Anda di halaman 1dari 14

HBA

Alam Galaxy - Ravenala Gallery, Jalan Alam Sambi


Asri Barat 1/2 - Blok D2-A7, Kelurahan/Kecamatan
Sambikerep – 60217, Kota Surabaya – Jawa Timur.
031 – 7425466, 08121652894, 08113337243.
e-mail : adjieku61@gmail.com
HABIB ADJIE
PENCANTUMAN KLAUSULA PROTEKSI DIRI NOTARIS
DALAM AKTA PIHAK, LEGALISASI, WAARMERKING, PENYESUAIAN DAN
PENCOCOKAN FOTOCOPY DENGAN ASLINYA DAN KOVERNOT

Habib Adjie
(Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Narotama (Unnar) Surabaya)

e-mail : adjieku61@gmail.com

ABSTRAK :

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus sesuai berdasarkan kewenangan yang
disebutkan dalam Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris – Perubahan (UUNJ-P).
Ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak sesuai dengan pasal tersebut
maka akan dikualifikasikan sebagai perbuatan tanpa kewenangan, dan akibat dari
perbuatan tanpa kewenangan tersebut, siapapun yang merasa dirugikan atas tindakkan
Notaris yang menjanlankan jabatan tanpa kewenangan dapat menuntut ganti rugi secara
perdata dan ganti rugi kepada Notaris yang bersangkutan. Dalam menjalankan tugas
jabatan tersebut Notaris dilindungi telah dilindungi oleh Undang-undang Jabatan Notaris
(UUJN) dan UUJN-P, tapi sebenranya ada bentuk perlindungan lain yang dapat dilakukan
dan dikembangkan oleh Notaris sendiri yaitu dengan mencantumkan Klausula Proteksi
Diri dalam akta yang dibuat di hadapan Notaris ataupun ketika atas permintaan para
pihak melakukan Legalisasi, Waarmerking, Penyesuaian/Pencocokan Fotocopy dengan
Aslinya dan Kovernot. Proteksi Diri Notaris seperti itu sangat penting untuk Notaris, agar
Notaris akta Legalisasi, Waarmerking, Penyesuaian/Pencocokan Fotocopy Dengan
Aslinya dan Kovernot tidak mudah dipermasalahkan oleh siapapun. Maka Notaris wajib
melindungi dirinya sendiri.

Kata kunci : Notaris, Proteksi Diri, Kewenangan.

A. PENDAHULUAN.
Pasal 15 UUJN-P mengatur tentang Kewenangan Notaris. Secara yuridis
kewenangan adalah suatu batasan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan
perundang-undangan kepada jabatan tertentu yang berlaku untuk menimbulkan akibat
hukum.
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus berdasarkan pada kewenangan
tersebut di atas. Jika Notaris membuat akta atas permintaan para penghadap tidak sesuai
kewenangannya, misalnya membuat penetapan yang menjadi kewenangan pejabat lainnya,
maka tindakkan tersebut bisa dikualifikasikan sebagai tindak diluar kewenangan, dan
tindakkan tersebut menjadi tanggungjawab Notaris yang bersangkutan jika ada pihak yang
merasa dirugikan, dan akta yang dimaksud tidak mempunyai kekuatan mengikat apapun.
Pasa1 15 ayat (1) menegaskan mengenai Kewenangan Notaris untuk membuat akta, yaitu
Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya
itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Pasal 15 ayat (2) UUJN – P mengatur
mengenai kewenangan khusus dari Notaris, antara lain :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

Bahwa Notaris menjalankan Kewenangan sebagaimana tersebut di atas jika ada


permintaan yang datang atau menghadap Notaris, tanpa adanya permintaan (dari masyarakat)
yang datang ke hadapan Notaris, maka Kewenangan tersebut tidak bisa dijalankan. Sehingga
bisa ditegaskan bahwa Notaris akan membuat akta, mengesahkan tanda tangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
(Legalisasi); membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
(Waarmerking), melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya dan
Kovernot merupakan kehendak atau permintaan mereka yang datang ke hadapan Notaris.
Sehingga ketika hal-hal tersebut (produk dari Kewenangan Notaris) dipersoalkan oleh mereka
sendiri atau oleh para pihak lain, maka tersebut seharusnya tanggungjawab yang menghadap
atau meminta membuatkan kepada Notaris.
Ada anggapan dalam masyarakat (sebagai pengguna jasa Notaris) bahwa ketika para
pihak yang tersebut namanya dalam akta Notaris, Legalisasi, Waarmerking, penyesuaian
fotocopy dengan aslinya dan Kovernot bermasalah atau mereka bersengketa dan terjadi
gugatan ke pengadilan akan menempatkan Notaris sebagai Tergugat atau Turut Tergugat
ataupun membuat laporan pengaduan ke kepolisian dan akan menempatkan Notaris sebagai
sebagai Saksi, padahal kedua hal tersebut dengan menggugat 1 dan melaporkan Notaris seperti
itu tidak sesuai dengan Hukum Kenotariatan Indonesia 2. Sehingga dalam kaitan ini Notaris

