Metoda dalam eksplorasi dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
I. Metoda langsung, terdiri dari :
A. Metoda langsung di permukaan
B. Metoda langsung di bawah permukaan
II. Metoda tidak langsung, terdiri dari :
A. Metoda tidak langsung cara geokimia yang mencakup antara lain mengenai
bed rock, soil, air, vegetasi dan stream deposit.
B. Metoda tidak langsung cara geofisika yang mencakup beberapa cara yaitu
cara magnetik (sudah jarang digunakan), gravitasi (sudah jarang digunakan),
cara seismik yang terdiri dari cara reflaksi dan refleksi, cara listrik
(resistifity), dua cara yang terakhir yaitu cara radiokatif yang masih jarang
digunakan, hal ini disebabkan karena cara ini relatif lebih mahal dan lebih
rumit dari cara-cara sebelumnya.
I. Metoda Langsung
Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan
dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi
permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat
dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling
terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan,
dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan
lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan pada sepanjang
kegiatan eksplorasi (tahap awal sampai dengan detail).
Beberapa metode yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode
Eksplorasi Langsung ini adalah :
A. Pemetaan Geologi
B. Tracing Float, Paritan, dan Sumur uji
C. Sampling
D. Pemboran Eksplorasi
A. Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-
informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan
berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai
penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi
gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola
penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi,
pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang
berupa alterasi mineral.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung
pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta.
Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang
diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga
dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi
awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada
tahap prospeksi sampai dengan penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 :
10.000 sampai dengan 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi
singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi,
serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara tali-
kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut sampai dengan detail,
pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-
metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger,
sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur
permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit
1. Penyelidikan singkapan (out crop)
Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya
diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan.
Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh
batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat
adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya.
Singkapan segar umumnya dijumpai pada :
a. Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah
sungai terjadi pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang
menutupi tubuh batuan tertransportasi yang menyebabkan tubuh
batuan nampak sebagai singkapan segar
b. Bentuk-bentuk menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara
alami yang umumnya disebabkan oleh pengaruh gaya yang berasal
dari dalam bumi yang disebut gaya endogen misalnya adanya letusan
gunung berapi yang memuntahkan material ke permukaan bumi dan
dapat juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat adanya gesekan
antara kerak bumi yang dapat mengakibatkan terjadinya patahan atau
timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang dapat dijadikan
petunjuk letak tubuh batuan.
Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu
singkapan antara lain :
a. Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang
tersingkap.
b. Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau
major) yang ada.
c. Pemberian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis,
sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris,
fragmen-fragmen, serta dimensi endapa
2. Traverse (Lintasan)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan
lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah
pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah
gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi
daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan
representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran
sungai atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan,
dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadang-
kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum
perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara
umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2 , yaitu lintasan terbuka dan
lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir
yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan
titik akhir sama).
Namun yang perlu diperhatikan, informasi-informasi yang
diperoleh dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai
dasar dalam melakukan korelasi batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan
kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas
(measured section atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan membuat
penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan
pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui
ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi
dengan detail. Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan
pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat
informasi litologi keseluruhan wilayah
B. Tracing Float dan Tracing dengan paning (Paritan, dan Sumur Uji)
1. Tracing Float (penjejakan)
Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji
yang berasal dari penghancuran singkapan yang umumnya
disebabkan oleh erosi, kemudian tertransportasi yang biasanya
dilakukan oleh air, dan dalam melakukan tracing kita harus berjalan
berlawanan arah dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih
yang kita cari tidak ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan
pengecekan pada daerah antara float yang terakhir dengan float yang
sebelumnya dengan cara membuat parit yang arahnya tegak lurus
dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit ini dirasa
kurang dapat memberikan data yang diinginkan maka kita dapat
membuat sumur uji sepanjang parit untuk mendata tubuh batuan
yang terletak jauh dibawah over burden.
C. Sampling
1. Konsep sampling
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau
satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai
karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti
kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-
sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan
material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih
(endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian
(deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau
badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut
disebut sampling.
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan)
maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun
eksploitasi).
a. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih
(mineable thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona
mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun
material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas
antara masing-masing zona tersebut.
b. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona
endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan
tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan
kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
c. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan
dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front
kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit,
atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan
diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
a. Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
b. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi
c. Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau
barren)
d. Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak
dan kondisi batuan induk.
e. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling,
antara lain:
a. Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai
akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.
b. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke
dalam conto.
c. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam
penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan
kondisi geologi.
d. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang
representatif.
Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu
diperhatikan karakteristik endapan yang akan diambil contonya.
Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan berpengaruh pada
tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan
sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pada endapan berbentuk urat
1) Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan
urat.
2) Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga
diperlukan sample dengan volume yang besar agar representatif.
3) Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika
dibandingkan dengan bukaan stope) sehingga rentan dengan
dilution.
4) Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan
zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini
memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping,
sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling.
5) Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada
umumny tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan
samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang
menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan
ditentukan batas vein yang jelas.
6) Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai
rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat
erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi, sehingga
diperlukan sampling dengan interval yang rapat.
7) Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga
cukup sulit untuk mencegah terjadinya bias akibat variabel
kuantitas per unit panjang sulit dikontrol.
8) Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak
(interval), karena pada umumnya harus dilanjutkan melalui
pemboran inti.
2. Grab sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik
sampling dengan cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran
besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan)
yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang
khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif
mempunyai bias yang cukup besar
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab
sampling ini antara lain :
a. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan
gambaran umum kadar.
b. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada
transportasi material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
c. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja
untuk memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan,
dll.
3. Bulk Sampling
4. Chip sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode
sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip)
yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar ± 15 cm) yang
memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat.
Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-
pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto.
Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik
ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada
urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat
menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran
fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen
yang low grade.
5. Channel sampling
Channel sampling adalah suatu metode pengambilan conto
dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang
memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat
secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara
horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan.
Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam
mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau
melakukan pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung
pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :
a. Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam,
yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar.
Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada
endapan laterit atau residual
b. Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang
diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.
c. Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel
dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit.
d. Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel
sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat
sisipan pengotor).
6. Preparasi conto
conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan assay (analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut
hanya sebagian kecil dari conto, maka diperlukan preparasi conto,
agar bagian conto yang dianalisis masih representatif terhadap
kondisi yang sebenarnya. Namun secara umum, ukuran conto dapat
berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis
dilakukan sedikitnya pada dua laboratorium yang berbeda, dan
sebagian conto lagi disimpan sebagai dokumentasi.
Pengurangan conto (reduksi sampel) sebaiknya dilakukan
setelah pengurangan ukuran partikel, atau dengan kata lain proses
pembagian (split) conto dilakukan pada fraksi ukuran yang telah
seragam
D. Pemboran
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah
menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan
pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah
menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan
untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik
mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah
dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah
permukaan secara menyeluruh.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu
diperhatikan dan direncanakan dengan baik adalah :
1. kondisi geologi dan topografi
2. tipe pemboran yang akan digunakan,
3. spasi pemboran,
4. waktu pemboran, dan
5. pelaksana (kontraktor) pemboran.
Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain:
1. juru bor
2. peralatan dan onderdil yang dibutuhkan
3. alat transportasi
4. konstruksi peralatan pemboran, dll
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran :
1. tujuan (open hole – coring)
2. topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air)
3. litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata
bor)
4. biaya dan waktu yang tersedia
5. peralatan dan keterampilan.
Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :
1. identifikasi struktur geologi
2. sifat fisik batuan samping dan badan bijih
3. mineralogi batuan samping dan badan bijih
4. geometri endapan
5. sampling, dll.
Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
rotary drilling, percussive drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada
mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam penggerak atau pemutar
stang bor yaitu spindle, rotary table, dan top drive. Mesin penggerak
yang digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar)
maupun elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya berupa
tricone bit untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit
untuk pemboran inti (coring)
Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran
dapat berupa udara, air, lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor
pada umumnya berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor, (b) pelumas, (c)
mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari
runtuhan.
1. Perencanaan dan pola pemboran
Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi
letak dan ketebalan target yang akan dibor berdasarkan pada
informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan melakukan
pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi
geologi (interpretasi) yang telah ada sebelumnya.
Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi
dimana zona mineralisasi diperkirakan pada kedalaman yang dangkal
atau pada endapan disseminated. Namun demikian kondisi lubang bor
yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan untuk target
endapan yang mempunyai kemiringan yang besar, dengan tujuan agar
dapat menembus zona mineralisasi pada sudut 900 (relatif tegak lurus).
