produk terhadap persyaratan mutu. Mengacu Kadarisman (1994), sesuai

dengan standar ISO 9000, maka kegiatan pengendalian memiliki fungsi antara lain:

1. Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada berbagai titik dalam

proses produksi.

2. Memelihara dan mengkalibrasi peralatan pengendalian proses.


3. Meneliti cacat yang terjadi dan membantu memecahkan masalah mutu selama

produksi.

4. Melaksanakan pengendalian mutu terhadap bahan yang diterima.

5. Mengoperasikan laboratorium uji untuk melaksanakan uji dan analisa.

6. Mengorganisasikan inspeksi pada setiap tahap proses dan spot checks bilamana

diperlukan.

7. Melaksanakan inspeksi akhir untuk menilai mutu produk akhir dan efektivitas

pengukuran pengendalian mutu.

8. Memeriksa mutu kemasan untuk memastikan produk mampu menahan dampak

transportasi dan penyimpanan.

9. Melakukan uji untuk mengukur dan menganalisa produk yang diterima akibat

tuntutan konsumen.

10. Memberikan umpan balik data cacat dan tuntutan konsumen kepada bagian

rekayasa mutu.

2.4 Manajement Mutu

ISO 9000 dikeluarkan oleh International Organization for Standardization

(ISO) yang berpusat di Genewa. ISO 9000 merupakan seri standar internasional

untuk sistem mutu yang mengharuskan persyaratan-persyaratan yang spesifik dan

rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen, dengan tujuan

menjamin bahwa pemasok (perusahaan) menyerahkan atau memproduksi barang dan

atau jasa sesuai persyaratan yang ditetapkan. Standar internasional seri ISO 9000
diterbitkan dalam enam dokumen terpisah dengan nama ISO 8402, ISO 9000, ISO

9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996).

Manfaat penerapan ISO 9001:2000 menurut Gaspersz (2001) adalah: (1)

meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu yang

terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta daya saing

dalam memasuki pasar gobal, (3) menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit

sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan secara berkala, (4) membuka pasar

baru karena nama perusahaan terdaftar pada lembaga registrasi terpercaya, (5)

meningkatkan mutu dan produktivitas kerja manajemen melalui kerjasama dan

komunikasi yang lebih baik, (6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7)

mengubah kultur kerja karyawan menjadi kutur mutu.

2.5 (Good Manufacturing Practices – GMP)

GMP merupakan suatu metode atau cara berproduksi yang baik yang benar

dalam rangka menghasilkan produk dengan mutu yang baik sesuai dengan harapan.

Selanjutnya GMP menyangkut informasi dan langkah-langkah detil dalam setiap

tahapan proses pengolahan. Hal ini dimaksudkan agar setiap penanggung-jawab

proses pengolahan dapat memahaminya dengan baik sehingga dia bisa

mengimplementasikannya di lapangan bersama para karyawan lainnya. Tahapan

proses pengolahan ini tentu saja berbeda antara satu jenis produk dengan jenis produk

lainnya atau kemungkinan juga berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan

lainnya. Menurut CAC (2003), Good Manufacturing Practices (GMP) meliputi

delapan persyaratan, meliputi:


1. Persyaratan bahan baku

2. Persyaratan bahan pembantu dan tambahan makanan (food additives)

3. Persyaratan produk akhir

4. Persyaratan penanganan

5. Persyaratan pengolahan

6. Persyaratan pengemasan

7. Persyaratan penyimpanan

8. Persyaratan pengangkutan dan distribusi.

Good Manufacturing Practice (GMP) adalah salah satu penerapan aktivitas

pengendalian mutu yang dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan

mengurangi resiko food safety problems (Hermansyah, 2013)


III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Penerapan Sistem Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan (CPPB

– BPOM) pada Industri Abonindi di Kota Kendari dilaksanakan pada hari Kamis, 9

Januari 2020, pukul 07:00 WITA sampai selesai. Bertempat di rumah produksi

Abonindi Jalan Diponegoro No.90B, Benu-Benua, Kendari, Sulawesi Tenggara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Penerapan Sistem Pengendalian Mutu dan

Keamanan Pangan (CPPB – BPOM) pada Industri Abonindi di Kota Kendari yaitu

alat tulis dan alat dokumentasi.