1
Habib Adjie, Mencermati Permasalahan Notaris di Indonesia, Duta Nusindo, Semarang,
2018, hal. 178.
2
Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor : 702 K/Sip/1973, tanggal 5
September 1973 bahwa “…..Notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa
1
bukan pihak, karena keinginan untuk membuat akta atau melakukan Legalisasi,
Waarmerking, penyesuaian fotocopy dengan aslinya dan Kovernot selalu datang dari
keinginan para penghadap 3.
Dalam kaitan ini perlu juga dikaitkan dengan hubungan hukum 4 antara para
penghadap dengan Notaris dapat dimasukkan atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah
Wanprestasi jika terjadi hubungan hukum secara kontraktual, misalnya para penghadap
memberi kuasa untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Para penghadap datang kepada Notaris karena keinginan para penghadap sendiri, dan pada
dasarnya semua Notaris terbuka untuk siapa saja, dan suatu hal tidak tepat jika tiap orang
yang datang kepada Notaris terlebih dahulu harus membuat perjanjian pemberian kuasa
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, dalam hal ini membuat akta. Dengan tidak adanya
perjanjian baik tertulis atau lisan yang dinyatakan secara tegas atau tidak antara Notaris
dengan para pihak untuk membuat akta yang diinginkannya, maka tidak tepat jika hubungan
hukum antara Notaris dan para pihak dikualifikasikan sebagai hubungan kontraktual yang jika
Notaris Wanprestasi dapat dituntut digugat dengan dasar gugatan Notaris telah Wanprestasi.
Inti dari suatu Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yaitu tidak ada hubungan
kontraktual antara satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
dapat terjadi satu pihak merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan tapi
menimbulkan kerugian pada salah satu pihak. Dalam praktek Notaris melakukan suatu
pekerjaan berdasarkan kewenangannya atau dalam ruang lingkup tugas jabatan sebagai
Notaris berdasarkan UUJN. Para penghadap datang kepada Notaris atas kesadaran
sendiri dan mengutarakan keinginannya di hadapan Notaris, yang kemudian
dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris sesuai aturan hukum yang berlaku, dan suatu hal
yang tidak mungkin Notaris membuatkan akta tanpa ada permintaan dari siapapun.
Sepanjang Notaris melaksanakan tugas jabatannya sesuai UUJN, dan telah memenuhi semua
tatacara dan persyaratan dalam pembuatan akta, dan akta yang bersangkutan telah pula sesuai
dengan para pihak yang menghadap Notaris, maka tuntutan dalam bentuk Perbuatan
Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 BW tidak mungkin untuk dilakukan.