Selain itu dari pemboran juga diharapkan dapat diketahui batas-batas
zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona bijih (batuan dasar).
a. Pola pemboran
Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline)
dari beberapa endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut
yang berfungsi untuk perhitungan cadangan. Metode pemboran
yang akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada
daerah yang tidak mengalami kendala akses pola pemboran yang
digunakan adalah persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang
bor pertama digunakan untuk proyeksi dip dari anomali bawah
permukaan atau interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali
geokimia) di bawah permukaan.
Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari
sejumlah lubang bor pada daerah target. Spasi lubang bor
didasarkan pada antisipasi ukuran target, atau pengalaman
sebelumnya terhadap endapan yang sejenis dan dari sejumlah
kegiatan pemboran di lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan
orientasi titik bor selanjutnya didasarkan pada sukses pemboran
pada lubang pertama. Jika pemboran pada lubang pertama tidak
memberikan keyakinan geologi yang pasti maka daerah target lain
harus dicoba.
Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah
kemenerusan dan zona mineralisasinya. Spasi antar lubang bor
bergantung pada tipe mineralisasi dan kemenerusannya. Contoh
kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama digunakan untuk
mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk
penentuan kadar karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat
dengan sampel bawah permukaan. Tipe spasi untuk endapan urat
adalah 25–50 m sedangkan untuk endapan stratiform spasinya
antara 100 m sampai beberapa ratus meter.
Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari
data yang diperoleh. Pada tahap pengenalan dimana seorang
geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb maka lubang
bor pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi
endapan uranium, batubara dan borat lubang pengamatan dapat
dibuat pada jarak 10 km dari formasi sedimen yang diamati.
Lubang berikutnya terletak beberapa km dari target dengan spasi
100–200 m. Namun demikian spasi pemboran dapat juga
ditentukan dari peta geologi, geokimia, geofisika dan hasil
geostatistik.
Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan
grid yang teratur pada suatu zona mineralisasi. Hal ini akan
memberikan data statistik yang baik dan penampang geologi
dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak
200–400 m dengan interval lubang antara 100–200 m sehingga
memberikan ruang untuk pengisian kembali. Letak lubang khusus
sangat penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap
arah kemiringan rata-rata.
b. Rotary drilling
Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan
tidak sebanding jika pemboran dilakukan pada batuan dengan
kekerasan halus-sedang seperti batugamping atau batulumpur. Tipe
mata bor (bit) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau
roller rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau
kepingan batuan akan ditekan keluar oleh fluida bor yang rata-rata
kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya digunakan oleh
industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan
kedalaman ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa
lumpur.
c. Percussive drilling
Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan
ukurannya bervariasi dari kecil (bor tangan) sampai alat bor besar
dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter.
Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :
1) Down-the-hole hammer drills
Alat bor jenis ini biasanya diletakkan lebih rendah dari
lubang sampai batas akhir dari stang bor dan digunakan untuk
pemboran non-coring. Lubang dengan diameter sampai 20 cm
dan tekanan kedalaman sampai 200 m masih mungkin, tetapi
biasanya kedalaman yang efisien antara 100–150 m. Cutting
bor ditekan keluar oleh kompresor udara. Pada tanah yang
basah daya angkat yang dihasilkan oleh kompresor dapat
menjadi tidak teratur.
2) Top hammer drills
Sesuai dengan namanya jenis bor ini memiliki alat tumbuk
yang diletakkan di bagian atas dari stang bor. Energi untuk
pemboran non-coring ini dialirkan lewat stang bor, alat ini
lebih baik dari Down-the-hole hammer drills dan biasanya
digunakan untuk lubang dengan diameter 10 cm dan
kedalaman lebih dari 100 m, tapi biasanya 20 m. Percussive
drilling adalah metode yang paling cepat dan murah namun
sering terjadi data tidak lengkap dibanding dengan diamond
drilling.
d. Reverse circulation
Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada
pertengahan tahun 70-an dan biasanya digunakan untuk material
sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada endapan aluvial. Air
atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau
sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge
lewat dua dinding pada stang bor dan kembali ke permukaan lewat
pusat stang bor. Pada percussive drilling kepingan batuan juga
tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian
menuju ke cyclon dimana disana ditampung conto bor.Kegunaan
alat bor ini adalah untuk mengumpulkan kepingan batuan lebih dari
auger, rotary atau percussive drilling. Conto dapat dikumpulkan
dengan cepat dan kadar kontaminasinya sedikit.
3 Pemboran inti
Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target
dengan diamond bit atau impregnated bit. Hal ini mengakibatkan
conto yang diperoleh pada tabung dalam (inner tube) dari core barrel
berbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke
permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan
mata bor dan core barrel ke dalam lubang.
a. Drill bit
Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan
kadar intan tanpa semen metalik yang memiliki karatan tertentu.