Bahan yang digunakan pada praktikum Penerapan Sistem Pengendalian Mutu

dan Keamanan Pangan (CPPB – BPOM) pada Industri Abonindi di Kota Kendari

yaitu form kuisioner, data sekunder tentang Cara Produksi Panganyang Baik untuk

Industri Rumah Tangga dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

dan data sekunder tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (Good

Manufacturing Practices) dari Menteri Perindustrian Republik Indonesia.

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dalam praktikum Penerapan Sistem Pengendalian Mutu

dan Keamanan Pangan (CPPB – BPOM) pada Industri Abonindi di Kota Kendari

yaitu :
1. Menyiapkan data sekunder tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk

Industri Rumah Tangga dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia

2. MenyiapkandatasekundertentangPedomanCaraProduksiPanganOlahanyang Baik

(Good Manufacturing Practices) dari Menteri Perindustrian Republik Indonesia.

3. Membuat form kuisioner penerapan GMP.

4. Mewawancara direktur utama Abonindi

5. Mengamati secara langsung rumah produksi Abonindi

6. Mencatat form kuisioner

7. Mendokumentasi rumah produksi Abonindi


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penilaian tiap-tiap unsur dalam komponen GMP dilakukan dengan memberikan

bobot untuk setiap unsur di dalam komponen tersebut, kemudian ditentukan nilai

rataratanya. Pembobotan dapat dilakukan dengan memberikan skor 3, 2, dan 1

masingmasing untuk nilai B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang). Untuk

mendapatkan nilai komponen, nilai rata-rata skor unsur dibulatkan. Berikut hasil yang

didapatkan pada saat kunjungan lapang yaitu, sebagai berikut:

Tabel 1. Lokasi atau Lingkungan Produksi

Komponen A. Lokasi Atau Lingkungan Produksi


1 B Bebas pencemaran, semak belukar, dan genangan air
2 B Bebas sarang hama, khususnya serangga dan binatang pengerat
Berada di daerah yang jauh dari tempat pembuangan sampah
baik
B
sampah padat maupun sampah cair atau daerah penumpukan
3
barang bekas dan daerah kotor lainnya
Tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang
4 C
Kumuh
5 B Sampah selalu dibuang dan tidak menumpuk
6 B Tempat sampah selalu tertutup
7 B Selokan berfungsi baik

3+3+3+2+3+3+ 3
Komponen A = =2,85=3
7

Hasil yang didapatkan bahwa komponan A Lokasi atau Lingkungan Produksi


adalah B (Baik).
Tabel 2. Ruang Produksi (Desain dan Tata Letak)

Komponen B. Bangunan Dan Fasilitas


B.1. Ruang Produksi
a. Desain dan tata Letak
Luas ruangan produksi dengan jenis dan ukuran alat serta
1 C jumlah

Karyawan
2 K Tata letak/pengaturan ruangan

3 B Mudah dibersihkan dan terpelihara kebersihannya

2+ 1+ 3
Komponen B = =1,67=2
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen B ruang produksi (Desain dan
tata letak) adalah C (Cukup).

Tabel 3. Ruang Produksi (Lantai)

b. Lantai
1 C Jenis
2 B Kebersihan terpelihara
3 B Kemiringan/kelandaian cukup ke arah saluran got
Permukaan kedap air, tahan terhadap air, garam, basa, dan
4 B
Lainnya
5 B Permukaan rata, halus tapi tidak licin
6 B Mudah dibersihkan dan selalu dalam keadaan bersih
7 K Pertemuan lantai dengan dinding bentuk conus

2+ 3+3+3+3+3+ 1
Komponen B = =2,57=3
7
Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen B ruang produksi (Desain dan
tata letak) adalah B (Baik)

Tabel 4. Ruang Produksi (Dinding)

c. Dinding
1 C Terbuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan
lama, kuat dan tidak mudah mengelupas
2 K Kedap air
3 C Mudah dibersihkan dan selalu dalam keadaan bersih dari debu,
lendir serta kotoran lainnya

2+ 1+ 2
Komponen B = =1,67=2
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen B ruang produksi (Dinding)


adalah C (Cukup).