yang dikehehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut.
Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang
dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut”. Lihat Habib Adjie,
Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris
dan PPAT), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal 191,
3
Habib Adjie, op cit, hal. 177.
4
Pembahasan secara komprehensip mengnai hubungan hukum antara para penghadap dengan
Notaris, dapat dilihat dalam Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap
Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2008, hal. 99 - 104.
2
Dalam hal tidak ada kontraktual atau saling mengikatkan diri antara para
penghadap dengan Notaris ataupun ada persetujuan untuk memberikan pekerjaan-pekerjaan
tertentu, dengan demikian hubungan hukum yang terjadi antara Notaris dan para penghadap
merupakan suatu hubungan hukum yang tidak termasuk ke dalam bentuk suatu perjanjian
yang tunduk kepada pengaturan tentang kuasa, dalam hal ini Notaris menerima atau
melakukan pekerjaan untuk orang lain untuk melakukan suatu urusan atau perjanjian
tertentu, seperti persetujuan untuk melakukan jasa-jasa tertentu, dalam bentuk persetujuan
perburuhan dan pemborongan pekerjaan (Pasal 1601 BW) ataupun persetujuan perburuhan
yang melakukan pekerjaan dibawah perintah orang lain (Pasal 1601 d BW).
Subjek hukum yang datang menghadap Notaris didasari adanya suatu keperluan dan
keinginan sendiri, Notaris juga tidak mungkin melakukan suatu pekerjaan atau membuat
akta tanpa ada permintaan dari para penghadap, dengan demikian menuntut
Notaris dalam bentuk mewakili orang lain tanpa kuasa (Zaakwaarneming) tidak mungkin
terjadi berdasarkan Pasal 1354 BW.
Dengan demikian hubungan hukum yang terjadi antara Notaris dan para penghadap
tidak dapat dikontruksikan dipastikan atau ditentukan sejak awal ke dalam bentuk adanya atau
telah terjadi Wanprestasi atau Perbuatan Melawan Hukum (PMH) (Onrechtmatigedaad) atau
persetujuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu atau mewakili orang lain tanpa
kuasa (Zaakwaarneming) yang dapat dijadikan dasar untuk menuntut Notaris berupa
penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Kontruksi seperti itu tidak dapat diterapkan secara
langsung terhadap Notaris karena tidak ada syarat yang dipenuhi seperti :
a. tidak ada perjanjian secara tertulis atau kuasa atau untuk melakukan pekerjaan tertentu.
b. tidak ada hak-hak para pihak atau penghadap yang dilanggar oleh Notaris.
c. Notaris tidak mempunyai atasan untuk menerima perintah melakukan suatu pekerjaan,
dan
d. tdak ada kesukarelaan dari Notaris untuk membuat akta, tanpa ada permintaan dari para
pihak.
Hubungan hukum Notaris dan para penghadap merupakan hubungan hukum yang
khas, dengan karakter :
a. tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk pemberian
kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
b. mereka yang datang ke hadapan Notaris, dengan anggapan bahwa Notaris mempunyai
kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para pihak secara tertulis
dalam bentuk akta otentik.

3
c. hasil akhir dari tindakan Notaris berdasarkan kewenangan Notaris yang berasal dari
permintaan atau keingian para pihak sendiri, dan
d. notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.
Pencantuman Klausula Proteksi Diri Notaris merupakan pengembangan dari Ilmu
Hukum Kenotariatan, sehingga ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak
rentan untuk mudah digugat atau dilaporkan kepada instnasi tertentu padahal, Notaris dalam
membuat akta Notaris, Legalisasi, Waarmerking, penyesuaian fotocopy dengan aslinya dan
Kovernot merupakan kehendak para pihak sendiri yang datang ke hadapan Notaris, dan tugas
Notaris hanya memformulasikan kehendak mereka tersebut 5 yang tidak berdasarkan pada
hubungan hukum sebagaimana tersebut di atas.

B. RUMUSAN MASALAH .
1. Apa bentuk Klausula Perlindungan Proteksi Diri Notaris dalam dalam akta yang dibuat di
hadapan Notaris ataupun ketika atas permintaan para pihak melakukan Legalisasi,
Waarmerking, Penyesuaian/Pencocokan Fotocopy dengan Aslinya dan Kovernot ?
2. Apa urgensi pencantuman Klausula Proteksi Diri Notaris tersebut ?

C. ANALISA DAN PEMBAHASAN.


Istilah Proteksi Diri Diri dalam pembuatan akta Notaris, Legalisasi, Waarmerking ,
penyesuaian fotocopy dengan aslinya dan Kovernot tidakan ditemukan dalam UUJN/UUJN-
P, tapi istilah tersebut dikembangkan oleh penulis sendiri dengan merujuk (sebagai
perbandingan) pada istilah Eksonerasi 6.
Eksonerasi (Exoneration) dalam berbagai kepustakaan hukum jika diintisarikan dapat
diartikan untuk membebaskan subjek hukum (orang atau badan hukum) dari suatu tuntutan
atau tanggung jawab hukum yang sudah diperjanjikan sebelumnya. Klausula ini
mengecualikan kewajiban atau tanggung jawab para subjek hukum di dalam perjanjian.
Menurut Sutan Remy Sjahdeni, keberadaan klausula ekson-erasi adalah bertujuan
membebaskan atau membatasi tanggungjawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak
lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan
kewajibannya yang ditentukan di dalam perjanjian tersebut 7. Kemudian Mariam Darus

