Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TRACEABILITY

HUBUNGAN CPIB DENGAN TRACEABILITY HASIL


PERIKANAN

Disusun oleh :
Laras Irma Nurkurniasih 26060120130027

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Standar dan sertifikasi merupakan salah satu bentuk peningkatan nilai tambah
suatu produk pada rantai pasok. Sertifikasi memegang peranan yang penting
dalam penetrasi pasar global untuk produk ekspor terutama produk perikanan
yang mudah rusak (perishable food). Sertifikasi digunakan dalam pasar global
untuk memastikan ketertelusuran produk (traceability) dan melindungi konsumen
dari bahaya kontaminasi makanan. Menurut Yulisti et al. (2021), sertifikasi juga
telah menjadi elemen yang penting dalam mempromosikan keamanan suatu
produk perikanan dan keberlanjutan praktik perikanan. Di Indonesia, sertifikasi
Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) merupakan salah satu sertifikasi budidaya
perikanan yang dikenalkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang
bertujuan untuk pengelolaan budidaya perikanan yang lebih baik, mendorong
keberlautan, perlindungan lingkungan, tanggung jawab sosial dan pengelolaan
penyakit
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu CBIB?
2. Apa itu CPIB?
3. Bagaimana dampak sertifikat CBIB/CPIB terhadap aspek traceability
nya?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa itu CBIB
2. Mengetahui apa itu CPIB
3. Mengetahui dampak sertifikat CBIB/CPIB terhadap aspek traceability
nya
BAB II
ISI

2.1 Program Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)


Cara budidaya ikan yang baik (CBIB) adalah cara memelihara dan/atau
membesarkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol
sehingga memberikan jaminan keamanan pangan dari pembudidayaan dengan
memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.
Menurut Priyono (2021), untuk menjamin bahwa penerapan CBIB (Cara
Budidaya Ikan yang Baik) telah memenuhi persyaratan, maka perlu dilakukan
sertifikasi terhadap unit usaha budidaya. Dengan cara penilaian yang obyektif dan
transparan, sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan baik produsen
maupun konsumen serta dapat meningkatkan daya saing produk perikanan
budidaya.
CBIB secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pemeliharaan ikan
dengan menjaga kualitas/mutu ikan sehingga akan memberikan hasil panen yang
layak untuk dikonsumsi, bebas dari kontaminasi bahan kimia dan biologi. Dengan
menerapkan CBIB dalam kegiatan budidaya, akan sangat membantu sehingga
dalam proses pemeliharaan ikan menjadi lebih efektif, efisien, memperkecil resiko
kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelanggan, mendapat jaminan ekspor
untuk pasar bebas serta tidak berbahaya bagi lingkungan.