Tabel 5. Ruang Produksi (Langit – langit)

d. Langit-langit
Terbuat dari bahan tahan lama dan tidak mudah mengelupas
1 C dan
mudah dibersihkan
Selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba dan
2 B
kotoran lainnya
3 C Tinggi dari lantai > 3 meter

2+ 3+2
Komponen B = =2,34=2
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen B ruang produksi (Langit -


langit) adalah C (Cukup).
Tabel 6. Ruang Produksi (Pintu, Jendela dan Ventilasi)

E. Pintu, Jendela, dan Ventilasi


1 C Terbuat dari bahan tahan lama dan tidak mudah pecah
2 B Permukaan berwarna terang, rata dan halus serta mudah
Dibersihkan
3 B Dilengkapi dengan kawat kasa yang mudah dibersihkan dan
Dirawat
4 B Pintu didesain membuka keluar
5 B Pintu dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan
tertutup
6 K Cukup ventilasi
7 B Ventilasi selalu dalam keadaan bersih, dan tidak dipenuhi
sarang
laba-laba

2+ 3+3+3+3+1+3
Komponen B = =2,57=3
7

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen B ruang produksi (Pintu,


Jendela dan Ventilasi) adalah B (Baik).

Tabel 7. Kelengkapan Ruang Produksi

B. 2. Kelengkapan Ruang Produksi


1 C Penerangan di ruang produksi cukup
2 B Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan
Pengering
3 C Tersedia perlengkapan P3K

2+ 3+2
Komponen B.2. = =2,34=2
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen B Kelengkapan Ruang


Produksi adalah C (Cukup).
Tabel 8. Tempat Penyimpanan

B. 3. Tempat Penyimpanan
1 B Tempat penyimpanan bahan pangan terpisah dengan produk
akhir
2 B Tersedia tempat penyimpanan khusus untuk bahan bukan
pangan
seperti bahan pencuci, dan lain-lain
3 B Mudah dibersihkan dan bebas dari hama serta sirkulasi udara
Lancar

3+3+3
Komponen B.3. = =3=3
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen B.3. tempat penyimpanan


adalah B (Baik).

Tabel 9. Peralatan Produksi

Komponen C. Peralatan Produksi


1 C Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar
pasang serta mudah dibersihkan
2 B Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan
terbuat dari bahan yang halus, tidak bercelah, tidak mengelupas
dan tidak menyerap air
3 C Ditata sesuai urutan proses produksi dan mudah dibersihkan
4 B Semua peralatan terpelihara dengan baik dan selalu dalam
keadaan bersih

2+ 3+2+3
Komponen C = =2,5=2
4

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen C Peralatan Produksi adalah C


(Cukup).
Tabel 10. Suplai Air

Komponen D. Suplai Air


1 B Kualitas sumber air baik
2 B Kuantitas air cukup
3 B Air untuk pengolahan pangan memenuhi persyaratan air bersih

3+3+3
Komponen D = =3=3
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen D Suplai Air adalah B (Baik).

Tabel 11. Fasilitas dan Kegiatan Higiene Sanitasi (Tersedia Alat


Cuci/Pembersih)

Komponen E. Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Sanitasi


E. 1. Tersedia Alat Cuci/Pembersih
1 C Cukup
2 C Selalu dalam keadaan bersih
3 C Penggunaan deterjen cair

2+ 2+ 2
Komponen E = =2=2
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen E Fasilitas dan Kegiatan


Higiene Sanitasi (Tersedia Alat Cuci/Pembersih) adalah C (Cukup).

Tabel 12. Fasilitas dan Kegiatan Higiene Sanitasi (Fasilitas Higiene


Karyawan)

Komponen E. Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Sanitasi


E. 2. Fasilitas Higiene Karyawan
1 C Tersedia tempat cuci tangan lengkap dengan sabun dan lap
bersih
2 K Tersedia loker karyawan dan jamban/toilet dalam jumlah yang
cukup sesuai dengan jumlah karyawan
3 C Selalu dalam keadaan bersih
4 C Pintu jamban/toilet selalu dalam keadaan tertutup
5 C Tersedia pakaian kerja karyawan dalam jumlah yang
Cukup

2+ 1+ 2+ 2+ 2
Komponen E = =1,8=2
5

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen E Fasilitas dan Kegiatan


Higiene Sanitasi (Fasilitas Higiene Karyawan) adalah C (Cukup).