5
Lihat Kaidah Notaris Indonesia (KNI), dalam Habib Adjie, op cit, hal 176 – 179.
6
Istilah asing lainnya yang digunakan adalah: exemption clause, exclusion clause,
exculpatory clause, warranty disclaimer clause, limitation of liability clause.
7
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bankir Indonesia,
Jakarta 1993, hal. 75.
4
Badrulzaman, dengan istilahnya Klausul Eksonerasi, memberikan definisi terhadap klausul
tersebut sebagai klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian, dimana satu pihak
menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau
terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau Perbuatan Melawan Hukum (PMH) 8. David
Yates, yang lebih memilih menggunakan istilah exclusion clause, memberikan definisi: “any
term in a contract restricting, excluding or modifying a remedy or a liability arising out of
breech of a contractual obligation” yang berarti “setiap bagian dari suatu perjanjian yang
membatasi, membebaskan atau merekayasa ganti rugi atau tanggung jawab yang timbul dari
pelanggaran terhadap suatu perjanjian.” 9.
Klausula Eksonerasi yang dicantumkan dalam perjanjian bilamana satu pihak
menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan membayar ganti rugi seluruhnya
atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau Perbuatan Melawan Hukum (PMH),
sehingga dapat membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak, padahal
menurut hukum, tanggung jawab tersebut mestinya dibebankan kepadanya. Klausula
Eksonerasi ini selalu dicantumkan dalam perjanjian baku (Standar Contract) yang sering
dicirikan perjanjian yang hampir seluruh klausulnya dibakukan oleh pemakainya dan pihak
yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
perubahan, yang diterapkan secara sepihak oleh produsen/pelaku usaha/penjual yang
mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal) sehingga pihak konsumen hanya
mempunyai 2 (dua) pilihan saja yaitu menyetujui atau menolaknya.
Merujuk pada istilah Eksonerasi atau mengadopsi arti dari Eksonerasi untuk
dipergunakan untuk kepentingan Notaris dengan istilah Proteksi Diri Notaris, Saya
menafsirkan hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap
Notaris dari tindakan para pihak yang ingin menggugat Notaris ke pengadilan atau
melaporkan Notaris ke instansi yang berwenang, padahal mereka sendiri yang bersengketa
dan notaris telah menjalankan tugas jabatan dengan baik dan benar, maka terhadap Notaris
perlu ada perlindungan berupa Klausula Proteksi Diri Notaris.
Klausula Proteksi Diri Notaris tersebut data dicantumkan dalam akta Notaris,
Legalisasi, Waarmerking, penyesuaian fotocopy dengan aslinya dan Kovernot merupakan
pernyataan (statement) dari para penghadap jika ada yang mempermasalahkannya untuk
dilepaskan dari segala bentuk tanggungjawab jika semua prosedur, kewenangan dan substansi

8
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994, hlm. 47.
9
David Yates, Exclusion Clauses in Contracts, London: Sweet & Maxell, 1982, hlm. 1 dalam
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal Yustika,
Vol. 24 No. 2 Desember 2000, hlm. 182.

5
telah dipenuhi oleh Notaris.
Pencantuman Kluasula Proteksi Diri untuk Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya dapat dilakukan untuk dalam :
a. Akta Notaris
Pasal 15 ayat (1) UUJN – P menegaskan bahwa kewenangan notaris untuk membuat akta
(1) yang diperintahkan oleh/berdasarkan undang-undang, atau (2) yang dikehendaki oleh
para pihak. Pencantuman klausula tersebut dapat dicantumkan sebelum penutup/akhir
akta.
• Contoh 1 :
• bahwa para penghadap menyatakan, jika terjadi sengketa baik di dalam maupun di
luar pengadilan, baik secara perdata dan pidana tidak akan melibatkan notaris
dengan cara dan bentuk apapun.
• bahwa segala ucapan/keterangan para penghadap yang dituliskan dalam akta ini
adalah benar, jika menjadi tidak benar, maka menjadi tanggungjawab para
penghadap dan tida akan melibatkan notaris.
• bahwa semua surat/dokumen yang diperlihatkan oleh para penghadap kepada
notaris dan isinya yang dicantumkan dalam akta ini, adalah surat/dokumen yang
benar, jika suatu hari terbukti tidak benar menjadi tanggungjawab para penghadap
sepenuhnya, dan membebaskan notaris dari akibat hukum secara perdata dan
pidana
• Contoh 2 :
• menjamin kebenaran dan bertang-gungjawab sepenuhnya atas isi semua identitas /
surat/dokumen dan keterangan yang disampaikan kepada saya, notaris, dan isinya
yang dicantumkan/disebutkan dalam akta ini.
• telah mengerti dan memahami isi akta ini, serta menerima segala akibat hukum
apapun yang timbul, baik sekarang maupun di kemudian hari.
Klausula tersebut dapat juga dilakukan :
• ketika Notaris dalam akta mencantumkan surat dibawah tangan atau bukan akta
Notaris, bisa ditutup dengan kalimat : keabsahan surat/dokumen tersebut
tanggungjawab penghadap sepenuhnya.
• ketika Notaris (dalam komparisi) didasarkan pada akta-akta Notaris, bisa ditup
dengan kalimat : menurut keterangan para penghadap tidak ada akta lain selain
yang dicantumkan dalam akta ini.
a. Legalisasi