Pada umumnya keseluruhan mata bor ini digunakan untuk batuan
yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan tunggal
digunakan untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping.
Diamond bit dapat digunakan untuk batuan tertentu tetapi karena
harganya yang sangat mahal maka perlu pengalaman dan pemilihan
lokasi yang tepat dalam penggunaannya.
b. Core barrel
Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian
didorong ke core barrel oleh perputaran tabung. Core barrel dapat
diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang ditampung biasanya
1,5–3 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua
tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung
dalam dalam posisi tidak berputar. Triple-tube dapat digunakan
untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti bor dapat diangkat
dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.
c. Sirkulasi
Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan
tujuan untuk mencuci sludge, permukaan mata bor dan kemudian
dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang bor dan stang
bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata
bor, mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang
menempel pada permukaan mata bor. Air dapat dikombinasikan
dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk memberikan daya
angkat bagi material yang dibor.
d. Casing
Casing digunakan untuk menutupi atau menguatkan
permukaan lubang bor. Casing dilengkapi dengan tabung baja
sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan aman. Casing dan
mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu
(diameter kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang
akan dibor.
b. Pemboran non-corring
Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat
diperoleh pada selang 1–2 m dalam keadaan kering dan
dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut
lebih mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut
dapat juga didulang untuk memperoleh mineral berat dan
kemudian diberi perekat dan disusun sesuai interval untuk
memberikan gambaran lubang bor tersebut.
3. Metoda Seismik
Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan
bijih tetapi banyak dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi.
Suatu gempa atau getaran buatan dibuat dengan cara meledakan dinamit
pada kedalaman sekitar 3 meter dari permukaan bumi dan kecepatan
merambatnya getaran yang terjadi diukur. Untuk mengetahui kecepatan
rambatan getaran tersebut pada perlapisan-perlapisan batuan, disekitar
titik ledakan dipasang alat penerima getaran yang disebut geofon
(seismometer). Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar
lobang ledakan tadi akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu
ledakan dan waktu kedatangan gelombang-gelombang tadi, maka dapat
diketahui kecepatan rambatan waktu getaran melalui perlapisan-
perlapisan batuan. Dengan demikian konfigurasi struktur bahwa
permukaan dapat diketahui. Gelombang akan merambat dengan
kecepatan yang berbeda pada batuan yang berbeda-beda. Geophone
merupakan alat penerima gelombang yang dipantulkan kepermukaan,
hidrophone untuk gelombang di dasar laut.
Cepat rambat gelombang seismik pada batuan tergantung pada :
a. Jenis batuan
b. Derajat pelapukan
c. Derajat pergerakan
d. Tekanan
e. Porositas (kadar air)
f. Umur (diagenesa, konsolidasi, dll)
H. Mooney (1977) mengatakan bahwa harga cepat rambat
gelombang akan lebih besar (dibandingkan) :
a. Batuan beku basa : batuan beku asam
b. Batuan beku : batuan sedimen
c. Sedimen terkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi
d. Sedimen unkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi
e. Soil basah : soil kering
f. Batuan sedimen karbonat : batupasir
g. Batuan utuh : batuan terkekarkan
h. Batuan segar : batuan lapuk
i. Batuan berat : batuan ringan
j. Batuan berumur tua : batuan berumur muda
4. Metoda Geolistrik
Dalam metoda ini yang diukur adalah tahanan jenis (resistivity)
dari batuan. Yang dimaksud dengan tahanan jenis batuan adalah tahanan
yang diberikan oleh masa batuan sepanjang satu meter dengan luas
penampang satu meter persegi kalau dialiri listrik dari ujung ke ujung,
satuannya adalah Ohm-m2/m atau disingkat Ohm-meter.
Dalam cara pengukuran tahanan jenis batuan di dalam bumi
biasanya dipakai sistem empat elektrode yang dikontakan dengan baik
pada bumi. dua elektrode dipakai untuk memasukan arus listrik ke dalam
bumi, disebut elektrode arus (current electrode) disingkat C, dan dua
elektrode lainnya dipakai untuk mengukur voltage yang timbul karena
arus tadi, elektrode ini disebut elektrode potensial atau “potential
electode” disingkat P. ada beberapa cara dalam penyusun ke empat
elektode tersebut, dua diantaranya banyak yang dipakai adalah cara
Wenner dan cara Shlumberger.