Tabel 13. Fasilitas dan Kegiatan Higiene Sanitasi (Kegiatan Higiene


Sanitasi)

E. 3. Kegiatan Higiene Sanitasi


1 C Pembersihan ruangan dilakukan secara fisik (sikat) dan kimia
(deterjen)
2 B Kegiatan pembersihan dan pencucian dilakukan secara rutin
3 B Ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan
pembersihan dan pencucian
4 C Penggunaan deterjen dan desinfektan sesuai petunjuk

2+ 3+3+2
Komponen E.3. = =2,5=2
4

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen E Fasilitas dan Kegiatan


Higiene Sanitasi (Kegiatan Higiene Sanitasi) adalah C (Cukup).
Tabel 14. Pengendalian Hama

Komponen F. Pengendalian Hama


1 B Tidak ada hewan peliharaan
2 C Lubang dan selokan selalu tertutup
3 B Tersedia alat/bahan perangkap hama
4 C Dalam memberantas hama tidak mencemari makanan

3+2+3+2
Komponen F = =2,5=2
4
Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen F Pengendalian Hama adalah
C (Cukup).

Tabel 15. Kesehatan dan Higiene Karyawan (Kesehatan Karyawan)

Komponen G. Kesehatan Dan Higiene Karyawan


G. 1. Kesehatan Karyawan
1 B Karyawan yang bekerja di ruang produksi dalam keadaan sehat
2 B Tidak ada karyawan yang menunjukkan gejala sakit
3 K Pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala

3+3+1
Komponen G = =2,34=2
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen G Kesehatan dan Higiene


Karyawan (Kesehatan Karyawan) adalah C (Cukup).

Tabel 16. Kesehatan dan Higiene Karyawan (Kebersihan


Karyawan)

G. 2. Kebersihan Karyawan
1 B Semua karyawan yang bekerja selalu menjaga kebersihan badan
2 B Pakaian/perlengkapan kerja yang digunakan selalu dalam
keadaan
Bersih
3 K Semua karyawan selalu menggunakan pakaian kerja/celemek
lengkap dengan penutup kepala, dan alas kaki dengan baik dan
Benar
4 B Kuku pendek dan rapi serta tidak menggunakan kutek/pemerah
Kuku
5 B Semua karyawan selalu menutup luka dengan perban
6 B Semua karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum
memulai kegiatan mengolah makanan, sesudah menangani
bahan
mentah dan sesudah ke luar dari toilet/jamban
7 K Dalam menyentuh/mengambil makanan masak, karyawan selalu
menggunakan sarung tangan/penjepit dan penutup mulut

3+3+1+3+3+3+ 1
Komponen H = =2,42=2
7

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen G Kesehatan dan Higiene


Karyawan (Kebersihan Karyawan) adalah C (Cukup).

Tabel 17. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Komponen G. Kesehatan Dan Higiene Karyawan


G. 3. Kebiasaan Karyawan
1 B Dalam mengolah makanan, tidak ada karyawan yang batuk dan
bersin tanpa menutup mulut
2 B Tidak ada karyawan yang menggaruk, memegang
rambut/kepala,
dan hidung pada saat mengolah makanan
3 C Tidak ada karyawan yang menggunakan perhiasan, seperti
cincin,
giwang, gelang, kalung, dan arloji
4 B Tidak ada karyawan yang merokok dan meludah di sembarang
tempat pada waktu mengolah makanan
5 C Tidak ada karyawan yang mencicipi makanan tanpa
menggunakan
2 sendok yang berbeda

3+3+2+3+2
Komponen G = =2,6=3
5

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen G Kesehatan dan Higiene


Karyawan (Kebiasaan Karyawan) adalah B (Baik).

Tabel 18. Pengendalian Proses (Pengontrolan Suhu)

Komponen H. Pengendalian Proses


H. 1. Pengontrolan Suhu
1 K Ada alat pengukur suhu
2 B Suhu dalam proses pengolahan makanan selalu dikontrol

1+ 3
Komponen F = =2=2
2

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen H Pengendalian Proses


(Pengontrolan Suhu) adalah C (Cukup).