6
Pasal 15 ayat (2) huruf a UUJN – P bahwa Notaris berwenang untuk mengesahkan tanda
tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
 Contoh :
Nomor : __________.
Melihat dan mengesahkan tanda tangan dari: ----------------------------------------------------
Tuan/Nyonya ______________ bertempat tinggal di _________________, Jalan
_______________ nomor ______,--------------------------------------------
pada tanggal ______, bulan ________, tahun _______ , oleh saya,
______________________. Sarjana Hukum, Notaris di ___________________-
”Bahwa keabsahan tanda tangan dan isi surat/dokumen tersebut sepenuhnya
tanggungjawab para penghadap/ penandatangan sendiri”.

---------, ------------------------------
tanda tangan & cap Notaris

( _____________________________ )

• Contoh :
Nomor : ____________________-------------------------------------------------Saya, yang
bertanda tangan dibawah ini : ---------------------------------
___________________________________. Notaris berkedudukan di
______________, Wilayah Jabatan Propinsi _________, menerangkan bahwa isi
surat ini telah saya jelaskan/terangkan kepada Tuan/Nyonya
___________________________, Wiraswasta, bertempat tinggal di
_________________, Jalan _______________ nomor ______,. yang saya, Notaris,
kenal/diperkenalkan kepada saya, Notaris dan sesudah itu, maka Tuan/Nyonya
___________________________, tersebut membubuhkan tanda tangan/cap jarinya
tangan kiri/kanannya* di atas surat ini dihadapan saya, Notaris.--------------
”Bahwa keabsahan tanda tangan dan isi surat/dokumen tersebut sepenuhnya
tanggungjawab para penghadap/ penandatangan sendiri”.
__________, _________________
tanda tangan & cap Notaris

7
( __________________________.)

b. Waarmerking
Pasal 15 ayat (2) huruf b UUJN - P bahwa Notaris berwenang untuk membukukan surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
 Contoh :
Nomor : _____________________
Dibubuhi cap dan didaftarkan dalam buku pendaftaran yang diadakan khusus untuk itu
oleh saya, :--------------------------------------------------
Notaris berkedudukan di Kota ______________, Wilayah Jabatan Propinsi
______________, pada tanggal _______________________________.-------------
”Bahwa keabsahan tanda tangan dan isi surat/dokumen tersebut sepenuhnya
tanggungjawab para penandatangan sendiri”.
__________, _________________
tanda tangan & cap Notaris

( __________________________ )

c. Klausula Proteksi Diri Notaris dalam penyesuaian kecocokan fotocopy dengan aslinya
Pasal 15 ayat (2) huruf d UUJN-P Notaris berwenang untuk melakukan melakukan
pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
 Contoh :
Fotokopi ini sesuai dengan asli surat yang diperlihatkan kepada saya, Notaris.
“Keabsahan asli surat tersebut dan fotocopynya tanggungjawab yang memperlihatkannya
kepada notaris”.