2.2 Program Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB)


Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) adalah mengembangbiakkan
ikan dengan cara melakukan manajemen induk, pemijahan, penetasan telur,
pemeliharaan larva/benih dalam lingkungan yang terkontrol, melalui penerapan
teknologi yang memenuhi persyaratan biosecurity, maupun telusur (traceability)
dan keamanan pangan (food safety). CPIB merupakan program dari pemerintah
dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang
mengarah pada perbaikan mutu benih ikan yang akan dibudidayakan. Agar
penerapan program tersebut di masyarakat dapat berjalan dengan baik, maka harus
disusun suatu pedoman penerapannya. Menurut Sau et al. (2017), aspek
keamanan pangan yang dipersyaratkan dan diterapkan dalam CPIB meliputi,
sumber air yang bebas dari pencemaran logam berat (Cd, Hg dan Pb) dan bakteri
E.coli; penerapan biosekuriti dan sarana biosekuriti yang layak; dan penggunaan
obat ikan dan bahan kimia yang harus terdaftar di Kementerian Kelautan dan
Perikanan, serta penggunaan yang sesuai dengan peruntukannya. Aspek
lingkungan meliputi dua hal yang terdiri atas sanitasi lingkungan yang baik dan
melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang ke perairan umum.
CPIB adalah kegiatan pembenihan ikan yang dilakukan oleh unit
Pembenihan Rakyat (UPR) dan Hatcheri Skala Rumah Tangga (HSRT)
berdasarkan 56 standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia. Untuk tahun 2018, Kabupaten Asahan berhasil
menjadi Kabupaten/Kota terbaik kedua di Indonesia dalam program sertifikasi
CPIB dengan jumlah UPR/HSRT yang telah memiliki sertifikasi CPIB berjumlah
13 UPR/HSRT dari total 52 UPR/HSRT yang ada. Pada tahun 2019 akan
dilakukan sertifikasi kepada 5 UPR/HSRT di Kabupaten Asahan. Diharapkan
dengan bertambahnya jumlah UPR/HSRT yang telah memiliki sertifikasi CPIB,
Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten/Kota terbaik di Indonesia dalam
pengembangan program CPIB.
Maksud Program Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB):
a. Menjadi pedoman bagi para pelaku usaha pembenihan
b. Menjadi pedoman bagi para Pembina dan auditor
Tujuan Program Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB):
a. Membantu pelaku usaha pembenihan dalam meningkatkan daya saing
produk
b. Menjamin keberlangsungan usaha pembenihan
Manfaat Penerapan Program Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB)
a. Meningkatkan efisiensi produksi dan produktivitas
b. Mampu telusur
c. Memperkecil resiko kegagalan
d. Meningkatkan kepercayaan pelanggan
e. Meningkatkan daya saing dengan peningkatan mutu benih serta menjamin
kesempatan ekspor.
2.3 Dampak sertifikat CBIB/CPIB terhadap aspek traceability nya
Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan standar dan sertifikasi
adalah belum diketahuinya tingkat efisiensi teknis yang dapat mempengaruhi
produktivitas budidaya perikanan. Dalam penerapan CBIB, penggunaan
antibiotik, obat ikan, bahan kimia dan hormon dilarang yang dapat mempengaruhi
produktivitas. Penghilangan atau pengurangan jumlah dan factor produksi tersebut
dalam penerapan CBIB berpengaruh pada produksi yang dihasilkan dan biaya
yang dikeluarkan. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk melihat seberapa
besar penerapan standar dan sertifikasi memberikan dampak terhadap efisiensi
teknis. Penerapan standard dan sertifikasi kemungkinan dapat mempengaruhi
management usaha budidaya sehingga secara langsung dapat mempengaruhi
efisiensi teknis.
CBIB pada usaha budidaya ikan seperti budidaya udang vannamei
menerapkan prinsip-prinsip cara pembesaran ikan yang baik dengan
memperhatikan sanitasi, benih, pakan, obat ikan dan bahan kimia serta bahan
biologis dari mulai proses pembenihan, kemudian pembesaran hingga pembuatan
pakan ikan. Menurut Zamroni et al. (2021), proses bisnis rantai dapat menjelaskan
sistem ketertelusuran rantai pasokan udang vanamei. Sistem traceability dalam
rantai pasok memungkinkan pelaku usaha dalam rantai untuk menelusuri
penyebab terjadinya risiko kerugian pada rantai pasokan udang vanamei. Risiko
tersebut juga terkait dengan sifat produk udang vanamei yang mudah rusak.
Produk makanan laut dalam rantai pasok seringkali mengalami proses penanganan
dan distribusi yang lama sebelum mencapai konsumen, dan sering kali mudah
rusak dan keamanannya terganggu jika tidak dikontrol dengan baik. Masalah yang
umum dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Pasar
distribusi ikan dan komoditas lainnya masih mempunyai karakteristik pasar
oligopoli dimana terdapat satu pelaku usaha yang dominan dengan beberapa
pelaku usaha sebagai pengikut atau follower. Kondisi ini menyebabkan biaya-
biaya yang diciptakan dalam sistem distribusi tidak dapat bersaing secara
sempurna dan biaya-biaya ditentukan oleh pelaku yang dominan. Hal ini
membutuhkan fungsi pengelolaan rantai pasok agar transparansi dan traceability
dari produk dapat teraudit dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. CBIB secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pemeliharaan
ikan dengan menjaga kualitas/mutu ikan sehingga akan memberikan
hasil panen yang layak untuk dikonsumsi
2. Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) adalah mengembangbiakkan
ikan dengan cara melakukan manajemen induk, pemijahan, penetasan
telur, pemeliharaan larva/benih dalam lingkungan yang terkontrol,
melalui penerapan teknologi yang memenuhi persyaratan biosecurity,
maupun telusur (traceability) dan keamanan pangan (food safety).
3. Sistem traceability dalam rantai pasok memungkinkan pelaku usaha
dalam rantai untuk menelusuri penyebab terjadinya risiko kerugian
pada rantai pasokan udang vanamei. Pasar distribusi ikan dan
komoditas lainnya masih mempunyai karakteristik pasar oligopoli. Hal
ini membutuhkan fungsi pengelolaan rantai pasok agar transparansi
dan traceability dari produk dapat teraudit dengan baik.

B. SARAN
Pemerintah perlu menjamin jangkauan distribusi benih ke seluruh wilayah
NKRI dengan metode rayonisasi, serta jangkauan distribusi udang ke UPI atau
pabrik dengan metode rayonisasi. Selain itu perlu disertai dengan langkah
pengendalian dengan cara memastikan implementasi CBIB dan CPIB di
daerah produksi, pelaporan data yang terkait pembenihan dan pembesaran
udang, dan meregistrasi pelaku usaha (pembudidaya, pedagang kecil dan
pedagang besar).
DAFTAR PUSTAKA

Priyono, S. 2021. Tingkat Penerimaan Masyarakat terhadap Penerapan Sistem


CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) pada Budidaya Pembesaran Ikan
Lele Kolam Terpal di Kecamatan Slawi dan Kecamatan Lebaksiu. Jurnal
Pengabdian Perikanan Indonesia, 1(2): 130-139.

Sau, F., M. Sarma dan W. Trilaksani. 2017. Penerapan Cara Pembenihan Ikan
yang Baik dalam Meningkatkan Kinerja UMKM Pembenihan Udang di
Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manajemen
Pengembangan Industri Kecil Menengah, 12(1): 15-24.

Yulisti, M., I. Mulyawan, R. H. Deswati dan E. S. Luhur. 2021. Dampak


Sertifikasi CBIB terhadap Efisiensi Teknis Budidaya Tambak Uudang
Vannamei. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 16(1): 89-102.

Zamroni, A., R. Yusuf dan T. Apriliani. 2021. Ratai Pasok dan Logistik Udang
Vaname di Daerah Produksi di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan
dan Perikanan, 16(2): 179-191.

Anda mungkin juga menyukai