Tabel 19. Pengendalian Proses (Penyimpanan Bahan Makanan)

H. 2. Penyimpanan Bahan Makanan


1 K Suhu penyimpanan dingin , 7 oC
2 K Suhu penyimpanan panas > 60 oC
3 B Penyimpanan bahan makanan mentah terpisah dari bahan yang
telah diolah
1+ 1+3
Komponen H = =1,67=2
3

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen H Pengendalian Proses


(Penyimpanan Bahan Makanan) adalah C (Cukup).

Tabel 20. Pengendalian Proses (Pencucian Bahan Baku)

H. 3. Pencucian Bahan Baku


1 B Mencuci bahan baku, seperti sayur dan buah sebelum
Dipotong
2 B Mencuci bahan baku dengan air mengalir

3+3
Komponen H = =3=3
2

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen H Pengendalian Proses


(Pencucian Bahan Makanan) adalah B (Baik).

Tabel 21. Pengendalian Proses (Pemilihan Bahan Makanan)

H. 4. Pemilihan Bahan Makanan


1 B Bahan makanan yang diterima, diperiksa sesuai dengan
Spesifikasinya
2 B Bahan makanan bebas dari benda-benda asing

3+3
Komponen H = =3=3
2

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen H Pengendalian Proses


(Pemilihan Bahan Makanan) adalah B (Baik).

Tabel 22. Pengendalian Proses (Bahan Kemasan)

H. 5. Bahan Kemasan
1 B Bahan kemasan yang digunakan aman
2 C Bahan kemasan yang digunakan tidak berbahaya

3+1
Komponen H = =2=2
2

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen H Pengendalian Proses (Bahan


Kemasan) adalah C (Cukup).

Tabel 23. Pengendalian Proses (Kontrol dan Supervisi)

H. 6. Kontrol dan Supervisi


1 B Seminggu sekali
2 C Tiga (3) bulan sekali

3+2
Komponen H = =2,5=2
2

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen H Pengendalian Proses


(Kontrol dan Supervisi) adalah C (Cukup).

Tabel 24. Penyimpanan

Komponen I. Penyimpanan
1 B Penyimpanan bahan pangan dan produk akhir dilakukan di
tempat
bersih dan terpisah
2 B Bahan pangan/produk yang terlebih dahulu masuk/diproduksi,
digunakan/diedarkan terlebih dahulu
3 B Bahan berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, dan
bahan
berbahaya lainnya disimpan dalam ruangan terpisah dan diawasi
Penggunaannya

3+3+3
Komponen H = =3=3
3
Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen I Penyimpanan adalah B
(Baik).

Tabel 25. Pelatihan Karyawan

Komponen J. Pelatihan Karyawan


1 B Pelatihan/bimbingan/penyuluhan tentang CPMB/GMP kepada
karyawan pernah diikuti

3
Komponen = =3=3
1

Dengan hasil yang didapatkan bahwa komponen J Pelatihan Karyawan adalah


B (Baik).

4.2 Pembahasan

Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan tentang penerapan GMP (Good

Manufacturing Practice) yang dilakukan di pabrik pengolahan abonindi dalam

pengamatan dilakukan dengan melihat kuisioner dari dari Menteri Perindustrian

Republik Indonesia tentang GMP. Maka dilihat pengamatan sebagai berikut

Pengamatan lokasi dan lingkungan produksi pabrik pengolahan abonindi

lokasinya sangat baik dan linkunganya pula pabrik bebas dari lokasi yang tercemar

dari sampah dan tempat pembuangan sampah yang sangat jauh dari lingkungan

pembuangan sampah lokasinya dan halamanya pula bebas dari hama yang

menggangu,selokan yang tidak tersumbat dan tidak adanya genangan air disekitar

pabrik pengolahan abonindi akan tetapi pabrik pengolahan tersebut dekat dengan

pemukiman warge sekitar, walaupun dekat dengan lokasi sekitarnya tetapi kebersihan

pabrik pengolahan tersebut terjaga dengan baik.