Notaris di ________________.
tanda tangan & cap Notaris

( _________________________.)

d. Kovernot
8
Bahwa pembuatan Kovernot oleh Notaris merupakan Living Law Kenotariatan artinya
merupakan hukum kebiasaan yang hidup dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, dan
secara normatif Kovernot tidak diatur atau disebutkan dalam UUJN/UUJN-P. Perlu
diketahui juga bahwa :
 Kovernot ini dibuat berdasarkan data/dokumen/keterangan dari para penghadap yang
diberikan kepada notaris.
 Kovernot ini dibuat tidak untuk menimbulkan hak dan kewajibann para pihak.
 Penggunaan kovernot yang tidak sesuai dengan isi kovernot ini tanggungjawab yang
menerima kovernot.
• catatan :
Kemudian materi yang diterangkan/dinyatakan dalam Kovernot haruslah :
• berdasarkan data/fakta yang terjadi atau di lakukan dihadapan Notaris yang
bersangkutan (bukan Kovernot pesanan pihak-pihak lain yang tidak melakukan
tindakan hukum apapun di hadapan Notaris yang bersangkutan).
• Bukan/tidak berisi kesimpulan Notaris.
• Bukan analisis dari perbuatan/tindakan hukum para penghadap yang dilakukan di
hadapan Notaris.
• Bukan berisi harapan/keinginan para penghadap.
Contoh kalimat Klausula Proteksi Diri Notaris dapat dicantumkan pada akhir Kovernot
(sebelum tandatangan Notaris) yaitu :
“Kovernot ini dibuat atas permintaan para penghadap, berdasarkan keterangan/ pernyataan
dan surat/dokumen yang diperlihatkan kepada saya notaris”.

---------, ------------------------------
tanda tangan & cap Notaris

( _____________________________ )

Bahwa urgensi hukum pencantuman klausula tersebut sebagai upaya untuk


mengembangkan tugas jabatan Notaris yang dilakukan oleh para Notaris, yaitu :
a. Terkadang jabatan Notaris “stagnan”, agar tidak stagnan, maka para Notaris harus
menciptakan “Living Law Kenotariatan”.
b. Pencantuman Klausula Proteksi Diri Notaris sebagai upaya menciptakan Living Law
Kenotariatan.
9
c. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannnya dengan membuat melakukan/membuat akta
Notaris, Legalisasi, Waarmerking, penyesuaian fotocopy dengan aslinya dan kovernot
jika ada subjek hukum yang menghadap dan memintanya.
d. Jika tidak ada yang menghadap/memintanya, maka Notaris tidak akan menjalanlan
apapun yang tugas/kewenangan dan kewajibannya, Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannnya dengan membuat melakukan/membuat akta Notaris, Legalisasi,
Waarmerking, penyesuaian fotocopy dengan aslinya dan kovernot jika ada subjek hukum
yang menghadap dan memintanya.
e. Ketika notaris menjalankan tugas jabatannya karena ada penghadap yang memintanya,
jika terjadi permasalahan dari pihak sendiri, seakan-akan dari hasil pelaksanaan tugas
jabatannya notaris dianggap sebagai produk notaris, sehingga terjadi dalam kualifikasi
turut serta melakukan (penyertaan) atau membantu melakukan (pembantuan) atau turut
tergugat, maka hal ini sesuatu yang tidak benar.
Untuk apa Notaris harus mencatumkan Klausula Proteksi Diri tersebut ?
a. Sebagai bentuk tindakkan kehati-hatian dan berhati-hati dari Notaris.
b. Sebagai bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris sendiri.
c. Sebagai informasi kepada pihak lain, jangan terlalu mudah menstigmasisasi/melabelisasi
kepada Notaris dari pihak lainnya sebagai pihak yang harus bertanggunbgjawab
sepenuhnya, jika tanpa ada bukti yang kuat.
d. Sebagai cara mengedukasi para penghadap, jika berbohong, maka para penghadap sendiri
yang harus bertanggungjawab.
Bahwa jika dasarnya selama tidak dilarang boleh saja, hal tersebut kembali kepada
Notaris yang bersangkutan. dan penting atau tidak penting Notaris sendiri yang
melakukannya. Serta tidak perlu melarang jika ada Notaris yang ingin mencantumkan
klausula seperti itu. Jadi pencantuman Klausula Proteksi Diri Notaris bukan merupakan suatu
keharusan atau kewajiban, tapi dikembalikan kepada Notaris yang bersangkutan.
Pencantuman klausula tersebut tidak akan menjadi halangan para pihak yang
bersengketa untuk menempatkan Notaris sebagai tergugat atau saksi. Tapi kalimat tersebut
sebagai upaya berhati-hati saja dan menambah keyakinan diri dan keyakinan hati Notaris
yang bersangkutan, dan jika para pihak bersengketa tidak perlu melibatkan Notaris.

D. KESIMPULAN
Klausula Proteksi Diri Notaris yang dicantumkan dalam akta yang dibuat di hadapan
Notaris ataupun ketika atas permintaan para pihak melakukan Legalisasi, Waarmerking,
10
Penyesuaian/Pencocokan Fotocopy Dengan Aslinya dan Kovernot merupakan suatu upaya
yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya ketika para pihak yang membuat
akta atau Legalisasi, Waarmerking, Penyesuaian/Pencocokan Fotocopy Dengan Aslinya dan
Kovernot bersengketa dengan menyeret Notaris dengan alasan Notaris yang membuatnya,
padahal apapun produk Notaris berdasarkan kewennagan Notaris yang diberikan
UUJN/UUJN-P tidak menempatkan diri sebagai Pihak, dan juga klausula tersebut sebagai
bentuk pengembangan jabatan Notaris agar tidak stagnan dan untuk menciptakan Living Law
Kenotariatan.
Bahwa UUJN/UUJN-P tidak mengatur atau menegaskan adanya Klausula Proteksi
Diri Notaris, sehingga urgensi proteksi tersebut sebagai bentuk perlindungan yang bersifat
preventif yang dapat dilakukan Notaris sendiri, dari tindakkan sewenang-wenang dari pihak
yang pernah membuat akta di hadapan Notaris ataupun ketika atas permintaan para pihak
melakukan Legalisasi, Waarmerking, Penyesuaian/Pencocokan Fotocopy Dengan Aslinya dan
Kovernot merupakan suatu upaya yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya ketika para pihak yang membuat akta atau Legalisasi, Waarmerking,
Penyesuaian/Pencocokan Fotocopy Dengan Aslinya dan Kovernot mempermasalahkan
produk Notaris tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak


Komersial, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2008.

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2007.

------------------, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta, Raja Grafindo. 2012.

Dadang Sukar, Membuat Surat Perjanjian, Yogyakarta: Andi Offset, 2011.

Djasadin Saragih, Sekilas Perbadingan Hukum Kontrak Civil Law dan Common Law,
Makalah Workshop Comparative Law, Elips Projects – Fakultas Hukum Unair
Surabaya, 4 Desember, 1993.

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
Refika Aditama, Bandung, 2008.

-----------------, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun


2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, 2008.

-----------------, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), Mandar
Maju, Bandung, 2009.

11
-----------------, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan
tentang Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

-----------------, Bernas-bernas Pemikiran Di Bidang Notaris dan PPAT, Mandar Maju,


Bandung, 2012.

-----------------, Menjalin Pemikiran – Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan Tulisan),


Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013.

-----------------, Merajut Pemikiran dalam Dunia Notaris & PPAT, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014.

-----------------, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia (Berdasarkan Undang-


undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, 2015.

-----------------, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris. Refika Aditama, Bandung, 2011.

----------------, Mencermati Permasalahan Notaris di Indonesia, Duta Nusindo, Semarang,


2018.

-----------------, Q & A : Problematika dan Solusi Terpilih tentang Hukum Kenotariatan


Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2020.

----------------, & Rusdianto Sesung, Tafsir, Penjelasan dan Komentar Atas Undang-undang
Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2020.

----------------, Pemahaman Awal (Komparisi – Premisse), Isi dan Akhir Akta Notaris,
Narotama Unicersity Press, Surabaya, 2020.

----------------, Penerapan Pasal 38 UUJN – P Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris,


Bintang Pustaka Madani, Yogyakarta, 2021.

Hassanudin Rahman. Legal Drafting. Bandung: Citra Aditya, 2000.

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2007.

----------------------, Ajaran Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan.


Bandung: Citra Aditya, 2010

H.R Daeng Naja, Contract Drafting, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994.

Salim, HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Jakarta: Sinar


Grafika, 3003.

---------------, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata Buku Satu. Jakarta:


Raja Grafindo Persada, 2006.

12
---------------, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. I . Jakarta:
Sinar Grafika, 2003.

Sriwati, Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal Yustika Vol.
24 No. 2 Desember 2000.
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para
Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta
1993

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1986.

Yusuf Shofie. Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung,


Citra Aditya Bakti. 2008.

13

Anda mungkin juga menyukai