Pada pengamatan ruang produksi rungan pengolahan agak sedikit luas sehingga
ketika karyawan yang bekerja banyak maka akan saling berdempet-dempetan dan

juga tata letak dan pengaturan ruangan yang acak-acakan sehingga tidak sesuai denga

urutanya untuk produksi abonindi, akan tetapi dari itu semua kebersihan yang selalu

terjaga dari dalam pabrik. Pengamatan lantai yang digunakan menggunakan lantai

biasa yang agak cepat rusak jika benda berat terjatuh dan juga pertemuan lantai dan

dinding yang tidak conus. Dinding perusahaan tidak kurang memiliki penkedepan air

dan permukaanya yang agak kasar walaupun sebagian ditehel. Tidak kedap air, dan

agak sulit dibersihkan jika dinding perusahanya kotor. Pada langit-langit jika dilait

secara keseluruhan agak berwarna hitam dan juga agak kotor tinggi langit-langi yang

cukup dan langit-langit agak mudah mengelupas.

Pengamatan kelengkapan ruangan produksi peralatan yang digunakan sudah

cukup unttuk kelengkapanya dalam pengolahan abon dan juga memiliki kotak P3K

walaupun isinya yang terbilang agak kurang tetapi sudah memili dasar-dasar dalam

pengolahan kelengkapan ruangan produksi.

Pengamatan peralatan produksi peralatan yang digunakan sebagian masih

menggunakan peralatan tradisional sehingga bahanya yang agak sedikitcepat rusak

dan memiliki daya tahan yang agak lama jika memiliki perawatan yang baim

terhadap barang barang pengolahanya tersebut dan juga penataan yang cukup baik

pada alat pengolahan abon ikan

Suplai air yang digunakan pada pabrik pengolahan abonindi sangat baik karena

kualitas air dari pabrik pengolahan abonindi sangat memenuhi persaratan air bersih.

Sehingga baik untuk produk yang dibuatnya.

Keadaan sanitasi yang ada dalam pabrik abon ikanindi kurang baik maksutnya
manajement sanitasi dan higiene yang tidak teratur.misalnya saja tidak adanya loker

karyawan dan jamban khusus karyawan, alat pencuci tangan yang terbatas dan hanya

bisa pengoprasianya hanya satu karyawanya saja.

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dalam praktikum ini adalah penerapan GMP pada pabrik

pengolahan abonindi sudah sangat baik akan tetapi ada beberapa yang menjadi

kendala pada pabrik pengolahan abonnindi misalnya saja pada manajement sanitasi

dan higiene pabrik yang tidak tertata secara rapi

5.2. Saran

Saran saya dalam praktikum ini harus membawa dan selalu mencatat

kuisioner gmp dari Menteri Perindustrian Republik Indonesia dan selalu mencatat

semua kegiatan yang dilakukan dipabrik pengolahan baonindi


DAFTAR PUSTAKA

[CAC] Codex Allimentarius Comission. 2003. Recommended International Code Of


Practice General Principles of Food Hygiene. Rev. 4. Foodand Agriculture
Organization/World Health Organization. Rome,Italy.

Anhar, M dan A.P. Wardanu. 2016. Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP)
Pada Kelompok Usaha Bersama (KUB) Wida Mantolo Kecamatan Benua
Kayong. Jurnal Teknologi Pangan. 7 (1) : 8-16.

Dirjen Pengolahan&pemasaran Hasil Perikanan, 2006. Perencanaan Pengolahan


Dan Pemasaran Tahun 2007. Disampaikan pada Rakor Program & Kegiatan
Perikanan dan Kelautan 2007 tanggal 20 – 21 Pebruari 2006.

Gaspersz V. 2001. ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvevement Jakarta:


Garamedia Pustaka Utama.

Hadiwirdjo BH, Wibisono S. 1996. Memasuki Pasar Internasional dengan ISO 9000
Sistem Manajemen Mutu. Jakarta. PT. Ghalia.

Herdiana, D.S. 2015. Sardines Product Quality Control in Terms of HACCP


TImprove Food Security in Blambangan Foodpacker Indonesia
CompanLimited, Banyuwangi. International Food Research Journal. 22(4):
15071512.

Hermansyah, M., Pratikto, R. Soenoko, dan N.W. Setyanto. 2013. Hazard Analysis
and Critical Control Point (HACCP) Produksi Maltosa Dengan Pendekatan
Good Manufacturing Practice (GMP). Jurnal Jemis. 1(1): 14-20.
Syaukani., 2004. Konsepsi Kelembagaan Dalam Mewujudkan Sektor Perikanan
Sebagai prome Mover perekonomian Nasional. IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai